ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT"

Transkripsi

1 1 ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Oleh: PRISKA WULANDARI DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

2 2 ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS WAMPU KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Oleh : PRISKA WULANDARI TEKNIK PERTANIAN/ Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing (Ir.Edi Susanto M.Si) Ketua (Taufik Rizaldi, STP, MP) Anggota DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

3 3 ABSTRACT Rainfall is the most important input component in the hydrologic process. Some of rainfall characteristics, are intensity (I), duration (t), depth (d) and frequency. Intensity that is related to duration and frequency can be expressed by Intensity-Duration-Frequency (IDF) curve. Data used in this research comprised of rainfall, land use data and catchment characteristics data. The data of rainfall used were daily rainfall recorded in Tanjung Jati station, Kwala Bingai station, Sawit Langkat station and Kwala Madu station. In the research, daily rainfall depth was calculated by frequency analysis, which was started by determining the daily maximum mean rainfall with Thiessen Polygons method to got thiessen coefficient. The daily maximum mean rainfall was used in calculating the statistical parameter to choose the best distribution in Wampu Catchment. Intensity could be calculated by Mononobe method based on return period. The result found in Wampu catchment was the Log Pearson Type III distribution. Multiplication among run off coefficient, rainfall intensity and all the flow width were used to get flood discharge with the rational method. Keywords : Wampu catchment, rainfall, thiessen coefficient, the flood discharge, rational method ABSTRAK Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. Karakteristik hujan diantaranya intensitas, durasi, kedalaman dan frekuensi. Intensitas yang berhubungan dengan durasi dan frekuensi dapat diekspresikan dengan kurva Intensity -Duration- Frequency (IDF). Data yang diperlukan berupa data curah hujan, data tata guna lahan dan data karakteristik DAS. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian yang tercatat pada stasiun Tanjung Jati, stasiun Kwala Bingai, stasiun Sawit Langkat dan stasiun Kwala Madu. Dalam penelitian ini, curah hujan harian dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode Poligon Thiessen untuk memperoleh koefisien thiessen. Curah hujan maksimum rata-rata digunakan untuk menghitung parameter statistik untuk memilih distribusi yang paling tepat pada DAS Wampu. Intensitas dihitung dengan mempergunakan metode mononobe berdasarkan kala ulang tertentu. Hasil penelitian yang diperoleh pada DAS Wampu adalah distribusi Log Pearson Type III. Pengalian antara koefisien limpasan, intensitas curah hujan dan total luasan pengaliran digunakan untuk memperoleh debit puncak dengan metode rasional. Kata kunci : DAS Wampu, curah hujan, koefisien thiessen, debit puncak, metode rasional

4 4 RINGKASAN PENELITIAN PRISKA WULANDARI, Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Wampu Kabupaten Langkat di bawah bimbingan Edi Susanto, selaku ketua komisi pembimbing dan Taufik Rizaldi selaku anggota komisi pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pola distribusi yang tepat dan menduga debit puncak dengan metode rasional pada DAS Wampu Kabupaten Langkat. Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : Kondisi DAS Wampu Secara geografis DAS Wampu terletak pada 02 o o LU dan 97 o o BT, dengan sungai utama yang dilaluinya adalah sungai Wampu. Luas total daerah pengaliran sungai Wampu (A) sebesar 6105,5 km 2, lebar maksimum sungai Wampu 73 m, panjang sungai Wampu 127 km dan kelerengan/kemiringan (S) sungai Wampu sebesar 0,0356 m. Ada tujuh belas stasiun penakar curah hujan pada DAS Wampu yaitu Sawit Langkat, Marike, Tanjung Langkat, Bukit Lawang, Blangkahan, Gergas, Kwala Bingei, Selesei, Padang Brahrang, Tanjung Jati, Perdamean, Cempa, Cinta Raja, Babalan, Kwala Madu, Tongkoh dan Tiga Pancur. Curah hujan di daerah pengaliran dapat diwakili oleh stasiun Kwala Bingei, stasiun Tanjung Jati, stasiun Sawit Langkat dan stasiun Kwala Madu. Kondisi tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu terdiri dari hutan tropis, pertanian lahan kering, kebun/lahan kering campuran,

5 5 perkebunan, semak belukar, sawah, belukar rawa, tambak, pemukiman, tanah terbuka/tegalan, tubuh air, rawa, dan hutan tanaman. Kawasan yang mendominasi DAS Wampu adalah daerah kawasan hutan, pertanian, dan perkebunan. Analisis Curah Hujan Data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir ( ) dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan maksimum harian. Penentuan data curah hujan maksimum harian rata-rata menggunakan metode Poligon Thiessen. Luas total DAS dibagi dengan luas daerah pada masing-masing stasiun penakar untuk memperoleh koefisien thiessen pada masing-masing stasiun penakar hujan. Koefisien thiessen dikalikan dengan jumlah curah hujan maksimum pada tanggal, bulan dan tahun yang sama pada masing-masing stasiun penakar hujan. Dari hujan harian maksimum rata-rata dipilih yang tertinggi setiap tahunnya. Curah hujan maksimum tertinggi sebesar 112,64 mm dan curah hujan maksimum terendah sebesar 56,45 mm. Pola distribusi Berdasarkan curah hujan maksimum harian diperoleh parameter statistika dengan nilai rata-rata sebesar 76,9255, simpangan baku sebesar 15,7764, koefisien variasi sebesar 0,2051, koefisien skewness sebesar 0,9616 dan koefisien kurtosis sebesar 0,3111. Setelah diuji dengan uji Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov, jenis distribusi yang cocok pada DAS Wampu adalah distribusi Log Pearson Type III. Berdasarkan analisis frekuensi diperoleh hujan rancangan dari berbagai kala ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 (tahun) diperoleh

6 6 sebesar 51,0740 mm; 73,8754 mm; 88,0846 mm; 97,5439 mm; 101,2045 mm; 105,0026 mm; 108,9683 mm; 110,0019 mm; 112,1502 mm; 114,3142 mm; 125,9505 mm dan 134,5241 mm. Intensitas Hujan Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan rumus menghitung debit puncak (banjir) dengan metode rasional adalah nilai intensitas hujan dengan durasi tertentu harus sama dengan waktu konsentrasi. Hal ini terpenuhi dimana waktu konsentrasi diperoleh sebesar 9,98 jam dan tidak melebihi durasi hujan yang umum terjadi 1-6 jam dan paling maksimum 12 jam. Intensitas hujan yang diperoleh berdasarkan waktu konsentrasi untuk kala ulang sama sebesar 3,0496 mm/jam; 4,4110 mm/jam; 5,2595 mm/jam; 5,8243 mm/jam; 6,0428 mm/jam; 6,2697 mm/jam; 6,5064 mm/jam; 6,5681 mm/jam; 6,6964 mm/jam; 6,8256 mm/jam; 7,5205 mm/jam dan 8,0323 mm/jam. Debit Puncak Koefisien limpasan sangat mempengaruhi debit puncak yang terjadi. Pada DAS Wampu, koefisien limpasan diperoleh sebesar 0,1902, hal ini berarti bahwa DAS Wampu dalam kondisi baik. Perubahan tata guna lahan yang terjadi harus bersamaan dengan upaya pelestarian lingkungan. Debit Puncak yang diperoleh untuk masing-masing kala ulang sebesar 984,5100 m 3 /detik; 1424,0142 m 3 /detik; 1697,9376 m 3 /detik; 1880,2734 m 3 /detik; 1950,8123 m 3 /detik; 2024,0630 m 3 /detik; 2100,4774 m 3 /detik; 2120,3962 m 3 /detik; 2161,8156 m 3 /detik; 2203,5255 m 3 /detik; 2427,8619 m 3 /detik; dan 2593,0875 m 3 /detik.

7 7 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 11 Januari 1986 dari ayah Ibrahim dan ibu Dahliati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Binjai dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk USU melalui jalur PMP. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah dan Hidrologi Teknik. Penulis mengikuti kegiatan organisasi ATM dan IMATETA pada tahun Penulis melaksanakan Praktek Lapangan Kerja (PKL) di PT. Barokah Medan.

8 8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Wampu Kabupaten Langkat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si, sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Medan, April 2008 Penulis

9 9 DAFTAR ISI ABSTRAK... i RINGKASAN PENELITIAN... ii RIWAYAT PENULIS... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 5 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi... 6 Daerah Aliran Sungai (DAS)... 8 Analisis Frekuensi Distribusi Normal Distribusi Log Normal Distribusi Gumbel Distribusi Log Pearson Type III Uji Kecocokan Intensitas Curah Hujan Waktu Konsentrasi Koefisien Limpasan Metode Rasional METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Diagram Alir Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Hal

10 10 Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi DAS Wampu Analisis Curah Hujan Curah Hujan Maksimum Harian Penentuan Pola Distribusi Hujan Uji Kecocokan (Goodness Of Fit) Curah Hujan Rencana Intensitas Hujan Analisis Debit Banjir Waktu Konsentrasi Koefisien Limpasan (Run Off Coeffisient) Debit Puncak KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

11 11 DAFTAR TABEL 1 Parameter Statistik Analisis Frekuensi Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan Data Penggunaan Lahan pada DAS Wampu Nilai Koefisien Thiessen Masing-masing Stasiun Penakar Hujan Data Curah Hujan Maksimum Harian Rata-rata Tahunan Periode Parameter Statistik Analisis Frekuensi Hasil Uji Chi Square dan Smirnov-Kolmogorov Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk Berbagai Periode Ulang Intensitas Hujan Berdasarkan Waktu Konsentrasi Perhitungan Koefisien Limpasan Debit Puncak (banjir) di DAS Wampu DAFTAR GAMBAR 1 Siklus Hidrologi... 7 Hal Hal

12 12 2 Berbagai Macam Bentuk DAS Kurva Distribusi Frekuensi Normal Diagram Alir Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Distribusi Frekuensi Hujan DAS Wampu Kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency) DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram Alir Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Hal

13 13 3 Data Curah Hujan Maksimum Harian Rata-rata Nilai Faktor Frekuensi K Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi) Nilai Kritis D o untuk uji Smirnov-Kolmogorov Tabel Distribusi Normal Peta Poligon Thiessen untuk Masing-masing Stasiun Penakar Hujan DAS Wampu Peta Tata Guna Lahan DAS Wampu Peta Pola Aliran Sungai DAS Wampu PENDAHULUAN Latar Belakang

14 14 Meningkatnya perkembangan dan kemajuan kota yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk menyebabkan pengelolaan sumberdaya air menjadi kurang begitu diperhatikan. Perencanaan dan pengembangan wilayah pada umumnya belum memasukkan faktor konservasi sumberdaya air menjadi salah satu faktor yang penting, seperti kurangnya perhatian untuk memelihara kealamian sungai-sungai yang daerah sekitarnya telah menjadi daerah hunian yang tersebar merata maupun industri. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya daya dukung daerah aliran sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Rendahnya daya dukung DAS dapat disebabkan oleh faktor pola pembangunan sungai yang buruk, seperti kesalahan perencanaan pengembangan kawasan DAS, kesalahan drainase, dan kesalahan perilaku masyarakat. Rendahnya daya dukung DAS dapat diamati dengan semakin mengecilnya luas areal hutan, tidak terurusnya lahan pertanian, karena semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana serta semakin banyaknya tanah terbuka atau tanah kritis. Akibat hancurnya DAS, banjir akan terjadi dimusim penghujan kemudian akan disusul dengan kekeringan dimusim kemarau. Hal ini dikarenakan seluruh air pada musim penghujan dengan cepat mengalir ke hilir karena aliran permukaan tinggi, sehingga simpanan air di hulu menjadi sangat berkurang (Maryono, 2005). Sejumlah sungai dan pantai di Sumatera Utara dewasa ini dalam kondisi kritis dan mengancam kehidupan masyarakat. Di samping kualitas dan kuantitas air sungainya yang semakin menurun untuk penyediaan air baku pada musim kemarau, hal itu juga menimbulkan bahaya banjir pada musim hujan. Luas daerah pengaliran sungai yang telah kritis di kota Medan lebih kurang hektar,

15 15 tersebar di Satuan Wilayah Sungai (SWS) Wampu-Besitang, SWS Belawan- Belumai-Ular, SWS BahBolon, SWS Barumun Kualah, dan SWS Batang Gadis- Batang Toru. Sedangkan yang rawan terhadap banjir mencapai seluas hektar, terdiri dari perkotaan hektar, daerah industri hektar, dan daerah pertanian/pedesaan hektar, serta sarana transportasi yang rawan banjir terdapat sepanjang 386,40 km. Sungai- sungai yang dalam kondisi kritis antara lain sungai pada SWS Wampu-Besitang dan SWS Belawan-Belumai-Ular, yaitu Sungai Deli, Sungai Percut, dan Sungai Belawan (Anonimous, 2006). Banjir adalah aliran air permukaan dengan debit di atas normal. Banjir luapan air sungai dapat terjadi karena dua hal, presipitasi yang berlebihan (hujan deras) dan pencairan es atau salju secara besar-besaran. Gerakan permukaan air banjir mirip sebuah kurva parabola yang mempunyai titik ekstrim maksimum yaitu mulai meningkat pada suatu titik, mencapai maksimum, kemudian berangsur-angsur menurun (Dumairy, 1992). Penanggulangan banjir dari faktor hujan sangat sulit dan bahkan mustahil karena hujan adalah faktor yang digerakkan oleh iklim global/makro. Untuk mengurangi kerugian banjir akibat hujan salah satunya dengan membuat kajian mendalam hubungan tinggi hujan yang jatuh pada suatu DAS berdasarkan pencatatan tinggi hujan di berbagai stasiun pencatat pada DAS dan debit aliran atau tinggi muka air yang ditimbulkan dari hujan yang bersangkutan (Maryono, 2005). Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit air yang mengalir pada suatu sungai. Curah hujan yang diperlukan untuk analisis hidrologi adalah curah hujan rata-rata dari seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan

16 16 pada suatu titik tertentu (stasiun). Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Analisis hidrologi memerlukan data curah hujan yang akurat, namun data curah hujan ini sulit untuk diperoleh. Ketidaklengkapan data dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah alat yang dipasang dan tidak semua data tercatat secara lengkap. Dalam perencanaan bangunan pengendali banjir seperti saluran drainase, tanggul dan lain-lain, data masukan curah hujan sangat diperlukan. Menurut Dake (1985), banyak masalah pengembangan sumber-sumber air, misalnya waduk untuk pembangkit listrik tenaga air, memerlukan ilmu pengetahuan hanya jumlah hujan tahunan dan perbedaan musimnya. Untuk proyek yang demikian data hujan biasanya dibutuhkan sebagai jumlah hujan tahunan (kadang-kadang bulanan) selama bertahun-tahun. Dengan kata lain, masalah pengendalian banjir memerlukan ilmu pengetahuan yang lebih seksama mengenai perubahan-perubahan hujan. Dengan demikian pencatatan harian menjadi penting. Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim (hujan lebat, banjir, dan kekeringan) yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan. Analisis frekuensi ini untuk memperoleh probabilitas besaran kejadian hujan di

17 17 masa yang akan datang dengan anggapan masih sama dengan kejadian hujan masa lalu (Suripin, 2004). Menurut Sri Harto (1993), analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data hujan maupun data debit. Analisis ini sering dianggap cara analisis yang paling baik, karena dilakukan terhadap data yang terukur langsung yang tidak melewati pengalihragaman terlebih dahulu. Perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional untuk perancangan bangunan keairan memerlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang dapat diperoleh dari kurva IDF (Intensity Duration Frequency). Pendugaan debit puncak dengan menggunakan metode rasional merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu proses penentuan aliran permukaan yang rumit akan tetapi metode tersebut dianggap akurat untuk menduga aliran permukaan dalam rancang bangun yang relatif murah, sederhana dan memberikan hasil yang dapat diterima (reasonable). Selain itu metode rasional merupakan metode empiris yang lazim digunakan dibandingkan dengan rumus-rumus empiris lainnya dimana rumus ini menggunakan berbagai variabel yang berhubungan dengan debit banjir yaitu faktor daerah pengaliran, curah hujan, koefisien limpasan dan perubahan tata guna lahan yang terjadi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). DAS Wampu merupakan salah satu DAS dari beberapa DAS yang terdapat di Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa sungai yang sebagian wilayahnya memiliki daya dukung DAS rendah yang disebabkan oleh perubahan

18 18 tata guna lahan di sekitar aliran sungai Wampu, faktor pola pembangunan sungai yang buruk seperti, kesalahan perencanaan pengembangan kawasan DAS, kesalahan drainase, dan kesalahan prilaku masyarakat. Sehingga DAS ini menjadi daerah rawan banjir pada saat musim penghujan datang. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan langkah-langkah penanggulangan yang tepat, dan salah satunya adalah dengan adanya suatu bangunan pengendali banjir. Tujuan Penelitian 1. Untuk memperoleh pola distribusi curah hujan yang tepat pada DAS Wampu. 2. Untuk menduga debit puncak aliran sungai pada DAS Wampu dengan menggunakan metode rasional. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan. TINJAUAN LITERATUR Siklus Hidrologi

19 19 Siklus hidrologi merupakan proses pengaliran air dan perubahannya menjadi uap air mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus menerus tiada henti-hentinya. Menurut Asdak (1995), siklus hidrologi adalah perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut dan yang tidak pernah habis. Air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau/waduk, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain. Dalam siklus hidrologi, energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi. Menurut Soemarto (1987), evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan mengalami kondensasi dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presitipasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presitipasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan sebagian lagi mencapai permukaan tanah. Presitipasi yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan sebagian akan diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan (stem flow) atau jatuh dari daun (trough fall) dan akhirnya sampai ke permukaan tanah. Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air telah cukup jenuh maka air

20 20 hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya (Dumairy, 1992). Tidak semua air infitrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau danau, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporation) dan melalui permukaan tajuk tanaman (transpiration), dan begitu seterusnya. Proses mengenai siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini Gambar 1. Siklus Hidrologi Presipitasi yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan sebagian akan diuapkan dan sebagian lagi mengalir melalui dahan (stem flow) atau jatuh dari daun (trough fall) dan akhirnya sampai ke permukaan tanah, dan air hujan yang langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi

21 21 dan air infiltrasi. Air evaporasi bersama-sama transpirasi tanaman dan air intersepsi kembali ke udara sebagai air evapotranspirasi. Sedangkan air larian dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit (Asdak, 1995). Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air yang jatuh di atas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil, kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar. Dapat dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut ( Loebis, dkk, 1993). DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen dan terjadi keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan (input) dan komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau pengaruh yang berlaku pada salah satu bagian di dalamnya akan mempengaruhi wilayah secara keseluruhan (Hartono, dkk, 2005). Daerah aliran sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir melalui sungai yang bersangkutan. Menurut Sri Harto (1993), daerah aliran sungai merupakan daerah yang dimana semua airnya mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. DAS ada yang kecil dan ada juga yang sangat luas. DAS yang sangat luas bisa terdiri dari beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-

22 22 sub DAS, tergantung banyaknya anak sungai dari cabang sungai yang ada, yang merupakan bagian dari suatu sistem sungai utama. DAS mempunyai karakteristik yang berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik DAS tersebut dalam merespon curah hujan yang jatuh di tempat tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya aliran air sungai (Asdak, 1995). Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), bahwa berdasarkan perbedaan debit banjir yang terjadi, bentuk DAS dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Bulu burung Suatu daerah pengaliran yang mempunyai jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama. 2. Radial Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anakanak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran semacam ini mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai. Menurut Loebis, dkk. (1993), bentuk ini karena arah sungai seolah-olah memusatkan pada suatu titik sehingga menggambarkan bentuk radial. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang sifatnya merata di seluruh DAS akan menyebabkan terjadinya banjir.

23 23 3. Pararel Daerah pengaliran seperti ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Apabila terjadi banjir di sebelah hilir biasanya terjadi setelah di bawah titik pertemuan sungai ( Loebis, dkk., 1993). Burung Radial Paralel Gambar 2. Berbagai macam bentuk DAS. Ketika satu anak sungai bergabung dengan anak sungai lain di bawahnya, air dari kedua anak sungai tersebut bergabung, tapi debit puncak untuk kedua anak sungai tersebut tidak terjadi secara bersamaan. Pengaruh ketidaksamaan waktu terjadinya debit puncak pada masing-masing anak sungai tersebut telah menurunkan besarnya debit puncak total pada sungai utama (Asdak, 1995). Sungai mempunyai fungsi untuk mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah yang mengalirkan airnya ke sungai tersebut. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi. Luas daerah pengaliran berpengaruh terhadap besarnya debit yang terjadi. Semakin besar daerah pengaliran maka debit pengaliran akan semakin besar. Debit sungai dapat diperoleh dari permukaan air sungai. Permukaan air sungai yang sudah dihubungkan dengan curah hujan dapat membantu mengadakan penyelidikan

24 24 data untuk pengelakan banjir, peramalan banjir, pengendalian banjir dengan bendungan (Sosrodarsono Dan Takeda, 2003). Analisis Frekuensi Analisis frekuensi adalah suatu analisa data hidrologi dengan menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan masa ulang tertentu. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan data yang diperoleh dari data baik data hujan maupun data debit. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas besaran hujan (debit) di masa yang akan datang. Data hujan yang dimaksud adalah data hujan rata-rata DAS, data hujan dari masing-masing stasiun hujan (Sri Harto, 1993). Menurut Suripin (2004), tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim (hujan lebat, banjir, dan kekeringan) yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan. Perhitungan data curah hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Cara mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun yang dirata-ratakan tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan dari masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Cara yang seharusnya ditempuh untuk mendapat hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut: - Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan

25 25 - Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain - Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih - Tentukan hujan maksimum harian pada tahun yang sama untuk pos hujan lain - Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap tahun Dari hasil rata-rata yang diperoleh dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004). Dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh hujan (A). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (catchment area) yang kecil sampai yang besar (Soemarto, 1987). Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi adalah: 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Pearson Type III dan 4. Distribusi Gumbel Dalam analisis frekuensi data hidrologi baik data hujan maupun data debit sungai terbukti bahwa sangat jarang dijumpai seri data yang sesuai dengan distribusi normal. Sebaliknya, sebagian besar data hidrologi sesuai dengan tiga agihan yang lainnya (Sri Harto, 1993).

26 26 Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi: Tabel 1. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Sampel Sumber: Singh, n 1 Rata-rata X = X i n i=1 n 1 Simpangan baku s = ( X X ) Koefisien variasi Koefisien skewness Cs = Koefisien Kurtosis Ck = n 1 n i 1 i Cv = x s n i= 1 2 ( X X ) ( n 1)( n 2) s 3 n 2 n i= 1 i 3 ( X X) 1/ 2 ( n 1)( n 2)( n 3) s 4 Rata-rata merupakan nilai sentral yang dapat digunakan sebagai pengukuran dari suatu distribusi frekuensi. Mengenai nilai sentral dari nilai populasi (keseluruhan data), sangat tergantung dari besar kecilnya keragaman variasi nilai populasi tersebut. Perhitungan statistik rata-rata, dimaksudkan untuk mencari nilai pusat yang dianggap mewakili nilai-nilai keseluruhan dari suatu distribusi frekuensi. Standar deviasi adalah simpangan baku atau penyimpangan standar yang menggambarkan variasi nilai dalam suatu distribusi. Dalam statistik, simpangan baku sama dengan akar dari sigma deviasi mean kuadrat dibagi jumlah nilai variabel atau jumlah kejadian(n) (Syani, 1995). i 4

27 27 Koefisien keragaman adalah suatu ukuran keragaman relatif, untuk mengevaluasi hasil yang diperoleh dari beberapa data dalam meneliti ciri yang sama. Koefisien ini adalah ratio antara standar deviasi dan rata-rata (Steel dan Torrie, 1993). Koefisien kemencengan adalah ukuran-ukuran yang menggambarkan ketidaksimetrisan (salah satu ekornya lebih panjang dibanding yang lain) suatu distribusi. Koefisien keruncingan merupakan ukuran dari derajat keruncingan dari suatu distribusi. Suatu distribusi mungkin memiliki nilai-nilai yang terkonsentrasi di sekitar nilai mean sehingga distribusi tersebut memiliki suatu puncak yang besar atau mungkin relatif rata (Spiegel, dkk., 2004). Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut: 2 1 ( x µ ) P '( X ) = exp (1) σ 2π 2σ dimana: P (X) X = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) = Variabel acak kontinu µ = Rata-rata nilai X σ = Simpangan baku dari X.

28 28 Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ. Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ, dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = µ + 3σ dan X = µ - 3σ, nilai mean = median = modus.. Luas 68,27% Luas 96, 45 % Luas 99,73 % 3σ 2σ σ x σ 2σ 3σ Gambar 3. Kurva distribusi frekuensi normal Apabila suatu populasi data hidrologi mempunyai distribusi berbentuk distribusi normal, maka: 1) Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - σ ) dan ( µ +σ ). 2) Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 2σ ) dan ( µ + 2σ ). 3) Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 3σ ) dan ( µ + 3σ ). Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah:

29 29 X T = X + K T.s... (2) di mana: X T = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan X = Nilai rata-rata hitung sampel s = Deviasi standard nilai sampel K T = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang (Suripin, 2004). Sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan: P ( ) =15,87% x σ P ( x ) = 50% P ( ) = 84,14% x + σ (Jayadi, 2000). Distribusi Log Normal Jika variabel acak Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model matematik dengan persamaan : dimana: Y T Y T = Y + K T S... (3) = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan

30 30 Y S K T = Nilai rata-rata hitung sampel = Standard deviasi nilai sampel = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang (Singh, 1992). Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah nilai asimetris (koefisien skewness, Cs) sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv) dan selalu bertanda positif. Distribusi Gumbel Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode Gumbel adalah sebagai berikut: X = X + s. K... (4) Dengan : X = nilai rata-rata atau mean, s = standard deviasi (simpangan baku) sampel. Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus berikut ini: dimana : K Y Y Tr n =...(5) S n Y n S n = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/ data n

31 31 T r Y Tr = Fungsi waktu balik (tahun) = reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut: Y Tr = -In Tr 1 In... (6) Tr Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan 1,396 dan dengan kurtosis (Ck) = 5,4002 (Wilson, 1972). Distribusi Log Pearson Type III Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal (Suripin, 2004). Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : 1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X 2. Hitung harga rata-rata: Log X = 1 n n i= 1 log X i...(7) 3. Hitung harga simpangan baku: n 1 s = ( log X log X ) n 1 i 1 i 4. Hitung koefisien kemencengan: 2 1/ 2...(8) Cs = n n i= 1 ( log X log X ) ( n 1)( n 2) s 3 i 3... (9)

32 32 5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T: Log X T = log X + K.s...(10) (Linsley, et al, 1975). Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah: 1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi diatas 2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung. Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot kemudian ditarik sedemikian rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan Weibull : Tr = n (11) m dimana : m = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil. n = Banyaknya data atau jumlah kejadian (Soedibyo, 2003). Masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate

33 33 (Sri Harto, 2000). Uji kecocokan Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov (Suripin, 2004). Pengujian goodness of fit antara distribusi teoritis dalam distribusi sampel pada dasarnya adalah sama dengan memutuskan apakah terdapat perbedaan signifikan antara nilai teoritis dan nilai-nilai sampel (Spiegel, dkk., 2004). 1. Uji Chi-Square Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang 2 dianalisis. Parameter X h merupakan variabel acak. Parameter X 2 yang digunakan dapat dihitung dengan rumus: X h 2 = n i= 1 ( Oi Ei) Ei 2... (12) 2 Dimana : X h G Oi Ei = parameter Chi-Square terhitung = jumlah sub kelompok = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

34 34 (Suripin, 2004). Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap variant X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H 0 ). Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak (Hartono, 2004). 2. Uji Smirnov-Kolmogorov Uji smirnov-kolmogorov digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H 0 : data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan (Danapriatna dan Setiawan, 2005). Menurut Wikipedia (2006), dalam statistika, uji Smirnov-Kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan:

35 35 D n = max { F 0 (x)-sn(x)}... (13) Dimana F 0 (x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi teoritik berdasarkan H 0. Untuk setiap harga x, F 0 (x) merupakan proporsi harapan yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar. Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut uji kecocokan non parametrik, kerena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu Menurut Chakravart, et al (1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari variabel kontinyu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji Smirnov- Kolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan. Intensitas Curah Hujan Menurut Asdak (1995), menyatakan bahwa intensitas hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan di suatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Intensitas hujan atau ketebalan hujan per satuan waktu lazimnya dalam satuan milimeter per jam. Data intensitas hujan biasanya dimanfaatkan untuk perhitungan-perhitungan prakiraan besarnya erosi, debit puncak (banjir), perencanaan drainase, dan bangunan air lainnya.

36 36 Menurut Loebis, dkk. (1993), perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal ini dapat mewakili total curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan yang relatif seragam. Untuk menentukan nilai intensitas hujan biasanya menggunakan data curah hujan untuk daerah penelitian yang terdiri atas lama waktu hujan dan interval waktu hujan (Asdak, 1995). Untuk melakukan analisis frekuensi kejadian hujan atau banjir besar pada intensitas dan lama waktu yang berbeda digunakan data curah hujan yang diperoleh dari suatu stasiun penakar hujan. Pengalaman yang diperoleh dari daerah tropis menunjukkan bahwa curah hujan yang sangat intensif umumnya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Sedangkan presipitasi yang berlangsung cukup lama pada umumnya tidak terlalu deras (Asdak, 1995). Loebis (1992), menyatakan bahwa Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu frekuensi kejadiannya. Penyajian secara grafik hubungan ini adalah berupa kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF). Analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada,

37 37 dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura (Sri Harto, 1993). Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus: 2 / 3 R24 24 I =...(14) 24 t dimana: R = Curah hujan rancangan setempat (mm) t I = Lamanya curah hujan (jam) = Intensitas curah hujan (mm/jam) (Loebis, 1992). Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya (Suripin, 2004). Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi frekuensi (IDF curve = Intensity- Duration Frequency Curve). Lengkung IDF ini digunakan dalam metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Waktu Konsentrasi Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke

38 38 tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut : t c = 2 0,87xL 1000 xs 0, (15) dimana: t c = Waktu konsentrasi dalam jam, L = Panjang sungai dalam Km, S = Kemiringan sungai dalam m/m. Durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu digunakan metode rasional yang dimodifikasi (Soewarno, 2000). Koefisien Limpasan Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah permukaan. Untuk pengendalian banjir digunakan aliran permukaan dan limpasan. Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas melalui permukaan

39 39 tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Koefisien limpasan merupakan variabel yang sangat menentukan hasil perhitungan debit banjir (Suripin, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah: laju infiltrasi, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan, distribusi curah hujan, luas dan bentuk DAS, topografi, dan tata guna lahan. Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang impermabel dan jenuh di dalam suatu DAS atau langsung jatuh di atas permukaan air. Apabila curah hujan yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan depresi, maka barulah bisa terjadi aliran permukaan (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu (Kodoatie dan Syarief, 2005). Di Indonesia penelitian untuk menentukan nilai C masih memberikan peluang yang cukup besar sesuai jenis penggunaan lahan dan curah hujan. Tabel 2

40 40 merupakan contoh nilai koefisien limpasan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Pemilihan nilai C dari suatu tabel sangat subjektif. Kurang tepat memilih nilai C maka tidak benar pula debit puncak banjir yang dihitung dengan metode rasional. Setiap daerah memiliki nilai koefisien limpasan yang berbeda (Soewarno, 2000). Nilai koefisien limpasan disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai Koefisien Aliran untuk Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan atau Bentuk Struktur Nilai C (%) Hutan Tropis < 3 Hutan Produksi 5 Semak Belukar 7 Sawah-sawah 15 Daerah Pertanian, Perkebunan 40 Jalan aspal 95 Daerah Permukiman Bangunan Padat Bangunan Terpencar Atap rumah Jalan tanah Lapis keras kerikil batu pecah Lapis keras beton Taman,halaman 5-25 Tanah lapang, tegalan Kebun, lading 0-20 Sumber : Majalah Geografi Indonesia No ( Soewarno, 2000). Untuk memperkirakan nilai C dari sebuah DAS, metode yang digunakan adalah metode Cook. Metode Cook mengunakan parameter kondisi DAS yaitu penutup vegetasi dan timbunan air permukaan yaitu simpanan air yang ada di sekitar DAS. Kondisi timbunan air permukaan DAS dengan simpanan permukaan yang terdiri dari danau, empang, atau rawa maka nilai C adalah 0-10% (Linsley dan Chow, 1967).

41 41 Menurut Suripin (2004), menyatakan bahwa jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : C DAS = n i= 1 n C A i= 1 i A i i... (16) dimana : A i = luas lahan dengan jenis penutup tanah i C i = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i n = jumlah jenis penutup lahan. Metode Rasional Debit aliran sungai adalah laju aliran air yang dalam bentuk volume air yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Debit puncak diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Asdak, 1995). Menurut Gunawan (1991), bahwa pendugaan debit puncak dengan menggunakan metode rasional merupakan penyederhanaan besaran-besaran terhadap suatu proses penentuan aliran permukaan yang rumit akan tetapi metode tersebut dianggap akurat untuk menduga aliran permukaan dalam rancang bangun

42 42 yang relatif murah, sederhana dan memberikan hasil yang dapat diterima (reasonable). Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi t c. Waktu konsentrasi t c tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat t c dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan nilai 0 C 1 (Chow, 1988). Rumus ini adalah rumus yang tertua dan yang terkenal di antara rumusrumus empiris lainnya. Bentuk umum rumus rasional ini adalah sebagai berikut : Q = 0,278.C.I.A... (17) dimana: Q C I = Debit banjir maksimum (m 3 /dtk) = Koefisien pengaliran/limpasan = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam) A = Daerah pengaliran (km 2 ) Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni, jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km 2, maka debit banjir sebesar 0,278 m 3 /dtk dan melimpas selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

43 43 Metode rasional dapat dipandang sebagai salah satu cara praktis dan mudah. Selain itu, penerapannya di Indonesia masih memberikan peluang untuk dikembangkan. Metode ini cocok dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis (Soewarno, 2000). Menurut Wanielista (1990), beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah : 1. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi. 2. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi. 3. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan 4. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

44 44 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2008 di DAS Wampu, Kabupaten Langkat. Bahan dan Alat Bahan Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir ( ) yang diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan dan PT. Perkebunan Nusantara IV, Sawit Langkat. 2. Data kondisi DAS Wampu yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 3. Peta tata guna lahan yang diperoleh dari Badan Penelitian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sumatera Utara. 4. Peta DAS Wampu yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofísika Sampali dan Yayasan Leuser Internasional. Alat Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator, komputer. 2. Grafik Skala logaritma. 3. Planimeter. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan peta.

45 45 Pelaksanaan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1. Menentukan curah hujan harian maksimum untuk tiap-tiap tahun data dengan metode Poligon Thiessen. 2. Menentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke besar yaitu Mean X, Standard Deviation S, Coefisient of Variation Cv, Coefisient of Skweness Cs, Coefisient of Kurtosis Ck. 3. Menentukan jenis distribusi yang sesuai berdasarkan parameter statistik yang ada. 4. Lakukan pengujian Chi-square dan Smirnov-Kolmogorov untuk mengetahui apakah distribusi yang dipilih sudah tepat. 5. Dari jenis distribusi yang terpilih dapat dihitung besaran hujan rancangan untuk kala ulang tertentu. 6. Menentukan intensitas curah hujan harian dengan metode Mononobe dalam kala ulang tertentu. 7. Penggambaran lengkung identitas curah hujan harian dengan kala ulang tertentu pada kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency). 8. Menentukan waktu konsentrasi. 9. Menentukan intensitas curah hujan dengan kala ulang tertentu berdasarkan waktu konsentrasi. 10. Menentukan koefisien limpasan berdasarkan nilai koefisien limpasan tiaptiap fungsi lahan. 11. Menghitung debit puncak dengan menggunakan rumus: Qp = 0,278 C.I.A

46 46 Diagram Alir Penelitian Mulai Data Historis - Data Curah Hujan - Karakteristik DAS - Fungsi Lahan Priska - Data Wulandari Tata : Analisis Identifikasi Curah / Tata Guna Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Data Curah Hujan Metode Rasional Pada Das Guna Lahan Lahan Maksimum Harian Tidak Seragam Ya Perhitungan Parameter Statistik - Nilai rata-rata Curah Hujan (X) - Standar deviasi (Sd) - Koefisien Keragaman (Cv) - Koefisien Kepencengan (Cs) - Koefisien Kurtosis (Ck) Klasifikasi Tata Guna Lahan Berdasarkan Penentuan Fungsi Lahan Penentuan Pola Distribusi

47 47 Gambar 4. Diagram Alir Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Proses Hasil - Pola Pembangunan Sungai Yang Buruk - Peningkatan Jumlah Penduduk - Meningkatnya Kebutuhan Sumber Daya Air Banjir Latar Belakang Wampu - Rendahnya Kabupaten Daya Dukung Langkat, DAS USU - Tingginya Repository Curah Hujan Kesalahan Perencanaan dan Pengembangan Kawasan DAS 1. Untuk Mengetahui Pola Distribusi Frekuensi yang Tepat pada DAS Wampu Tujuan

48 48 Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengolahan Data 1. Dilakukan penentuan parameter statistik dari data curah hujan maksimum. Prosedur : - Dihitung nilai mean X X = 1 n n i=1 X i - Dihitung standard deviasi S n 1 s = ( X X ) n 1 = i 1 i 2 1/ 2 - Dihitung koefisien varians

49 49 Cv = x s - Dihitung Coefisient of Skweness Cs, Cs = n n i= 1 ( X X ) ( n 1)( n 2) s 3 i 3 - Dihitung Coefisient of Kurtosis Ck. Ck = n 2 n i= 1 ( X X) ( n 1)( n 2)( n 3) s 4 i 4 2. Penentuan pola distribusi yang tepat diantara distribusi Gumbel, distribusi Log Normal, distribusi Log Pearson Type III dan distribusi Normal. Rumus umum yang digunakan: X T = X + K T.S Nilai K dapat dilihat pada Tabel K (Lampiran 3). 3. Dilakukan pengujian distribusi dengan uji Chi-Square dan Smirnov- Kolmogorov, dimana : Hipotesis: Ho : Distribusi frekuensi hasil observasi sesuai (fit) dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan). Hi : Distribusi frekuensi hasil observasi tidak sesuai dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan). Kriteria Pengujian : Ho diterima apabila : χ 2 hitung χ 2 (a;db) Ho ditolak apabila : χ 2 hitung > χ 2 (a;db)

50 50 db = G-1 a. Uji Chi-Square Adapun prosedur uji Chi-Square adalah : Diurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya). Dikelompokkan data menjadi beberapa G sub-group (interval kelas). Ditentukan frekuensi pengamatan sebesar Oi dan frekuensi yang diharapkan sebesar Ei untuk tiap-tiap sub-grup. Dihitung besarnya frekuensi untuk masing masing sub grup minimal 5 dengan menggunakan Tabel kurva normal (Lampiran 7). Pada tiap sub-group dihitung nilai (O i E i ) 2 dan (O E 2 i i ) E i. Dijumlahkan seluruh G sub-grup nilai menentukan nilai Chi-Square hitung. (O E 2 i i ) E i untuk Ditentukan derajat kebebasan dk = G-1. Nilai kritis untuk distribusi Chi-Square dapat dilihat pada Lampiran 5. b. Uji Smirnov-Kolmogorov : Prosedur pelaksanaannya adalah : Diurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X 1 = P(X 1 ). Diurutkan masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusi) X 1 = P (X 1 ).

51 51 Dari kedua nilai peluang tersebut, ditentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis. D = maksimum (P(X n ) P (X n ). Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) ditentukan harga D 0 (lihat Lampiran 6). Bila nilai D dan jumlah data yang tersedia pada tabel nilai kritis D 0 sesuai, maka distribusi yang dipilih telah tepat. 4. Penentuan intensitas curah hujan harian dalam kala ulang tertentu dengan metode mononobe: I = R 24 t / Penentuan koefisien limpasan berdasarkan nilai koefisien limpasan tiaptiap fungsi lahan. C DAS = n i= 1 n C A i= 1 i A i i 6. Penentuan debit puncak (Q p ): Q p = 0,278.C.I.A. HASIL DAN PEMBAHASAN

52 52 Kondisi DAS Wampu Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu merupakan salah satu kawasan di Sumatera Utara yang kondisinya kritis atau rawan banjir. Secara geografis DAS Wampu terletak antara 02 o o LU dan 97 o o BT, dengan sungai utama yang melaluinya adalah Sungai Wampu. Sungai Wampu ini mengalir dari daerah hulu yang terletak di sebagian kecil kabupaten Karo dan kabupaten Deli Serdang, hingga bermuara pada daerah hilir di sebagian besar kabupaten Langkat dan kemudian terus mengalir sampai ke Selat Malaka (Pantai Timur Sumatera Utara). Daerah pengaliran (catchment area) sungai Wampu berbentuk radial yang dibagi beberapa wilayah Sub DAS meliputi Sub DAS Wampu hulu dengan luas 2103,74 km 2, Sub DAS Batang Serangan dengan luas 1387,27 km 2, Sub DAS Sei Bingei dengan luas 815,11 km 2, Sub DAS Lau Biang dengan luas 941,47 km 2, dan Sub DAS Wampu Hilir dengan luas 857,92 km 2. Masing-masing Sub DAS ini dilalui oleh beberapa kabupaten dan kotamadya yaitu di sebagian besar kabupaten Langkat, sebagian kecil kabupaten Karo dan kabupaten Deli Serdang, dan kotamadya Binjai. Tidak seluruh luasan dari masing-masing kabupaten tersebut masuk dalam pengaliran DAS Wampu, akan tetapi hanya beberapa bagian atau hanya sebagian kecil saja. Ada tujuh belas stasiun penakar curah hujan pada DAS Wampu yaitu Sawit Langkat, Marike, Tanjung Langkat, Bukit Lawang, Blangkahan, Gergas, Kwala Bingei, Selesei, Padang Brahrang, Tanjung Jati, Perdamean, Cempa, Cinta Raja, Babalan, Kwala Madu, Tongkoh dan Tiga Pancur. Dari ketujuh belas stasiun penakar hujan yang ada hanya beberapa stasiun yang berfungsi dengan

53 53 baik. Dari beberapa stasiun penakar hujan ini, sebagian besar stasiun penakar tidak aktif lagi, baru aktif, atau data curah hujan harian tidak lengkap (tersedia bulanan dan tahunan). Dalam hal ini penulis menggunakan data curah hujan harian dari empat stasiun penakar hujan yaitu Tanjung Jati, Kwala Bingei, Sawit Langkat, dan Kwala Madu. Data kondisi DAS Wampu yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara adalah sebagai berikut. Luas total daerah pengaliran Sungai Wampu (A) = 6105,51 km 2 Lebar Maksimum sungai = 73 m Panjang sungai Wampu (L) = 127 km Kelerengan/kemiringan (S) = 0,03560 m. Kondisi tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu terdiri dari hutan tropis, pertanian lahan kering, kebun/lahan kering campuran, perkebunan, semak belukar, sawah, belukar rawa, tambak, pemukiman, tanah terbuka/tegalan, tubuh air, rawa, dan hutan tanaman. Sebagian besar kawasan DAS Wampu berupa kawasan hutan, pertanian, dan perkebunan. Berdasarkan peta tata guna lahan yang ada, DAS Wampu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa penggunaan lahan yang luas masing-masing lahan adalah sebagai berikut: Tabel 3. Data Penggunaan Lahan pada DAS Wampu Tata Guna Lahan Luas (km 2 ) Hutan Tropis 1905,01 Pertanian Lahan Kering 1259,33 Kebun/ Lahan kering Campuran 1227,34

54 54 Perkebunan Semak Belukar Sawah Belukar Rawa 948,67 237,47 118,93 105,44 Tambak 104,77 Pemukiman 76,92 Tanah Terbuka/Tegalan 42,60 Tubuh Air Rawa 35,09 22,19 Hutan Tanaman 16,66 Lainnya 5,09 Luas Total 6105,51 Sumber : Diolah dari Peta Tata Guna Lahan (BPDAS Sumatera Utara) Dari data di atas dapat diketahui bahwa kondisi tata guna lahan pada DAS Wampu didominasi daerah hutan, pertanian, dan perkebunan. Analisis Curah Hujan Curah Hujan Maksimum Harian Untuk mengetahui besarnya curah hujan rencana yang terjadi di daerah pengaliran Sungai Wampu, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir pada stasiun penakar hujan yang terdekat. Data curah hujan harian yang digunakan diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan dari stasiun penakar hujan Tanjung Jati, Kwala Bingei, dan Kwala Madu, dan PT. Perkebunan Nusantara IV Sawit Langkat, dari stasiun penakar hujan Sawit Langkat. Data yang digunakan merupakan data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir ( ). Data curah hujan harian yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan maksimum harian. Penentuan data curah hujan maksimum harian rata-rata ini mengunakan metode Poligon Thiessen. Metode ini digunakan karena stasiun penakar hujan yang ada terbatas. Luas total DAS dibagi

55 55 dengan luas daerah pada masing-masing stasiun penakar untuk memperoleh koefisien thiessen pada masing-masing stasiun penakar hujan. Kemudian koefisien thiessen dikalikan dengan jumlah curah hujan maksimum pada tanggal, bulan dan tahun yang sama pada masing-masing stasiun penakar hujan. Dari hujan harian maksimum rata-rata yang diperoleh dipilih yang tertinggi setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) mengatakan bahwa penentuan data curah hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan, ditentukan besarnya curah hujan pada tanggal, bulan dan tahun yang sama untuk masing-masing pos hujan dan hasil rata-rata yang diperoleh dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan harian maksimum DAS untuk tahun yang bersangkutan. Tabel 4. Nilai Koefisien Thiessen Masing-masing Stasiun Penakar Hujan Stasiun Luas (km) Koefisien Thiessen Tanjung Jati 1211,78 0,20 Kwala Bingai 1426,17 0,23 Sawit Langkat 3374,34 0,55 Kwala Madu 93,21 0,02 Luas Total 6105,51 1 Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS dengan metode Poligon Thiessen dapat dilakukan untuk luas daerah yang besar, stasiun penakar hujan yang ada lebih dari satu, dan setiap stasiun penakar dapat mewakili curah hujan maksimum setiap tahun. Setelah dilakukan analisis, diperoleh data curah hujan harian maksimum selama 22 tahun terakhir. Nilai curah hujan maksimum harian rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Data Curah Hujan Maksimum Harian Rata-rata Tahunan Periode Kejadian Hujan Maksimum Harian

56 56 Tahun Bulan Tanggal Rata-Rata , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,64 Berdasarkan pada Tabel 5 di atas diperoleh bahwa curah hujan harian maksimum rata-rata tertinggi sebesar 112,64 mm dan curah hujan harian maksimum rata-rata terendah sebesar 56,45 mm. Penentuan Pola Distribusi Hujan Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisis data curah hujan maksimum harian rata-rata yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Sesuai dengan pernyataan Suripun (2004), tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwaperistiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan

57 57 distribusi kemungkinan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai untuk masingmasing parameter statistik adalah sebagai berikut. Tabel 6. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Nilai Rata-rata X = 76,9255 Simpangan baku s = 15,7764 Koefisien variasi Cv = 0,2051 Koefisien skewness Cs = 0,9616 Koefisien kurtosis Ck = 0,3111 Berdasarkan hitungan parameter statistik yang diperoleh pada Tabel 6 tersebut ditetapkan bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di wilayah studi adalah distribusi Log Pearson Type III untuk menghitung curah hujan rancangan dengan berbagai kala ulang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai parameter statistik yang diperoleh tidak mengikuti pola distribusi untuk ketiga metode lain berdasarkan sifat-sifat khas distribusi (dapat dilihat pada lampiran 6) dan dapat dilihat pada penggambaran garis teoritiknya berupa garis lengkung (dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah: 1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi yaitu distribusi Gumbel, Normal maupun Log Normal. 2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung. Penggambaran garis teoritiknya dapat dilakukan dengan melakukan pengeplotan data secara empiris dengan metode Weibull. Pengeplotan ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas dan penggambaran

58 58 garis teoritik data hidrologi. Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum digambarkan di kertas probabilitas. Distribusi Frekuensi Hujan DAS Wampu 1000 Curah Hujan Maksimum Harian % 91% 87% 83% 78% 74% 70% 65% 61% 57% 52% 48% 43% 39% 35% 30% 26% 22% 17% 13% 9% 4% % Probabilitas Gambar 6. Distribusi Frekuensi Hujan DAS Wampu Uji Kecocokan (Goodness Of Fit) Dari distribusi yang telah diketahui, maka dilakukan uji statistik untuk mengetahui kesesuaian distribusi yang dipilih dengan hasil empiris. Pada penelitian ini uji statistik dilakukan dengan metode Chi-Square dan Smirnov Kolmogorov. Menurut Sri Harto (2000), setiap distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan metode Chi- Square dan Smirnov Kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate.

59 59 Tabel 7. Hasil Uji Chi Square dan Smirnov-Kolmogorov Uji Kecocokan Nilai Tabel Nilai Hitung Chi-Square 3,841 3,4 Smirnov-Kolmogorov 0,282 0,0772 Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa dengan uji Chi-Square diperoleh nilai χ 2 hitung < χ 2 tabel sedangkan Smirnov Kolmogorov diperoleh nilai D hitung < D tabel sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H o terima. Hal ini sesuai dengan pernyataan Spiegel, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa pengujian goodness of fit antara distribusi teoritis dalam distribusi sampel pada dasarnya adalah sama dengan memutuskan apakah terdapat perbedaan signifikan antara populasi dan nilai-nilai sampel. Hal ini berarti bahwa distribusi observasi (pengamatan) dan distribusi teoritis (yang diharapkan) tidak berbeda secara nyata atau dapat dinyatakan pola distribusi yang digunakan sudah tepat yaitu distribusi Log Pearson Type III. Curah Hujan Rencana Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah pengaliran Sungai Wampu adalah distribusi Log Pearson Type III. Untuk itu, data curah hujan harian maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga parameter statistik berubah sesuai dengan Tabel 8 di berikut ini:

60 60 Tabel 8. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III Parameter Nilai Rata-rata X = 1,8779 Simpangan baku s = 0,0844 Koefisien variasi Cv = 0,0449 Koefisien skewness Cs = 0,5857 Koefisien kurtosis Ck = -0,2264 Setelah itu, dilakukan penghitungan curah hujan rancangan pada periode ulang tertentu dengan persamaan Log X T = Log X + K. S sehingga : Log X T = 1, , K dimana nilai K dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan persamaan diatas dapat dihitung hujan rancangan untuk berbagai periode ulang. Hujan rancangan ini dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang Kala Nilai Nilai S Nilai Faktor K Faktor K K Log X T Hujan rancangan (X T ) Ulang Log X Cs 0,6 0,5 1 1,8779 0,0844 0,5857-1,8800-1,9550-2,0110 1, , ,8779 0,0844 0,5857-0,0990-0,0830-0,1110 1, , ,8779 0,0844 0,5857 0,8000 0,8080 0,7940 1, , ,8779 0,0844 0,5857 1,3280 1,3230 1,3193 1, , ,8779 0,0844 0,5857 1,5315 1,5185 1,5088 2, , ,8779 0,0844 0,5857 1,7349 1,7139 1,6982 2, , ,8779 0,0844 0,5857 1,9390 1,9100 1,8883 2, , ,8779 0,0844 0,5857 2,0230 1,9742 1,9377 2, , ,8779 0,0844 0,5857 2,1910 2,1026 2,0365 2, , ,8779 0,0844 0,5857 2,3590 2,2310 2,1353 2, , ,8779 0,0844 0,5857 2,7550 2,6860 2,6344 2, , ,8779 0,0844 0,5857 3,1320 3,0410 2,9730 2, ,5241

61 61 Intensitas Hujan Untuk mendapatkan intensitas hujan dalam periode 1 jam dari data curah hujan harian maksimum digunakan rumus mononobe. Hal ini disebabkan karena data curah hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data curah hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus mononobe pada persamaan (14) sesuai dengan pernyataan Loebis (1992) bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe. Hasil analisis dilihat pada Tabel 10 berikut:

62 62 Tabel 10. Intensitas Hujan Jam-jam (mm/jam) untuk Berbagai Periode Ulang Kala Ulang T (tahun) (menit) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,134 19, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,3624 7,7564 9, , , , , , , , ,4266 6,4028 7,6343 8,4541 8,7714 9,1006 9,4443 9,5339 9,7201 9, ,3781 4,8862 5,8261 6,4517 6,6938 6,9451 7,2073 7,2757 7,4178 7,5609

63 63 Hasil analisis berupa intensitas hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu dihubungkan ke dalam sebuah kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Kurva IDF menggambarkan hubungan antara dua parameter penting hujan yaitu durasi dan intensitas hujan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sosrodarsono dan Takeda (2003), yang mengatakan bahwa Lengkung Intensity Duration Frequency (IDF) ini digunakan dalam menghitung debit puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi yang dipilih. Dari Tabel 10 dapat dibuat kurva Intensity Duration Frequency (IDF) seperti Gambar 7 di bawah ini: Kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency) Intensitas Hujan (mm/jam) Tahun 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 40 Tahun 50 Tahun 100 Tahun 200 Tahun Lama Hujan (mm) Gambar 7. Kurva IDF (Intencity Duraton Frequency)

64 64 Dari kurva Intensity Duration Frequency (IDF) terlihat bahwa intensitas hujan yang tinggi berlangsung dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan bahwa hujan deras pada umumnya berlangsung dalam waktu singkat namun hujan tidak deras (rintik-rintik) berlangsung dalam waktu lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) bahwa sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya (Suripin, 2004). Interpretasi kurva Intensity Duration Frequency (IDF) diperlukan untuk menentukan debit banjir rencana mempergunakan metode rasional. Analisis Debit Banjir Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi digunakan untuk menentukan lamanya air hujan mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat keluaran DAS. Waktu konsentrasi (t c ) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich (1940) pada persamaan (15). Berdasarkan data panjang dan kemiringan sungai sebelumnya, diperoleh nilai waktu konsentrasi sebesar 9,98 jam. Hal ini berarti bahwa waktu yang diperlukan oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu) sampai ke tempat keluaran DAS (hilir) sebesar 9,98 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soewarno (2000), yang menyatakan bahwa durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Hal ini menunjukkan bahwa durasi hujan dengan intensitas

65 65 tertentu sama dengan waktu konsentrasi dapat terpenuhi sehingga metode rasional layak digunakan untuk wilayah studi. di bawah ini: Intensitas hujan berdasarkan waktu konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11. Intensitas Hujan Berdasarkan Waktu Konsentrasi Intensitas Hujan(mm/jam) Kala Ulang Tc (jam) 8 jam 12 jam I (mm/jam) 1 9,98 4,4266 3,3781 3, ,98 6,4028 4,8862 4, ,98 7,6343 5,8261 5, ,98 8,4541 6,4517 5, ,98 8,7714 6,6938 6, ,98 9,1006 6,9451 6, ,98 9,4443 7,2073 6, ,98 9,5339 7,2757 6, ,98 9,7201 7,4178 6, ,98 9,9076 7,5609 6, ,98 10,9161 8,3306 7, ,98 11,6597 8,8977 8,0323 Koefisien Limpasan Dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan data koefisien limpasan (run off coeffisient). Koefisien limpasan yang digunakan diperoleh dari Badan Penelitian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sumatera Utara. Penulis menghitung nilai koefisien limpasan berdasarkan data tata guna lahan yang dikeluarkan oleh BPDAS Sumatera Utara. Ada kawasan-kawasan tertentu yang sifatnya minoritas tidak terdapat di dalam peta tersebut, sehingga tidak turut diperhitungkan dalam menentukan koefisien limpasan.

66 66 Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dihitung nilai koefisien limpasan untuk masing-masing luasan yaitu: Tabel 12. Perhitungan Koefisien Limpasan Tata Guna Lahan Luas (km 2 ) Nilai C C X A (km 2 ) Hutan Tropis 1905,01 0,03 57,1503 Pertanian Lahan Kering 1259,33 0,4 503,7320 Kebun/ Lahan kering Campuran 1227,34 0,1 122,7340 Perkebunan 948,67 0,4 379,4680 Semak Belukar 237,47 0,07 16,6229 Sawah 118,93 0,15 17,8395 Belukar Rawa 105,44 0,07 7,3808 Tambak 104,77 0,05 5,2385 Pemukiman 76,92 0,6 46,1520 Tanah Terbuka/Tegalan 42,60 0,2 8,5200 Tubuh Air 35,09 0,05 1,7545 Rawa 22,19 0,05 1,1095 Hutan Tanaman 16,66 0,05 0,8330 Luas Total 6100, ,5350 Nilai Koefisien Limpasan 0,1913 Dari Tabel 12 di atas dan dengan menggunakan persamaan (16) dapat dihitung nilai koefisien limpasan yaitu sebesar 0,1913. Dari nilai koefisien limpasan ini dapat diketahui bahwa 0,1913 dari air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan yang kemudian akan mengalir menuju daerah hilir. Nilai koefisien limpasan dapat juga digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS. Dari nilai koefisien limpasan sebesar 0,1913 maka dapat dinyatakan bahwa DAS Wampu memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005), yang mengatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya

67 67 untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka harga C semakin mendekati satu. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak (banjir) yang terjadi pada suatu DAS. Kondisi fisik DAS Wampu sekarang harus terus dilestarikan, perkembangan dan kemajuan suatu daerah yang terus meningkat harus disertai dengan upaya peningkatan pelestarian lingkungan agar nilai koefisien limpasan tidak meningkat secara drastis. Debit Puncak Berdasarkan berbagai data yang telah diperoleh di atas maka dapat dihitung debit puncak Sungai Wampu dengan metode rasional sesuai persamaan (17) untuk berbagai kala ulang tertentu. Lama hujan dengan intensitas tertentu sama dengan waktu konsentrasi dan koefisien limpasan tetap selama hujan terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wanielista (1990), menyatakan bahwa untuk menggunakan metode rasional yaitu curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu setidaknya sama dengan waktu konsentrasi dan koefisien limpasan dianggap tetap selama durasi hujan. Untuk itu, penulis melakukan interpolasi terhadap data intensitas hujan jam-jaman sehingga diperoleh debit puncak yang terlihat pada Tabel 13 berikut ini:

68 68 Tabel 13. Debit Puncak (banjir) di DAS Wampu Kala Ulang C I (mm/jam) A (Km 2 ) Q p (m/detik) 1 0,1913 3, ,51 990, ,1913 4, , , ,1913 5, , , ,1913 5, , , ,1913 6, , , ,1913 6, , , ,1913 6, , , ,1913 6, , , ,1913 6, , , ,1913 6, , , ,1913 7, , , ,1913 8, , ,0844 Berdasarkan perhitungan di atas dapat dinyatakan bahwa pada kala ulang 1 tahun selama durasi hujan (waktu konsentrasi) 9,98 jam dengan intensitas hujan 3,0496 mm/jam seluas 6105,51 km 2 maka debit puncak yang diperoleh pada DAS Wampu sebesar 990,2038 m 3 /detik. Debit puncak yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk perencanaan bangunan pengendali banjir, dimana dibangun suatu bangunan pengendali banjir yang dapat menampung debit puncak suatu aliran air sehingga dapat menghemat biaya dan waktu dalam pelaksanaan proyek pembangunan.

69 69 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pola distribusi yang tepat untuk DAS Wampu adalah distribusi Log Pearson Type III. 2. Pada distribusi Log Pearson Type III nilai parameter statistik yang diperoleh adalah rata-rata 1,8779; standar deviasi 0,0884; koefisien keseragaman 0,0449; koefisien kemencengan 0,5857; dan koefisien kepuncakan -0, Hujan rancangan berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 tahun adalah sebesar 51,0740 mm; 73,8754 mm; 88,0846 mm; 97,5439 mm; 101,2045 mm; 105,0026 mm; 108,9683 mm; 110,0019 mm; 112,1502 mm; 114,3142 mm; 125,9505 mm dan 134,5241 mm. 4. Waktu yang diperlukan oleh hari hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu) sampai ke tempat keluaran DAS (hilir) atau disebut dengan waktu konsentrasi sebesar 9,98 jam 5. Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien limpasan (C) sebesar 0,1913 dengan kondisi fisik DAS Wampu baik. 6. Intensitas hujan pada waktu konsentrasi berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 tahun adalah sebesar 3,0496 mm/jam; 4,4110 mm/jam; 5,2595 mm/jam; 5,8243 mm/jam; 6,0428 mm/jam; 6,2697 mm/jam; 6,5064 mm/jam; 6,5681 mm/jam; 6,6964 mm/jam; 6,8256 mm/jam; 7,5205 mm/jam dan 8,0323 mm/jam.

70 70 7. Debit puncak DAS Wampu untuk berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 tahun diperoleh sebesar 990,2038 m 3 /detik; 1432,2498 m 3 /detik; 1707,7574 m 3 /detik; 1891,1477 m 3 /detik; 1962,0946 m 3 /detik; 2035,7689 m 3 /detik; 2112,6253 m 3 /detik; 2132,6592 m 3 /detik; 2174,3182 m 3 /detik; 2216,2694 m 3 /detik; 2441,9093 m 3 /detik; dan 2608,0844 m 3 /detik. Saran 1. Dalam menganalisis curah hujan sebaiknya lebih memperhatikan faktor stasiun hujan dalam metode penentuan curah hujan maksimum harian ratarata. 2. Dalam analisis frekuensi sebaiknya lebih teliti pada masing-masing parameter statistik dalam penentuan pola distribusi. 3. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan banyak faktor yang diperhitungkan lagi dalam menentukan nilai koefisien limpasan.

71 71 DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Sungai dan Daerah Pantai di Sumatera Utara Kritis. Maret 2007]. Asdak, C., Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press, Yogyakarta. Chakravart, N. Laha, and B.Roy, Handbook of Methods of Applied Statistics. John Wiley and Sons, New York. Chow, V.T., Handbook of Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Company, New York. Chow, V.T., D.R. Maidment, and L.W. Mays, Applied Hydrology. McGraw-Hill, New York. Dake, J.M.K., Hidrolika Teknik. Terjemahan Endang Pipin Tachyan dan Yan Piter Pangaribuan. Erlangga, Jakarta. Danapriatna, N. dan R. Setiawan, Pengantar Statistika. Graha Ilmu, Yogyakarta. Dumairy, Ekonomika Sumberdaya Air, Pengantar ke Hidrolika. BPFE Offset, Yogyakarta. Gunawan, T., Penerapan Teknik Penginderaan Jauh untuk Menduga Debit Puncak Menggunakan Karakteristik Lingkungan Fisik DAS, Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah. IPB-Press, Bogor. Hartono, Statistik untuk Penelitian. Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. Hartono, B.S.S. Maleray, N.M. Farda, dan M. Kamal, Analisis Data Penginderaan Jauh dan SIG untuk Studi Sumber Daya Air Permukaan DAS Rawa Biru Merauke Papua. Maret 2007]. Jayadi, R., Hidrologi I Pengenalan Hidrologi Teknik Sipil. UGM-Press, Yogyakarta. Kodoatie, J.R. dan Sugiyanto, Banjir, Beberapa Masalah dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta.

72 72 Loebis, J., Soewarno, dan B. Suprihadi, Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum, Chandy Buana Kharisma, Jakarta. Loebis, J., Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Departemen Pekerjaan Umum, Chandy Buana Kharisma, Jakarta. Linsley, R.K., M.A. Kohler, J.B. Franzini and H. Paulhus, Hydrology for Engineers. McGraw-Hill, New York. Linsley, R.K., dan V.T. Chow, Analisa Limpasan dan Genangan Air Hujan. Juni 2008]. Maryono, A., Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta. Singh, P. V., Elementary Hydrology. Prentice-Hall Englewood Cliffs, New Jersey. Soedibyo, Teknik Bendungan. Pradnya Paramita, Jakarta. Soemarto, C.D., Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda, Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta. Spiegel, M.R., J.J. Schiller, dan R.A. Srinivasan, Schaum s Outline Of Probabilitas dan Statistik. Terjemahan Refina Indriasari. Erlangga, Jakarta. Sri Harto, Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Nafiri, Jakarta. Sri Harto, Analisis Hidrologi. Gramedia, Jakarta. Steel, R.G.D., dan J.H.Torrie, Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia, Jakarta. Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset, Yogyakarta. Soewarno, Hidrologi Operasional. Citra Aditya Bakti, Bandung. Syani, A., Pengantar Metode Statistik Nonparametrik. Dunia pustaka Jaya, Jakarta. Wanielista, M.P., Hydrology and Water Quality Control. John Wiley & Sons, Florida-USA.

73 73 Wikipedia, Uji Smirnov-Kolmogorov. [04 April 2007]. Wilson, E. M., Engineering Hydrology. Mc-Millan, London.

74 74 Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Mulai Data Historis - Data Curah Hujan - Karakteristik DAS - Fungsi Lahan - Data Tata Guna Lahan Identifikasi / Tata Guna Lahan Data Curah Hujan Maksimum Harian Tidak Seragam Ya Perhitungan Parameter Statistik - Nilai rata-rata Curah Hujan (X) - Standar deviasi (Sd) - Koefisien Keragaman (Cv) - Koefisien Kepencengan (Cs) - Koefisien Kurtosis (Ck) Klasifikasi Tata Guna Lahan Berdasarkan Fungsinya Penentuan Fungsi Lahan Penentuan Pola Distribusi Pengukuran Luas Lahan Tiap-Tiap Fungsi Lahan Penentuan Nilai Koefisien Limpasan (C)Tiap-Tiap Fungsi Lahan Perhitungan nilai Keofisien Limpasan Gabungan C n i i= 1 DAS = n A C A i i= 1 i Pengukuran Luas Seluruh LahanLahan Penentuan Nilai Koefisien Limpasan Lahan (C) Cs = 0; Ck = 3 Ya Tidak Cs = 3.Cv ; Ck > 0 Distribusi Normal Distribusi Log Normal Distribusi Gumbel Ya Uji Chi Square & Smirnov Kolmogorov Tidak Cs = ; Ck = Ya Ya Tidak Distribusi Log Person Type III Tidak Xtabel > Xhitung; Dtabel > Dhitung Ya Penentuan Distribusi Benar Perhitungan Hujan Rancangan untuk kala Ulang Tertentu Perhitungan Intensitas Hujan Kurva IDF (Intensity Duration Frequency) Perhitungan Waktu Konsentrasi Data Panjang dan Kemiringan Sungai Perhitungan Intensitas Hujan berdasarkan Waktu Konsentrasi Data Luas Lahan Debit Puncak Q= C. I. A Selesai

75 75 Lampiran 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Proses Hasil - Pola Pembangunan Sungai Yang Buruk - Peningkatan Jumlah Penduduk - Meningkatnya Kebutuhan Sumber Daya Air Banjir Latar Belakang - Rendahnya Daya Dukung DAS - Tingginya Curah Hujan - Kesalahan Perencanaan dan Pengembangan Kawasan DAS 1. Untuk Mengetahui Pola Distribusi Frekuensi yang Tepat pada DAS Wampu 2. Untuk Menghitung Debit Puncak Aliran Sungai pada DAS Wampu dengan Menggunakan Metode Rasional Tujuan Metode Deskriptif dengan Menggunakan Data Sekunder dan Peta 1. Identifikasi Tata Guna Lahan 2. Klasifikasi Tata Guna Lahan 3. Analisa Tata Guna lahan 1. Analisa Statistik Data Curah Hujan 2. Penentuan Pola Distribusi 3. Penentuan Debit Puncak Data Awal Perencanaan Pembangunan DAS : - Pola Distribusi - Debit Pucak Metodologi

76 76 Lampiran 3. Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-Rata Kejadian Tanjung Kwala Sawit Kwala Koef. Thiessen Koef. Thiessen Tahun Bulan Tanggal Jati Bingai Langkat Madu Lampiran Lanjutan. Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-rata Kejadian Tanjung Kwala Sawit Kwala Koef. Thiessen Koef. Thiesse Tahun Bulan Tanggal Jati Bingai Langkat Madu

77 Lampiran Lanjutan. Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-rata Koef. Koef. Kejadian Tanjung Kwala Sawit Kwala Thiessen Thiesse Tahun Bulan Tanggal Jati Bingai Langkat Madu

78 Lampiran Lanjutan. Perhitungan Hujan Maksimum Harian Rata-rata Kejadian Tanjung Kwala Sawit Kwala Koef. Thiessen Koef. Thiesse Tahun Bulan Tanggal Jati Bingai Langkat Madu

79 79

80 80 Lampiran 4. Nilai Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Pearson Type III dengan skewness positif

81 81 Lampiran lanjutan. Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Pearson Type III dengan skewness negatif

82 82 Lampiran 5. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square (Uji Satu Sisi) dk a derajat kepercayaan 0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0, , , , , ,841 5,024 6,635 7, ,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10, ,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12, ,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14, ,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16, ,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18, ,989 1,239 1,690 2,197 14,067 16,013 18,475 20, ,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21, ,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23, ,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25, ,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26, ,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,712 28, ,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29, ,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31, ,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32, ,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34, ,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35, ,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37, ,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38, ,434 8,26 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39, ,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41, ,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42, ,260 10,196 11,698 13,091 36,172 38,076 41,638 44, ,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45, ,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46, ,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48, ,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49, ,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50, ,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52, ,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

83 83 Lampiran 6. Nilai Kritis D o untuk uji Smirnov-Kolmogorov N Derajat Kepercayaan, α 0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0, ,32 0,37 0,41 0, ,27 0,30 0,34 0, ,23 0,26 0,29 0, ,21 0,24 0,27 0,32 3 0,19 0,22 0,24 0, ,18 0,20 0,23 0, ,17 0,19 0,21 0, ,16 0,18 0,20 0, ,15 0,17 0,19 0,23 N>50 1,07 1,22 1,36 1,63 0,5 N 0,5 N 0,5 N 0,5 N Tabel Sifat-sifat Khas Distribusi Distribusi Nilai Cs Nilai Ck Normal 0 3 Log Normal 3 Cv > 0 Gumbel Ket : - Jika tidak menunjukkan sifat-sifat distribusi diatas dan garis teoritik probabilitasnya berupa garis lengkung maka distribusinya mengikuti distribusi Log Pearson Type III.

84 84 Lampiran 7. Tabel Distribusi Normal Z 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,0 0,0000 0,0040 0,0080 0,0120 0,0160 0,0199 0,0239 0,0279 0,0319 0,0359 0,1 0,0398 0,0438 0,0478 0,0517 0,0557 0,0596 0,0636 0,0675 0,0714 0,0753 0,2 0,0793 0,0832 0,0871 0,0910 0,0948 0,0987 0,1026 0,1064 0,1103 0,1141 0,3 0,1179 0,1217 0,1255 0,1293 0,1331 0,1368 0,1406 0,1443 0,1480 0,1517 0,4 0,1554 0,1591 0,1628 0,1664 0,1700 0,1736 0,1772 0,1808 0,1844 0,1879 0,5 0,1915 0,1950 0,1985 0,2019 0,254 0,2088 0,2123 0,2157 0,2190 0,2224 0,6 0,2257 0,2291 0,2324 0,2357 0,2389 0,2422 0,2454 0,2486 0,2517 0,2549 0,7 0,2580 0,2611 0,2642 0,2673 0,2704 0,2734 0,2764 0,2794 0,2823 0,2852 0,8 0,2881 0,2910 0,2939 0,2967 0,2995 0,3023 0,3051 0,3078 0,3106 0,3133 0,9 0,3159 0,3186 0,3212 0,3238 0,3264 0,3289 0,3315 0,3340 0,3365 0,3389 1,0 0,3413 0,3438 0,3461 0,3485 0,3508 0,3531 0,3554 0,3577 0,3599 0,3621 1,1 0,3643 0,3665 0,3686 0,3708 0,3729 0,3749 0,3770 0,3790 0,3810 0,3830 1,2 0,3849 0,3869 0,3888 0,3907 0,3925 0,3944 0,3962 0,3980 0,3997 0,4015 1,3 0,4032 0,4049 0,4066 0,4082 0,4099 0,4115 0,4131 0,4147 0,4162 0,4177 1,4 0,4192 0,4207 0,4222 0,4236 0,4251 0,4265 0,4278 0,4292 0,4306 0,4319 1,5 0,4332 0,4345 0,4357 0,4370 0,4382 0,4394 0,4406 0,4418 0,4429 0,4441 1,6 0,4452 0,4463 0,4474 0,4484 0,4495 0,4505 0,4515 0,4525 0,4535 0,4545 1,7 0,4554 0,4564 0,4573 0,4582 0,4591 0,4599 0,4608 0,4616 0,4625 0,4633 1,8 0,4641 0,4649 0,4656 0,4664 0,4671 0,4678 0,4686 0,4693 0,4699 0,4706 1,9 0,4713 0,4717 0,4726 0,4732 0,4738 0,4744 0,4750 0,4756 0,4761 0,4767 2,0 0,4772 0,4778 0,4783 0,4788 0,4793 0,4798 0,4803 0,4808 0,4812 0,4817 2,1 0,4821 0,4826 0,4830 0,4834 0,4838 0,4842 0,4846 0,4850 0,4854 0,4857 2,2 0,4861 0,4864 0,4868 0,4871 0,4875 0,4878 0,4881 0,4884 0,4887 0,4890 2,3 0,4893 0,4896 0,4896 0,4901 0,4904 0,4906 0,4909 0,4911 0,4913 0,4916 2,4 0,4918 0,4920 0,4922 0,4925 0,4927 0,4929 0,4931 0,4932 0,4934 0,4936 2,5 0,4938 0,4940 0,4941 0,4943 0,4945 0,4946 0,4948 0,4949 0,4951 0,4952 2,6 0,4953 0,4955 0,4956 0,4957 0,4959 0,4960 0,4961 0,4962 0,4963 0,4964 2,7 0,4965 0,4966 0,4967 0,4968 0,4969 0,4970 0,4971 0,4972 0,4973 0,4974 2,8 0,4974 0,4975 0,4976 0,4977 0,4977 0,4978 0,4979 0,4979 0,4980 0,4981 2,9 0,4981 0,4982 0,4982 0,4983 0,4984 0,4984 0,4985 0,4985 0,4986 0,4986 3,0 0,4987 0,4987 0,4987 0,4988 0,4988 0,4989 0,4989 0,4989 0,4990 0,4990 3,1 0,4990 0,4991 0,4991 0,4991 0,4991 0,4992 0,4992 0,4992 0,4993 0,4993 3,2 0,4993 0,4993 0,4994 0,4994 0,4994 0,4994 0,4994 0,4995 0,4995 0,4995 3,3 0,4995 0,4995 0,4995 0,4996 0,4996 0,4996 0,4996 0,4996 0,4996 0,4997 3,4 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4997 0,4998

85 85 Lampiran 8. Peta Poligon Thiessen Untuk Masing-masing Stasiun Penakar DAS Wampu

86 86 Lampiran 9. Peta Tata Guna Lahan DAS Wampu PETA PENUTUPANLAHAN DAS WAMPU PROP. SUMATERA UTARA SELAT MALAKA %[ STABAT A Aw B Br Hms Hp Hs Ht Pc Pk Pm Pt Rw Sw T Tm c Bukit lawang BOHOROK Bukit lawang c BOHOROK #S #S BPDAS WAMPU SEI ULAR, JULI 2006 %[ %[ BINJEI N KABANJAHE

87 87 Lampiran 10. Peta Pola Aliran Sungai DAS Wampu

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS PERCUT KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh: MACHAIRIYAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE Fasdarsyah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Rangkaian data hujan sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arkham Fajar Yulian (2015) dalam penelitiannya, Analisis Reduksi Limpasan Hujan Menggunakan Metode Rasional di Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Norma Puspita, ST.MT Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh: FEBRINA GIRSANG 030308039 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau,

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo. Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau, TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular di Kawasan Sumber Rejo Kawasan Sumber Rejo terletak kecamatan yakni Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten. Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang terletak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1) 1 ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI Elma Yulius 1) 1) Program Studi Teknik Sipil, Universitas Islam 45 Bekasi E-mail: elmayulius@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 137 Vol. 2, No. 2 : 137-144, September 2015 ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL DI MATARAM Analysis of Characteristics

Lebih terperinci

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BAHBOLON KABUPATEN SIMALUNGUN

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BAHBOLON KABUPATEN SIMALUNGUN ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BAHBOLON KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI OLEH RAMOS P. SITANGGANG DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

KAJIAN DEBIT LIMPASAN DITINJAU DARI ASPEK TATA GUNA LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU

KAJIAN DEBIT LIMPASAN DITINJAU DARI ASPEK TATA GUNA LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU KAJIAN DEBIT LIMPASAN DITINJAU DARI ASPEK TATA GUNA LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU Hagai Jasefri Abadi Manurung 1 dan Terunajaya 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dimana air tersebut melimpah terhadap beberapa bagian sungai. Ketika sungai melimpah, air menyebar pada dataran banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun oleh : BENNY STEVEN 090424075 BIDANG STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI PERKOTAAN NOVRIANTI, MT. MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH DRAINASI GABUNGAN DRAINASI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1) 35 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011 ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO Maya Amalia 1) Abstrak Besaran debit banjir akhir-akhir ini mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 182 Vol. 2, No. 2 : 182-189, September 2015 KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) DAN DEPTH AREA DURATION (DAD) UNTUK KOTA PRAYA The Curve of Intensity Duration Frequency

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan

Lebih terperinci

*Corresponding author : ABSTRACT

*Corresponding author :  ABSTRACT KAJIAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN PADA BEBERAPA STASIUN PENAKAR CURAH HUJAN DI DAS PADANG Rodrik T 1*, Kemala Sari Lubis 2, Supriadi 2 1 Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada akhirnya berimplikasi pada pembangunan sarana dan prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*)

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN. Dwi Kartikasari*) ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE HASPERS PADA DAS KALI BLAWI KABUPATEN LAMONGAN Dwi Kartikasari*) *)Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

BAB IV ANALISA HIDROLOGI BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1. Diagram Alir M U L A I Data Curah Hujan N = 15 tahun Pemilihan Jenis Sebaran Menentukan Curah Hujan Rencana Uji Kecocokan Data - Chi Kuadrat - Smirnov Kolmogorov Intensitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II - 1. LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Teknis Embung Overtopping di Sungai Bringin, Ngaliyan Semarang Jawa Tengah

BAB II DASAR TEORI II - 1. LAPORAN TUGAS AKHIR Perencanaan Teknis Embung Overtopping di Sungai Bringin, Ngaliyan Semarang Jawa Tengah BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Dalam pekerjaan perencanaan suatu embung diperlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan yang saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian REKAYASA HIDROLOGI Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri Pengertian Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfer ke bumi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang

Lebih terperinci

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X Vol.14 No.1. Februari 013 Jurnal Momentum ISSN : 1693-75X Perencanaan Teknis Drainase Kawasan Kasang Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman Ir. Syofyan. Z, MT*, Kisman** * Staf Pengajar FTSP ITP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii ABSTRAK Kota Mangupura sebagai sebuah kawasan kota baru mengalami perkembangan yang sangat dinamis, dimana infrastruktur dan sarana prasarana publik sesuai standar perkotaan terus berkembang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan

Lebih terperinci

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI) SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI) Raja Fahmi Siregar 1, Novrianti 2 Raja Fahmi Siregar 1 Alumni Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Vol. XII Jilid I No.79 Januari 2018 MENARA Ilmu ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Syofyan. Z, Muhammad Cornal Rifa i * Dosen FTSP ITP, ** Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hujan Rata-Rata Suatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata suatu daerah. Analisis data hujan untuk

Lebih terperinci

ANALISA RUNOFF PADA SUB DAS LEMATANG HULU

ANALISA RUNOFF PADA SUB DAS LEMATANG HULU ANALISA RUNOFF PADA SUB DAS LEMATANG HULU Gina Putri Verrina 1*, Dinar Dwi Anugrah 2, Sarino 3 1,2,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya *Korespondensi Penulis: uzumaki_9315_gina@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1.

Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara. Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM 1. Perbandingan Perhitungan Debit Banjir Rancangan Di Das Betara Dengan Menggunakan Metode Hasper, Melchior dan Nakayasu Yulyana Aurdin Jurusan Survei dan Pemetaan, Fakultas Teknik, Universitas IGM Email

Lebih terperinci

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA) JURNAL TUGAS AKHIR ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA) Oleh : LAODE MUH. IQRA D 111 10 310 JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA Ai Silvia Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Majalengka Email: silviahuzaiman@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan lahan memiliki dimensi ruang yang berkaitan dengan pola penggunaan lahan dan dimensi waktu yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan. Bentuk penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas besar Mata Kuliah Rekayasa Hidrologi SI-2231. Tugas besar ini dimaksudkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT Syofyan. Z Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. URAIAN UMUM Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau terdapat

Lebih terperinci

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN BAB IV CURAH HUJAN A. Pendahuluan Untuk memperdalam materi pada bab ini, diharapkan mahasiswa untuk mencari data curah hujan dari beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang ada di Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Hidrologi Intensitas hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 1 BAB II.1 Tinjauan Umum Kajian sistem drainase di daerah Semarang Timur memerlukan tinjauan pustaka untuk mengetahui dasar teori dalam penanggulangan banjir akibat hujan lokal yang terjadi maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW Bab IV Analisis Data dan Pembahasan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 URAIAN UMUM Jalan Melong merupakan salah satu Jalan yang berada di Kecamatan Cimahi Selatan yang berbatasan dengan Kota Bandung. Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISIS HIDROLOGI BAB III ANALISIS HIDROLOGI 3.1 Data Hidrologi Dalam perencanaan pengendalian banjir, perencana memerlukan data-data selengkap mungkin yang berkaitan dengan perencanaan tersebut. Data-data yang tersebut

Lebih terperinci

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013,

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013, Jurnal aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013, 86-100 ISSN: 1410-7783 PENGARUH DEBIT LIMPASAN (SURFACE RUN OFF) TERHADAP DEBIT BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SAIL KOTA PEKANBARU SHERLYA DESRIANI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4. TINJAUAN UMUM Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai Serayu, terutama di lokasi Bangunan Pengendali Sedimen, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

EVALUASI HIDROLIS BENDUNG LAMA TERHADAP RENCANA BENDUNG BARU PADA BENDUNG TIMBANG LAWAN DI KABUPATEN LANGKAT

EVALUASI HIDROLIS BENDUNG LAMA TERHADAP RENCANA BENDUNG BARU PADA BENDUNG TIMBANG LAWAN DI KABUPATEN LANGKAT EVALUASI HIDROLIS BENDUNG LAMA TERHADAP RENCANA BENDUNG BARU PADA BENDUNG TIMBANG LAWAN DI KABUPATEN LANGKAT Trisnafia Siagian 1, Boas Hutagalung 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS INTENSITY DURATION FREKUENSI (IDF) YANG PALING SESUAI DENGAN BANTUAN MICROSOFT EXCEL

ANALISIS INTENSITY DURATION FREKUENSI (IDF) YANG PALING SESUAI DENGAN BANTUAN MICROSOFT EXCEL ANALISIS INTENSITY DURATION FREKUENSI (IDF) YANG PALING SESUAI DENGAN BANTUAN MICROSOFT EXCEL TUGAS AKHIR Dikerjakan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program D-III Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO

PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO PENATAAN SISTEM DRAINASE DI KAMPUNG TUBIR KELURAHAN PAAL 2 KOTA MANADO Melisa Massie Jeffrey S. F. Sumarauw, Lambertus Tanudjaja Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:melisamassie@gmail.com

Lebih terperinci