BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan didasarkan pada hasil penelitian dan wawancara dengan Notaris di Karanganyar dan Surakarta, yaitu Notaris Dyahmawati Karsono, Notaris Slamet Utomo, dan Notaris Rita Esti S. P. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 22 Desember Untuk lebih jelasnya penulis akan membahas hasil penelitian ini dengan sistematika sebagai berikut: 1 Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 a Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pembagian warisan untuk anak luar kawin diatur dalam Pasal 862 sampai dengan Pasal 866 Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPerdata). Sesuai dengan pasal tersebut, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar anak luar kawin dapat menjadi ahli waris dari pewaris. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Pengakuan Anak Luar Kawin Pengakuan anak merupakan pengakuan yang dilakukan oleh bapak atau ibu biologisnya atas anak yang lahir di luar perkawinan yang sah secara hukum. Seorang ibu tidak dibutuhkan adanya pengakuan terhadap anak untuk timbulnya hubungan hukum antara ibu dan anaknya. Meskipun terdapat ketentuan yang memungkinkan seorang laki-laki atau bapak melakukan pengakuan anak, tetapi pengakuan tersebut hanya bisa dilakukan dengan persetujuan ibu sesuai dengan Pasal 284 KUHPerdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membagi 2 (dua) jenis pengakuan anak, yaitu: a) Pengakuan Secara Sukarela Pengakuan anak secara sukarela dalam doktrin dirumuskan sebagai pernyataan yang mengandung pengakuan, bahwa yang bersangkutan adalah ayah atau ibu dari anak luar kawin yang diakui olehnya (J. Satrio, 1990: 113). Pengakuan secara sukarela merupakan pernyataan yang dilakukan oleh seseorang

2 sesuai dengan cara-cara yang ditentukan oleh Undang-Undang bahwa ia adalah ayah atau ibu dari anak yang dilahirkan di luar perkawinan tersebut. Anak yang dilahirkan akibat perzinahan dan tidak melakukan pernikahan sama sekali tidak ada kemungkinan diakui karena bertentangan dengan norma kesusilaan seperti yang tercantum pada Pasal 283 KUHPerdata. b) Pengakuan Secara Terpaksa Pengakuan secara terpaksa diatur dalam Pasal KUHPerdata. Hal ini dapat terjadi apabila hakim dengan suatu putusan pengadilan dalam suatu perkara gugatan kedudukan anak, atas dasar persangkaan, bahwa seorang laki-laki itu adalah ayah dari anak yang bersangkutan. Pasal 287 ayat (2) KUHPerdata mengatakan bahwa: Sementara itu, apabila terjadi salah satu kejahatan tersebut dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 288, Pasal 294, atau Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan saat berlangsungnya kejahatan itu bersesuaian dengan saat kehamilan perempuan terhadap siapa kejahatan itu dilakukan, maka atas tuntutan mereka yang berkepentingan, bolehlah si tersalah dinyatakan sebagai bapak dari si anak. Hakim dapat menetapkan bahwa seorang laki-laki tertentu adalah bapak dari seorang anak tertentu. Ketetapan dari hakim tersebut membawa akibat pengakuan dari laki-laki yang bersangkutan terhadap seorang anak. Pengakuan seperti ini adalah pengakuan yang dipaksakan atas dasar tepaksa karena didasarkan atas Ketetapan Pengadilan, yang secara tata bahasa sebenarnya terasa janggal (J. Satrio, 1990: 132). Sebuah gugatan juga dapat diajukan terhadap ibu melalui penyelidikan mengenai siapa ibu anak itu agar ia mengakui anak luar kawin tersebut. Dengan ketentuan, bahwa si anak dapat membuktikan ia adalah anak yang dilahirkan oleh si ibu, dan si anak tidak diperbolehkan membuktikannya dengan saksi kecuali kiranya telah ada bukti permulaan dengan tulisan (Pasal 288 KUHPerdata). Pada Pasal 289 mengatakan Tiada seorang anak pun diperbolehkan menyelidiki siapakah bapak atau ibunya, dalam hal-hal bilamana menurut Pasal 283 pengakuan terhadapnya tidak boleh dilakukan. Jadi berdasarkan pasal tersebut, hanya anak luar kawin dalam arti sempit saja yang dapat mengajukan gugatan pengakuan yang dipaksakan.

3 2) Cara Pengakuan Anak Luar Kawin Menurut Pasal 281 KUHPerdata pengakuan anak luar kawin dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara secara sukarela, yaitu: a) Di dalam Akta Kelahiran anak yang bersangkutan: Pengakuan oleh seorang ayah, yang namanya disebutkan dalam akta kelahiran anak yang bersangkutan, pada waktu si ayah melaporkan kelahirannya. b) Di dalam Akta Perkawinan orang tuanya: Laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan di luar pernikahan sah dan menghasilkan anak luar kawin, kemudian memutuskan untuk menikah secara sah sekaligus mengakui anak luar kawinnya tersebut. c) Di dalam Akta Otentik: Pengakuan baru sah apabila diberikan dihadapan seorang Notaris atau Pegawai Pencatatan Sipil (bisa surat lahir, akta perkawinan, maupun dalam akta tertentu sendiri), keduanya adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan khusus untuk membuat akta-akta seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa pengakuan anak luar kawin harus diberikan dalam suatu akta otentik (J. Satrio, 1990: 116). Sebuah akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris tidak disyaratkan harus semata-mata memuat pengakuan anak luar kawin, maka pengakuan juga dapat diberikan di dalam suatu wasiat umum yang dibuat dihadapan Notaris. Kita secara tegas menyebutkan wasiat umum karena wasiat olographisch dibuat di bawah tangan kerenanya tidak memenuhi syarat Pasal 281 KUHPerdata (J. Satrio, 1990: 117) 3) Pengesahan Anak Luar Kawin Anak luar kawin hendak disahkan menjadi anak sah harus ada pengesahan. Pengesahan anak ini diatur dalam KUHPerdata Bagian ke-2 Bab XII, Buku I. pengesahan hanya berlaku terhadap anak luar kawin dalam arti sempit. Undang-Undang tidak memberikan perumusan tertentu mengenai apa itu tindakan pengesahan. Namun berdasarkan Pasal 277 KUHPerdata, kita dapat menyimpulkan bahwa pengesahan merupakan sarana hukum dengan mana seorang

4 anak luar kawin diubah status hukumnya sehingga mendapatkan hak-hak seperti yang diberikan oleh Undang-Undang kepada seorang anak sah (J. Satrio, 1990: 172). Pengesahan ini dapat dilakukan dengan syarat ayah yang mengakui anak luar kawinnya menikah dengan perempuan yang melahirkan anak tersebut (pernikahan). Tanpa dipenuhinya syarat pernikahan maka pengakuan yang sebelumnya sudah diberikan oleh si ayah, tidak akan mendapat efek seperti yang disebutkan pada Pasal 277 KUHPerdata. Berdasarkan KitabUndang-UndangHukum Perdata Pengesahan dapat dilakukan sebagai berikut: a) Karena adanya pengakuan dan perkawinan orang tua (Pasal 272 KUHPerdata) Pasal 272 berbunyi: Kecuali anak-anak yang diberikan dalam zinah atau sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan di luar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah, apabila kedua orang tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan-ketentuan Undang-Undang atau, apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan. Seorang anak dibenihkan di luar perkawinan maka ia mendapatkan kedudukan sebagai anak sah jika sebelum perkawinan orang tuanya telah mengakui anak tersebut. Pengakuan ini dapat dilakukan sebelum perkawinan atau sekaligus dimasukkan dalam akta perkawinan. Akan tetapi, suatu pengakuan yang dilakukan sesudah perkawinan tidak mengakibatkan pengesahan. b) Dengan surat pengesahan Pada Pasal 274 KUHPerdata menyatakan jika orang tua sebelum atau tatkala berkawin telah melalaikan mengakui anak-anak mereka luar kawin, maka kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan Presidan, yang mana akan diberikan setelah didengarnya nasihat Mahkamah Agung. Pasal 275 KUHPerdata menyatakan pengesahan dengan melalui surat pengesahan dapat juga dilakukan bila: i. Salah seorang dari orang tua meninggal dunia sehingga perkawinan ii. yang akan dilakukan tidak dapat dilaksanakan; Anak-anak itu dilahirkan oleh seorang ibu termasuk golongan Indonesia (bumi putera) atau golongan yang dipersamakan dengan itu

5 dan ibu itu telah meninggal dunia atau, jika menurut pertimbangan Presiden ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan antara si bapak dan si ibu. Akibat dari pengesahan, Pasal 277 KUHPerdata mengatakan, bahwa pengesahan yang dilakukan baik dengan kawinnya bapak dan ibunya maupun dengan surat pengesahan setelah kawinnya orang tua, mengakibatkan terhadap anak itu berlaku ketentuan-ketentuan Undang-Undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan yang sah. Anak-anak tersebut tidak dapat mengubah fakta bahwa merupakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan orang tuanya, tetapi hukum memandang anak itu seolah-olah dilahirkan dalam perkawinan kedua orang tuanya. b Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, maka akan terjadi perubahan dalam pewarisan khususnya anak luar kawin secara umum. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 anak luar kawin dapat memperoleh hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya bila dapat membuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi jika anak luar kawin tersebut memiliki hubungan darah dengan bapak biologisnya, sekalipun tidak ada pengakuan dari bapak biologisnya. Sehingga dengan adanya hubungan keperdataan tersebut, maka berlaku pula hubunganhubungan hukum antara orang tua dengan anaknya sacara sah, salah satunya dalam hal pewarisan. Untuk memperoleh hubungan keperdataan tersebut maka harus dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu ilmu pengetahuan yang dapat membuktikannya adalah dengan melakukan tes deoxyribonucleic acid atau lebih sering dikenal dengan sebutan DNA. DNA merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara ilmu kedokteran yang memperlihatkan sifat genetika sebagai proses penurunan sifat-sifat dari orangtua kepada anaknya yang dilakukan melalui pemeriksaan golongan darah. Unsur-unsur yang terkandung dalam DNA seseorang berbeda dengan DNA orang lain (orang yang tidak mempunyai garis keturunan), yakni dalam kandungan basanya, sehingga kesimpulan yang dihasilkan cukup valid (Taufiqul Hulum, 2002: 130). Status

6 ayah secara biologis atau ayah kandung dapat dibuktikan atau dibantah dengan melakukan tes DNA yaitu tes pada asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika dengan kemungkinan yang paling mendekati kepastian (W. D. Kolkman, 2012: 6). Hal ini dapat dijadikan sebagai alat bukti yang membantu memperkuat bukti-bukti lainnya sehingga memberikan keyakinan terhadap kebenaran. Proses DNA melalui sistem golongan darah ini memperkenalkan beberapa sistem tes darah dari perkalian (sistem silang) darah kedua orangtuanya, sehingga dapat memberikan gambaran bahwa anak yang ada dalam perkawinannya adalah benar sebagai anak mereka. Pasal 55 Undang-undang Perkawinan menyebutkan bahwa bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan ditetapkan dengan Putusan Pengadilan yang berwenang setelah diadakan pemeriksaan berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutus bahwa seorang anak luar kawin dapat dibuktikan dengan pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka anak luar kawin bisa mendapatkan hak-haknya seperti anak sah dengan cara si ibu dan/ atau anak luar kawin dapat mengajukan permohonan tentang pembuktian asal-usul anak luar kawin ke Pengadilan. Setelah hasil pemeriksaan tes DNA keluar, dan hasil tersebut membuktikan bahwa adanya hubungan darah antara seorang laki-laki dengan anak luar kawin, maka hasil tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti di muka Pengadilan. Hasil pemeriksaan merupakan alat bukti surat akta otentik, karena sesuai Pasal 1868 KUHPerdata surat tersebut dibuat oleh seseorang yang berwenang, dalam hal ini seseorang yang berwenang membuat hasil tes DNA adalah seorang dokter. Akta yang memuat hasil tes DNA tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang berasaskan acta publica probant sese ipsa, sehingga akta tersebut dianggap sebagai akta otentik karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan dokter yang mengeluarkan hasil tes dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya. Bukti yang dapat diajukan di muka persidangan tidak hanya hasil tes DNA, namun juga dengan melampirkan surat perjanjian antar pihak sebelum melakukan tes DNA.

7 Surat tersebut bisa menjadikan salah satu bukti bahwa tidak ada keterpaksaan antar pihak untuk melakukan tes DNA. Surat perjanjian tersebut bukan merupakan akta otentik melainkan akta bawah tangan, sehingga apabila akan dijadikan alat bukti maka surat perjanjian tersebut harus dibubuhi materai untuk memenuhi syarat sebagai alat pembuktian, sesuai apa yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Bea Materai. Alat bukti lain yang dapat membantu dalam pembuktian asal-usul anak luar kawin adalah keterangan ahli. Sesuai dengan Pasal Pasal 154 ayat (2) KUHPerdata, keterangan ahli dapat diberikan dalam bentuk tertulis (surat) ataupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah. Dalam perkara ini yang dapat menjadi saksi ahli yang memberikan keterangan adalah seorang dokter yang melakukan pemeriktaasn tes DNA. Dokter pemeriksa tes DNA menjelaskan mengenai hal-hal yang dipahami sesuai dengan ilmu kedokterannya yang berkaitan dengan pemeriksaan tes DNA. Keterangan ahli ini akan banyak didengar oleh hakim persidangan karena menyangkut masalah nonhukum yang hanya diketahui oleh ahli dalam bidang tertentu. Berdasarkan beberapa pembuktian yang telah dilakukan, apabila seorang laki-laki terbukti sebagai ayah dari anak luar kawin tersebut maka pengadilan akan menetapkan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan tersebut akan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Setelah pembuktian tersebut pengadilan negeri mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa seorang laki-laki terbukti sebagai ayah biologis dari seorang anak luar kawin, maka pengadilan selain menunjuk instansi pencatatan kelahiran yang ada dalam daerah hukum pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan, juga menetapkan bahwa laki-laki tersebut berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada si anak serta menetapkan si anak sebagai ahli waris dari laki-laki tersebut. Setelah putusan pengadilan menyatakan demikian maka si anak atau si ibu bisa membuat surat keterangan waris untuk si anak. Surat Keterangan Waris dapat dibuat oleh ahli waris melalui kantor kecamatan daerah tempat pewaris meninggal dunia ataupun

8 melalui pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan waris seperti notaris. Untuk memperoleh surat keterangan waris diperlukan Kartu Keluarga, sedangkan anak di luar kawin yang dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi kedua orang tuanya tidak melakukan perkawinan sehingga tidak mempunyai Kartu Keluarga, maka dapat dilaksanakan dengan menggunakan penetapan Pengadilan yang kemudian dapat diturunkan ke Surat Keterangan Waris. Apabila ahli waris lain menolak, Surat Keterangan Waris ini dapat digunakan sebagai bukti bahwa anak luar kawin tersebut sudah secara sah berhak menerima warisan dari pewaris. Dalam Hukum Perdata anak luar kawin dapat memperoleh warisan dengan semua golongan waris yang terdapat dalam hukum perdata yakni Golongan I, Golongan II, Golongan III, Golongan IV. Dasar pengaturan warisan terhadap anak luar kawin berada pada Pasal 863 KUHPerdata. (Djaja S. Meliala, 2014: 208) 1) Anak Luar Kawin Mewaris Bersama Golongan I Anak luar kawin dapat mewaris dengan golongan satu yang terdiri dari anak sah beserta keturunannya dan janda (janda yang dimaksud disini adalah suami/istri pewaris). Hak waris yang diterima oleh anak luar kawin adalah 1/3 dari hak yang mereka sedianya terima, seandainya ia adalah anak sah. (Pasal 863 KUH Perdata) 2) Anak Luar Kawin Mewaris Bersama Golongan II Dalam hal anak luar kawin mewaris dengan golongan II besar warisan yang diterima adalah ½ dari warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. (Pasal 863 KUH Perdata) 3) Anak Luar Kawin Mewaris Bersama Golongan III Sama dengan mewaris bersama golongan ke II besar warisan dari anak luar kawin yang mendapat warisan adalah ½ dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris 4) Anak Luar Kawin Mewaris Bersama Golongan IV Dalam hal anak luar kawin mewaris dengan golongan IV maka warisan yang diterimanya adalah ¾ dari harta warisan pewaris. (Pasal 863 ayat (1))

9 2 Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin Dalam Studi Kasus Di Kantor Notaris Surakarta Dan Karanganyar Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Dyahmawati di wilayah Karanganyar pada hari Selasa, 15 Desember 2015, putusan Mahkamah Konstitusi ini dapat dijadikan solusi bagi permasalahan pembagian harta anak luar kawin yang belum diakui. Anak luar kawin bisa mendapat perlindungan haknya sebagai anak dari orang tua biologisnya. Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi ini telah keluar sejak lama, di dalam prakteknya Notaris sangat jarang memperoleh klien untuk meminta bantuan pengurusan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin dengan ketentuan seperti yang tertera dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga dalam pelaksanaannya Putusan Mahkamah Konstitusi ini masih belum diterapkan secara maksimal. Sedangkan hasil wawancara dengan Notaris Slamet Utomo di wilayah Karanganyar pada hari Kamis, 17 Desember 2015, penerapan putusan Mahkamah Konstitusi pada permasalahan pembagian warisan untuk anak luar kawin belum maksimal karena sebagian besar masyarakat belum mengetahui bahwa ada ketentuan atau syarat khusus bagi anak luar kawin yang belum diakui masih bisa mendapatkan hak waris dari orang tua biologisnya. Hal ini sangat disayangkan padahal keluarnya putusan ini dapat memberikan perlindungan hak pada anak luar kawin. Menurut Notaris Rita Esti di wilayah Surakarta berdasarkan hasil wawancara pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015, putusan Mahkamah Konstitusi ini belum diketahui oleh banyak masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya belum ada klien yang meminta untuk pengurusan harta warisan untuk anak luar kawin seperti dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Apabila klien ingin mengurus harta warisan untuk anak luar kawin maka syaratnya anak luar kawin tersebut harus sudah diakui secara hukum dengan bukti surat pengakuan anak luar kawin dari pengadilan atau akta kelahiran serta kartu keluarga yang baru. Tanpa adanya syarat tersebut maka pengurusan harta warisan untuk anak luar kawin tidak dapat dilakukan. Dengan demikian pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi ini masih nelum diterapkan. Notaris Dyahmawati pernah menerima klien yang ingin meminta bantuan terkait pembagian warisan untuk anak luar kawin. Notaris Dyahmawati menjelaskan bahwa untuk

10 pengurusan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin, maka syaratnya anak luar kawin tersebut harus sudah diakui dahulu dengan dibuktikan dengan surat penetapan dari pengadilan maupun akta kelahiran dan kartu keluarga yang baru. Sedangkan anak luar kawin tersebut belum diakui oleh ayah biologisnya sehingga belum memiliki syarat dokumen yang diperlukan. Oleh karena itu Notaris Dyahmawati menjelaskan bahwa tidak bisa membatu dalam pengurusan pembagian harta warisan tersebut karena sesuai ketentuan bahwa dokumen-dokumen seperti surat penetapan pengadilan tentang pengakuan anak luar kawin maupun akta kelahiran anak luar kawin dan kartu keluarga baru harus disertakan dalam pembagian warisan bagi anak luar kawin. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi persengketaan di kemudian hari. B. Pembahasan 1 Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak sah disebut dengan istilah anak tidak sah atau anak luar perkawinan. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010, anak luar perkawinan tidak memperoleh hak-hak konstitusional sebagai warga negara yang menganut prinsip Negara hukum. Secara konstitusional, hal tersebut telah merugikan hak anak terutama dibidang kewarisan. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa anak luar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini dikarenakan secara nyata bahwa ibulah yang mengandung dan kemudian melahirkan anak tersebut yang artinya semenjak ia dilahirkan telah mendapat ibu dari wanita yang melahirkannya. Ketentuan tertsebut berarti anak luar kawin tidak memounyai hubungan sama sekali dengan laki-laki yang membenihkannya (ayah biologis). Akta kelahiran anak luar kawin dicatat bahwa anak tersebut dilahirkan dari seorang perempuan. Berbeda dengan anak sah, di mana dalam akta kelahirannya dicatat dan dilahirkan dari perkawinan suami isteri. Dengan adanya hubungan perdata tersebut, anak luar kawin berhak mewarisi harta ibu dan keluarga ibunya. Sedangkan anak luar kawin yang menginginkan mendapat hubungan perdata dengan bapak biologisnya maka harus dilakukan pengakuan anak luar kawin dari bapak biologisnya tersebut.

11 Sesuai dengan Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan melakukan perbuatan pengakuan terhadap anak luar kawin, maka akan timbul hubungan perdata anak dan bapak tersebut. Dengan demikian anak luar kawin akan berhak atas biaya kehidupan dan warisan dari ayahnya. Sedangkan anak luar kawin yang tidak mendapat pengakuan dari bapak biologisnya maka anak luar kawin tersebut tidak akan mendapat biaya hidup dan warisan dari bapak dan keluarga bapak tersebut. Namun begitu, tidak semua bapak biologis mau untuk mengakui anak luar kawin. Banyak kasus terjadi sorang laki-laki dan wanita melakukan pernikahan siri yang menghasilkan seorang anak. Anak ini disebut dengan anak luar kawin. Pernikahan siri hanya sah secara agama saja namun tidak diakui oleh negara karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus di catat, sedangkan menurut Pasal 6 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (untuk selanjutnya di singkat KHI) menyebutkan bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah, bahkan menurut ayat (2) pasal tersebut jika perkawinan tersebut dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. (D.Y. Wiyanto, 2012: 153) Permasalahan yang sering terjadi adalah tentang status anak yang lahir dari perkawinan siri. Anak luar kawin dari pernikahan siri tidak mendapat hubungan hukum dari bapak biologisnya. Apalagi bila bapak biologisnya tidak mengakui anak luar kawin tersebut. Perselisihan keayahan ini terjadi apabila ada penyangkalan dari seorang suami atau seorang laki-laki terhadap anak yang dilahirkan oleh istri atau perempuan yang pernah berhubungan seksual dengannya atau melakukan perkawinan siri. Hal tersebut tidak lain karena banyaknya aspek atau kepentingan yang terkait di dalamnya. Perselisihan pengakuan anak ini, selain berhubungan dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, seperti: pemerkosaan yang berujung kehamilan, juga terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan tunjangan finansial anak atau bahkan dalam penentuan ahli waris.

12 Sesuai dengan ketentuan hukum Indonesia melalui Kitab Udang-Undang hukum Perdata bahwa seorang anak luar kawin apabila ingin menjadi ahli waris atau mewarisi harta warisan dari ayah biologisnya harus ada pengakuan secara sah dari ayah biologisnya yang menyatakan bahwa anak tersebut adalah anak dari ayah biologisnya. Kondisi ini tentu saja menuntut adanya suatu pembuktian yang dapat dibenarkan oleh hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata ataupun Undang-Undang Perkawinan. Hal ini mengingat bahwa pembuktian itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari Hak Asasi Anak, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak, dimana pada undang-undang tersebut dijelaskan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya, hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum, bahkan sejak dalam kandungan sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 4 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 mengenai kedudukan anak luar kawin dapat membantu permasalahan yang banyak terjadi tersebut. Dalam putusan itu seorang anak luar kawin masih bisa memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya yang tidak mau mengakuinya dengan membuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa anak tersebut benar adalah anak dari ayah biologisya. Meskipun tanpa adanya pengakuan resmi dari ayah biologisnya, bila ada bukti-bukti yang sah secara hukum maka anak luar kawin tersebut dapat memperoleh hubungan keperdataan dengan ayahnya. Anak luar kawin yang meperoleh hubungan keperdataan dengan ayahnya maka akan timbul juga hubungan-hubungan hukum lain antara anak dan ayahnya seperti hubungan pemberian nafkah, perwalian, hingga dalam penentuan pembagian harta warisan. Hal ini tentu berdeda dengan ketentuan dalam KUHPerdata yang menyatakan bahwa bila seorang anak luar kawin ingin memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, maka harus ada pengakuan yang sah dari ayah biologisnya. Demikian pula terkait dengan pembagian harta warisan, bila anak luar kawin tidak diakui atau tidak memiliki hubungan keperdataan yang sah dengan ayah biologisnya maka anak luar kawin tersebut tidak bisa menjadi ahli waris dari pewarisan tersebut. Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi ini memberikan dampak yang baik pada anak luar kawin. Sesuai dengan putusan tersebut, hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga

13 didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak, serta berhubungan dengan kewajiban-kewajiban dasar seorang bapak terhadap anaknya. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan hampir 50 juta anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran karena berbagai sebab antara lain karena pernikahan tidak sah atau tidak tercatat (perkawinan siri), angka ini hampir separuh dari total jumlah anak dibawah 5 tahun yang ada di Indonesia. Selain itu menurut ketua Komnas perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait, perubahan pada Undang-undang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi landasan hukum yang sah dalam memajukan upaya advokasi bagi anak-anak diluar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak keperdataannya ( diakses pada tanggal 28 Januari 2016 pukul WIB) Mantan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin melalui keterangan persnya menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini bijaksana. Putusan itu menjamin perlindungan hukum terhadap anak-anak hasil hubungan di luar perkawinan di masa mendatang. Sangat baik untuk diterapkan untuk ke depan agar anak-anak ini jelas perlindungan hukumnya sehingga tidak ada lagi orang yang dengan mudah mengingkari tanggung jawabnya terutama kepada anak-anak di bawah umur (Jawa Pos, Senin 20 Februari 2012). Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan. Putusan Mahkamah Konstitusi ini memberikan hak keperdataan yang selama ini tidak diakui negara karena akta kelahiran anak luar kawin tidak mencantumkan nama ayah. Hal ini berimplikasi pada tidak didapatkannya hak waris dari ayah biologisnya sebagaimana hak anak yang lain. Sebagai hak konstitusi setiap warga negara, hak keperdataan adalah hak yang sangat mendasar dan konstitusional.

14 Putusan Mahkamah Konstitusi hanya mengatur mengenai hubungan keperdataan anak luar kawin dengan ayah biologisnya. Setelah terbukti anak luar kawin secara sah adalah anak dari ayah biologisnya, terkait dengan pembagian warisan tergantung masing-masing pihak akan menggunakan ketentuan apa dalam pembagian warisannya. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa menurut ketentuan KUHPerdata anak luar kawin hanya bisa menjadi ahli waris apabila sudah mendapat pengakuan sah dari ayah biologisnya. Dengan adanya Puatusan Mahkamah Konstitusi ini, maka anak luar kawin akan dilindungi haknya karena masih bisa mendapatkan haknya sebagai ahli waris ayah biologisnya dengan membuktikan secara sah adanya hubungan keperdataan dengan ayahnya. Menurut KUHPerdata ahli waris yang berhak mewaris dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu: a Golongan I : Anak, atau keturunannya dan janda/duda, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 852, 852a, 852b, dan 515 KUHPerdata; b Golongan II : Orang tua (bapak/ibu), saudara-saudara atau keturunannya, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam pasal 854, 855, 856, dan 857 KUHPerdata; c Golongan III : Kakek dan nenek, atau leluhur dalam garis lurus terus ke atas, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 853, 858 ayat (1) KUHPerdata; d Golongan IV : Sanak keluarga di dalam garis menyamping sampai tingkat ke-6 yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 858 ayat (2), 861, 832 ayat (2), 862, 863, 864, 856 dan 866 KUHPerdata. KUHPerdata menyatakan bahwa anak luar kawin yang dapat mewaris dalam golongan berapapun. Hal ini terdapat dalam Pasal 863 KUHPerdata yang ketentuannya sebagai berikut: a Anak luar kawin apabila mewaris bersama-sama golongan I, maka anak luar kawin tersebut akan mewaris sepertiga bagian seandainya dia anak sah; b Apabila anak luar kawin yang diakui tersebut mewaris dengan golongan II dan III, maka mereka akan menerima seperdua bagian dari warisan; c Apabila anak luar kawin mewaris dengan golongan IV, maka bagian mereka adalah tiga perempat bagian; d Menurut Pasal 873 KUHPerdata, apabila pewaris tidak meninggalkan istri maupun keturunan serta keluarga sedarah, maka si luar kawin berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan negara.

15 2 Prospek Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Luar Kawin Dalam Studi Kasus Di Kantor Notaris Surakarta Dan Karanganyar Mahkamah Konstitusi telah memutus perkara No. 46/PUU-VIII/2010 pada tangga 17 Februari 2012 yang menyatakan bahwa Pasa 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan UUD Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menimbulkan perubahan pada sistem hukum perdata Indonesia, misalnya pada sistem hukum waris. Berdasarkan KUHPer anak luar kawin dapat menjadi pewaris dari ayah biologisnya bila telah diakui oleh ayah biologisnya dan disahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, anak luar kawin dapat menjadi pewaris dari ayah biologisnya meskipun anak luar kawin tersebut tidak diakui oleh ayah biologisnya, sepanjang dapat dibuktikan kebenarannya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya biologisnya. Pengakuan anak luar kawin merupakan pengakuan seorang ibu atau ayah terhadap anak luar kawin mereka dengan syarat dan cara yang ditentukan undang-undang. Pengakuan ini berdampak pada status anak luar kawin tersebut menjadi anak luar kawin yang diakui, yang menimbulkan hubungan keperdataan sehubungan dengan hak dan kewajiban ibu dan ayahnya, pemberian ijin kawin, kewajiban pemberian nafkah, perwalian anak, hingga mewarisi. Sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa anak dilahirkan otomatis mempunyai hubungan perdata dengan ibunya, maka pengakuan anak luar kawin ini menekankan pada ayah biologis yang akan mengakui anak luar kawin tersebut. Pengakuan anak luar kawin harus dilakukan sesuai dengan tata cara dan syarat ketentuan yang berlaku. Pasal 281 KUHPer menyatakan pengakuan anak luar kawin dapat dilakukan dengan cara: a Akta Kelahiran Cara pengakuan ini dengan mencatatkan nama ayah biologis dari anak luar kawin tersebut dalam akta kelahiran.

16 b Perkawinan ayah dan ibu anak luar kawin Ayah dan ibu anak luar kawin melakukan perkawinan yang sah kemudian dicatatkan pada catatan sipil untuk dirubah akta kelahirannya. c Membuat akta otentik Pengakuan dibentuk dalam sebuah akta otentik dari akta notaris atau catatan sipil kemudian ditetapkan dalam pengadilan. Peranan seorang notaris di sini adalah untuk membuat akta pengakuan anak maupun dalam hal membuat surat keterangan waris. Sesuai dengan kewenangan notaris dalam membuat akta yang tercantum dalam Pasal 1 UUJN yang berbunyi : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang Notaris berwenang untuk membuat akta sehubungan dengan pewarisan tersebut. Notaris mencatatkan keinginan seorang laki-laki secara dokumen negara untuk mengakui anak luar kawin laki-laki tersebut dengan seorang wanita. Selain itu notaris juga memberikan penjelasan-penjelasan secara hukum mengenai proses pengakuan anak luar kawin sehingga para pihak mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya. Notaris dalam menjalankan tugasnya tersebut harus netral dan menuangkan kesepakatan para pihak dalam sebuah akta sesuai dengan: a Prosedur hukum; b Persyaratan telah dipenuhi; c Teknis prosedur akta telah sesuai dengan undang-undang Selain keinginan para pihak notaris juga harus memperhatikan dokumen-dokumen yang diperlukan. Ketika para pihak menemui notaris untuk membuat akta pengakuan anak, maka tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah: a Notaris menjelaskan bagaimana prosedur pembuatan akta pengakuan anak luar kawin yang dilakukan melalui akta notaris; b Meminta dan meniliti dokumen atau surat mengenai identitas dari para penghadap; c Meniliti dokumen mengenai objek dalam akta. Dokumen yang diperlukan untuk membuat akta pengakuan anak luar kawin yaitu: a Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua orang tua;

17 b Kartu Keluarga; c Akta Kelahiran anak luar kawin; d Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tidak terikat perkawinan dan anak yang diakui adalah anak mereka. Jika dokumen-dokumen yang diberikan sudah lengkap, kemudian dapat dilakukan pembuatan akta pengakuan anak luar kawin yang tahapan-tahapannya sebagai berikut: a Akta dibuat dalam bahasa Indonesia atau bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila yang berkepentingan menghendaki sepanjang undangundang tidak menentukan lain, dengan syarat Notaris wajib menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; b Akta ditulis dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputusterputus dan tidak menggunakan singkatan; c Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan lain. Bila ingin mengadakan perubahan atas akta maka harus dibuat di sisi kiri akta dan apabila tidak tepat, dapat dibuat di akhir akta sebelum penutup akta dengan menjunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan dan disertai tanda tangan para pihak; d Setelah akta ditulis dengan jelas dan benar, maka akta wajib dibacakan oleh Notaris dihadapan para pihak dan saksi-saksi; e Setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, penerjemah resi (bila ada), saksi-saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya yang dinyatakan dengan tegas dalam akta; f Apabila ada surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk surat kuasa bawah tangan, wajib dilekatkan pada minuta akta kecuali bila surat kuasa telah dilekatkan pada minuta akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta, sedangkan surat kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk minuta akta diuraikan dalam akta.

18 Notaris juga dapat membuat klausul akta ini dibuat sesuai dengan prosedur Undang- Undang yang berlaku, apabila ternyata dikemudian hari ada kesalahan atau data (dokumen) yang diberikan ternyata palsu maka menjadi tanggung jawab sepebuhnya oleh para pihak. Hal ini untuk melindungi Notaris dari itikad buruk para pihak. Sejak lahirnya Undang-Undang Perkawinan, akta pengakuan anak oleh ayahnya hanya dibuat oleh Notaris dalam hal seorang ayah ingin mengakui secara sukarela atas anaknya. Pengakuan itu pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang didasarkan pada kehendak dari laki-laki sebagai ayahnya. Apabila ayah biologis anak luar kawin tersebut tidak dengan sukarela mengakui anaknya, maka tidak akan menimbulkan hubungan hukum apa-apa diantara mereka, termasuk kewajiban pemeliharaan (J. Satrio, 1990: 146). J. Satrio mengutip pertanyaan dari Pitlo-Meijling yang menanyakan bahwa apa sebaliknya seorang anak biasa memaksakan pengakuan dari ayahnya? Untuk bisa memaksakan, tentunya si anak harus bisa membuktikan, bahwa laki-laki yang ia tunjuk adalah benar-benar ayah biologisnya. Untuk bisa membuktikan itu, maka harus dilakukan penyelidikan siapa ayah anak tersebut (J.Satrio, 1990: 145). Dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sekarang seorang anak dapat memaksakan supaya ia diakui oleh ayahnya sebagai anak biologisnya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta alat bukti hukum lainnya. Selain itu setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi, pengakuan anak oleh ayahnya juga dapat dibuktikan melalui pengadilan setelah melakukan pembuktian melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Seorang perempuan dan/atau anaknya apabila dapat membuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (tes DNA) dan/atau dengan alat bukti hukum lainnya bahwa terdapat hubungan darah diantara anak dan laki-laki yang dituntut, maka hakim dapat mengeluarkan penetapan mengenai hubungan keperdataan diantara mereka. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi pengakuan secara terpaksa. Hal ini membuktikan bahwa jika sebelumnya pada prinsipnya pengakuan anak oleh ayahnya muncul dari kehendak sukarela seorang ayah sehingga Notaris dapat membuatkan akta pengakuan anak luar kawin, maka dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini pembuatan akta pengakuan anak luar kawin oleh Notaris dapat dilakukan dengan penetapan pengadilan yang menggunakan dasar putusan Mahkamah Konstitusi bersifat paksaan, yang artinya seorang ayah biologis tidak secara sukarela/terpaksa harus mengakui anak luar kawin tersebut.

19 Notaris juga mempunyai kewenangan untuk mengurus Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) berkaitan dengan pewarisan untuk anak luar kawin. Sama halnya dengan pembuatan akta pengakuan anak luar kawin yang telah dijelaskan di atas, untuk pengurusan SKHW berkaitan dengan pewarisan untuk anak luar kawin ini juga harus ada penetapan pengadilan yang menyatakan anak luar kawin tersebut sudah memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya. Pembuatan SKHW berkaitan dengan pewarisan untuk anak luar kawin harus menggunakan dasar penetapan pengadilan dan/atau akta kelahiran baru dalam persyaratannya agar notaris merasa aman tanpa harus mengkhawatirkan apakah pembuatan SKHW untuk klien ini diperbolehkan atau tidak. Notaris tidak bertanggung jawab pada isi penetapan karena pengadilan bertanggung jawab penuh terhadap penetapan yang mereka buat. Penetapan itu harus diyakini kebenarannya oleh para pihak dan Notaris karena diputus oleh hakim setelah melalui penelitian oleh hakim terhadap alat-alat bukti yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Dyahmawati di wilayah Karanganyar pada hari Selasa, 15 Desember 2015, putusan Mahkamah Konstitusi ini dapat dijadikan solusi bagi permasalahan pembagian harta anak luar kawin yang belum diakui. Anak luar kawin bisa mendapat perlindungan haknya sebagai anak dari orang tua biologisnya. Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi ini telah keluar sejak lama, di dalam prakteknya Notaris sangat jarang memperoleh klien untuk meminta bantuan pengurusan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin dengan ketentuan seperti yang tertera dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Sedangkan hasil wawancara dengan Notaris Slamet Utomo di wilayah Karanganyar pada hari Kamis, 17 Desember 2015, penerapan putusan Mahkamah Konstitusi pada permasalahan pembagian warisan untuk anak luar kawin belum maksimal karena sebagian besar masyarakat belum mengetahui bahwa ada ketentuan atau syarat khusus bagi anak luar kawin yang belum diakui masih bisa mendapatkan hak waris dari orang tua biologisnya. Hal ini sangat disayangkan padahal keluarnya putusan ini dapat memberikan perlindungan hak pada anak luar kawin. Menurut Notaris Rita Esti di wilayah Surakarta berdasarkan hasil wawancara pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015, putusan Mahkamah Konstitusi ini belum diketahui oleh banyak masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya belum ada klien yang meminta untuk

20 pengurusan harta warisan untuk anak luar kawin seperti dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Apabila klien ingin mengurus harta warisan untuk anak luar kawin maka syaratnya anak luar kawin tersebut harus sudah diakui secara hukum dengan bukti surat pengakuan anak luar kawin dari pengadilan atau akta kelahiran serta kartu keluarga yang baru. Tanpa adanya syarat tersebut maka pengurusan harta warisan untuk anak luar kawin tidak dapat dilakukan. Terkait dengan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin ini, Notaris Dyahmawati pernah menerima klien yang ingin meminta bantuan terkait pembagian warisan untuk anak luar kawin. Notaris Dyahmawati menjelaskan bahwa untuk pengurusan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin, maka syaratnya anak luar kawin tersebut harus sudah diakui dahulu dengan dibuktikan dengan surat penetapan dari pengadilan maupun akta kelahiran dan kartu keluarga yang baru. Sedangkan anak luar kawin tersebut belum diakui oleh ayah biologisnya sehingga belum memiliki syarat dokumen yang diperlukan. Oleh karena itu Notaris Dyahmawati menjelaskan bahwa tidak bisa membatu dalam pengurusan pembagian harta warisan tersebut karena sesuai ketentuan bahwa dokumen-dokumen seperti surat penetapan pengadilan tentang pengakuan anak luar kawin maupun akta kelahiran anak luar kawin dan kartu keluraga baru harus disertakan dalam pembagian warisan bagi anak luar kawin. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi persengketaan di kemudian hari. Dalam pembagian harta warisan, para pihak mempunyai kebebasan untuk memilih peraturan hukum mana yang digunakan dalam pembagian harta warisan. Para pihak bisa memilih ketentuan hukum yang digunakan dalam pembagian warisannya, apakah ketentuan dalam Islam, hukum adat, maupun ketentuan umum yang tercantum dalam KUHPer. Notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membantu para pihak dalam pembagian harta warisan berkewajiban memberikan penjelasan yang lengkap mengenai aturan-aturan hukum dalam pembagian warisan pada para pihak. Kasus tersebut membuktikan bahwa penerapan putusan Mahkamah Konstitusi ini belum dirasakan oleh masyarakat luas. Banyak masyarakat yang belum mengetahui untuk pengurusan pembagian warisan bagi anak luar kawin harus menyertakan bukti dokumen yang menyatakan bahwa anak luar kawin tersebut harus sudah memiliki hubungan keperdataan dengan pewaris. Masyarakat juga banyak yang belum mengetahui bahwa

21 meskipun belum mendapat pengakuan dari pewaris, sesuai dengan ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi anak luar kawin bisa mendapat warisan dari pewaris dengan syarat dapat membuktikan secara ilmu pengetahuan dan teknologi bahwa anak luar kawin tersebut benar merupakan anak dari pewaris. Sedangkan Notaris juga belum sepenuhnya menerapkan putusan Mahkamah Konstitusi ini. Sesuai dalam kasus tersebut Notaris tidak memberikan penjelasan pada klien bahwa meskipun tidak diakui oleh pewaris, anak luar kawin bisa mendapat warisan dari pewaris dengan syarat dapat membuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyatakan anak luar kawin tersebut adalah anak dari pewaris. Padahal sesuai dengan kewenangan Notaris dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN bahwa Notaris berwenang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Notaris belum sepenuhnya memberikan penyuluhan hukum yang sempurna terkait ketentuan pembagian warisan untuk anak luar kawin karena tidak memberikan penjelasan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Penerapan putusan Mahkamah Konstitusi yang belum maksimal ini sangat disayangkan karena melalui putusan ini hak dari anak luar kawin dapat terlindungi. Hal ini dipertegas dalam jurnal yang ditulis Edo Febriansyah bahwa dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini dapat memperjelas kedudukan anak luar kawin karena dapat dijadikan dasar dalam mendapatkan kepastian hukum mengenai kedudukan anak luar kawin yang diakui (Edo Febriansyah, 2015: 18). Kedudukan tersebut merupakan hal yang penting karena anak harus mendapatkan perlakuan yang seadil-adilnya terutama dari kedua orang tuanya dalam mendapatkan haknya, menyangkut pula masalah waris anak. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi ini, harapannya tidak ada lagi perlakuan diskriminatif terhadap anak yang lahir di luar perkawinan karena pada dasarnya anak terlahir suci, tak bisa memilih mereka dilahirkan dari orang tua yang mana, kaya atau miskin, pejabat atau bukan, terikat perkawinan atau tidak, dan lain sebagainya. Selain itu juga menurut jurnal internasional yang ditulis oleh Barhruddin Muhammad dkk dalam International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR) berbunyi: The principle of the children's rights, as well as the principle of the purification of lineage and the prove lineage, has put the construction of the right of biological child and its

22 relationship with the biological father in the structure of a permanent relationship. Thus it cannot be moved for any reason and by any circumstances. Pada prinsip hak anak dan prinsip keturunan pembuktian silsilah bahwa anak secara biologis memiliki hubungan dengan ayah biologisnya secara permanen yang tidak dapat dipisahkan dalam alasan apapun. Hal ini didasarkan pada hubungan biologis yang terbentuk secara alami. Anak dalam konsep menempatkan posisi anak sebagai amanat Allah SWT yang memiliki hak dan status yang sama sebagai anak sah (Bahruddin Muhammad dkk, 2014: 61) Terkait keluarnya putusan Mahkamah Kontitusi tersebut, selain dapat dijadikan dasar dalam mencapai perlindungan hak anak luar kawin, di sisi lain timbul kekhawatiran mengenai penerapan putusan tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi ini dikhawatirkan para Notaris apakah dapat berlaku surut sehingga dapat muncul pihak anak luar kawin yang datang ingin menuntut hak warisnya berdasar putusan Mahkamah Konstitusi ini pada warisan yang telah dibuka dan dibagi pada ahli waris sah lainnya. Kekhawatiran ini yang menjadi pengaruh sedikitnya penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pembagian harta warisan anak luar kawin. Meskipun tujuan dari keluranya putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk melindungi hak-hak dari anak luar kawin, namun sebagian kalangan ulama Islam mengkritik dan menyatakan perlu pengkajian ulang. Ketua ICMI Aceh Barat, Syamsuar Basyariah, mengatakan putusan tersebut sebaiknya dikaji ulang karena bisa membawa implikasi bahwa perkawinan orang tuanya dianggap sah. Petugas KUA kemungkinan akan menolak memberikan buku nikah orang tua anak luar kawin karena mereka tidak pernah nikah secara resmi. ( berita/baca/lt4f633ebb2ec36/pro-kontra-status-anak-luar-kawin, diakses pada tanggal 30 Maret 2016 pukul WIB) Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa No 11 Tahun 2012 setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. MUI mengingatkan antara lain bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. MUI juga mengingatkan bahwa pemerintah wajib melindungi anak hasil zina/anak luar kawin dan mencegah terjadinya penelantaran. ( diakses pada tanggal 31 Maret 2016 pukul WIB).

23 Kritik lainnya berkaitan dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah dalam hal perwalian nikah anak luar kawin tersebut. Meskipun anak luar kawin tersebut sudah diakui oleh ayah biologisnya tetapi ayah biologis tersebut tidak bisa menjadi wali nikah bila belum menikah dengan ibu anak luar kawin tersbut. Hal ini sedikit menyulitkan karena dengan adanya pengakuan dari ayah biologisnya maka timbul hubungan keperdataan antara seorang anak dan ayahnya. Namun sesuai ketentuan bahwa soaring wali yang menikahkan anaknya harus menikah dengan ibunya maka meskipun sudah memiliki hubungan keperdataan tetap tidak bisa menjadi wali nikah anak tersebut. Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, setelah suatu judicial review diputus final oleh hakim, maka putusan tersebut langsung berlaku mengikat terhitung sejak diucapkan dalam siding pleno yang terbuka oleh umum. Maksud Pasal 47 tersebut dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie sebagai berikut: artinya, efek berlakunya bersifat prospektif ke depan (forward looking), bukan berlaku ke belakang (backward looking). Artinya, segala perbuatan hukum yang sebelumnya dianggap sah atau tidak sah secara hukum, tidak berubah menjadi tidak sah atau menjadi sah,.. perbuatan hukum yang dilakukan berdasarkan undang-undang yang belum dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah perbuatan hukum yang sah secara hukum, termasuk akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum yang sah itu, juga sah secara hukum. Berkaitan dalam hal pewarisan, jika terdapat warisan yang telah dibuka dan dibagi sebelum terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka pembagian tersebut sudah sah dan benar menurut undang-undang yang berlaku pada saat itu. Apabila ada orang ingin menuntut bagian waris dengan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ini tetapi warisan telah dibagi, maka ia sudah tidak berhak lagi. Dengan demikian kalangan Notaris tidak bisa menerima permintaan bantuan pembagian harta warisan untuk anak luar kawin yang warisannya telah dibuka dan dibagi. Peran pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini. Peraturan pelaksana untuk mensosialisasikan peranan Putusan Mahakamah Konstitusi ini dalam hubungan keperdataan anak luar kawin dengan ayah biologisnya perlu dibentuk agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan sistem hukum dan tidak ada yang dirugikan. Selain itu untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti kasus tersebut, peran aktif pemerintah dalam mendefinisikan arti perkawinan sebagai sesuatu yang sakral dan harus dicatatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

Dikta Angga Bhijana Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Dikta Angga Bhijana Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret PENERAPAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 ATAS PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN BAGI ANAK LUAR KAWIN (Studi Kasus Di Kantor Notaris Surakarta dan Karanganyar) Dikta Angga Bhijana

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pertimbangan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 Penulis akan memaparkan dalam bab-bab ini adalah tentang pertimbangan dari Pemerintah, DPR, dan MK tentang Putusan MK

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: - Putusan perkara perdata No. 0069/Pdt.P/2015/PA.Bantul 1. Identitas para pihak Adapun

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya, 106 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica Mochtar, artis yang menikah secara sirri dengan Mantan Menteri Sekretaris Negara di Era Orde Baru Moerdiono.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI Oleh : Pahlefi 1 Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja telah membawa paradigma baru dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah.. 4 C. Tujuan Penelitian. 4 D. Manfaat Penelitian.. 5 E. Metode Penelitian...

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1 Tinjauan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945. Hal ini berarti bahwa dalam penyelenggaraan Negara,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010 BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010 A. Sekilas Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016 KEDUDUKAN HUKUM ANAK TIDAK SAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKMAAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU/VII/2010 Oleh : Vivi Hayati. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Seperti kita ketahui

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK KAJIAN YURIDIS PASAL 43 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SETELAH ADANYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Dwi Astuti S Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN oleh Bellana Saraswati I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. A. Pendahuluan Perkawinan merupakan sebuah institusi yang keberadaannya diatur dan dilindungi oleh hukum baik agama maupun negara. Ha

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa * IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH Abdul Halim Musthofa * Abstrak Status anak di luar nikah yang menurut undangundang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah norma atau peraturan mengikat bagi sebagian atau seluruh masyarakat yang harus dipatuhi untuk mewujudkan suatu tatanan kemasyarakatan. Indonesia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin di Indonesia Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PENETAPAN Nomor 09/Pdt. P/2012/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 199 KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT Konstitutional Court Decision

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN A. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Kedudukan Anak Di Luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM Oleh Candraditya Indrabajra Aziiz A.A Gede Ngurah Dirksen Ida Bagus Putra Atmadja

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 Abstrak Setiap anak yang dilahirkan atau dibuahkan dalam ikatan perkawinan sah adalah anak sah. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk 56 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 269/Pdt.P/2014/PA.Mlg. TENTANG PENCATATAN PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH DILANGSUNGKAN AKAD NIKAH Salah satu akibat perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum BAB I PENDAHULUAN 1.7. Latar Belakang Masalah Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum dikaruniai anak. Anak adalah amanah dan anugerah yang diberikan Allah kepada setiap manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS A. Dasar Pembuktian Penetapan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama Gresik Nomor: 0085/ Pdt.P/

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA ISSN : 2541-2175 IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Oleh Muh Afied Hambali, SH. MH Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Salinan PENETAPAN Nomor : 03/Pdt.P/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA -------- Pengadilan Agama Donggala yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr. BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 Ismawati Septiningsih,SH,MH Fakultas Hukum - Universitas Surakarta Email : septiningsihisma@yahoo.co.id ABSTRAK:

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim SALINAN PENETAPAN Nomor 112/ Pdt.P/ 2015/ PA Sit. bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa dan mengadili perkara perkara tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem hukum apapun, lembaga perkawinan selalu memiliki peranan yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia, baik karena sifatnya yang banyak bersentuhan

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut Nikah ialah melakukan suatu perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK. Pengadilan Agama Yogyakarta adalah:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK. Pengadilan Agama Yogyakarta adalah: 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai pembatalan perkawinan akibat perkawinan sedarah (Incest) : - Putusan perkara perdata Nomor : 216/Pdt.G/1996?PA.YK

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PUTUSAN Nomor : 700/ Pdt.G /2013/ PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN Menurut Imam Asy-Syathibi jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

PENETAPAN. Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm

PENETAPAN. Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm PENETAPAN Nomor XXXX/Pdt.P/2015/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci