ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI"

Transkripsi

1

2

3 ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis DR. Muhammad Japar, MSi. PENERBIT POHON CAHAYA (Anggota IKAPI) Jl. Tirtodipuran 8 Yogyakarta Telp.: (0274) ; (0274) pohoncahaya@pohoncahaya.com Website: Cetakan ke-1 : Oktober 2015 Perancang sampul : Tri Danang Cipta Arga Penata Letak : Bimo Setyoseno DR. Muhammad Japar, MSi. Analisis Kepribadian Konseli Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Yogyakarta: Pohon Cahaya, vi + 86 hlm.; 15,5 23 cm ISBN: Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip dan mempublikasikan sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit Dicetak oleh: PERCETAKAN POHON CAHAYA

4 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga Buku Analisis Kepribadian Konseli: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis dapat terselesaikan. Penyusunan buku ini didasarkan atas kebutuhan para konselor baik di masyarakat maupun di sekolah untuk melakukan analisis kepribadian sebagai dasar dalam melaksanakan tugasnya memberikan layanan konseling kepada individu-individu konseli. Melakukan analisis kepribadian konseli merupakan langkah awal dalam layanan konseling di masyarakat maupun di Sekolah. Agar layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor dan guru pembimbing efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, konselor dan guru pembimbing perlu memahami potensi, sifat dan dinamika kepribadian konseli dengan baik. Pemahaman sifat dan dinamika kepribadian melalui analisis kepribadian konseli memberi informasi kepada konselor tentang kekhasan konseli yang sangat berguna untuk penetapan model intervensi konseling yang akan diberikan kepada konseli tersebut. Konseli merupakan individu yang dibantu dalam proses konseling. Konseli yang dibantu tersebut sedang menghadapi masalah dan kondisinya dalam keadaan yang tidak seimbang. Kondisi konseli yang tidak seimbang oleh Prayitno (pakar bimbingan konseling Fakultas Imu Pendidikan, Universitas Negeri Padang) disebut individu yang mengalami KES-T yaitu kehidupan efektif sehari-hari terganggu. Sebagai individu yang periaku efektif sehari-hari terganggu, perilaku yang ditunjukkannya seringkali tidak sesuai dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya dan masalah yang diungkapkan konseli belum tentu masalah yang sesungguhnya. Berdasar hal tersebut, Konselor perlu melakukan iii

5 analisis kepribadian dan dinamika kepribadian konseli dengan mendasarkan pada teori-teori kepribadian. Buku ini mengantarkan para pembaca terutama pada pema haman mengenai pengertian kepribadian konseli, teori-teori kepribadian sebagai dasar analisis kepribadian konseli, dan membantu memahami dinamika kepribadian konseli. Konseli sebagai individu memiliki keunikan pribadi sehingga untuk memahami keunikan tersebut perlu pemahaman tentang analisis kepribadian. Penulis berharap, semoga buku analisis kepribadian konseli ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para konselor dan calon konselor serta calon guru pembimbing untuk mempersiapkan diri sebagai konselor dan guru pembimbing profesional. Bagi para guru pembimbing sekolah buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para siswanya yang sedang menghadapi masalah. Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan di masa yang akan datang sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami sampaikan terimakasih. Magelang, April 2015 Penulis iv

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... Hal iii v BAB I.BIMBINGAN DAN KONSELING... 1 A. Pengertian Bimbingan dan Konseling... 1 B. Bimbingan Konseling Perkembangan... 5 C. Ruang Lingkup Layanan Konseling BAB II.KONSELI DALAM LAYANAN KONSELING A. Pengertian Konseli B. Kepribadian Konseli C. Kebutuhan Analisis Kepribadian Konseli dalam konseling BAB III.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKO-ANALISIS SIGMUND FREUD A. Riwayat Singkat Sigmund Freud B. Kepribadian Menurut Psikoanalisis Freud C. Dinamika Kepribadian D. Perkembangan Kepribadian E. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Psikoanalisis BAB IV.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOLOGI INDIVIDUAL ALFRED ADLER A. Riwayat Singkat Alfred Adler B. Kepribadian Menurut Adler C. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Kepribadian Menurut Adler v

7 BAB V.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR TEORI KAREN HORNEY A. Riwayat Singkat Karen Horney B. Kepribadian Horney C. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Pandangan Horney BAB VI.ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR TEORI SULLIVAN A. Riwayat Singkat Harry Stack Sullivan B. Kepribadian Sullivan C. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Teori Sullivan BAB VII. ANALISIS KEPRIBADIAN KONSELI BERDASAR PSIKOANALITIK C.G.JUNG A. Riwayat Singkat C.G.Jung B. Kepribadian Menurut Jung C. Dinamika Kepribadian D. Perkembangan Kepribadian E. Analisis Kepribadian Konseli Berdasar Pandangan Jung DAFTAR PUSTAKA vi

8 BAB I BIMBINGAN DAN KONSELING A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Layanan konseling merupakan layanan profesional untuk mem bantu individu dan atau konseli untuk memecahkan masalah yang dihadapi, menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan lingkungan, dan guna mencapai kebahagiaan hidup. Oleh karena layanan konseling merupakan layanan profesional, maka layanan konseling harus diberikan oleh orang yang memiliki keahlian atau kemampuan profesional dalam bidang konseling, dilaksanakan sesuai prosedur dan menggunakan teknik-teknik konseling, serta memperhatikan kode etik layanan konseling. Kebutuhan akan layanan konseling terus meningkat seiring dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat, konseling bukan saja dibutuhkan di lingkungan pendidikan atau sekolah tetapi juga dibutuhkan di masyarakat luas. Layanan konseling di Indonesia, keberadaannya terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan bimbingan konseling di sekolah sudah dimulai pada tahun 1960 an, terus berkembang sampai saat ini dan bahkan layanan bimbingan konseling di sekolah akan terus memantapkan keberadaannya seiring dengan program pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Dalam proses perjalanannya, program bimbingan konseling di sekolah penuh dinamika dan selalu mengalami perbaikan. Pengembangan layanan konseling di Indonesia mengalami berbagai macam hambatan dan atau kendala. Beberapa kendala yang mengiringi perjalanan program bimbingan di sekolah di Indonesia antara lain: Guru bimbingan konseling (Guru BK) belum seluruhnya berlatar pendidikan S1 BK dan dari yang berlatar BK masih sangat terbatas yang telah menempuh PPK. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2008 mengamanatkan bahwa Guru BK harus berpendidikan 1

9 S1 BK dan memiliki pendidikan profosi konselor (PPK). Fasilitas pendukung layanan BK di sekolah kebanyakan belum memadai, misal ruang konseling belum tersedia dan kalaupun tersedia masih jauh dari memadai. Kendala lain, persepsi siswa terhadap guru BK belum sepenuhnya sesuai harapan, kesadaran siswa terhadap kebutuhan layanan BK di sekolah masih rendah, waktu layanan terbatas, persepsi guru mata pelajaran terhadap program dan guru BK masih belum menggembirakan, persepsi kepala sekolah yang masih beragam terhadap program BK. Kepala sekolah yang kurang memahami dan kurang menaruh perhatian kepada layanan BK di sekolah, kadang tidak memberi dukungan terhadap layanan Bk dalam segala bentuk, misal tidak menyediakan fasilitas fisik, tidak menyediakan jam khusus untuk melaksanakan bimbingan klasikal, tidak jarang juga tidak memberi alokasi dana untuk mendukung pelaksanaan program BK dan jika mengalokasikanpun kurang memadai. Akibat dari kendala-kendala di atas pelaksanaan program layanan konseling menjadi tidak optimal sehingga tujuan program bimbingan konseling belum optimal. Bimbingan konseling sekolah merupakan bagian integral dari proses pendidikan di Indonesia dan sudah ada sejak tahun an yang terkenal dengan sebutan bimbingan dan penyuluhan, sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2007, h. 4) bahwa bimbingan konseling sekoah pada awal kehadirannya di Indonesia pada tahun 1960-an. Program bimbingan konseling sekolah tersebut lebih dikenal dengan sebutan bimbingan dan penyuluhan (BP), istilah tersebut merupakan terjemahan dari guidance and counseling. Dalam perkembangannya sekarang nama bimbingan dan penyuluhan berubah menjadi bimbingan konseling. Bimbingan konseling di sekolah merupakan bidang layanan kepada peserta didik untuk membantu mengoptimalkan perkembangannya. Bimbingan merupakan salah satu program dari keseluruhan program pendidikan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa terutama membantu siswa mencapai penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sebagaimana 2

10 dikemukakan oleh Tolbert (dalam Sukmadinata, 2007) bahwa bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka dapat menyusun dan melakanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupannya sehari-hari Hal senada dikemukakan Sofyan (2004), bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan terhadap individu agar individu yang bersangkutan dapat memahami dirinya, mengarahkan dirinya, dan kemudian mampu merealisasikan dirinya dalam kehidupan nyata. Miller (dalam Sukmadinata, 2007, mendefinisikan bahwa bimbingan merupakan suatu proses untuk membantu individu agar memiliki pemahaman diri dan mengarahkan diri, agar dapat menyesuaikan diri secara maksimal dalam kehidupan di sekolah, rumah dan masyarakat. Schmidt (1993) yang menekankan pada bimbingan di sekolah secara lebih rinci mengemukan bahwa bimbingan dimaksudkan untuk membantu para siswa mengembangkan karakter, memecahkan masalah tingkah laku, dan yang berhubungan dengan minat kerja dan mata pelajaran dalam kurikulum. Wingkel (2001), menekankan tujuan bimbingan pada perkembangan siswa yaitu membantu siswa berkembang sejauh mungkin dan mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya di sekolah mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntutan kehidupan masyarakatnya sekarang. Konseling merupakan salah satu teknik layanan di dalam bimbingan. Konseling menurut Good (dalam Sukmadinata, 2007) merupakan bantuan yang bersifat individual dan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi, pendidikan dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis dan berdasarkan hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah dirumuskan, seringkali dengan meminta bantuan para spesialis, narasumber di sekolah dan masyarakat agar klien dapat membuat keputusan sendiri. Konseling merupakan proses pemberian bantuan dari konselor kepada konseli untuk memecahkan masalah. Perkembangan kon- 3

11 seling bukan hanya ditujukan untuk memecahkan masalah tetapi juga untuk pengembangan diri, sebagaimana dikemukakan McCleod (2003) bahwa konseling mencakup bekerja dengan banyak orang dan berhubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapi, bimbingan atau pemecahan masalah. Palmer (2010) menjelaskan bahwa telah diterima secara luas bahwa konseling bisa berupa bentuk pertolongan yang sesuai untuk beragam masalah atau perhatian personal, yang paling umum adalah depresi, kegelisahan, kesedihan, kesulitan menjalin hubungan, krisis dan trauma kehidupan, kecanduan, perilaku rendah diri dan ambisi yang dipangkas. Konseling bisa terkait dengan isu kehilangan, kebingungan, dan kondisi negatif lainnya, atau bisa juga digunakan secara proaktif dan untuk pembelajaran, misalnya, bagaimana bersantai, lebih tegas, menangani stres dan menjalani kehidupan yang lebih memuaskan. Sedangkan, Winkel (1997) menekankan tujuan konseling pada perubahan pada diri siswa, perubahan baik dalam bentuk pandangan, sikap, sifat, maupun keterampilan yang lebih memungkinkan siswa tersebut dapat menerima dirinya sendiri secara optimal. Layanan bimbingan konseling berfokus pengembangan potensi individu konseli (termasuk peserta didik), pengembangan pribadi dan sosial, serta bantuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Layanan kepada konseli termasuk para peserta didik tersebut dilakukan oleh tenaga profesional dalam bidang bimbingan konseling. Tenaga profesional yang dimaksud adalah bahwa konselor harus berlatar belakang pendidikan bimbingan konseling dan pendidikan profesi konselor. Konseling mengandung hubungan terapiutik antara konselor dengan klien. Dalam hubungan terapiutik, keterlibatan diri konseli pada proses konseling merupakan hal yang penting. Masalah yang dihadapi dalam layanan konseling di masyarakat, bukan hanya terletak keterlibatan dalam proses konseling melainkan juga terletak pada keterlibatan dalam kegiatan yang berkait dengan pemecahan masalah (misal pengungkapan potensi) dan 4

12 keterlibatan dalam segala bentuk dan jenis layanan konseling (seperti konseling keluarga). Keterlibatan masyarakat atau keluarga mengikuti layanan konseling belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan penyebabnya antara lain sebagian merasa belum perlu bantuan ahli dan sebagian lain menyadari butuh bantuan ahli untuk membantu memecahkan masalah tetapi belum tahu kepada siapa dan dimana mereka harus mencari bantuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Berdasar pengertian bimbingan dapat dikemukakan bahwa esensi bimbingan merupakan proses membantu individu agar memiliki pemahaman diri dan mengarahkan diri, agar dapat menyesuaikan diri secara maksimal dalam kehidupan di sekolah, rumah dan masyarakat. Inti konseling adalah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli untuk pengembangan diri konseli, memecahkan masalah dan untuk mengadakan penyesuaian diri. Bimbingan konseling di sekolah memiliki beberapa fungsi. Fungsi bimbingan konseling antara lain pemahaman diri, pengarahan diri, perencanaan dan pengembangan diri, pemecahan masalah dan dan fungsi penyesuaian diri. Fungsi layanan bimbingan konseling tersebut selaras dengan pendapat Sukmadinata. Sukmadinata (2007, 21) mengemukakan bahwa layanan bimbingan konseling mempunyai empat fungsi utama, yaitu: (1) Pemahaman Individu, (2) Pencegahan dan pengembangan, (3) Penyesuaian diri (4) Pemecahan masalah. Tujuan konseling menurut British Association of Counseing (BAC), 1984 sebagaimana dikutif McCleod (2003) adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien. B. Bimbingan dan Konseling Perkembangan Pada bagian ini diuraikan mengenai bimbingan konseling perkembangan karena kecenderungan yang berkembang dewasa ini adalah bimbingan konseling perkembangan, sehingga konselor 5

13 dan atau calon konselor dan guru bimbingan konseling sekolah perlu mengenal bimbingan konseling perkembangan. Pendekatan bimbingan perkembangan mempertimbangkan sifat alami perkembangan manusia, mencakup tahap-tahap dan tugas-tugas umum perkembangan yang sebagian besar merupakan pengalaman individu, seperti kematangan mereka dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Realitas menunjukkan bahwa perkembangan siswa itu tidak hanya terdiri dari sifat bawaan saja, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama pengaruh orangtua yang selama 12 jam dibawah pengawasannya dan 8 jam selebihnya di sekolah maupun masyarakat. Maka sifat alami manusia pada dasarnya terkondisi dengan lingkungannya, oleh karena itu konselor dalam memberi pelayanan harus memperhatikan sifat bawaan dan kondisi lingkungan siswa yang bermasalah. Perkembangan siswa tidak bisa terlepas dari latar belakang historis dan budaya, di dalam masyarakat yang majemuk atau multikultur selalu terjadi perubahan, dimana keanekaragaman maupun keunikan budaya sangat bernilai. Maka teori perkembangan harus dikemas dalam suatu kerangka acuan yang praktis, dimana suatu perkembangan harus dipandang secara berkelanjutan, siklus, progresif dan aktif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan atau bimbingan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan masalah-masalah siswa. Tugas tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai siswa, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling standar. Ketika pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan dipergunakan akan menggabungkan pendekatan yang berorientasi klinis, remidial dan prevenstif (Myrick, 2011:8) Terkait dengan tugas perkembangan siswa, bahwa yang dimaksud dengan tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil dalam pencapaiannya akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa keberhasilan 6

14 dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal, akan menimbulkan ketidakbahagiaan, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menghadapi tugastugas berikutnya. Oleh sebab itulah bimbingan dan konseling perkembangan sangat diperlukan disekolah. Konsep bimbingan dan konseling perkembangan mengandung implikasi bahwa target layanannya menjadi tidak sebatas individu saja, melainkan akan tertuju kepada semua individu dalam berbagai kehidupan di dalam masyarakat. Perkembangan yang sehat atau optimal dalam pengembangan perilaku efektif harus terjadi pada setiap diri individu dalam berbagai tatanan lingkungan. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya membantu indvidu untuk lebih menyadari dirinya dan cara-cara ia merespon lingkungannya, mengembangkan kebermaknaan pribadi dalam perilakunya dan mengembangkan serta mengklasifikasi perangkat tujuan dan nilai-nilai perilaku pada masa yang akan datang. Strategi layanan bimbingan dan konseling menjadi terarah kepada upaya menata dan menciptakan ekologi perkembangan atau lingkungan belajar yang memfasilitasi perkembangan individu. Myrick (2011:33) menyebutkan bahwa manusia secara alami bergerak sebagai individu yang positif ke arah peningkatan diri (self-enhancement). Individu dapat mengenali adanya suatu kekuatan di dalam diri masing-masing sehingga, individu percaya bahwa dirinya adalah khusus dan tidak ada seorangpun yang menyamainya. Disamping itu potensi yang dimilikinya merupakan asset berharga bagi masyarakat dan masa depan manusia. Untuk itu, Bimbingan dan Konseling komprehensif terarah pada upaya membantu peserta didik dalam memenuhi kebutuhan agar dapat berkembang sesuai dengan tahap dan tugas perkembangannya. Teori tentang perkembangan menunjukkan pola pertumbuhan dalam serangkaian domain atau dimensi diantara domain-domain tersebut adalah emosi (Dupont, 1978), ciri-ciri psikososial (Erikson, 1950), etika (Kohlberg, 1981) ego (Loevinger, 1976), berpikir (Piaget, 1952) dan keterampilan interpersonal (Selman, 1980 dan (Sciarra, 2004). 7

15 Schmidt ( 2008 : 55 ) mengemukakan bahwa dalam bimbingan dan konseling perkembangan menggambarkan kegiatan dan layanan yang dirancang untuk membantu siswa fokus pada pencapaian pengetahuan dan kemampuannya dan untuk mengembangkan tujuan hidup sehat dan memperoleh perilaku untuk mencapai tujuan tersebut. Hide dan Saginak (2012) menyebutkan bahwa Bimbingan dan Konseling Perkembangan adalah suatu model pencegahan komprehensif yang didasarkan pada perencanaan yang baik, kurikulum bimbingan yang sesuai dengan tahap perkembangan yang terintegrasi dengan kurikulum akademik yang ada untuk semua siswa. Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan program yang komprehensif yang memiliki komponen penting dari program instruksional yang menyediakan bantuan untuk semua siswa dan memberikan kesempatan kepada seluruh untuk pengembangan diri secara optimal. Dewasa ini, efektivitas dan efisiensi pembelajaran sedang disorot untuk mencapai tujuan mendidik warga negara yang bertanggung jawab, memiliki akhlak mulia atau karakter dan produktif yang memiliki kesadaran global. lebih dari sebelumnya, program bimbingan konseling komprehensif sangat penting untuk membantu mempersiapkan siswa untuk memenuhi tantangan masa depan. Bimbingan konseling perkembangan merupakan program yang sangat penting untuk pencapaian keunggulan dalam pendidikan untuk semua siswa dan program bimbingan konseling perkembangan mengatur sumber daya untuk memenuhi kebutuhan prioritas siswa. Oeh karena itu perancangan konseling yang berpijak pada perkembangan individu merupakan langkah konkrit yamg mendasar. Program konseling sekolah yang efektif dan bimbingan konseling perkembangan yang komprehensif memberikan kerangka kerja yang mantap untuk memastikan bahwa seluruh siswa dipersiapkan dengan baik untuk memenuhi tuntutan akademik, sosial-emosional dan tantangan karir yang dihadapi oleh mereka, 8

16 serta program tersebut dapat memenuhi standard akademik, menyediakan lingkungan yang aman untuk belajar, mengurangi bahaya dan meningkatkan ketahanan siswa. Berdasar beberapa definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan Konseling Perkembangan adalah suatu proses bantuan yang proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pribadi yang efektif produktif, dan keberfungsiannya di dalam lingkungan melalui interaksi yang sehat dan membantu siswa untuk mempersiapkan masa depan dan memenuhi tantangan di masa depan. Program perkembangan membutuhkan bantuan semua personil sekolah agar dapat mencapai tujuannya, yang diorganisasikan melalui kurikulum bimbingan, para konselor dan guru, secara khusus, harus bekerja erat satu sama lain untuk memberikan bimbingan yang layak dan layanan konseling bagi para siswa. Dalam rangka membangun suatu program bimbingan dan konseling perkembangan yang komprehensif di sekolah, adalah penting untuk mengetahui prinsip dan asumsi dasar di belakang satu pendekatan. Lebih dari itu, adalah sangat menolong untuk memahami bagaimana personil sekolah bekerja sama untuk menerapkan program. Kemudian, perhatian dapat berikan kepada strategi dan ketrampilan yang membuat pekerjaan konselor unik dan bermanfaat. Bimbingan dan Konseling perkembangan berasumsi bahwa secara alami manusia bergerak sebagai individu yang secara positif ke arah self-enhancement. Itu mengenali ada suatu kekuatan di dalam masing-masing dari kita yang membuat kita percaya bahwa kita adalah khusus dan tidak ada seorangpun seperti kita. Hal tersebut mengandung asumsi bahwa potensi individu adalah asset berharga untuk masyarakat dan masa depan manusia. Sifat bawaan yang berupa keunikan dan ekspresi pribadi ini yang masing-masing individu seringkali mengharuskan dikompromikan dengan kekuatan lingkungan. Kekuatan lingkungan dapat saja datang dari individu lainnya, yang sedang mengejar 9

17 tujuan khusus mereka sendiri. Mereka juga datang dari suatu masyarakat yang menghadirkan suatu koleksi sikap, nilai-nilai, dan hukum yang dirancang untuk membantu orang-orang untuk hidup bersama-sama. Kadang-Kadang kekuatan dalam dan kekuatan luar berselisih menghasilkan konflik. Kadang-kadang pribadi tumbuh dan perkembangannya menderita. Pendekatan perkembangan mempertimbangkan sifat alami perkembangan manusia, mencakup tahap-tahap dan tugas-tugas umum yang kebanyakan berupa pengalaman individu seperti kematangan mereka akan dari masa kanak-kanak ke kedewasaan. Itu berpusat pada positif self-concept dan mengakui bahwa selfconcept seseorang dibentuk dan diperbaiki melalui pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut mengenali bahwa perasaan, gagasan, dan perilaku dihubungkan bersama-sama dan mereka pelajari. Bagaimanapun, kondisi-kondisi yang paling diinginkan untuk belajar dan re-learning adalah pertimbangan penting untuk perkembangan. Sasaran akhir adalah untuk membantu para siswa belajar lebih secara efektif dan secara efisien. Suatu syarat program perkembangan adalah bantuan dari semua personil sekolah dalam rangka memenuhi tujuannya, yang diorganisir di sekitar kurikulum. Konselor dan guru-guru, khususnya, harus bekerja dengan akrab bersama-sama untuk menyediakan layanan bimbingan dan konseling untuk para siswa di sekolah. Ada suatu kebutuhan, oleh karena itu, untuk mengidentifikasi peran personil sekolah di dalam program bimbingan dan konseling yang komprehensif dan untuk mengenali bagaimana mereka melengkapi satu sama lain. Lebih lanjut, ada suatu kebutuhan yang secara rinci menggambarkan fungsi pekerjaan dan intervensi dasar dari konselor sekolah, sebagai penanggungjawab program. Zaman sudah berubah dan ada kebutuhan untuk program bimbingan dan konseling yang komprehensif yang meluas dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Sebagai tambahan, ada suatu kebutuhan untuk menyusun kembali kurikulum bimbingan, untuk melatih kembali konselor sekolah dan guru-guru untuk peran baru bimbingan dan konseling, dan untuk menjadi lebih 10

18 dapat dipertanggungjawabkan dalam menemukan kebutuhan perkembangan orang-orang muda. Itu tidak melibatkan suatu revolusi di dalam pendidikan, hanyalah membantu evolusi bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam rangka membangun suatu program bimbingan dan konseling perkembangan, ada beberapa konsep tentang perkembangan manusia untuk diketahui. Seseorang untuk bisa bertindak secara profesional dan kompeten di dalam hubungan dengan orang yang lain memerlukan pengetahuan psikologi, perkembangan manusia, dan ketrampilan konseling. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, maka seseorang tidak terlibat yang terlalu jauh. Peningkatan efisiensi dan efektivitas di dalam pekerjaan, sering mengambil sesuatu di luar intuisi, tiruan, dan kebiasaan. Sukses lebih tergantung atas refleksi yang bijaksana seperti konsep mengapa dan apa yang sedang berusaha kita lakukan dan arah ketika ingin pergi. Sejak istilah developmental menjadi mulai populer dalam bimbingan dan konseling, maka hal tersebut terkait: Pertama, perkembangan manusia adalah suatu set life-long dari fisiologis, psikologis, dan proses sosial yang mulai dari kelahiran sampai kematian. Kedua, perkembangan ini melibatkan suatu interaksi antara apa yang seseorang diberi secara genetik pada kelahiran dan lingkungan yang berbeda di mana orang itu hidup dan tumbuh. Perkembangan manusia adalah suatu perjalanan dari kelahiran sampai mati di mana kepribadian membentang, berubah, dan berubah lagi. Perkembangan adalah suatu istilah yang biasa digunakan ketika membicarakan tentang orang-orang atau perubahan yang tampak dalam beberapa aspek dari individu. Perkembangan dapat terganggu jika faktor tertentu merintangi kecenderungan alami. Sebagai tambahan, sifat alami institusi sosial dan dimensi budaya mempengaruhi proses dan tahap-tahap hidup. C. Ruang Lingkup Layanan Konseling Konseling mengandung hubungan terapiutik antara konselor dengan klien. Dalam hubungan terapiutik, keterlibatan diri konseli 11

19 pada proses konseling merupakan hal yang penting. Layanan konseling mengindikasikan keterlibatan konseli dalam pemecahan masalah dan keterlibatan dalam segala bentuk dan jenis layanan konseling. Tujuan konseling adalah memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Konseling bertujuan untuk mebantu konseli memecahkan masalah, menyesuaikan diri, dan mencapai kesejahteraan serta kebahagian hidup. Ruang lingkup konseling sangat luas dilihat konseli (umur, jenis kelamin, pekerjaan, hobby, latar budaya, dan sebaginya), jenis masalah, lokasi, pendekatan, dan lain sebaginya. Pada layanan bimbingan konseling di sekolah, konseling dapat mencakup 4 pendekatan yaitu: (a) krisis, (b) remidial, (c) preventif, dan (d) pengembangan (Myrick, 1993) Konseling tidak terbatas hanya pada peserta didik di sekolah, tetapi juga menjangkau konseli di luar sekolah atau anggota masyarakat secara umum. Berdasar hal tersebut dapat dikemukakan bahwa konseling dapat dilakukan pada setting sekolah dan setting luar sekolah atau masyarakat. Layanan konseling di sekolah dapat diberikan kepada siswa pendidikan dasar (termasuk peserta didik pada pendidikan anak usia dini) dan menengah, serta mahasiswa di perguruan tinggi, sedang pada setting di luar sekolah dapat ditujukan kepada anak, remaja, orang dewasa dan bahkan kepada para lansia. Konseling pada setting sekolah, layanan konseling dapat membantu masalah konseli yang berhubungan masalah pendidikan, pemilihan studi lanjut, pribadi dan sosial. Masalah yang ditangani melalui layanan konseling pada setting luar sekolah atau di masyarakat dapat berupa masalah yang berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan, perkawinan, kehidupan keluarga dan sebagainya. Konseling dapat juga dilakukan pada setting keluarga dengan masalah antara lain hubungan anak dengan orang tua, 12

20 hubungan dengan anggota keluarga lain, masalah hubungan suami isteri, pekerjaan, dan sebagainya Pengalaman penulis memberikan layanan pada setting sekolah dilaksanakan di beberapa sekolah menengah tingkat pertama dan sekolah menengah tingkat atas. Penulis juga melakukan konseling kepada orang tua siswa pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Kota Magelang dan di Sekolah Dasar. Pada setting luar sekolah, dilaksanakan di dua rumah sakit pemerintah di kota Magelang, Kantor BKKBN, dan Panti Asuhan. Masalah yang dihadapi antara lain bunuh diri (yang gagal) disebabkan pertengakaran suami isteri dan merasa disingkirkan dalam keluarga. Masalah penemuan makna hidup, pendidikan dan karir, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Konseli pada semua setting (baik konseli pada konseling di masyarakat, dalam keluarga dan di sekolah) memiliki kepribadian yang unik dan atau khas, yang berbeda antara individu konseli satu dengan individu konseli lainnya. Pemahaman kepribadian dan dinamikanya akan sangat menentukan model konseling yang diterapkan pada tiap-tiap individu dan menetukan proses serta hasil konseling. Pemahaman kepribadian dan dinamika kepribadian dilakukan melalui analisis kepribadian yang cermat dan akurat. 13

21 BAB II KONSELI DALAM LAYANAN KONSELING A. Pengertian Konseli Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan dari konselor kepada konseli untuk memecahkan masalah, untuk mengadakan penyesuaian diri, dan untuk mencapai kesejahteraan, serta kebahagian hidup. Burks dan Stefflre (1979) mengemukakan bahwa konseling merupakan hubungan profesional antara konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan itu umumnya hubungan antara dua orang, meskipun dapat saja melibatkan lebih dari satu orang. Konseling dirancang untuk membantu klien agar dapat memahami dan memiliki kejelasan tentang pandanganpandangannya dalam kehidupannya, belajar mencapai tujuan yang ditentukannya sendiri melalui proses pemilihan yang bermakna, didasarkan atas informasi yang akurat, dan melalui pemecahan masalah yang bersifat emosional dan interpersonal. Memperhatikan pendapat Burks dan Stefflre di atas tampak bahwa individu yang dibantu oeh konselor adalah klien. Klien dalam konteks layanan konseling adalah individu yang sedang menghadapi masalah baik masalah pribadi maupun sosial yang memerlukan bantuan konselor untuk memecahkannya. Namun dalam konseling, orang yang dibantu dalam memecahkan masalah sebutannya bukan hanya client. Di samping sebutan klien terdapat sebutan lain yaitu konseli. Istilah client digunakan di banyak profesi seperti hukum, pajak, perbankan, dan sebagainya, sehingga client dalam layanan konseling dengan layanan lain tidaklah sama. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 dengan tegas menyatakan bahwa inidividu yang dibantu dalam proses konseling adalah konseli. Berdasar Peraturan pemerintah tersebut maka istilah resmi orang yang dibantu dalam layanan konseling disebut konseli. Dalam praktek konseling sehari-hari penggunaan istilah 14

22 konseli untuk penyebutan individu yang dibantu dalam proses konseling belum dapat dikatakan konsisten karena kenyataannya masih ada yang lebih familier dengan istilah klien. Konseli merupakan individu yang yang dibantu konselor dalam proses konseling. Individu tersebut sedang menghadapi masalah dan oleh Prayitno (2012) sedang mengalami KES-T yaitu individu yang kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu. Melalui layanan konseling diharapkan konseli mampu mengatasi masalah kehidupannya dan pada gilirannya konseli akan mencapai kehidupan efektif sehar-hari (KES-T) sebagaimana dikemukakan Prayitno. B. Kepribadian Konseli Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: persona. Pada mulanya kata persona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya. Kenyataan di masyarakat sering seseorang terkecoh dengan kesan pertama pada awal perjumpaan. Seseorang pada awal perjumpaan tampak hangat, baik hati, suka menolong, menaruh hormat pada orang lain, dan dapat dipercaya, namun setelah pergaulan yang cukup lama barulah di ketahui sifat dan karakteistik orang tersebut yang sangat berbeda atau berlawanan dengan sikap dan perilaku yang ditunjukkan ketika awal jumpa. Gambaran tersebut memperjelas bahwa ketika awal perjumpaan seseorang memakai topeng dengan baik, tetapi pada gilirannya sedikit demi sedikit terbukalah topengnya dan ketahuan sifat kepribadian yang asli. Peterpen, salah satu Groupband yang terkenal pada masanya dengan lugas menyanyikan lagu bukalah topengmu dan lagu tersebut memudahkan kita memahami kepribadian. Menurut John Locke (Danusastro, 1986) merupakan suatu pikiran dan kecerdasan yang memiliki pertimbangan dan refleksi 15

23 serta membentuk diri sebagai self. Pendapat John Locke tersebut dikemukakan sebelum kajian dan pengembangan psikologi sebagai ilmu modern. Burgess menjelaskan bahwa kepribadian adalah integrasi dari seluruh sifat yang menentukan peran dan status orang tersebut dalam masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh MacCurdy dan pendapat ini mengarah pada pola tingkah laku seseorang yang khas sifatnya. MacCurdy (Danusastro, 1986) mengemukakan bahwa kepribadian adalah integrasi pola-pola atau minat yang memberi kecenderungan khas individu untuk berperilaku. Pengertian kepribadian yang banyak diterima ahli dikemukakan oleh Allport. Allport mengemukakan pengertian kepribadian setelah menkaji lebih dari lima puluh pengertian kepribadian. Menurut Allport (Hall dan Lindzey d, 1978) personality is the dinamic organization within the individual of tose psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment. Keperibadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan persoalanpersoalan yang dihadapi seseorang. C. Kebutuhan Analisis Kepribadian Konseli dalam Konseling Intervensi dalam konseling tidak dapat dilakukan begitu saja, ketika konseli datang berkonsultasi kepada konselor dan menyampaikan apa masalah yang dihadapinya maka konselor tidak dapat langsung melakukan tindakan konseling. Jika hal itu terjadi maka konseling tidak efektif dan tujuan konseling tidak akan tercapai. Oleh karen itu, Konselor harus mengkaji latar belakang masalah, apa masalah yang sesungguhnya dihadapi, potensi yang 16

24 dimiliki termasuk sifat kepribadian, dan bagaimana dinamika psikologisnya. Informasi yang akurat mengenai kepribadian konseli berikut dinamika kepribadiannya akan sangat bermakna dalam proses konseling. Analisis kepribadian konseli berikut dinamikanya memberikan informasi yang sangat dibutuhkan untuk keberhasilan layanan konseling. Berdasar hal tersebut maka konselor perlu terlebih dahulu melakukan analisis kepribadian konseli dan dinamikanya secara mendalam dan cermat sehingga informasi yang diperoleh benar-benar akurat dan memberikan dasar yang kuat bagi pelaksanaan konseling. Ilustrasi peristiwa nyata berikut ini memberi gambaran tentang perlunya analisis kepribadian konseli dan dinamika keperibadiannya. Seorang laki-laki tengah baya dan berstatus aparatur sipil negara datang berkonsultasi dengan di antar temannya. Pada awal kedatangan pada suatu siang dan diterima di kursi sudut, dia mengambil jarak dengan konselor, dan diantara konselor dan konseli duduklah teman yang mengantar (pengantar tersebut sangat dikenal oleh konselor). Konseli mengenakan jaket tebal di siang hari, menunjukkan seperti orang kedinginan, dan dengan wajah yang ditekuk. Konseli pernah dirawat inap di sebuah Rumah Sakit, dan setelah di rawat selama hampir satu bulan secara fisik konseli dinyatakan sehat tetapi yang bersangkutan masih merasakan sakit. Setelah dilakukan analisis kepribadian dan dinamika kepribadiannya ternyata pasien mengalami reaksi somatisasi dan depresi. Konseli mengalami masalah dalam hubungannya dengan atasan dan tertekan setiap hari. Konseli selalu berusaha menghindar tetapi masalah makin besar. Berdasar analisis tersebut dirancang suatu model konseling yang sesuai dengan kedaan konseli. Berdasar uraian di atas, tampak jelas bahwa pemahaman kepribadian beserta dinamika kepribadian konseli sangat diperlukan konselor baik konselor di sekolah maupun di masyarakat sebelum memberikan intervensi konseling dengan menggunakan suatu model konseling tertentu. Pemahaman kepribadian dan dinamika 17

25 kepribadian konseli dapat dilakukan dengan menggunakan teori kepribadian tertentu dan bahkan dapat dengan menggunakan kombinasi beberapa teori kepribadian. Informasi yang akurat hasil analisis kepribadian konseli sangat berguna bagi konselor untuk merancang konseling bagi konseli, sehingga bantuan konseling menjadi efektif dan efisien. 18

26 BAB III ANALISIS KERPIBADIAN BERDASAR PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud merupakan salah dari teori kepribadian yang sangat populer di seluruh penjuru dunia dan dijadikan referensi di berbagai disiplin ilmu serta berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, politik, psikologi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya dan tentu saja termasuk dalam bidang psikologi dan bimbingan konseling. Dalam bidang konseling, teori psikoanalisis dapat digunakan untuk menganalisis kepribadian konseli berikut dinamikanya. Penggunaan teori psikoanalisis untuk analisis kepribadian konseli dan dinamika kepribadiannya harus terlebih dahulu menguasai teori psikoanalisis. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini akan diuraikan secara singkat riwayat dan konssep utama psikoanalisis dari Freud, sebelum menggunakannya untuk analisis kepribadian. A. Riwayat Singkat Sigmund Freud Sigmund Freud dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1956 dan meninggal di London pada tanggal 23 September Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria. Freud sebagai anak muda bercita-cita ingin menjadi ahli ilmu pengetahuan dan dengan keinginan itu pada tahun 1873 masuk fakultas kedokteran Universitas Wina, dan tamat pada tahun Sebenarnya Freud tidak bermaksud melakukan praktek sebagai dokter, tetapi karena keadaan memaksa (kurangnya fasilitas bagi orang-orang Yahudi, makin besarnya tanggungan keluarga) maka dia lalu melakukan praktek. Di dalam praktik ini ternyata ia mendapat kepuasan karena mendapat kesempatan untuk melakukan research dan menulis, sehingga jiwa penyelidiknya tidak tertekan. 19

27 Perhatian khusus Freud terhadap neurologi mendorongnya mengadakan spesialisasi dalam bidang perawatan orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Untuk mempertinggi kecakapannya, Freud belajar selama satu tahun kepada seorang ahli penyakit jiwa Perancis yaitu: Jean Charco. Dalam merawat pasien-pasiennya Charco mempergunakan metode hipnosis. Freud mencoba pula metode hipnosis ini, tetapi dia tidak puas akan hasilnya, karena itu ketika mendengar bahwa Joseph Breuer, seorang dokter di Wina maka Freud menemuinya untuk mendakan pendekatan. Breuer mempergunakan metode lain, yaitu dengan mengajak pasien berbicara dan ternyata berhasil, maka Freud lalu mencobanya dan ternyata berhasil, hasilnya lebih memuaskan. Breuer dan Freud bersama-sama menulis tentang histeria yang disembuhkan dengan percakapan itu (Studien Ueber Hysterie, 1985). Namun, kedua ahli tersebut bertentangan pendapat mengenai pentingnya faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual merupakan sebab histeria, sedangkan Breuer dalam hal ini berpandaangan lain. Sejak berpisah dengan Breuer, Freud menempuh jalannya sendiri dan mengemukakan gagasan-gagasannya yang akhirnya merupakan dasar dari teori psikoanalisis dan memuncak dengan terbitnya karya utamanya yang pertama: Traumadeutung (Tabir mimpi, The Inerpretation of Dream, 1900). Buku-buku serta tulisan-tulisan Freud lainnya segera membuat pandangannya menjadi pusat perhatian para ahli di seluruh dunia, dan tidak lama kemudia Freud diikuti oleh banyak ahli dari berbagai negara, antara lain Ernest Jones dari Inggris, Carl Gustav Jung dari Zurich, A.A Brill dari New York, Sandor Jerenzi dari Budapest, Karl Abraham dari Berlin dan Alfred Adler dari Wina. Dua orang di antara murid-muridnya itu kemudian memisahkan diri karena pandangan yang berbeda; mereka ialah Alfred Adler dan C.G Jung. B. Kepribadian Menurut Psikoanalisis Freud Teori Psikoanalisis klasik Freud dapat disarikan dalam tiga garis besar, yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian. Secara berturut intisari teori Freud adalah sebagai berikut: 20

28 1. Struktur kepribadian Kepribadian tersusun dari tiga sistem pokok, yakni: Id, Ego, dan Superego. Meskipin masing-masing bagian dari kepribadian tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanismenya sendiri, namun ketiganya berinteraksi erat satu dengan lainnya sehingga sukar (tidak mungkin) untuk memisahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi di antara ketiga sistem tersebut. Secara singkat Id, Ego dan Superego tersebut adalah sebagai berikut: a. Unsur sistem Id dalam kepribadian Id merupakan sistem kepribadian yang asli; Id merupakan rahim tempat Ego dan Superego berkembang. Id merupakan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk instinginsting. Id merupakan reservoir energi dan menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah yang menjadi sumber Id mendapatkan energinya. Freud juga menyebut Id kenyataan yang sebenarnya, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip reduksi tegangan yang merupakan ciri kerja Id ini disebut pleasure principle. Untuk melaksanakan tugas menghindari rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan, Id memiliki dua proses. Kedua proses tersebut adalah tindakan refleks dan proses 21

29 primer. Tindakan refleks adalah reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip; tindakan refleks itu biasanya segera mereduksi ketegangan. Organisme dilengkapi dengan sejumlah refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relatif sederhana. Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia berusaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut. Misal: proses primer menyediakan khayalan tentang makanan kepada orang yang lapar. Pengalaman halusinatorik di mana objek-objek yang diinginkan ini hadir dalam bentuk gambaran ingatan disebut wishfulfillment. Proses primer sendiri tidak akan mampu mereduksi tegangan. Orang yang lapar tidak dapat memakan khayalan tentang makan. Karena itu proses psikologis baru atau sekunder berkembang, dan apabila hal ini terjadi maka struktur sistem kedua kepribadian, yaitu ego, mulai terbentuk. b. Sub sistem Ego dalam kepribadian Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar. Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini, maka perlu mengubah gambaran persepsi, yang terlaksana dengan menghadirkan makan di lingkungan. Perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanya mengenal kenyataan subjektif jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar. 22

30 Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan, dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Untuk sementara prinsip kenyataan menunda prinsip kenikmatan, meskipun prinsip kenikmatan akhirnya terpenuhi ketika objek yang dibutuhkan ditemukan dan dengan demikian tegangan direduksi. Prinsip sekunder adalah berpikir realistik. Dengan proses sekunder, Ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji renacana ini, biasanya melalui sutau tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Orang yang lapar berpikir di mana ia dapat menemukan makanan dan kemudian pergi ke tempat itu. Ini disebut reality testing. Untuk melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual; proses-proses jiwa ini dipakai untuk melayani proses sekunder. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segisegi lingkungan ke mana ia akan memberikan respon, dan meutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsifungsi eksekutif yang sangat penting ini, Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini bukanlah tugas yang mudah dan sering menimbulkan tegangan berat pada Ego. Ego merupakan bagian dari Id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan Id dan bukan untuk mengecewakannya dan seluruh dayanya berasal dari Id. Ego tidak terpisah dari Id dan tidak pernah bebas sama sekali dari Id. Peranan utamanya adalah menengahi kebutuhan-kebutuhan instingtif dari organisme dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan sekitar. 23

31 c. Sub sistem Superego dalam kepribadian Superego adalah perwujudan internal dari nialinilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak, dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah-hadiah dan hukumanhukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian; ia mencerminkan yang ideal dan bukan yang nyata; dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat. Superego sebagai wasit tingkah laku yang diinternalisasikan berkembang dengan memberikan respon terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan orang tua. Untuk memperoleh hadiah dan menghindari hukuman, anak belajar mengarahkan tingkah lakunya menurut garis-garis yang diletakkan orang tuanya. Apapun juga yang meraka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya akan cenderung untuk menjadi concience (suara hatinya), yang merupakan salah satu dari dua subsistem Superego. Apapun juga yang mereka setujui dan menghadiahi anak karena melakukannya, akan cenderung menjadi ego-ideal anak, subsistem lain dari Superego. Mekanisme yang menyebabkan penyatuan tersebut disebut introyeksi. Anak menerima atau mengintroyeksikan norma-norma moral dari orang tua. Suara hati menghukum orang dengan membuatnya salah, ego-ideal menghadiahi orang dengan membuatnya bangga. Dengan terbentuknya superego ini maka kontrol diri menggantikan kontrol orang tua. Fungsi pokok Superego adalah (1) merintangi impulsimpuls Id, teruama impuls-impuls seksual dan agresif, karena impuls-impuls inilah yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat, (2) mendorong ego untuk 24

32 mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralisitis, (3) mengejar kesempurnaan. C. Dinamika Kepribadian Freud sangat terpengaruh oleh filsafat diterminisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad XIX dan menganggap organisme manusia sebagai suatu sistem energi kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya, dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, mengamati, berpikir, dan mengingat. Freud tidak melihat alasan untuk menganggap bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau pencernaan adalah berbeda dari energi yang dkeluarkan untuk berpikir dan mengingat, kecuali dalam hal bentuknya. Freud yakin bahwa adalah sangat sah menyebut bentuk energi ini energi psikis. Menurut doktrin penyimpanan energi, energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh sistem kosmis; berdasarkan pemikiran ini maka energi psikis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan demikian juga sebaliknya. Titik hubungan atau jembatan antara energi tubuh dan energi kepribadian adalah Id beserta insting-instingnya. 1. Insting Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Jadi dalam keadaan lapar dapat digambarkan secara fisiologis sebagai keadaan kekurangan makan pada jaringan-jaringan tubuh, sedangkan secara psikologis duwujudkan dalam bentuk hasrat akan makanan. Hasrat itu berfungsi sebagai motif bagi tingkah laku. Orang yang lapar mencari makanan. Karena itu insting-insting dilihat sebagai faktor-faktor pendorong kepribadian. Mereka tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan ditempuh tingkah laku. Insting menjalankan kontrol 25

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI Pendekatan Psikoanalisa Tokoh : Sigmund Freud Lahir di Moravia, 6 Mei 1856. Wafat di London, 23 September 1939 Buku : The Interpretation of Dreams (1900) Tokoh

Lebih terperinci

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada.

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. PSIKOANALISIS Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. Obyek psikologi adalah kesadaran orang normal. Tugas

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

UNESA, GROWING WITH CHARACTER BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNESA, GROWING WITH CHARACTER BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teori Gestalt telah berkembang sejak sekitar abad Ke 19. Dimulai dengan Gestalt I, kemudian berkembang terus hingga menuju ke Gestalt II. Gestalt II ini kemudian memunculkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan realitas sosial (semua menyangkut aspek kehidupan manusia) yang

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan realitas sosial (semua menyangkut aspek kehidupan manusia) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya, perhatian besar terhadap masalah manusia dan kemanusiaan serta

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Modul ke: Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pandangan Dasar Manusia Pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Gangguan Kepribadian. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Gangguan Kepribadian. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Gangguan Kepribadian Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id A. Defenisi Kepribadian Kata kepribadian (personality) sesungguhnya

Lebih terperinci

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI Subtitle MENGAPA INDIVIDU BERPERILAKU AGRESIF? PENDEKATAN-PENDEKATAN BIOLOGIS PSIKODINAMIKA BEHAVIOR HUMANISTIK KOGNITIF Memandang perilaku dari sudut pandang pemfungsian

Lebih terperinci

Produksi Iklan Multimedia dan Interaktif

Produksi Iklan Multimedia dan Interaktif Modul ke: Produksi Iklan Multimedia dan Interaktif Teori Kepribadian Freud Teori Neo Freud Gaya Hidup Fakultas ILMU KOMUNIKASI Dudi Hartono, S. Komp, M. Ikom Program Studi MARCOMM & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (precon scious), dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan adalah suatu proses sadar tujuan, artinya bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Psychoanalysis Therapy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Manusia dalam Pandangan Carl G. Jung

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh AMIN BUDIAMIN JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI Penilaian kinerja bagian dari penilaian alternatif. Berkembang tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam dunia pendidikan, karena tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk mengembangkan diri secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA :

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : 081-5687-1604 NB : Materi ini telah TIM RDRM persentasikan di Dinas Kesehatan Kota Semarang 2017 About Me Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK 913 Kaedah Terapi Minggu 2

SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK 913 Kaedah Terapi Minggu 2 SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 913 Kaedah Terapi Minggu 2 Pensyarah: Ustazah Dr Nek Mah Bte Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh & Sains Teknologi (UTM) Sinopsis: Kursus ini akan membincangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat berpotensi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bakat dan minat, karena masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong atau merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) Standar Guru Penjas Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Sosial 4. Kompetensi Profesional Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM KETRAMPILAN EMPATI SEBAGAI USAHA PENGUATAN KARAKTER SISWA Eny Kusumawati Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap (Attitude) 2.1.1 Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan tersebut,

Lebih terperinci

UPAYA GURU PEMBIMBING UNTUK MENCEGAH PERILAKU SISWA MENYIMPANG

UPAYA GURU PEMBIMBING UNTUK MENCEGAH PERILAKU SISWA MENYIMPANG UPAYA GURU PEMBIMBING UNTUK MENCEGAH PERILAKU SISWA MENYIMPANG SRI WAHYUNI ADININGTIYAS Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam Akhir-akhir ini di sekolah sering ditemui siswa

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan optimal. 1

BAB I PENDAHULUAN. lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, Mortensen dan Schmuller mengemukakan adanya tiga komponen tugas yang saling terkait, hendaknya secara lengkap

Lebih terperinci

Kepribadian dan Perilaku Konsumen

Kepribadian dan Perilaku Konsumen Kepribadian dan Perilaku Konsumen Definisi Kepribadian adalah ciri-ciri kejiwaan dalam diri yang menentukan dan mencerminkan bagaimana seseorang berespon terhadap lingkungannya Kepribadian cenderung mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA (Studi Situs SMK 1 Blora) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH: DRA. WIRDA HANIM M.PSI

PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH: DRA. WIRDA HANIM M.PSI PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH: DRA. WIRDA HANIM M.PSI PARADIGMA BIMBINGAN DAN KONSELING Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan dan konseling komprehensif pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Definisi dan Manfaat Psikologi Komunikasi Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z Karakteristik manusia komunikan Rahmawati Z Kenalilah Dirimu. Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Sebagai psikolog, kita memandang komunikasi justru pada perilaku manusia komunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci