BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Berfikir Berdasarkan pengertian belajar menurut Slavin (Devi, 2001: 9), salah satu prinsip penting dalam pendidikan adalah guru sebaiknya tidak memberikan pengetahuan secara langsung kepada siswanya, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Menurut Moh. Nur (Devi, 2001: 9) guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Untuk membangun pengetahuan tersebut diperlukan proses berfikir Berfikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan atau berfikir dianggap sebagai suatu proses kognitif, suatu aktifitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Meskipun aspek kognitif berkaitan dengan cara-cara bagaimana mengenal sesuatu seperti dalam persepsi, penalaran dan intuisi, keterampilan berfikir menitik-beratkan pada penalaran sebagai fokus utama dalam aspek kognitif. Proses berfikir berhubungan dengan sifat-sifat dan memerlukan keterlibatan aktivitas pemikir. Menurut Moein Musa (Devi, 2001: 9), keterampilan berfikir pada siswa dapat dilatih melalui pendidikan berfikir yang diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan intelektualnya. Keterampilan berfikir dikelompokan menjadi berfikir 8

2 9 dasar dan keterampilan berfikir kompleks atau tingkat tinggi. Dalam hal ini keterampilan berfikir dasar meliputi menghubungkan sebab akibat, mentransfortmasi, menemukan hubungan dan memberikan kualifikasi. Proses berfikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berfikir kritis dan berfikir kreatif Berfikir kreatif dapat disebut juga sebagai berfikir divergen (Guilford dalam Munandar, 1992: 126). Pengertian berfikir divergen adalah memberikan bermacammacam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian. Menurut Supriadi (2004: 50) ciri kemampuan berfikir kreatif merujuk kepada definisi kreativitas yang menekankan dimensi proses. (Segal, 1999: 110) mengemukakan bahwa berfikir kreatif memiliki ciri sebagai proses berfikir yang menyebar, membayangkan, menghasilkan dan menjelajahi gagasan baru, pilihan dan berbagai kemungkinan pemecahan terhadap masalah. Kriteria utama dari berfikir kreatif adalah kemampuan menemukan jawaban pemecahan masalah sebanyak mungkin, beragam, lain dari yang lain dan tepat guna (Ruindungan, 1996: 67). Oleh karena itu siswa yang memiliki kemampuan berfikir kreatif tinggi memiliki gagasan yang banyak untuk memecahkan suatu masalah. Williams (Munandar, 1992: 132) menyebutkan dalam model tiga dimensionalnya bahwa bakat kreatif seseorang dalam aspek kognitif intelektual atau yang disebut kemampuan berfikir kreatif dapat dicirikan oleh 4 komponen yaitu berfikir lancar, berfikir luwes (fleksibel), berfikir orisinal (orisinalitas) dan berfikit terperinci (elaborasi). Sedangkan Munandar (1992: 88) mengajukan lima ciri

3 10 kemampuan berfikir kreatif seperti di atas. Namun berbeda dengan Guilford, Munandar merumuskan ciri kelima adalah kemampuan berfikir evaluasi (evaluation). Pada penelitian ini akan dikhusukan membatasi kemampuan kreatif yang dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan elaborasi. B. Kajian tentang Kemampuan Elaborasi Secara etimologis elaborasi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu elaborate yang menurut kamus Oxford bermakna worked out with much care and ini great detail. Berdasarkan arti kamus inilah elaborasi sering diartikan sempit sebagai proses menguraikan dan memerinci suatu masalah semata. Tidak salah memang, namun ternyata pengertian elaborasi berkembang sehingga bukan hanya pemerincian saja namun juga menyangkut makna yang lebih luas. Untuk lebih memahami makna dari elaborasi berikut definisi-definsi elaborasi menurut para ahli : 1. Guilford (dalam Wahidin : 74) menyatakan bahwa : Elaboration is the process or developing a system or theory once the basic outlines have been determined. Guliford juga menyatakan bahwa elaboration is the divergent production of implication. 2. Carin dan Sund (dalam Wahidin : 74) mengungkapkan bahwa elaborasi adalah salah satu kemampuan berfikir kreatif yang berupa kemampuan untuk mengembangkan gagasan secara rinci (gives many detail that spell out an idea)

4 11 3. Utami Munandar (1992: 89) mengemukakan berfikir terperinci (elaboration) adalah kemampuan memperkaya dan mengembangkan gagasan serta memperinci detil-detil dari suatu objek atau situasi sehingga lebih menarik. Selanjutnya Utami Munandar menyatakan indikator elaborasi meliputi : a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan b. Memperinci detil-detil c. Memperluas gagasan d. Mencari arti yang lebih dalam terhadap berbagai jawaban tentang pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci Jika ditelaah, pendapat-pendapat tersebut dapat kita rangkum bahwa makna elaborasi mencakup beberapa hal sebagai berikut : 1. Mengemukakan gagasan secara terperinci 2. Mengembangkan/menambah gagasan baru berdasarkan gagasan yang tersedia 3. Membuat implikasi dari gagasan yang ada. C. Metode Eksperimen Dalam pembelajaran IPA salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh guru adalah penggunaan metode pembelajaran. Untuk IPA, metode pembelajaran yang digunakan harus berpedoman pada prinsip belajar aktif, sehingga dalam proses belajar mengajar perhatian utama harus ditujukan kepada siswa yang belajar atau lebih dikenal dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

5 12 Terdapat bermacam-macam metode pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA salah satunya adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah cara melakukan pembelajaran melalui kegiatan eksperimen. M Amin (1987 : 95) mendefinisikan metode eksperimen sebagai salah satu strategi mengajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah terhadap gejalagejala, baik gejala sosial, psikis maupun fisik yang diteliti dan diselidiki dan dipelajari. Sagala (2003 : 220) mendefinisikan metode eksperimen sebagai cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Melalui metode eksperimen, siswa akan dapat mempelajari IPA melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses IPA, dapat melatih keterampilan berfikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan lain sebagainya. Dengan demikian siswa akan melaksanakan proses belajar yang efesien dalam arti siswa tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan yang statis dan otoriter. Pembelajaran dengan metode eksperimen pun akan menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna seperti yang dikemukakan Ausubel (Dahar, 1989: 111) bahwa belajar bermakna akan didapat melalui kegiatan penemuan yang dibantu dengan kegiatan hands-on experiences yang membutuhkan peralatan IPA. Kegiatan percobaan yang dilakukan di sekolah adalah kegiatan percobaan yang telah diatur dan dikondisikan oleh guru sebelumnya dan berfungsi untuk menemukan kembali atau membuktikan konsep IPA yang akan dipelajari. Konsep IPA yang akan

6 13 ditemukan kembali atau dibuktikan sebenarnya bukanlah konsep yang baru, melainkan konsep yang telah ditemukan sebelumnya oleh para ahli sains, Kegiatan eksperimen yang dilakukan oleh siswa bertujuan untuk melatihkan keterampilanketerampilan ilmiah yang meliputi keterampilan-keterampilan proses sains (science process skill) diantaranya mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menafsirkan data, meyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses, siswa diharapkan akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Druxes (1986: 94-95) menekankan beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan eksperimen di sekolah, yaitu : 1. Harus dapat disusun menurut isi, banyaknya, maksud dan dunia pengalaman belajar anak 2. Harus mudah dapat diwujudkan kembali (direproduksi), baik dalam penyusunannya, pelaksanaan dan hasilnya. 3. Sedapat-dapatnya harus dapat dilakukan oleh para siswa di rumah 4. Harus tidak berbahaya 5. Eksperimen di sekolah dengan kejutan, harus dapat membantu menimbulkan keinginan besar dan membentuk kemampuan melakukannya sendiri

7 14 Kegiatan eksperimen adalah salah satu solusi yang dapat menciptakan pembelajaran siswa aktif atau pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Namun hal tersebut baru terwujud jika kegiatan eksperimen tersebut dapat dilakukan oleh siswa dengan baik. Untuk mewujudkan kegiatan eksperimen yang benar-benar dapat membuat pembelajaran siswa menjadi aktif tidaklah semudah membalik telapak tangan, diperlukan usaha yang ekstra dari para guru dan kerjasama dari siswa sendiri. Oleh karena itu sebelum metode eksperimen dilakukan, guru harus dapat merencanakan dan mempersiapkan kegiatan ini dengan baik. Tanpa adanya suatu perencanaan dan persiapan kegiatan yang baik dan tepat, maka semua fasilitas yang ada tidak akan dapat berfungsi untuk mendukung tercapainya kegiatan eksperimen yang efektif. Persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh guru harus pula mencakup alokasi waktu yang akan digunakan untuk kegiatan eksperimen dan penyediaan peralatan serta bahan eksperimen bagi setiap siswa atau kelompok siswa. Dua hal ini seringkali menjadi kendala penghambat bagi para guru yang akan melaksanakan kegiatan eksperimen bahkan tidak jarang dijadikan alasan tidak dilaksanakan kegiatan eksperimen di sekolah. Agar mendapatkan hasil yang optimal, pembelajaran IPA melalui metode eksperimen dapat dilakukan dengan dua tahap, dan masing-masing tahap itu dilalui beberapa kegiatan. Pertama tahap persiapan, yang meliputi kegiatan; (1) merumuskan tujuan, (2) mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan, (3) memeriksa apakah peralatan berfungsi atau tidak, (4) menetapkan langkah pelaksanaan agar efesien, (5) memperhitungkan/menetapkan alokasi waktu yang dibutuhkan. Kedua tahap

8 15 pelaksanaan, yang meliputi kegiatan; (1) memberi penjelasan secukupnya tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam eksperimen (2) membicarakan dengan siswa tentang langkah-langkah yang akan ditempuh, bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu diamati dan hal-hal yang perlu dicatat, (3) menetapkan langkah-langkah pokok sebagai kerangka acuan bagi siswa dalam bereksperimen, (4) menetapkan tindak lanjut dari eksperimen (Subiyanto, 1988: 49 51) Pada tahap pelaksanaan semua ketentuan langkah-langkah/prosedur dalam kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa harus dituntun melalui lembaran kegiatan siswa (LKS). Dalam hal ini, kegiatan guru membimbing dan mengarahkan siswa dalam melakukan kegiatan eksperimen. D. Keunggulan dan Kelemahan Metode Eksperimen Tidak diragukan lagi bahwa metode eksperimen dapat menjadi salah satu solusi untuk membuat siswa menjadi aktif selama pembelajaran IPA. Keberhasilan metode eksperimen dalam mengaktifkan siswa selama kegiatan belajar mengajar IPA tidak terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh metode eksperimen, antara lain : 1. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja 2. Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplotaris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuwan.

9 16 3. Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain : a. Siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian b. Siswa terhindar jauh dari verbalisme c. Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis d. Mengembangkan sikap berfikir ilmiah e. Hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi Selain kebaikan, metode eksperimen mengandung beberapa kelemahan, menurut Sagala (2003 : 221) di antaranya : 1. Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah untuk didapatkan 2. Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin faktor-faktor tertentu yang berbeda di luar jangkauan kemampuan atau pengedalian. E. Jenis-Jenis Kegiatan Eksperimen Kegiatan eksperimen yang melandasi metode eksperimen dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kegiatan ekaperimen bersifat penemuan, verifikasi dan aplikasi (Dhevi, 2005: 12). Kegiatan eksperimen yang bersifat penemuan adalah suatu kegiatan eksperimen yang bertujuan melatih siswa untuk membentuk gagasan dan memahami konsep sains yang sedang dipelajarinya. Dalam eksperimen yang bersifat

10 17 penemuan, pembentukan gagasan dan pemahaman konsep sains dalam diri siswa dilakukan melalui upaya penemuan atau penyelidikan terhadap konsep yang sedang dipelajarinya. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode eksperimen yang bersifat penemuan ini tidak didahului dengan penjelasan teori atau prinsip sains oleh guru, tetapi siswa langsung melakukan kegiatan dalam upaya menemukan atau menyelidiki sendiri teori/prinsip yang sedang dipelajarinya. Kegiatan eksperimen yang bersifat verifikasi adalah suatu kegaiatn eksperimen yang bertujuan melatih siswa untuk membuktikan kebenaran suatu konsep atau teori sains yang telah dipelajarinya. Eksperimen yang bersifat verifikasi merupakan sarana bagi siswa dalam pembuktian ulang konsep sains yang telah dipelajarinya. Sebelum melaksanakan kegiatan eksperimen yang bersifat verifikasi, guru lebih dulu mengajarkan teori atau prinsip kepada siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk membuktikan kebenaran prinsip atau teori yang telah dipelajarinya melalui suatu kegiatan eksperimen. Kegiatan eksperimen yang bersifat aplikasi adalah suatu kegiatan eksperimen yang bertujuan untuk metaih siswa menerapkan prinsuip-prinsip sains yang telah dipelajari untuk memecahkan permasalahan yang teredapat dalam kehidupan seharihari. Sebelum melaksanakan kegiatan eksperimen yang bersifat aplikasi, guru mengajarkan lebih dulu teori atau prinsip sains kepada siswa. Selanjutnya setelah pemahaman siswa terhadap teori atau prinsip yang sedang diajarkannya baik, guru kemudian memberikan kegiatan eksperimen kepada siswa untuk menerapkan prinmsip atau teori tersebut. Melalui kegiatan eksperimen sains seperti ini diharapkan

11 18 siswa lebih terlatih untuk menemukan hubungan antara permasalahan dengan teori atau prinsip yang telah dipelajari. F. Kemampuan Elaborasi dan Metode Eksperimen Pembelajaran IPA dengan metode eksperimen merefleksikan hakekat studi ilmiah seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan yang profesional, yaitu melaksanakan metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah. Istilah metode ilmiah diartikan sebagai prosedur dan proses mental yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mengembangkan pengetahuannya. Menurut Beveridge (Cendrawati, 2000: 9) metode ilmiah dapat dirangkum sebagai berikut : (1) menyadari dan merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data, (3) hipotesis melalui induksi, (4) memuat deduksi dari hipotesis dan menguji. Dari hasil uji hipotesis itu akan dihasilkan paradigma baru yang mungkin berupa pengetahuan baru baik yang menguatkan pengetahuan siswa sebelumnya ataupun yang merombak pengetahuan awal siswa, yang kesemuanya itu pada hakekatnya memunculkan/menghasilkan pengetahuan baru walau kecil sekalipun tapi cukup menunjang pengembangan dan penambahan pengetahuan siswa. Elaborasi yang merupakan salah satu indikator kreativitas ialah proses penambahan pengetahuan yang berhubungan pada informasi yang sedang dipelajari (Dahar, 1989: 50). Jadi titik temu antara kemampuan elaborasi dan metode eksperimen adalah pada proses penambahan pengetahuan. Proses elaborasi pada seseorang dapat terjadi waktu melakukan kegiatan eksperimen terutama setelah fase mengumpulkan data untuk

12 19 mencapai fase hipotesis melalui indikasi. Alhasil dengan melakukan metode eksperimen, kemampuan elaborasi siswa akan lebih terasah dan meningkat. G. Kemampuan Elaborasi dan Belajar Bermakna Elaborasi sangat diperlukan bagi bermakna bagi belajar bermakna. Dengan melakukan elaborasi dapat menghadirkan belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses pengaitan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna terjadi bila siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang telah dimilikinya. Sedangkan belajar menghafal siswa hanya menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Jadi jelas di sini bedanya antara menghafal dan belajar bermakna. Menurut Bruner belajar bermakna terjadi jika manusia di dalam proses belajarnya melakukan pencarian pengetahuan secara aktif. Manusia yang belajar, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Proses belajar seperti ini dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, membangkitkan keingintahuan siswa, member motivasi untuk belajar terus sampai menemukan jawaban (Dahar 1989: 103).

13 20 Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan yaitu pengetahuan bertahan lebih lama atau dapat lama diingat, mempunyai efek transfer yang lebih baik serta meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Menurut Ausubel (Dahar, 1989: 112) belajar bermakna merupakan proses pengaitan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel memandang bahwa belajar bermakna selain terjadi melalui belajar penemuan (sesuai dengan pendapat Bruner) dapat pula terjadi melalui belajar penerimaan (informasi terjadi dalam bentuk final). Kebermaknaan belajar tidak hanya terjadi pada diri pembelajar. Jadi menurut Ausubel, bermakna atau tidaknya suatu proses belajar terletak pada dikaitkan atau tidaknya informasi yang baru pada struktur pengetahuan yang telah ada pada pembelajar. Jika ditnijau berdasarkan teori Bruner yang menekankan pada belajar penemuan maupun ditinjau berdasarkan teori Ausubel yang menekankan keterkaitan antar konsep, tentang belajar bermakna kemudian dihubungkan dengan uraian tentang kemampuan elaborasi, maka jelas dapat disimpulkan bahwa melakukan elaborasi dapat menghasilkan belajar bermakna. Belajar bermakna melalui elaborasi dapat diterima juga dengan menggunakan teori Ausubel, sebab kaitan-kaitan antar pernyataan itu muncul berupa pernyataan lain

14 21 yang lebih komprehensif dan lebih mudah diingat karena pernyataan-pernyataan yang sepertinya berserakan tak beraturan itu diikat dan disusun dalam suatu pernyataan yang meliputi semua pernyataan yang ada. Namun demikian untuk mampu belajar bermakna dapat menghadirkan elaborasi sehingga ditemukan pengetahuan baru yang menunjang perkembangan IPTEK diperlukan latihan berfikir.

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan sains saat ini menunjukkan bahwa sains memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Berkembangnya ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar Secara umum hasil adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan di indonesia senantiasa tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Bahkan tak jarang setelah satu masalah terpecahkan akan muncul masalah baru. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Berpikir Kreatif 2.1.1 Pengertian Berpikir Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan dijelaskan sepintas tentang definisi berpikir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat; meliputi struktur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Pemahaman menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata paham yang artinya pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau pandangan dan mengerti

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan sikap dan keterampilan yang merupakan hasil aktivitas belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu

Lebih terperinci

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan perbaikan sistem pendidikan. Dengan adanya perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan, mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia BAB III PEMBAHASAN Pemahaman orang terhadap hakekat sains, hakekat belajar dan pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran sains. Pemahaman terhadap sains telah berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran a. Pengertian Model pembelajaran Menurut Muhaimin dalam Yatim Riyanto (2010: 131) Pembelajaran adalah upaya membelajarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Berpikir adalah suatu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai suatu kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Gagne pada tahun 1970-an. Awang dan Ramly (2008:1) mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk,

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk, proses, sikap dan teknologi. Dalam IPA selain mempelajari prinsip, konsep atau teori,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi berbagai tantangan serta mampu bersaing.

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR Murhima A. Kau Universitas Negeri Gorontalo Email : murhimakau@ymail.com ABSTRAK Permasalahan kreativitas menjadi sangat penting untuk dibicarakan

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA (Sains) berupaya meningkatkan minat siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang alam seisinya yang penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan berkembang semakin luas, mendalam, dan kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian

BAB I PENDAHULUAN. tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kecakapan hidup manusia, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional BAB I pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : LAKSMI PUSPITASARI K4308019

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui proses pembelajaran. Dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan kemampuan siswa SD dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat diperlukan untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah dalam menyelesaikan persoalan matematika begitu penting.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah dalam menyelesaikan persoalan matematika begitu penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah dalam menyelesaikan persoalan matematika begitu penting. Kemampuan pemecahan masalah perlu dimiliki siswa agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari seluruh aspek kehidupan, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting. Seperti yang dikatakan oleh Munandar dalam bukunya (1999:6) kreativitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pemecahan Masalah Matematis Setiap individu selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan sehari harinya. Mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan erat kaitannya dengan kurikulum. Kurikulum dari waktu ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai keterampilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad, 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Berpikir Kritis Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsurunsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses utama dalam menghasilkan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses utama dalam menghasilkan SDM yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses utama dalam menghasilkan SDM yang andal, salah satu indikatornya adalah pencapaian hasil belajar. Hasil belajar adalah hasil yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih terperinci

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar Amidi Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peranan yang penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam pembelajaran guru berhadapan dengan sejumlah siswa berbagai macam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari (Mahmudah, 2011: 1). Dalam pembelajaran, aktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurgana (1985) bahwa keefektivan pembelajaran mengacu pada: 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 65 dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurgana (1985) bahwa keefektivan pembelajaran mengacu pada: 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 65 dalam 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Nurgana (1985) bahwa keefektivan pembelajaran mengacu pada: 1) Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurangkurangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Neneng Anisah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Neneng Anisah, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sains bidang kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasakan sulit bagi banyak siswa karena berbagai alasan, salah satunya adalah fakta bahwa keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata, namun memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan perlu sentuhan kreativitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

Lebih terperinci