Evaluasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Kemiskinan di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Kemiskinan di Indonesia"

Transkripsi

1 Evaluasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Kemiskinan di Indonesia LAPORAN AKHIR DISIAPKAN OLEH TIM EVALUASI DIREKTORAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DESEMBER 2012

2 Daftar Isi 1. Pendahuluan... 6 Latar Belakang... 6 Tujuan... 7 Ruang Lingkup... 8 Metodologi Evaluasi Tinjauan Literatur Kondisi iklim di Indonesia Perubahan iklim Kemiskinan Keterkaitan antara perubahan iklim dan kemiskinan Perkembangan Perubahan Iklim dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Perubahan iklim rata-rata Kejadian iklim ekstrem Bencana iklim Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia periode Pemetaan dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan Penduduk miskin sebagai kelompok yang paling rentan Dampak perubahan iklim pada sektor pertanian Dampak perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan Dampak perubahan iklim pada penduduk miskin Analisis Enam Provinsi Temuan Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi Dampak Perubahan Ikim Kesimpulan dan Rekomendasi Referensi... 99

3 Gambar Gambar1 Bagan konseptual dampak perubahan iklim terhadap penduduk miskin Gambar 2 Trend suhu minimum, maksimum, dan rata-rata di wilayah Indonesia periode Gambar 3 Trend curah hujan musiman di wilayah Indonesia periode Gambar 4Trend suhu air laut di perairan Indonesia Gambar 5 Rata-rata tinggi muka laut (TML) tahun dikurangi rata-rata TML tahun Gambar 6 Peta anomali curah hujan tahun 2010 dibanding curah hujan rata-rata periode Gambar 7 Tingkat kerawanan terhadap bencana alam Gambar8Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut daerah tahun Gambar 9 Persentase penduduk miskin di Indonesia menurut daerah tahun Gambar 10 Persentase penduduk miskin desa dan kota periode Gambar 11 Persentase penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan kepala rumah tangga tahun Gambar 12 Luas banjir pada tanaman padi di Indonesia periode Gambar 13 Luas banjir pada tanaman padi di seluruh provinsi tahun Gambar 14 Pemetaan seluruh provinsi tahun 2006 berdasarkan curah hujan dan gagal panen akibat banjir Gambar 15 Luas kekeringan pada tanaman padi di Indonesia periode Gambar 16 Luas kekeringan pada tanaman padi di Indonesia tahun Gambar 17 Pemetaan seluruh provinsi tahun 2003 berdasarkan curah hujan dan gagal panen akibat kekeringan Gambar 18 Jumlah RTP/Perusahaan perikanan tangkap dengan ukuran kapal motor < 10 GT Gambar 19Pemetaan seluruh provinsi berdasarkan luas gagal panen akibat banjir dengan jumlah penduduk miskin di perdesaan periode Gambar 20 Pemetaan seluruh provinsi berdasarkan luas gagal panen akibat kekeringan dengan jumlah penduduk miskin di perdesaan periode Gambar 21 Pemetaan seluruh provinsi berdasarkan luas gagal panen akibat banjir dengan persentase penduduk miskin di perdesaan periode Gambar 22 Pemetaan seluruh provinsi berdasarkan luas gagal panen akibat kekeringan dengan persentase penduduk miskin di perdesaan periode Gambar 23Luas gagal panen akibat banjir, jumlah penduduk miskin, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Barat periode Gambar 24Luas gagal panen akibat kekeringan, jumlah penduduk miskin, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Barat periode Gambar 25 Luas gagal panen akibat banjir, persentase penduduk miskin, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Timur periode Gambar 26 Luas gagal panen akibat kekeringan, persentase penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Timur periode

4 Gambar 27 Luas gagal panen akibat banjir, jumlah penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Tengah periode Gambar 28 Luas gagal panen akibat banjir, persentase penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Tengah periode Gambar 29 Luas gagal panen akibat kekeringan, persentase penduduk miskin di perdesaan, dan laju PDRB Pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Tengah periode Gambar 30 Luas gagal panen akibat banjir, jumlah dan persentase penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi NAD periode Gambar 31 Luas gagal panen akibat banjir, jumlah penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Sulawesi Selatan periode Gambar 32 Luas gagal panen akibat kekeringan, persentase penduduk miskin di perdesaan, dan trend arah laju PDRB pertanian atas dasar harga konstan di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tabel Tabel1 Tabel kerangka pentahapan kegiatan evaluasi Tabel2 Hubungan dampak perubahan iklim pada kemiskinan dan upaya pencapaian tujuan MDG untuk penanggulangan kemiskinan dan kelaparan Tabel 2Review hasil laporan dan studi terkait dampak perubahan iklim di Indonesia Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk miskin menurut pulau, Maret Tabel 4 Pemetaan seluruh provinsi tahun 2006 berdasarkan curah hujan dan gagal panen akibat banjir 46 Tabel 5 Pemetaan seluruh provinsi tahun 2003 berdasarkan curah hujan dan gagal panen akibat kekeringan Tabel 6Empat provinsi dengan persentase gagal panen akibat kekeringan dan luas panen di atas 1 persen tahun Tabel 7Lima provinsi dengan persentase gagal panen akibat banjir dan luas panen di atas 1 persen tahun Tabel 8 Definisi kelompok kuadran untuk pemetaan provinsi berdasarkan gagal panenakibat banjir/kekeringan dan jumlah/persentase penduduk miskin di perdesaan Tabel 9Jumlah posisi tiap provinsi pada setiap kuadran hasil pemetaan berdasarkan luas gagal panen akibat banjir dengan jumlah penduduk miskin di perdesaan periode Tabel 10 Jumlah posisi tiap provinsi pada setiap kuadran hasil pemetaan berdasarkan luas gagal panen akibat kekeringan dengan jumlah penduduk miskin di perdesaan periode Tabel 11 Jumlah posisi tiap provinsi pada setiap kuadran hasil pemetaan berdasarkan luas gagal panen akibat banjir dengan persentase penduduk miskin di perdesaan periode Tabel 12 Jumlah posisi tiap provinsi pada setiap kuadran hasil pemetaan berdasarkan luas gagal panen akibat kekeringan dengan persentase penduduk miskin di perdesaan periode Tabel 13 Alokasi pendanaan untuk adaptasi perubahan iklim Tabel 14 Identifikasi program sektoral penurunan emisi Tabel 15 Upaya pemerintah daerah di lima provinsi dalam menanggulangi dampak perubahan iklim

5 Boks Boks1 Pengertian iklim, cuaca, dan musim Boks2 Definisi Kemiskinan Boks 3 Dampak banjir dan kekeringan di 5 provinsi Boks 4Banjir melanda lahan pertanian Boks 5 Kekeringan di beberapa daerah Boks 6 Proses asidifikasi berdampak pada ekosistem laut

6 1. Pendahuluan Latar Belakang Perubahan iklim global telah menewaskan jiwa setiap tahunnya, menimbulkan kerugian finansial hingga mencapai 125 miliar dollar AS, dan merugikan sekitar 325 juta jiwa kaum miskin secara global (Global Humanitarian Forum, London, 2009). Dampak perubahan iklim akan bervariasi di seluruh wilayah geografi di muka bumi. Negara berkembang cenderung akan merasakan dampak negatif yang paling berat dari perubahan iklim (IPCC, 2001). Hal ini disebabkanmayoritas negara berkembang masih menggantungkan perekonomiannya pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan iklim. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia, kelembagaan, dan finansial membatasi kapasitas kelompok negara ini untuk mengantisipasi maupun merespon dampak perubahan iklim tersebut. Lebih khusus lagi, perubahan iklim akan berdampak langsung pada aset yang dimiliki oleh penduduk miskin. Millenium Ecosystem Assessment (2005) dalam laporannya menyebutkan bahwa perubahan iklim berdampak pada ancaman yang nyata bagi mata pencaharian, ketahanan pangan, dan kesehatan bagi penduduk miskin. Dalam konteks Indonesia, dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan secara eksplisit telah diungkap UNDP Indonesia dalam publikasinya yang berjudul Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi Untuk Melindungi Rakyat Miskinnya, yang memberikan indikasi adanya dampak negatif terhadap pencapaian salah satu butir Millenium Development Goals, terkait dengan penanggulangan kemiskinan (UNDP, 2007). Dalam publikasi tersebut disebutkan bahwa perubahan iklim diperkirakan akan berdampak pada: a) hancurnya hutan, populasi ikan, padang rumput, dan lahan bertanam yang diandalkan oleh keluarga miskin sebagai sumber makanan dan penghasilan; b) rusaknya perumahan rakyat miskin, sumber air dan kesehatan, yang akan melemahkan kemampuan mereka mencari nafkah; dan c) meningkatnya ketegangan sosial soal penggunaan sumber-sumber yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu sumber nafkah dan memaksa masyarakat berpindah (UNDP, 2007). 6

7 Sebagian besar masyarakat miskin di Indonesia mengandalkan mata pencahariannya sebagai petani. Perubahan iklim yang berdampak terhadap sektor pertanian tentunya dapat berimbas pada persoalan kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi pada periode oleh Kementerian Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai Ha dengan lahan puso mencapai Ha atau setara dengan kehilangan ton Gabah Kering Giling (GKG), sedangkan yang terlanda banjir seluas Ha dengan gagal panen atau puso seluas Ha (setara dengan ton GKG) (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Selain sebagai petani, banyak masyarakat miskin yang berprofesi sebagai nelayan. Para nelayan ini turut pula merasakan dampak perubahan iklim yang ditandai meningkatnya frekuensi badai dan gelombang tinggi, rob, dan perubahan antara musim barat dan musim timur yang tidak menentu (Hidayati dan Aldrian, 2012). Waktu yang tepat untuk melaut pun sulit diprediksi dan berimbas pada penghasilan mereka. Salah satu upaya agenda adaptasi dalam strategi pembangunan untuk menghadapi anomali iklim yaitu peningkatan kapasitas pengkajian ilmiah tentang perubahan iklim dan dampaknya (Sucahyono dan Aldrian, 2012). Referensi mengenai gambaran dan informasi dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia hingga saat ini masih sangat terbatas. Beberapa Kementerian/Lembaga, akademisi, dan lembaga non pemerintah telah menginisiasi kajian persoalan ini. Oleh karena itu, untuk lebih jauh melihat bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan BAPPENAS melakukan evaluasi terhadap persoalan ini. Tujuan Tujuan dari kegiatan evaluasi ini adalah untuk mengisi knowledge gap mengenai dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia. Sejauh ini, informasi yang tersedia masih terbatas, tersebar, dan sebagian besar dalam lingkup skala lokal dan regional. Sebagian besar referensi mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia belum secara langsung membahas dampak pada persoalan kemiskinan. Evaluasi ini bertujuan untuk merangkum dan memetakan informasi yang ada mengenai dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia. 7

8 Diharapkan hasil evaluasi ini dapat menjadi masukan bagi penyusunan kebijakan mengenai upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim khususnya yang terkait dengan penduduk miskin. Selain itu juga diharapkan untuk mengoptimalkan program penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan evaluasi ini adalah: Mengidentifikasi sektor-sektor yang terkena atau berpotensi terkena dampak negatif perubahan iklim secara nasional. Mengidentifikasi berbagai upaya dan langkah yang telah dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia. Memetakan dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan. Penduduk miskin yang menjadi fokus kegiatan evaluasi ini adalah mereka yang tinggal di perdesaan. Metodologi Evaluasi Meskipun umumnya evaluasi digunakan untuk menilai pengaruh atau dampak suatu intervensi publik baik berupa kebijakan dan program, evaluasi juga dapat digunakan untuk melihat pengaruh atau dampak suatu kejadian/fenomena terhadap kejadian/ fenomena lain, seperti halnya dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan. Dalam hal ini evaluasi ditujukan untuk menjelaskan bagaimana hubungan sebab akibat di antara dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, tinjauan literatur terhadap persoalan ini menjadi bagian yang sangat penting dalam evaluasi. Sucahyono dan Aldrian (2012) menjelaskan bahwa salah satu komponen utama kegiatan adaptasi perubahan iklim di antaranya adalah kajian dan studi atau evaluasi dampak.evaluasi dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia dilakukan dengan pendekatan sektoral. Pertanian dan perikanan tangkap di laut merupakan dua sektor yang sensitif terhadap perubahan iklim. Di sisi lain, sebagian besar penduduk miskin di Indonesia bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan dan tinggal di perdesaan. Oleh karena itu kedua sektor yang menjadi fokus evaluasi ini adalah sektor pertanian dan perikanan tangkap laut. 8

9 Teknik evaluasi yang digunakan dalam kegiatan evaluasi ini adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan dan pengolahan data/informasi Data dan informasi berupa hasil laporan, penelitian, berita di media, baik dari dalam maupun luar negeri yang terkait dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan. Selain itu, dokumen perencanaan maupun laporan kegiatan baik dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah juga menjadi bahan referensi penyusunan laporan evaluasi ini. b. Pengolahan dan analisis data Pengolahan dan analisis berbagai data sekunder dalam kerangka pemetaan dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Indonesia. c. Focus Group Discussion Kegiatan ini bertujuan untuk mendiskusikan dan membahas hasil yang diperoleh pada butir a dan b. Selain itu juga sebagai sarana membahas berbagai upaya daerah dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di daerah. d. Kunjungan ke daerah Pelaksanaan kunjungan ke daerah dilakukan ke 5 (lima) provinsi yaitu Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat. e. Konsinyering Kegiatan ini sebagai finalisasi berbagai kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya ke dalam bentuk laporan akhir kegiatan evaluasi. 9

10 Tabel1 Tabel kerangka pentahapan kegiatan evaluasi 10

11 2. Tinjauan Literatur Tinjauan literatur untuk evaluasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Kemiskinan di Indonesia terbagi ke dalam lima bagian. Bagian pertama dan kedua berisi penjelasan ringkas mengenai kondisi iklim di Indonesia serta penjelasan mengenai perubahan iklim. Pada bagian ini bahan referensi utama bersumber dari tulisan berjudul Perubahan Iklim (Sucahyono dan Aldrian, 2012) dalam buku Perubahan Iklim: upaya peningkatan pengetahuan dan adaptasi petani dan nelayan (Hidayati, Aldrian, Sucahyono et al. 2012). Bagian ketiga menjelaskan definisi dan konsep kemiskinan dari berbagai lembaga dalam dan luar negeri. Selanjutnya pada bagian keempat dijelaskan keterkaitan antara perubahan iklim dengan kemiskinan. Publikasi laporan, tulisan ilmiah, dan surat kabar menjadi bahan referensi utama. Tinjauan mengenai hasil studi dan laporan terkait dampak perubahan iklim di Indonesia terdapat pada bagian akhir. Kondisi iklim di Indonesia Setiap wilayah di muka bumi memiliki iklim yang berbeda. Iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh letak lintang, lereng, ketinggian, serta seberapa jauh tempat tersebut dari perairan dan juga keadaan arus lautnya. Perbedaan iklim di bumi dikarenakan bentuk bumi yang bulat yang menyebabkan distribusi penerimaan sinar matahari tidak merata untuk setiap permukaan bumi. Bervariasinya bentuk topografi bumi juga menyebabkan perbedaan dalam merespon radiasi matahari yang diterima. Wilayah Indonesia yang berbentuk negara kepulauan juga mempengaruhi kondisi iklim yang terjadi. Secara umum Indonesia termasuk ke dalam iklim tropis, yaitu rata-rata suhu udara panas dengan perbedaan secara ruang tidak signifikan. Iklim di Indonesia juga dicirikan dengan suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi. Tjasjono (1999 dalam Visa, n.d) menjelaskan curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari, terjadi musim 11

12 dingin di belahan bumi utara akibat adanya sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan di belahan bumi selatan pada waktu yang sama terjadi musim panas, akibat terjadi sel tekanan rendah di benua Australia. Perbedaan tekanan di kedua benua tersebut menyebabkan pada periode Desember, Januari, dan Februari bertiup angin dari tekanan tinggi ke tekanan rendah di Australia. Angin ini disebut monsoon Barat atau monsoon Barat Laut. Sebaliknya pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, pergerakan sel tekanan tinggi di Australia menuju tekanan rendah di Asia, yang dinamakan monsoon Timur atau monsoon Tenggara. Boks1 Pengertian iklim, cuaca, dan musim Iklim adalah rata-rata dan variasi dari unsur keadaan atmosfer seperti curah hujan, temperatur, tekanan, kelembaban, penguapan, angin, penyinaran matahari, selama periode tertentu yang berkisar dalam hitungan bulan, tahun, hingga jutaan tahun (Sucahyono dan Aldrian, 2012). Kurun waktu yang pada umumnya digunakan untuk menentukan iklim adalah 30 tahun. Pengertian cuaca sedikit berbeda dengan iklim dalam hal waktu dan lokasi. Cuaca dapat diartikan sebagai kondisi atmosfer dalam waktu yang relatif singkat pada wilayah yang tidak begitu luas. Cuaca pada umumnya menyataan keadaan hujan dan suhu udara di suatu tempat dari hari ke hari. Unsur unsur iklim sama dengan unsur unsur cuaca. Musim adalah pembagian tahun yang ditandai oleh adanya perbedaan rata rata kondisi cuaca. Terjadinya musim disebabkan adanya evolusi bumi terhadap matahari, serta adanya kemiringan sumbu bumi terhadap porosnya sebesar 23,5 derajat. Negara yang memiliki 4 musim: panas, gugur, dingin, dan semi terletak jauh dari ekuator, sementara negara yang berada dekat dengan ekuator seperti Indonesia yang beriklim tropis memiliki dua musim: hujan dan kemarau. Pembagian musim hujan dan kemarau ini didasarkan atas frekuensi dan banyaknya curah hujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggunakan kriteria banyaknya curah hujan selama sepuluh hari atau disebut dasarian. Perubahan iklim Perubahan iklim adalah berubahnya baik pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan, biasanya terhadap rata-rata 30 tahun. Perubahan iklim dapat merupakan suatu perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya. Sebagai ilustrasi, berubahnya pola musim, lebih sering atau berkurangnya kejadian cuaca ekstrem, dan peningkatan luasan daerah 12

13 rawan kekeringan dapat dipahami sebagai fenomena perubahan iklim. Fluktuasi yang periodenya lebih pendek dari beberapa dekade (misalnya 30 tahun), seperti El Nino, tidak dapat dikatakan sebagai perubahan iklim (Sucahyono dan Aldrian, 2012). Menurut UU No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Pada skala lokal, pemahaman perubahan iklim di masyarakat berbeda-beda(sucahyono dan Aldrian, 2012). Bagi para petani, perubahan iklim diartikan sebagai terjadinya musim hujan dan kemarau yang semakin sering dan tidak menentu, yang dapat mengganggu aktivitas petani dan mengancam hasil panen mereka. Sementara bagi para nelayan, perubahan iklim diartikan sebagai susanya membaca tanda-tanda alam (angin, suhu, astronomi, biota, arus laut) karena terjadi perubahan dari kebiasaan sehari-hari, sehingga nelayan sulit memprediksi daerah, waktu, dan jenis tangkapan. Bagi masyarakat umum, perubahan iklim dipandang sebagai ketidakteraturan musim. Perubahan iklim secara umum berlangsung dalam waktu lama (slow pace) dan berubah secara lambat (slow onset). Perubahan iklim disebabkan baik oleh proses internal atau proses eksternal atau perubahan akibat perubahan komposisi atmosfer atau penggunaan lahan. Perubahan berbagai parameter iklim yang berlangsung perlahan tersebut dikarenakan berbagai peristiwa ekstrem yang terjadi pada variabilitas iklim yangberlangsung secara terus menerus. Peristiwa ekstrem menyebabkan berubahnya besaran statistik rata-rata iklim yang pada akhirnya menggeser atau merubah iklim pada umumnya. Dengan demikian pemantauan perubahan iklim dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan kondisi iklim ekstrem. IPCC (2007) menyatakan bahwa kejadian iklim ekstrem adalah kejadian yang jarang terjadi pada tempat dan waktu tertentu, atau dengan kata lain merupakan suatu kejadian cuaca yang secara ekstrem berbeda dari keadaan biasanya, terutama menyangkut cuaca yang bukan pada musimnya. 13

14 Kemiskinan Persoalan kemiskinan merupakan multidimensional problem. Definisi kemiskinan dan penyebabnya sangat beragam berdasarkan gender, usia, kebudayaan, dan konteks sosial ekonomi di mana kemiskinan terjadi. Menurut UNEP, diskusi mengenai kemiskinan tidak hanya terbatas pada aspek pendapatan, melainkan juga mencakup konsep keamanan dan kerentanan, identitas dan integrasi, serta budaya. Boks2 Definisi Kemiskinan Beberapa definisi kemiskinan dari beberapa lembaga: Kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan berbagai kebutuhan pokok dan kesempatan untuk memperolehnya. Dengan demikian, kemiskinan dilihat dalam berbagai aspek seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, kebutuhan gizi, kebutuhan air dan sanitasi, pendapatan, dan lapangan pekerjaan (ADB). Kemiskinan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kekurangan pendapatan yang berdampak pada ketidampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (UNEP). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (BPS). Menurut definisi dari BPS, kemiskinan menurut penyebabnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor budaya di suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mencegah faktorfaktor yang menghambat untuk melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik. Penyebab yang kedua, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, oleh karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan. 14

15 Secara konseptual, kemiskinan dibedakan menurut kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Perbedaan di antara keduanya terletak pada standar penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan standar kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarat setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada di bawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Sedangkan standar penilaian kemiskinan secara absolut merupakan standar kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, baik berupa makanan maupun non makanan. Standar kehidupan minimimum untuk memenuhi kebutuhan dasar ini disebut sebagai Garis Kemiskinan (GK). BPS mendefinisikan Garis Kemisikinan sebagai nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar asupan kalori sebesar kkal/hari per kapira (Garis Kemiskinan Makanan) ditambah kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang, yaitu papan, sandang, sekolah, dan transportasi serta kebutuhan individu dan rumah tangga dasar lainnya (Garis Kemiskinan Non Makanan). Mengingat kompleksnya konsep kemiskinan yang ada, dalam evaluasi ini akan digunakan definisi kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik. Keterkaitan antara perubahan iklim dan kemiskinan Perubahan iklim dan kemiskinan merupakan dua persoalan utama yang tengah dihadapi oleh masyarakat global. Meskipun keduanya berada pada ranah keilmuan yang berbeda, keterkaitan di antara perubahan iklim dan kemiskinan telah banyak didiskusikan oleh banyak pihak. Isu utama yang diangkat adalah dampak dari perubahan iklim terhadap penduduk miskin. Perubahan iklim akan menambah beban persoalan penduduk miskin. Dampak perubahan iklim terutama akan dirasakan paling berat oleh negara berkembang. Hal ini dikarenakan letak geografis dan kondisi iklimnya, ketergantungan yang tinggi pada sumberdaya alam dan sektorsektor yang sensitif terhadap iklim, dan keterbatasan kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Lebih khusus lagi, kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim 15

16 adalah penduduk miskin, yang pada umumnya memiliki sumberdaya dan kapasitas yang terbatas untuk beradaptasi (IPCC 2001). Meskipun penduduk miskin turut pula berkontribusi menyumbang gas rumah kaca, pada kenyataannya mereka justru kelompok yang paling menderita dalam menghadapi dampak dari perubahan iklim (Reid dan Swiderska, 2008). Lokasi geografi adalah faktor penentu pada kerentanan penduduk miskin. Sebagian besar dari mereka hidup di daerah pinggiran (marginal) dan rentan bencana alam terkait iklim seperti banjir, longsor, dsb. Gambar1 Bagan konseptual dampak perubahan iklim terhadap penduduk miskin Gambar 1 menggambarkan bagan konseptual pemikiran dampak perubahan iklim terhadap penduduk miskin. Bagan ini dibangun berdasarkan hasil tinjauan literatur guna memberikan pemahaman mengenai keterkaitan antara perubahan iklim dan dampaknya pada kemiskinan. Fenomena perubahan iklim dapat dipahami dari dua sudut pandang, yaitu dari perubahan kondisi iklim rata-rata atau meningkatnya frekuensi kejadian cuaca ekstrem yang terjadi pada rentang waktu tertentu di suatu lokasi. Kejadian bencana terkait cuaca ekstrem akan dijelaskan 16

17 lebih lanjut pada bab 3. Dampak perubahan iklim terhadap penduduk miskin secara tidak langsung terjadi melalui dampak yang terjadi pada sumber mata pencaharian mereka. Di Indonesia, dengan sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan dan berprofesi sebagai petani dan nelayan, maka sektor kelautan dan perikanan tangkap adalah dua sektor utama yang sangat berpengaruh pada mata pencaharian penduduk miskin. Kedua sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Hertel dan Rosch (2010) menjelaskan bahwa dampak perubahan iklim ditransmisikan ke penduduk miskin terutama melalui sektor pertanian. Berbagai laporan dan hasil studi menyebutkan bahwa faktor iklim sangat berpengaruh pada hasil pertanian dan perikanan tangkap. Pada sektor pertanian, iklim merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi. Kushardono et.al (1999) menjelaskan bahwa suhu dan radiasi merupakan unsur utama yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman semusim pada umumnya. Begitu pula dengan curah hujan, melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan air tanah, juga menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Terkait dengan kejadian iklim/cuaca ekstrem, produksi padi di Indonesia juga sangat terpengaruh oleh fenomena ENSO yang menyebabkan banjir dan kekeringan (Boer dan Subbiah 2005; D Arrigoa dan Wilson 2008; Naylor et al.2002, Naylor et al. 2001, dalam Perdinan dkk, 2008). Demikian pula halnya dengan perikanan tangkap di laut, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan. Dampak perubahan iklim terhadap perikanan tangkap diantaranya (Surtiari dalam Hidayati dan Aldrian, 2012): a) Naiknya suhu permukaan air laut akan meningkatkan tingkat metabolisme ikan yang menyebabkan pertumbuhan ikan melambat (berkurangnya stok ikan), dan b) Nelayan tangkap tradisional dengan armada tangkap yang sederhana dan jangkauan wilayah tangkap yang terbatas sangat rentan terhadap cuaca buruk di laut yang menyebabkan berkurangnya hari melaut. Dampak perubahan iklim yang terjadi pada lahan pertanian maupun aktivitas penangkapan ikan di laut mengurangi kesempatan para petani dan nelayan untuk mendapatkan penghasilan. Gagal panen akibat banjir dan kekeringan, berkurangnya produktivitas hasil pertanian, berkurangnya jumlah tangkapan ikan, berkurangnya kesempatan melaut karena kondisi cuaca 17

18 yang tidak dapat diprediksi seperti sebelumnya, adalah sejumlah faktor yang menyebabkan petani dan nelayan tradisional sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dampak langsung perubahan iklim terhadap kemiskinan terjadi melalui dampak terhadap konsumsi rumah tangga dan dampak pada penghasilan (Hertel dan Rosch 2010, Ahmed et.al2009, Skoufias et.al 2011). Selain dari aspek pendapatan, dampak perubahan iklim pada penduduk miskin juga dapat terjadi melalui mekanisme meningkatnya biaya hidup. Peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan rusaknya hasil pertanian dari kejadian ekstrem tersebut. Penurunan suplai hasil tanaman pangan yang signifikan berpotensi menaikkan harga bahan makanan pokok, yang akan berdampak pada penduduk miskin (Ahmed et.al, 2009). Kekeringan yang melanda lahan pertanian dan mengakibatkan gagal panen juga berujung pada naiknya harga beras. Sejumlah daerah di Indonesia seperti Palembang di Sumatera Selatan, Semarang, dan Kabupaten Grobogan di Jawa Tengah telah mengalami kenaikan harga beras di bulan September 2012, yang diakibatkan musim kemarau yang berujung kekeringan (Kompas, 4 dan 15 September 2012). Demikian pula dampak banjir pada lahan pertanian berakibat pada kenaikan harga beras. Banjir yang melanda hampir seluruh wilayah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan lahan pertanian di dekat bantaran Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah telah mengakibatkan gagal panen (Republika, 8 November 2011 dan Okezone.com 26 Januari 2012). Dampak yang selanjutnya timbul adalah kenaikan harga beras yang semula Rp per kilogram menjadi Rp per kilogram di Sumatera Barat dan Rp per kilogram menjadi Rp per kilogram di Bojonegoro. Mengingat proporsi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin adalah untuk makanan, maka naiknya harga bahan makanan pokok seperti beras sebagai akibat berkurangnya pasokan beras karena gagal panen akibat banjir dan kekeringan tentunya berdampak langsung pada meningkatnya biaya hidup penduduk miskin. Dampak negatif dari kenaikan harga beras seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dipahami dari sudut pandang penduduk miskin sebagai konsumen. Dari segi produsen, tentunya kenaikan harga beras ini meningkatkan penghasilan mereka. Namun demikian, hal ini hanya bersifat sementara mengingat kenaikan penghasilan mereka lebih dikarenakan 18

19 keuntungan yang didapat dari jumlah suplai beras yang berkurang di pasar yang pada akhirnya menaikkan harga. Jika suplai beras terus berkurang sebagai akibat banjir maupun kekeringan, tentunya dalam jangka panjang para petani juga akan mengalami kerugian. Pengaruh kejadian iklim/cuaca ekstrem tidak hanya berdampak pada skala lokal mapun regional. Kekeringan yang melanda Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2012 ini telah mengancam pasokan pangan Indonesia, mengingat Indonesia sangat bergantung pada komoditas impor seperti jagung, kedelai, dan gandum. Kekeringan yang melanda hampir separuh kawasan pertanian di Midwest AS merupakan kekeringan yang paing parah yang terjadi dalam 50 tahun terakhir (Kompas, 24 Juli 2012). Produksi jagung di mana tahun lalu mencapai 376,2 juta ton menjadi 330 juta ton tahun ini. Penurunan hasil produksi juga terjadi pada produksi kedelai yang turun dari 81,25 juta ton menjadi 76,25 juta ton. Dampak kekeringan di Amerika Serikat ini dirasakan paling berat oleh produsen tahu dan tempe karena mahalnya harga kedelai. Kenaikan harga kedelai dari sekitar Rp per kilogram menjadi Rp per kilogram membuat para perajin tahu dan tempe nyaris tidak memperoleh keuntungan dari usaha mereka (Kompas, 24 Juli 2012). Para perajin kecil ini bergantung pada pasokan kedelai untuk kelancaran produksi mereka. Naiknya harga kedelai akibat kekeringan yang melanda Amerika Serikat berdampak pada meningkatnya biaya hidup, baik biaya untuk produksi maupun biaya untuk konsumsi kebutuhan hidup. Jika sebelumnya penduduk miskin masih dapat mengkonsumsi bahan makanan kedelai, maka akibat kenaikan harga tersebut mereka terpaksa mengurangi konsumsi dari jumlah biasanya. Dalam skala global, tentunya dampak perubahan iklim pada kemiskinan akan mempengaruhi upaya pencapaian tujuan pembangunan Millenium. Tabel 1 meringkas bagaimana keterkaitan antara perubahan iklim, kemiskinan, dan pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDG) yang pertama yaitu penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. 19

20 Tabel2 Hubungan dampak perubahan iklim pada kemiskinan dan upaya pencapaian tujuan MDG untuk penanggulangan kemiskinan dan kelaparan Perubahan pada iklim rata rata, variabilitas, kejadian ekstrem, dan kenaikan muka airlaut Dampak pada kemiskinan Dampak pada Tujuan MDG No.1: penanggulangan kemiskinan dan kelaparan Peningkatan suhu dan perubahan pada jumlah curah hujan mengurangi hasil pertanian dan sumberdaya alam Peningkatan kejadian bencana iklim Penurunan hasil (output) industri dan produktivitas tenaga kerja, dampak pada perdagangan, fiskal, dan beban makroekonomi berujung pada penurunan pertumbuhan ekonomi serta upaya penanggulangan kemiskinan Mengurangi produktivitas dan keamanan dari mata pencaharian serta aset penduduk miskin Perubahan iklim diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sebagai akibat perubahan pada sistem alam dan sumberdaya alam, infrastruktur, serta produktivitas tenaga kerja. Penurunan dalam pertumbuhan ekonomi mempengaruhi secara langsung pada kemiskinan melalui kesempatan penghasilan yang berkurang Perubahan iklim diperkirakan akan mengurangi aset penduduk miskin, contoh kesehatan, akses air bersih, tempat tinggal, dan infrastruktur Meningkatnya kerentanan penduduk miskin Perubahan iklim diperkirakan akan mengancam ketahanan pangan, khususnya di Afrika, ketahanan pangan akan semakin parah. Sumber: dirangkum dari dokumen Climate change deepens poverty and challenges poverty reduction strategies,poverty and Climate Change, dan Millenium Ecosystem Assesment (ADB, DFID, EU, UNEP, UNDP, The World Bank, et.al). 20

21 Tabel 3Review hasil laporan dan studi terkait dampak perubahan iklim di Indonesia No. Judul 1. Sisi Lain Perubahan Iklim, UNDP, 2007 Review, temuan, dan rekomendasi: Pengaruh perubahan iklim lebih berat menimpa masyarakat palingmiskin Sumber pendapatan penduduk miskin sangat dipengaruhi iklim, karena sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan perikanan Lokasi tempat tinggal penduduk miskin umumnya di daerah pinggiran yang rentan akibat bencana terkait iklim (banjir, kemarau panjang, dsb) Beberapa wilayah sangat rentan terhadap berubah-ubahnya iklim, seperti NTT, mengalami kemarau panjang diikuti gagal panen, berdampak pada ketahanan pangan Upaya-upaya adaptasi telah dilakukan oleh penduduk miskin secara tradisional dan turun temurun (pertanian, wilayah pesisir) Upaya adaptasi di tiap sektor melalui program-program pembangunan yang berkelanjutan 2. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), BAPPENAS, 2009 Review, temuan, dan rekomendasi: Laporan dimaksudkan untuk mencakup kurun waktu Menetapkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam 20 tahun ke depan di tiap sektor untuk adaptasi dan mitigasi Target adaptasi ditujukan untuk sektor sumber daya air, kelautan dan perikanan, pertanian, dan kesehatan Target mitigasi ditujukan untuk sektor kehutanan, energi, industri, transportasi, dan limbah/ persampahan Analisis resiko sektoral untuk upaya adaptasi Sumberdaya air - Area yang berisiko tinggi kekurangan air: a) Risiko sangat tinggi --> wilayah utara dan selatan Jawa Barat, wilayah tengah dan selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, wilayah utara Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, NTB, dan Sulawesi Selatan b) Risiko tinggi --> sekitar 75% wilayah Jawa dan Bali, wilayah utara, barat, dan selatan dari Pulau Lombok, dan Sulawesi Selatan - Banjir Wilayah berisiko sangat tinggi: Daerah hilir Jawa, wilayah timur Sumatera, wilayah barat, selatan, dan timur Kalimantan, wilayah timur Sulawesi, dan wilayah selatan Papua - Kekeringan a) Wilayah berisiko sangat tinggi: wilayah tengah Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara b) Wilayah berisiko tinggi: sebagian besar wilayah tengah Jawa Tengah, Sumatera, dan Nusa Tenggara Kelautan dan Perikanan

22 No. Judul - Peraturan dan kebijakan yang ada belum ada yang secara spesifik menyebutkan perlunya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim - Wilayah pesisir berisiko tinggi: wilayah timur Sumatera dan wilayah utara Jawa, Bali Pertanian - Perubahan iklim berdampak langsung dan tidak langsung terhadap produksi hasil pertanian - Dampak perubahan iklim terhadap pertanian sangat tergantung pada lokasi dan tingkat kerentanannya (sawah di daerah pantai rentan terhadap kenaikan muka air laut) - Produksi hasil pertanian sangat tergantung pada curah hujan dan temperatur - Peraturan terkait iklim pada sektor pertanian: PerMen No. 47/ 2006, No. 26/2007, dan No. 14/ Wilayah Jawa dan Bali sebagai produsen utama penghasil beras merupakan wilayah yang berisiko sangat tinggi terhadap kekurangan air, banjir, dan kekeringan Berdasarkan analisis risiko pada tingkat makro di sektor sumber daya air, kelautan dan perikanan, kesehatan, dan pertanian, wilayah Pantura Jawa merupakan wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim Program-program adaptasi dalam RPJM difokuskan pada penguatan kapasitas dalam hal data, informasi, model perubahan iklim, dan analisis risiko Pentahapan target 5 tahunan 2015: Hasil peneitian yang ekstensif mengenai dampak perubahan iklim dan pemetaan kerentanan di tingkat lokal telah tersedia, guna mendukung terwujudnya sistem database informasi untuk adaptasi 2020: Regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh setiap kementerian/ lembaga telahmengakomodir perubahan iklim 2025: Seluruh kegiatan pembangunan akan mempertimbangkan dan melaksananakan pengurangan emisi gas CO2 dan proses adaptasi lebih lanjut 2030: Seluruh risiko akan dampak perubahan iklim secara signifikan akan berkurang 3. Indonesia Country Report: Climate Variability and Climate Changes, and their Implications, Kementerian Lingkungan Hidup, 2007 Review, temuan, dan rekomendasi: - Tipe bencana-terkait iklim yang sering terjadi di Indonesia (climate hazards) yaitu banjir, kekeringan, longsor, dan kebakaran hutan - Pada tahun , sekitar 530 bencana banjir dilaporkan terjadi hampir di seluruh provinsi - Dampak El-Nino (1994,1997,2002,2003,2004,2006) pada 8 bendungan di pulau Jawa, terjadi penurunan energi listrik yang dihasilkan dari PLTA - Perubahan iklim, hidrologi, dan muka air laut di Indonesia pada masa lalu: Temperatur: Data ( ) menunjukkan peningkatan temperatur yang signifikan Curah hujan: Data ( ) menunjukkan penurunan curah hujan tahunan di seluruh Indonesia. Selama kurun waktu dan di sebagian besar wilayah Sumatera awal musim hujan terlambat datang (10-20 hari), sementara musim kemarau datang lebih awal (10-60 hari) 22

23 No. Judul Kenaikan muka air laut: Data kurang lengkap - Strategi ketahanan pangan jangka panjang seperti: - mengurangi konsumsi beras - diversifikasi pangan - peningkatan luas areal pertanian, peningkatan produktivitas - perencanaan waktu dan pola tanam - intensifikasi dan konservasi lahan serta air 4. Climate change in Indonesia - implications for humans and nature, WWF Review, temuan, dan rekomendasi: Temperatur Indonesia lebih hangat sejak tahun 1900, rata-rata temperatur tahunan meningkat 0.3 derajat Celcius Penurunan curah hujan terjadi di Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara), dan sebaliknya di sebagian besar wilayah Kalimantan dan Sulawesi Utara) Sektor yang sangat rentan dan sensitif terhadap perubahan temperatur dan curah hujan: ketersediaan air dan produksi pangan (menurut IPCC dalam Cruz et al., 2007) Kenaikan temperatur, kemarau panjang, dan banjir berdampak pada penurunan produksi pertanian Tantangan bagi Indonesia utamanya adalah menjalankan strategi dan program adaptasi yang meningkatkan ketahanan 5. Perubahan iklim tingkatkan kemiskinan, Kompas, 21 Februari 2011 Review, temuan, dan rekomendasi: Perubahan iklim berdampak pada penurunan produktivitas pertanian sehingga pendapatan petani semakin kecil Akibat perubahan iklim, waktu tanam menjadi bergeser dimanadahulu musim panen dua kali setahun, kini hanya satu kali Dua pertiga warga miskin Indonesia berada di pedesaan dan mengandalkan hidupnya dari pertanian 6. Welfare impacts of rainfall shocks in rural Indonesia, World Bank, 2011 Review, temuan, dan rekomendasi: Penduduk miskin paling rentan terhadap dampak perubahan iklim disebabkan: - lokasi geografi - aset yang terbatas - kualitas sumber daya manusia yang rendah - ketergantungan yang tinggi pada sumber daya alam untuk penghasilan dan konsumsi 23

24 No. Judul 7. Climate volatility deepens poverty vulnerability in developing countries, Ahmed S.A, Diffenbaugh N.S, Hertel, T.W 2009 Review, temuan, dan rekomendasi: Studi ini menghitung kerentanan penduduk miskin akibat fluktuasi perubahan iklim, dalam konteks frekuensi dan magnitude dari kejadian musim kemarau ekstrim, kering, dan basah ekstrim. Untuk menghitung kerentanan tersebut, fokus diberikan pada respon terhadap kejadian iklim ekstrem yang terjadi sekali setiap 30 tahun Indonesia termasuk salah satu 16 negara sampel yang dipilih Kejadian iklim ekstrim mempengaruhi kemiskinan melalui dampaknya pada produktivitas hasil pertanian dan kenaikan harga bahan makanan pokok yang sangat penting bagi penduduk miskin di negara berkembang khususnya Menggunakan comparative static computable general equilibrium (CGE) model Penduduk miskin diklasifikasikan lagi berdasarkan sumber utama penghasilan: agricultural self employed (farm income), non-agricultural, urba labor, rural labor, transfer payment dependent, urban diverse, dan rural diverse Peningkatan presentase kemiskinan akibat kejadian iklim yang terjadi sekali setiap 30 tahun berdasarkan kelompok sosial ekonomi penduduk miskin di Indonesia dengan data tahun 2001 adalah agricultural (29.5 %), non agricultural (12.1%), urban labor (19.2 %), rural labor (23.9 %), transfer 5.9 %, urban diverse 17.9 %, rural diverse 19 % 8. Perubahan iklim: Upaya peningkatan pengetahuan dan adaptasi petani dan nelayan melalui radio, ICCTF - BMKG LIPI, 2012 Review, temuan, dan rekomendasi: Beberapa dampak perubahan iklim di Indonesia: Pergeseran musim Sepanjang tahun 2010 hampir seluruh kawasan Indonesia hanya mengalami musim hujan. Dampak dari anomali iklim ini dirasakan di berbagai sektor, baik pada produksi pertanian dan perkebunan, perikanan, transportasi, dan gangguan spesies hewan atau tumbuhan tertentu. Musim hujan sepanjang tahun menyebabkan mundurnya musim tanam dan ledakan populasi ulat bulu di Pulau Jawa Meningkatnya puting beliung Angin puting beliung sering terjadi pada musim pancaroba atau pada musim penghujan jika pada periode musim penghujan diikuti dengan udara panas tiga hari atau pada hari sebelumnya. Sepanjang tahun Maret 2008 telah terjadi 23 kejadian puting beliung di wilayah Jawa Barat, termasuk Provinsi Banten dan DKI Jakarta Meningkatnya cuaca ekstrem Kebakaran hutan akibat kemarau panjang tahun 2002, 2004, dan 2006, serta musim hujan sepanjang tahun 2010 Perubahan frekuensi kejadian El Nino dan La Nina Dampak El Nino tidak sama untuk seluruh wilayah Indonesia (Aldrian dan Susanto, 2003), tergantung pada pola curah hujan suatu daerah. Daerah dengan pola hujan monson dipengaruhi kuat oleh El Nino. Perubahan iklim menyebabkan frekuensi kejadian El Nino akan meningkat dan mengakibatkan kekeringan terjadi lebih sering di wilayah Indonesia ROB, gelombang tinggi, penyebaran penyakit, ketersediaan air, dan perubahan biodiversitas 24

25 No. Judul Beberapa temuan hasil kajian mengenai pemahaman petani dan nelayan di 5 kabupaten dan kota (Kab. Indramayu, Kota Batu, Kab. Serdang Bedagai, Kota Baubau dan Kamal Muara, Jakarta Utara) terkait perubahan iklim serta adaptasi yang dilakukan Petani lebih banyak melakukan tindakan adaptasi yang bersifat jangka pendek. Pada kejadian anomali iklim tahun (hujan sepanjang tahun), sebagian besar petani mempertahankan tanamannya dengan memberikan pupuk sebanyak-banyaknya. Pertimbangan jangka panjang yang tidak diperhatikan adalah dampak penggunaan pupuk yang berlebihan terhadap kualitas tanah dan produksi tanaman. Tindakan adaptasi lainnya adalah merubah jenis bibit atau benih, merubah waktu tanam, memperbaiki irigasi, dan merubah cara pengolahan tanah Kemampuan adaptasi oleh nelayan sangat ditentukan oleh jenis nelayannya. Nelayan tradisional dengan alat tangkap sederhana memiliki kemampuan adaptasi yang relatif kurang, terutama karena keterbatasan modal yang dimiliki. Cara beradaptasi menghadapi kondisi cuaca ekstrem diantaranya dengan tidak melaut sementara atau dengan menyiasati teknik melaut seperti merubah alat tangkap dan armada tangkap, dan merubah wilayah tangkap serta waktu melaut Pada studi ini, program di radio dipilih menjadi media dalam sosialisasi perubahan iklim kepada petani dan nelayan 25

26 3. Perkembangan Perubahan Iklim dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Perubahan iklim rata-rata Perubahan iklim pada dasarnya telah berlangsung sejak jutaan tahun yang lalu sebagai mekanisme alami yang terjadi di atmosfer bumi. Seiring dengan bertambahnya penduduk manusia dan berbagai aktivitas manusia yang berdampak langsung pada lingkungan, perubahan iklim tidak lagi hanya disebabkan oleh peristiwa alam. Kemajuan pembangunan ekonomi di berbagai belahan dunia berdampak pada kondisi iklim global di permukaan bumi. Kondisi suhu di Indonesia mulai meningkat sejak abad ke-20. Kenaikan temperatur di Indonesia tercatat telah meningkat sekitar 0,3 o C sejak tahun Tahun 1990-an menjadi dekade terpanas pada abad ini dan tahun 1998 adalah tahun terpanas hampir 1 o C di atas rata-rata periode (Hulme dan Sheard, 1999). Beberapa parameter perubahan iklim di Indonesia pada periode disajikan pada beberapa gambar berikut. Gambar 2 Trend suhu minimum, maksimum, dan rata-rata di wilayah Indonesia periode

27 Sumber: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG 2012 Gambar di atas menunjukkan bahwa telah terjadi trend kenaikan suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia pada periode Trend kenaikan suhu minimum tertinggi terjadi merata di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, sebagian besar wilayah Kalimantan, sebagian kecil wilayah Sulawesi dan Papua. Sementara itu, trend kenaikan suhu maksimum tertinggi terjadi di wilayah Sumatera, sebagian kecil wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT, Maluku dan sebagian besar wilayah Papua. Jika dilihat dari tingkat gradasi warna yang ditunjukkan, maka dapat disimpulkan bahwa trend kenaikan suhu minimum lebih tinggi dibandingkan dengan trend kenaikan suhu maksimum di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada periode , terjadi peningkatan suhu minimum di wilayah Indonesia sekitar o C/bulan. Untuk kondisi trend suhu rata-rata, terlihat bahwa hanya wilayah Jawa yang mengalami kenaikan trend suhu rata-rata tertinggi sekitar 0.02 o C/bulan, diikuti oleh sebagian wilayah Sumatera berkisar antara o C/bulan. Semakin meningkatnya suhu udara baik suhu minimum, maksimum maupun suhu rata-rata akan memberikan dampak fisik bagi manusia. Kecenderungan kenaikan suhu minimum mengindikasikan bahwa suhu pada malam hari akan cenderung semakin naik, hal tersebut akan menimbulkan semakin tidak nyamannya udara pada malam hari akibatnya manusia akan lebih banyak menggunakan pendinginan ruangan sehingga terjadi pemborosan energi. Selain pemborosan energi, semakin hangat suhu udara pada malam hari (25 27 o C) akan 27

28 memicu semakin meningkatkan perkembangbiakan nyamuk (Epstein et al 1998 dalam Suwito dkk, 2010). Sedangkan kenaikan suhu maksimum mengindikasikan semakin panasnya suhu udara pada siang hari, kondisi ini akan memicu semakin meningkatnya potensi terjadinya kebakaran. Gambar 3 Trend curah hujan musiman di wilayah Indonesia periode Sumber: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG 2012 Untuk trend curah hujan musiman di wilayah Indonesia selama periode , terlihat beberapa wilayah yang mengalami penurunan curah hujan cukup signifikan (Gambar 3). Penurunan curah hujan paling tinggi hingga sekitar 100 mm/tahun (bulan September, Oktober, dan November) terjadi di wilayah Sumatera bagian utara. Wilayah Jawa bagian barat juga demikian dengan tingkat penurunan sekitar 50 mm/tahun (bulan Desember, Januari, dan 28

29 Februari). Sebaliknya, peningkatan curah hujan yang cukup tinggi sekitar mm/tahun terjadi di wilayah Sulawesi bagian tengah dan selatan (bulan September, Oktober, dan November), dan peningkatan sangat tinggi sekitar 250 mm/tahun (bulan Juni, Juli, dan Agustus) terjadi di wilayah Maluku dan sebagian wilayah Papua. Semakin meningkatnya curah hujan pada musim penghujan akan semakin meningkatkan potensi terjadinya banjir dan tanah longsor, sebaliknya semakin berkurangnya curah hujan pada musim kemarau akan semakin meningkatkan potensi terjadinya kekeringan. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah dan masyarakat karena bencana banjir maupun kekeringan yang terjadi dapat menimbulkan jumlah kerugian yang sangat besar. Gambar 4 menunjukkan trend suhu air laut di wilayah Indonesia selama periode tahun Secara umum dapat terlihat bahwa peningkatan trend suhu air laut sebesar o C terjadi hampir merata di seluruh perairan Indonesia. Kondisi trend suhu air laut di wilayah Samudera Pasifik menunjukkan trend penurunan, hal tersebut berkebalikan dengan kondisi trend suhu air laut di wilayah perairan Indonesia. Hal tersebut menjadi suatu hal yang menarik, karena konektivitas antara suhu air laut di perairan Indonesia dengan suhu air laut Samudera Pasifik memegang peranan penting dalam mempengaruhi kondisi iklim di wilayah Indonesia. Pada saat suhu air laut di Samudera Pasifik mengalami pendinginan (anomali negatif) bersamaan dengan itu suhu air laut di perairan Indonesia menghangat (anomali positif) maka kondisi iklim (curah hujan) di wilayah Indonesia akan cenderung lebih basah, kondisi tersebut lebih dikenal dengan fenomena La Nina. Sebaliknya, pada saat suhu air laut di Samudera Pasifik menghangat (anomali positif) bersamaan dengan itu suhu air laut di perairan Indonesia mengalami pendinginan (anomali negatif) maka kondisi iklim (curah hujan) di wilayah Indonesia akan cenderung lebih kering, kondisi tersebut lebih dikenal dengan fenomena El Nino. Apabila melihat trend suhu air laut antara kedua perairan yang saling berkebalikan, maka fenomena La Nina yang terjadi saat ini cenderung semakin kuat. 29

30 Gambar 4Trend suhu air laut di perairan Indonesia Sumber: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG 2012 Kenaikan Tinggi Muka Laut (TML) merupakan salah satu konsekuensi akibat terjadinya pemanasan global. Analisis perubahan tinggi muka air laut di antara periode (gambar 5) dilakukan oleh Ibnu Sofyan et.al (2011). Gambar 5 menunjukkan perubahan TML menggunakan data altimeter berdasarkan analisa komparatif selama 7 tahun. Kenaikan TML bervariasi antara 2 cm sampai 12 cm, dan rata-rata kenaikan sebesar 6 cm. Kenaikan TML terbesar terjadi di Samudera Pasifik bagian barat dengan kenaikan sebesar 8 cm, dan terendah terjadi di pantai selatan Pulau Jawa, Laut Cina Selatan, dan pantai barat Filipina, tepatnya di lokasi Mindanao Eddy atau Pusaran Mindanao. Perbedaan tingkat kenaikan TML antara 30

31 Samudera Pasifik dan Hindia mungkin berdampak terhadap perubahan karakteristik Indonesia Through Flow (ITF) yang akan merubah pola iklim regional di Indonesia. Tingginya kenaikan TML di Samudera Pasifik dibandingkan dengan Samudera Hindia mempertinggi intensitas transport massa air laut hangat dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Pada akhirnya peningkatan intensitas ITF ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola hujan lokal di Indonesia. Gambar 5 Rata-rata tinggi muka laut (TML) tahun dikurangi rata-rata TML tahun Sumber: Sofyan et. al 2011 Kejadian iklim ekstrem Kejadian iklim ekstrem di Indonesia biasanya terkait fenomena El Nino Southern Oscillation atau ENSO, karena Indonesia terletak di antara dua samudera, yaitu Pasifik dan Hindia. Kejadian El Nino akan menyebabkan kekeringan di wilayah Indonesia terutama di wilayah yang mempunyai pola curah hujan monsunal. Kejadian La Nina akan menyebabkan peningkatan curah hujan dan kejadian banjir (Bell et al 1999 dalam Sucahyono dan Aldrian, 2012; Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Dalam Laporan Indonesia Country Report: Climate Variability and Climate Changes and Their Implication tahun 2007, disebutkan bahwa ENSO mempengaruhi curah hujan tahunan di Indonesia melalui: i) musim kemarau lebih panjang ketika El Nino terjadi dan musim kemarau lebih pendek ketika La Nina terjadi, ii) Awal musim hujan datang terlambat ketika El Nino dan lebih awal ketika La Nina, iii) pengurangan signifikan 31

32 pada jumlah curah hujan pada musim kemarau ketika El Nino dan peningkatan curah yang signifikan di musim kemarau ketika terjadi La Nina; dan iv) kekeringan muncul pada musim hujan, khususnya di wilayah timur Indonesia. Gambar 6 Peta anomali curah hujan tahun 2010 dibanding curah hujan rata-rata periode Sumber: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG 2012 Selama periode , tahun 2010 merupakan tahun terjadinya anomali iklim yang sangat signifikan yang melanda wilayah Indonesia (Gambar 6). Hal ini ditandai dengan fenomena kemarau basah sehingga sepanjang tahun terjadi musim hujan. Kejadian ini merupakan salah satu contoh iklim ekstrem sebagai akibat terjadinya perubahan iklim di Indonesia (Sucahyono dan Aldrian, 2012). Pada tahun 2010 terjadinya fenomena La Nina memberikan dampak yang sangat besar terhadap kondisi curah hujan di wilayah Indonesia, terlebih pada saat musim kemarau (Juni November). Dimana pada musim kemarau (Juni, Juli, 32

33 Agustus dan September, Oktber, November) curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan yang signifikan, terlebih di wilayah Indonesia sebelah selatan ekuator. Berdasarkan gambar di atas pada periode JJA dan SON, telah terjadi peningkatan curah hujan yang sangat signifikan yakni hingga mencapai 250% terhadap rata-rata curah hujan periode tahun dalam periode musim yang sama. Kondisi tersebut menjadikan musim kemarau tahun 2010 dikenal sebagai kemarau basah, karena jumlah curah hujan yang terjadi pada saat itu sangatlah besar. Sedangkan pada musim hujan (Desember-Mei) jumlah curah hujan di wilayah Indonesia tahun 2010 juga mengalami peningkatan meskipun peningkatannya tidak sebesar periode musim kemarau (Juni-November). Bencana iklim Fenomena ENSO juga sering dikaitkan dengan terjadinya bencana iklim. Tipe bencana iklim yang sering terjadi di Indonesia pada umumnya berupa banjir, kekeringan, longsor, dan kebarakaran hutan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Selain disebabkan oleh fenomena ENSO, bencana iklim di Indonesia juga disebabkan oleh lokasi dan pergerakan badai siklon tropis di Samudera Hindia sebelah selatan selama bulan Januari hingga April dan Samudera Pasifik sebelah timur pada bulan Mei hingga Desember. Dampak badai tropis di wilayah Indonesia biasanya berupa angin kencang dan hujan deras selama beberapa hari. Pada tahun , sekitar 530 bencana banjir dilaporkan terjadi hampir di seluruh provinsi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Dalam skala regional, Handayani (2010) menyebutkan bahwa bencana akibat cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, badai, gelombang pasang di wilayah Sumatera antara tahun berjumlah 245 kejadian, di mana 22 % dari total kejadian terjadi di Sumatera Utara. UNDP (2007) menyebutkan bahwa wilayah Indonesia sangat rentan terhadap banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim seperti banjir, kemarau panjang, angin kencang, longsor, dan kebakaran hutan (Gambar 7). 33

34 Gambar 7 Tingkat kerawanan terhadap bencana alam Sumber: UNDP 2007 Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia periode Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung menurun selama periode (Gambar 8 dan 9). Pada tahun 2001, persentase penduduk miskin baik di desa dan kota tercatat sebanyak 18,4 persen (37,9 juta orang). Angka kemiskinan terus menurun dan mencapai 35,1 juta orang (15,9 persen dari total penduduk) pada tahun Angka kemiskinan meningkat menjadi 17,7 persen (39,3 juta orang) pada tahun 2006, atau meningkat sebanyak 6,6 persen (4,2 juta orang) dibanding tahun Kenaikan tingkat kemiskinan ini sebagai akibat dari kebijakan pemerintah menaikkan harga minyak pada tahun 2005 yang berdampak pada meningkatnya harga-harga kebutuhan dasar. 34

35 Gambar8Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut daerah tahun Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun Jumlah (juta) Kota Desa Kota+Desa Tahun Sumber: BPS Selama periode , angka kemiskinan kembali turun. Tahun 2007 penduduk miskin tercatat sebanyak 37,17 juta orang (16,5 persen). BPS (2011) dalam laporan Data Strategis 2011 menyebutkan bahwa beberapa program pemerintah yang ditujukan bagi penduduk miskin dijalankan pemerintah sejak tahun 2005 memiliki dampak positif bagi penurunan angka kemiskinan. Seperti terlihat pada gambar, jumlah dan persentase penduduk miskin terus menurun. Pada tahun 2011, persentase penduduk miskin menurun menjadi 12.4 persen (30,01 juta orang). 35

36 Gambar 9 Persentase penduduk miskin di Indonesia menurut daerah tahun Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun Persentase (%) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Sumber: BPS 36

37 4. Pemetaan dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan Penduduk miskin sebagai kelompok yang paling rentan Dinamika kehidupan masyarakat akan selalu dihadapkan pada berbagai kondisi yang potensial mengancam kehidupan mereka, seperti perubahan iklim, penurunan kualitas lingkungan, serta perubahan sosial ekonomi. UNEP (2009) menyebutkan bahwa kerentanan didefinisikan sebagai potensi suatu sistem mengalami dampak buruk seperti kerugian dan kerusakan sebagai akibat faktor tekanan eksternal. Tekanan eksternal di sini dapat berupa perubahan iklim, termasuk keragaman iklim, dan iklim ekstrem. Kerentanan dipandang sebagai suatu fungsi dari tingkat keterpaparan (exposure), tingkat sensivitas pada dampak, dan kemampuan beradaptasi. Tingkat sensitivitas merupakan kondisi internal dari sistem yang menunjukkan derajat kerawanannya terhadap gangguan. Sementara kemampuan adaptasi menunjukkan kemampuan suatu sistem melakukan penyesuaian untuk mengurangi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif. Dalam bentuk persamaan matematis, Kates (2001 dalam Tubiello et.al 2008) memaparkan konsep kerentanan (vulnerability) sebagai berikut: Vulnerability = (Exposure, Sensitivity (Exposure), Adaptive Capacity) Keterpaparan yang dimaksud dapat berupa bencana alam seperti kekeringan, fluktuasi harga, serta kondisi sosial ekonomi, dan lingkungan lainnya. Tingkat keparahan akibat dampak tidak hanya tergantung pada jenis paparan, tetapi juga sensivitas dari obyek atau subyek yang terkena, serta kemampuan beradaptasi. Kerentanan terhadap perubahan iklim menurut UNEP (2009) dapat dipahami sebagai kondisi masyarakat atau komunitas yang tinggal di suatu wilayah yang juga rentan baik karena lokasi geografinya (contoh daerah pesisir) atau rentan terhadap dampak perubahan iklim di wilayah tersebut (banjir di lahan pertanian, kota pesisir pantai, dsb). Dengan kata lain, kerentanan 37

38 terhadap perubahan iklim adalah kombinasi dari kondisi masyarakatnya dan kondisi alam tempat masyarakat tinggal. Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia tinggal di perdesaan. Selama , dua pertiga dari seluruh jumlah penduduk miskin di Indonesia berada di desa (Gambar 10). Mayoritas dari mereka menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertanian dan perikanan (Gambar 11). Gambar 10 Persentase penduduk miskin desa dan kota periode Persentase penduduk miskin desa dan kota periode Persentase 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tahun Kota Desa Sumber: BPS 38

39 Gambar 11 Persentase penduduk miskin berdasarkan lapangan pekerjaan kepala rumah tangga tahun 2007 Persentase Penduduk Miskin berdasarkan Lapangan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Tahun Tidak bekerja Pertanian Industri Lainnya Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan 2007, BPS Persebaran penduduk miskin berdasarkan tempat tinggal dan pulau pada tahun 2012 ditampilkan pada tabel berikut. Pulau Maluku dan Papua memiliki persentase penduduk miskin tertinggi jika dibandingkan pulau lainnya, dan pulau Kalimantan memiliki persentase penduduk miskin yang terendah. Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk miskin menurut pulau, Maret 2012 Jumlah Penduduk Miskin (juta) Persentase Penduduk Miskin (%) Pulau Kota Desa K+D Kota Desa K+D Sumatera 2, , , Jawa 7, , , Bali dan Nusa Tenggara , , Kalimantan Sulawesi , , Maluku dan Papua , , Indonesia 10, , , Sumber: BPS 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas + Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Muhammad Husain Hasan dan Maria Floriani Mongko Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Nusa Cendana E-mail: muhammadhusain32@yahoo.com

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Perubahan Iklim Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi seperti sekarang, maka diperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terbentang dari 6 o lintang utara (LU) sampai 11 o lintang selatan (LS) dan 9 o sampai 141 o bujur timur (BT). Indonesia secara geografis terletak diantara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 ) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Januari 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki kekayaan tanah, air dan udara, dengan sejumlah kekayaan tersebut merupakan nikmat yang

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM ABSTRAK MAKALAH PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM OLEH DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Makalah berisikan uraian mengenai sistem penataan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Haneda Sri Mulyanto Bidang Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bogor, 16 Januari 2010 Keterkaitan antara Pembangunan dan Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim

Lebih terperinci

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani Oleh : Made Dwi Jendra Putra, M.Si (PMG Muda Balai Besar MKG III) Abstrak Pertengahan tahun ini pemberitaan media cetak maupun elektronik dihiasi oleh

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Disampaikan Pada RAPIM A Kementerian Pertanian 10 September 2013 MATERI PRESENTASI A. Prediksi Kekeringan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( ) dan gas metana ( ), mengakibatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci