BAB I PENDAHULUAN. (Munoz dkk., 2003; Parkin dkk., 2002). Data tersebut mengalami perubahan, seperti

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan jenis kanker pada wanita yang menempati urutan kedua terbanyak di dunia, dan penyebab kematian tertinggi akibat kanker pada wanita (Munoz dkk., 2003; Parkin dkk., 2002). Data tersebut mengalami perubahan, seperti dilaporkan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) dimana kanker serviks merupakan jenis kanker pada wanita yang menempati urutan keempat terbanyak di dunia (IARC, 2012). Menurut data Globocan IARC tahun 2002, kasus baru kanker serviks di dunia hampir mencapai kasus dan lebih dari separuhnya meninggal. Data Globocan IARC tahun 2012 tidak jauh berbeda, dimana kasus baru kanker serviks diperkirakan mencapai dan menyebabkan kematian sebanyak (IARC, 2012). Sekitar 85% kasus di dunia terjadi pada negara-negara kurang berkembang (IARC, 2012). Laju kejadian kanker serviks pada negara maju adalah kurang dari 14.5 dari penduduk, sedangkan di negara berkembang adalah 38 per penduduk (Parkin dkk., 2002). Pada tahun 2003 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat kasus baru kanker serviks didiagnosis dan lebih dari 4000 wanita penderitanya meninggal karena kanker serviks (Sanders dan Taira, 2003). Pada tahun 2014 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat kasus baru kanker serviks dan kematian akibat kanker serviks (ACS, 2014).

2 2 Setiap tahunnya kasus kanker seviks pada wanita > 50 tahun mengalami penurunan sebanyak 3.1% (ACS, 2014). Di Asia Tenggara terdapat lebih dari kasus baru kanker serviks dan lebih dari kematian akibat kanker serviks (Denny dan Sankaranarayanan, 2006). Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), sampai saat ini belum ada data berbasis populasi secara nasional di Indonesia. Data yang berhasil dikumpulkan oleh Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) pada tahun 1998 dari 13 rumah sakit di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak yaitu 17.25% diikuti kanker payudara (12.2%). Menurut Azis (1996), setiap hari terdapat 41 kasus baru dengan 20 kematian. Sedangkan hasil sensus kesehatan rumah tangga (SKRT) Indonesia tahun 2001 menunjukkan kanker serviks menempati urutan ke 5 penyebab kematian (Nugroho, 2007). Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2002, Indonesia mempunyai angka insidensi dan mortalitas tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar per penduduk. Data di RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ditemukan bahwa 76.2% dari kanker ginekologik pada tahun adalah kanker serviks (Azis, 2005). Data di RS Kanker Dharmais (RSKD) menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan ke 2 kanker terbanyak pada perempuan dari tahun 2003 sampai tahun 2007, setelah kanker payudara ( Suzanna E, Sirait T, Rahayu PS dkk, 2012). Di Indonesia, tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per penduduk. Ini berarti dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar penderita kanker baru setiap

3 3 tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga menunjukkan bahwa kematian akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, sekitar 5,7 % kematian semua umur disebabkan oleh kanker. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker serviks menempati urutan kedua pasien rawat inap terbanyak di seluruh RS di Indonesia (11,78%). Sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut yaitu pada stadium IIB sampai stadium IV yang memerlukan fasilitas pengobatan khusus seperti radiasi. Di samping mahal, pengobatan kanker serviks stadium lanjut memberikan hasil harapan hidup 5 tahun yang rendah (Nugroho, 2007). Studi epidemiologi menunjukkan beberapa faktor resiko terjadinya kanker serviks yaitu perilaku seksual dengan multipel mitra seks, pemakaian kontrasepsi oral dalam jangka waktu panjang (lebih dari 4tahun) menaikkan resiko 1,5-2,5 kali, merokok, nutrisi yang rendah kandungan antioksidan seperti kurangnya sayur dan buah (Azis, 2005; Wiknjosastro, 1999). Selain faktor risiko, dari hasil penelitian peranan Human Papilloma Virus (HPV) dalam menyebabkan kanker serviks telah banyak dibuktikan (Munoz, 2006). Infeksi HPV sering dijumpai pada wanita yang aktif secara seksual. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terbukti bahwa labih dari 90% kondiloma serviks, semua neoplasia intraepitelial serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV.

4 4 Saat ini telah dikenal sekitar 100 jenis tipe HPV (Azis, 2005). Berdasarkan kelainan yang ditimbulkannya, dikenal 2 jenis tipe HPV yaitu tipe HPV risiko tinggi/ high risk (HR-HPV) atau tipe onkogenik dan tipe HPV risiko rendah / low risk (LRHPV) atau tipe non onkogenik. Infeksi HR-HPV pada epitel leher rahim menimbulkan lesi pra kanker disebut juga displasia atau neoplasma intraepitel serviks (NIS) ditandai dengan adanya atipia seluler dimana inti sel membesar dan atipik. Setiap tipe HPV mempunyai hubungan patologik yang berbeda dan hubungannya kuat (Munoz dkk, 2006; Aziz, 2007). Selain permasalahan tipe HR-HPV, terdapat permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan infeksi HR-HPV menjadi kanker serviks. Perkembangan alamiah infeksi HR-HPV NIS 1 pada sebagian besar penderita dapat mengalami regresi, namun pada 5%- 20% penderita infeksi ini menetap dan berkembang menjadi NIS2/NIS3 dan kanker serviks (Doorbar, 2006; Goncalves dan Donadi, 2004). Perkembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain instabilitas genetik, imunogenitas tumor dan respon imun penderita (Goncalves dan Donadi, 2004; Brown dan Moore, 2005; Hildesheim dkk., 1997). Penelitian yang sebagian besar dilakukan di negara barat mengarah pada pentingnya peranan imunitas seluler khususnya limfosit T dalam infeksi virus yang non sitopatik dan kronik seperti infeksi HPV. Peranan limfosit T terutama dalam meghasilkan sitokin sebagai mediator sistem imun dan imunoregulator seperti reaksi imun dan inflamasi, diferensiasi, proliferasi dan apoptosis. Pada penelitian yang sebagian besar dilakukan invitro diketahui bahwa sekresi sitokin dan respon imun bawaan sangat dipengaruhi oleh Toll-like Receptor

5 5 (TLR). TLR merupakan bagian dari keluarga Pattern Recognition Receptor (PRR) yang mengenali ligan pathogen associated molecular patterns (PAMP s) dan damage-associated molecular patterns (DAMP s). Interaksi TLR dengan faktor eksogen (PAMP s) atau faktor endogen (DAMP s) akan mengaktivasi pensinyalan intraseluler dan mengubah ekspresi gen yang berperan dalam sintesa sitokin seperti Interleukin (IL) IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, Tumor Necrosis Factor (TNF) dan Inter Feron (IFN) α/β (Takeda dan Akira, 2004; Medzhitov, 2004). Anggota keluarga TLR merupakan sensor kunci sistem imunitas bawaan melalui pengenalan komponen virus seperti asam nukleat atau envelop glikoprotein yang merupakan ligan spesifik untuk TLR 3,7,8,9 (Abbas, dkk., 2007; Xagorari dan Chlichlia, 2008). Namun, dalam perkembangannya TLR tidak hanya diekspresikan oleh sel imun atau sel epitel pejamu tapi juga diekspresikan oleh sel tumor. Aktivasi sinyal TLR pada sel kanker dapat menyebabkan progresi kanker, aktivitas anti-apoptosis dan resistensi terhadap respon imun pejamu (Zheng-yu dan De-kai, 2008; Sato dkk., 2009; Yu dan Chen, 2008). Hasan UA dan kawan-kawan menunjukkan bahwa infeksi keratinosit oleh E6 dan E7 rekombinan retrovirus HPV16 menghambat transkripsi TLR9 sehingga terjadi kegagalan fungsi pensinyalan TLR 9 Hasil serupa ditemukan pada HPV16 + cancer derived cell line dan kanker serviks primer. Lee dkk (2007) menemukan ekspresi TLR9 yang diperiksa dengan pewarnaan Immunohistokimia (IHK) pada kanker serviks >NIS3>NIS2 >NIS1. Namun Moreno-Eutimio dkk (2013) melaporkan ekspresi TLR 9 IHK pada NIS3 < dari NIS 1 dan NIS 2. Tampak hasil kedua penelitian tersebut belum menunjukkan konsistensi.

6 6 Pengetahuan tentang fungsi utama TLR dalam respon imun, inflamasi dan patogenesis tumor mendasari pengembangan obat untuk menstimuli atau menghambat sinyal TLR. Akhir-akhir ini banyak perhatian ditujukan pada peranan TLR dalam meningkatkan imunitas bawaan melalui penelitian agonis TLR oleh perusahaan farmasi (Yu dan Chen, 2008). Saat ini sedang berkembang penelitian tentang pemanfaatan agonis TLR baik yang menggunakan ligan sintetik maupun molekul ligan alami sebagai vaksin terapuetik pada pengobatan infeksi termasuk infeksi virus dan terapi ajuvan pada kanker sebagai komplementer terapi radiasi, terapi antibodi monoklonal maupun kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah protein HIV gag dikonjugasikan dengan agonis TLR7/8 dapat meningkatkan jumlah dan kualitas sel T pada non human primate. Agonis TLR7 R-818 dapat meningkatkan respon imun seluler maupun humoral spesifik terhadap antigen Hepatitis B (HBsAg). dan bersama dengan CpG oligonucleotides dapat digunakan sebagai adjuvan untuk formulasi vaksin Hepatitis B baik profilaktik maupun terapuetik. Agonis TLR 7 telah berhasil digunakan sebagai pengobatan pada infeksi LW-HPV dan virus Herpes Simpleks (HSV). Senyawa sintetik imidazoquinoline sebagai agonis TLR 8 dapat menunjukkan aktivitas stimuli respon imun (Xagorari dan Chlichlia, 2008). Hasil beberapa penelitian agonis TLR memiliki prospek menjanjikan dalam terapi infeksi maupun kanker, sehingga diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana penderita seperti infeksi HR-HPV maupun kanker serviks.

7 7 B. Rumusan masalah Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi harapan hidup, lamanya penderitaan serta tingginya biaya pengobatan maka aspek aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut perlu dipelajari/ diteliti. Secara global telah diketahui jenis tipe HR- HPV diberbagai belahan dunia antara lain di Asia Selatan ditemukan terutama tipe HPV 16 dan HPV 18 (Munoz dkk., 2003; Aziz, 2005; Arends dkk., 1998).. Namun saat ini belum banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis/ tipe HR-HPV yang menginfeksi dan menimbulkan kanker serviks di Indonesia, khususnya di RSKD. Rumah Sakit ini mengemban tugas dari pemerintah sebagai Pusat Kanker Nasional Sesuai tugas yang diembannya tersebut seyogyanya RSKD dapat menjadi pusat informasi kanker melalui kegiatan penelitian, termasuk informasi tentang dominasi tipe HR-HPV pada penderita kanker serviks. Informasi ini sangat bermanfaat untuk menjawab pertanyaan apakah keberadaan vaksin kanker serviks yang telah beredar di pasaran dan mulai banyak diminati masyarakat sesuai dengan tipe HR-HPV di Indonesia mengingat vaksin tersebut mengandung antigen tipe HR-HPV tertentu. Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa TLR7,9 merupakan sensor kunci dalam respon imun karena kemampuannya mengenali komponen virus antara lain asam nukleat dan membran glikoprotein (Xagorari dan Chlichlia, 2008). Beberapa penelitian tentang ekspresi TLR, khususnya TLR 9 telah dilakukan namun belum menunjukkan adanya konsistensi hasil. JW Lee dkk (2007) melaporkan peningkatan TLR 9 seiring dengan perjalanan penyakit menuju kanker serviks namun

8 8 Moreno Eutimio (2013) mendapatkan ekspresi TLR 9 pada NIS 3 lebih rendah dibandingkan ekspresimya pada NIS 2 dan NIS 1. Saat ini belum tersedia informasi ekspresi TLR7 dan TLR9 pada infeksi HRHPV dan hubungannya dengan kanker serviks di Indonesia sehingga perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Pengetahuan tentang peran TLR dalam respon imun melahirkan produk TLR agonist yang sebagian besar dalam taraf uji klinik (Averett dkk, 2007). Informasi tentang ekspresi TLR 7 dan TLR9 pada infeksi HR-HPV dapat merupakan data dasar penggunaan TLR agonist terkait Oleh karena itu penting diketahui bagaimana ekspresi TLR7 dan TLR9 pada infeksi HR-HPV dan hubungannya dengan kanker serviks di Indonesia melalui kegiatan penelitian. Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana pola tipe HR-HPV+ pada penelitian ini? 2. Bagaimana hubungan ekspresi mrna TLR7 pada lesi pra kanker serviks (NIS2/3) HR-HPV positif dengan pada kanker serviks? 3. Bagaimana hubungan ekspresi mrna TLR9 pada lesi pra kanker serviks (NIS 2/3) HR-HPV positif dengan pada kanker serviks? 4. Bagaimana hubungan ekspresi mrna TLR7 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan pada lesi serviks HR-HPV negatif?. 5. Bagaimana hubungan ekspresi mrna TLR9 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan pada lesi serviks HR-HPV negatif?

9 9 C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum : Menilai hubungan ekspresi masing-masing mrna TLR7 dan mrna TLR9 pada lesi pra kanker serviks dengan infeksi HR-HPV, dengan kanker serviks HR-HPV positif serta menilai hubungan ekspresi masing-masing mrna TLR7 dan mrna TLR9 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan lesi serviks HR-HPV negatif 2. Tujuan khusus : a. Mengetahui tipe HR-HPV untuk menambah data tipe HR-HPV di Indonesia. b. Mengkaji hubungan ekspresi mrna TLR7 pada lesi prakanker serviks (NIS 2/3) HR-HPV positif dengan pada kanker serviks. c. Mengkaji hubungan ekspresi mrna TLR9 pada lesi pra kanker serviks (NIS2/3) HR-HPV positif dengan pada kanker serviks. d. Mengkaji hubungan ekspresi mrna TLR7 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan lesi serviks HR-HPV negatif. e. Mengkaji hubungan ekspresi mrna TLR9 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan lesi serviks HR-HPV negatif. D. Manfaat penelitian Manfaat Teoritis / Akademis : 1. Memberikan kontribusi dalam menjelaskan peran TLR 7 dan TLR 9 pada modulasi sistem imun dan proses perkembangan kanker serviks terkait HRHPV.

10 10 2. Dapat mengidentifikasi jenis tipe HPV pada penderita kanker serviks. 3. Dapat mengidentifikasi ekspresi masing-masing mrna TLR 7 dan mrna TLR 9 pada lesi pra kanker serviks (NIS 2/3) HR-HPV positif dan kanker serviks. 4. Mengetahui hubungan ekspresi masing-masing mrna TLR 7 dan mrna TLR 9 pada lesi pra kanker serviks (NIS 2/3) HR-HPV positif dengan kanker serviks. 5. Mengetahui hubungan ekspresi masing-masing mrna TLR 7 dan mrna TLR 9 pada lesi serviks HR-HPV positif dengan lesi serviks HR-HPV negatif. Manfaat Praktis : 1. Data tentang ekspresi mrna TLR 7 dan mrna TLR 9 dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pemberian senyawa TLR agonist baik sebagai vaksin terapuetik maupun sebagai terapi komplementer pada terapi konvensional kanker serviks. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang tipe HR-HPV pada kanker serviks telah banyak dilakukan di negara-negara lain, namun belum banyak dilakukan di Indonesia. Azis (2005) melaporkan dari 74 kasus kanker serviks di RSCM dideteksi tipe DNA HPV yang dilakukan di Belanda dan diperoleh dominasi tipe HPV 16, 18, dan 52 yaitu masingmasing 43.7%, 39.4% dan 14.1%. Walaupun RSKD merupakan Pusat Kanker

11 11 Nasional dimana merupakan rujukan pasien kanker dari seluruh Indonesia, namun sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang tipe HR-HPV yang mendominasi kanker serviks. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan menambah data tentang dominasi tipe HR-HPV pada kanker serviks di Indonesia. Penelitian tentang ekspresi TLR pada infeksi HR-HPV dan karsinoma serviks belum banyak dilakukan. Pada patogenesis kanker serviks, TLR mempunyai dua peranan. Di awal infeksi TLR mempunyai peranan dalam mengenali virus dan kemudian menginduksi respon imun innate dan adaptive dan akhirnya bertujuan untuk mengeliminasi virus. Namun dalam perkembangan selanjutnya, TLR berperan dalam perjalanan inflamasi kronik menuju keganasan dan metastasis ke organ jauh (Sato dkk., 2009). Penelitian-penelitian yang mencoba menentukan jenis TLR yang berperan dalam perjalanan kanker serviks masih mengalami hasil yang berbeda-beda. Kim dkk (2008) melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi TLR selama progresi kanker serviks berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia dari sediaan parafin, namun tidak terdapat perbedaan jika menggunakan metode RT-PCR dari sediaan segar. Hasan dkk (2007) melaporkan adanya gangguan ekspresi dan fungsi TLR9 oleh HPV 16 pada kanker serviks. Penelitian Lee dkk (2007) menemukan bahwa ekspresi TLR9 meningkat seiring dengan perjalanan kanker serviks. Namun Morino Eutimio (2013) mendapatkan hasil yang berlawanan. Penelitian yang dilakukan Fahey (2009) secara invitro pada kultur cervical cell lines menemukan bahwa sel Langerhans mukosa serviks yang terpapar Virus Like Particles (VLP) HPV

12 12 16 dapat diaktivasi oleh 3M-002, suatu agonis TLR8 dan resiquimod, suatu agonis TLR7, namun tidak teraktivasi oleh imiquimod, suatu agonis TLR7. Sampai saat ini agonis TLR7 telah dipasarkan dalam bentuk topikal untuk terapi infeksi HPV (Averett dkk., 2007). Mengingat respon imun antara lain melalui ekspresi TLR, sangat bergantung dari pola genetik, geografis, kondisi lingkungan dan pola nutrisi di suatu daerah/negara, maka perlu diketahui ekspresi TLR pada pasien infeksi HR-HPV dan hubungannya dengan kanker serviks di Indonesia. Sebagian besar penelitian yang dilakukan peneliti lain menggunakan metode imuno histo kimia (IHK) untuk menganalisis ekspresi TLR dan menggunakan hapusan serviks (cervical swab) sebagai bahan penelitian, sedangkan pada penelitian ini pemeriksaan ekspresi TLR menggunakan metode Real-Time PCR dengan primer yang didesain sendiri melalui penelusuran GeneBank accession number jaringan biopsi serviks. dan sampel yang digunakan adalah Sepengetahuan penulis saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang ekspresi TLR7 dan TLR9 pada infeksi HR-HPV pra kanker serviks dan kanker serviks di Indonesia serta hubungan antar keduanya.