BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa dalam memahami peranti kohesi bahasa Indonesia. Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Cerpen The Killers Karya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa dalam memahami peranti kohesi bahasa Indonesia. Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Cerpen The Killers Karya"

Transkripsi

1 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Beberapa penelitian terkait dengan penerapan model pembelajaran inovatif telah dilakukan sebagai bentuk tindakan meningkatkan keterampilan dan kemampuan siswa dalam berbahasa. Dalam penelitian ini dicoba diterapkan model pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya peningkatan kemampuan siswa dalam memahami peranti kohesi bahasa Indonesia. Penelitian tentang kohesi pernah dilakukan oleh Ali (2010) dengan judul Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Cerpen The Killers Karya Ernest Hemingway. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepaduan wacana yang didukung oleh aspek kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam cerpen The Killers karya Ernest Hemingway. Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak dan teknik catat sebagai teknik lanjutan. Sumber datanya adalah cerpen yang berjudul The Killers karya Ernest Hemingway, sedangkan data yang dianalisis berupa klausa atau kalimat yang mengandung penanda kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana cerpen tersebut. Dalam menganalisis data digunakan metode distribusional dengan teknik BUL (bagi unsur langsung) dan dilanjutkan dengan penerapan beberapa teknik lanjutan, seperti teknik ganti dan teknik ubah wujud. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali (2010) ini memiliki kesamaan, yaitu mengambil topik tentang kohesi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini dijadikan patokan dasar dalam teknik menganalisis peranti kohesi yang ada pada teks yang diproduksi siswa,

2 11 baik peranti kohesi gramatikal maupun peranti kohesi leksikal sehingga teknik mengklasifikasikan peranti kohesi secara cepat dan tepat dilakukan. Penelitian yang dilakukan ini menjadikan sebuah cerpen yang berjudul The Killers karya Ernest Hemingway sebagai objek penelitiannya dan tidak dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian selanjutnya dilakukan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa sebagai objeknya. Dalam kegiatan penelitian beikutnya diterapkan sebuah model pembelajaran inovatif untuk dapat merangsang minat belajar siswa dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa terhadap kompetensi dasar yang harus dikuasai. Penelitian yang dilakukan selanjutnya ini sebagai bentuk refleksi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Ali sehingga terjadi pembaruan dari penelitian sebelumnya. Penelitian lain dilakukan Prasetia (2013) yang berjudul Penggunaan Peranti Kohesi dalam Karangan Narasi oleh Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Blahbatuh. Penelitian ini memiliki kesamaan, yaitu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan pengambilan topik yang sama terkait dengan peranti kohesi. Penelitian yang dilakukan mendekripsikan peranti kohesi yang digunakan dalam karangan narasi oleh siswa yang dijadikan subjek penelitian. Peranti kohesi siswa yang ditemukan ada dua jenis peranti, yaitu peranti kohesi gramatikal dan peranti kohesi leksikal. Hasil menunjukkan bahwa peranti kohesi gramatikal yang digunakan dalam karangan narasi, yaitu referensi, elipsis, dan konjungi sedangkan peranti kohesi leksikal yang digunakan yaitu repetisi dan hiponim. Penelitian ini berupa penelitian yang berifat deskriptif semata, tidak ada penerapan metode pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini walaupun dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Di samping itu, tidak ada tindak lanjut untuk

3 12 meningkatkan kemampuan terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki siswa dalam menggunakan peranti kohesi secara maksimal. Pengemasan pembelajaran yang dilakukan terkesan sederhana sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa terkesan hanya menjadi objek pembelajaran dan belum mampu memainkan peranan siswa menjadi subjek pembelajaran. Di pihak lain penelitian yang dilakukan selanjutnya mencermati dan mengubah paradigma pembelajaran yang semula peran peserta didik hanya menjadi objek belajar kini lebih mengarah menjadi subjek belajar. Di samping itu, pengemasan pembelajaran yang lebih inovatif dirancang dan diterapkan pada penelitian selanjutnya. Penelitian yang sejenis pernah dilakukan oleh Putri (2011) dengan judul Penanda Kohesi pada Wacana Rubrik SUARA MAHASISWA dalam Harian Joglo Semar. Kesamaan penelitian ini terletak pada topik yang sama, yaitu terkait dengan peranti kohesi. Penelitian yang telah dilakukan mendekripsikan penanda kohesi yang terdapat pada Wacana Rubrik SUARA MAHASISWA dalam Harian Joglo Semar. Peneliti tersebut menemukan bahwa penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana rubrik Suara Mahasiswa dalam harian Joglo Semar terdiri atas (1) PK referensi persona, PK referensi persona demonstratif, dan PK referensi persona komparatif, (2) PK substitusi, (3) PK elipsisi, (4) konjungsi. Di satu sisi, peneliti sebelumnya juga menemukan penanda kohesi leksikal terdiri atas (1) repetisi, (2) sinonim, (3) antonim, (4) kolokasi, (5) hiponim dan (6) ekuivalensi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011) ini merupakan penelitian yang berupa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Tidak ada penerapan model pembelajaran karena objek penelitian itu yaitu sebuah wacana yang

4 13 kemudian dianalisis. Penelitian itu memiliki kesamaan dalam pengambilan topik terkait dengan kohesi. Penelitian tersebut dijadikan patokan dasar dalam teknik klasifikasi data yaitu data berupa teks yang diproduksi siswa kelas X AP 1 yang dilakukan selanjutnya. Teknik klasifikasi data yang dimaksud yaitu dengan tahapan setelah data dikumpulkan dan diseleksi, dilakukan pengklasifikasian atau pengurutan. Data yang sudah terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kriteria tertentu yang digunakan oleh seorang peneliti. Pengklasifikasian data tersebut bertujuan untuk memilih dan memilah data agar lebih mudah dianalisis. Dalam penelitian ini peneliti mengklasifikasikan data berdasarkan jenis penanda kohesi gramatikal dan leksikal yang terdapat dalam teks yang telah diproduksi oleh siswa. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan selanjutnya memijakkan kakinya pada penelitian yang dilakukan Putri (2011) dalam hal teknik pengklasifikasian data teks siswa. Penelitian yang dilakukan ditambah dengan penerapan model pembelajaran yang inovatif seperti model pembelajaran berbasis masalah sehingga ada usaha yang preventif agar pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa disertai dengan penerapan teori linguistic, yaitu terkait dengan teori kohesi sebagai dasar pemikiran dalam membelajarkan siswa. Penelitian berikutnya dilakukan Pratama Y.R. (2012) yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Persuasif Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas X Lab SMA Saraswati Denpasar. Penelitian yang dilakukan tersebut memiliki kesamaan, yaitu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah walaupun materi yang dibahas berbeda. Penelitian tersebut mengkaji efektivitas

5 14 pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf persuasif siswa kelas X Lab. SMA Saraswati Denpasar TP 2011/2012. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perolehan nilai rata-rata pada tes awal sebesar 5,6 berkategori hampir cukup, pada Pratindakan sebesar 6,7, pada Siklus I sebesar 7,9, dan pada Siklus II nilai ratarata yang diperoleh telah mampu menunjukkan nilai yang sangat signifikan dan berada di atas standar nilai KKM yang ada, yaitu 9,4. Indikator peningkatan yang terjadi ketika nilai rata-rata siswa terus naik, dengan acuan nilai KKM yang ada di sekolah tersebut, yaitu dengan capaian nilai KKM 8,0. Selain perubahan nilai ratarata, siswa juga mengalami perubahan perilaku dari periaku negatif ke perilaku positif selama mengikuti pembelajaran. Langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah ini, yaitu (1) penyampaian ide, (2) penyajian fakta yang diketahui, (3) mempelajari masalah, (4) menyusun rencana tindakan, dan (5) evaluasi. Dasar pemikiran dari langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah ini dijadikan landasan dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada penelitian yang dilakukan selanjutnya. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa terhadap permasalahan pembelajaran yang dimiliki. Dari beberapa penelitian di atas hanya satu menerapkan tindakan pembelajaran dengan model penelitian tindakan kelas, sedangkan penelitian yang lain lebih mengacu pada penelitian deskriptif walaupun model linguistik yang digunakan sama yaitu terkait dengan peranti kohesi dalam teks. Penelitian yang

6 15 telah dilakukan dijadikan dasar pemikiran dalam menguraikan data hasil penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang mengkaji dan meningkatkan pemahaman siswa dalam menguesai peranti kohesi pada teks. Hal ini dipecahkan melalui tindakan refleksi awal yaitu untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selanjutnya, tindakan dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Tindakan-tindakan, baik sebelum maupun setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah, merupakan bagian dari tindakan kelas sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa secara signifikan. Tindakan-tindakan ini didasarkan pada lemahnya kemampuan siswa dalam memahami peranti kohesi. Penelitian berikutnya diharapkan memberikan sumbangan bagi khazanah penelitian bagi para pendidik agar terinspirasi menerapkan pembelajaran-pembelajaran yang lebih inovatif. 2.2 Konsep Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain (1) pemahaman, (2) peranti kohesi dan (3) model pembelajaran berbasis masalah Pemahaman Purwanto (1997:44) mengartikan pemahaman sebagai tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi, dan fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini tidak sekadar hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep masalah atau fakta yang

7 16 ditanyakan. Operasionalnya yaitu dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberikan contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi daripada ingatan dan hafalan. Dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberikan contoh, menulis kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam daripada pengetahuan. Dengan pengetahuan seseorang belum tentu memahami sesuatu yang dipelajari. Di pihak lain dengan pemahaman seseorang tidak hanya sekadar menghafal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna yang dipelajari secara lebih mendalam dan mampu memahami konsep pelajaran tersebut Peranti Kohesi Halliday dan Hasan (1980:3-19) mengatakan bahwa kohesi merupakan hubungan semantik antarakalimat pada teks dan hubungan tersebut merupakan hubungan makna dalam sistem dan proses. Jadi, dalam sistem dan proses bahasa, kohesi adalah hubungan semantik antara kalimat satu dan kalimat lainnya. Di satu sisi, Kridalaksana (1993:109) mengistilahkan

8 17 kohesi dengan keutuhan dan mendefinisikannya sebagai taraf keterikatan antara pelbagai unsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana, misalnya morfem terikat lebih lekat pada unsur yang menyertainya. Kohesi adalah hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren. Jadi, suatu wacana dapat disebut sebagai wacana yang utuh apabila memiliki pola hubungan gramatikal dan keterpautan semantik antara kalimat yang satu dan kalimat lainnya Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau masalah, tidak hanya mengorganisasi prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Setyosari (2006:1) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata, a real-world problems sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Dalam usaha memecahkan masalah tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan yang berarti melalui proses pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik.

9 Landasan Teori Sebagai seorang peneliti, tentu mengharapkan penelitian yang dilakukan dapat mencapai hasil analisis yang objektif dan sesuai dengan fakta di lapangan. Untuk memperkuat penelitian yang dilakukan perlu dilandasi dengan teori-teori yang dapat menunjang kelancaran dan kemantapan analisis, terutama teori-teori yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti Teori Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico pada tahun Ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24). Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman, dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005:70) bahwa konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan. Di pihak lain rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya. Karli (2003:2) menyatakan bahwa konstruktivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa dalam

10 19 proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interkasi dengan lingkungannya. Menurut Suparno (1997:49), secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengonstruksi secara terus-menerus sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih terperinci, lengkap, dan sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. Brooks dan Brooks (dalam Elliot dkk, 2000) mengemukakan cara menggunakan pendekatan konstruktivisme di kelas, yaitu sebagai berikut. 1. Kemukakan masalah yang relevan bagi siswa, yang menarik siswa, yang kompleks, dan sediakan waktu yang cukup untuk memecahkan masalah itu. 2. Guru hendaknya mengidentifikasi ide besar (tema) yang penting bagi siswa untuk dipahami dan terstruktur (menyusun, mengembangkan) pembelajaran sekitar ide besar itu. 3. Cari dan hargai pandangan siswa. Paham konstruktivisme menghendaki agar guru mendengarkan baik-baik pendapat siswa itu sebab pendapat siswa adalah jendela bagi guru untuk memahami alas an sebaliknya.

11 20 4. Sesuaikan kurikulum pada pemahaman siswa sekarang. Jika kurikulum tidak cocok bagi siswa, ubahlah. Sesuaikan kurikulum itu pada pemahaman siswa sekarang dan untuk perkembangan pengetahuan selanjutnya. 5. Ukur belajar siswa dalam konteks yang diajarkan. Hasil pengukuran semacam itu dapat digunakan unuk mengetahui prestasi belajar siswa, melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya, dan dapat untuk memperbaiki pengajaran selanjutnya Teori Kohesi Halliday dan Hasan (1980:3-19) mengatakan bahwa kohesi merupakan hubungan semantik antarakalimat pada teks dan hubungan tersebut merupakan hubungan makna dalam sistem dan proses. Jadi, dalam sistem dan proses bahasa, kohesi adalah hubungan semantik antara kalimat satu dan kalimat lainnya. Kridalaksana (1993:109) mengistilahkan kohesi dengan keutuhan dan mendefinisikannya sebagai taraf keterikatan antara pelbagai unsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana, misalnya morfem terikat lebih lekat pada unsur yang menyertainya. Kohesi adalah hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren. Kohesi memiliki beberapa unsur penting, yaitu keterikatan atau keterpautan hubungan makna antara satu unsur-unsur yang lain, baik dalam kata (antara morfem yang satu dan yang lain), paragraf (klausa yang satu dan klausa yang lain), maupun teks (antara paragraf satu dengan paragraf yang

12 21 lain). Jadi, suatu wacana dapat disebut sebagai suatu wacana yang utuh apabila memiliki pola hubungan gramatikal dan keterpautan semantik antara kalimat yang satu dan kalimat lainnya. Halliday dan Hasan (1980) membagi alat kohesi menjadi dua macam yaitu, kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. 1. Kohesi Gramatikal Kohesi gramatikal didasarkan pada bentuk bahasa yang digunakan (Rani dkk, 2006:94). Peranti kohesi gramatikal digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat dalam sebuah wacana. Oleh karena itu, kohesi ini dapat membantu menjelaskan hubungan semantik antara bagian wacana yang kurang jelas dan bagian wcana yang lain sehingga sebuah unsur wacana dapat menjelaskan unsur wacana lainnya atau teks secara keseluruhan (Zaimar dan Harahap, 2009:116). Kohesi gramatikal diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu referensi (pengacuan), elipsis (pelesapan), substitusi (penggantian), dan konjungsi (penyambungan). Kategori-kategori tersebut tidak hanya memiliki dasar teoretis sebagai jenis-jenis hubungan kohesif, tetapi juga mempersiapkan suatu cara yang praktis untuk menggambarkan dan menganalisis sebuah wacana. Setiap kategori tersebut menampilkan ciri-ciri tertentu dalam sebuah wacana. Berikut disampaikan secara singkat kategori kategori kohesi tersebut. A. Referensi (Pengacuan) Referensi merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang merefer (menunjuk) satuan lingual yang lain, yang

13 22 mendahului atau yang mengikutinya. Referensi dapat dibagi menjadi dua, yakni eksofora dan endofora. Acuan eksofora ialah acuan yang berada di luar teks, sedangkan acuan endofora ialah acuan yang berada di dalam teks. 1) Referensi Persona a. Referensi Endofora Purwo (1987:10) menjelaskan bahwa ditinjau dari arah acuannya, referensi endoforis dapat dibagi menjadi dua, yaitu anaforis dan kataforis. Referensi anaforis mengacu kepada suatu konstituen sebelumnya, sedangkan referensi kataforis mengacu kepada konstituen di belakangnya. Kohesi referensi dapat dilihat pada contoh berikut. Setiap akhir pekan, ratusan mobil bernomor polisi Jakarta menyeberangi Selat Sunda menuju Bandar Lampung (BL) (a).kamar-kamar hotel di kota itu pun setiap Sabtu-Minggu tidak tersisa lagi, bahkan harus dipesan dua minggu sebelumnya (b). BL kotanya enak, di atas bukit dengan panorama laut (c). Kota ini pun tidak terlalu ramai (d). (Nesi dkk., 2012:36) Teks di atas terdiri atas empat kalimat, yaitu kalimat (a), (b), (c), dan (d). Pada kalimat (b), itu menunjuk BL pada kalimat (a). BL pada kalimat (c) menunjuk BL pada kalimat (a) atau itu pada kalimat (b). Pada kalimat (d), ini menunjuk satuan lingual sebelumnya, yakni BL pada kalimat (a) dan (c) atau itu pada kalimat (b). Referensi seperti itu disebut referensi demonstratif tempat. BL, ini, dan itu merupakan satuan endofora. Ini adalah referensi kataforis, yakni acuan untuk konstituen sebelumnya, sedangkan itu adalah referensi anaforis, yakni acuan untuk konstituen sesudahnya, (Purwo, 1987:10).

14 23 b. Referensi Eksofora Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa ada unsur wacana yang tidak dipahami apabila tidak dibantu oleh informasi (sesuatu yang lain). Jadi, unsur teks itu tidak dipahami berdasarkan dirinya sendiri, tetapi harus mengacu pada sesuatu yang lain. Apabila unsur yang diacu tersebut ada di luar wacana, maka acuan tersebut disebut referensi eksofora. Jenis acuan ini biasanya terdapat dalam wacana pidato, surat-menyurat, dan karya sastra. Contoh: Pembaca yang setia di zaman sekarang ini kita harus pandaipandai membaca situasi dan kondisi kalau tidak kita mungkin tidak akan bisa bertahan. Tabel 2.1 Pronomina Bahasa Indonesia Makna Persona Tunggal Jamak Netral Eksklusif Inklusif Pertama saya, aku, ku-, -ku - kami kita Kedua engkau, kamu, Anda, dikau, kau-, -mu kalian, kamu sekalian, Anda sekalian - - Ketiga ia, dia, beliau, -nya mereka - - (Alwi dkk., 2010:256) 2) Referensi Demonstratif Penunjuk atau demonstratif memberikan posisi pada partisipan. Posisi partisipan yang ditunjukkan dapat (1) dekat kepada pemakai bahasa, yang direalisasikan dengan kata ini, (2) jauh dari pemakai bahasa yang direalisasikan dengan kata itu, dan (3) tidak dekat dan tidak jauh dari pemakai bahasa yang

15 24 direalisasikan itu, tersebut, berikut, di atas, dan di bawah. Penunjuk jenis yang ketiga ini tidak memerinci posisi dekat atau jauh, tetapi memberikan pengertian kepada mitrabicara. Sejalan dengan penunjuk, lokasi sebagai unsur sirkumstan dapat ditunjukkan sebagai dekat dari pemakai bahasa yang dikodekan dengan kata di sini, jauh dari pemakai bahasa yang dikodekan dengan kata di situ, atau di suatu tempat yang dikodekan dengan di suatu + lokasi. Misalnya: Kalung ini milik Ashila. Gelang itu milik Khaira (ini dan itu penunjuk dekat dan jauh) Kesehatan itu amat mahal harganya (itu penunjuk tidak jauh tidak dekat atau kata sandang) Ali dilahirkan di sini, tetapi dibesarkan di situ (di sini dan di situ penunjuk lokasi) 3) Referensi Komparatif Sebagai alat kohesi, perbandingan berfungsi menampilkan dua partisipan atau lebih dan menghubungkan keduanya untuk membentuk pertautan. Pertautan dengan perbandingan dapat terjadi dengan tiga kemungkinan. Pertama, perbandingan positif dengan dua partisipan sama, setingkat, atau setaraf. Perbandingan positif dapat direalisasikan oleh se + adjektiva/adverbia, seperti setinggi, selebar, sejalan, dan sebagainya. Kedua, perbandingan komparatif dengan satu partisipan lebih (dalam kualitas atau sifat) daripada yang lain. Perbandingan komparatif direalisasikan oleh lebih + adjektiva/adverbia + daripada, seperti lebih tinggi daripada, lebih cepat daripada, dan sebagainya. Ketiga perbandingan superlatif dengan satu partisipan berada pada posisi paling (dalam tingkat, taraf, atau kualitas) di antara tiga partisipan. Perbandingan

16 25 superlatif dapat direalisasikan oleh paling + adjektiva/adverbia, seperti paling pintar, paling cepat, paling baik, dan sebagainya. B. Elipsis Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan dalam wacana, artinya tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami (Zaimar dan Harahap, 2009:127 ). Elipsis juga merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa pelesapan unsur tertentu yang telah disebutkan. Contoh: Berdasarkan peraturan, sekolah-sekolah swasta yang menumpang di sekolah negeri diberi batas waktu sampai dengan tahun Setelah itu, øharus menempati gedung sendiri. (Nesi dkk., 2012:37) Pada contoh di atas tampak bahwa unsur yang dihilangkan ialah sekolahsekolah swasta. C. Substitusi Subtitusi merupakan salah satu peranti kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (satuan lingual yang telah disebut) dengan satuan lingual yang lain. Subtitusi sebagai salah satu peranti kohesi gramatikal dapat berfungsi untuk menghindari kemonotonan sebuah wacana. Contoh: Setelah empat lima kali mendatangi suatu desa, barulah dr. Rien merasa diterima oleh rakyat setempat (a). Ia pun merasa berani sedikit-sedikit berbicara tentang kesehatan, kebersihan, dan keluarga berencana (b). (Nesi dkk., 2012:37) Pada contoh (2) terdapat dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (b). Satuan dr. Rien pada kalimat (a) disubstitusi dengan satuan ia pada kalimat (b).

17 26 D. Konjungsi (Penghubung) Untuk membentuk sebuah wacana yang baik diperlukan konjungsi atau penghubung. Konjungsi berfungsi untuk merangkai atau mengikat beberapa proposisi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana lebih terasa lembut. Sesuai dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan unuk merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antarkalimat (Rani dkk., 2006: 107). Penggunaan konjungsi dalam sebuah wacana memerlukan pertimbangan logika berpikir untuk membentuk sebuah wacana yang apik (Zaimar dan Harahap, 2009:128). Peranti kohesi konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Berikut disajikan klasifikasi konjungsi bedasarkan hubungan proposisi yang diwujudkan dalam dua kalimat. Pengklasifikasian peranti kohesi tersebut didasarkan pada jenis hubungan yang diciptakan. Tabel 2.2 Konjungsi Bahasa Indonesia No Makna Submakna Realitas Konjungsi menghubungkan dan, dengan, serta menjumlahkan menghubungkan memilih atau menghubungkan mempertentangkan tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya 1 Konjungsi menghubungkan membetulkan melainkan, hanya koordinatif menghubungkan menegaskan bahkan, malah (malahan), 2 Konjungsi subordinatif menghubungkan membatasi menghubungkan mengurutkan menghubungkan menyamakan menghubungkan sebab akibat menghubungkan persyaratan menghubungkan menyatakan lagipula, apalagi, jangankan kecuali, hanya kemudian, lalu, selanjutnya, setelah itu yaitu, yakni, ialah, adalah, bahwa sebab, karena menyatakan kalau, jikalau, jika, bila, bilamana, apabila, asal menyatakan agar, supaya

18 27 3 Konjungsi antar kalimat tujuan menghubungkan menyatakan waktu menghubungkan menyatakan akibat menghubungkan menyatakan batas kejadian menghubungkan menyatakan tujuan atau sasaran menghubungkan menyatakan penegasan menghubungkan menyatakan pengandaian menghubungkan menyatakan perbandingan menghubungkan dan mengumpulkan menghubungkan menyatakan penegasan menghubungkan mempertentangkan atau mengkontranskan ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala, sejak, sambil, selama sampai, hingga, sehingga sampai, hingga untuk, guna meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun seandainya, andaikata seperti, sebagai, laksana jadi, karena itu, oleh sebab itu, kalau begitu, dengan demikian lagipula, apalagi namun, sebaliknya (Chaer, 2008:98) Contoh: Membaiknya hubungan Timur-Barat disambut baik oleh dunia (a). Sebaliknya, perkembangan itu makin memperjelas ketimpangan hubungan Utara - Selatan, yang berdampak negatif terhadap pembangunan di negara-negara berkembang (b). (Nesi dkk., 2012:37) Contoh di atas terdiri atas dua kalimat, yaitu kalimat (a) dan (b). Pada kalimat (b) terdapat kata sebaliknya yang menandai hubungan antara kedua kalimat itu. Penanda hubungan konjungsi ada yang berupa kata, misalnya sebaliknya, namun, akhirnya, padahal, kemudian, tetapi dan ada pula yang berupa kelompok kata yang diakhiri dengan kata itu, begitu, atau demikian.

19 28 2. Kohesi Leksikal Selain kohesi gramatikal, keterpautan atau keterjalinan makna di dalam sebuah wacana dapat dilihat dari segi kosakatanya atau kohesi leksikalnya (Zaimar dan Harahap, 2009:140). Aspek yang terdiri atas jalinan kata-kata ini menjadikan sebuah teks padu, tanpa mengabaikan konteksnya. Konsep semantik berperan sangat penting dalam kohesi leksikal ini. Berkat adanya keterkaitan makna ini, ketidakjelasan satu bagian teks dapat ditopang oleh bagian teks yang lain. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam. Keenam macam kohesi leksikal tersebut adalah (1) repetisi/ pengulangan, (2) sinonim (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponim (hubungan atas bawah), (5) antonim (lawan kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan). a. Repetisi/ Pengulangan Halliday mengatakan bahwa pengulangan adalah penyebutan kembali suatu unsur leksikal yang sama seperti yang telah disebut sebelumnya (Badru, dkk., 2003:44). Dalam konteks analisis wacana bahasa Indonesia, pengulangan yang dimaksud bukanlah proses reduplikasi seperti kata rumah menjadi rumahrumah, melainkan pengulangan sebagai penanda hubungan, yaitu adanya unsur pengulang yang mengulang unsur yang terdapat pada kalimat di depannya. Ramlan (1993:31) membagi pengulangan menjadi empat, yaitu sebagai berikut. 1) Pengulangan sama tepat (pengulangan utuh), yaitu pengulangan yang terjadi karena unsur pengulang sama dengan unsur yang diulang. Pada umumnya, unsur pengulang diikuti unsur penunjuk itu, ini, dan tersebut.

20 29 Adalah suatu kejahatan menjual kepulauan ini kepada Jepang (a). Kepulauan ini bukan sesuatu yang tumbuh begitu saja dari karang yang tandus (b). Akan tetapi, bagi kami kepulauan ini merupakan zambrut di ujung timur Soviet (c). (Nesi dkk., 2012:39) Contoh di atas terdiri atas tiga kalimat. Pada kalimat (a) terdapat frasa kepulauan ini. Frasa ini diulang pada kalimat (b) dan diulang sekali lagi pada kalimat (c). Pada frasa-frasa itu kata ini merupakan unsur penunjuk eksoforik (Ramlan, 1993:31). 2) Pengulangan dengan perubahan bentuk, yaitu pengulangan yang disebabkan oleh keterikatan tata bahasa, misalnya unsur diulang berupa kata kerja dan unsur pengulang berupa kata kerja. Pengulangan dengan perubahan bentuk dapat dilihat pada contoh berikut. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan antara pemerintah daerah dengan sejumlah perusahaan di 13 provinsi, pada hari Selasa telah diserahkan 403 kasus pencemaran lingkungan hidup (a). Penyerahan dilakukan oleh Menteri KLH Prof. Dr. Emil Salim ketika memberikan sambutan pada penandatanganan piagam kerja sama tentang peningkatan kemampuan penegakan Hukum Lingkungan di Auditorium Depkeh, Jakarta (b). (Nesi dkk., 2012:39) Pada kalimat (a) terdapat kata diserahkan. Kata ini diulang pada kalimat (b), tetapi karena keterikatan tata bahasa, yaitu menduduki fungsi subjek kalimat yang cenderung diduduki oleh kata benda, kata diserahkan yang termasuk golongan kata kerja mengalami perubahan bentuk menjadi kata benda, yaitu penyerahan pada kalimat (b) (Ramlan, 1993:32--33). 3) Pengulangan sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari unsur yang diulang. Pengulangan sebagian dapat dilihat pada contoh berikut.

21 30 Adakah pengaruh kekerasan film bagi Anda? (a), Kalau di TV, Sinchan paling keras! (b). (Nesi dkk., 2012:40) Contoh di atas terdiri atas dua kalimat. Kata kekerasan pada kalimat (a) diulang secara parsial (sebagian) pada kalimat (b), yakni keras. 4) Pengulangan parafrasa, yaitu pengulangan yang unsur pengulangnya berparafrasa dengan unsur terulang. Misalnya: Kami mencintai mereka semua tanpa kecuali (a). Kami mencintai mereka semua dengan sepenuh hati dan bertekad membesarkan mereka (b). Jika Tuhan mengizinkan, kami ingin mengantar mereka kelak ke ambang dewasa (c). Melihat mereka menjadi orang (d). Melihat mereka berkeluarga dan menghadiahkan kakek dan nenek mereka cucu-cucu yang mungil (e). Contoh di atas terdiri atas lima kalimat. Dapat dilihat jelas bahwa sebagian dari kalimat (b) berparafrasa dengan kalimat (a) dan sebagian dari kalimat (e) berparafrasa dengan kalimat (d) (Ramlan, 1993:36). b. Sinonim (Padan Kata) Yang dimaksud dengan sinonimi ialah penggunaan bentuk bahasa yang maknanya sama atau mirip dengan bentuk lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Badru (1994:6) yang mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Berikut ini dikemukakan contohnya. Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu cenderung naik (a). Sensus yang dilakukan Inggris di tahun-tahun mereka berkuasa menunjukkan peningkatan itu (b). Pada contoh di atas terlihat bahwa kata naik pada kalimat (a) memiliki makna yang sama dengan kata peningkatan pada kalimat (b) (Baryadi, 2002:28).

22 31 c. Antonimi (Lawan Kata) Antonimi merupakan kohesi leksikal yang terdapat pada dua unsur lingual atau lebih yang memiliki makna oposisi. Kridalaksana (1993:15) mengatakan bahwa antonimi ialah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dijenjangkan. Dalam peranti kohesi leksikal, antonimi merupakan hubungan antara suatu konstituen dan konstituen lain yang bersifat kontras. Keantoniman dalam sebuah wacana bisa berupa kata di dalam kalimat atau bisa juga berupa kalimat di dalam paragraf. Kohesi antonimi dapat dilihat pada contoh berikut. Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya: Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya: lebih emosional, lebih pasif, lebih submisif (Baryadi, 2002:28) Pada contoh di atas terdapat tiga pasangan kata yang memiliki makna yang saling bertentangan, yaitu rasional emosional, aktif pasif, dan agresif submisif (Baryadi, 2002:28). d. Hiponimi (Hubungan Atas -Bawah) Hiponimi merupakan peranti kohesi leksikal yang makna kata-katanya merupakan bagian dari makna kata lain. Kata yang mencakup beberapa kata yang berhiponim disebut hipernim (subordinat). Menurut Halliday dan Hasan, dalam relasi makna, kata umum mengacu ke hipernim, sedangkan kata khusus mengacu ke hiponim (Badru., dkk., 2003:48). Contoh kohesi hiponimi adalah sebagai berikut. Dalam soal ini, Lampung menyediakan berbagai macam oleh-oleh yang bisa Anda bawa. Jika penggemar hiasan tradisional, karya-karya hiasan dinding dan kain tapi sangat patut dijadikan oleh-oleh. Jikalau dana Anda sedang pas-pasan, keripik pisang lampung atau kerupuk kemplang tentu pantas pula untuk Anda hadiahkan kepada rekan-rekan Anda.

23 32 (Nesi dkk., 2012:42) Pada contoh di atas hubungan hiponimi terdapat pada macam oleh-oleh sebagai hipernim, sedangkan hiasan dinding, kain tapis, keripik pisang lampung, dan kerupuk kemplang sebagai hiponim. e. Ekuivalensi Ekuivalensi ialah jenis kohesi leksikal yang berupa sejumlah kata sebagai hasil proses afiksasi dengan morfem asal yang sama. Contoh kohesi ekuivalensi adalah sebagai berikut. Salah satu daya tarik lain berwisata ke Lampung pastilah oleholeh yang bisa kita bawa dari Lampung. Berwisata ke suatu tempat, memang terasa kurang lengkap kalau tidak membawa oleh-oleh untuk dibawa pulang (Nesi dkk., 2012:42) Pada contoh di atas, ekuivalensi sebagai kohesi leksikal tampak pada paradigma bawa, membawa, dibawa Pembelajaran Berbasis Masalah Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pembelajaran yang sangat populer saat ini. Pembelajaran berbasis masalah memerlukan pembelajar yang aktif dalam mengaplikasikan pengetahuannya terutama dalam memecahkan permasalahan yang terjadi secara nyata. Pembelajaran berbasis masalah bertentangan dengan pandangan metode pembelajaran tradisional. Metode pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan dan memberikan informasi kepada warga belajar, Problem based learning di tuntun oleh seorang tutor yang berperan sebagai fasilitator,

24 33 mendorong warga belajar untuk belajar secara aktif dan pembelajaran yang lebih bermakna. Barret (2005) mendefinisikan PBM sebagai The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encounteredfirst in the learning process. Di satu sisi, Setyosari (2006: 1) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata, a real-world problems sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Di pihak lain, Nurhadi dkk. (2004:56) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah (problembased learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Di samping itu, untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengguanakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Selain itu, juga untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menerapkan kecakapan yang penting, yaitu pemecahan masalah berdasarkan keterampilan belajar sendiri atau kerja sama kelompok dan memperoleh pengetahuan yang luas. Guru mempunyai peran untuk memberikan inspirasi agar potensi dan kemampuan siswa dimaksimalkan.

25 34 Masalah yang diterapkan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah tidak terstruktur (ill-structured), terbuka (open ended), atau ambigu (ambiguous). Masalah realistik tidak terstruktur (ill-structured problem) berbeda dari masalah terstruktur dengan baik (well-structured problems) yang kebanyakan ditemukan dalam buku-buku teks dalam beberapa hal (Savoi dan Hughes, 1994). Pada pembelajaran ini pembelajar bertindak sebagai stakeholders, yang memungkinkan menjadi bagian dari masalah. Pembelajar dapat memeriksa isu-isu dari perspektif yang berbeda. Tidak seperti pembelajaran konvensional, pembelajaran berbasis masalah dirancang oleh pembelajar. Pembelajaran melibatkan pembelajar bekerja dengan masalah dalam kelompok kecil yang dibimbing oleh tutor. Fungsi tutor dalam pembelajaran berbasis masalah adalah untuk melatih kelompok dengan mendorong terjadinya interaksi pembelajar secara produktif dan membantu pembelajar mengidentifikasi pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah, memfasilitasi proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan memonitoring proses pemecahan masalah. Proses pembelajaran berbasis masalah akan berakhir jika pembelajar telah melaporkan apa yang dipelajari. Tujuan pertama siswa adalah menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dengan masalah secara langsung. Fokus kedua bergerak ke level pemahaman yang lebih umum, membuat pemindahan pada masalah baru yang mungkin. Setelah menyelesaikan siklus pemecahan masalah, pembelajar mulai menganalisis masalah baru, sekali lagi mengikuti prosedur analisis-penelitian pelaporan. Setelah pembelajar diberikan masalah, guru menjadi guide on the side daripada sage on the stage. Guru memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan bimbingan dan arahan

26 35 kepada pembelajar, jika diperlukan. Guru hanya memberikan bantuan, tidak mencampuri cara belajar pembelajar. Dengan demikian, guru harus percaya pada proses belajar yang dilakukan oleh pembelajar. Guru membantu pembelajar berperan sebagai problem-solver. Melalui proses ini pembelajar akan menjadi pembelajar yang mandiri dan mampu memecahkan masalah-masalah kompleks yang dihadapi. Landasan teori PBM adalah kolaborativisme, suatu pandangan yang berpendapat bahwa pembelajar akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator pembelajar ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual. Menurut paham kosntruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri (Putrayasa, 2012:83). Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah pembelajarannya. Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBM sebagai berikut. 1. Penyampaian ide 2. Penyajian fakta 3. Mempelajari masalah 4. Menyusun rencana tindakan 5. Analisis dan evaluasi

27 Model Penelitian Usaha untuk meningkatkan pemahaman peranti kohesi bahasa Indonesia dilakukan melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu tindakan mengubah pola pembelajaran yang cenderung menggunakan metode konvensional. Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, yaitu (1) bagaimanakah kemampuan peserta didik dalam memahami peranti kohesi bahasa Indonesia sebelum penerapan model pembelajaran berbasis masalah, (2) bagaimanakah kemampuan peserta didik dalam memahami peranti kohesi bahasa Indonesia setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah, dan (3) Kendalakendala apa sajakah yang dihadapi dalam pembelajaran pemahaman peranti kohesi bahasa Indonesia melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah? Oleh karena itu, dilakukan tindakan dengan dua siklus untuk mendapatkan keadaan akhir sesuai dengan harapan, yaitu peningkatan kemampuan pemahaman peranti kohesi bahasa Indonesia melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan menggunakan metode kombinasi (mixed methods), yakni metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif dengan model penelitian concurrent triangulation. Metode kombinasi (mixed methods) adalah suatu metode penelitian yang mengombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersamasama dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif. Di pihak lain, model yang

28 37 digunakan adalah model concurrent triangulation, yaitu metode penelitian yang menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua metode tersebut secara seimbang (50% metode kuantitatif dan 50% metode kualitatif). Metode tersebut digunakan secara bersama-sama, dalam waktu yang sama, tetapi independen untuk menjawab rumusan masalah yang sejenis (Sugiyono, 2012:499). Gambar 2.1 Model Penelitian Pembelajaran Pemahaman Peranti Kohesi Bahasa Indonesia Siswa Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Peranti Kohesi Bahasa Indonesia setelah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Kemampuan Peserta Didik dalam Memahami Peranti Kohesi Bahasa Indonesia sebelum Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Tindakan Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Teori Konstruktivisme PTK Pemahaman Peranti Kohesi Model Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Mixed Methods) dengan Model Penelitian Concurrent Triangulation Analisis Data Hasil Penelitian Pemahaman Peranti Kohesi Bahasa Indonesia melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan peranti kohesi yang tepat dalam sebuah teks berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan peranti kohesi yang tepat dalam sebuah teks berpengaruh terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan peranti kohesi yang tepat dalam sebuah teks berpengaruh terhadap kekohesifan teks dan kualitas makna yang terkandung di dalamnya. Peranti kohesi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalimat yang ada pada suatu bahasa bukanlah satuan sintaksis yang tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan yang tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA

SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS. Jurnal Skripsi. Oleh TENRI MAYORE NIM JURUSAN SASTRA INDONESIA SARANA KOHESI DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI KARYA A. A. NAVIS Jurnal Skripsi Oleh TENRI MAYORE NIM. 070911001 JURUSAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS ILMU BUDAYA MANADO 2013 0 ABSTRACT

Lebih terperinci

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014

Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 Penanda Kohesi Gramatikal dan Leksikal Skripsi Mahasiswa PBSI UNP Kediri Tahun 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa

I. PENDAHULUAN. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi (Pateda, 1990: 4). Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas:

Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Dari sudut wacana (tempat acuan) nya, referensi dibagi atas: Referensi Eksoforis (Eksofora) Referensi dengan objek acuan di luar teks. Saya belum sarapan pagi ini. Kata saya merupakan referensi eksoforis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu terbentuk keterkaitan: satu (unit) pengalaman (experimental meaning dan

BAB I PENDAHULUAN. itu terbentuk keterkaitan: satu (unit) pengalaman (experimental meaning dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memerlukan bahasa dalam berinteraksi. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU

ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU ANALISIS WACANA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA CERPEN LINTAH DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG SAYA MONYET KARYA DJENAR MAESA AYU Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk kepaduan dan keutuhan sebuah wacana adalah pemakian konjungsi dalam sebuah kalimat atau wacana. Penggunaan konjungsi sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena pendidikan merupakan salah satu wujud nyata dalam peningkatan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia. Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI DALAM KARANGAN NARASI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BLAHBATUH

PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI DALAM KARANGAN NARASI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BLAHBATUH 1 PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI DALAM KARANGAN NARASI OLEH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BLAHBATUH oleh I Made Prapta Prasetia, NIM 0912011008 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah ANALISIS MIKRO DAN MAKROSTRUKTURAL PADA WACANA KETIDAKADILAN ADALAH BEBAN KITA BERSAMA DALAM KOLOM GAGASAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI SELASA, 11 OKTOBER 2011 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO

KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa (Zuh Rufiah) 61 KEHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII SMPN 6 BOJONEGORO Zuh Rufiah SMPN 6 Bojonegoro Telp. 089677086474 Pos-el zuhrufiah2r@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGGUNAAN PIRANTI KOHESI PADA WACANA NASKAH LAKON SANDOSA SOKRASANA: SANG MANUSIA KARYA YANURA NUGRAHA NASKAH PUBLIKASI Oleh: YULIA RATNA SARI NIM. A 310 050 070 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan merupakan ragam bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sarana komunikasi utama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat dan informasi. Bahasa pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk memberikan informasi kepada orang lain. Bahasa pada prinsipnya digunakan untuk menyampaikan pesan

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA ANALISIS KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII SMP N 3 GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR

PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR digilib.uns.ac.id PENANDA KOHESI PADA WACANA RUBRIK SUARA MAHASISWA DALAM HARIAN JOGLO SEMAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi

Lebih terperinci

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa di sekolah bertujuan agar siswa memiliki keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut terdiri dari empat aspek, yaitu mendengar, berbicara, membaca,

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Kajian wacana Jurusan/Prodi : PBSI/ (Non. Reg.)

Mata Kuliah : Kajian wacana Jurusan/Prodi : PBSI/ (Non. Reg.) Mata Kuliah : Kajian wacana Jurusan/Prodi : PBSI/ (Non. Reg.) Semester :Genap/ VI Jumlah Peserta : Nama Dosen Penguji : 1. Dr. Suhardi 2. Yayuk Eny. R., M. Hum Hari/Tanggal : Selasa, 31 Mei 2006 Waktu

Lebih terperinci

KAJIAN REPETISI PADA CERPEN PERJAMUAN MALAIKAT KARYA AFIFAH AFRA. SKRIPSI

KAJIAN REPETISI PADA CERPEN PERJAMUAN MALAIKAT KARYA AFIFAH AFRA. SKRIPSI KAJIAN REPETISI PADA CERPEN PERJAMUAN MALAIKAT KARYA AFIFAH AFRA. SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Perstaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk mampu menuangkan pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap orang perlu mengungkapkan ide atau gagasan pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap orang perlu mengungkapkan ide atau gagasan pada orang lain. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang perlu mengungkapkan ide atau gagasan pada orang lain. Dalam mengungkapkan ide atau gagasan itu diperlukan bahasa. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI  SKRIPSI 0 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI HTTP://WWW.E-SMARTSCHOOL.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis, yaitu menulis teks laporan hasil observasi, menulis teks prosedur

BAB I PENDAHULUAN. menulis, yaitu menulis teks laporan hasil observasi, menulis teks prosedur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perubahan yang terjadi di dunia pendidikan dewasa ini yaitu dibentuknya kurikulum baru yang sering disebut dengan Kurikulum 2013. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keterampilan menulis menjadi keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi siswa, baik selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah maupun dalam kehidupannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013

ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013 ARTIKEL ILMIAH KEKOHESIFAN WACANA DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA KELAS VII TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2013 Oleh: Eka Pertiwi NIM RRA1B110059 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional mempunyai fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional mempunyai fungsi sebagai media pendidikan yang diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam menggunakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendekatan pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Di samping dapat menarik perhatian siswa, pendekatan pembelajaran juga dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA Oleh: Anggit Hajar Maha Putra program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anggitzhajar@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV. Abstract 1 KOHESI DAN KOHERENSI WACANA MOTIVASI MARIO TEGUH GOLDEN WAYS TENTANG WANITA PADA STASIUN METRO TV Ida Ayu Suryantini Putri Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan bermasyarakat karena bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang lebih berfokus pada guru/dosen sebagai sumber pengetahuan sehingga ceramah menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu metode dan teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina

ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW. Rini Agustina ASPEK LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL PADA LIRIK LAGU JIKA KARYA MELLY GOESLOW Rini Agustina Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak brentex32@yahoo.co.id ABSTRACT This study focuses

Lebih terperinci

menggunakan konjungsi pada karangan yang dibuatnya.

menggunakan konjungsi pada karangan yang dibuatnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penggunaan bahasa Indonesia dikenal empat kegiatan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat kegiatan berbahasa ini sangat memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru tersebut, maka badan bahasa bertindak menjadi agen perubahan

BAB I PENDAHULUAN. baru tersebut, maka badan bahasa bertindak menjadi agen perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat terlepas dari peran pentingnya bahasa Indonesia. Sesuai dengan kebijakan Kurikulum 2013 yang tidak hanya mempertahankan

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci