BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempengaruhi penafsiran terhadap ransangan-ransangan yang melibatkan proses

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. mempengaruhi penafsiran terhadap ransangan-ransangan yang melibatkan proses"

Transkripsi

1 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Berpikir merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh manusia sejak mulai mengenal lingkungan sekitarnya, kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat bergantung kepada kemampuan berpikirnya, sejalan dengan yang disampaikan Purwanto (1998) yang menyebutkan bahwa berpikir merupakan daya saing yang paling utama. Berpikir merupakan suatu proses yang mempengaruhi penafsiran terhadap ransangan-ransangan yang melibatkan proses sensasi, persepsi, dan memori (Sobur, 2003). Berpikir memuat juga kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan yang ada, menganalisis, sintesis, menalar atau menarik kesimpulan dari premis yang ada, menimbang, serta memutuskan (Sobur, 2003). DePorter dan Hernacki (1999, 296) membedakan cara berpikir manusia menjadi beberapa bagian, yaitu: berpikir vertikal, lateral, berpikir kritis, berpikir analitis, berpikir strategis, berpikir tentang hasil, dan kreatif. Sementara, Presseisen (Liliasari, 1996) membedakan kemampuan berpikir menjadi dua bagian yaitu kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional dan esensial, meliputi menentukan hubungan sebab akibat, melakukan transformasi, menemukan hubungan, memberikan kualifikasi, dan membuat klasifikasi. Sedangkan yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah

2 13 kemampuan pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kreatif (creative thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berdasarkan pengertian-pengertian berpikir di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah kegiatan yang melibatkan akal, dan panca indera untuk mengolah informasi dan membuat keputusan. B. Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis diungkapkan oleh Norris (Fowler, 1996) bahwa berpikir kritis adalah proses pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan dikerjakan. Sedangkan Swartz dan Perkins (Hassoubah, 2004) mengemukakan bahwa berpikir kritis itu meliputi empat hal berikut: 1. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis. 2. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan. 3. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut. 4. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang terutama untuk menyikapi permasalahan yang timbul dalam realita kehidupan sehari-hari yang semakin

3 14 kompleks dan tidak bisa dihindari. Mengingat begitu pentingnya memiliki kemampuan berpikir kritis, maka sudah selayaknya kita berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dalam rangka mengembangkan kemampuan tersebut Ennis (2000) mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Beralasan berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, serta relevan. Reflektif artinya mempertimbangkan secara aktif, tekun, dan berhati-hati atas segala alternatif sebelum mengambil sebuah keputusan. Selanjutnya Ennis (Hassoubah, 2004) juga mengungkapkan terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi lima kelompok berpikir, yaitu: 1. Memberikan penjelasan sederhana meliputi: (1) memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis argument, (3) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan. 2. Membangun keterampilan dasar yang meliputi: (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, (2) mengobservasi atau mempertimbangkan hasil observasi. 3. Menyimpulkan yang meliputi: (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, (3) membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya. 4. Memberikan penjelasan lebih lanjut, meliputi: (1) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, (2) mengidentifikasi asumsi.

4 15 5. Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: (1) memutuskan suatu tindakan, (2) berinteraksi dengan orang lain. Penjelasan mengenai kelima indikator kemampuan berpikir kritis tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut ini (Syukur, 2004). Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (Syukur, 2004) Keterampilan berpikir kritis Elementary Clarification (memberikan penjelasan sederhana) Sub keterampilan berpikir kritis 1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argumen Penjelasan a. Mengidentifikasi/mer umuskan pertanyaan b. Mengidenifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin c. Memelihara kondisi dalam keadaan berpikir a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang tidak dinyatakan (implisit) c. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit) d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan kerelevanan e. Mencari persamaan dan perbedaan f. Mencari struktur dari suatu argumen g. Membuat ringkasan

5 16 Keterampilan berpikir kritis Basic Support (membangun keterampilan dasar) Sub keterampilan berpikir kritis 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan 4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber 5. Mengobservasi dan mempertmbangkan hasil observasi Penjelasan a. Mengapa demikian b. Apa intinya, dan apa artinya c. Yang mana contoh dan mana yang bukan contoh d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebut e. Perbedaan apa yang menyebabkannya f. Akankah anda menyatakan lebih dari itu a. Ahli b. Tidak adanya conflict interest c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko g. Kemampuan memberikan alasan h. Kebiasaan hati-hati a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri c. Mencatat hal-hal yang diinginkan d. Penguatan e. Kondisi akses yang baik f. Penggunaan teknologi yang

6 17 Keterampilan berpikir kritis Inference (menyimpulkan) Advance Clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut) Strategy and Tactics (mengatur strategi dan taktik) Sub keterampilan berpikir kritis 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi 8. Membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi 10. Mengidentifikasi asumsi 11. Memutuskan suatu tindakan Penjelasan kompeten g. Kepuasan observer atas kredibilitas sumber a. Kelompok logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pernyataan a. Membuat generalisasi b. Membuat kesimpulan dan hipotesis a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Penerapan prinsipprinsip d. Memikirkan alternatif e. Menyeimbangkan, memutuskan a. Bentuk: sinonim, klarifikasi, rentang ekspresi yang sama b. Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaaan) c. Isi (content) a. Penalaran secara implisit b. Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi argumen a. Mengidentifikasi masalah b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi c. Merumuskan

7 18 Keterampilan berpikir kritis Sub keterampilan berpikir kritis 12. Berinteraksi dengan orang lain Penjelasan alternatif yang memungkinkan d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif e. Melakukan review f. Memonitor implementasi Glazer mengatakan bahwa berpikir kritis dalam matematika secara epistimologi berbeda dengan berpikir kritis dalam domain lainnya (Maulana, 2006), sehingga perlu pembahasan untuk menarik hubungan antara penelitian dan implikasinya dalam pendidikan matematika. Menurut Pascarella dan Terenzini (Mayadiana, 2005) berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan individu untuk menginterpretasikan, mengevaluasi, dan menyusun penilaian tentang ketercukupan argumen, data, dan kesimpulan. Sedangkan Resnick (Mayadiana, 2005) menghubungkannya dengan kemampuan yang di dalamnya menyertakan alternatif dan penyederhanaan strategi untuk menyelesaikan masalah non-rutin. Glazer (Maulana, 2006) mendefinisikan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan matematik untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematik, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan atau mengevaluasi situasi matematik yang familiar secara reflektif. Sehingga jika dijabarkan, maka kondisi untuk berpikir kritis harus memuat hal-hal berikut.

8 19 1. Permasalahan yang sifatnya non-rutin, atau dengan kata lain individu tidak dapat secara langsung mengetahui solusi yang digunakan untuk menyelesaikan suatu persoalan. 2. Menggunakan pengetahuan awal, penalaran matematik, dan strategi dalam menyelesaikan suatu persoalan. 3. Melakukan kegiatan generalisasi, pembuktian dan evaluasi. 4. Mengkomunikasikan solusi, dan mencari alternatif solusi untuk menjelaskan suatu konsep atau menyelesaikan suatu persoalan. Berdasarkan indikator-indikator keterampilan berpikir kritis beberapa diantaranya yang berhubungan dengan pembelajaran matematika, maka indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) Focus, memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi, merumuskan dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin, (2) Reason, mampu memberikan alasan pada jawaban yang diberikan, (3) Inference, membuat kesimpulan, (4) Situation, mampu menjawab soal sesuai konteks, menerjemahkan situasi ke dalam bahasa matematika, (5) Clarify, mampu membuat klasifikasi atau membedakan konsep dengan jelas tanpa menimbulkan ambiguitas, (6) Overview, melakukan tinjauan kembali atas jawaban, keputusan atau kesimpulan yang telah ditetapkan sebelumnya. (Ennis dalam Tresnawati, 2006: 17). C. Model Quantum Learning Model atau metode pembelajaran adalah cara atau gaya yang digunakan baik oleh guru dalam mengajar maupun oleh siswa dalam belajar. Quantum Learning

9 20 adalah salah satu model pembelajaran yang memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orchestra simfoni, model ini adalah model baru yang memudahkan proses belajar, memadukan unsur seni dan pencapaian yang terarah, untuk segala mata pelajaran. Menurut DePorter, Quantum Learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya, dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar (DePorter, 1999). Pembelajaran Quantum Learning pertama kali dikenalkan pada program perkemahan yang dikenal sebagai SuperCamp. Ada tiga keterampilan dasar yang diajarkan pada program SuperCamp tersebut yaitu keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan hidup. Metode belajar yang digunakan menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP (Neuro Linguistik Programming) serta teori dan strategi belajar yang lain, misalnya teori belajar otak kanan/kiri, gaya belajar berdasarkan modalitas VAK (visual, auditori, kinestetik). Pelaksanaan pembelajaran Quantum Learning memandang penciptaan lingkungan belajar yang kondusif sangat berperan dalam mendukung proses belajar agar berlangsung menarik, menyenangkan, efektif, dan menjadi mudah dipahami oleh siswa. Menurut DePorter (1999: 8) pada dasarnya manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk melampaui kemampuan yang diperkirakan, karena manusia memiliki potensi yang belum tergali dan terasah, untuk dapat menggali potensi secara optimal maka dibutuhkan lingkungan belajar yang mendukung proses belajar sehingga dapat meransang siswa aktif menggali potensi yang dimilikinya. Penciptaan ruang atau lingkungan belajar yang menyenangkan, kondusif, dan

10 21 membangun sugesti dapat dilakukan dengan melakukan beberapa cara, misalnya dengan memutar musik klasik di dalam kelas, memasang poster afirmatif, mengatur tempat duduk siswa secara nyaman, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Demikian pula hal nya yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SuperCamp, hasilnya ternyata sangat memuaskan menurut DePorter (1999: 4) dengan menerapkan model Quantum Learning dalam kegiatan pembelajaran di SuperCamp telah berhasil meningkatkan motivasi 68%, meningkatkan nilai hasil belajar sebesar 73%, meningkatkan rasa percaya diri sebesar 81%, meningkatkan harga diri 84%, dan meningkatkan keterampilan siswanya sebesar 98%. Sedangkan menurut Sudrajat (2008:1) Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Pada prinsipnya model Quantum Learning menuntut guru untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. DePorter memandang Quantum Learning sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi, yang dianalogikan dengan meminjam teori relativitas Albert Eintsein: E = mc 2 Keterangan: E = energi (antusiasme, efektifitas belajar-mengajar, semangat). m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik). c = interaksi (hubungan yang tercipta dalam kelas).

11 22 Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi proses pembelajaran yang tercipta sangat berpengaruh besar terhadap efektifitas dan antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dengan menciptakan interaksi yang positif dalam kegiatan pembelajaran, maka akan membantu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih optimal. D. Prinsip Dasar dan Langkah Pembelajaran Model Quantum Learning Quantum Learning memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan otak (sadar, rasional, memakai otak kiri, dan verbal) tetapi juga melibatkan seluruh tubuh, pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. 2. Belajar adalah berkreasi bukan mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap untuk pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika terjadi proses masuknya pengetahuan baru pada seseorang, atau dapat dikatakan menciptakan makna baru dalam dirinya. 3. Kerja sama dapat membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinterksi dengan orang lain. Persaingan diantara siswa memperlambat pembelajaran. Sedangkan kerjasama antara mereka akan mempercepat pembelajaran, semua komunitas belajar akan cenderung lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.

12 23 4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya sekedar menyerap satu hal kecil pada satu waktu, melainkan menyerap banyak hal sekaligus pada waktu yang bersamaan. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan dan memanfaatkannya. 5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan sendiri, belajar yang paling baik adalah belajar dalam konteks. 6. Emosi positif dapat sangat membantu proses pembelajaran, perasaan menenukan kualitas dan kuantitaf. 7. Otak menyerap informasi secara langsung dan otomatis, sistem saraf manusia lebih sensistif terhadap rangsang ke mata dibandingkan ke telinga. Kemudian prinsip-prinsip dasar tersebut dapat dirangkum menjadi 5 prinsip dasar yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yaitu: a. Everything speaks, maksudnya belajar dengan melibatkan seluruh bagian dari diri, tidak hanya menggunakan otak tetapi juga panca indera dan emosi. b. Everything is on purpose, segala sesuatu yang dilakukan dalam proses pembelajaran selalu dilakukan dengan berdasarkan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. c. Experience before label, memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan menyerap pengetahuan baru dan menggabungkan atau menghubungkannya dengan pengetahuan yang dimilki siswa sebelumnya. Karena kegiatan belajar akan menjadi

13 24 lebih baik jika siswa mendapatkan pengalamannya sendiri, sehingga dalam pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya meliputi pemahaman konsep, meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis dan kreatif, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna. d. Acknowledge every effort, memberikan motivasi dan penghargaan atas segala usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, serta memberi penguatan mengenai pengetahuan yang diperoleh siswa. e. If it's worth learning, it's worth celebrating, hargai siswa atas usahanya dalam belajar dengan memberikan reward bisa dalam bentuk hadiah ataupun nilai tambahan. Hal ini bertujuan agar tercipta suasana kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran, serta siswa nantinya akan terpacu untuk lebih baik lagi dalam memahami materi yang diajarkan. Jika kelima prinsip dasar Quantum Learning itu dijabarkan dalam langkah kegiatan pembelajaran, maka menurut Bakir (2011) desain pembelajaran berupa langkah-langkah kegiatan pembelajaran Quantum Learning dapat dibagi menjadi 6 langkah pembelajaran.

14 25 Tabel 2.2 Langkah Belajar Model Quantum Learning Langkah pembelajaran Quantum Hasil pembelajaran yang Learning diharapkan 1. Grow Diharapkan siswa mampu mengetahui dan mengeksplorasi tujuan dari pembelajaran, sehingga siswa merasakan pentingnya materi yang akan disampaikan. 2. Natural Aspek yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa, Guru mendorong siswa untuk mempelajari pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang terlebih dahulu telah dimiliki siswa. 3. Call Penamaan atau pelabelan terhadap pengetahuan baru yang didapatkan oleh siswa, diharapkan siswa mampu mengidentifikasi informasi yang baru. 4. Demonstrate Diharapkan pada proses ini siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperolehnya dalam menghadapi persoalan dengan berbagai kondisi. 5. Repeat Pengulangan atau proses penguatan kembali materi pembelajaran yang diperoleh siswa oleh guru, diharapkan siswa telah benar-benar yakin bahwa dirinya telah menguasai dan memahami konsep yang sebelumnya dipelajari. 6. Celebrate Penutup berupa penghargaan atas upaya belajar siswa, bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dan membangun emosi positif.

15 26 E. Penataan Lingkungan Belajar pada Quantum Learning Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif nyaman, dan menyenangkan yang dapat mendukung interaksi dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan melakukan penataan pada lingkungan belajar. Penataan lingkungan belajar yang nyaman dalam pembelajaran Quantum Learning dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut. 1. Membangun emosi positif, menurut Frederickson (Hernowo dalam Purnamasari, 2009) terdapat empat keadaan yang dapat menciptakan emosi positif yaitu joy (keceriaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan), dan love (cinta kasih). 2. Memutar musik di dalam kelas ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Memutar musik adalah cara efektif untuk menyibukkan otak kanan dengan aktivitas-aktivitas otak kiri (DePorter, 1999: 72). Sebuah studi di University of Berlin menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa musik dapat membuat siswa mudah dikondisikan sehingga suasana kelas menjadi lebih kondusif untuk belajar. 3. Memasang poster-poster afirmatif pada dinding kelas, kalimat-kalimat positif yang terdapat dalam poster akan memberikan ransangan visual yang mengingatkan siswa bahwa dirinya memilki potensi yang istimewa dan harus digali dan dikembangkan. 4. Memberikan penghargaan, menurut Priyatmono (Purnamasari, 2009: 22) secara psikologis siswa akan merasa termotivasi untuk mempelajari sesuatu termasuk pelajaran jika guru pandai mengatur penghargaan sekalipun

16 27 pelajaran yang ditakuti seperti matematika. Bentuk pemberian penghargaan akan membuat siswa bangga, percaya diri, bahagia, dan membangkitkan rasa optimisnya. F. Gaya Belajar VAK (Visual Auditori Kinestetik) Model Quantum Learning sangat memperhatikan gaya belajar yang digunakan siswa dalam menerima dan mengolah informasi. Quantum Learning sangat memperhatikan kemampuan siswa bagaimana cara siswa menyerap informasi dengan lebih mudah atau lebih dikenal dengan modalitas belajar siswa, salah satu model gaya belajar yang digunakan dalam pembelajaran Quantum Learning adalah gaya belajar VAK (Visual Auditori Kinestetik) yang menggunakan tiga modalitas belajar, yatu modalitas visual (belajar dengan melihat), modalitas auditori (belajar dengan mendengar), dan modalitas kinestetik (belajar dengan bergerak, mencoba). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Vernon Magnesen (DePorter, 1999: 57) menyebutkan bahwa manusia belajar dengan 10% dari apa yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 79% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masingmasing individu belajar dengan menggunakan modalitas dan tentunya gaya yang berbeda-beda. Sehingga langkah pertama yang harus dilakukan agar proses pembelajaran berlangsung dengan lebih efektif adalah dengan mengenali modalitas yang digunakan siswa dalam menyerap dan mengolah informasi. Walaupun pada dasarnya tiap individu menggunakan seluruh indera yang

17 28 dimilikinya dalam menyerap informasi, Bandler dan Grinder (Deporter, 1999: 112) mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki modalitas yang lebih dominan dari modalitas lain dalam penggunaannya menyerap informasi, meskipun kebanyakan dari mereka memiliki ketiga modalitas VAK tersebut. Meskipun individu tersebut memiliki modalitas belajar yang dominan yang lebih sering digunakan dan menyerap dan mengolah informasi, bukan berarti yang dua lainnya tidak baik digunakan karena semakin banyak modalitas belajar yang dilibatkan dalam belajar secara bersamaan, maka kegiatan belajar akan semakin hidup, melekat, dan lebih bermakna sehingga akan mempercepat siswa dalam mengolah informasi baru yang didapatkannya dari hasil belajar. Masing-masing modalitas memiliki ciri atau perbedaan yang mendasar satu sama lain. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ciri dan perbedaan masingmasing modalitas: 1. Visual Siswa dengan modalitas visual yang lebih dominan akan menggunakan citra visual atau apa yang dilihatnya untuk menyerap informasi. Modalitas visual dibedakan menjadi dua berdasarkan cara menyerap informasi, yaitu visuallinguistik yang menyukai belajar melalui penulisan bahasa seperti membaca dan menulis, individu dengan modalitas ini akan lebih mudah menyerap informasi dengan cara membaca dan menulis. Selanjutnya adalah visual-spasial yaitu mereka yang lebih menyukai bagan alur, video visual, atau diagram daripada tulisan untuk mempermudahnya menyerap informasi. Berikut ini adalah ciri-ciri siswa yang menggunakan modalitas visual:

18 29 a. Teratur, selalu memperhatikan segala sesuatu, dan menjaga penampilan. b. Mengingat dengan menggunakan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan. c. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan selalu menangkap detail. d. Selalu memperhatikan gerak bibir guru ketika menjelaskan. e. Akan memperhatikan pekerjaan teman yang lain sebelum mengambil tindakan. f. Kurang aktif berbicara dalam kelompok, dan kurang menyukai jika diminta untuk mendengarkan orang lain berbicara g. Kurang baik dalam mengingat informasi yang diberikan secara lisan. h. Lebih menyukai melihat peragaan daripada mendengarkan penjelasan secara lisan, dan dapat duduk tenang di tengah situasi yang ramai tanpa merasa terganggu. 2. Auditorial Siswa dengan modalitas auditori yang dominan, akan lebih mudah menyerap informasi melalui media bunyi yang berhubungan dengan pendengarannya. Ciri-ciri siswa dengan modalitas auditori adalah: a. Perhatiannya mudah terpecah, terlebih jika suasana di sekitarnya ramai. b. Berbicara dengan pola yang berirama. c. Belajar dengan cara mendengarkan dan menggerakkan bibir atau berbicara. d. Mampu mengingat dengan baik informasi yang disampaikan secara lisan, aktif dalam diskusi.

19 30 e. Kurang menyukai tugas membaca, dan pada umumnya bukanlah pembaca yang baik. f. Kurang baik dalam mengingat dan menyimpulkan sesuatu yang baru dibacanya. 3. Kinestetik Siswa dengan modalitas kinestetik yang lebih dominan menyerap informasi dengan melakukan kegiatan secara fisik. Berikut ciri-ciri siswa dengan modalitas kinestetik: a. Menyentuh orang, berdiri berdekatan, dan banyak bergerak. b. Belajar dengan melakukan kegiatan fisik, atau dengan mencoba sesuatu. c. Mengingat sambil berjalan dan melihat. d. Sulit untuk berdiam diri, cenderung menggunakan gerakan tubuh untuk mengungkapkan atau mengekspresikan sesuatu. e. Memiliki koordinasi tubuh yang baik. f. Senang menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu dalam belajar. g. Kurang baik dalam mempelajari hal yang sifatnya abstrak. Karena tiap siswa memiliki gaya belajar dan modalitas yang berbeda, maka proses pembelajaran yang berlangsung haruslah memperhatikan modalitas yang dimiliki tiap siswa. Hal-hal berikut dapat dilakukan guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang memperhatikan gaya belajar siswa berdasarkan modalitas dominan yang dimilikinya.

20 31 Tabel 2.3 Penerapan Gaya Mengajar Sesuai Modalitas Siswa DePorter (1999, 85) Visual Auditorial Kinestetik a. Gunakan variasi vokal dalam memberikan penjelasan materi secara singkat. b. Lakukan pengulangan dan minta siswa untuk menyebutkan kembali kata konsep tentang materi yang tengah dipelajari. c. Setelah tiap segmen pelajaran minta siswa untuk menjelaskannya kembali dengan menggunakan bahasanya sendiri. d. Lakukan aktifitas auditorial seperti diskusi kelompok. e. Biarkan setiap siswa mengungkapkan pertanyaan, tanggapan atau ide lainnya mengenai materi pelajran yang sedang berlangsung. f. Bangun dialog antar siswa-guru dan siswa-siswa a. Gunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna, grafik, bagan alir, dan gambar visual lainnya. b. Dorong siswa untuk menggambarkan informasi yang diperolehnya dengan menggunakan diagram, atau peta pikiran. c. Sediakan ruang kosong pada lembar kerja untuk mencatat. d. Tekankan setiap kata kunsi konsep. e. Gunakan bahasa sismbol dalam presentasi yang dapat mewakili konsep kunci. a. Gunakan media atau alat bantu dalam kegiatan pembelajaran agar memancing rasa ingin tahu siswa. b. Ciptakan stimulasi konsep. c. Peragakan konsep sambil member kesempatan pada siswa untuk mempelajarinya. d. Biarkan siswa bergerak aktif di dalam kelas. e. Gunakan warna yang mencolok dalam menuliskan kata kunci konsep pada lembar kerja. f. Berikan selingan pembelajaran berupa olahraga otak. g. Tuntun siswa untuk melakukan tugas yang menantang dan cukup berat. Jadi, dengan memperhatikan modalitas belajar yang dimiliki siswa, guru diharapkan dapat memaksimalkan modalitas belajar tersebut sehingga dapat

21 32 membuat kegiatan belajar berlangsung lebih efektif, dengan menggunakan kombinasi modalitas dalam belajar akan mempermudah siswa menyerap, dan mengolah informasi yang diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran sehingga diharapkan hasil belajar yang diperoleh pun menjadi lebih baik dan lebih bermakna. G. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Khairuddin (2011) melakukan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model Quantum Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. 2. Nurira (2007) menerapkan model Quantum Learning pada pembelajaran matematika di SMA pada materi peluang, dan hasilnya disimpulkan bahwa dengan menggunakan model ini kemampuan berpikir kreatif siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. H. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model Quantum Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi secara operasional, diantaranya: 1. Kemampuan berpikir kritis yang akan diukur

Lebih terperinci

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen 209 LAMPIRAN C. INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argumen Bertanya menjawab penjelasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Media dapat berupa video, gambar, buku, film dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Teknik NHT Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik. Pemahaman berasal dari kata paham. Menurut Bloom (Rosyada, 2004:69)

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik. Pemahaman berasal dari kata paham. Menurut Bloom (Rosyada, 2004:69) BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Pemahaman konsep terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan konsep. Pemahaman berasal dari kata paham. Menurut Bloom (Rosyada,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran PBL Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.dalam konteks pembelajaran biologi masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN DALAM BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA MTS (Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terhadap Siswa Kelas IX Raudloh MTs Mafatihul Huda Kabupaten Cirebon)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Secara psikologis belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Discovery Learning Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan (Kosasih, 2014: 83). Discovery adalah menemukan konsep

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Belajar Terdapat tiga kategori utama yang berkaitan dengan teori belajar, diantaranya adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam mengembangkan siswa agar nantinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat mengikuti kemajuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemodelan Matematika Model sebagai kata benda dalam kamus besar bahasa indonesia merupakan pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mind Map Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2011:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Discovery Learning Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dina Herawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dina Herawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap individu dapat berpikir dengan kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula dengan kekurangan atau ketidak mampuannya. Kelebihan atau kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya. Menurut Peter Salim (Rakasiwi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasiinformasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Belajar Belajar merupakan alat utama dalam peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai unsur pendidikan di sekolah. Menurut Slameto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Sugiarto (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 62) mengategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) dirasakan penting untuk dipelajari karena materi-materi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK)

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) MENGAPA PERLU IDENTIFIKASI BELAJAR ANAK??? Dengan mengenali gaya belajar anak maka : 1. Menciptakan cara belajar yang menyenangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika diajarkan tingkat dasar hingga tingkat menengah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika diajarkan tingkat dasar hingga tingkat menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan matematika diajarkan tingkat dasar hingga tingkat menengah atas, karena itu pendidikan matematika mempunyai potensi yang sangat besar untuk memainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerapan teori-teori pendidikan pada masa ini adalah hal yang marak dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) Hafiz Faturahman MAN 19 Jakarta

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) Hafiz Faturahman MAN 19 Jakarta PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) Hafiz Faturahman MAN 19 Jakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu kebutuhan dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), khususnya biologi. Hal

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF 291 PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF Ibnu R. Khoeron 1, Nana Sumarna 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kemampuan berpikir kritis matematis menjadi tema pada kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Tema ini tertuang dalam tujuan pembelajaran matematika dalam permendiknas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran Sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode Guided Inquiry, siswa diberikan tes berupa soal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat a. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Ennis (1993) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia. Melalui berpikir, manusia dapat menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta memperoleh pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif. Pendidikan adalah usaha

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual Menurut Meier (2002) pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Sebuah soal pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikanya akan tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, membuat dunia sangat sukar untuk diprediksi. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mind Map Mind map atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Gaya Belajar 2.1.1 Pengertian Gaya Belajar Gaya belajar menurut Winkel (2005) adalah cara belajar yang khas bagi siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diiringi dengan berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki kemampuan memperoleh, memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang

Universitas Negeri Malang LANDASAN TEORETIK-KONSEPTUAL Pemanfaatan Multimedia dalam pembelajaran Nyoman S. Degeng Teknolog Pembelajaran Universitas Negeri Malang Kita ada di mana sekarang????????????? Era pertanian Era industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penalaran dan keberanian bertanya penting didalam proses pembelajaran matematika. yang diharapkan agar siswa dapat memahami pembelajaran yang disampaikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di zaman yang modern ini kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila

BAB 1 PENDAHULUAN. Di zaman yang modern ini kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang modern ini kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan berbahasa merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita 8 BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Deskripsi Konseptual a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Analisis kesalahan dalam menyelesaikan masalah matematika perlu dilakukan, agar kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan

BAB II KAJIAN TEORETIS. Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Sugihartono,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG LKS, BERPIKIR KRITIS, GUIDED INQUIRY PADA SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG LKS, BERPIKIR KRITIS, GUIDED INQUIRY PADA SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG LKS, BERPIKIR KRITIS, GUIDED INQUIRY PADA SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA A. Kajian Teori 1. LKS (Lembar Kerja Siswa) LKS merupakan lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan di indonesia senantiasa tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Bahkan tak jarang setelah satu masalah terpecahkan akan muncul masalah baru. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

BAB I PENDAHULUAN. dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyelenggarakan proses pembelajaran matematika yang lebih baik dan bermutu di sekolah adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Sudah bukan zamannya lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam menumbuh kembangkan cara pemahaman, berpikir kritis, logis, kreatif dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dipandang sebagai komponen yang penting di dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan meningkatkan pendidikan. Bangsa yang maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Belajar Menurut Nana Sudjana (2005: 28), belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan dalam kehidupan

Lebih terperinci