BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merit goods. Margolis (1982) dalam Tjiptoherijanto (2008 : 47) mengatakan merit
|
|
- Susanti Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Need terhadap Pelayanan Kesehatan Need terhadap pelayanan kesehatan dapat didasari kepada pengertian tentang merit goods. Margolis (1982) dalam Tjiptoherijanto (2008 : 47) mengatakan merit goods ini adalah setiap bentuk pengeluaran masyarakat yang nampaknya secara umum dapat dipahami akan tetapi sulit untuk diperhitungkan dengan menggunakan teori permintaan yang biasa. Diargumentasikan bahwa need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh pengalaman masa lalunya. Pembahasan mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah ranking need dalam pengertian ceteris paribus. Kita akan lebih memilih satu need untuk dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008).
2 Konsep need merangkum beberapa penilaian efektifitas, potensi untuk mempertimbangkan berbagai cara untuk memenuhi need (dengan segala akibat yang ditimbulkannya) dan pengakuan akan adanya keterbatasan sumber daya serta dapat juga merupakan bentuk dasar bagi alokasi sumber daya. Pada umumnya akan lebih baik untuk memasukkan sekaligus need ketika melakukan pengujian beroperasinya suatu pelayanan kesehatan tertentu. Mengingat need dapat memberikan dasar yang cukup bagi pengambilan keputusan yang tepat. Alokasi sumber daya sektor kesehatan tetap kurang efisien tanpa adanya beberapa koreksi yang menyangkut, pertama penyatuan kesepakatan tentang benefits value yang sering masih berbeda antara satu orang dan yang kedua menyangkut informasi yang benar tentang segi biayanya. Bidang social policy pada umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya, masyarakat sering dikatakan berada dalam keadaan membutuhkan (in need), namun seringkali apa yang dimaksud dengan need tidak jelas. Spek dan Bradshaw dalam Tjiptoherijanto (2008), telah mencoba untuk membuat suatu kerangka pikir tentang siapakah yang sebenarnya mengatakan (melakukan), tentang apa (bagi) siapa. Formula Spek melibatkan tiga kelompok yaitu masyarakat, ahli medis, dan perorangan untuk menjawab pertanyaan : Apakah seseorang itu sakit? dan apakah seseorang itu sedang membutuhkan pelayanan umum?. Dan pertanyaan ketiga mengenai : Apakah seseorang itu meminta pelayanan umum?. Bradshaw mengatakan ada empat definisi yang berbeda mengenai need yang lazim digunakan oleh peneliti dan praktisi social policy, yaitu :
3 a. Normative Need terjadi manakala masyarakat memiliki standar pelayanan kesehatan yang berada di bawah definisi desirable oleh para ahli. (standar desirable disini bisa saja bervariasi antara satu ahli dengan yang lain). b. Felt Need terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan, hal ini berkaitan dengan persepsi perorangan tentang pelayanan kesehatan, sehingga dengan jelas akan berbeda dengan persepsi orang lainnya. c. Expressed Need adalah need yang dirasakan tadi kemudian dikonversikan ke dalam permintaan. Misalnya mencari pelayanan kesehatan ke dokter puskesmas (permintaan disini tidak harus selalu seperti apa yang didefinisikan oleh para ekonom yang mencakup persoalan wiilingness to pay dan ability to pay terhadap pelayanan kesehatan). d. Comparative Need terjadi manakala satu kelompok orang di masyarakat dengan status kesehatan tertentu tidak mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan kelompok yang lain dengan status kesehatan yang identik itu ternyata mendapatkan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008). Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, karena merupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat. Adapun tuntutan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, oleh karena itu pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnya terhadap perubahan
4 derajat kesehatan, karena sifatnya yang subjektif, maka tuntutan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh status sosial masyarakat itu sendiri. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perkembangan pelayanan kesehatan secara umum dipengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan gambaran dari masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat tersebut (Jefkins, 2002). Kebutuhan adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa yang dibedakan menjadi keinginan yang disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa dan keinginan yang tidak disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa (Tjiptoherijanto, 2008). Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyebabnya karena faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Dan sering sekali melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo. S, 2007). Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan atau pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional
5 (dukun dan sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang pertama. Itulah sebab rendahnya penggunaan puskesmas atau tidak digunakannya fasilitas-fasilitas pengobatan modern seperti puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 2004). Menurut Anderson dalam Notoadmojo (2003), ada 3 faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu (1) mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3) adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. Menurut Alan Dever (1984) dalam Determinants of Health Services Utilization, faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah : a. Faktor Sosiokultural yang terdiri dari : (1) norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat, dan (2) teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan. b. Faktor Organisasi yang terdiri dari : (1) ketersediaan sumber daya. Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. (2) keterjangkauan lokasi. Keterjangkauan lokasi berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan. (3) keterjangkauan sosial. Dimana konsumen memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen. (4) karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur organisasi yang formal misalnya rumah sakit. c. Faktor Interaksi Konsumen-Petugas Kesehatan
6 (1) Faktor yang berhubungan dengan konsumen Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh : (1) faktor sosiodemografi, yaitu umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi, (2) faktor sosio psikologis, yaitu persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter, (3) faktor epidemiologis, yaitu mortalitas, morbiditas, dan faktor resiko. (2) Faktor yang berhubungan dengan petugas kesehatan yang terdiri dari : (1) faktor ekonomi, yaitu adanya barang substitusi, serta adanya keterbatasan pengetahuan konsumen tentang penyakit yang dideritanya, (2) karakteristik dari petugas kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dipunyai pelayanan kesehatan tersebut. 2.2 Citra Pelayanan Kesehatan Banyak organisasi pelayanan kesehatan mengatakan jika dapat memperbaiki citra, maka segala sesuatunya akan lebih baik. Seringkali organisasi-organisasi pelayanan kesehatan justru menyerahkan tanggung jawab hanya kepada hubungan massa saja. Suatu organisasi yang baik tidak akan mengembangkan citra hanya melalui upaya hubungan massanya saja, citra merupakan fungsi dari semua yang sedang atau telah dilakukan, dan juga semua yang dapat dikomunikasikan. Organisasi pelayanan kesehatan hanya cenderung mengkaitkan citra terhadap komunikasinya saja, mengindikasikan kegagalan untuk memahami bagaimana mengembangkan citra.
7 Istilah citra sekarang ini mempunyai bermacam-macam arti seperti gambaran organisasi, citra perusahaan, gambaran nasional, citra merek, gambaran masyarakat, gambaran diri sendiri dan lain sebagainya. Penggunaan citra yang seperti itu sudah cenderung mempunyai banyak pengertian. Citra adalah sejumlah dari kepercayaankepercayaan, gagasan-gagasan, kesan yang diperoleh seseorang dari suatu objek (Kotler dan Clarke, 1987). Menurut Maramis (2006), citra adalah pengalaman sensorik yang tidak berdasarkan pada data yang ada pada waktu itu. Misalnya kita dapat menggambarkan dalam pikiran kita seekor sapi tanpa ada sapi di depan mata kita, hanya berdasarkan sapi yang kita lihat dahulu atau gambarnya dalam buku. Jadi, citra itu merupakan pencipataan ulang atau representasi mental dari suatu persepsi sebelumnya. Menurut Steinmetz dalam Sutojo (2004), citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya bagi suatu organisasi juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri organisasi, selanjutnya Steinmetz mengemukakan persepsi seseorang terhadap suatu organisasi/perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang organisasi/perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu citra sebuah pelayanan kesehatan yang sama dapat berbeda dimata dua orang yang berlainan. Seperti yang dikemukakan oleh Joe Marconi (1987), orang-orang yang memandang satu benda yang sama dapat mempunyai persepsi yang berlainan terhadap benda itu (Muzahamm, 1995). Setiap pelayanan kesehatan mau tidak mau mempunyai citra di mata masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang atau buruk. Peringkat
8 citra yang berlainan tersebut berdampak terhadap keberhasilan kegiatan pelayanan yang diberikan. Citra buruk melahirkan dampak negatif bagi operasi pelayanan dan dapat juga melemahkan kemampuan organisasi dalam bersaing (sutojo, 2004) Pengukuran Citra Menurut Kotler dan Clark (1987) ada dua langkah pendekatan untuk mengukur suatu citra yaitu mengukur seberapa familiar dan favorable citra organisasi itu, dan yang kedua yaitu mengukur lokasi citra organisasi dalam dimensi-dimensi yang relevan (yang disebut diferensial semantik) Pengukuran Familiaritas Favoribilitas Citra atau image dapat didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, gagasan dan kesan yang dianut seseorang tentang sebuah objek. Sikap dan tindakan seseorang terhadap objek akan sangat tergantung pada objek tersebut. Pertama kali dapat diukur dengan skala familiaritas. Untuk menetapkan familiaritas, para responden diminta untuk memeriksa salah satu dari berikut : Tidak pernah Pernah Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mendengar mendengar sedikit sedang dengan baik Hasil-hasil ini mengindikasikan kesadaran masyarakat akan pelayanan tersebut. Jika banyak responden menempatkan organisasi tersebut di pilihan pertama, kedua dan ketiga, maka organisasi tersebut mempunyai suatu masalah kesadaran. Selanjutnya dari responden tersebut yang memiliki familiaritas dengan organisasi tersebut kemudian diminta untuk menguraikan bagaimana perasaan mereka tentang organisasi tersebut dengan menggunakan skala favorabilitas :
9 Sangat kurang Sedikit Acuh Sedikit Sangat baik Baik kurang baik tak acuh baik Jika responden memilih pilihan pertama, kedua dan ketiga maka organisasi terebut harus mengatasi dulu masalah citra negatifnya Diferensial semantik Setiap pelayanan kesehatan perlu bergerak lebih jauh dan meneliti substansi citranya. Salah satu alat paling popular untuk mencapainya adalah melalui diferensial semantik. Metode ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : Mengembangkan sejumlah dimensi yang relevan. Peneliti dapat menggunakan hal yang biasa menjadi permasalahan tentang organisasi tersebut. Hal ini untuk mengidentifikasi dimensi yang akan digunakan dalam berpikir tentang objeknya. Misalnya orang dapat ditanyai : hal-hal apa yang sering dirasakan pasien bila sedang berada di rumah sakit. Jika seseorang mejawab mengenai kualitas perawatan medis, maka hal ini dapat diklasifikasikan kepada skala bipolar, dengan pilihan antara kualitas baik, sedang dan buruk. Mengurangi dimensi-dimensi yang relevan. Jumlah dimensi harus dipertahankan tetap rendah untuk menghindari keletihan/kelelahan responden. Ada tiga jenis skala dasar yakni ; skala evaluasi (kualitas baik-buruk), skala potensi (keamanan kuat-lemah) dan skala aktivitas (kualitas aktif-pasif). Dengan menggunakan hal ini sebagai pedoman, atau menjalankan analisis faktor, peneliti dapat membuang skala yang gagal untuk menambah informasi baru. Merata-ratakan hasil.
10 Memeriksa varians citra, Karena setiap profil citra adalah garis rata-rata, maka hal ini tidak menggambarkan seberapa jauh variabilitas citra yang sesungguhnya. Jadi diferensial semantik adalah alat pengukuran citra yang fleksibel dan dapat memberikan informasi penting. Misalnya, organisasi dapat mengetahui bagaimana publik memandangnya dan juga pesaing utamanya. Dengan menelaah kekuatan dan kelemahan citra pesaing. Kemudian organisasi selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah solusi penting, dapat mengetahui bagaimana publik dan segmen pasar yang berbeda memandangnya dan juga dapat memonitor perubahanperubahan dalam citra. Dengan mengulangi studi tentang citra secara berkala, organisasi dapat mendeteksi setiap penyimpangan ataupun peningkatan citra yang nyata (Kotler dan Clarke, 1987) Menentukan Citra Menurut Kotler dan Clarke (1987), yang menentukan citra yakni ada dua teori pembentukan citra. Pertama menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh objek, yakni orang menerima realita objek begitu saja. Pandangan citra yang berorientasi pada objek mengasumsikan bahwa : (1) Orang cenderung untuk memiliki pengalaman pertama dengan objek, (2) Orang mendapatkan data yang terpercaya dari objek, dan (3) Orang cenderung tergantung dengan apa yang dilihat dengan cara yang sama selain memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda. Asumsi-asumsi ini sebaliknya mengimplikasikan bahwa organisasi tidak dapat dengan mudah menciptakan citra yang salah tentang dirinya sendiri.
11 Teori kedua menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh asumsi seseorang. Orang yang mempertahankan pandangan ini menegaskan bahwa : (1) Orang memiliki tingkat kontak yang berbeda dengan objek, (2) Orang yang ditempatkan di depan objek, akan secara selektif menerima aspek-aspek berbeda dari objek tersebut, (3) orang memiliki cara masing-masing untuk memproses data sensory, yang melahirkan penyimpangan selektif. Karena alasan-alasan ini orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda tentang objek yang sama. Yakni, ada hubungan lemah antara citra dan objek sesungguhnya. Kebenaran terletak diantaranya, yakni citra dipengaruhi oleh karakteristik objektif dari objek dan karakteristik subjektif dari penerima. Kita mungkin mengharapkan orang untuk mempertahankan citra yang sama terhadap suatu objek atau organisasi objek tersebut agak kompleks, bila sering mengalaminya secara langsung, dan bila agak stabil dalam karakteristik yang sesungguhnya. Sebaliknya, orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda atas suatu objek, jika objek tersebut kompleks, dan jarang dialami dan berubah sesuai dengan waktu Hubungan Antara Citra dan Perilaku. Sebagian besar organisasi tertarik dengan pengukuran dan modifikasi citra karena mereka mengira bahwa citra memiliki pengaruh besar terhadap perilaku orang. Mereka mengasumsikan bahwa ada hubungan erat antara citra orang atas organisasi dan perilaku mereka terhadap itu. Namun, hubungan antara citra dan perilaku tidak demikian sesungguhnya. Citra hanya satu komponen dari sikap, Dua orang dapat memandang sebuah rumah sakit sebagai rumah sakit besar dan sebaliknya seseorang
12 juga memiliki sikap yang berlawanan terhadap rumah sakit tersebut. Selanjutnya, hubungan antara sikap dan perilaku juga lemah, seorang pasien mungkin lebih menyukai rumah sakit kecil daripada rumah sakit besar, karena rumah sakit kecil lebih dekat ke rumahnya atau karena dokter pasien memiliki hak istimewa memberi rujukan hanya pada rumah sakit kecil. Meskipun demikian, kita tidak akan menghilangkan pengukuran dan perencanaan citra hanya karena sulit merubahnya dan efeknya terhadap perilaku tidak jelas. Mengukur suatu citra organisasi adalah langkah penting dalam memahami apa yang sedang terjadi terhadap organisasi tersebut. Dan meskipun hubungan diantara citra dan perilaku tidak kuat, tetapi tetap eksis. Setiap organisasi harus membuat investasi dalam mengembangkan citra terbaik sedapat mungkin (Kotler dan Clarke, 1987). 2.3 Konsep Puskesmas Ruang Rawat Inap Puskesmas Ruang Rawat Inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
13 Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4) jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal rata-rata orang/puskesmas, (6) pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes RI, 2009). Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang mendadak dan gawat. 2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan 3 hari atau maksimal 7 hari. 3. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit. 4. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga berencana. Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa : 1. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi, kamar linen, kamar cuci, dapur, laboratorium.
14 2. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas, obstetri patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat tidur dan perlengkapan perawatan. 3. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat pelatihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam), 2 orang perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan seorang pekarya kesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang rawat inap. Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan : 1. Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaan-keadaan gawat darurat serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan. 2. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan. 3. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009)
15 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Citra pelayanan rawat inap - Fasilitas pelayanan - Peran dokter - Pelayanan petugas kesehatan - Ketersediaan sarana non medis - Kondisi Lingkungan Need masyarakat Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Definisi Konsep : (1) Need (Kebutuhan) masyarakat yaitu keinginan untuk memperoleh dan mengkonsumsi pelayanan rawat inap di puskesmas yang meliputi keiginan/tidak inginnya untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada, dalam hal ini puskesmas rawat inap. (2) Citra pelayanan rawat inap adalah ide, pendapat/penilaian seseorang terhadap puskesmas didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang puskesmas yang diukur melalui fasilitas pelayanan, peran dokter, pelayanan peetugas kesehatan, ketersediaan sarana non medis dan kondisi lingkungan.
16 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pembahasan, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat pengaruh citra pelayanan rawat inap yakni fasilitas pelayanan, peran dokter, pelayanan petugas kesehatan, ketersediaan sarana non medis dan kondisi lingkungan) terhadap need masyarakat di Puskesmas Gelugur Darat Medan Tahun 2010.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan perkapital.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro, 2000). Berdasarkan hasil dari Konferensi Regional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, pasal 34 ayat 1 dan 3, menegaskan bahwa Pemerintah bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan begitu kompleksnya masalah hidup sekarang ini menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. orang, tetapi seluruh masyarakat. Angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya satu orang, tetapi seluruh masyarakat. Angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada sejarah yang mencatat kapan pertama kali pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan di Indonesia. Dahulu, para ibu umumnya melahirkan tanpa bantuan orang
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN. Lia Amalia (e-mail: lia.amalia29@gmail.com)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN Lia Amalia (e-mail: lia.amalia29@gmail.com) Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK: Dalam upaya penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari. pembangunan sumber daya manusia, yaitu mewujudkan bangsa yang maju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia, yaitu mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri sejahtera lahir dan batin.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan, dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan dari pelayanan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAEARAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DI PUSAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Defenisi Serta Konsep Demand Pada Pelayanan Kesehatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Serta Konsep Demand Pada Pelayanan Kesehatan Pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaa atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses pelayanan kesehatan menguraikan interaksi antara penderita dan praktisi kesehatan dalam suatu medis. Seringkali, dilupakan suatu kenyataan bahwa kegiatan-kegiatan itu dipengaruhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara di dunia memiliki konsep pemeriksaan kehamilan yang berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care = ANC) 2.1.1 Pengertian Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Sintang merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 21.635 km 2. Daerah dengan jumlah penduduk 371.332
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Sistem dan Prosedur Suatu informasi dari suatu perusahaan terutama informasi mengenai keuangan dan informasi akuntansi diperlukan oleh berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh manusia, karena kesehatan menentukan segala aktivitas dan kinerja manusia. Pengertian sehat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan adalah sebuah impian yang sangat dinanti dan diharapkan oleh pasangan suami dan istri. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional untuk memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam Undang-Undang No. 36 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya tenaga medis dan tehnologi kesehatan yang diciptakan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Sejarah Puskesmas Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16 yaitu adanya upaya pemberantasan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat, kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah pasien yang datang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat, adalah meningkatkan kualitas pelayanan oleh pelaksana pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat kesehatan suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat telah melakukan upaya pembangunan dalam rangkaian program-program yang berkesinambungan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman menuntut masyarakat juga untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut dikategorikan
Lebih terperinciPERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS
PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan
Lebih terperincimutu pelayanan rumahsakit mengatakan: adakan on the job training yang modern, hilangkan hambatan yang mencegah karyawan untuk menjadi bangga dengan
47 mutu pelayanan rumahsakit mengatakan: adakan on the job training yang modern, hilangkan hambatan yang mencegah karyawan untuk menjadi bangga dengan pekerjaannya, adakan program-program pendidikan dan
Lebih terperinciyang dirasakan individu terhadap pengobatan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Keadaan untuk hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sarana pelayanan kesehatan merupakan elemen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi, sarana pelayanan kesehatan merupakan elemen utama dalam meningkatkan derajat kesehatan. Menurut Depkes RI (2008) dalam Permenkes RI No 269/Menkes/Per/III/2008
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena itu,
Lebih terperinciLisda W. Longgupa 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:
Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap dan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Pada Kinerja Bidan Dalam Pertolongan Persalinan Normal Suatu Studi Eksploratif di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah Lisda W. Longgupa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri, dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahauan kesehatan, kemajuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan penyakit yang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN
Lebih terperinciPANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)
PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK) OLEH : TIM AKREDITASI MDGS RSUD LAHAT KATA PENGANTAR Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan
PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut dengan Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai penyelenggara pembangunan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSEPSI TENTANG PUSKESMAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MELAKUKAN PERAWATAN DI PUSKESMAS RAWAT INAP SRAGI I KABUPATEN PEKALONGAN
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG PUSKESMAS DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MELAKUKAN PERAWATAN DI PUSKESMAS RAWAT INAP SRAGI I KABUPATEN PEKALONGAN Muhammad Itsna Zaim Abstrak Pemerintah meningkatkan fungsi dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 102/ kelahiran hidup (Visi Indonesia Sehat 2015). Penyebab tingginya angka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 225 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2010). Angka tersebut masih jauh dari target yang diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan Antenatal Care (ANC) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.(yulaikhah, 2010) Tujuan asuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan medis semakin meningkat, sehingga masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah sakit. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa pemberi pelayanan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa pemberi pelayanan kesehatan. Sebagai suatu industri jasa maka rumah sakit tentunya juga harus menjalankan fungsi-fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kasehatan mengalami perubahan, pada awal perkembangannya, rumah sakit lembaga yang berfungsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A.. 1. Pengertian adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat. Disamping bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat
Lebih terperinciPROSIDING ISSN: E-ISSN:
PELAYANAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT Mgs. M. Ilyas 1 Apikes Widya Dharma Palembang Email: 1 ilyasstik@gmail.com Abstrak Mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat dilakukan
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan ibu dan bayi merupakan perhatian utama. bayi terbesar di Indonesia adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan ibu dan bayi merupakan perhatian utama pemerintah pada setiap program kerjanya. Derajat kesehatan ibu dan anak ini merupakan salah satu indikator keberhasilan
Lebih terperinciMateri Konsep Kebidanan
Materi Konsep Kebidanan A. MANAJEMEN KEBIDANAN 1. KONSEP DAN PRINSIP MANAJEMEN SECARA UMUM Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done). Manajemen adalah mengungkapkan apa yang hendak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi tahun 2003 di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen kesehatan pada periode 2005-2009.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN JUDUL I. Judul : Rumah Sakit Ibu dan Anak dengan Konsep Friendly Hospital II. Pengertian judul Rumah Sakit : - Suatu kompleks / rumah / ruangan yang digunakan untuk menampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran
Lebih terperinciBUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR,
BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan derajat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dimana MDGs adalah. Millenium Summit NewYork, September 2000 (DKK Padang, 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penurunan angka Kematian Bayi dan Angka kematian Ibu terkait dengan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang percepatan pencapaian Millenium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional secara menyeluruh. Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah
Lebih terperinciDEFISI DAERAH TERPENCIL
DEFISI DAERAH TERPENCIL Daerah Terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi, akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu bagian yang penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang kesehatan adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health Organisation (WHO) karena angka kematian ibu dan anak merupakan bahagian dari negara Asean yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan terdiri dari berbagai kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan disebut sarana kesehatan.
Lebih terperinciBUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi khususnya pada bidang kesehatan, mendorong pelayanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang diperlukan langkah-langkah peningkatan upaya kesehatan, diantaranya kesehatan ibu dan anak. Angka
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN
PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit adalah sebagai salah satu pelayanan kesehatan yang di harapkan dapat memberikan kepuasan pelayanan bagi pasien. Pelayanan kesehatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG
BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya
20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Terwujudnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP A. Kesimpulan
64 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada 5 (lima) kesimpulan penelitian. Kesimpulan tersebut disajikan sebagai berikut : 1. Peran pendampingan bidan dalam upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal
Lebih terperinciLEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI Sehat Jiwaku Sehat keluargaku (UPK Puskesmas Siantan Hulu)
LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI Sehat Jiwaku Sehat keluargaku (UPK Puskesmas Siantan Hulu) 1. Lab. Inovasi : KOTA PONTIANAK 2. Nama Unit Kerja : UPK Puskesmas Siantan Hulu 3. Judul Iovasi : Sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat baik masyarakat umum maupun peserta asuransi kesehatan misalnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu bagian dari rantai pelayanan kesehatan tidak terlepas dari tanggung jawab memberikan pelayanan gawat darurat. Di dalam PERMENKES RI Nomor:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DASAR PENDUDUK KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat lama dan tempat terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi dibanding dengan AKI di negara-negara ASEAN, penolong persalinan adalah hal yang penting, karena salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan R.I Nomor 983/MENKES/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan di Indonesia akan dihadapkan pada satu tantangan utama yaitu globalisasi yang mau tidak mau akan membawa
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
Lebih terperinci