BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan bab yang memaparkan mengenai teori-teori penunjang yang dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan Segmentasi Citra Satelit untuk Penentuan Curah Hujan. 2.1 Peta Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi Pengertian Peta Secara konvensional, peta sering didefinisikan sebagai gambaran dari sebagian atau seluruh permukaan bumi dengan sistem proyeksi dan skala tertentu. Sistem proyeksi menyangkut proses hitungan dan cara menggambarkan kulit bumi yang bentuknya mendekati elipsoid menjadi gambar yang datar. Skala menyangkut perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak yang sebenarnya di lapangan. Gambar yang tidak memenuhi kedua kriteria tersebut dalam definisi ilmu geodesi tidak dapat dikategorikan sebagai peta (Hartono, 2007). Foto udara sebagui hasil pemotretan muka bumi misalnya, belum dapat dikatakan sebagai "peta" karena skala pada foto tidak seragam (proyeksi sentral), detail di tengah foto skalanya lebih kecil daripada detail yang di pinggir. Foto tersebut harus direktifikasi sedemikian rupa sehingga skala detail di seluruh permukaannya seragam sehingga dapat disebut sebagai peta. Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta, apabila skala detail yang satu dan lainnya tidak seragam, misalnya untuk menggambarkan jarak 10 cm digambar dengan panjang 10 cm, scdangkan jarak 100 m digambarkan 3 cm, sekedar untuk menggambarkan pencapaian lokasi Jenis-Jenis Peta Berdasarkan bentuk penyajian dan jenis datanya, peta diklasifikasikan menjadi peta garis, peta foto, dan peta digital (Hartono, 2007). 5

2 6 1. Peta Garis Peta garis adalah peta yang menyajikan detail planimetris maupun ketinggian dalam bentuk garis dan simbol-simbol. Detail yang disajikan dipilih (generalisasi) sesuai dengan skalanya dan kontur digambar dengan interval tertentu. Penggambaran dilakukan dengan rapido atau alat tulis lain, atau digambar dengan teknik scribing dan masking untuk selanjutnya dicetak offset. Sumber data untuk pembuatan peta garis dapat berupa data pengukuran lapangan langsung (terestris) atau dapat pula dari data fotogrametris (stereoplotting). 2. Peta Foto Peta Foto adalah peta yang disajikan dalam bentuk foto yang telah direktifikasi sedemikian rupa sehingga skalanya seragam (ortogonal). Peta foto dapat berupa hanya foto, dapat pula ditumpangtindihkan dengan detail seperti pada peta garis. 3. Peta Digital Peta digital adalah peta dalam bentuk data digital, baik dalam bentuk data vektor, raster, atau kombinasi keduanya. Peta digital dalam bentuk vektor diperoleh dengan cara digitasi dengan XY Digitizer (meja digitizer) maupun Stereo Digitizer (Digital Stereoplotter). Data raster diperoleh dari hasil digital scanning, dari hasil pemotretan digital (kamera digital), atau dari pengolahan citra satelit (satellite imagery). Hasil cetakan dari peta digital, pada dasarnya adalah peta garis (bila berbentuk vektor) atau peta foto (jika berbentuk citra/foto). Berdasarkan jenis data yang disajikan serta fungsinya, dikenal adanya peta topografi dan peta tematik (Hartono, 2007). a. Peta Topografi Peta Topografi adalah peta yang menyajikan informasi topografi (ketinggian) disamping tentunya informasi planimetris secara lengkap sesuai dengan skalanya. Semua detail yang dianggap penting (berdasarkan keperluan umum) ditampilkan pada Peta Topografi. Sifatnya yang umum (universal) ini menjadikannya sering dijadikan referensi bagi keperluan pemetaan lainnya sehingga Peta Topografi juga sering disebut sebagai Peta Dasar (Base Map). Peta Dasar Nasional yang dibuat oleh Badan Koordinasi Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), antara lain dengan

3 7 skala l: dan l: adalah bentuk peta topografi, yang disebut juga sebagai Peta Rupa Bumi. b. Peta Tematik Peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan detail atau data tertentu sesuai dengan keperluannya, misalnya adalah Peta Geologi, Peta Pariwisata, Peta Jalan/Transportai, Peta Hidrologi Sekilas Kartografi Pembuatan peta (penggambaran), dikenal adanya ilmu dan seni yang mengaturnya yang disebut sebagai kanografi. Selain unsur ilmu yang menyangkut hal-hal yang matematis, unsur senj juga ikut memegang peran, agar selain informatif, pcta juga nampak indah. Beberapa hal pokok tentang tata aturan kartografi serta beberapa istilah yang perlu diperhatikan sebagai wawasan dasar Muka Peta dan Informasi Tepi Satu lembar peta terdiri atas muka peta dan informasi tepi. Muka peta adalah area, pada umumnya persegi, yang memuat detail peta. sedangkan informasi tepi adalah segala bentuk informasi yang ditampilkan di luar muka peta. Informasi tepi lazimnya terdiri atas judul peta, lokasi darah pemetaan, nomor lembar peta, skala peta, petunjuk arah utara peta, indeks lembar, legenda, keterangan dan catatan, serta koordinat peta Skala Peta Informasi skala pela dapat ditampilkan secara numeris (angka perbandingan jarak di peta dengan jarak di lapangan) dan atau dalam bentuk skala grafis, yakni skala yang digambarkan dengan penggalan garis dan nilai panjang sebenarnya di lapangan. Skala numeris lebih mudah dibaca (tanpa harus mengukur). 2.2 Sistem Informasi Geografis Sistem Inforrnasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS), adalah sistem informasi multi-disiplin yang bertumpu pada peta (georeferenced) dan berbasis komputer. SIG dirancang sedemikian rupa agar

4 8 pemakai dapat melakukan analisis, manipulasi, dan simulasi sehingga dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang pada gilirannya menjadi dasar diambilnya keputusan-keputusan. Gambar 2. 1 llustrasi Sistem lnformasi Geografis Sumber: (Hartono, 2007) Data yang diperlukan untuk membentuk SIG terdiri atas data spasial (ruang) yang dalam hal ini berupa peta digital, serta data tekstual (atribut, keterangan, atau angka-angka) yang masing-masing melekat pada data spasialnya. Data tekstual biasanya tersusun dalam sebuah basis data dalam format tertentu dan masing-masing terhubung (linked) dengan baik terhadap data spasialnya. Setiap data tekstual akan memiliki kaitan posisi geografis (geo-referenced), demikian pula setiap bagian dan data gratis peta memiliki informasi tekstual. Gambar 2.1 di atas mengilustrasikan kondisi tersebut. Mengelola data semacam itu tentu diperlukan perangkat lunak khusus. Perangkat lunak yang baik, selain mampu mengelola data dalam jumlah besar serta dapat diakses dengan mudah dan cepat, juga harus mempunyai fasilitas-fasilitas untuk melakukan analisis, simulasi, dan menyajikan hasil-hasilnya sehingga pemakai dapat dengan mudah memperoleh data yang diharapkan.

5 9 2.3 Remote Sensing atau Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh ( 2010). Beberapa Pengertian Penginderaan Jauh (Remote Sensing) oleh Para Ahli sebagai berikut ini : 1. Menurut Lillesand and Kiefer Penginderaan jauh (remote sensing), adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji. 2. Menurut Lindgren Penginderaan jauh (remote sensing), adalah bermacam-macam teknik yang dikembangkan untuk mendapat perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. 3. Menurut Sabins Penginderaan jauh (remote sensing), adalah suatu ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan suatu obyek. 4. Menurut Curran, 1985 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. 5. Menurut Colwell, 1984 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari, dan citra radar adalah beberapa bentuk penginderaan jauh.

6 10 6. Menurut Campbell, 1987 Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari jarak jauh. Hal ini biasanya berhubungan dengan pengukuran pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu objek Komponen Dasar Sistem Penginderaan Jauh Empat komponen dasar dari sistem Penginderaan Jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk mencari informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra ( f20d03ab1337.pdf, 2010). Gambar 2. 2 Komponen Dasar Penginderaan Jauh Sumber :

7 11 Unsur interpretasi citra terdiri atas sembilan unsur, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. 1. Rona (Tone) Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra. Adapun warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap putih. Ada tingkat kegelapan warna biru, hijau, merah, kuning dan jingga. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam. Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah/lembap cenderung menimbulkan rona gelap. Contoh pada foto pankromatik air akan tampak gelap, atap seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih, sedangkan atap sirap ronanya hitam. Gambar 2. 3 Contoh Foto Pankromatik Sumber : LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf 2. Bentuk (Shape) Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek, sehingga dapat mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Penampakan pada citra maupun foto udara dapat di identifikasi bentuk massa bangunan, maupun bentuk-bentuk dasar fisik alam lainnya seperti jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Melihat bentuk-bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan penggunaan lahan suatu tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan untuk kawasan industri/ pergudangan yang di cirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi dan massa bangunan yang cukup.

8 12 Gambar 2. 4 Contoh Penggunaan Lahan Untuk Industri Sumber : Kenampakan sungai berbeda dengan jalan raya, jika sungai berbentuk berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, tetapi jalan berbentuk lurus dan teratur. Gambar 2. 5 Kenampakan Sungai dan Jalan Raya Sumber : 3. Ukuran (Size) Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada citra maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala citranya. Kata lain ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara, yang mengambarkan kondisi di lapangan. Sebagai contoh perbedaan antara ukuran lapangan biasa dengan stadion. Ukuran jalan lingkungan berbeda dengan jalan arteri.

9 13 Gambar 2. 6 Perbedaan antara Ukuran Lapangan dan Stadion Sumber : 4. Pola (Pattern) Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. Pola aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah, misalnya, pola aliran trellis menandai struktur lipatan. kebun karet, kelapa sawit dan kebun kopi memiliki pola yang teratur sehingga dapat dibedakan dengan hutan. Gambar 2. 7 Pola Aliran Trellis Sumber : LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf 5. Bayangan (Shadow) Bayangan bersifat menyembunyikan objek yang berada di daerah gelap. Bayangan dapat digunakan untuk objek yang memiliki ketinggian, seperti objek bangunan, patahan, menara.

10 14 Gambar 2. 8 Objek Bangunan yang Bersifat Shadow Sumber : LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf 6. Tekstur (Texture) Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar objek. Kesan tekstur bersifat relatif dari resolusi dan interpreter. Gambar 2. 9 Tekstur Sumber : LILI_SOMANTRI/makalah_Guru.pdf 7. Situs (Site) atau Letak Situs atau lokasi suatu obyek dalam hubungannya dengan obyek lain dapat membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra ikonos. Situs ini sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada umumnya terletak disepanjang tepi jalan.

11 15 Gambar Situs Permukiman Sumber : 8. Asosiasi (Association) Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain, dengan kata lain asosiasi ini hampir sama dengan situs. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi petunjuk adanya obyek yang lain. Seperti stasiun kereta api sering berasosiasi dengan jalan kereta api yang bercabang (jumlahnya lebih dari satu). Gambar Stasiun yang Berasosiasi dengan Rel-Rel Kereta Api Sumber : 9. Konvergensi Bukti Konvergensi bukti adalah teknik interpretasi dengan menggabungkan beberapa unsur interpretasi untuk menemukan objeknya.

12 Teknologi Penginderaan Jauh Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan beberapa faktor lain seperti biaya, waktu ( f20d03ab1337.pdf, 2010 ). 1. Resolusi Sensor Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan informasi yang diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan tipe energi yang akan dideteksi. Oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi. 2. Resolusi Spasial Menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah study semakin tinggi resolusi spasial yang diperlukan. Sebagai ilustrasi, pemetaan penggunaan lahan memerlukan resolusi spasial lebih tinggi daripada sistem pengamatan cuaca berskala besar. 3. Resolusi Spektral Menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh sensor. Sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian merah dibutuhkan untuk mendeteksi kerusakan tanaman 4. Resolusi Temporal Menunjukkan interval waktu antar pengukuran. Pengukuran setiap beberapa menit diperlukan untuk memonitor perkembangan badai. Produksi tanaman membutuhkan pengukuran setiap musim, sedangkan pemetaan geologi hanya membutuhkan sekali pengukuran.

13 Analisis Citra Analisis citra adalah kegiatan menganalisis citra sehingga menghasilkan informasi untuk menetapkan keputusan. 1. Mengubah Data Menjadi Citra Data citra satelit dikirim ke stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1. Kumpulan dari data sejumlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari Citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit. 2. Karakteristik Citra Karakter utama dari suatu image (citra) dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang (wavelength band) yang dimilikinya. Beberapa radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan jarak jauh seperti : radiasi cahaya matahari atau panjang gelombang dari visible dan near sampai middle infrared, panas atau dari distribusi spasial energi panas yang dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi gelombang mikro. Setiap material pada permukaan bumi juga mempunyai reflektansi yang berbeda terhadap cahaya matahari. Material-material tersebut akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang. a. Pixel Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra satelit. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut Digital Number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi. Pixel yang disusun dalam order yang benar akan membentuk sebuah citra. Kebanyakan citra satelit yang belum diproses disimpan dalam bentuk gray scale, yang merupakan skala warna dari hitam ke putih dengan derajat keabuan yang bervariasi. Skala yang dipakai untuk pengindraan jauh adalah 256 shade gray scale, dimana nilai 0 menggambarkan hitam, nilai 255 putih. Dua gambar di bawah ini menunjukkan derajat keabuan dan hubungan antara DN dan derajat keabuan yang menyusun

14 18 sebuah citra. Untuk citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN. Gambar Hubungan DN dengan Derajat Keabuan Sumber : Citra multispectral, masing masing pixel mempunyai beberapa DN, sesuai dengan jumlah band yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk Landsat 7, masingmasing pixel mempunyai 7 DN dari 7 band yang dimiliki. Citra bisa ditampilkan untuk masing-masing band dalam bentuk hitam dan putih maupun kombinasi 3 band sekaligus, yang disebut color composites. Gambar di bawah ini menunjukkan composite dari beberapa band dari potongan Landat 7 dan pixel yang menyusunnya. Gambar Composite Warna Sumber :

15 19 b. Contrast Contrast adalah perbedaan antara brightness relatif antara sebuah benda dengan sekelilingnya pada citra. Sebuah bentuk tertentu mudah terdeteksi apabila pada sebuah citra contrast antara bentuk tersebut dengan backgroundnya tinggi. Teknik pengolahan citra bisa dipakai untuk mempertajam contrast. Citra, sebagai dataset, bisa dimanipulasi menggunakan algorithm (persamaan matematis). Manipulasi bisa merupakan pengkoreksian error, pemetaan kembali data terhadap suatu referensi geografi tertentu, ataupun mengekstrak informasi yang tidak langsung terlihat dari data. Data dari dua citra atau lebih pada lokasi yang sama bisa dikombinasikan secara matematis untuk membuat composite dari beberapa dataset. Produk data ini, disebut derived products, bisa dihasilkan dengan beberapa penghitungan matematis atas data numerik mentah (DN). c. Resolusi Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1x1 km. Bentuk yang lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. Landsat 7 menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi. Gambar berikut menunjukkan perbandingan dari 3 resolusi citra yang berbeda.

16 20 Gambar Resolusi Citra Sumber : Langkah-langkah dalam pengolahan citra : 1. Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra. 2. Mengkoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun geometric. 3. Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual. 4. Melakukan survei lapangan. 5. Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran akurasi dari hasil klasifikasi. 6. Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data. 7. Menginterpretasikan hasil. Mengamati citra pada layar adalah proses yang paling efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada citra, misalnya tutupan awan, kabut, dan kesalahan sensor. Citra bisa ditampilkan oleh sebuah komputer, baik per satu band dalam hitam dan putih maupun dalam kombinasi tiga band, yang disebut komposit warna. Mata manusia hanya bisa membedakan 16 derajat keabuan dalam sebuah citra, tetapi bisa membedakan berjuta juta warna yang berbeda. Teknik perbaikan/ enhancement citra yang paling sering digunakan adalah memberi warna tertentu kepada nilai DN tertentu (atau kisaran dari DN tertentu) sehingga meningkatkan kontras antara nilai DN tertentu dengan pixel di sekelilingnya pada suatu citra.

17 21 Gambar Citra True Color dari Landsat 7 Sumber : Sebuah citra true color adalah citra dimana warna yang diberikan kepada nilai-nilai DN mewakili kisaran spektral sebenarnya dari warna-warna yang digunakan pada citra. False color adalah teknik dimana warna-warna yang diberikan kepada DN tidak sama dengan kisaran spektral dari warna-warna yang dipilih. Teknik ini memungkinkan untuk memberi penekanan pada bentuk-bentuk tertentu yang ingin dipelajari menggunakan skema pewarnaan tertentu. Contoh dari false color di bawah ini yang dibuat dengan komposit 432 dari citra Landsat 7, vegetasi muda, yang memantulkan near IR, terlihat merah terang. Kegiatan pertanian yang terkonsentrasi akan mudah dideteksi dengan adanya warna merah terang. Gambar Citra False Color Sumber : Pembuat plot antara DN dan derajat keabuan untuk setiap pixel, garis yang terbentuk menggambarkan bentuk hubungan antara keduanya. Hubungan linier

18 22 (seperti contoh di bawah ini) menunjukkan bahwa DN dan juga keabuan tersebar merata dalam kisaran nilai pada citra. Gambar Digital Number (DN) Sumber : Permasalahan dengan hubungan linier seperti ini adalah bahwa nilai DN dari bentuk-bentuk yang ingin kita tonjolkan mungkin terkonsentrasi pada kisaran kecil, sehingga derajat keabuan yang diberikan kepada nilai DN di luar daerah yang ingin kita tonjolkan sebenarnya tidak terpakai. Memperbaiki kontras dari bagian citra yang kita inginkan kita bisa memakai kurva perbaikan yang didefinisikan secara matematis. Kurva ini akan menyebarkan ulang nilai derajat keabuan yang paling sering dipakai sehingga menonjolkan kisaran DN tertentu. Gambar Kurva Derajat Keabuan Sumber : Pemakaian kurva untuk menonjolkan bentuk tertentu dan juga pemilihan 3 band dari sebuah citra multispektral untuk dikombinasikan dalam sebuah citra

19 23 komposit memerlukan pengalaman dan trial and error, karena setiap aplikasi perlu menekankan bentuk yang berbeda dalam sebuah citra. Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah pemrosesan awal. Koreksi radiometric adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini mengubah nilai DN yang terkena efek atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi dalam melakukan koreksi radiometric. Selain itu koreksi geometric juga sangat penting dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi geometric adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya. Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Umumnya hasil klasifikasi inilah yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasi bersama layer-layer data yang lain. 2.4 Segmentasi Citra Segmentasi citra merupakan bagian dari proses pengolahan citra. Proses segmentasi citra ini lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada sistem pengenalan objek dalam citra. Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel piksel tetangganya, kemudian hasil dari proses segmentasi ini akan digunakan untuk proses tingkat tinggi lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap suatu citra, misalnya proses klasifikasi citra dan proses

20 24 identifikasi objek. Proses segmentasi citra itu sendiri terdapat beberapa algoritma, diantaranya:algoritma Deteksi Titik, Deteksi Garis, dan Deteksi Sisi ( berdasarkan Operator Robert dan Operator Sobel ). Gonzalez dan Wintz (1987) menyatakan bahwa segmentasi adalah proses pembagian sebuah citra kedalam sejumlah bagian atau obyek. Segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam analisis citra secara otomatis, sebab pada prosedur ini obyek yang diinginkan akan disadap untuk proses selanjutnya, misalnya: pada pengenalan pola. Algoritma segmentasi didasarkan pada 2 buah karakteristik nilai derajad kecerahan citra, yaitu: 1. Pendekatan discontinuity Mempartisi citra bila terdapat perubahan intensitas secara tiba-tiba (edge based). 2. Pendekatan similarity Mempartisi citra menjadi daerah-daerah yang memiliki kesamaan sifat tertentu (region based), contoh: thresholding, region growing, region splitting and merging 2.5 Curah Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Satuan dari curah hujan adalah adalah mm, inch. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Rentang waktu dalam periode musim adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM) (

21 25 Sifat Hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode ). Sifat hujan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu ( : 1. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rataratanya. 2. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya. 3. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya. Distribusi curah hujan bulanan dapat dibagi menjadi 4 kriteria, yaitu ( 2012) : 1. Rendah : mm 2. Menengah : mm 3. Tinggi : mm 4. Sangat Tinggi : > 400 mm 2.6 Satellit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Satelit TRMM diluncurkan pada Tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket H-II di pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) di Tanegashima- Jepang. TRMM membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS, CERES (Clouds and the Earth s Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor). Sensor yang sering digunakan untuk mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA (National Space Development Agency) dari Jepang dan merupakan satelit pertama yang mengkhususkan diri untuk penelitian tentang hujan. Program TRMM adalah untuk penelitian jangka panjang yang didesain untuk studi tentang tanah, laut,

22 26 udara, es, dan sistem total kehidupan di bumi (Xie et al., 2007). TRMM mampu mengobservasi struktur hujan, jumlah dan distriibusinya di daerah tropis dan sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui mekanisme perubahan iklim global dan memonitoring variasi lingkungan. Gambar di bawah adalah gambar jangkuan dari orbit TRMM. Data yang dihasilkan meliputi 50 LU sampai 50 LS dan 180 BT sampai 180 BB. Gambar Orbit TRMM Sumber : Gambar Cover data yang dihasilkan oleh TRMM Sumber : Data hujan yang dihasilkan oleh TRMM memiliki tipe dan bentuk yang cukup beragam yang dumulai dari level 1 sampai level 3. Level 1 merupakan data yang masih dalam bentuk raw dan telah dikalibrasi dan dikoreksi geometrik. Level 2 merupakan data yang telah memiliki gambaran paramater geofisik hujan pada resolusi spasial yang sama akan tetapi masih dalam kondisi asli keadaan hujan

23 27 saat satelit tersebut melewati daerah yang direkam, sedangkan level 3 merupakan data yang telah memiliki nilai-nilai hujan, khususnya kondisi hujan bulanan yang merupakan penggabungan dari kondisi hujan dari level 2 (Feidas 2010). Adapun data-data hujan yang dihasilkan adalah seperti tipe hujan, jumlah hujan, rata-rata jumlah hujan pada ketinggian tertentu, dan lain-lainnya. Setiap level dan tipe memiliki kekurangan dan kelebihan, khususnya bila ingin mengetahui lebih dalam keadaan hujan. Sebaiknya menggunakan level 3 untuk mendapatkan data hujan dalam bentuk mili meter (mm). Gambar di bawah merupakan diagram alir algoritma TRMM untuk mendapatkan level dan tipe data tertentu, termasuk input data dan outputnya ( 2010). Gambar 2.21 Diagram alir algoritma TRMM Sumber :

24 Pengolahan Citra Satelit TRMM Gambar Flowchart Pengolahan Citra Satelit TRMM Penjelasan mengenai gambar flowchart Pengolahan Citra Satelit TRMM di program ENVI: 1. Pilih citra satelit yang akan digunakan (misalnya citra bulan januari). 2. Masukkan nilai header sesuai dengan daerah pada citra yang ingin dianalisa. Dalam hal ini sudah ditentukan nilai sebagai berikut: Gambar Input nilai header

25 29 3. Kemudian pilih rotate/flip dengan nilai seperti berikut: Gambar Input nilai rotate/flip 4. Pada proses koreksi geometrik, masukkan nilai berikut: Gambar Input nilai koreksi geometrik

26 30 5. Pada proses resize data ada 2 pilihan, yaitu: Spatial Subset berguna untuk memotong citra yang akan digunakan. Gambar Input nilai spatial subset Spectral Subset berguna untuk memilih band mana yang akan dipergunakan. Band yang digunakan yaitu band 4 karena band tersebut menunjukkan curah hujan bulanan. Gambar Pilih band yang digunakan

27 31 Hasil dari Resize Data Parameters setelah memotong citra dan memilih band mana yang digunakan. Gambar Hasil dari resize data parameters 6. Pada proses color mapping, digunakan ENVI Color Tables: Rainbow + Black. Gambar Proses color mapping

28 32 7. Pada proses simpan, citra satelit TRMM yang sudah diolah ini disimpan dalam format TIFF/Geo TIFF seperti berikut: Gambar Proses menyimpan dalam format TIFF/Geo TIFF Proses berikutnya menyimpan file dalam bentuk file ASCII ini berfungsi agar data curah hujan yang pada citra tersebut tidak hilang. Gambar Proses menyimpan dalam format ASCII File ini yang akan digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu proses segmentasi dan penghitungan nilai curah hujan di Program VB.

29 Fuzzy C-means Clustering Fuzzy C-means Clustering (FCM), atau dikenal juga sebagai Fuzzy ISODATA, merupakan salah satu metode clustering yang merupakan bagian dari metode Hard K-Means. FCM menggunakan model pengelompokan fuzzy sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau cluster terbentuk dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1. Aturan fuzzy menyatakan bahwa jumlah nilai keanggotaan dari sebuah piksel untuk semua cluster harus 1. Semakin tinggi nilai keanggotaan, semakin besar kemungkinan bahwa piksel adalah milik cluster itu. Tingkat keberadaan data dalam suatu kelas atau cluster ditentukan oleh derajat keanggotaannya. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Jim Bezdek pada tahun Konsep dasar FCM, pertama kali adalah menentukan pusat cluster yang akan menandai lokasi ratarata untuk tiap-tiap cluster. Kondisi awal, pusat cluster ini masih belum akurat. Tiap-tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap-tiap cluster, dengan cara memperbaiki pusat cluster dan nilai keanggotaan tiap-tiap data secara berulang, maka dapat dilihat bahwa pusat cluster akan menujui lokasi yang tepat. Perulangan ini didasarkan pada minimasi fungsi obyektif (Gelley, 2000). Fungsi obyektif yang digunakan FCM ditunjukkan oleh persamaan (1) (Ross, 2005) : dengan w є [1, ], X adalah data yang dicluster :

30 34 dan V adalah matriks pusat cluster : Nilai Jw terkecil adalah yang terbaik, sehingga: Algoritma FCM secara lengkap diberikan sebagai berikut (Zimmerman, 1991); (Yan, 1994); (Ross, 2005): 1. Tentukan: 1.1. Matriks X berukuran n x m 1.2. Jumlah cluster yang akan dibentuk (C 2) 1.3. Pangkat (pembobot w > 1 ) 1.4. Maksimum iterasi 1.5. Kriteria penghentian ( ε = nilai positif yang sangat kecil) 2. Bentuk matriks partisi awal U (derajat keanggotaan dalam cluster); partisi awal biasanya dibuat secara acak. 3. Hitung pusat cluster V untuk setiap cluster

31 35 4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki matriks partisi) dengan: 5. Tentukan kriteria penghentian iterasi, yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi sekarang dan iterasi sebelumnya Apabila Δ< ε maka iterasi dihentikan. 2.8 RMSE atau RMSD Root Mean Square Deviation (RMSD) atau Root Mean Square Error (RMSE) biasanya digunakan untuk mengukur perbedaan antara nilai yang diprediksi oleh model (penduga) dan nilai sebenarnya yang diobservasi. Rumus mean bias error (MBE) dan root mean square error (RMSE) adalah sebagai berikut (Feidas, 2010): ΜΒΕ = 1 n (S n i=1 i G i ) n RMSE = ( 1 n (S i Bias G i ) 2 ) i=1 Untuk mencari %RMSD, rumusnya adalah: %RMSE = RMSE 100 n n i=1 G i

32 36 Contoh: Misalkan Si adalah data pengolahan satelit dan Gi adalah data perhitungan di lapangan. Menghitung nilai RMSD dan %RMSD: Tabel 2. 1 Contoh Perhitungan RMSD dan %RMSD Si Gi hasil 1 (Si - Gi) hasil 4 (Si - MBE - Gi) hasil 5 (hasil 4 kuadrat) n = 5 hasil 2 (SUM hasil 1) = hasil 6 (SUM hasil 5) = hasil 7 (hasil 6 / n) = hasil 3 (hasil 2 / n) = hasil 8 (akar hasil 7) = MBE = RMSE = hasil 9(SUM Gi) = hasil 10 = %RMSE = Penjelasan Tabel: Menghitung RMSD: Langkah 1: Untuk setiap data (no 1 sampai no 5), hitung (Si - Gi). Simpan hasilnya di kolom hasil 1. Langkah 2: Jumlahkan semua data di kolom hasil 1. Simpan hasilnya di kolom hasil 2. Langkah 3: Nilai di kolom hasil 2 dibagi dengan jumlah data yang ada. Simpan hasilnya di kolom hasil 3. Ini adalah nilai MBE. Langkah 4: Untuk setiap data (no 1 sampai no 5), hitung (Si MBE - Gi). Simpan hasilnya di kolom hasil 4. Langkah 5: Kuadratkan semua nilai yang ada di kolom hasil 4. Simpan hasilnya di kolom hasil 5. Langkah 6: Jumlahkan semua data yang ada di kolom hasil 5. Simpan hasilnya di kolom hasil 6.

33 37 Langkah 7: Nilai di kolom hasil 6 dibagi dengan jumlah data yang ada. Simpan hasilnya di kolom hasil 7. Langkah 8: Akarkuadratkan nilai yang ada di kolom hasil 7. Simpan hasilnya di kolom hasil 8. Ini adalah nilai RMSE. Menghitung %RMSD: Langkah 9: Jumlahkan semua data yang ada di kolom Gi. Simpan hasilnya di kolom hasil 9 Langkah 10: Hitung nilai %RMSD dengan rumus yang sudah diberikan di atas. 2.9 Visual Basic 2008 Visual Basic berasal dari singkatan BASIC (Beginner s All-purpose Symbolic Instruction Code) yang dibuat oleh Profesor lhon Kemeny dan Thomas Kurtz dari Darmont pada pcrtengahan tahun Perintah-perintah bahasa program yang digunakan adalah bahasa lnggris, dengan tujuan dapat mcmpermudah programmer yang menggunakan bahasa pemrograman ini (Hendrayudi, 2009). Bahasa pemrograman BASIC dikembangkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah Microsoft QBASIC, QUICKBASIC, GWBASIC, IBM BASICA, dan Apple BASIC. Apple BASIC dikembangkan oleh Steve Wozniak, seorang karyawan Hewlett-Packard yang pada akhirnya pada bulan April 1976 secara resmi membentuk perusahaan Apple Computer. Kemudahan menggunakan bahasa pemrograman BASIC akhirnya mendorong Microsoft untuk mengembangkan bahasa BASIC dengan GUI- BASED. Graphical User Interface membuat pengguna bahasa Basic semakin senang dengan komponen yang disediakan oleh pembuatnya, mereka merasakan kemudahan dalam menggunakan dan membuat program dengan bahasa yang berbasis visual. Sejak itu bahasa pemrograman Visual Basic berkembang dengan berbagai versi, dan sampai pada akhimya muncul bahasa pemrograman Visual Basic 2008 atau Visual Basic 9. Visual Basic 2008 adalah salah satu kelompok bahasa

34 38 pemrograman yang dibuat oleh Microsoft dan tergabung dalam satu paket bahasa pemrograman Microsoft Visual Studio Paket pemrograman tersebut terdiri dari Microsoft Visual C# 2008, Microsoft Visual Basic 2008, Microsoft C , dan Microsoft Web Developer Flowchart (Bagan Alir) Flowchart program adaiah suatu bagan yang menggambarkan atau mempresentasikan suatu algoritma atau prosedur untuk menyelesaikan masalah (Sismoro, 2005) Jenis Flowchart Flowchart terbagi menjadi dua, yaitu flowchart system dan flowchart program Flowchart System Flowchart system yaitu bagan yang menggambarkan suatu prosedur dan proses suatu file dalam suatu media menjadi file dalam media yang lain dalam suatu sistem data. Simbol: Gambar Simbol Flowchart System Sumber: (Sismoro, 2005)

35 39 Gambar 2.33 Contoh Flowchart System Sumber: (Sismoro, 2005) Flowchart Program Flowchart program yaitu bagan yang menggambarkan urutan logika dari suatu prosedur pemecahan masalah. Simbol yang digunakan: : (terminal symbol), menunjukkan awal dan akhir dari program : (preparation symbol), memberikan nilai awal pada suatu variabel atau counter : (processing symbol), menunjukkan pengolahan aritmatika dan pemindahan data : (input/output symbol), menunjukkan proses input atau output : (decision symbol), mewakili operasi perbandingan logika : (predefined process symbol), proses yang ditulis sebagai subprogram, yaitu prosedur/fungsi : (connector symbol), penghubung pada halaman yang sama : (off page connector symbol), penghubung pada halaman yang berbeda : Arah proses

36 Struktur dasar Algoritma Algoritma berisi langkah-langkah penyelesaian suatu masalah. Langkahlangkah tersebut bisa berupa urutan aksi (kejadian/tindakan), pemilihan aksi, dan pengulangan aksi. Berikut adalah tiga struktur dasar algoritma, yaitu (Sismoro, 2005) : Sequence Structure (Struktur Runtunan) Struktur runtunan adaiah struktur dasar algoritma di mana instruksi akan dieksekusi secara berurutan. Digunakan untuk program yang instruksinya sequential/ berurutan. Gambar Flowchart Sequence Structure Sumber: (Sismoro, 2005) Selection Structure (Struktur Percabangan) Struktur percabangan adaiah struktur dasar algoritma di mana instruksi/pernyataan akan dieksekusi apabila memenuhi atau tidak memenuhi suatu kondisi, yang digambarkan sebagai berikut: Gambar Flowchart Selection Structure Sumber: (Sismoro, 2005) Repetition Structure (Slruklur Perulangan) Struktur perulangan adalah struklur dasar algorilma di mana instruksi akan dieksekusi secara berulang-ulang apabila memenuhi atau tidak memenuhi suatu kondisi, yang digambarkan sebagai berikut:

37 41 Gambar Flowchart Repetition Structure Sumber: (Sismoro, 2005) Diagram Konteks Diagram konteks (context diagram) adalah diagram tingkat atas, merupakan diagram dari sebuah sistem yang menggambarkan aliran data yang masuk dan keluar dari sistem dan yang masuk dan keluar dari entitas luar. Hal yang harus diperhatikan: 1. Memberikan gambaran tentang seluruh sistem. 2. Terminal yang memberikan masukan ke sistem disebut Source. 3. Terminal yang menerima keluaran disebut sink. 4. Hanya ada satu proses. 5. Tidak boleh ada data store ERD (Entity Relationship Diagram) Bentuk ERD ini diagram yang dibuat akan mengilustrasikan komponenkomponen data. Sebagai contoh. elemen mahasiswa akan digambarkan bersama atribut yang melekat pada elemen mahasiswa tersebut, seperti NIM, Nama, alamat, dan lain sebagainya. Dengan ERD ini kita dapat membuat sebuah relational condition/hubungan antar-elemen di mana pada tahap selanjutnya dapat dimplementasikan ke dalam bentuk tabel relasi. Memodelkan sebuah sistem ke dalam bentuk ERD, kita perlu melakukan langkah langkah berikut (Karuniawan, 2001):

38 Mengumpulkan Semua Entitas Data dari Sistem yang Diteliti. Proses ini semua variabel masukan didaftar, yaitu semua elemen data yang terdapat dalam sistem. Daftar entitas di atas, analis diharapkan mampu menganalisisnya untuk kemudian menentukan daftar kejadian dalam ruang lingkup sistem inrormasi yang akan kita buat (Event List). Tahapan selanjutnya kita akan mencoba menyaring entitas-entitas mana saja yang berpengaruh/digunakan di dalam sistem. Biasanya kita menyaring entitas yang ada dari daftar event list yang kita buat, yaitu dengan menentukan entitas tertentu yang dijadikan variable masukan dalam sistem Menentukan Entitas-Entitas yang Berpengaruh. Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, hanya entitas tertentu saja yang terlibat pada proses suatu sistem dalam daftar event list yang telah kita buat sebelumnya. Akan lebih baik jika kita memasukkan entitas seminimal mungkin agar pengguna tidak merasa terbebani oleh kewajiban-kewajiban yang harus ia lakukan ketika mengakses sebuah system pemasukan data. Hal ini tergantung pada struktur algoritma yang dapat dirancang oleh seorang analis Menentukan Relasi Antar Entitas. Penentuan relasi antar-entitas yang terkait mempunyai tujuan agar sebuah entitas yang menjadi penghubung antara dua atau lebih entitas terkait dapat dijadikan sebagai sebuah indeks pendefinisian atau pencarian data. Ada bermacam hubungan antar-entitas, yaitu sebagai berikut: One to One (Satu ke Satu) Sebuah bentuk relasi antara suatu entitas dengan jumlah 1 ke entitas lain dengan jumlah yang sama. Contoh, relasi antara entitas kota dengan entitas wali kota. Sebagai sebuah analisa, entitas kota dengan entitas wali kota terhubung oleh relasi dipimpin oleh, yaitu sebuah kota hanya dipimpin oleh satu orang wali kota. Relasi seperti ini dinamakan relasi satu ke satu.

39 43 Kota 1 Dipimpin oleh 1 Wali Kota Gambar One to One One to Many (Satu ke Banyak) Merupakan bentuk relasi dari suatu entitas dengan jumlah satu ke entitas lain dengan banyak alternatif tujuan (entitas dengan jumlah lebih dari satu). Sebagai contoh pada kasus "Kota memiliki data satelit. Relasi seperti ini kita namakan satu ke banyak. Kota 1 Memiliki 1 Data satelit Gambar One to Many Many to One (Banyak ke Satu) Relasi ini mendefinisikan hubungan antara entitas dengan jumlah lebih dari satu menuju sebuah entitas dengan jumlah tunggal. Sebagai contoh, hubungan antara entitas kota dengan entitas Memiliki propinsi yang dihubungkan dengan relasi bagian dari. Beberapa kota (dengan jumlah banyak) dapat menjadi bagian dari sebuah propinsi yang sama. Relasi ini kita namakan relasi dari banyak ke satu.

40 44 Kota 1 Bagian dari 1 Propinsi Gambar Many to One Many to Many (Banyak ke Banyak) Relasi ini mendeskripsikan permasalahan yang agak kompleks, yaitu hubungan antara entitas dengan jumlah yang tidak tunggal menuju ke suatu entitas yang mempunyai anggota jamak. Sebuah kasus didefinisikan hubungan antara kota dengan jalan yang direlasikan dengan mempunyai, di mana kota dengan jumlah yang tidak tunggal dapat mempunyai sejumlah jalan yang lebih dari satu jenis. Maka relasi semacam ini dapat kita definisikan sebagai relasi dari banyak ke banyak. Kota 1 Memiliki 1 Jalan Gambar Many to Many

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI JUDUL... i PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR....xii DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri 1. Pengertian Penginderaan Jauh Menurut Lilesand et al. (2004) mengatakan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan merupakan unsur meteorologi yang mempunyai variasi tinggi dalam skala ruang dan waktu sehingga paling sulit untuk diprediksi. Akan tetapi, informasi curah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki hamparan hutan yang luas tidak terlepas dengan adanya masalah-masalah lingkungan yang dihasilkan, khususnya kebakaran hutan. Salah satu teknologi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segmentasi obyek pada citra dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). Metode

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA EDY WINARNO fti-unisbank-smg 24 maret 2009 Citra = gambar = image Citra, menurut kamus Webster, adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Visual Basic merupakan sebuah bahasa pemrograman yang menawarkan Integrated

BAB 2 LANDASAN TEORI. Visual Basic merupakan sebuah bahasa pemrograman yang menawarkan Integrated BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Visual Basic Visual Basic merupakan sebuah bahasa pemrograman yang menawarkan Integrated Development Environment (IDE) visual untuk membuat program perangkat lunak berbasis sistem

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO Risma Fadhilla Arsy Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Tadulako

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA Minggu 10: Klasifikasi Data Citra Proses Sebelum Klasifikasi Koreksi Geometri Koreksi Radiometri Koreksi Topografi Penajaman Citra Minggu 9 Klasifikasi Pemilihan Kombinasi warna Teknik Klasifikasi Visual

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMBINASI BAND PADA CITRA SATELIT LANDSAT 8 DENGAN PERANGKAT LUNAK BILKO OLEH: : HILDA ARSSY WIGA CINTYA

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMBINASI BAND PADA CITRA SATELIT LANDSAT 8 DENGAN PERANGKAT LUNAK BILKO OLEH: : HILDA ARSSY WIGA CINTYA LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMBINASI BAND PADA CITRA SATELIT LANDSAT 8 DENGAN PERANGKAT LUNAK BILKO OLEH: NAMA : HILDA ARSSY WIGA CINTYA NRP :3513100061 DOSEN PEMBIMBING: NAMA : LALU MUHAMAD JAELANI,

Lebih terperinci

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo Citra Digital Petrus Paryono Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Studi Tentang Pencitraan Raster dan Pixel Citra Digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci