PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES"

Transkripsi

1 PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling) DR. MUHAMMAD JAPAR, MSi.

2 PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling) DR. Muhammad Japar, MSi. Desain Cover : Layout Isi : Bagus Grama Cetakan Pertama, November 2013 ISBN: Penerbit :

3 KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Pemahaman Individu: Teknik Tes (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling). Penyusunan buku ini didasarkan atas kebutuhan para guru pembimbing sekolah di lapangan dalam melaksanakan tugasnya memberikan layanan konseling kepada para siswa. Pemahaman individu siswa melalui tes merupakan langkah penting dalam layanan bimbingan konseling. Agar layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh guru pembimbing efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru pembimbing perlu mengenal dan memahami potensi yang dimiliki individu siswa dengan baik. Potensi individu siswa mencakup antara lain: inteligensi, kepribadian, bakat, dan potensi aktual siswa yang berupa hasil belajar. Buku ini mengantarkan para pembaca pada pemahaman mengenai pengertian, fungsi dan tujuan pemahaman individu, syarat tes (baik validitas, reliabilitas, indek kesukaran aitem dan kemampuan daya beda), sejarah tes psikologi, memahami inteligensi melalui tes, memahami kepribadian baik dengan tes proyektif maupun EPPS, memahami bakat, dan memahami hasil belajar individu siswa dengan menggunakan tes hasil belajar. Harapan penulis, semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para calon guru pembimbing untuk mempersiapkan diri sebagai guru pembimbing profesional dan para guru pembimbing sekolah dalam meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para siswa dan konseli lainnya. Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa yang akan datang sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami sampaikan terimakasih. iii Magelang, Maret 2013

4 iv

5 Daftar Isi Kata Pengantar... Daftar Isi... Bab I PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN PEMAHAMAN INDIVIDU DENGAN TES... 1 A. Pengertian Tes Psikologis... 1 B. Fungsi Tes Psikologi... 3 C. Tujuan Pemahaman individu dengan Tes... 5 D. Keterbatasan Tes... 7 Bab II SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR... 9 A. Validitas... 9 B. Reliabilitas C. Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi Bab III SEJARAH TES PSIKOLOGI A. Pengantar B. Perkembangan Pengukuran Psikologi Bab IV PENGUKURAN INTELIGENSI A. Pengertian Inteligensi B. Teori-teori Inteligensi C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi D. Sejarah pengukuran inteligensi E. Jenis Tes Inteligensi F. Intelligence Question atau IQ G. Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan Konseling H. Keterbatasan Tes Inteligensi Bab V PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES KEPRIBADIAN A. Pengertian Kepribadian B. Pembentukan Kepribadian iii v v

6 Pemahaman Individu: Teknik Tes C. Pengukuran Kepribadian D. Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian E. Kebutuhan Pengukuran Kepribadian F. Kelemahan Tes Kepribadian Bab VI PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES PROYEKTIF. 61 A. Sejarah Tes Projeksi B. Pengertian Tes Proyektif C. Ciri ciri Tes Proyektif D. Fungsi Tes Proyektif E. Klasifikasi Tes Proyektif F. Jenis Tes Proyektif G. Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif Bab VII PEMAHAMAN INDIVIDU MELALUI TES EPPS A. Sekilas tentang Tes EPPS B. Aspek Aspek dalam Tes EPPS C. Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS D. Cara Menyajikan Test EPPS E. TIPS Mengerjakan Tes EPPS F. Kekurangan Tes EPPS Bab VIII MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU A. Pengertian Tes Bakat B. Jenis-Jenis Tes Bakat C. Manfaat Memahami Bakat Bab IX MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR INDIVIDU MELALUI TES HASIL BELAJAR A. Jenis dan Fungsi Tes Hasil Belajar B. Penyusunan dan Pengembangan Test Hasil Belajar C. Penyiapan Tes Hasil Belajar D. Manfaat Pengukuran Hasil Belajar Daftar Pustaka vi

7 Bab I PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN PEMAHAMAN INDIVIDU DENGAN TES A. Pengertian Tes Psikologis Pembicaraan mengenai tes tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan me ngenai pengukuran (measurement) dan penilaian (evaluation). Pengertian pengukuran, tes dan penilaian memiliki perbedaan, tetapi memiliki hubungan kuat satu dengan lainnya. Ketiga istilah tersebut dalam praktek sehari-hari sering dipertukarkan penggunaannya. Pengukuran merupakan prosedur sistematis untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan menggunakan tes maupun dengan cara-cara lainnya. Pengukuran dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang luas dan dalamnya sesuatu objek pengukuran. Berdasar pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi mengenai hal yang diukur. Contoh: ketika kita mengukur panjang suatu benda (misal: papan tulis, meja, ruang kuliah) dengan meteran sebagai alat ukur maka setelah proses pengukuran diperoleh panjang sesungguhnya dari benda yang diukur tersebut. Tes merupakan seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang di tes atau disebut testee dan dapat pula berupa tugas yang harus dikerjakan oleh testee. Apabila dilihat dari wujud fisiknya, 1

8 Pemahaman Individu: Teknik Tes tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang di tes, jawaban testee dan atau performansi pelaksanaan tugas akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu. Penjelasan ini mungkin terlalu sederhana, karena pada kenyataannya tidak sembarang kumpulan pertanyaan terlalu berharga untuk dinamakan atau dikategorikan alat tes. Banyak syaratsyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu layak dikategorikan ke dalam kategori tes. Anastasi (1976) mengatakan A psychological test is essentially an objective and standardized measure of asample of behavior. Tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel perilaku. Brown 1976 (dalam Nurkancana dan Sumartana, 1983) menyatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang sistematis guna mengukur sampel perilaku seseorang. Nampaknya Brown menganggap bahwa ciri sistematis tersebut telah mencakup pengertian objektif, terstandar, dan syarat-syarat kualitas lainnya. Definisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Cronbach. Cronbach (1970) mengemukakan dalam bukunya Essentials of psychological Testing:.a systematic procedure for observing a person s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category system. Tes merupakan prosedur sistematis untuk mengobservasi tingkah laku seseorang dan mendeskripsikannya dengan bantuan skala numerik atau sistem kategori. Penilaian merupakan proses menentukan harga atau nilai sesuatu (sesuai dengan objek yang diukur) berdasar informasi yang diperoleh baik dengan tes maupun cara-cara lainnya, yang dapat diwujudkan dalam bentuk angka. Dalam penilaian pendidikan, nilai yang diberikan adalah hasil belajar yang dapat diwujudkan dalam bentuk angka sebagaimana tertuang dalam rapor siswa dan atau juga tertuang pada dokumen lainnya seperti surat tanda lulus. Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tes merupakan alat ukur untuk mengumpulkan informasi, informasi hasil pengukuran dengan tes digunakan memberi nilai atau harga dari objek yang diukur. Akurasi hasil penilaian sangat ditentukan 2

9 Bab I Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes oleh kualitas alat ukur, sehingga alat ukur harus memenuhi berbagai persyaratan terutama validitas dan reliabilitas tes. Di samping kualitas alat ukur, akurasi hasil tes juga ditentukan orang yang melaksanakan tes, pelaksanaan tes dan kondisi yang mengerjakan tes (testee). Tes psikologis merupakan alat ukut untuk mendapat informasi mengenai kemampuan potensial seseorang. Informasi hasil tes yang akurat dapat memberi gambaran tentang kemampuan potensial maupun non kemampuan individu. B. Fungsi Tes Psikologi Tes psikologi merupakan prosedur sistematis untuk membandingkan tingkah laku baik dengan suatu standar tertentu maupun dengan kelompoknya. Hasil tes psikologi berupa informasi mengenai subjek yang dikenai tes dan dapat diwujudkan dalam bentuk angka. Aspek yang dites dengan tes-tes psikologi meliputi antara lain aspek kepribadian, bakat, minat, sikap, dan prestasi belajar. Hasil tes harus memiliki tingkat akurasi tinggi karena menjadi dasar bagi konselor atau guru pembimbing untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi para peserta didik dan atau konseli, baik secara kelompok maupun secara individual. Akurasi hasil tes rendah dapat menyebabkan bias dalam pemberian treatment terhadap peserta didik atau konseli dan berdampak kurang baik dalam proses dan hasil konseling. Fungsi tes psikologi bagi individu konseli atau peserta didik antara lain membantu mereka mengenal dan mengerti potensi yang dimiliki, dalam hal ini dapat berupa keunggulan dan kelemahan yang dimiliki konseli dalam berbagai aspek. Hasil tes juga berfungsi membantu konseli mengenali prestasi dan potensi diri yang dapat dikembangkan melalui berbagai layanan bimbingan dan koseling yang dirancang bersama guru pembimbing atau konselor sekolah. Tes psikologi bagi konselor, membantu konseli memahami potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk keunggulan dan kelemahannya sehingga dapat menetapkan rancangan intervensi bersama-sama dengan konseli. Program intervensi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan konseli dan dirancang bersama 3

10 Pemahaman Individu: Teknik Tes konseli akan lebih efektif dalam mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan. Fungsi tes dalam layanan konseling secara khusus meliputi fungsi: diagnostik, komparasi, prediksi, evaluasi, dan penelitian. Fungsi diagnostik tes psikologi adalah kemampuan hasil tes untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dimiliki testee. Hasil tes juga mampu memberi informasi letak kekurangan atau kelemahan orang yang dites dan sebab-sebab permasalahan yang dihadapinya. Hasil tes yang mampu menyediakan informasi letak gangguan dan sebab-sebab gangguan yang dialami seseorang individu berarti tes mampu menunjukkan fungsi diagnostik. Sebagai contoh seseorang anak memiliki gangguan pengenalan huruf, misal tidak dapat membedakan dua huruf (misal huruf b dan d) dan setelah dilakukan tes dapat diketemukan bahwa anak tersebut mengalami gangguan kemampuan persepsual, maka tes tersebut telah berfungsi diagnostik dengan baik. Dua individu memiliki kemampuan inteligensi umum hampir sama atau mungkin bahkan sama, ternyata setelah dilakukan tes inteligensi menggunakan WISC dan atau WAIS dua individu dapat berbeda dalam logika matematika dan juga dalam digit span. Tes yang mampu membandingkan dengan baik dua individu yang memang memiliki kemampuan yang berbeda menunjukkan bahwa tes memiliki fungsi komparasi. Contoh lain, tes yang mampu membedakan kecenderungan kepribadian seseorang dengan lainnya, menunjukkan tes kepribadian memiliki fungsi komparasi. Seseorang setelah melaksanakan tes psikologi dan hasilnya menunjukkan tinggi pada logika matematika dan prestasi belajar dikemudian hari tinggi dalam matematika berarti tes psikologi memiliki fungsi prediksi. Fungsi prediksi tes psikologi merujuk pada kemampuan tes memprediksi kemungkinan keberhasilan seseorang dimasa mendatang berdasar skor-skor tes yang ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan. Skor-skor hasil tes inteligensi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, baik dalam rangka menguji suatu teori atau 4

11 Bab I Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes menemukan teori baru. Suatu teori dapat saja tidak berlaku lagi setelah hasil penelitian menunjukkan bahwa teori tersebut tidak didukung oleh fakta empirik atau hasil penelitian menemukan teori baru yang menggugurkan kebenaran teori sebelumnya. C. Tujuan Pemahaman individu dengan Tes Layanan bimbingan konseling dilakukan dengan mendasarkan pada prinsip (1) adanya perbedaan individual. Setiap individu memiliki kemampuan baik potensial maupun aktual serta memiliki masalah berikut latar masalah yang berbeda-beda sehingga layanan bimbingan konseling harus sesuai dengan potensi individu yang bersangkutan, (2) didasarkan pada informasi yang lengkap dan akurat tentang diri individu sehingga layanan yang diberikan sesuai dengan keadaan diri individu dan juga akurat, (3) adanya kenyataan bahwa terdapat individu yang kurang berhasil melakukan penyesuaian diri baik penyesuaian diri fisik, sosial, akademik, emosional, dan bahkan penyesuaian diri religius sehingga memerlukan pengukuran psikologis. Berdasar hal di atas dapat dikemukakan bahwa pemahaman individu dengan tes sangat diperlukan, terutama dalam rangka layanan bimbingan konseling khususnya layanan bimbingan konseling di sekolah. Berkenaan dengan pentingnya penerapan pemahaman individu dengan tes tersebut maka dapat diidentifikasi tujuan pemahaman individu dengan tes antara lain sebagai berikut: (1) yang berkenaan dengan aspek kognitif, untuk mendapat informasi tingkat kecerdasan individu, bakat, dan hasil belajar, (2) aspek non kognitif, mencakup antara lain: informasi tentang kepribadian, motivasi, sikap, sistem nilai, dan minat individu. Inteligensi sebagai kemampuan potensial berdasar beberapa hasil penelitian memiliki korelasi signifikan dengan hasil belajar sehingga memahami individu dari aspek inteligensi sangat penting dalam dunia pendidikan, meskipun diakui bahwa inteligensi bukan satu-satunya variabel penentu keberhasilan (belajar) sesorang. Hasil belajar sebagai kecakapan aktual dapat diukur dengan tes prestasi hasil belajar. Informasi yang diperoleh dengan tes hasil belajar sangat 5

12 Pemahaman Individu: Teknik Tes berharga bagi guru, konselor, dan orang tua untuk memberikan layanan bagi individu baik dalam rangka mempertahankan hasil belajar, peningkatan prestasi belajar, layanan penempatan dan studi lanjut. Bakat merupakan kemampuan potensial yang dapat diditeksi melalui tes bakat dan hasil pengukuran bakat merupakan informasi tentang kecenderungan keberhasilan individu pada satu dan atau lebih bidang keahlian atau pekerjaan. Informasi tentang bakat seseorang membantu orang tua, guru, dan terutama konselor dalam memberikan layanan studi lanjut dan pemilihan jabatan dan atau pekerjaan. Kepribadian merupakan suatu sistem psikofisik yang dinamis yang menentukan cara khas seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan (Allport dalam Lindzey dan Hall, 1988). Pengukuran kepribadian dengan tes kepribadian akan memberikan informasi penting bagi konselor untuk memberikan layanan bimbingan konseling bagi individu ( para siswa) terutama untuk pengembangan diri. Sikap merupakan kecenderungan berperilaku seseorang, yang mencakup aspek keyakinan, perasaan dan kecenderungan berperilaku terhadap sesuatu objek sikap. Sikap positif terhadap sesuatu objek mendorong perilaku orang yang bersangkutan ke arah positif. Perlu dipahami bahwa sikap dan perilaku seseorang belum tentu konsisten. Sikap juga belum tentu muncul dalam bentuk perilaku. Informasi mengenai sikap seseorang yang diperoleh dengan skala sikap akan bermanfaat, terutama bagi konselor. Sistem nilai yang diyakini dan dianut oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap perilakunya. Sistem nilai yang dimiliki seseorang merupakan hasil proses panjang yang dialami seseorang dan terus berkembang seiring dengan perkembangan seseorang. Untuk mendapatkan informasi tentang nilai yang dianut seseorang, konselor dapat mengumpulkannya dengan bantuan tes. Kecenderungan senang dan atau tidak senang seseorang terhadap sesuatu objek merupakan kajian tentang minat seseorang individu. Dalam dunia pendidikan kecenderungan seorang siswa 6

13 Bab I Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes terhadap teman, jenis mata pelajaran tertentu, terhadap guru, aktivitas belajar misalnya, akan menentukan keberhasilan individu yang bersangkutan dalam belajar dan atau mengembangkan diri. Berdasar hal tersebut pengumpulan informasi dengan menggunakan tes merupakan satu langkah penting dalam rangka perencanaan dan penerapan layanan bimbingan kepada para siswa. D. Keterbatasan Tes Sering terjadi orang tua, guru, atau kebanyakan orang mengalami bias dalam memahami hasil tes, atau bahkan terlalu mendewadewakan hasil tes. Sebagai contoh: hasil tes inteligensi seorang anak menunjukkan yang bersangkutan dikategorikan sangat cerdas dan orang tua terlalu mengagungkan skor tes dengan menceritakan kepada orang lain tentang kecerdasan anaknya (dan anak ada di samping orang tuanya), anak tidak perlu belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh (anak ada di samping orang tuanya ketika bercerita). Dari pembicaraan itu anak merasa dirinya hebat dan tidak perlu belajar, akibatnya prestasi belajar anak rendah. Seseorang terlalu yakin dengan hasil tes dan dia menjadi kecewa karena prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan hasil tes psikologi. Tes psikologi yang digunakan dalam dunia pendidikan dan bimbingan memang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan baik dari validitas, reliabilitas dan indeks kesukaran item, namun tetap saja memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tes dapat dilihat dari alat tes, tester, testee, administrasi tes termasuk juga lingkungan saat tes berlangsung. Tes yang digunakan telah memenuhi syarat vailiditas, misal 0,7. Tes tersebut tidak mampu mengukur keseluruhan yang diukur karena validitasnya hanya 0,7. Validitas sama dengan 1 sangat sukar dipenuhi atau bahkan validitas tersebut hampir tidak dapat dipenuhi oleh suatu tes apapun, akibatnya tidak semua kemampuan individu terukur atau terditeksi. Keterbatasan dari sisi validitas juga dapat terjadi karena adanya kesalahan pengukuran. Tester yang melakukan tes harus memiliki keahlian dan kewenangan yang dipersyaratkan. Jika tes dilakukan oleh orang yang 7

14 Pemahaman Individu: Teknik Tes bukah ahlinya maka hasil tes tidak akurat dan dapat menyesatkan. Contoh: Tes yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli dan tidak berwenang, ketika memberikan petunjuk cara mengerjakan salah dan waktu juga tidak tepat maka hasil tes tidak mampu menggambarkan potensi yang dimiliki oleh individu yang di tes. Kondisi fisik dan pikis individu saat di tes sangat mempengaruhi hasil tes. Seseorang yang dalam kondisi sakit secara fisik akan mempengaruhi konsentrasi dan daya tahan yang bersangkutan saat mengerjakan tes dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil tes. Kondisi psikis individu saat tes seperti nervous, stres, tertekan dapat mempengaruhi kesiapan dan konsentrasi dalam mengerjakan tes akibatnya hasil tes tidak optimal dan atau tidak mencerminkan kondisi individu yang sesungguhnya. Pedoman pengadministrasian tes baik yang berkenaan prosedur tes, skoring, dan interpretasi serta lingkungan saat dilakukan tes dapat mempengaruhi proses dan hasil tes. Sebagai contoh: prosedur tes berkenaan dengan petunjuk cara mengerjakan atau menjawab dan alokasi waktu mengerjakan yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil tes tidak akurat. Penyekoran tes atau alat ukur berikut interpretasinya harus sesuai dengan pedoman, jika tidak sesuai dengan pedoman hasil tes tidak akurat dan bahkan dapat menyesatkan. Lingkungan yang bising dan mencekam dapat mempengaruhi hasi pengukuran. Berdasar keterbatasan-keterbatasan tersebut maka perlu kehatihatian dalam melaksanakan tes dan menyikapi hasil tes. Di samping itu perlu usaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan tes tersebut agar hasil test akurat dan tidak menyesatkan. 8

15 Bab II SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR Hasil pengukuran dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya objek yang diukur, karena hasil tes berkenaan dengan kridibilitas dan masa depan individu yang di tes dan juga tester (orang yang melakukan tes). Dalam layanan bimbingan konseling, hasil tes menjadi dasar penentuan model treatment terhadap individu dan akan menentukan kehidupan dan atau keberhasilnnya di masa yang akan datang. Oleh karena pentingnya hasil tes tersebut maka tes yang digunakan dalam pengukuran dan atau testing harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang terstandar. Syarat tes sebagai alat ukur yang terstandar antara lain validitas, reliabilitas, indeks kesukaran item dan indeks daya beda terutama untuk tes prestasi. A. Validitas Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979). Contoh: tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah valid, jika skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil pengujian performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi dikatakan valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang 9

16 Pemahaman Individu: Teknik Tes yang memiliki variasi dalam inteligensi. Tes kepribadian dikatakan valid jika tes menghasilkan skor-skor yang menunjukkan perbedaan bermakna dalam kepribadian. Pengembangan dan penggunaan tes harus dapat dipertanggung- jawabkan untuk menjamin bahwa tes yang digunakan benar-benar valid. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada tes dan rencana penggunaannya. Menurut Allen (1979), ada tiga tipe utama validitas yaitu content validity, criterionrelated validity, dan construct validity. Penentuan validitas criterionrelated validity dan construct validity melibatkan perhitungan dan pengujian korelasi atau statistika lainnya, sedangkan content validity tidak melibatkan suatu perhitungan statistikal. 1. Content Validity Validitas konten merupakan validitas yang tidak dipungkiri melalui suatu analisis rasional suatu tes, dan penentuannya didasarkan pada individu yaitu putusan subjektif. Ada dua tipe utama validitas konten yaitu face validity dan logical validity. Face validity sering dinamakan armchair validity (Allen, 1979), atau juga sering disebut validitas semu. Validitas konten adalah validitas yang didasarkan ketika seseorang menguji tes dan kesimpulannya bahwa tes itu mengukur sifat-sifat yang relevan. Face validity dapat digunakan pada beberapa tes. Pada pengujian kelas, ketika persiapannya hati-hati, face validity dapat dicapai. Contoh, suatu tes aritmatika, tes tersebut mengukur performansi aritmatika, secara face dikatakan valid. Validitas face dapat efektif digunakan, meskipun dalam banyak kasus validitas face tidak esensial. Logical or sampling validity merupakan versi yang lebih rumit atau canggih dari face validity. Validitas model ini melibatkan definisi yang cermat dari domain tingkah laku yang diukur dengan tes dan logikal desain dari itemnya mencakup seluruh domain penting. Validitas logikal terutama digunakan dalam pengembangan tes prestasi. 10

17 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur 2. Criterion-related validity Criterion-related validity digunakan ketika skor-skor tes dapat dihubungkan dengan criterion. Criterion adalah beberapa tingkah laku yang skor-skor tesnya digunakan untuk mempredik. Contoh: untuk memperoleh criterion-related validity, skor-skor pada tes yang dirancang untuk menyeleksi pelamar kerja harus dihubungkan dengan criterion dari keefektifan kerja. Contoh lain: Skor-skor tes seleksi masuk sekolah harus dihubungkan dengan beberapa criterion yang relevan, seperti rata-rata nilai akhir siswa yang diterima atau persentase siswa yang mampu menyelesaikan program pendidikan dan tahap penerimaan. Tipikal validitas criterion-related ditunjukkan dengan koefisien korelasi, yaitu korelasi antara skor tes sebagai prediktor dan skor criterion. Korelasi dilambangkan dengan ρxy, dimana X adalah skor tes dan Y adalah skor criterion. Koefisien validitas, ρxy, adalah estimasi satu dari dua cara yaitu hasil salah satu: estimasi validitas prediktif atau konkuren. Validitas prediktif melibatkan penggunaan skor-skor tes untuk memprediksi tingkah laku masa datang. Koefisien validitas prediktif diperoleh dengan memberikan tes kepada seluruh individu yang relevan, sambil menunggu waktu, skorskor criterion dikumpulkan, dan menghitung koefisien validitas. Contoh: validitas prediktif untuk tes pekerjaan akan meyakinkan apabila untuk menguji setiap pelamar kerja, setiap pelamar dikontrak (magang), menunggu beberapa minggu atau bulan sampai criterion dapat dinilai secara rasional dan reliabel (sebagai contoh, oleh rating penyelia atau oleh pengukuran performansi job lain), mengkorelasikan skor-skor prediktor (tes) dan criterion (job performansi). Prosedur tersebut memberi indikasi baik bagaimana skor-skor tes mempredik tingkah laku pada masa mendatang dengan baik, tetapi hal tersebut dapat menjadi mahal dan menghabiskan waktu. Jika tes digunakan untuk mempredik tingkah laku masa mendatang, validitas prediktif harus meyakinkan. Jika hal itu tidak diinginkan maka alternatif lain adalah menggunakan concurrent-validity coefficient. 11

18 Pemahaman Individu: Teknik Tes Concurrent-validity coefficient adalah korelasi antara skor-skor tes dan criterion yang keduanya diukur dalam waktu yang sama. Concurrent-validity coefficient diperoleh dengan mengkorelasikan skor-skor prediktor dan criterion yang diperoleh dengan mengukur yang ditunjukkan pekerja pada waktu yang sama. Hal ini sering memerlukan batas range yang lebar, terutama pada criterion, sementara individu-individu dapat atau tidak dapat perform secara memuaskan pada pekerjaan yang tidak dibayar atau tidak semangat selama waktu studi validitas dilakukan. Koefisien validitas konkuren cenderung underestimate terhadap koefisien validitas prediktif. Concurrent-validity coefficient sesuai, jika skor-skor tes digunakan untuk mengestimasi concurrent criterion daripada untuk mempredik criterion masa datang. 3. Construct validity Validitas konstruk suatu tes adalah tingkat ukuran kontruk teoritik atau sifat yang dirancang untuk diukur. Penetapan vaiditas kontruk merupakan proses terus menerus. Berdasar teori umum dan memperhatikan dengan cermat sifat yang akan diiukur, tes dikembangkan menggunakan prediksi bagaimana skor-skor tes harus berfungsi dalam berbagai situasi. Prediksi tersebut akan diuji. Jika prediksi didukung oleh data, validitas kontruk akan besar. Jika prediksi tidak didukung data, paling tidak ada tiga alternatif kesimpulan yang dapat diambil: (1) eksperimen cacat, (2) teorinya salah dan harus direvisi, (3) tes tidak mengukur trait (Allen, 1979). Meskipun penetapan validitas konstruk adalah proses yang tidak berhenti, pengembang tes dapat menunjukkan validitas konstruk untuk pengujian pada situasi yang khusus. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan menguji validitas instrumen dan validitas butir. Untuk mengetahui apakah suatu instrumen yang memuat butir-butir pernyataan atau pertanyaan itu mengukur apa yang hendak diukur maka dilakukan analisis butir. Analisis butir dimaksud untuk mengetahui validitas butir dan termasuk dalam validitas internal. 12

19 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur Validitas internal termasuk kelompok validitas kriteria yang merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa validitas butir (validitas internal) diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut konsisten dengan hasil ukur instrumen secara keseluruhan. Oleh karena itu, validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen positif dan signifikan, maka butir dapat dianggap valid berdasarkan ukuran validitas internal. Apabila besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total bernilai positif, makin besar koefisien korelasi maka validitas butir juga makin tinggi. Koefisien korelasi yang tinggi antara skor butir dengan skor total mencerminkan tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan instrumen dengan hasil ukur butir instrumen, atau dapat dikatakan bahwa butir instrumen tersebut konvergen dengan butir-butir lain dalam mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur. Untuk menghitung koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen, digunakan koefisien korelasi product moment (r) yang menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total r it x i = jumlah kuadrat deviasi skor x i x t = jumlah kuadrat deviasi skor x t 13

20 Pemahaman Individu: Teknik Tes B. Reliabilitas Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus valid juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas psikometris baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting untuk terus dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar diperoleh tes yang mampu mendiskripsikan objek yang diukur dan benar-benar sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan harapan diperoleh instrumen yang memiliki tingkat keandalan yang tinggi. 1. Pengertian Reliabilitas Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) dan akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas berasal dari kata reliability. Tes yang memiliki reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa tes tersebut reliabel. Reliabilitas memiliki arti yang luas, mencakup: kepercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi hasil pengukuran. Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas adalah kepercayaan hasil pengukuran yaitu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Tes yang reliabel berarti tes tersebut dapat dipercaya. Sejalan dengan uraian di atas, Suryabrata (2000) menyatakan bahwa reliabilitas alat ukur menunjuk pada sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat ukur yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama 14

21 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran. Apabila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu, maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan sebagai tidak reliabel. 2. Jenis-Jenis Reliabilitas Reliabilitas dapat dibedakan menjadi : a. Reliabilitas Tes Re-Tes Adalah seberapa besar derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. b. Reliabiltas Belah-Dua Reliabiltas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat. c. Reliabilitas Rasional Ekuivalen Reliabilitas ini tidak ditentukan menggunakan korelasi tetapi menggunakan estimasi konsistensi internal. Reliabilitas ini diukur menggunakan Kuder-Richardson, biasanya Formula-20 (KR-20) atau Formula-21 (KR-21). Kedua rumus ini hanya dapat dipakai untuk tes yang aitem-aitemnya diskor dikotomi, yaitu benar atau salah, 0 atau 1. d. Reliabilitas Penyekor/Penilai Adalah reliabilitas dua (atau lebih) penyekor independen. Reliabilitas ini biasa ditentukan menggunakan teknik korelasi, tetapi juga dapat hanya dinyatakan dalam persentase kesepakatan. 15

22 Pemahaman Individu: Teknik Tes 3. Teknik Menguji Reliabilitas Instrumen Ada tiga teknik untuk menguji reliabilitas instrumen, yaitu : a. Teknik Paralel (Paralel Form Atau Alternate Form) Disebut juga teknik double test double trial. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson). b. Teknik Ulang (test re-test) Disebut juga teknik single test double trial. Menggunakan sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. c. Teknik Satu Kali Tes ( single test method ) atau single trial. Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomer ganjil-genap, atas dasar nomer awal-akhir, dan dengan cara undian. Di dalam perkembangannya, dalam metode pengujian reliabilitas ini dikembangkan beberapa teknik, antara lain: 1) Teknik Spearman-Brown Reliabilitas tes dengan teknik belah dua dapat diperkirakan dengan rumus Spearman-Brown, seperti 16

23 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur berikut : 2 (r½½) R 11 = r½½ R 11 : koefisien yang diperkirakan r½½ : koefisien korelasi belahan bagian pertama dan kedua dari tes (2) Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha Metode ini didasarkan pada konsistensi respons terhadap semua butir soal dalam tes. Konsistensi antar soal ini dipengaruhi oleh dua sumber varians kesalahan : (1) pencuplikan isi (sebagaimana dalam bentuk alternatif dan reliabilitas belah separuh) ; dan (2) heterogenitas dari domain yang disampelkan. Semakin homogen domainnya, semakin tinggi konsistensi antar soal. Rumus yang paling luas diterapkan, umumnya dikenal sebagai rumus Kuder-Richardson 20 (Warkitri dkk., 1990), adalah sebagai berikut : r 11 = K Vt - ƩPq K 1 Vt r 11 : koefisien reliabilitas seluruh tes K : jumlah soal dalam tes V t : varian total P : proporsi subjek yang menjawab benar/skor 1 q : proporsi subjek yang menjawab salah/skor 0 (q=p-1) Penghitungan reliabilitas dapat pula dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach Djaali dan Muljono (2008). Untuk menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus koefisien Alpha, yaitu : 17

24 Pemahaman Individu: Teknik Tes Keterangan : r ii = koefisien reliabilitas butir k = cacah butir s i ² = varian skor butir s t ² = varian skor total C. Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi Tes hasil belajar, disamping harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas juga harus memiliki tingkat kesukaran tertentu dan memiliki kemampaun deskriminasi. Tingkat kesukaran suatu tes dan kemampuan deskriminatif dapat diperoleh dengan menganalisis aitem-aitem atau soal-soal. Hasil analisis dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bahwa aitem-aitem tersebut memenuhi syarat atau belum. Jika suatu aitem belum memenuhi fungsinya dengan baik perlu dilakukan revisi atau bahkan tidak lagi dipergunakan. Tingkat kesukaran (level of difficulty) suatu soal berkaitan dengan jumlah siswa yang dapat mengerjakan dengan benar. Tingkat kesukaran soal dapat juga disebut tingkat kemudahan (degree of succes). Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tes yang terlalu sukar tidak mengungkap apa yang telah diketahui peserta didik dan tes yang terlalu mudah tidak mampu mengungkap apa yang belum diketahui peserta didik. Kemampuan deskriminasi suatu tes menunjukkan bahwa tes tersebut mampu membedakan peserta didik yang pandai dan yang tidak pandai. Untuk menentukan besar persentase kemampuan deskriminasi dan tingkat kesukaran tes pada tes-tes objektif lebih mudah. Analisis tingkat kesukaran aitem dan kemampuan deskriminasi dibicarakan di bawah ini. 18

25 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur 1. Analisis tingkat kesukaran aitem tes Cara menentukan tingkat kesukaran aitem tes salah satunya dengan menggunakan rumus sebagai berikut: S B n - 1 K = N Keterangan: K = tingkat kesukaran aitem B = banyaknya testee yang menjawab benar S = banyaknya testee yang menjawab salah n = jumlah option/aternatif jawaban N = jumlah testee keseuruhan Contoh: Seorang guru Matematika melaksanakan tes. Untuk aitem nomor 5 dijawab benar oleh 60 orang peserta didik dan dijawab salah oleh 20 orang peserta didik. Tes tersebut adalah tes objektif dengan 5 option. Tingkat kesukaran aitem nomor 5 dihitung sebagai berikut: B = banyaknya testee yang menjawab benar = 60 S = banyaknya testee yang menjawab salah = 20 n = jumlah option = 5 N = jumlah testee keseluruhan = 80, maka tingkat kesukaran item nomor 5 adalah: K = K = 0,69 19

26 Pemahaman Individu: Teknik Tes Aitem test memenuhi syarat apabila tingkat kesukaran aitem bergerak dari 0,10 sampai dengan 0,90. Aitem yang memiliki tingkat kesukaran kurang dari 0,10 atau di atas 0,90 maka tes tersebut kurang berfungsi dengan baik, sebaiknya aitem tes direvisi atau tidak digunakan. Berdasar hal tersebut aitem nomor 5 pada contoh di atas memenuhi syarat karena berada pada rentang 0,10 0,90. Cara lain menentukan indeks kesukaran aitem adalah dengan menggunakan pedoman tabel di bawah ini: Tabel Formulas for Finding (WL+WH) at three Difficulty levels Percentase of Testee Who Do Not Know Number of options Each Item Has the Correct Answer to The Item ,160 n 0,500 n 0,840 n 0,213 n 0,667 n 1,120 n 0,240 n 0,750 n 0,1260 n 0,256 n 0,800 n 1,344 n (Warkitri, dkk,1990) Klasifikasi tingkat kesukaran aitem dapat ditetapkan sebagai berikut: - Testee yang menjawab benar hanya sampai 27 % termasuk soal tes yang sukar, - Testee yang menjawab benar antara % termasuk soal tes yang sedang; dan - Testee yang menjawab benar di atas 73 % termasuk soal tes yang mudah. Misal, suatu tes Matematika jumlah testee 100 0rang. Berarti 27 % x N adalah 27 orang. Bentuk tes yang digunakan adalah benar-salah berarti opitonnya adalah 2. Jika kelompok atas yang menjawab benar 23 orang dan kelompok bawah yang menjawab 20

27 Bab II Syarat Tes Sebagai Alat Ukur benar 7 orang, jumlah yang menjawab benar adalah 30 orang. Tingkat kesukaran aitem dihitung sebagai berikut: 0,160 n = 0,160 x 30 = 4,8 = mudah 0,500 n = 0,500 x 30 = 15,0 = sedang 0,840 n = 0,840 x 30 = 25,2 = sukar Oleh karena kelompok atas dan bawah yang menjawab benar aitem tersebut 30 orang dan berada pada 25,2 keatas maka aitem tersebut termasuk sukar. 2. Analisis kemampuan deskriminasi Aitem tes yang baik terutama tes hasil belajar, disamping valid, reliabel, dan memenuhi tingat kesukaran aitem juga harus memiliki daya beda. Tes memiliki daya beda, jika tes lebih banyak dijawab benar oleh kelompok atas dibanding dengan kelompok bawah. Cara sederhana menentukan daya beda suatu aitem tes adalah sebagai berikut: Ba Bb D = x 100 % na atau nb Keterangan: D = daya beda Ba = kelompok atas yang menjawab benar Bb = kelompok bawah yang menjawab benar na = jumlah kelompok atas nb = jumlah kelompok bawah Besar persentase yang diperoleh dari perhitungan dengan rumus di atas dan hasilnya positif menunjukkan daya beda. Makin besar yang diperoleh dan positif maka makin besar pula kemampuan daya beda suatu aitem tes. Contoh: suatu aitem tes dikerjakan benar oleh 14 testee kelompok atas dan 6 orang 21

28 Pemahaman Individu: Teknik Tes testee kelompok bawah maka kemampuan daya beda aitem tersebut adalah: 14 6 D = D = D = 0,40 Jika kriteria yang digunakan menentukan daya beda menggunakan kriteria sebagaimana dikemukakan Ebes (Warkitri 1990) seperti berikut: - D 0,40 : butir tes berfungi sangat memuaskan - 0,30 D 0,39 : butir tes perlu direvisi sedikit/tidak direvissi sama sekali - 0,20 D 0,29 : butir tes harus direvisi sebagian - D 0,19 : butir tes tidak digunakan atau direvisi total, Contoh butir aitem tes di atas memenuhi syarat atau butir tes memiliki daya beda yang baik atau memuaskan. 22

29 Bab III SEJARAH TES PSIKOLOGI A. Pengantar Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes telah dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan penerimaaan pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam pendidikan, tes digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah dan perguruan tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan pemilihan studi lanjut. Meskipun tes telah secara luas penggunaannya, tetapi pengembangan tes sebagai alat ukur tidak sepesat di Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan salah satu contoh negara yang gerakan testingnya sangat baik atau dapat dikatakan bahwa testing merupakan suatu gerakan nasional. Di Amerika gerakan testing psikologis berkembang sejak awal abad 19, karena kebutuhan akan instrumen pengukuran kemampuan orang sebagai akibat dari perkembangan industri. Dunia industri dan dunia usaha membutuhkan tenaga terampil dengan bakat dan kemampuan yang cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan melakukan pekerjaanpekerjaan usaha modern demi efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang Dunia I juga memerlukan tenaga militer dengan kemampuan yang diidentifikasi secara cepat untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di bagian-bagian yang ada seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda, dan sebagainya. Rintisan penyusunan dan pengembangan tes psikologi dilakukan 23

30 Pemahaman Individu: Teknik Tes oleh Alfred Binet, seorang dokter Perancis. Binet tertarik melakukan pengukuran mental dan mulai meneliti anak-anak yang cerdas dan tidak cerdas pada tahun Usaha Binet bersama Theodore Simon yang juga berasal dari Perancis, membuahkan tes inteligensi yang terkenal dengan sebutan Test Binet-Simon. Usaha tersebut kemudian diteruskan di Amerika Serikat oleh L.M. Terman dari Universitas Stanford bersama dengan M.A. Merril, tujuannya untuk merevisi dan menyempurnakan tes buatan Binet. Hasilnya adalah tes kecerdasan Stanford-Binet. Pada tahun 1937, penyempurnaan penting dicapai, yaitu dengan ditemukannya ukuran kecerdasan oleh William Stern. Ukuran tersebut berupa rasio kecerdasan (intelligence quotient) yaitu perbandingan antara umur mental dengan umur kronologis. Sejak itu, usaha-usaha penyusunan tes meluas dan maju pesat mencakup bidang-bidang kepribadian yang luas untuk berbagai penggunaan dan dengan menggunakan teknologi yang makin canggih. Bidang penggunaan tes meluas, tetapi sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pendidikan (sekolah) adalah pengguna yang utama. Diberlakukannya undang-undang pendidikan untuk pertahanan nasional (National Defense Education Act) dalam tahun 1958 dipicu oleh peluncuran Sputnik, satelit pertama dalam tahun 1957 oleh Rusia (Uni Soviet waktu itu). Pemerintah Federal Amerika Serikat menyediakan dana besar untuk pengembangan testing dan juga untuk pengembangan program konseling di sekolah menengah. Di samping itu, bidang lain yang menggunakan tes adalah kedokteran, kehakiman, militer, manajemen, dan perdagangan. Ilmuwan terkemuka dalam gerakan bimbingan (guidance) di Amerika waktu itu, di antaranya Thorndike dengan teori pengukuran mentalnya, Terman dengan tes kecerdasan Stanford-Binetnya, A.S. Otis dengan tes Army Alphanya, Strong dengan tes atau inventory minatnya, Kuder dengan tes minat, Bennet, dkk dengan tes bakat differensialnya. Di Indonesia, meski testing belum menjadi gerakan nasional, namun telah ada usaha-usaha pengembangan tes walaupun baru skala kecil dan masih bersifat rintisan. Sejumlah perguruan tinggi, khususnya fakultas psikologi dan IKIP (sekarang FKIP universitas) terdorong oleh kebutuhan akan cara-cara yang objektif 24

31 Bab III Sejarah Tes Psikologi untuk pengukuran kepribadian, melakukan usaha-usaha rintisan pengembangan tes. Kebutuhan itu terasa mendesak di lingkungan sekolah untuk penerimaan siswa dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling (sekarang profesi konseling), di lingkungan industri, lembaga, dan militer untuk seleksi dalam rangka penerimaan dan penempatan personil. Usaha-usaha tersebut umumnya bukan untuk menghasilkan tes baru atau asli melainkan untuk mengadaptasikan tes-tes asing yang sudah ada. Pekerjaan adaptasi meliputi penerjemahan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya setempat, uji reliabilitas dan validitas. Telah disebutkan bahwa usaha penyusunan tes telah dirintis di Indonesia oleh sejumlah lembaga pendidikan tinggi dalam rangka riset dan pengembangan. Di IKIP Malang (sekarang Universitas Malang) telah melakukan usaha pengembangan tes, bermula dalam tahun 1967 yang dilakukan atas kerja sama dengan ALRI untuk keperluan seleksi calon personil di lingkungan ALRI (sekarang TNI AL). Usaha-usaha yang telah dilakukan berupa pengembangan tes prestasi belajar terstandar untuk seleksi masuk perguruan tinggi, yang mencakup Bateri Tes Bakat Okupasional yang terdiri atas Tes Bakat Personal-Sosial, Tes Bakat Mekanik, Tes Bakat Niaga, Tes Bakat Klerikal, Tes Bakat Numerikal, dan Tes Bakat Berpikir Ilmiah pada tahun 1979 yang dilakukan oleh Raka Joni dan Djoemadi; validasi dan penormaan tes PM (progressive matrices) dan DAT (Defferential Aptitude Test) dalam tahun 1990 dan 1992 (Munandir, 1995:12). Dalam pengembangan tes PM dan DAT berhasil disusun norma dengan sampel siswa sekolah menengah umum mencakup wilayah tujuh provinsi. Untuk mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah (sekarang profesi konseling) sejak tahun 1995 telah dilakukan beberapa angkatan program sertifikasi tes psikologi bagi konselor pendidikan (yaitu para lulusan program studi BP / PPB / BK) atas kerja sama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) sekarang berubah menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dengan program Pascasarjana IKIP Malang (sekarang Universitas Malang) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DepdikNas. Melalui usaha-usaha itu diharapkan semakin menguatkan kegiatan pendukung program Bimbingan dan Konseling. 25

32 Pemahaman Individu: Teknik Tes B. Perkembangan Pengukuran Psikologi Pengukuran psikologi pada awalnya sangat di pengaruhi oleh ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika umumnya mencari hukum-hukum umum (generalisasi). Baru kemudian, terutama karena pengaruh Galton, gerakan testing yang mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang. 1. Kontribusi psikofisika Psikofisika dianggap suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadian-kejadian psikologis. Dalam arti luas yang dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respon. Seperti telah disebutkan di atas upaya mereka adalah untuk menemukan hukum-hukum umum, seperti misalnya hukum Weber dan Fechner tentang nisbah pertambahan perangsang menimbulkan pertambahan respon (sensasi). Dalam psikofisika modern, kontribusi Thurstone mengenai low of comparative judgment merupakan model yang sangat berharga bagi pengembangan skala-sakala psikologi yang lebih kemudian. Aplikasinya langsung adalah penerapan metode perbandingan-pasangan (paired-comparison). 2. Kontribusi Francis Galton Sir Francis Galton adalah seorang ahli biologi yang berminat pada faktor hereditas manusia. Dia meneliti dan ingin mengetahui secara luas kesamaan orang-orang dalam satu keluarga, dan perbedaan orang-orang yang tidak satu keluarga. Untuk itu, dia mendirikan laboratorium antropometri guna melakukan pengukuran ciri-ciri fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran, ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaki dan lain-lain fungsi sensorimotor yang sederhana, serta fungsi kinestetik. Galton yakin bahwa ketajaman sensoris bersangkutan dengan kemampuan intelektual orang. Galton juga merintis penerapan metode rating dan kuesioner. Kontribusi Galton yang lain adalah upayanya 26

33 Bab III Sejarah Tes Psikologi mengembangkan metode-metode statistik guna menganalisis data mengenai perbedaan-perbedaan individual. Upaya ini dilanjutkan oleh murid-muridnya di antara mereka itu kemudian menjadi sangat terkenal adalah Karl Pearson. 3. Awal Gerakan Testing Psikologi Orang yang dianggap mempunyai kontribusi penting dalam gerakan testing psikologi adalah seorang ahli psikologi Amerika, James McKeen Cattell. Disertasinya di Universitas Leipzig mengenai perbedaan individual dalam waktu reaksi. Dia sempat kontak dengan Galton sehingga minatnya terhadap perbedaan individual semakin kuat. Dia sependapat dengan Galton bahwa ukuran fungsi intelektual dapat dicapai melalui tes diskriminasi sensoris dan waktu reaksi. Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX cenderung meliputi fungsi yang lebih kompleks. Salah satu contohnya adalah tes Kraepelin. Tes Kraepelin berupa penggunaan operasi-operasi arithmatik yang sederhana dirancang untuk mengukur pengaruh latihan, ingatan dan kerentanan terhadap kelelahan dan distraksi. Awalnya tes kraepelin dirancang untuk mengukur karakteristik pasien-pasien psikiatris. Oehr, mahasiswa kraepelin, menyusun tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi motorik guna meneliti interrelasi fungsi-fungsi psikologis seseorang. Ebbinghaus, ahli lain, kemudian mengembangkan tes komputasi aritmatik, luas ingatan, dan melengkapi kalimat. Binet dan Henri mengajukan kritik terhadap tes yang ada dewasa itu terlalu sensoris, berkonsentrasi pada kemampuan khusus. Mereka menyatakan bahwa dalam pengukuran fungsifungsi yang lebih kompleks, presisi kurang perlu karena perbedaan individual dalam fungsi yang lebih besar. Yang perlukan adalah tes yang mengukur fungsi yang lebih luas, seperti ingatan, imajinasi, perhatian, pemahaman, kerentanan terhadap sugesti, apresiasi estetik, dan lain-lain. Gagasan inilah yang akhirnya menuntun dikembangkannya tes Binet, yang kemudian menjadi sangat terkenal. 4. Binet dan tes inteligensi Tes yang disusun oleh Binet dan Simon tahun 1905 tersebut 27

KONSTRUKSI ALAT UKUR & PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI

KONSTRUKSI ALAT UKUR & PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI KONSTRUKSI ALAT UKUR & PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI Kelompok 2 Nurul Hairiyati (I1C110005) Norlatifah Octavia (I1C110012) Anita Dwi Oktari (I1C110019) Ricka Octafrianti Tinambunan (I1C110030) Ronna Apriwiadita

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TES. Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si.

KONSEP DASAR TES. Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si. KONSEP DASAR TES Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si faridaagus@yahoo.co.id Pengertian Pengukuran Proses untuk mengkuantifikasikan suatu gejala/atribut kuantifikasi terhadap karakteristik manusia melalui

Lebih terperinci

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an VALIDITAS & RELIABILITAS Sami an VALIDITAS Validitas berarti ketepatan atau kecermatan. Validitas merupakan sejauh mana alat ukur benar-benar mengukur apa yang memang ingin di ukur. TIGA CIRI VALIDITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dalam menyelesaikan soal. Namun setelah diprediksi lebih lanjut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, sehingga kita membutuhkan pemahaman dan keterampilan yang mendalam untuk bisa menguasainya. Di antara keterampilan

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Pertemuan 7 VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Tujuan Setelah perkuliahan ini diharapkan dapat: Menjelaskan tentang pengertian validitas dan penerapannya dalam menguji instrument penelitian pendidikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan yang menyangkut kegiatan operasional penelitian dari karakteristik subyek, desain penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian dan teknik pengolahan

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN

VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU INSTRUMEN PENELITIAN Zulkifli Matondang Abstrak Instrumen merupakan suatu alat yang dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data dari

Lebih terperinci

Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Objektif:

Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Objektif: Pertemuan 6 & 7 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Objektif: 1. Mahasiswa dapat mengetahui ketepatan mengukur suatu alat ukur (uji validitas) 2. Mahasiswa dapat menentukan konsistensi alat ukur (uji reliabilitas)

Lebih terperinci

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA

ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 1-7 ANALISA VALIDITAS DAN RELIABILITAS TES KESABARAN VERSI KEDUA PADA MAHASISWA JIPP Anggun Lestari a dan Fahrul

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA. Pertemuan kedua...

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA. Pertemuan kedua... KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI DAN KLASIFIKASINYA Pertemuan kedua... Pengertian Tes Tes merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang tingkah laku atau hasil belajar siswa (Elliott, 1999) Tes

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL BELAJAR

EVALUASI HASIL BELAJAR EVALUASI HASIL BELAJAR 3.1. Pengukuran dan Penilaian (Evaluasi) Ada sementara yang menggunakan istilah tes, pengukuran, dan penilaian secara tertukar-tukar untuk melambangkan konsep yang sama, akan tetapi

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1 VALIDITAS DAN RELIABILITAS A. Pengertian Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti derajat ketepatan dan kecermatan suatu instrument penelitian sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK 2.1 Tinjauan Tentang Kualitas Berbicara tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif yang secara umum bertujuan untuk melihat adanya perbedaan koefisien reliabilitas tes hasil belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu masalah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional,

Lebih terperinci

(Luhut Panggabean, 1996: 31)

(Luhut Panggabean, 1996: 31) BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (kuasi eksperimen), yaitu penelitian yang dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Pengantar Psikodiagnostik

Pengantar Psikodiagnostik Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Validitas Reliabilitas Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Reliabilitas Merujuk pada konsistensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti yaitu daya tarik interpersonal dan kohesivitas kelompok. Untuk kepentingan penelitian ini, maka pelaksanaannya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 35 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara atau metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan

Lebih terperinci

A. Pengantar. B. Validitas dan Reliabilitas instrumen

A. Pengantar. B. Validitas dan Reliabilitas instrumen A. Pengantar B. Validitas dan Reliabilitas instrumen Setiap instrumen yang akan digunakan diuji secara sistematis untuk menjamin validitas dan reliabilitasnya. Instrumen tes sebagai alat ukur harus memenuhi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK KARAKTERISTIK TES YANG BAIK Oleh Farida Agus Setiawati, M.Si faridaagus@yahoo.co.id Karakteristik Tes Validitas alat tes Reliabilitas Hasil Pengukuran Konteks Validitas Dalam penelitian validitas digunakan

Lebih terperinci

Pengertian Pengukuran

Pengertian Pengukuran KONSEP DASAR TES Pengertian Pengukuran Proses untuk mengkuantifikasikan suatu gejala/atribut kuantifikasi terhadap karakteristik manusia melalui prosedur dan aturan yang sistematis Pemaknaan angka sebagai

Lebih terperinci

PROFISIENSI PRESTASI TERSTANDAR TIDAK TERSTANDAR

PROFISIENSI PRESTASI TERSTANDAR TIDAK TERSTANDAR PENGANTAR TES Pengertian Tes Tes merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang tingkah laku atau hasil belajar siswa (Elliott, 1999) Tes merupakan rangkaian prosedur tes dari administrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara umum ada dua teori pengukuran yaitu teori tes klasik dan teori tes modern. Teori tes klasik merupakan pendekatan pertama yang dikembangkan dalam pengukuran. Teori pengukuran

Lebih terperinci

VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Debrina Puspita Andriani /

VALIDITAS DAN RELIABILITAS. Debrina Puspita Andriani    / VALIDITAS DAN RELIABILITAS 14 Debrina Puspita Andriani E-mail : debrina.ub@gmail.com / debrina@ub.ac.id 2 Outline 3 Data Diolah Informasi/ Kesimpulan Transformasi Data Menjadi Informasi Data yang baik

Lebih terperinci

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR

RELIABILITAS (2) METODE RELIABILITAS & ERROR METODE RELIABILITAS & ERROR RELIABILITAS (2) BAB 4 Psikometri A. SCORER RELIABILITY Melihat konsistensi antar-penilai utk menilai klp subyek yg sama. Cocok digunakan: tes observasi, open-ended test, tes proyeksi. Interscorer error:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Pendahuluan Suatu alat ukur selayaknya memiliki ketepatan, keakuratan dan konsistensi sesuai dengan apa yang akan diukurnya. Tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam sebuah penelitian, salah satu faktor yang penting adalah adanya metode ilmiah tertentu yang digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang dipersoalkan dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan model penelitian korelasional. Pendekatan kuantitatif menekankan analisa pada data angka yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi korelasional yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk

Lebih terperinci

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN

KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. Tahun ke-13, No. 066, Mei 2007 KONSEP INSTRUMEN PENELITIAN PENDIDIKAN Oleh: Baso Intang Sappaile ) Abstrak: Instrumen merupakan suatu alat yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Se-Gugus Diponegoro Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 6 SD. Subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif atau analisis perbedaan yang artinya bentuk analisis variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel 1. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi 2. Variabel Tergantung : Stres Akademik 1. Kecerdasan Emosi B. Definisi Operasional Variabel Kecerdasan emosi sebagai

Lebih terperinci

Pengantar Psikodianostik

Pengantar Psikodianostik Modul ke: Pengantar Psikodianostik Dasar dasar Tes Psikologi Validitas dan Reliabilitas Tes Psikologis Fakultas PSIKOLOGI Wenny Hikmah Syahputri, M.Psi., Psi. Program Studi Psikologi Jenis Tes Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berdasarkan angka-angka yang diperoleh dari hasil analitik statistik

BAB III METODE PENELITIAN. berdasarkan angka-angka yang diperoleh dari hasil analitik statistik BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam pendekatan kuantitatif yang mempunyai tata cara dengan pengambilan keputusan interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Menurut Fathoni (2006: 99), secara garis besar metode penelitian dibedakan ke dalam tiga metode pokok yaitu, studi kasus, eksperimen, dan survei.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Psikologi mulai diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1953. Sejak itu, ilmu psikologi berkembang dan banyak diselenggarakan di perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen ini digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen ini digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan judul yang telah dirumuskan sebelumnya adalah menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 4 Madiun yang beralamat di Jalan Serayu Kota Madiun. Waktu pelaksanaanya pada semester II tahun pelajaran 2014/2015

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dilakukan dengan mengumpulakan data yang berupa angka. Data tersebut kemudian diolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PEELITIA A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dalam bentuk korelasional, yang akan melihat kemampuan prediksi dari variabel independent terhadap variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

Lebih terperinci

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN A. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetpatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Djaali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampel tertentu, teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan cara random,

BAB III METODE PENELITIAN. sampel tertentu, teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan cara random, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif korelasional. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang melakukan penelitian hipotesis untuk menjelaskan

Lebih terperinci

RELIABILITAS. RELIABILITAS Page 1

RELIABILITAS. RELIABILITAS Page 1 RELIABILITAS A. Pengertian Reliabilitas Menurut Sugiono (005) Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kuantitatif, karena menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa. Karena angka tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Se-Gugus Gajah Mada Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 8 SD.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala

BAB III METODE PENELITIAN. bisa dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi perilaku atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian (Hadi, 000). Variabel penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Penggunaan metode kuasi eksperimen dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari hari manusia selalu dipenuhi dengan tes. Ketika akan masuk sebuah sekolah, calon siswa akan diberi tes untuk melihat apakah dia lulus atau tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1.Objek Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel independen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1.Objek Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel independen yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Objek Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel independen yaitu Pengetahuan Kewirausahaan (X 1 ), Lingkungan Sekolah (X ) dan Pengalaman Praktek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Menurut Sugiyono (2011), variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional kuantitatif. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan

BAB I PENDAHULUAN. psikologi dituntut harus mampu mengungkap aspek-aspek psikologis dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penggunaan tes psikologi semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kegunaan tes. Masyarakat kian menyadari bahwa tes

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara-cara ilmiah. Sukardi

III. METODE PENELITIAN. suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara-cara ilmiah. Sukardi 41 III. METODE PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara-cara ilmiah. Sukardi (2008,19)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan merupakan suatu penelitian untuk memperolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis siswa kelas XI IIS SMA Negeri 6 Bandung pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini menganalisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif karena diperlukan hasil penelitian mengenai motivasi berprestasi siswa. Pendekatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii iii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4 BAB II ANGKET DAN TES 8 A. Angket 8 B. Tes Hasil Belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014. 3.2 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar dengan bahasa akhlak dalam menyelesaikan persoalan penjumlahan

Lebih terperinci

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD (Mengembangkan Tes sebagai Instrumen Asesmen) Selamat bertemu kembali dengan saya Yuni Pantiwati sebagai tutor dalam mata kuliah Asesmen Pembelajaran SD. Kali ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Contohnya di bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia ini, para ahli psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metoda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu pendekatan dengan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh data yang obyektif, valid dan realibel dengan tujuan dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN Tes adalah suatu pernyataan, tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dan psikologi. Setiap butir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional (X) dengan efektivitas kinerja karyawan (Y),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan lapangan (field research). B. Variabel Penelitian Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang digunakan untuk memperoleh data, informasi, keterangan dan hal-hal lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Berdasarkan metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Berdasarkan metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN Metode Penelitian ini merupakan perbandingan reliabilitas tes hasil belajar matematika berdasar metode penskoran number-right score dan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian. suatu penelitian (Arikunto,2006: 118). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian. suatu penelitian (Arikunto,2006: 118). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,006: 118). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua

Lebih terperinci

VALIDITAS INSTRUMEN. Dalam teori tes klasik X = T + E

VALIDITAS INSTRUMEN. Dalam teori tes klasik X = T + E VALIDITAS DAN PENETAPAN MATERI-6 VALIDITAS INSTRUMEN Oleh : Amat Jaedun Pascasarjana UNY VALIDITAS Ketepatan Ketelitian Instrumen VALIDITAS Hasil Pengukuran VALIDITAS INSTRUMEN Validitas suatu tes adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, untuk selanjutnya dideskripsikan agar mendapatkan gambaran keterampilan penyesuaian sosial peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam memahami serta mendapatkan pengertian yang jelas tentang judul Kajian Penggunaan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 70 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis relevansi muatan lokal pengembangan potensi di. Analisis relevansi dilakukan terhadap relevansi eksternal antara tujuan muatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian komparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian komparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian komparasi menggunakan teknik statistik inferensial dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengembangan (research and development) dalam upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dalam prosesnya menekankan pada analisis data-data numerikal (angka) yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dalam prosesnya menekankan pada analisis data-data numerikal (angka) yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yang dalam prosesnya menekankan pada analisis data-data numerikal (angka) yang diolah dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (Poerwanti, 2000:32) yaitu data penelitiannya bersifat numerik yang berupa gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Azwar (013:5) metode kuantitatif adalah metode yang menekankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan

BAB III METODE PENELITIAN. angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. analisis (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat penting karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian

Lebih terperinci