BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal penting bagi suatu Negara untuk menjadi suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal penting bagi suatu Negara untuk menjadi suatu"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal penting bagi suatu Negara untuk menjadi suatu acuan sejauh mana Negara tersebut maju dan berkembang. Seperti hal nya Negara Indonesia, pendidikan berperan sebagai suatu dorongan bagi para generasi untuk membangun Negara. Pendidikan dapat diperoleh dari berbagai macam hal, yaitu diantaranya melalui pengamatan yang dilanjutkan dengan suatu perilaku tertentu, melalui belajar yaitu proses dari tidak tahu menjadi tahu, hal ini tentu saja terdapat interaksi dengan orang lain untuk memperoleh suatu pengetahuan, misalnya dari lingkungan, orang tua, saudara dan lain sebagainya. Pendidikan juga diperoleh dari suatu pengalaman, sehingga ketika sesuatu dirasakan masih harus dikembangkan maka seseorang atau suatu kelompok tertentu akan melakukan pembaharuan. Bahkan banyak penduduk Indonesia yang mengupayakan pendidikan hingga keluar negeri. Pendidikan adalah salah satu sarana bagi setiap masyarakat Indonesia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tidak hanya sekedar pengetahuan, tetapi juga ilmu yaitu bagaimana kita dapat mempelajari sesuatu secara sistematis dan terstruktur untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. 1

2 2 Negara Indonesia adalah salah satu Negara maju yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, sehingga tuntutan pendidikan sangatlah penting bagi penduduk Negara tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 2/1989, Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga Negara Indonesia yang berusia 7-12 tahun dan tahun untuk menamatkan pendidikan dasar. Hal ini merupakan kondisi ideal dalam bidang pendidikan, setiap anak bias sekolah minimal hingga tingkat SMP tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, pembangunan pendidikan di Indonesia kini telah memberlakukan wajib belajar 6 tahun dan dikembangkan menjadi wajib belajar 9 tahun. Begitu banyak jenis pendidikan di Indonesia, dimana hal tersebut terdapat berbagai kebijakan bagi para siswanya. Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2

3 3 Pendidikan di Indonesia tidak membatasi kelompok anak tertentu saja untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan dari pendidikan formal maupun non formal. Karena melalui pendidikan anak dapat berkembang dan memiliki keterampilan dalam berbagai bidang yang dapat memajukan Negara tersebut. Tentu saja hal ini berlaku bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan kemampuan dalam diri anak ABK memerlukan pelayanan khusus dari orang tua, guru dan teman-teman mereka untuk menghadapi kebutuhan dan karateristik anak yang berbeda yang sesuai dengan klasifikasinya. Saat ini banyak kebijakan dari pemerintah terhadap persoalan ini. Kini mereka yang dengan kebutuhan khusus dapat bersekolah formal layaknya anak normal lainnya. Tidak hanya sekolah formal, namun mereka dapat berbaur dengan anak normal lainnya, sehingga dengan kata lain banyak sekolah yang melayani pendidikan dengan cara menggabungkan siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus yang disebut dengan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi mulai diperkenalkan setelah Indonesia menandatangani perjanjian Salamanca tahun 1994, perjanjian Salamanca merupakan salah satu Landasan Yuridis Internasional dalam Penerapan Pendidikan Inklusif oleh para Menteri Pendidikan se-dunia. Deklarasi ini merupakan penegasan atas Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1984 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB Tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian

4 4 integral dari sistem pendidikan. Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak sebaiknya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Selain menandatangani perjanjian tersebut, Sekolah inklusi di Indonesia juga mulai berdiri setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 77/P Tahun 2007 Pasal 1 mengenai inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan untuk semua anak. Lalu penjelasan bagi definisi sekolah inklusi dijelaskan pada Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009, dengan definisi sekolah inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memeiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. ( Tujuannya adalah untuk tidak membedakan ABK dengan anak-anak normal yang lain, membantu mereka bersosialisasi, dan membiasakan kita untuk menerima keberadaan ABK ditengah-tengah masyarakat. Setiap satuan pendidikan formal, baik TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK, pada dasanya dapat menyelenggarakan

5 5 pendidikan inklusif sesuai dengan sumber daya yang tersedia. maka setiap satuan pendidikan yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif perlu memenuhi beberapa kriteria, di antaranya terdapat Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK), kesiapan sekolah, layanan dalam pendidikan inklusi, manajemen sekolah (Pengelolaan peserta didik, Pengelolaan kurikulum, Pengelolaan pembelajaran, Pengelolaan penilaian, Pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, Pengelolaan sarana dan prasarana, Pengelolaan pembiayaan, Pengelolaan sumberdaya masyarakat). Pendidik adalah tenaga profesional di bidang pendidikan yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu yang melaksanakan program pendidikan inklusif. Pendidik meliputi: guru kelas (untuk SD/MI), guru mata pelajaran, guru pembimbing/konselor (untuk sekolah menengah), dan guru pendidikan khusus (GPK). Di samping pendidik, sekolah penyelenggara pendidikan inklusif juga memerlukan dukungan tenaga kependidikan yang relevan, seperti terapis, tenaga medis, dokter, psikolog, laboran, dan lain-lain. direktorat-pembinaan-sekolah-luar-biasa-direktorat-jenderal-mandikdasmen- departemen-pendidikan-national-tahun-2007/

6 6 Setiap satuan pendidikan formal, baik TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK, pada dasanya dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan bahwa terdapat perbedaan dengan penjelasan di atas. Salah satunya sekolah inklusi di kota Bandung yaitu SD Negeri Putraco Indah. Sekolah ini terletak di Buah Batu Bandung, SDN Putraco Indah merupakan sekolah inpres namun pada tahun 2003, SDN Putraco Indah berubah identitas menjadi sekolah inklusi. Tak banyak yang berubah dari sekolah ini selain sistem pembelajaran dan jenis sekolah. Guru-guru dan karyawan SDN Putraco Indah masih tetap sama hingga saat ini, bahkan sangat jarang sekali penambahan guru di SDN Putraco Indah. Awal mula sekolah ini berdiri dengan guru-guru berlatar belakang pendidikan sebagai sarjana pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa sekolah inklusi merupakan sekolah yang memiliki gabungan antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus, sehingga butuh kompetensi khusus bagi guru dan sistem pembelajaran yang berbeda terhadap murid. Sekolah inklusi memiliki standar umum sebagai acuan sekolah yang layak untuk proses belajar mengajar. Akan tetapi SDN Putraco Indah memiliki standar yang kurang untuk berdirinya menjadi sekolah inklusi. Menurut data sekolah, 65% dari keseluruhan siswa adalah siswa berkebutuhan khusus dan

7 7 35% siswa regular, sehingga persentasenya lebih banyak siswa berkebutuhan khusus dibandingkan dengan siswa reguler. Idealnya adalah bahwa di dalam setiap kelas seharusnya hanya terdapat 10% siswa berkebutuhan khusus (maksimal 5 siswa) dibandingkan dengan siswa regular. Hal ini dikarenakan banyaknya siswa berkebutuhan khusus yang ditolak sekolah-sekolah lain karena tidak sesuai dengan kriteria sekolah inklusi lainnya. Banyak orang tua siswa yang memaksa hingga menangis agar anaknya bisa bersekolah di sekolah umum, kebanyakan anak yang diterima SDN Putraco Indah sebelumnya telah dirujuk agar bersekolah di SLB, karena ketidakmampuan anak untuk mengikuti pelajaran sesuai dengan kurikulum yang diberikan oleh dinas pendidikan. Ini menyebabkan para guru di SDN Putraco Indah merasa kasihan dan akhirnya menerima siswa dengan keterbatasan yang mereka miliki. Mereka mengatakan sangat kasihan jika seandainya anak kami memiliki kekurangan dan tidak diterima di sekolah manapun, para guru tidak memandang sebelah mata kepada siswa berkebutuhan khusus, guru menganggap mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal lainnya, yaitu menerima pendidikan formal tanpa harus didiskriminasi oleh masyarakat atau lingkungan. Sumber daya manusia atau pendidik di SDN Putraco Indah ini belum dapat dikatakan memenuhi kriteria sekolah inklusi. Jumlah karyawan yang dimiliki yaitu 14 orang terdiri dari 11 guru, 1 orang kepala sekolah, 1

8 8 karyawan tata usaha dan 1 karyawan perpustakaan. Sekolah ini hanya terdapat guru kelas yang meliputi sebagai guru mata pelajaran, konselor dan guru pendidikan khusus (GPK). Hal ini dirasakan salah satu hambatan bagi para guru dalam proses belajar mengajar. Institusi sekolah selalu meminta terhadap pemerintah untuk menambah tenaga kerja, namun ini tidak semata-mata diberikan oleh pemerintah karena harus melalui proses waktu yang cukup lama, sehingga hal ini menyebabkan para guru tidak bisa menunggu dan tetap melakukan tanggung jawab terhadap tuntutan pekerjaannya. Begitupun dengan fasilitas di SDN Putraco Indah. Fasilitas di sekolah ini pun belum dapat dikatakan memenuhi standar sekolah inklusi pada umumnya. Belum terdapat Ruang Sumber bagi siswa berkebutuhan khusus yang mengalami tantrum atau mengamuk saat proses belajar mengajar berlangsung. Ruang sumber bermanfaat bagi guru untuk menenangkan siswa atau mengintervensi lebih lanjut siswa yang sedang mengalami masalah. Banyak hal yang tidak mendukung jalannya kegiatan. Menurut data Penilaian Kinerja Guru tahun 2014 dari sekolah bahwa kinerja guru di Putraco Indah memiliki nilai yang baik, meliputi aspek-aspek Unsur Kesetiaan (skor 84), Unsur Prestasi Kerja (skor 84), Tanggung Jawab (skor 85), Kejujuran (skor 84), Kerjasama (skor 83) dan Prakarsa (skor 82). Mereka melayani para orangtua dan memberikan ajaran yang baik bagi siswanya, sehingga banyak yang puas dengan hasil yang telah guru berikan

9 9 terhadap siswa. Para guru memiliki prestasi kerja yang baik yaitu mempunyai kecakapan dan keterampilan, pengalaman serta bersungguh-sungguh dalam bekerja walaupun dengan kondisi banyaknya kekurangan di Putraco Indah. Sekolah pun puas dengan tanggung jawab para guru yang dapat menyelesaikan tugas dan tuntutan peran sebagai guru di Putraco Indah, dengan penilaian yang positif baik dari sekolah maupun orangtua siswa. NAMA GURU Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja Guru (PKG) SDN Putraco Indah Bandung MATA PELAJARAN Tahun 2014 UNSUR UTAMA KRITERIA ANGKA KREDIT NO NILAI PKG 1 AS, S.pd Guru Kelas 2 85,71 BAIK 29,75 2 KSS, S.Ag Guru Mata Pelajaran 87,50 BAIK 29,75 3 II Guru Kelas 4 85,71 BAIK 29,75 4 AR Guru Mata Pelajaran 85,71 BAIK 29,75 5 YM Guru Kelas 5 82,14 BAIK 11,75 6 AR Guru Kelas 3 82,14 BAIK 11,75 7 RSMR,S.Pd Guru Kelas 6 80,36 BAIK 11,75 8 RA Guru Kelas 1 76,79 BAIK 11,75 9 DS, S.Pd Guru Mata Pelajaran 80,76 BAIK 11,75 10 SM, S.Pd Guru Mata Pelajaran 76,79 BAIK 11,75 11 RH Guru Mata Pelajaran 76,79 BAIK 11,75 Selain berdasarkan data diatas, pada tahun ini SDN Putraco Indah Bandung mendapatkan penghargaan atas Sekolah Adiwiyata Kota Bandung Penghargaan ini diberikan atas program terhadap sekolah yang

10 10 mewujudkan sekolah berwawasan dan peduli lingkungan. Akreditasi sekolah ini pun pada tahun ini yaitu memiliki nilai A (sangat baik). Prestasi yang diberikan oleh siswa adalah dalam bidang non akademik, yaitu pada tahun 2010 salah satu siswa berkebutuhan khusus mendapatkan gelar juara 1 atas lomba Pildacil Putri antar Kecamatan, pada bulan Oktober 2014 salah satu siswa berkebutuhan khusus memenangkan lomba menyanyi Juara 1 di Jakarta. Mereka mendampingi anak dengan sepenuh hati, memahami emosi anak sehingga tahu kapan guru harus bersikap tegas dan harus bersikap lembut pada anak. Kondisi anak yang bisa saja menyakiti guru dengan memukul, meludah dan lain sebagainya kapan saja, tidak dijadikan dendam atau amarah terhadap murid, melainkan sebagai renungan bagi mereka untuk memperbaiki kesalahan guru dalam mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Dengan melihat kondisi siswa berkebutuhan khusus yang dibimbingnya, guru berusaha untuk mengendalikan situasi dan dirinya, menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang wajar bagi siswa berkebutuhan khusus. Mereka terus berupaya meningkatkan kualitas dirinya sebagai guru kelas dan guru pendamping. Mereka melakukan hal ini agar melihat siswa yang diajarkannya mengalami peningkatan dalam hal akademik maupun bersosialisasi. Orangtua menilai pelayanan yang diberikan guru di Putraco Indah sangatlah baik, sehingga membuat para orangtua lebih percaya terhadap sekolah untuk menitipkan anaknya di SDN Putraco indah dibandingkan

11 11 dengan sekolah inklusi lainnya. Walaupun menurut orangtua tidak semua guru dapat melayani dengan baik. Menurut orangtua terdapat guru yang masih bersikap acuh terhadap siswa dikelas. Menurut wawancara yang dilakukan terhadap guru-guru di SDN Putraco Indah bahwa sekolah ini setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah siswa berkebutuhan khusus dibandingkan dengan siswa reguler, seperti halnya tahun ini di kelas 1 terdapat 17 siswa, 3 diantaranya adalah siswa regular, sisanya siswa ABK yaitu 14 siswa, sehingga butuh tenaga yang ekstra untuk menghadapi siswa-siswa. Pengawasan terhadap siswa berkebutuhan khusus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara orangtua siswa dan guru, banyak sekali orang tua yang menunggu anaknya di sekolah, sehingga dalam hal ini tak sulit bagi guru untuk berkoordinasi dengan orang tua. Sering kali orang tua siswa mengeluhkan banyak hal, seperti meminta perhatian yang lebih terhadap anaknya, tidak adanya pembedaan materi dengan anak regular, kinerja guru, pelayanan guru hingga terhadap sikap guru ke anaknya. Sekolah ini juga belum memiliki seorang Psikolog khusus yang seharusnya berada di Ruang Sumber, sehingga saat siswa sedang mengamuk atau kambuh guru tersebut yang menangani dan memberikan intervensi bagi siswa berkebutuhan tersebut. Terkadang saat mengajar tidak hanya satu siswa berkebutuhan khusus saja yang mengamuk, tetapi bisa mencapai 3-5 siswa

12 12 yang mengamuk atau bermasalah di hari yang sama, sehingga membuat kewalahan para guru. Saat proses belajar mengajar tak jarang juga siswa berkebutuhan khusus kabur atau keluar dari kelas. Sulit sekali mengatur siswa berkebutuhan khusus. Banyak yang melawan, sulit diatur, memukul, berteriak dan lain sebagainya sudah menjadi makanan sehari-hari bagi guru di sekolah ini. Kesulitan yang dirasakan oleh para guru, membuat guru kewalahan bahkan tak jarang yang mengalami jatuh sakit atau capek fisik. Perbedaan cara mengajar pun tidak dilakukan oleh para guru pada awal mereka mengajar, sehingga siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa regular lainnya, yaitu melalui metode pembelajaran klasikal lalu setelah itu guru melakukan pendekatan satu persatu terhadap siswa berkebutuhan khusus, namun dengan waktu yang terbatas terkadang tidak semua guru dapat melakukan pendekatan terhadap murid karena banyaknya tugas sebagai guru yang harus dilaksanakan di dalam kelas, beberapa dari guru tersebut ada yang melakukan tambahan jam pelajaran dengan sukarela terhadap siswa berkebutuhan khusus setelah pulang sekolah. Pada awal mulanya, para guru tidak mengetahui bahwa ada sekolah inklusi yaitu sekolah yang memiliki siswa gabungan antara siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus. Guru merasa bahwa siswa-siswa seperti ini tidak akan mampu mengikuti pelajaran yang diberikan dan sikap guru yang acuh

13 13 terhadap perkembangan siswa berkebutuhan khusus, sehingga tak jarang yang mengeluh capek, sakit, tidak betah dan kesal atas sikap siswa berkebutuhan khusus. Selain itu juga kesulitan yang dirasakan oleh guru yaitu tidak memilki kompetensi sebagai guru berpendidikan khusus atau latar belakang Pendidikan Luar Biasa. Kebanyakan dari mereka tidak mengetahui istilah siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), hingga karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus mereka sama sekali tidak memiliki pengetahuan tersebut. Para guru memanggil siswa berkebutuhan khusus dengan panggilan idiot. Rata-rata atau hampir keseluruhan guru di sekolah ini berlatar belakang pendidikan Sarjana Pendidikan pada umumnya. Tidak ada lulusan Pendidikan Luar Biasa atau Psikolog, walaupun diantaranya ada yang telah menyandang status sebagai Sarjana Pendidikan Luar Biasa. Bagi guru dan sekolah, seharusnya sekolah ini di setiap kelasnya ada guru pendamping atau helper atau Guru Pendidikan Khusus (GPK). Akan tetapi yang terjadi di sekolah ini, guru yang mengajar merangkap pekerjaannya sebagai guru pendamping atau helper, sehingga di sekolah ini hanya ada satu jenis guru. Sulit dibayangkan bagi mereka mengajar siswa ABK, karena mereka harus memberikan perlakuan yang khusus bagi setiap siswa ABK. Terkadang saat siswa berkebutuhan khusus dengan gangguan Autisme sedang berulah di waktu yang bersamaan siswa berkebutuhan khusus dengan gangguan Mental Retardasi juga berulah.

14 14 Selama menjadi guru di SDN Putraco Indah mereka bekerja dari pukul 7 pagi hingga pukul 12 siang. Penghasilan yang diberikan untuk mengajar didapatkan dari Infaq dan sodaqoh. Bagi siswa regular tidak dipungut apapun, tetapi bagi siswa berkebutuhan khusus, diminta untuk membayar infaq atau sodaqoh semampunya. Jika dilihat dari standar Upah Minal Regional (UMR) hal ini dirasakan kurang sebanding dengan tugas mereka dalam mengajar dua siswa sekaligus yaitu siswa normal dan siswa ABK. Ada guru yang mendapatkan tawaran pekerjaan lain dengan penghasilan lebih tinggi, namun mereka memilih untuk tetap menjadi guru SDN Putraco Indah. Seiring berjalannya waktu, para guru akhirnya menerima kondisi sekolah yang menampung siswa berkebutuhan khusus melebihi kapasitas dengan lapang dada. Menurut hasil wawancara terhadap subjek guru R, bahwa dengan kesulitan yang dirasakan, hal ini tidak menjadi halangannya untuk tetap menjalani tuntutannya dan mengerjakan tanggung jawab sebagai guru. Subjek mengatakan sulit memang menangani banyaknya siswa berkebutuhan khusus, terlebih saat siswa tersebut sedang mengamuk, namun subjek melakukan upaya koordinasi dengan guru lain atau karyawan/staff yang sedang tidak bertugas. Hal ini adalah salah satu upaya agar tugas guru untuk mengajar siswa dikelas tetap berjalan lancar, sehingga siswa tadi dapat ditangani oleh guru lain. Subjek tidak semata menyerahkan tugasnya tersebut ke guru lain, setelah keadaan kelas dapat dikendalikan dan ditinggal sebentar subjek

15 15 kemudian melakukan tindakan untuk melihat siswa yang mengamuk tadi, biasanya subjek menanyakan bagaimana kondisi siswa kepada guru yang menangani, kemudian menenangkan siswa agar siswa dapat mengikuti materi lagi. Subjek merasa kewajiban ini telah mendorong mereka untuk berbuat kebaikkan terhadap orang lain. Seperti halnya terhadap siswa dan orang tua siswa khususnya ke siswa berkebutuhan khusus. Banyak orangtua yang kesulitan mengajarkan anaknya dalam hal apapun baik motorik, emosi, kedisiplinan dan lain sebagainya, sehingga orangtua mengeluhkan hal tersebut kepada guru. Mereka tergugah untuk membantu siswa berkebutuhan khusus dari hal yang paling kecil seperti memegang pensil, belajar taat pada aturan, belajar bisa memperhatikan guru saat menerangkan materi dan lain-lain. Subjek turun langsung untuk melakukan pendekatan, jika subjek melihat siswa sedang mengalami kesulitan maka subjek akan mendatangi dan membantu siswa agar mau belajar dan bisa mengikuti pelajaran. Begitupun dengan guru lain. Mereka merasa telah menyatu dengan peran dan siswa-siswa di SDN Putraco Indah Bandung, mereka menyebutkan seperti sudah menganggap anak sendiri dan kewajiban bagi umat muslim untuk saling tolong menolong dan berbagi rasa dengan orang yang sedang kesulitan. Para guru selalu mengupayakan untuk memberikan perhatian terhadap siswanya, agar siswa merasa bahwa dengan kekurangan yang dimilikinya

16 16 mereka tetap mendapatkan perlakuan yang sama seperti halnya siswa yang tanpa kekurangan. Banyak orang tua yang bercerita tentang perilaku anaknya saat dirumah kepada guru, tidak hanya tentang anaknya saja terkadang kehidupan pribadi atau kehidupan menjadi orangtua anak berkebutuhan khusus pun mereka mencurahkan kepada guru. Para guru merasa iba setelah orang tua bercerita, para guru menanggapi dan mendengarkan keluh kesah agar beban orangtua dapat sementara terlepas. Banyak guru yang menolong siswa-siswanya dalam hal materi. Sekolah ini terdapat banyak siswa yang berada di tingkat sosial ekonomi yang rendah sehingga hal ini membuat para guru membantu siswa untuk membelikan buku atau memfotokopikan buku agar siswa tersebut pun dapat menjalani pelajaran dengan baik tanpa harus meminjam buku temannya. Selain itu guru juga sering mengantar siswa yang belum dijemput untuk dapat pulang ke rumah, walaupun jaraknya tidak jauh tetapi guru sering memperlakukan siswa dengan baik hati. Tidak hanya orangtua, terhadap sesama guru pun mereka saling mencurahkan perasaan masing-masing. Hal ini dilakukan agar mereka dapat terbuka tentang apa yang dirasakan dan dapat saling bertukar pikiran ataupun solusi. Para guru mengatakan bentuk kepedulian mereka adalah salah satu upaya agar siswa, oragtua dan guru yang lain dapat berbagi kesulitan tanpa harus merasa canggung dengan guru.

17 17 Dalam hal menyusun program pembelajaran, para guru diikutsertakan agar mereka mengetahui metoda apa yang digunakan dan sistem pembelajaran apa yang akan diberikan. Para guru biasanya akan rapat selama 6 bulan sekali guna melaporkan kemajuan anak, meningkatkan kualitas guru dan sekolah agar menjadi bahan evaluasi. Mereka mengatakan bahwa melalui seminar tentang siswa berkebutuhan khusus mereka mempunyai bekal untuk memahami bahwa terdapat perbedaan dalam setiap diri individu, maka hati para guru tergugah untuk menolong siswa-siswa berkebutuhan khusus dengan sukarela. Para guru merasa dengan masalah tersebut, maka para guru menunjukkan perilaku yang berupaya untuk meningkatkan kompetensi diri dalam mengajar di SDN Putraco Indah. Para guru mengatakan bahwa banyak sekali tuntutan yang datang terhadap diri mereka, sehingga dalam membantu siswa-siswa berkebutuhan khusus mereka tidak ingin terlihat putus asa, menyerah dan menganggap bahwa siswa berkebutuhan khusus tidak memiliki kemajuan apapun. Para guru selalu memberi dan membantu dengan perasaan yang senang dan meyakini bahwa setiap siswa yang diajarkan harus memiliki kemajuan yang berarti bagi orangtua, anak, guru dan sekolah. Walalupun pada awalnya mereka kesulitan untuk beradaptasi dengan para siswa berkebutuhan khusus. Akan tetapi rutinitas ini harus dilakukan mereka setiap hari demi pekerjaan yang sudah menjadi konsekuensi bagi mereka.

18 18 Dalam menghadapi permasalahan ini, guru mengupayakan akan peningkatan kualitas dalam dirinya. Walaupun pada awal mulanya mereka kesulitan menghadapi siswa ABK hingga jatuh sakit, namun mereka mencoba untuk menerima dengan hati yang ikhlas. Menurut para guru, mereka tidak ingin gagal untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan terhadap muridnya. Dalam kegiatan belajar mengajar guru mengendalikan situasi saat menerangkan pelajaran dengan cara mengatur tempat duduk, melakukan pendekatan terhadap siswa agar guru mengetahui kesulitan yang dialami siswa dan mendampingi siswa saat siswa mengalami kesulitan. Selain itu, dengan keterbatasan sumber daya manusia dan kompetensi, guru juga melakukan modifikasi penyampaian materi pelajaran agar siswa memperhatikan saat guru menjelaskan, biasanya dengan sikap tegas agar siswa disiplin saat materi diberikan. Untuk mengembangkan kompetensi sebagai guru kelas dan juga guru pendamping bagi siswa ABK, guru melakukan upaya pengembangan diri dengan mempelajari metode pembelajaran terhadap siswa ABK dan mengikuti pelatihan serta penyuluhan untuk mendapatkan konsep mengenai karateristik serta penanganan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mereka mengatakan saat siswa ABK sedang berulah, mereka melakukan koordinasi yang cukup baik dengan orang tua, sehingga orang tua siswa dirasakan dapat mengerti dengan kesulitan yang dihadapi oleh guru. Hal ini

19 19 menjadi motivasi tersendiri bagi guru karena mereka dapat mengajar dengan berkurangnya kesulitan. Sikap dan perilaku siswa berkebutuhan khusus di SDN Putraco Indah menjadi hambatan bagi guru saat KBM berlangsung, akan tetapi hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi mereka untuk dapat bertahan dan meningkatkan sikap toleransi terhadap siswa berkebutuhan khusus. Walaupun dirasakan sangat sulit bagi mereka menjadi guru pendamping, namun mereka mengupayakan agar kesulitan tersebut menjadi acuan mereka agar meningkatkan kinerja. Bagi para guru hal ini adalah tanggung jawab mereka terhadap peran mereka sebagai guru dan juga terhadap murid didiknya. Dengan keterbatasan, mereka tidak mungkin melepaskan begitu saja tanggung jawab beserta resikonya. Menjadi seorang guru adalah impian mereka sejak dulu, mereka tidak ingin berhenti hingga mereka menemukan kepuasan terhadap dirinya dan dirasa bermanfaat bagi orang sekitar. Tak jarang guru juga mendapat bantuan dari siswa reguler lainnya untuk membantu para siswa ABK dalam belajar. Para siswa reguler beserta orangtua sebelumnya diberikan sosialisasi guna membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini dirasakan guru fair karena siswa berkebutuhan khusus pun layak untuk bersosialisasi dengan siswa reguler lainnya. Sehingga memudahkan guru untuk dapat mengajarkan bersosialisasi dan mandiri terhadap diri siswa berkebutuhan khusus.

20 20 Tak canggung para guru berbagi rasa dengan para siswa dan orang tua. Dengan mendengarkan curahan hati para orangtua, hal tersebut membuat guru semakin empati dan dijadikan informasi untuk melakukan pendekatan terhadap anak di sekolah. Menurut pendapat guru, mendidik siswa berkebutuhan khusus melatih mereka untuk dapat lebih sabar dan melapangkan hati mereka. Bahwa banyak anak-anak diluar yang tidak seberuntung siswa di sekolah ini, sehingga para guru akan membantu semaksimal mungkin untuk kemajuan siswa-siswanya. Walaupun tak banyak keuntungan secara materi guru dapatkan, namun ketika mereka sudah membantu dan memberikan pertolongan, para guru merasa puas atas pencapaian perasaan tersebut. Para guru menyatakan bertahan diri dalam pekerjaannya saat ini adalah pertama menjadi seorang guru adalah impian mereka sejak muda. Kedua, keputusan mereka mengajar di SDN Putraco Indah harus dipegang teguh yaitu menerima semua konsekuensi pekerjaan. Mereka tidak ingin lepas tanggung jawab, seperti mengajarkan siswa dapat memegang pensil, sudah bisa mengikuti peraturan, disiplin, dapat menulis satu kalimat dan lain sebagainya bagi para guru adalah kemajuan yang ditunjukkan oleh siswa, sehingga guru merasa senang dan puas dapat melihat siswa didiknya berkembang. Menurut para guru, mereka semata-mata ingin menolong siswa berkebutuhan khusus dan orangtua. Karena guru memahami tidak semua orangtua mampu mendidik

21 21 anaknya sendirian, terlebih memiliki kekurangan, sehingga hal ini menjadi acuan mereka untuk membantu sesama. Ikhlas dan menganggap bahwa ini adalah jalan mereka untuk beribadah agar para guru memiliki pribadi yang lebih sabar. Mengingat masih banyak orang yang hidup dalam kesusahan dan membutuhkan pertolongan. Baron & Byrne (2005) mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Pengertian perilaku prososial ini tidak sekedar hanya memberi manfaat kepada orang yang menerima bantuan, selain itu juga ada keinginan berbagi perasaan positif, yaitu perasaan berharga karena telah berguna bagi orang lain, perasaan komponen dan dapat terhindar dari perasaan bersalah apapbila tidak menolong. Pada dasarnya membawa manfaat bagi kedua belah pihak baik yang ditolong maupun bagi yang menolong (Staub, 1978). Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana gambaran prososial guru di SDN Putraco Indah Bandung. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Inklusi Negeri Putraco Bandung.

22 Identifikasi Masalah SDN Putraco merupakan salah satu sekolah inklusi yang berada di kota Bandung. Terdapat satu jenis guru di sekolah ini, yaitu hanya ada guru kelas untuk mengajarkan materi kepada siswanya, sehingga tidak ada guru pendamping di sekolah ini. Melainkan guru formal tersebut merangkap pekerjaannya sebagai guru pendamping juga. Fasilitas yang ada pun belum memenuhi standar untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. SDN Putraco memiliki jumlah persentase lebih besar siswa ABK 60% dibandingkan dengan siswa normal yaitu 40%. Dengan pekerjaannya yang merangkap menjadi guru pendamping untuk siswa ABK, para guru tidak memiliki kompetensi untuk mengajar siswa ABK, namun mereka mengupayakan peningkatan kualitas dalam dirinya agar mampu mengatasi kesulitannya sebagai guru kelas dan guru pendamping. Bekerja menjadi guru pendamping, mereka harus memiliki kompetensi yang khusus untuk mendampingi, mengarahkan dan keterampilan menghadapi para siswa ABK. Hambatan tersebut tidak dijadikan alasan oleh para guru untuk mrmbantu siswa berkebutuhan khusus di sekolah. Saat mendapatkan pengalaman positif dan negatif, mereka terus berupaya untuk menolong dan membantu orang tua agar anak mereka dapat tumbuh dan berkembang seperti halnya anak normal lainnya. Melakukan tindakan menolong bagi para guru

23 23 adalah sesuatu yang menyenangkan dan menjadi mereka lebih ikhlas serta peningkatan ibadah bagi diri mereka. Mengacu kepada definisi dari Staub (1978) menyatakan bahwa, prosocial behavior is simply defined as behavior that benefits to other people, definisi tersebut mengandung arti bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang memberikan keuntungan bagi orang lain. Baron & Byrne (2005) mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Berdasarkan penjelasan diatas maka pertanyaan peneliti yaitu : 1. Bagaimana gambaran mengenai perilaku prososial terhadap guru SDN Putraco Indah kota Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian a. Maksud Penelitian Untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku prososial pada guru di Sekolah Dasar Inklusi Negeri Putraco Bandung.

24 24 b. Tujuan Penelitian Memperoleh data empiris dan gambaran mengenai Perilaku Prososial guru di Sekolah Inklusi Negeri Putraco Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan informasi atau gambaran yang bermanfaat kepada pihak SDN Putraco Bandung mengenai perilaku prososial yang sesuai dengan norma di masyarakat.

Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah Bandung 1 Thoyibbah Prischadani Farhaya, 2 Hedi Wahyudi 1,2 Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning Theory (Bandura). Perilaku Prososial yang merupakan salah satu bidang kajian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membawa dampak yang luar biasa pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan juga pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat memiliki kelainan dalam hal fisik, mental, atau sosial. Sebagai individu yang memiliki kekurangan maka mereka

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia tengah menghadapi suatu masa dimana terjadinya transformasi struktur ekonomi nasional dari struktur ekonomi agraris ke arah struktur ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa individu baik anak-anak, remaja maupun orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilakukan sampai saat ini secara berkesinambungan. Berbagai upaya dilakukan demi meningkatkan kualitas pendidikan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan penting dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu bangsa selalu berkait dengan masalah pendidikan sebagai bagian yang terintegral dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

Landasan Pendidikan Inklusif

Landasan Pendidikan Inklusif Bahan Bacaan 3 Landasan Pendidikan Inklusif A. Landasan Filosofis 1) Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi munculnya fenomena anak autis yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan umum selayaknya anak normal atau bahkan banyak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna untuk ikut serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan bertujuan membentuk manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Inklusi merupakan istilah dalam dunia pendidikan yang menyatukan anakanak berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah inklusi juga dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA

INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA DAN PEMAHAMAN TENTANG KEDISIPLINAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAATAN SISWA PADA TATA TERTIB SEKOLAH DI SMP NEGERI 3 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma masyarakat terhadap pendidikan yang semakin kuat mengarah pada pendidikan sebagai investasi kini telah mengkondisikan semua sektor pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari pelayanan pendidikan dan pengajaran di sekolah agar setiap peserta didik dapat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sama, oleh karena itu peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sama, oleh karena itu peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Pada umumnya proses belajar mengajar peserta didik mengandung unsur keaktifan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda adalah generasi penerus bangsa. Membangun manusia Indonesia diawali dengan membangun kepribadian kaum muda. Sebagai generasi penerus, pemuda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini. Sebelumnya tidak tahu menjadi mengerti tata cara hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini. Sebelumnya tidak tahu menjadi mengerti tata cara hidup yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar seseorang dalam mewujudkan berbagai potensi yang ada. Dengan adanya pendidikan manusia menjadi mulia di muka bumi ini. Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN APRESIASI GURU PAI DAN PENGAWAS PAI TAHUN 2013

PEDOMAN PENYELENGGARAAN APRESIASI GURU PAI DAN PENGAWAS PAI TAHUN 2013 PEDOMAN PENYELENGGARAAN APRESIASI GURU PAI DAN PENGAWAS PAI TAHUN 2013 A. Latar Belakang Pendidikan agama Islam pada sekolah memiliki peranan yang sangat strategis dalam sistem pendidikan nasional, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya suatu negara diukur melalui sistem pendidikannya, pendidikan juga tumpuan harapan bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar diperlukan usaha untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu, juga diperlukan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP SIKAP PENERIMAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS)

2015 PENGARUH PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP SIKAP PENERIMAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyuluhan merupakan proses pendidikan diluar sekolah yang diselenggarakan secara sistematis serta bertujuan untuk menghimbau masyarakat agar senantiasa mau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Undang-Undang,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, pendidikan merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia, dan dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional. Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K BAB I PENDAHULUAN

Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional. Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K BAB I PENDAHULUAN 1 Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional (acuan khusus di SMP N I Karangdowo tahun pelajaran 2006/2007) Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K5402043 BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengantisipasi adanya berbagai masalah, hambatan dan tantangan di era globalisasi ini, perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Lembaga pendidikan ini diharapkan mampu untuk mewujudkan suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas. Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan Hardiness dengan Perilaku Prososial pada Guru SDS Dewi Sartika Bandung Relationship between Hardiness and Prosocial Behaviour of SDS Dewi Sartika Bandung s

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang terwujud dalam sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

RENCANA AKSI NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL RENCANA AKSI NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2010 2014 A. Latar Belakang Karakater adalah kualitas individu atau kolektif yang menjadi ciri seseorang atau kelompok. Dalam hal

Lebih terperinci

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Pendahuluan Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup peserta didik. Melalui pendidikan, peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar bergantung pada kualitas sumber daya manusia, baik dalam kapasitas individu, keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi suatu bangsa kedepan ditengah persaingan global ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bangsa yang menyadari peran SDM tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PENGELOMPOKAN BERDASARKAN KEMAMPUAN AKADEMIK DENGAN PERILAKU BELAJAR SISWA Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha kultural dengan maksud mempertinggi kualitas hidup dan kehidupan manusia baik secara individual maupun kelompok masyarakat serta bagi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 957, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Tingkat Satuan Pendidikan. Dasar. Menengah. Kurikulum. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya untuk menjembatani antara kondisi objektif yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha di negara lain. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan

I. PENDAHULUAN. usaha di negara lain. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini zaman semakin berkembang pesat, hal ini ditandai dengan adanya globalisasi. Globalisasi berarti tiap negara bebas untuk mengembangkan usaha di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai tugas perkembangan masa dewasa salah satunya adalah bekerja. Selain menjadi tugas perkembangan individu, bekerja juga merupakan suatu tujuan seseorang

Lebih terperinci