BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi ketimpangan antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas bawah Indonesia yang mayoritas hidup di pedesaan memiliki tingkat kesejahteraan yang kurang jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Hal ini tentu saja menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah sebab mayoritas masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan. Masyarakat desa pada umumnya memang tertinggal dalam kesejahteraan ekonomi jika dibandingkan dengan masyarakat kota yang mayoritas memiliki kesejahteraan yang lebih baik. Faktor tidak berkembangnya masyarakat desa atau pembangunan yang lambat dari masyarakat menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya masyarakat desa. Sarana infrastruktur yang kurang memadai juga menjadi faktor yang ditengarai menjadi penyebab kurang berkembangya kesejahteraan masyarakat desa. Selain faktor tersebut, faktor rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat desa juga menjadi penyebab kurang berkembangnya masyarakat desa. Masyarakat desa Indonesia adalah salah satu stakeholder dalam negara dan pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari faktor mayoritas masyarakat Indonesia terkonsentrasi di

2 pedesaan yang merupakan kondisi umum dari suatu negara berkembang. Selain itu dalam pengkajian pembangunan Indonesia terutama sebagai negara berkembang memang tidak lepas dari pertimbangan di wilayah pedesaan. Hal ini karena kondisi masyarakat desa Indonesia yang masih berada dalam garis kemiskinan. Dalam konteks Indonesia, agenda pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2006 difokuskan kepada penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan tingkat kesejahteraan, peningkatan kesempatan kerja, dan revitalisasi pertanian serta pedesaan. Kegiatan perekonomian di pedesaan sampai saat ini masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah tangga. Namun, yang menjadi masalah kemudian yaitu keterbatasan modal yang dimiliki para pelaku usaha masyarakat desa tersebut, dimana kecukupan akan modal merupakan unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat mebatasi ruang gerak aktivitas di sektor pertanian dan pedesaan. Lemahnya permodalan yang dimiliki pelaku ekonomi di pedesaan ini disadari oleh pemerintah. Pemerintah kemudian memunculkan program untuk membantu permodalan masyarakat pedesaan seperti Kredit Bimas pada tahun 1972, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Model Kerja Permanen (KMKP), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K), Kredit

3 3 Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), 1 dan yang masih berlangsung sekarang yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditujukan untuk membantu permodalan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Selain dengan adanya program kredit untuk permodalan yang telah penulis sebutkan di atas, pemerintah juga membentuk beberapa lembaga keuangan yang dikhusukan untuk membantu kegiatan perekonomian masyarakat pedesaan seperti Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI) dan berbagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lainnya. Lembaga keuangan berbentuk bank tersebut selain juga membantu masyarakat dalam permodalan dengan memberikan kredit baik dengan agunan maupun tanpa agunan juga menyediakan jasa untuk menyimpan dana yang dimiliki masyarakat, kegiatan tersebut memang lazim dan mutlak dilakukan oleh suatu bank, yaitu menarik atau menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam istilah perbankan disebut fungsi intermediasi. Menjawab permasalahan keterbatasan modal masyarakat pedesaan, serta mengingat kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, salah satu jalan keluar yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat pedesaan adalah melalui upaya optimalisasi potensi kelembagaan keuangan. Diantara beragam pola kelembagaan keuangan yang berkembang di masyarakat pedesaan, salah satu yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan dengan mayoritas usaha 1 Anshari. Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Hal 146.

4 4 penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Dapat dikatakan bahwa keberadaan lembaga keuangan mikro Indonesia merupakan kepanjangan tangan bank-bank umum. Sebab mereka menjangkau segmen-segmen yang susah atau memiliki karakteristik risiko yang tidak dapat dijangkau oleh bank-bank umum. Kebanyakan lembaga keuangan mikro menempatkan dananya pada bank-bank umum dan BPR-BPR lainnya. Hal yang demikian menjadikan lembaga keuangan mikro sebagai salah satu mitra industri perbankan dan salah satu mesin penggerak pembangunan. Mengenai lembaga keuangan mikro di Indonesia, banyak sekali lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang terutama di daerah pedesaan, mengingat lembaga keuangan mikro memang ditujukan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang banyak terdapat di daerah pedesaan, meskipun ada juga beberapa lembaga keuangan mikro yang berada di daerah perkotaan. Namun lembaga keuangan mikro tetap diperuntukkan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Di beberapa daerah di Indonesia terdapat banyak lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang melayani masyarakat pedesaan dan masyarakat kelas menengah ke bawah seperti Badan Kredit Desa(BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), kelompok Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Badan

5 5 Keswadayaan Masyarakat (BKM) PNPM Mandiri Perkotaan, kelompok Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Pedesaan, Kelompok Unit Program Pelayanan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD), Kelompok Tani Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Simpan Pinjam Berbasis Masyarakat (LSPBM), dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Dalam menjalankan kegiatannya Lembaga Keuangan Mikro tersebut melakukan kegiatan seperti bank yaitu fungsi intermediasi keuangan yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat berupa simpanan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit. Bentuk dari Lembaga Keuangan Mikro kebanyakan adalah bukan bank dan bukan koperasi atau lebih sering disebut dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank Bukan Koperasi (LKB3K). 2 Dengan demikian menjadikan fungsi Lembaga keuangan Mikro sebagai bank bayangan (shadow banking). Hal ini sebenarnya merupakan sesuatu hal yang unik, karena fungsi intermediasi yang dimiliki oleh bank maupun koperasi dijalankan oleh lembaga keuangan yang bukan merupakan bank dan juga bukan koperasi. LKM-LKM tersebut memang diarahkan untuk dapat menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), namun untuk memperoleh status sebagai BPR ada beberapa persyaratan yang dipenuhi, sehingga jika belum memenuhi persyaratan sebagai BPR maka 2 Definisi mengenai LKB3K didasarkan pada status dari lembaga keuangan tersebut yang tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang sehingga lembaga keuangan tersebut tidak memiliki status sebagai bank maupun koperasi meskipun memiliki kegiatan usaha seperti bank atau koperasi.

6 6 LKM tersebut tetap berbentuk LKM. Beberapa diantara LKM tersebut seperti Badan Kredit Kecamatan di berbagai daerah di Jawa Tengah sudah berbentuk BPR. Lembaga Keuangan Mikro mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan masyarakat menengah ke bawah sehingga keberadaan dari LKM perlu didukung oleh pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun sampai dengan tanggal 7 Januari 2013 belum ada payung hukum berupa Undang-Undang yang mengatur tentang Lembaga Keuangan Mikro yang sudah ada dan berkembang sangat lama. Selama ini lembaga Keuangan Mikro hanya diatur melalui Peraturan Daerah di tingkat propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Ada juga LKM yang diatur melalui pranata hukum adat seperti Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang ada di Bali. Atas permasalahan tersebut kemudian pada tanggal 8 Januari 2013 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro sehingga terciptalah kepastian hukum dan payung hukum dari LKM yang ada di Indonesia. Mengenai kedudukan lembaga keuangan mikro yang bukan bank dan bukan koperasi dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia terdapat ketentuan yang mengatur tentang Badan Kredit Kecamatan dan beberapa LKM lainnya diberi status sebagai BPR dengan cara memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dalam pasal 16 UU Perbankan menyebutkan bahwa terdapat larangan bagi setiap pihak untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin dari Bank Indonesia kecuali ditentukan dengan Undang-Undang

7 7 tersendiri. Bila melanggar ketentuan ini maka terdapat ketentuan pidana yang mengancamnya. Lembaga Keuangan Mikro memiliki banyak jenis di Indonesia dan berbeda-beda di tiap daerah. Seperti di Jawa Tengah, Lembaga Keuangan Mikro yang berkembang salah satunya adalah Badan Kredit Kecamatan (BKK). BKK berbentuk Perusahaan Daerah (PD) sehingga disebut dengan Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD BKK). PD BKK dibentuk di tiap kabupaten/kota yang berada di Jawa Tengah dan beroperasi di tiap kecamatan. PD BKK menjadi wewenang dari Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan kegiatannya. PD BKK diatur melalui Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 19 Tahun 2002 tentang Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan. Dalam melaksanakan kegiatannya PD BKK yang merupakan salah satu lembaga keuangan/lembaga kredit mikro yang menjalankan fungsi intermediasi keuangan berupa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurukan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pada awalnya BKK hanya diperbolehkan untuk menyalurkan kredit dan tidak boleh melakukan pengumpulan dana dalam bentuk simpanan. Kemudian dengan persetujuan Menteri Keuangan No. S.624/MK/011/1984 tanggal 23 Juni 1984 memberikan izin kepada BKK untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maka BKK kemudian telah diakui dan memperoleh izin sebagai Lembaga Keuangan, dalam arti dapat

8 8 menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana masyarakat tersebut dalam bentuk kredit. Beberapa diantara PD BKK tersebut sudah mendapat pengukuhan status sebagai BPR, sehingga PD BKK tersebut berubah menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit kecamatan (PD BPR BKK), dan sebagian lagi belum menjadi BPR karena ada persyaratan yang harus dipenuhi unutk menjadi BPR, PD BKK yang belum memenuhi syarat atau belum merubah diri untuk menjadi BPR tetap berstatus sebagai PD BKK. Salah satunya adalah Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Sukoharjo (PD BKK Sukoharjo) yang terletak di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Seperti yang sudah dijelaskan penulis sebelumnya bahwa fungsi intermediasi keuangan yang dijalankan oleh Lembaga Keuangan Mikro yang bukan bank dan bukan koperasi merupakan suatu hal yang unik karena menjalankan fungsi yang dimiliki oleh bank sehingga sering disebut dengan istilah bank bayangan (shadow banking). Sebenarnya di dalam UU Perbankan sendiri, Badan Kredit Kecamatan dan beberapa Lembaga Keuangan Mikro lainnya yang dipersamakan dengan itu statusnya telah diakui mengingat lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan masih diperlukan keberadaannya oleh masyarakat. Mengenai status yang diberikan kepada lembaga tersebut adalah BPR hal tersebut ditujukan untuk memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga tersebut dan untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan

9 9 Pemerintah ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status lembagalembaga tersebut sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Dalam pasal dan penjelasan pasal tersebut jelas menunjukkan bahwa LKM-LKM diarahkan untuk menjadi BPR. Berdasarkan UU Perbankan tersebut kemudian BKK-BKK tersebut mengubah status menjadi BPR sehingga statusnya menjadi PD BPR BKK, namun ada juga yang belum menjadi BPR sehingga statusnya adalah PD BKK. Salah satu penyebab BKK tersebut adalah belum mendapat izin dari Bank Indonesia sehingga belum memenuhi syarat sebagai BPR. Dengan belum adanya izin dari BI untuk menghimpun dana dari masyarakat maka sebenarnya kegiatan tersebut melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka BKK-BKK yang ada di Jawa Tengah harus menyesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut. Pelaksanaan fungsi intermediasi keuangan oleh lembaga keuangan bukan bank bukan koperasi dapat juga disebut dengan shadow banking (bank bayangan) yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh penulis, keberadaan bank bayangan tersebut dapat berdampak positif dan berdampak negatif pula. Berdampak positif karena mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, dan menutupi segmen pasar dari bank-bank umum yang tidak terbaca. Dampak negatifnya adalah jika terjadi bila terjadi kredit macet dalam jumlah besar maka hal tersebut juga berdampak pada perbankan nasional

10 10 karena lembaga-lembaga tersebut juga banyak menempatkan dananya dalam jumlah yang besar pada bank-bank umum dan BPR-BPR lainnya untuk menjaga likuidasi lembaga keuangan tersebut. PD BKK sebagai salah satu lembaga keuangan mikro yang bukan bank dan bukan koperasi adalah lembaga yang sudah ada lama dan keberadaannya banyak memberikan manfaat bagi masyarakat pedesaan di Jawa Tengah. Namun dengan diundangkannya UU Perbankan terkendala juga dengan legalitasnya dalam menjalankan fungsi intermediasi keuangan terkait statusnya bukan sebagai bank atau sebagai koperasi. Agar legal maka PD BKK tersebut harus berubah menjadi BPR dan mendapat izin dari Bank Indonesia. Sampai sekarang masih ada banyak PD BKK yang belum menjadi BPR bahkan ada yang hanya memperoleh izin dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum ada izin dari Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia. Padahal dalam ketentuan di dalam Perda Jateng tentang PD BKK menyebutkan bahwa PD BKK harus mendapat izin dari Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia. PD BKK Sukoharjo adalah salah satu PD BKK yang ada di Jawa Tengah yang belum menjadi BPR, Apakah PD BKK tersebut sudah memiliki izin dari Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia? Apakah legal kegiatan tersebut berdasarkan peraturan Undang-Undang yang ada? Lalu bagaimana juga keberadaan Lembaga tersebut berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Jika kemudian melihat legalitas lembaga tersebut berdasarkan UU Perbankan, dalam UU Perbankan dijelaskan larangan mengumpulkan atau

11 11 menghimpun dana masyarakat tanpa izin dari Bank Indonesia. Akan tetapi kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai pemilik PD BKK mengeluarkan Perda Jateng tentang PD BKK yang memberi izin PD BKK yang belum memperoleh izin dari BI untuk menjalankan kegiatan fungsi intermediasi keuangan, bertentangankah Perda tersebut dengan UU Perbankan? Suatu lembaga keuangan dalam menjalankan kegiatan usahanya juga memerlukan pembinaan dan pengawasan, lalu bagaimana bentuk pembinaan dan pengawasan terhadap PD BKK terutama PD BKK Sukoharjo? Apakah BI dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PD BKK yang belum menjadi BPR? Permasalahan-permasalahan yang ada dalam PD BKK sebagai lembaga keuangan bukan bank dan bukan koperasi (LKB3K) tersebut memerlukan kajian hukum lebih lanjut demi kemajuan industri keuangan dan perekonomian di Indonesia terutama masyarakat pedesaan dan masyarakat menengah ke bawah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik mengadakan Penelitian dengan judul TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN FUNGSI INTERMEDIASI KEUANGAN OLEH PERUSAHAAN DAERAH BADAN KREDIT KECAMATAN (PD BKK) SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK BUKAN KOPERASI (LKB3K) (Studi Kasus PD BKK Sukoharjo).

12 12 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang penulis jelaskan tersebut, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan fungsi intermediasi keuangan yang dijalankan oleh PD BKK Sukoharjo? 2. Bagaimana konsekuensi dari pelaksanaan fungi intermediasi keuangan terhadap PD BKK Sukoharjo terkait dengan statusnya sebagai lembaga keuangan bukan bank bukan koperasi (LKB3K)? 3. Bagaimana bentuk pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pembina dan Dewan Pengawas terhadap PD BKK Sukoharjo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif 1) Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi intermediasi keuangan yang dijalankan oleh PD BKK Sukoharjo 2) Untuk mengetahui konsekuensi dari pelaksanaan fungsi intermediasi keuangan yang dijalankan oleh PD BKK Sukoharjo sebagai lembaga keuangan bukan bank bukan koperasi (LKB3K)

13 13 3) Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan fungsi intermediasi keuangan yang dijalankan oleh bank dengan lembaga keuangan mikro yang bukan bank dan bukan koperasi 4) Untuk mengetahui bentuk pembinaan dan pengawasan PD BKK Sukoharjo. D. Keaslian Penelitian Dengan ini Penulis menyatakan bahwa Usulan Penelitian Hukum ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain, dan sepengetahuan Penulis di dalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Berdasarkan hasil pencarian penulis, belum ada karya yang membahas tentang Tinjauan Hukum Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Keuangan oleh Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD BKK) Sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank Bukan Koperasi (LKB3K) (Studi Kasus PD BKK Sukoharjo). Dengan demikian karya ini adalah asli karya penulis sendiri. E. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan di bidang hukum dagang terutama dalam hukum perbankan dan lembaga keuangan. Sehingga peneliti dapat mengetahui secara langsung dari lapangan. Selain itu peneliti juga tertarik

14 14 dan berminat untuk menggeluti dunia perbankan setelah lulus dari kuliah sehingga peneliti dapat memulai proses belajar dari sekarang. b. Bagi Pemerintah Untuk sebagai rekomendasi bagi pembangunan masyarakat desa dan optimalisasi peran lembaga keuangan mikro dalam pembangunan masyarakat desa yang merupakan fokus khusus dari lembaga keuangan mikro. c. Bagi Ilmu Pengetahuan, Untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang perbankan dan lembaga keuangan mikro di Indonesia.

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA NOMOR: 351.1/KMK.010/2009 NOMOR: 900-639A TAHUN 2009 NOMOR: 01/SKB/M.KUKM/IX/2009

Lebih terperinci

BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

BUPATI KUTAI KARTANEGARA, 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1 QQ9 Nnmnr 1 1 Tambahan I^mharan Neeara BUPATI KUTAI KARTANEGARA PERATURAN BUPATI

Lebih terperinci

PERSEROAN TERBATAS (PT) - LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) SOLUSI PELESTARIAN DANA BERGULIR PNPM-MD

PERSEROAN TERBATAS (PT) - LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) SOLUSI PELESTARIAN DANA BERGULIR PNPM-MD PERSEROAN TERBATAS (PT) - LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) SOLUSI PELESTARIAN DANA BERGULIR PNPM-MD Latar Belakang Dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro Bakohumas Information & Communication Expo 2014, Bandung, 29 November 2014 Lucky Fathul Hadibrata DEPUTI KOMISIONER MANAJEMEN STRATEGIS OTORITAS JASA KEUANGAN Agenda

Lebih terperinci

IV.B.21. Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

IV.B.21. Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 21. URUSAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) sebagai sebuah paradigma pembangunan memiliki posisi unik jika dilihat dari perspektif urusan, karena sesungguhnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.12, 2013 EKONOMI. Lembaga. Keuangan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

Hasil penelitian Bank Indonesia

Hasil penelitian Bank Indonesia Hasil penelitian Bank Indonesia Baru 10 lembaga keuangan bank-bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta 6 lembaga keuangan non bank yang melakukan pembiayaan terhadap UMKM Padahal, UMKM merupakan potensi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5847 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 24) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DIREKTORAT LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DIREKTORAT LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DIREKTORAT Pengertian LKM 1. Apa yang dimaksud Lembaga Keuangan Mikro? Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir II. LANDASAN TEORI A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir Kemiskinan bukanlah suatu gejala baru bagi masyarakat Indonesia. Pada saat ini, walaupun sudah hidup dalam kemerdekaan selama puluhan tahun,

Lebih terperinci

DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI

DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI OTORITAS JASA KEUANGAN UU No. 21 Tahun 2011 Struktur Pengaturan dan pengawasan

Lebih terperinci

Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan

Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Seminar Jakarta Food Security Summit 3 Muliaman D Hadad, Phd. Ketua Dewan Komisioner Jakarta, 13 Februari 2015 1 Pembiayaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT A. SEJARAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KOPERASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KOPERASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KOPERASI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO RAKERTEK, November 2015 KERANGKA MATERI 1. Situasi terkini kegiatan simpan pinjam dan kegiatan Dana Bergulir Masyarakat (DBM)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang keuangan, perbankan menempati posisi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang keuangan, perbankan menempati posisi yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memajukan perekonomian suatu negara peranan perbankan sangat penting dalam mewujudkan perekonomian yang maju. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Pembangunan ekonomi merupakan hal yang sangat peting bagi negara. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor yang berperan vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 melaksanakan pembangunan nasional dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pentingnya Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan. Mikro

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pentingnya Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan. Mikro BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pentingnya Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan Mikro 1. Pentingnya Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan Mikro ditinjau dari Potensi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

Pertemuan 7. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pertemuan 7. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pertemuan 7 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL POKOK BAHASAN I II KONDISI UMKM PERBANKAN KOMITMEN III POLA PEMBIAYAAN UMKM IV KESIMPULAN I KONDISI UMKM PERBANKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{ berarti terpenuhinya

Lebih terperinci

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.342, 2014 KEUANGAN. OJK. Perizinan. Usaha. Kelembagaan. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5621) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5394 EKONOMI. Lembaga. Keuangan. Mikro. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam mempunyai tujuan untuk membentuk masyarakat dengan aturan sosial yang kuat. Dalam aturan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 73 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang telah memberikan bukti bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih tahan terhadap perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. Otoritas Jasa Keuangan 2017

PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. Otoritas Jasa Keuangan 2017 PENGUATAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Otoritas Jasa Keuangan 2017 Sekilas Tentang Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan Lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /POJK.03/2016 TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Negara maju adalah negara yang setidaknya memiliki masyarakat yang memilih sebagai wirausaha, wirausaha adalah tulang punggung ekonomi nasional. Semakin maju suatu

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Perkreditan Rakyat yang berfungsi sebagai badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas asas kekeluargaan. (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179) dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

BAB I PENDAHULUAN. atas asas kekeluargaan. (Sholahuddin dan Hakim, 2008: 179) dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BADAN KREDIT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA. Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Munawar Kholil, S.H., M.Hum.

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA. Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Munawar Kholil, S.H., M.Hum. PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Munawar Kholil, S.H., M.Hum. Berita! Dari 46 desa di Bantaeng seluruhnya telah memiliki BUMDes, bahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

PRACTICAL CHALLENGE IN IMPLEMENTING PSAK 28, PSAK 36, PSAK 62 AN EXTERNAL AUDITOR PERSPECTIVE PENDAHULUAN

PRACTICAL CHALLENGE IN IMPLEMENTING PSAK 28, PSAK 36, PSAK 62 AN EXTERNAL AUDITOR PERSPECTIVE PENDAHULUAN PRACTICAL CHALLENGE IN IMPLEMENTING PSAK 28, PSAK 36, PSAK 62 AN EXTERNAL AUDITOR PERSPECTIVE PENDAHULUAN CURRICULUM VITAE RETNO DWI ANDANI Pengalaman Kerja (lebih 20 tahun) KPMG (KAP Hanadi Sudjendro

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis untuk menjawab rumusan masalah yang ada terkait dengan upaya apa saja yang dilakukan oleh UMKM Lokal yang berada di Provinsi Riau dalam mengikuti

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM Menurut Raffinaldy (2006) dalam tulisannya yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

MODUL. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat melalui Koperasi Lembaga Keuangan Mikro

MODUL. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat melalui Koperasi Lembaga Keuangan Mikro MODUL Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat melalui Koperasi Lembaga Keuangan Mikro Rapat Kerja Teknis TKPK Tahun 2015 Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat melalui Koperasi Lembaga Keuangan Mikro Rapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berawal sejak zaman penjajahan Belanda. BPR di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017 Inklusi Keuangan dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) UIN Syarif Hidayatullah, 17-18 Juli 2017 OUTLINE I. Inklusi dan Literasi Keuangan II. Pembentukan TPAKD III. Program Kerja TPAKD Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung dengan pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya bank yang bermunculan di

Lebih terperinci

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA).

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA). URGENSI UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAGI PENGUATAN USAHA MENENGAH, KECIL DAN MIKRO DI INDONESIA H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Kongres Nasional Baitul Mall wa-tamwil (BMT)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan praktek-praktek yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang

Lebih terperinci

FASILITASI PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM RANGKA MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DAERAH

FASILITASI PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM RANGKA MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DAERAH FASILITASI PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DALAM RANGKA MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DAERAH OLEH : DIREKTUR KETAHANAN EKONOMI BAHRUM A. SIREGAR, SH, M.Si Disampaikan pada acara RAKORNAS BIDANG KESBANGPOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perusahaan yang bergerak di dunia bisnis memiliki berbagai macam produk yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan. Tujuan didirikannya perusahaan yaitu memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola secara perorangan yang disebut UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Menurut

Lebih terperinci

Bab 6 Kesimpulan dan Implikasi

Bab 6 Kesimpulan dan Implikasi Bab 6 Kesimpulan dan Implikasi Pada bab 6, merupakan intisari dan rangkuman dari pembahasan hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikan dalam Bab 4 dan Bab 5, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PD. BPR BKK WONOGIRI KOTA

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PD. BPR BKK WONOGIRI KOTA ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PD. BPR BKK WONOGIRI KOTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan yang pada umumnya rata-rata relatif lemah. Munculnya kendala

BAB I PENDAHULUAN. permodalan yang pada umumnya rata-rata relatif lemah. Munculnya kendala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kemandirian kehidupan desa, khususnya dalam meningkatkan pembangunan di bidang perekonomian. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan II.1.M.B-1. (dalam miliar rupiah)

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan II.1.M.B-1. (dalam miliar rupiah) MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan (dalam miliar rupiah) No 2012 2013 2014 I. Prioritas: Penanggulangan Kemiskinan A. Fokus Prioritas: Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan bank sebagai lembaga keuangan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi semakin meningkat kebutuhannya. Semua sektor kegiatan yang meliputi industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan praktek tata kelola lembaga keuangan yang sehat (Good

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan praktek tata kelola lembaga keuangan yang sehat (Good BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemunculan lembaga keuangan syariah yang relatif baru menimbulkan tantangan yang cukup besar untuk dihadapi. Lembaga keuangan syariah yang terus berkembang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, isu mengenai Corporate

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, isu mengenai Corporate BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997, isu mengenai Corporate Governance telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 dapat terwujud dengan bergeraknya roda perekonomian masyarakat, khususnya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

Penguatan Kelembagaan Jasa Keuangan Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jawa Tengah

Penguatan Kelembagaan Jasa Keuangan Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jawa Tengah Penguatan Kelembagaan Jasa Keuangan Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jawa Tengah Nama Inovasi Penguatan Kelembagaan Jasa Keuangan Badan Kredit Kecamatan (BKK) Jawa Tengah Produk Inovasi Kebijakan Pengembangan

Lebih terperinci