BAB III ANALISIS PEMBAHASAN. analisis berdasarkan peraturan SK DIR. BI Nomor 30/ 12/KEP/DIR tanggal 30

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS PEMBAHASAN. analisis berdasarkan peraturan SK DIR. BI Nomor 30/ 12/KEP/DIR tanggal 30"

Transkripsi

1 31 BAB III ANALISIS PEMBAHASAN Pada bab ini, akan diberikan gambaran mengenai hasil pengolahan data dan analisis berdasarkan peraturan SK DIR. BI Nomor 30/ 12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang penelitian yang bertujuan untuk menganalisis tingkat kesehatan bank diihat dari pengukuran rasio Capital Adequacy Ratio, Rasio Kecukupan Modal Inti Terhadap Dana Pihak Ketiga, Rasio Kualitas Aset Produktif, Non Performing Loan pada Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Kota Surakarta. Pada bab ini akan diuraikan mengenai penggunaan sampel, hasil perhitungan, serta analisis dari perhitungan yang telah dilakukan. A. PENGGUNAAN SAMPEL Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris tentang tingkat kesehatan bank berdasarkan pengukuran rasio Capital Adequacy Ratio, Rasio Kecukupan Modal Inti Terhadap Dana Pihak Ketiga, Rasio Kualitas Aset Produktif, Non Performing Loan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan (annual report) perbankan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama tahun yang dipublikasikan melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan ( Metode pengambilan sampel dengan cara populasi. Menurut Sugiyono (2013) pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

2 32 kemudian ditarik kesimpulannya. Berikut ini disajikan hasil pengambilan sampel penelitian BPR dan BPRS di Kota Surakarta: Tabel 3.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian BPR Konvensional di Kota Surakarta Kriteria Jumlah BPR Konvensional Jumlah BPR Konvensional yang terdaftar di OJK tahun BPR Konvensional yang laporan keuanggannya tidak tersedia 12 (5) Jumlah populasi penelitian yang digunakan 7 Tabel 3.2 Gambaran Umum Sampel Penelitian BPR Syariah di Kota Surakarta Kriteria Jumlah BPR Syariah yang terdaftar di OJK tahun Jumlah BPR Syariah 4 BPR Syariah yang laporan keuanggannya tidak tersedia (1) Jumlah populasi penelitian yang digunakan 3 32

3 33 B. ANALISIS dan PEMBAHASAN 1. Permodalan Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Capital Adequency Ratio (CAR) Sumber: data diolah Tabel 3.3 CAR BPR di kota Surakarta periode Nama Bank PT BPR Artha Daya 48% 52% 44% 2 PT BPR Bank Solo 42% 32% 31% 3 PT BPR Binalanggeng Mulia 13% 50% 19% 4 PT BPR Central International 14% 11% 10% 5 PT BPR Dana Utama 15% 16% 14% 6 PT BPR Sukadana 21% 22% 21% 7 PT BPR Suryamas 18% 22% 27% Rata Rata Industri pada BPR di Kota Surakarta 24% 29% 24% Jika dilihat Capital Adequency Ratio adalah rasio yang membandingkan antara keseluruhan modal inti dan pelengkap dibanding dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). ATMR dalam hal ini adalah aktiva yang dinilai menurut bobot resikonya terhadap keuangan perbankan. Keseluruhan nilai Capital Adequency Ratio BPR di kota Surakarta masih berada di atas standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 9 %. Berdasarkan peringkat yang telah ditentukan BPR di kota Surakarta

4 34 secara keseluruhan berada di peringkat 1 atau masuk dalam kriteria Sangat Baik. Bedasarkan data tabel 3.3 perhitungan rasio CAR pada bank BPR di kota Surakarta pada tahun 2013 dapat dilihat PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi jika dibandingan dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 48%. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan modal sebanyak 48% untuk menanggung aktiva produktif yang berisiko. Pada tahun 2013 BPR yang memiliki rasio CAR paling rendah yaitu PT BPR Binalanggeng Mulia sebesar 13%. Hal ini berarti PT BPR Binnalanggeng Mulia memiliki kemampuan modal sebesar 13% jika bandingkan dengan ATMR. Rasio CAR yang dimiliki oleh PT Binnalanggeng Mulia berada di kriteria Sangat Sehat, meskipun memiliki kriteria rasio CAR sangat sehat PT Binnalanggeng Mulia masih berada di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 24%. Pada tahun 2014, PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi dari BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 52%. Hal ini berarti pada tahun 2014 PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan permodalan sebesar 52% yang dinilai sangat sehat untuk sebuah BPR, karena BPR akan lebih siap dalam menghadapi resiko-resiko yang akan timbul. Tingkat CAR yang dimiliki PT BPR Artha Daya mengalami kenaikan sebesar 4% jika dibandingkan rasio CAR pada 34

5 35 tahun Pada kondisi ini, PT BPR Artha Daya masuk dalam kriteria Sangat Sehat. BPR yang memiliki rasio CAR paling rendah pada tahun 2014 yaitu PT BPR Central International sebesar 11%. Rasio CAR ini mengalami penurunan 3% dari tahun Rasio CAR yang dimiliki PT BPR Central International pada tahun 2014 masih berada di atas standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 9% dan masuk dalam kriteria Sangat Sehat, namun Rasio CAR yang dimiliki PT BPR Central International pada tahun 2014 masih berada jauh di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 29%. Hal tersebut harus menjadi perhatian PT BPR Central International agar tetap bisa bersaing dengan BPR di kota Surakarta. Berdasarkan tabel 3.3 pada tahun 2015 sebagian besar BPR di kota Surakarta mengalami penurunan rasio CAR. Walaupun pada tahun 2015 mengalami penurunan secara keseluruhan BPR di kota Surakarta berada di atas standar yang Bank Indonesia dan masih dalam kriteria Sehat. PT BPR Artha Daya pada tahun 2015 masih berada di posisi tertinggi rasio CAR yang dimiliki yaitu sebesar 44%. Rasio CAR tersebut mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2014 sebesar 8%. Hal ini disebabkan pada Laporan Laba Rugi tahun 2015 tercatat PT BPR Artha Daya mengalami kerugian sebesar Kerugian yang terjadi dapat berpengaruh pada rasio CAR yang dimiliki. Karena laba atau

6 36 rugi yang dimiliki BPR sangat berpengaruh pada perhitungan keseluruhan modal yang dimiliki. Hal ini berarti jika BPR mengalami kerugian akan berpengaruh pada turunnya modal yang dimiliki sehingga, rasio CAR akan mengalami penurunan. Rasio CAR PT BPR Central International pada tahun 2015 berada di posisi terendah jika dibandingkan dengan BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 10%. Hal ini berarti PT BPR Central International hanya memiliki kecukupan modal sebesar 10% dari aktiva yang beresiko yang dimiliki perusahaan. Akan tetapi rasio CAR yang dimiliki BPR Central International masih berada di kriteria Sehat. Secara keseluruhan dalam PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi selama tahun jika dibandingkan dengan BPR yang berada di kota Surakarta. Dalam hal ini semakin besar rasio CAR yang dimiliki oleh bank maka akan semakin baik dalam faktor permodalan. Jika semakin besar rasio CAR berarti bank dinilai semakin sehat dan mampu menyediakan modal dalam jumlah besar untuk mengatasi resiko resiko yang akan timbul. 36

7 37 Dari hasil perhitungan rasio CAR pada BPRS di kota Surakarta di dapatkan hasil sebagai berikut Tabel 3.4 CAR BPRS di kota Surakarta periode Nama BPRS BPRS Dana Mulia 11% 11% 9% 2 BPRS Dana Amanah 14% 15% 23% 3 BPRS Central Syariah Utama 16% 18% 14% Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta 14% 15% 15% Sumber : data diolah Berdasarkan data tabel 3.4 hasil perhitungan rasio CAR pada BPRS di kota Surakarta tahun dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Secara keseluruhan rasio CAR pada BPRS di Surakarta berada di atas standar yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. BPRS di kota Surakarta memiliki rasio CAR yang sehat, jika dilihat semuanya masih masuk dalam kriteria perbankan yang sehat dari faktor permodalannya. Dilihat pada tahun 2013 BPRS di kota Surakarta yang memiliki rasio CAR tertinggi yaitu BPRS Central Syariah Utama dengan tingkat rasio CAR sebesar 16%. Hal ini berarti BPRS Central Syariah Utama memiliki kemampuan menyediakan permodalan sebesar 16% dalam mengelola aktiva produktif yang memiliki resiko. Menurut penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia BPRS Central Syariah Utama masuk dalam peringkat 1

8 38 atau memiliki kriteria Sangat Sehat. BPRS di kota Surakarta yang memiliki tingkat rasio CAR yang paling rendah pada tahun 2013 yaitu BPRS Dana Mulia sebesar 11%. Walaupun berada di posisi terendah akan tetapi menurut penilaian yang ditentukan oleh Bank Indonesia rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia masih berada di kriteria Sangat Sehat, namun rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia masih berada di bawah rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 14%. BPRS Central Syariah Utama pada tahun 2014 kembali memiliki rasio CAR tertinggi dari BPRS yang berada di kota Surakarta yaitu sebesar 18%. Rasio CAR ini dicatat mengalami kenaikan sebesar 2% dari tahun Hal ini disebabkan beberapa aktiva yang menjadi unsur dalam perhitungan ATMR seperti piutang dan pembiayaan pada tahun 2014 sebesar Rp mengalami penurunan jika dibanding 2013 sebesar Rp Penurunan aktiva tersebut dapat berpengaruh pada kenaikan rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS, karena dengan turunnya jumlah piutang dan pembiayaan akan mengurangi resiko yang akan timbul dari aktiva. Pada tahun 2014 BPRS di kota Surakarta yang memiliki rasio CAR terendah yaitu BPRS Dana Mulia sebesar 11%. Hal ini berarti BPRS Dana Mulia memiliki kemampuan permodalan sebesar 11% dari aktiva yang beresiko yang dimiliki 38

9 39 perusahaan. Rasio CAR yang dimiliki BPRS Dana Mulia masih berada pada kriteria Sangat Sehat. Pada tahun 2015 BPRS yang memiliki rasio CAR yang tertinggi yaitu BPRS Dana Amanah sebesar 23% atau mengalami kenaikan sebesar 8% dari tahun Hal ini berarti BPRS Dana Amanah memiliki kecukupan modal inti sebanyak 23% terhadap ATMR. Dapat disimpulkan BPRS Dana Amanah masih mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitasnya. Menurut penilaian yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah masuk dalam kriteria Sangat Sehat. Rasio CAR yang dimiliki BPRS Dana Amanah masih berada di atas rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 15%. Berdasarkan analisis di atas rasio CAR BPRS Dana Mulia pada tahun memiliki tingkat rasio yang paling rendah jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta lainnya. Hal ini dilihat pada laporan laba rugi tahun BPRS Dana Mulia mengalami kerugian pada tahun 2014 sebesar Rp dan meningkat pada tahun 2015 sebesar Rp sehingga dapat mempengaruhi rasio CAR yang dimiliki. Jika dibandingkan antara rasio CAR BPR dan BPRS terjadi perbedaan yang sangat besar. Rasio CAR BPR di kota Surakarta hampir mencapai 5 kali lipat jika dibandingkan rasio CAR BPRS di

10 40 kota Surakarta. Hal ini biasanya disebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPRS masih sangat kurang sehingga menyebabkan BPRS tidak optimal untuk memperoleh keuntungan yang besar. Selain itu, modal disetor yang dimiliki BPR lebih besar jika dibandingkan dengan modal disetor yang dimiliki oleh BPRS. Beberapa hal tersebut sangat mempengaruhi rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS. b. Equity To Debt Ratio (EDR) Tabel 3.5 EDR BPR di kota Surakarta Nama Bank PT BPR Artha Daya 0,7 0,72 0,67 2 PT BPR Bank Solo 0,22 0,32 0,35 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 0,36 0,35 0,35 4 PT BPR Central International 0,17 0,16 0,15 5 PT BPR Dana Utama 0,15 0,12 0,07 6 PT BPR Sukadana 0,25 0,14 0,15 7 PT BPR Suryamas 0,34 0,29 0,31 Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta Sumber : data diolah 0,31 0,30 0,29 Equity To Debt Ratio (EDR) adalah rasio yang dihitung berdasarkan perbandingan modal inti dengan Dana Pihak Ketiga. Rasio EDR ini berguna untuk melihat kemampuan modal inti dalam melakukan pengembalian terhadap dana pihak ketiga. Dilihat dari perhitungan nilai rasio EDR secara keseluruhan BPR di 40

11 41 kota Surakarta masih berada peringkat kurang sehat dan tidak sehat. Hal ini berarti modal inti BPR di kota Surakarta belum memiliki kemampuan permodalan yang cukup untuk menghadapi resiko dari dana dari pihak ke tiga yang dimiliki BPR, dalam hal ini dana pihak ke tiga berasal dari nasabah yang memberikan dananya berupa tabungan dan deposito. Pada tahun 2013 rasio EDR pada BPR di kota Surakarta tertinggi dimiliki oleh PT BPR Artha Daya yaitu sebesar 0,7 kali. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan modal mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,7 kali dari dana pihak ke tiga yang diterima. Menurut penilaian tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia PT BPR Artha Daya berada di peringkat empat dan masuk dalam kriteria Kurang Sehat, akan tetapi rasio EDR tersebut berada di atas rata rata industri BPR di Kota Surakarta sebesar 0,31. BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR terendah pada tahun 2013 adalah PT BPR Dana Utama yaitu sebesar 0,15. Rendahnya rasio EDR diakibatkan oleh modal yang disetor kepada bank sangat kecil jika di bandingkan jumlah dana pihak ke tiga yang tinggi. Sehingga dapat berpengaruh pada tinggi rendahnya rasio EDR yang dimiliki. Rendahnya rasio EDR ini akan berdampak pada Dilihat dari tabel 3.5, BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR paling tinggi pada tahun 2015 yaitu PT BPR Artha Daya

12 42 dengan kemampuan modal intinya sebesar 0,67 kali, artinya PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan untuk mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,67 kali dari dana pihak ke tiga yang diterima. Menurut penilaian dari Bank Indonesia PT BPR Artha Daya masuk dalam peringkat empat atau kriteria Kurang Sehat. BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR terendah pada tahun 2015 yaitu PT BPR Dana Utama dengan kemampuan pengembalian dana pihak ke tiga sebesar 0,07. Rasio EDR tersebut masa Hal itu karena dipengaruhi jumlah dana pihak ke tiga yang besar dan meningkat setiap tahunnya tetapi tidak disertai dengan peningkatan modal inti yang dimiliki. Sumber: data diolah Di bawah ini disajikan Equity To Debt Ratio (EDR) untuk BPRS di kota Surakarta. Tabel 3.6 EDR BPRS di kota Surakarta periode Nama BPRS BPRS Dana Mulia 0,16 0,19 0,08 2 BPRS Dana Amanah 0,47 0,51 0,72 3 BPRS Central Syariah Utama 0,27 0,41 0,63 Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta 0,30 0,37 0,48 Dilihat dari perhitugan Equity To Dept Ratio (EDR) terlihat BPRS di kota Surakarta sama seperti BPR di kota Surakarta tingkat EDRnya masih berada pada kriteria kurnag sehat dan tidak sehat. 42

13 43 Secara umum pengembalian dana pihak ke tiga masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dari data tabel di atas BPRS Dana Mulia memiliki tingkat pengembalian dana pihak ke tiga (EDR) terendah. Pada tahun 2013 BPRS Dana Mulia memiliki tingakat rasio EDR sebesar 0,16 yang artinya BPRS Dana Mulia hanya dapat mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,16 kali. Hal ini disebabkan pihak BPRS Dana Mulia mampu menghimpun dana dari nasabah berupa tabungan dan deposito dalam jumlah besar. Namun disisi lain modal disetor yang dimiliki tidak mengalami peningkatan sehingga berakibat pada turunnya rasio EDR. Pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio EDR tertinggi jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta sebesar 0,47 kali. Walaupun memiliki rasio EDR tertinggi, akan tetapi masih berada jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Menurut penilaian tingkat kesehatan bank BPRS Dana Amanah berada dikriteria Tidak Sehat. Dari data tabel yang telah disajikan raiso EDR yang dimiliki BPRS Dana Amanah menjadi paling tinggi jika dibandingkan dengan BPRS lainnya di kota Surakarta yaitu sebesar 0,72. Hal itu berarti modal inti BPRS Dana Amanah dapat mengembalikan dana pihak ke tiga sebanyak 0,72 kali dari dana pihak ke tiga yang dimiliki. Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank BPRS Dana

14 44 Amanah pada tahun 2015 berada dalam kriteria Kurang Sehat. Pada tahun 2015 BPRS yang memiliki rasio EDR terendah yaitu BPRS Dana Mulia dengan rasio sebesar 0,08. Rasio EDR ini mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 0,09. Hal itu berarti BPRS Dana Mulia tidak mampu mengelola dana pihak ke tiga untuk mendapatkan keuntungan. Penurunan tersebut terjadi karena pada tahun 2015 BPRS Dana Mulia mengalami kerugian, sehingga sangat mempengaruhi perhitungan rasio EDR. Menurut penilaian tingkat kesehatan BPRS Dana Mulia berada dalam kriteria Tidak Sehat dan berada jauh di bawah rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 0,48. Penilaian tingkat EDR pada BPRS di kota Surakarta secara keseluruhan memiliki tingkat yang tidak aman, artinya rata rata BPRS di kota Surakarta memiliki rasio EDR dalam kriteria yang Kurang Sehat. Hal tersebut juga terjadi pada BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini BPR dan BPRS yang memiliki rasio yang rendah harus berhati hati dalam mengelola keuangan. Karena dana pihak ke tiga yang dimiliki masuk dalam unsur kewajiban bank. Jika sebuah kewajiban lebih besar dari pada modal yang dimiliki, hal itu akan menyebabkan resiko tidak dapat mengembalikan dana tersebut. 44

15 45 2. Kualitas Aktiva Produktif Dari perhitungan yang telah dilakukan diperolah hasil sebagai berikut a. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Tabel 3.7 KAP BPR di kota Surakarta periode Nama Bank PT BPR Artha Daya 87% 89% 87% 2 PT BPR Bank Solo 98% 98% 97% 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 98% 99% 98% 4 PT BPR Central International 91% 91% 91% 5 PT BPR Dana Utama 98% 92% 92% 6 PT BPR Sukadana 95% 96% 96% 7 PT BPR Suryamas 96% 95% 95% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta 95% 94% 94% Sumber : data diolah Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) adalah rasio yang dihitung berdasarkan aktiva produktif yang diklarifikasi dan dibandingkan dengan total aktiva yang dimiliki. Hal ini aktiva produkif yang diklarifikasi dihitung dari penentuan bobot resiko yang akan timbul dari aktiva produktif yang bermasalah. Dari hasil perhitungan rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dapat diketahui BPR di kota Surakarta dalam 3 tahun pengelolaan aktiva produktinya relatif stabil. Hal itu dilihat dari hasil rasio yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan. Secara

16 46 keseluruhan BPR di kota Surakarta memiliki rasio KAP tinggi, berada di atas standard yang di tentukan oleh Bank Indonesia. Dari data tabel 3.7, dilihat pada tahun 2013 PT BPR Binnalanggeng Mulia memiliki rasio KAP tertinggi dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 98%. Hal ini berarti BPR Binnalanggeng memiliki kemungkinan 98% aktiva produktif yang telah ditanamkan dapat diterima kembali, aktiva produktif yang dimaksud adalah penempatan dana pada bank lain dan melalui pembiayaan berjangka. Menurut penilaian Bank Indonesia PT BPR Binnalanggeng berada di kriteria Sangat Sehat. Serta BPR yang memiliki rasio KAP terendah dimiliki oleh PT BPR Artha Daya yaitu sebesar 87%. Rendahnya rasio KAP ini disebabkan pada laporan keuangan PT BPR Artha Daya tahun 2013 PT BPR Artha Daya memiliki resiko kredit macet yang sangat tinggi mencapai Rp , dibandingkan dengan total aset produktif sebesar Rp Kredit bermasalah tersebut sangat berpengaruh pada rasio KAP yang di miliki perusahaan. Menurut penilaian tingkat kesehatan dari Bank Indonesia tingkat KAP yang di miliki PT BPR Artha Daya tahun 2013 berada dalam kriteria Kurang Sehat dan berada di bawah rata rata industri BPR di Kota Surakarta sebesar 95%. Pada tahun 2014 dan 2015 secara keseluruhan BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio KAP tertinggi dari seluruh 46

17 47 BPR di kota Surakarta. Pada tahun 2014 BPR Binalanggeng Mulia tercatat mengalami kenaikan sebesar 1% jika dibanding tahun 2013 menjadi 99%. Pada tahun 2015 PT BPR Binalanggeng Mulia mengalami sedikit penurunan dari tahun 2014 menjadi sebesar 98%. Tingginya rasio KAP pada PT BPR Binalanggeng Mulia ini disebabkan, manajemen dapat mengelola aktiva produktifnya dengan baik. Ini dibuktikan dengan rasio KAP yang tinggi disetiap tahunnya. Secara keseluruhan pada tahun 2014 dan 2015 penilaian kesehatan pada PT BPR Binalanggeng Mulia berada dalam kriteria Sangat Sehat. Berbeda dengan PT BPR Binalanggeng Mulia yang selalu memiliki rasio KAP yang tinggi. PT BPR Artha Daya memiliki rasio KAP yang terendah pada tahun 2014 dan Pada tahun 2014 rasio KAP PT BPR Artha Daya mengalami kenaikan sebesar 2% dari tahun sebelumnya menjadi 89%. Pada tahun 2014 PT BPR Artha Daya berada dalam kriteria penilaian kesehatan bank Cukup Sehat. Pada tahun 2015 rasio KAP PT BPR Artha Daya mengalami penurunan menjadi 87%. Menurut penilaian kesehatan oleh Bank Indosesi pada tahun 2015 PT BPR Artha Daya berada diperingkat 4 atau masuk dalam kriteria Kurang Sehat. Rasio KAP PT BPR Artha Daya berada 7% di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 94%. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya harus memperhatikan aktiva

18 48 produktif yang dimiliki agar dapat mengurangi resiko yang akan terjadi. Bedasarkan analisa di atas menunjukkan bahwa semakin tingginya rasio KAP, maka semakin besar kemungkinan bank menerima kembali dari dana yang telah datanamkan dalam bentuk penempatan kepada bank lain dan kredit yang diberikan. Hal ini berarti jika semakin besar rasio KAP yang dimiliki oleh bank maka akan memperkecil kemungkinan bank mengalami resiko pembiayaan yang bermasalah. Terdapat juga tabel hasil dari perhitungan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk BPRS di kota Surakarta sebagai berikut: Tabel 3.8 KAP BPRS di kota Surakarta periode Nama BPR BPRS Dana Mulia 93% 67% 84% 2 BPRS Dana Amanah 96% 94% 96% 3 BPRS Central Syariah Utama 91% 91% 92% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta 93% 84% 90% Sumber : data diolah Bedasarkan hasil perhitungan rasio KAP pada BPRS di kota Surakarta mengalami fluktuasi. Hal itu terdapat BPRS yang mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan. BPRS yang 48

19 49 mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan akan berakibat pada tidak stabilnya kondisi kesehatan banknya. Dari tabel 3.8, pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio KAP sebesar 96%, rasio ini tertinggi jika dibandingkan pada BPRS lainnya di kota Surakarta. Hal ini berarti BPRS Dana Amanah potensi dana yang diterima dari dana yang ditanamkan dalam bentuk penempatan pada bank lain dan pembiayaan pada tahun 2013 sebesar 96%. Berdasarkan penilaian kesehatan yang telah ditentukan Bank Indonesia, rasio KAP yang dimiliki BPRS Dana Amanah berada dalam kriteria Sangat Sehat dan berada 3% di atas rata rata industri BPRS di kota Surakarta yaitu sebesar 93%. Pada tahun 2014 BPRS yang memiliki rasio KAP terendah yaitu BPRS Central Syariah Utama sebesar 91%, hal ini bank memiliki kualitas aktiva produktif yang baik. Jika menurut penilaian tingkat kesehatan bank rasio KAP yang dimiliki BPRS Central Syariah Utama berada dalam kriteria Sehat. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia mengalami penurunan tingkat KAP secara signifikan yaitu sebesar 67% jika dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 93%. Hal ini berarti BPRS Dana Mulia hanya memiliki 67% aktiva produktif jika dibandingkan jumlah keseluruhan aktiva. Penurunan rasio KAP di sebabkan manajemen tidak mampu mengelola jumlah kredit yang dimiliki. Hal tersebut berpengaruh pada rasio KAP mengalami penurunan secara

20 50 signifikan. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia masuk dalam kriteia Tidak Sehat. Rasio KAP yang dimiliki BPRS Dana Mulia berada 17% atau jauh di bawah rata rata industri BPRS di kota Surakarta sebesar 84%. Pada tahun 2015 BPRS Dana Mulia mampu memperbaiki tingkat KAP yang dimiliki menjadi 84%. Hal tersebut menjadikan BPRS Dana Mulia masuk kriteria Kurang Sehat. BPRS Central Syariah Utama, pada tahun BPRS Dana Amanah memiliki rasio KAP tertinggi jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta lainnya. Rasio KAP BPRS Dana Amanah pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 2 % dari tahun 2013 menjadi 94%. Pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah dapat meningkatkan kembali rasio KAP yang dimiliki menjadi 96%. Secara keseluruhan rasio KAP yang dimiliki oleh BPRS Dana Amanah berada dalam kriteria Sangat Sehat sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Jika dibandingkan tingkat rasio KAP antara BPR dan BPRS di kota Surakarta tidak memiliki perbedaan yang sangat jauh. BPR dan BPRS mengalami masalah yang sama dalam hal rasio KAP yang dimiliki. Akan tetapi pihak managemen baik dari BPR dan BPRS dapat mengelola kualitas aktiva produktifnya dengan baik sehingga, dapat memperoleh rasio KAP yang tinggi. 50

21 51 b. Non Performing Loan (NPL) Tabel 3.9 NPL BPR di kota Surakarta periode Nama Bank PT BPR Artha Daya 17% 15% 17% 2 PT BPR Bank Solo 3% 3% 5% 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 2% 2% 3% 4 PT BPR Central International 12% 13% 4% 5 PT BPR Dana Utama 3% 14% 19% 6 PT BPR Sukadana 8% 3% 4% 7 PT BPR Suryamas 6% 9% 7% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta 7% 8% 8% Sumber: data diolah Dilihat dari tabel 3.9 hasil perhitungan Non Performing Loan (NPL) BPR di kota Surakarta dari tahun secara umum BPR di kota Surakarta memiliki tingkat rasio NPL di atas standar yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Walaupun ada beberapa BPR yang masih di atas standar yang telah ditentukan sebesar 8% akan tetapi hal tersebut masih berada pada kriteria sehat untuk ukuran usaha sebuah BPR. Berdasarkan pada tabel 3.9 pada tahun 2013 PT BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio NPL yang paling baik jika dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 2%. Hal ini berarti pihak manajemen bank dapat memperkecil resiko kredit yang akan timbul dari penyaluran kredit menjadi sebesar

22 52 2% dari total kredit yang diberikan. Menurut penilaian tingkat kesehata bank rasio NPL yang dimiliki PT BPR Binalanggeng Mulia berada pada kriteria Sangat Sehat. Rasio NPL yang dimiliki PT BPR Binalanggeng berada di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 8%. Pada tahun 2013, PT BPR Artha Daya memiliki tingkat kredit bermasalah yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan BPR lainnya di kota Surakarta yaitu sebesar 17%. Menurut Greuning dalam bukunya Analisis Resiko Perbankan (2011) tingginya rasio NPL disebabkan salah satu faktor yaitu, kurangnya pengawasan terhadap kondisi debitu. Akibatnya, pinjaman yang awalnya berkembang dengan sehat menjadi masalah yang mengakibatkan kerugian karena kurangnya pengawasan. Pada tahun 2013 rasio NPL PT BPR Artha Daya termasuk dalam kriteria Tidak Sehat. Pada tahun 2014 rasio NPL paling baik masih dimiliki oleh PT BPR Binalanggeng Mulia yaitu sebesar 2%. Kecilnya rasio NPL disebabkan oleh pihak manajemen yang memiliki kredibilitas dalam mengelola kredit bermasalah dengan baik. Selain itu pula, pihak bank selalu melakukan pembinaan kepada krediturnya untuk menghindari kredit bermaslah dimasa yang akan datang. Seperti pada tahun 2013 PT BPR Binalanggeng Mulia masih berada dikriteria Sangat Sehat. Pada tahun

23 53 PT BPR Artha Daya mengalami penurunan presentase rasio NPL sebesar 2%, hal itu disebabkan turunnya jumlah kredit yang bermasalah yang dimiliki. Secara umum PT BPR Artha Daya berada diperingkat 4, memiliki penilaian kesehatan perbankan dengan kriteria Kurang Sehat. Pada tahun 2015 PT BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio NPL yang paling baik jika dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 3%. Walaupun PT BPR Binalanggeng Mulia mengalami kenaikan presentase rasio NPL sebesar 1%, kenaikan tersebut tidak berpengaruh pada tingkat kesehatannya. PT BPR Dana Utama pada tahun 2015 mengalami kenaikan rasio NPL sebesar 5% dibanding pada tahun 2014 menjadi 19%. Hal ini berarti dari total kredit yang diberikan oleh PT BPR Dana Utama kepada nasabahnya memiliki resiko menjadi kredit bermasalah sebesar 19%. Bedasarkan penilaian tingkat kesehatan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia PT BPR Dana Utama berasa pada kriteria Tidak Sehat dan rasio NPL yang dimiliki berada 11% di atas rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 8%. Hal ini berarti PT BPR Dana Utama memiliki resiko pembiayaan bermasalah lebih tinggi dibandingkan dengan rata rata BPR di kota Surakarta. Berdasarkan analisis di atas dijelaskan dengan rasio NPL yang semakin kecil dapat menunjukkan bahwa bank mampu

24 54 mengelola berbagai resiko kredit yang timbul dari penyaluran kredit yang dilakukan oleh unit kerja bisnis. Di bawah ini adalah hasil perhitungan pada BPRS di kota Surakarta sebagai berikut: Tabel 3.10 NPL BPRS di kota Surakarta periode Nama BPR BPRS Dana Mulia 12,86% 52,69% 23,82% 2 BPRS Dana Amanah 9,19% 11,93% 5,39% 3 BPRS Central Syariah Utama 13,50% 15,84% 13,42% Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta 11,85% 26,82% 14,21% Sumber: data diolah Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 9/29/DPbS 2007 NPL pada BPRS memiliki nama Non Performing Financing (NPF). Secara perhitungan NPF sama dengan perhitungan NPL pada BPR dengan membandingan jumlah kredit yang bermasalah dengan total kredit yang dimiliki. Dilihat hasil perhitungan tingkat kredit bermasalah secara keseluruhan BPRS di kota Surakarta tercatat kurang sehat. BPRS di kota Surakarta memiliki rasio NPF berada di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8%. Dilihat pada tabel 3.10 pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio NPF terbaik dengan prosentase 9,19%. 54

25 55 Hal tersebut berarti BPRS Dana Amanah memiliki resiko kredit bermasalah 9,19% dari total jumlah kedit diberikan. Menurut penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia BPRS Dana Amanah berada pada kriteria Sehat. Selain itu, BPRS yang memiliki rasio NPF yang tinggi pada tahun 2013 yaitu BPRS Central Syariah Utama dengan prosesntase 13,50%. Hal ini disebabkan karena BPRS Central Syariah Utama pada tahun 2013 memiliki kredit bermasalah yang cukup besar sehingga mempengaruhi rasio NPF yang dimiliki. Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank rasio NPF yang dimiliki oleh BPRS Central Syariah Utama berada di kriteria Cukup Sehat. Rasio NPF yang dimiliki BPRS Central Syariah Utama masih berada di atas rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 11,85%. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia memiliki rasio NPF yang jauh di bawah standard yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 52,69% dan berada jauh di atas rata rata industri BPRS sebesar 26,82%. Hal itu berarti BPRS Dana Mulia memiliki kredit bermasalah sebanyak 52,69% dari total kredit/pembiayaan yang dimiliki. Hal ini merupakan presentase NPF terendah jika dibandingkan dengan BPRS lainnya di kota Surakarta. Menurut Greuning (2011) rendahnya presentase ini biasa terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang berasal dari debitur yaitu, terjadinya kebangkrutan usaha yang dilakukan

26 56 oleh debitur sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayat kredit sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan. Faktor dari pihak kreditur adalah kuranganya pembinaan yang dilakukan oleh pihak BPRS kepada debitur yang memiliki kolektabilitas kurang lancar. Akibatnya, kredit akan beresiko besar menjadi macet jika bank tidak mengawasi dan membina debitur bermasalah. Rasio NPF yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia pada tahun 2014 masuk dalam kriteria Tidak Sehat. Pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah memiliki rasio terbaik jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta dengan presentase 5,39%. Rasio ini turun 6% dibandingkan dengan tahun Hal itu berarti pada tahun 2015 kinerja keuangan BPRS Dana Amanah lebih baik jika dibandingkan inerja tahun Sama seperti BPRS Dana Amanah, BPRS Dana Mulia mengalami penurunan rasio NPF yang sangat signifikan dengan presentase 23,82% dibanding tahun 2014 yang mencapai 52,69%. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kesehatan keuangan BPRS Dana Mulia tahun 2015 jauh lebih baik daripada tahun Penilaian tingkat kesehatan BPRS Dana Mulia masuk dalam kriteria Tidak Sehat. Jika dibandingkan rasio NPL seluruh BPR di Surakarta masih jauh lebih baik dari pada rasio NPF pada BPRS di kota 56

27 57 Surakarta. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang berasal dari debitur yaitu, terjadinya kebangkrutan usaha yang dilakukan oleh debitur sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayat kredit sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan. Faktor dari pihak kreditur adalah kuranganya pembinaan yang dilakukan oleh pihak BPRS kepada debitur yang memiliki kolektabilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Dapat dikatakan rasio BPRS di Kota Surakarta harus di bawah pengawasan Bank Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 48 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Return On Assets (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang mengukur efektifitas perusahaan perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia menunjukan arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia menunjukan arah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bank syariah di Indonesia menunjukan arah peningkatan, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kini sudah ada 12 Bank Umum Syariah (BUS),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang merupakan pengamatan terhadap objek penelitian, yaitu bank konvensional (Bank Persero)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia telah muncul pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia telah muncul pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan perbankan syariah di Indonesia telah muncul pada tahun 1991. Seiring diberlakukannya Undang-undang No.7 tahun 1992, yang mengizinkan operasional bank dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan. Perkembangan perbankan syariah di indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi dalam sebuah negara. Bank memegang peranan penting dalam menyeimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan sangat penting peranannya dalam perekonomian suatu negara, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam industri perbankan sendiri, bank memiliki peranan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang bagaimana perbandingan antara kinerja perbankan syariah

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang bagaimana perbandingan antara kinerja perbankan syariah V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian tentang bagaimana perbandingan antara kinerja perbankan syariah Indonesia dengan perbankan syariah Malaysia pada tahun 2010 2013 telah dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan. Data sekunder yaitu laporan keuangan publikasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH. Yudiana Febrita Putri 1. Isti Fadah 2

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH. Yudiana Febrita Putri 1. Isti Fadah 2 Suwandi, Sularso, Suroso, Pengaruh Kualitas Layanan... ISSN : 1412-5366 e-issn : 2459-9816 ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH Yudiana Febrita Putri 1 Isti Fadah 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai lembaga intermediasi antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. keuangan Bank Umum Syariah yang lahir melalui proses spin off. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. keuangan Bank Umum Syariah yang lahir melalui proses spin off. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan analisis terhadap laporan keuangan Bank Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Eksistensi perbankan syariah di Indonesia saat ini semakin meningkat sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mempermudah proses pengalihan dana dari pihak yang kelebihan dana pada pihak yang membutuhkan dana, untuk melakukan proses tersebut, perbankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut : 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian tentang Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut : 2.1.1 Pengertian Perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut undang undang republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. /atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. /atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan /atau bentuk

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENERJA KEUANGAN BANK DKI KONVENSIONAL DAN BANK DKI SYARIAH

ANALISIS PERBANDINGAN KENERJA KEUANGAN BANK DKI KONVENSIONAL DAN BANK DKI SYARIAH ANALISIS PERBANDINGAN KENERJA KEUANGAN BANK DKI KONVENSIONAL DAN BANK DKI SYARIAH Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu lembaga kuangan, bank perlu menjaga kinerja agar dapat beroperasi secara optimal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan( NPL), Likuiditas dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara. Kinerja perbankan yang kuat akan menopang berbagai sektor ekonomi termasuk didalamnya sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank dalam menjalankan aktivitasnya berfungsi sebagai lembaga intermediasi (financial intermediary) yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri. (manufaktur), jasa, dan perbankan. Perkembangan perekonomian ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri. (manufaktur), jasa, dan perbankan. Perkembangan perekonomian ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia sekarang ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, baik sektor industri (manufaktur), jasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis yang belum begitu terkenal, di mana bank tidak perlu mencari nasabah tetapi sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tahun 2009 merupakan tahun terjadinya krisis global mulai berdampak pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara maju pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Indonesia ada dua macam yaitu bank konvensional dan bank syariah.

III. METODE PENELITIAN. Indonesia ada dua macam yaitu bank konvensional dan bank syariah. 31 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi masyarakat ekonomi asean, perbankan Indonesia harus memiliki daya saing yang komparatif dan tidak mudah ditiru oleh para kompetitor sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Return on Assets (ROA) Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Ilwin Husain 1, Zulkifli Bokiu 2, Mahdalena 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adequacy ratio), batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), kualitas aktiva

BAB I PENDAHULUAN. adequacy ratio), batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), kualitas aktiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju yaitu sebagai penggerak perekonomian. Dengan melalui bank unit-unit ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan dampak bagi perekonomian di indonesia terutama pada struktur perbankan. Hal ini menyebabkan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan

BAB I PENDAHULUAN. utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga intermediasi keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari bidang keuangan. Kegiatan utama suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pihak yang kekurangan dana. Kelebihan dana tersebut dapat disalurkan

BAB I PENDAHULUAN. dan pihak yang kekurangan dana. Kelebihan dana tersebut dapat disalurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan perbankan syariah menjadi salah satu sektor yang mempunyai peran besar dalam perekonomian suatu negara, karena fungsi dari bank adalah sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Krisis keuangan memberikan dampak terhadap perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan ekonomi di Indonesia khususnya. Oleh karenanya Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 62 /POJK.03/2016 TENTANG TRANSFORMASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO KONVENSIONAL MENJADI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai analisis perbandingan kinerja keuangan pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Muamalat Malaysia Berhad, maka penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis perbankan syariah pada tahun 2015 memasuki fase menurun. Pertumbuhan aset yang sempat mencapai 49% pada tahun 2013 mengalami penurunan drastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Perbankan merupakan urat nadi perekonomian di seluruh dunia. Roda perekonomian terutama di sektor riil digerakan oleh perbankan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penulisan penelitian ini dilakukan pada 13 April 2013 sampai dengan selesai dengan memperoleh data dari internet dan buku-buku di perpustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Keseimbangan antara idealisme usaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang terus berkelanjutan. Pada akhir tahun 1997, suku bunga untuk jangka waktu bulanan di Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sebagai wujud peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sebagai wujud peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang ikut andil maupun berperan penting dalam laporan keuangan suatu perusahaan, terutama untuk mengembangkan dan mengatur perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pelaku ekonomi yang melakukan kegiatannya melalui jasa perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan dan deposito serta menyalurkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan pada semua bank syariah dan bank konvensional yang berada di Bursa Efek Indonesia. Adapun ruang lingkup penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian

BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi interpretasi penilaian pada aktiva produktif, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak

BAB I PENDAHULUAN. intermediary) antara pihak yang mempunyai dana (surplus unit) dengan pihak BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Bank dapat diartikan sebagai suatu lembaga keuangan yang mempunyai manfaat serta berperan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ELY YULIASTUTI NIM. B 100 110 028 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah merupakan institusi yang memberikan pelayanan jasa berdasarkan prinsip syariah yang sesuai dengan prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena banyak sekali menimbulkan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Salah satu permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. BAB II LANDASAN TEORI A. Profitabilitas Sebagaimana dengan Bank Umum lainnya, tugas utama Bank Syariah dalam upaya pencapaian keuntungan adalah dengan mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan jantung perekonomian di suatu Negara. Kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 70 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis LDR dan NPL pada PT Bank Rakyat Indonesia 4.1.1 Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan merupakan lembaga yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan perekonomian suatu negara dan bank adalah salah satunya. Bank berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas suatu faktor yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial. pihak-pihak yang memerlukan dana (Mahardian, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial. pihak-pihak yang memerlukan dana (Mahardian, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri perbankan merupakan industri yang penuh dengan resiko, terutama karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk berbagai investasi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 123 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan Capital Adequacy

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. optimal dalam industri perbankan nasional. Paska terbitnya Undang-Undang

I. Pendahuluan. optimal dalam industri perbankan nasional. Paska terbitnya Undang-Undang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perbankan syariah di Indonesia muncul pada tanggal 1 Mei 1992, yaitu sejak berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI). Pada awalnya bank yang menggunakan prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. sebagai principle (pemilik modal) dengan manajemen sebagai agent

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. sebagai principle (pemilik modal) dengan manajemen sebagai agent BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Grand Theory 1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan hubungan antara satu orang atau lebih yang sebagai principle (pemilik modal) dengan manajemen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan KATA PENGANTAR Buku Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang sebelumnya diterbitkan dengan nama buku Data Perbankan Indonesia (DPI), merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi bank menurut UU No. 10/1998 tentang Perbankan Pasal 1, yaitu. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi bank menurut UU No. 10/1998 tentang Perbankan Pasal 1, yaitu. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Klasifikasi Bank Ada beberapa definisi bank yang dikenal dalam masyarakat Indonesia. Definisi bank menurut UU No. 10/1998 tentang Perbankan Pasal 1, yaitu Bank adalah

Lebih terperinci

diteliti yaitu Bank BNI Syariah. Selanjutnya akan dibahas mengenai Sumber Data yaitu

diteliti yaitu Bank BNI Syariah. Selanjutnya akan dibahas mengenai Sumber Data yaitu BAB HI METODE PENELITIAN Pendahuluan Bab ini merupakan bab yang berisi mengenai Metode Penelitian yang digunakan untuk melakukan analisis di bab selanjutnya. Bab ini berisi tentang obyek yang akan diteliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat -giatnya melaksanakan pembangunan segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan. 52 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dari berbagai literatur, catatan, artikel, penelitian terdahulu dari dokumen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan dalam sistem keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting, dimana

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (H1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank merupakan sebuah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan KATA PENGANTAR Buku Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang sebelumnya diterbitkan dengan nama buku Data Perbankan Indonesia (DPI), merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Perekonomian Indonesia triwulan III 2012 tumbuh solid 6,17%. Pertumbuhan yang tetap berada pada kisaran 6% ini melanjutkan kinerja positif triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang menerapkan sistem ribawi menjadi goyah. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang menerapkan sistem ribawi menjadi goyah. Bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis multi-dimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 membawa hikmah bagi sejarah sistem perbankan syariah di Indonesia. Disaat bank konvensional terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan suatu bidang usaha yang bergerak pada jasa keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan suatu bidang usaha yang bergerak pada jasa keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan suatu bidang usaha yang bergerak pada jasa keuangan yang memegang fungsi penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Bank mempunyai fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang surplus

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang surplus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang terpenting yang mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Fungsinya sebagai perantara keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial intermediary. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Golongan pembiayaan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pembiayaan berdasar golongan pembiayaan menjelaskan total

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bentuk Hukum, Permodalan dan Kepemilikan Bank Syariah

II. TINJAUAN PUSTAKA Bentuk Hukum, Permodalan dan Kepemilikan Bank Syariah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah bank umum yang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan deposito) dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan deposito) dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan sengit antar bank dalam penghimpunan dana masyarakat (giro, tabungan dan deposito) dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi membawa dampak kehancuran usaha perbankan di Indonesia. Hal ini meninggalkan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dimana kegiatannya hanya menghimpun dana atau kembali

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dimana kegiatannya hanya menghimpun dana atau kembali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan merupakan perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dimana kegiatannya hanya menghimpun dana atau kembali menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik perbankan di Indonesia saat ini menganut dual banking system, yaitu adanya bank konvensional dan bank syariah. Sistem ini di dasarkan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bank syariah melakukan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun dana dari masyarakat, dana yang telah dihimpun kemudian akan disalurkan kembali kepada nasabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi

Lebih terperinci

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai lembaga keuangan, bank menjalankan fungsinya untuk menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali ke pihak yang membutuhkan atau yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh. masyarakat dan negara kita adalah mencapai keadilan dan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh. masyarakat dan negara kita adalah mencapai keadilan dan kemakmuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh masyarakat dan negara kita adalah mencapai keadilan dan kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya dalam pendirian perusahaan, pemilik selalu merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya dalam pendirian perusahaan, pemilik selalu merumuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam pendirian perusahaan, pemilik selalu merumuskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapainya, secara umum tujuan dari didirikannya perusahaan adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan Financing to Deposit Ratio terhadap Return On Assets pada Sektor Bank Umum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan Financing to Deposit Ratio terhadap Return On Assets pada Sektor Bank Umum BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari penelitian pengaruh Non Performing Financing, Dana Pihak Ketiga, dan Financing to Deposit Ratio terhadap Return On Assets pada Sektor Bank Umum Syariah BUMN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu negara tergantung pada lembaga keuangannya. Lembaga keuangan terutama perbankan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran lembaga keuangan tersebut menjadi sangat penting. taraf hidup rakyat banyak (UU RI No. 10 tahun 1998).

BAB I PENDAHULUAN. peran lembaga keuangan tersebut menjadi sangat penting. taraf hidup rakyat banyak (UU RI No. 10 tahun 1998). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini yang semakin maju tentunya sangat membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan KATA PENGANTAR Buku Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang sebelumnya diterbitkan dengan nama buku Data Perbankan Indonesia (DPI), merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang kekurangan dana dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang kekurangan dana dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank memiliki peranan yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Peranan bank dalam membangun perekonomian Indonesia diwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai mediator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat Indonesia akan keberadaan bank sudah sangat dirasakan saat ini, bagaimana tidak karena bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Bank Secara Umum Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksnakan di kota Jakarta,dengan subjek yang diteleti adalah Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah yang di dapat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan semakin meningkat dan beragam, peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik

Lebih terperinci