STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA, BOGOR FATWI ZANDOS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA, BOGOR FATWI ZANDOS"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA, BOGOR FATWI ZANDOS SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua, Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Fatwi Zandos NRP. P

3 ABSTRACT FATWI ZANDOS. Strategy for Small Dairy Farms Development in Cisarua, Bogor. Under supervision of AKHMAD ARIF AMIN and YULI RETNANI. Dairy farms in Indonesia have a good prospect to be developed because more than 70% of national consumers needs are fulfilled from imports. Bogor regency has opportunity to take part in dairy industries by improving dairy farms development in some regions, one of these is Cisarua. This theses describes the sustainable development strategy of small dairy farms in Cisarua. The research was conducted during December 2010 and March 2011 in Cisarua, Bogor, West Java. The informations were collected through indivial interviewed with 28 dairy farmer households and some key informans. The data were analized and presented descriptively. Results showed that the following are possibly happen in development of small dairy farms in Cisarua: (1) decreasing natural fodder carrying capacity which is currently in very critical condition with 0.78 Carrying Capacity Index, (2) increasing of organic pollution in Kali Citeko Bawah, current value of COD (194.2 mg/l) and BOD (86.2 mg/l) are already above the quality standards stated in Government Regulation of Republic of Indonesia Number 82, Year 2001 on air quality management and water pollution control, (3) waste from dairy farms can potentially trigger a social conflict, and (4) farmers do not have any bargaining power in milk selling-price as due to high dependence to Milk Processing Industry. Based on analysis of current conditions in dairy farms and expert opinion, there are several targets to be achieved in order to improve dairy farms development in Cisarua i.e. (1) increase farmers income; (2) create employment oppurtunities; (3) optimize natural resource potential; (4) increase local economic growth; (5) to raise public nutrition level; (6) to create zero waste dairy farms and; (7) make dairy cattle as an icon of Cisarua. Analytical Hierarchy Process (AHP) on experts choice showed that improvement in quality and quantity of milk/product (0.244), extension in capital access (0.208) and increase human resources quality (0.196) were the major strategies to achieve the targets of sustainable dairy farms in Cisarua, Bogor. Key words: dairy farm, development, strategy, sustainable

4 RINGKASAN FATWI ZANDOS. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Bogor. Dibimbing oleh AKHMAD ARIF AMIN dan YULI RETNANI. Peternakan sapi perah di Indonesia memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan mengingat lebih dari 70% kebutuhan nasional masih diperoleh dari impor. Kabupaten Bogor memiliki peluang untuk mengambil bagian dalam industri persusuan dengan meningkatkan pengembangan peternakan sapi perah rakyat di daerah sentra peternakan sapi perah, salah satunya di Cisarua. Pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Cisarua perlu memperhatikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua terkendala pada terbatasnya kepemilikan lahan oleh peternak, tekanan perubahan tata guna lahan dan tingginya potensi pencemaran organik. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kondisi terkini peternakan sapi perah rakyat di Cisarua, (2) mengetahui kondisi yang terkait dengan keberlanjutan peternakan sapi perah di Cisarua dan (3) merumuskan strategi pengembangan peternakan yang berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan di Cisarua dari Desember 2010 sampai Maret Pengambilan responden peternak sebanyak 28 orang dilakukan secara Stratified Random Sampling dan responden pakar sebanyak 10 orang dilakukan secara Purpossive Sampling. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan responden, observasi lapang dan dokumentasi terhadap pustaka terkait. Selanjutnya data dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternakan di Cisarua umumnya (82%) diusahakan dalam skala kecil dengan jumlah kepemilikan 1-5 ekor. Sapi perah yang dipelihara memiliki produksi rata-rata 11 liter/ekor/hari. Peternakan sapi perah merupakan usaha pokok peternak (95%) yang sebagian besar (67,86%) dijalankan oleh peternak usia tahun dengan tingkat pendidikan mayoritas (57%) sekolah dasar. Peternakan di Cisarua didukung oleh empat kelembagaan kelompok dan satu koperasi yang khusus menangani komoditas sapi perah. Pengembangan peternakan sapi perah di masa yang akan datang perlu memperhatikan keberlanjutan dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Beberapa kondisi yang perlu diantisipasi dalam pengembangan peternakan sapi perah di Cisarua adalah: (1) semakin menurunnya daya dukung pakan alami yang saat ini berada dalam kondisi sangat kritis dengan Indeks Daya Dukung sebesar 0,78; (2) semakin tingginya pencemaran organik pada Kali Citeko Bawah yang saat ini nilai COD (194,2 mg/l) dan BOD (86,2 mg/l) telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, (3) limbah peternakan yang dihasilkan berpotensi memicu konflik di masyarakat, dan (4) ketergantungan peternak yang besar terhadap Industri Pengolah Susu mengakibatkan peternak tidak memiliki posisi tawar dalam menetapkan harga jual susu. Berdasarkan kondisi yang ada dan diskusi dengan para pakar, terdapat beberapa sasaran yang perlu dicapai dalam pengembangan peternakan sapi perah berkelanjutan di Cisarua yaitu: (1) terciptanya peternakan yang zero waste, (2) terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam, (3) meningkatnya lapangan pekerjaan, (4) meningkatnya status gizi masyarakat, (5) menjadikan sapi perah sebagai icon daerah, (6) meningkatnya pendapatan peternak dan (7) meningkatnya perekonomian daerah. Berdasarkan hasil AHP diperoleh bahwa

5 peningkatan kualitas dan kuantitas produk/susu (0,244), perluasan akses peternak terhadap permodalan (0,208) dan peningkatan kualitas SDM peternak (0,196) merupakan strategi prioritas para stakeholder untuk mewujudkan sasaran yang ingin dicapai Kata kunci: peternakan sapi perah, pengembangan, strategi, berkelanjutan

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA, BOGOR FATWI ZANDOS Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr

9 Judul Tesis Nama NRP : Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua, Bogor : Fatwi Zandos : P Disetujui, Komisi Pembimbing Dr.drh. Akhmad Arif Amin Ketua Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S NIP Dr. Ir. Dahrul Syah NIP Tanggal Ujian: 13 Juli 2011 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-nya sehingga Tesis yang berjudul Strategi Pengembangan PeternakanSapi Perah di Kecamatan Cisarua, Bogor ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor dan Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor atas kesempatan dan izin yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan program magister di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada segenap pihak yang telah banyak membantu selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini, diantaranya: 1) Dr. drh. Akhmad Arif Amin dan Dr. Ir. Yuli Retnani, M. Sc selaku Komisi Pembimbing atas arahannya selama penelitian dan penulisan tesis, 2) Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr selaku Penguji Ujian Sidang Tugas Akhir atas segala koreksi dan masukannya untuk karya tulis ini, 3) Eko Hariyanto, Amd yang telah banyak membantu penulis selama pengambilan data di Cisarua, 4) segenap karyawan dan karyawati Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas pelayanan yang diberikan dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini, 5) keluarga besar PSL 2009 atas kebersamaan dan bantuannya dalam penyempurnaan tulisan ini, dan 6) istriku tercinta Yesi Noverine yang selalu memberikan dorongan semangat dan doa untuk penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan peternakan di Kabupaten Bogor, khususnya pengembangan peternakan sapi perah di Cisarua. Bogor, Juli 2011 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Payakumbuh, 21 Januari Penulis adalah anak kedelapan dari sepuluh bersaudara pasangan H. Ali Syarkawi dan Hj. Darusni. Pendidikan dasar di SDN Mekarjaya 10 Depok diselesaikan pada tahun 1993 dan pendidikan di SMPN Limbanang diselesaikan pada tahun Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Suliki Gunung Mas dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan IPB (lulus tahun 2004). Penulis bekerja pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor ( ). Pada tahun 2009, penulis memperoleh kesempatan dari Pemerintah Kabupaten Bogor untuk melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam, Sekolah Pascasarjana IPB dan tercatat sebagai pelaksana di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor (2009-sekarang).

12 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Perah Peruntukan Ruang Kawasan Puncak Bogor Pengelolaan Lingkungan Hidup Peternakan Berkelanjutan Analisis Strategi Pengembangan Peternakan III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Jenis dan Sumber Data Rancangan Penelitian Teknik Penentuan Sampel Teknik Pengumpulan Data Variabel yang Diamati Analisis Data Analisis Kondisi Terkini Peternakan Sapi Perah Rakyat Analisis Kondisi Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Analisis Kondisi Sumberdaya Lahan dan Air Analisis Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah xii

13 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Keadaan Umum Usaha Peternakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Terkini Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cisarua Kondisi Usaha Peternakan Kondisi Peternak Sapi Perah Kondisi Kelembagaan Peternak Kondisi Keberlanjutan Usaha Peternak Sapi Perah Rakyat Keberlanjutan dari Dimensi Ekologi Keberlanjutan dari Dimensi Sosial Keberlanjutan dari Dimensi Ekonomi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Responden Pakar yang Diwawancarai dalam Penelitian Tabel 2. Skala Banding Secara Berpasangan Tabel 3. Nilai Random Indeks Tabel 4. Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Cisarua Tabel 5. Jumlah Penduduk Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Cisarua Tabel 6. Jumlah Penduduk di Kec. Cisarua Berdasarkan Kelompok Umur Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Cisarua Tahun Tabel 9. Struktur Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Tabel 10. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah Rakyat di Cisarua Tabel 11. Produksi Susu Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Induk Tabel 12. Kepemilikan Biogas Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Induk Tabel 13. Kapasitas Kandang Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Ternak Tabel 14. Kelompok Umur Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Tabel 15. Keragaan Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Tabel 16. Penghasilan Bersih Peternak dari Penjualan Susu Tabel 17. Kelompok Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Tabel 18. Peruntukkan Ruang Masing-masing Desa di Kecamatan Cisarua Tabel 19. Pengaturan Usaha Ternak Besar pada Masing-masing Peruntukkan Ruang Tabel 20. Potensi Sumber HMT Alami di Kecamatan Cisarua Tabel 21. Potensi Sumber Pakan dari Limbah Tanaman Pangan Tabel 22. Poulasi Ternak Ruminansia di Kecamatan Cisarua dalam ST Tabel 23. Hasil Analisis Kualitas Air Kali Citeko Bawah Tabel 24. Harga Beli Susu Segar PT. Cimory Tabel 25. Aspek dan Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan Tabel 26. Prioritas Global Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kawasan Puncak xiv

15 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian... 3 Gambar 2. Alternatif Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Peta Peruntukan Ruang Kecamatan Cisarua Lampiran 2. Kuesioner untuk Responden Peternak Lampiran 3. Kuesioner untuk Responden Pakar xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya diusahakan oleh peternak rakyat dengan skala yang relatif kecil dengan jumlah kepemilikan 2-3 ekor/kk (kepala keluarga). Usaha peternakan sapi perah seperti ini belum sepenuhnya dapat diandalkan sebagai mata pencarian utama. Kendati demikian, usaha peternakan berskala kecil ini dirasakan cukup memberikan tambahan penghasilan bagi peternak. Beberapa keuntungan usaha peternakan sapi perah dibandingkan dengan usaha peternakan hewan lainnya adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual jika jantan atau betina yang dapat menghasilkan susu (Sudono, et al, 2003). Peningkatan produksi susu sapi perah perlu dilakukan karena peluang pasar di dalam negeri sangat terbuka lebar mengingat sekitar 70% kebutuhan susu nasional masih diperoleh dari impor dengan volume impor pada tahun 2008 sebesar ,8 ton. Saat ini populasi sapi perah di Indonesia berjumlah sekitar ekor yang terkonsentrasi di Propinsi Jawa Timur (45,6%), Jawa Tengah (27,7%), Jawa Barat (23,5%) dan sisanya tersebar di propinsi lain (Ditjennak, 2009). Kabupaten Bogor dapat berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan susu nasional melalui pengembangan usaha peternakan sapi perah. Beberapa wilayah di Kabupaten Bogor memiliki agroklimat dan perilaku sosial budaya yang sesuai untuk peternakan sapi perah, salah satu diantaranya adalah Kecamatan Cisarua yang terletak pada ketinggian antara m dpl dengan suhu berkisar antara 17,85 o -23,91 o C (rata-rata 20 o C). Kecamatan ini pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 19,64% dari ekor populasi sapi perah di Kabupaten Bogor (Disnakkan, 2009). Selain kesesuaian agroklimat, daerah Cisarua ini termasuk dalam daerah kawasan wisata Puncak yang akan memberi potensi peluang pasar yang cukup besar apalagi didukung oleh keberadaan PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory) sebagai Industri Pengolah Susu (IPS) yang menampung produk susu yang dihasilkan oleh peternakan sapi perah rakyat di kawasan Puncak. Sedangkan untuk kebutuhan sapronak, para 1

18 peternak memperoleh pasokan dari KUD Giri Tani yang kerjasamanya sudah terjalin sejak lama. Hasil peternakan yang maksimal dapat dicapai dengan menerapkan sejumlah program yang terintegrasi, mulai dari kebutuhan input (pakan, straw semen, obat-obatan, dll.), penerapan good farming practice, pengolahan produk, hingga pemasaran. Apabila semua kegiatan usaha sapi perah dari hulu sampai hilir, baik yang off farm, on farm dan non-farm berada di Kabupaten Bogor maka usaha sapi perah akan menjadi industri yang dapat memberikan banyak manfaat untuk Kabupaten Bogor, yakni perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan peningkatan perekonomian daerah. 1.2 Kerangka Pemikiran Melihat besarnya potensi yang dimiliki serta didukung oleh Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan maka sudah selayaknya dilakukan pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Sebagai salah satu dari 16 komoditas unggulan pertanian yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, maka pengembangan ternak sapi perah ini perlu digarap dengan serius. Pengembangan peternakan sapi perah perlu dilakukan dengan mengelola komponen input dan output dari peternakan secara terintegrasi dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi agar keberlanjutannya tetap terjaga. Aspek ekologi ditekankan pada daya dukung sumberdaya lahan dan air serta pengendalian terhadap limbah peternakan yang dilepas ke lingkungan. Aspek sosial ditekankan pada dampak sosial yang ditimbulkan dari keberadaan peternakan terhadap masyarakat, sedangkan aspek ekonomi ditekankan kepada kemampuan peternakan rakyat yang mampu memberikan manfaat ekonomi sebesar-besarnya bagi peternak dalam bentuk peningkatan pendapatan. Hasil analisis terhadap kondisi peternakan terkini yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat yang terjadi akan dijadikan landasan untuk menentukan strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan di masa depan. Gambar 1 memperlihatkan kerangka pemikiran dari penelitian ini secara skematik. 2

19 Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat Input Output Kondisi Terkini Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Kebijakan Pemerintah Kondisi Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Perilaku Masyarakat Dimensi Ekologi Dimensi Sosial Dimensi Ekonomi Umpan Balik Alternatif Strategi Pengembangan Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian 1.3 Perumusan Masalah Pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengimplementasikan Kebijakan Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan. Pengembangan peternakan sapi perah rakyat ini dilakukan melalui pendekatan partisipatif dengan tujuan untuk menghasilkan peternak yang mandiri dan berdaya secara ekonomi di masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk keperluan itu perlu dilakukan analisis pengembangan peternakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan. 3

20 Kendala pengembangan peternakan sapi perah, khususnya di Kecamatan Cisarua adalah: (1) terbatasnya kepemilikan lahan yang dimiliki peternak, (2) tingginya tekanan dari perubahan tata guna lahan dan (3) potensi pencemaran organik yang tinggi. Pengembangan peternakan sapi perah rakyat di masa yang akan datang perlu memperhitungkan dampak ekologi, sosial dan ekonomi yang mungkin timbul. Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu diketahui: 1. Kondisi peternakan sapi perah rakyat yang ada saat ini di Kecamatan Cisarua. 2. Kondisi yang terkait dengan keberlanjutan usaha peternakan sapi perah rakyat. 3. Strategi pengembangan ternak sapi perah yang berkelanjutan di Kecamatan Cisarua. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Menghimpun informasi mengenai kondisi peternakan sapi perah rakyat yang ada saat ini di Kecamatan Cisarua. 2. Mengidentifikasi kondisi-kondisi yang terkait dengan keberlanjutan usaha peternakan sapi perah rakyat. 3. Merumuskan strategi pengembangan usaha peternakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan di masa yang akan datang. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi peternak, pengambil kebijakan, maupun stakeholder lain yang berkepentingan dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor, khususnya di Kecamatan Cisarua. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bahan informasi mengenai kondisi peternakan sapi perah rakyat di Cisarua.. 2. Arahan bagi pengambil kebijakan yang terkait dalam pengembangan peternakan sapi perah. 3. Bahan umpan balik bagi perencana pembangunan di Kabupaten Bogor terhadap pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua. 4

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu sejak pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey dari Australia yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sapi perah pada masa itu umumnya dikelola dalam bentuk perusahaan, yaitu pemeliharaan sapi perah yang bertujuan untuk menghasilkan susu yang selanjutnya dijual kepada konsumen. Konsumen susu pada saat itu umumnya orang-orang Eropa atau orang asing lainnya karena orang-orang Indonesia belum suka minum susu (Sudono et al, 2003). Berdasarkan pola pemeliharaannya, usaha ternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil dan peternak komersil. Saat ini peternakan sapi perah di Indonesia mayoritas diusahakan oleh peternakan rakyat. Menurut SK Menteri Pertanian Nomor 404 Tahun 2002 dijelaskan bahwa usaha peternakan rakyat adalah usaha peternakan sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang tidak memerlukan ijin usaha dari instansi atau pejabat berwenang. Batasan peternakan rakyat untuk usaha sapi perah adalah kepemilikan sapi laktasi kurang dari 10 ekor atau memiliki jumlah keseluruhan sapi kurang dari 20 ekor sapi perah campuran (Sudono et al, 2003). Penyebaran sapi perah di Indonesia tidak merata sejalan dengan karakteristik wilayah dan permintaan susu di daerah tersebut. Menurut Suhartini (2001), usaha pemeliharaan sapi perah memerlukan persyaratan tertentu seperti faktor biologis yang membutuhkan kondisi lingkungan tertentu, dukungan sarana dan prasarana, terutama adanya pasar baik industri pengolah susu maupun konsumen langsung. Menurut Baqa (2003), perkembangan produksi susu di Indonesia berjalan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu (1) iklim tropis yang kurang sesuai dengan pengembangan komoditas susu; (2) masih rendahnya skala usaha pemilikan sapi oleh peternak, dimana rata-rata hanya 2-4 ekor; (3) kondisi kesehatan ternak serta kualitas genetik ternak yang rendah; (4) manajemen usaha ternak yang masih rendah dikarenakan kualitas sumberdaya manusia peternak yang juga rendah; (5) kesulitan bahan pakan ternak berkualitas; (6) masih kurangnya tenaga ahli yang membantu peternakan rakyat; 5

22 (7) masih rendahnya kualitas susu yang dihasilkan; (8) kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai, yang juga berpengaruh pada tingginya biaya transportasi; dan (9) masalah dalam pemasaran susu yang dihasilkan, dimana tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah dan juga tingginya persaingan dengan susu impor. 2.2 Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Perah Hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB tahun 1990 menetapkan bahwa area pengembangan peternakan sapi perah dibagi atas tiga area. Area pertama adalah area yang berada di atas ketinggian 700 mdpl dijadikan sebagai pusat produksi susu dan di tempat ini dikembangkan sapi perah FH murni sebagai bibit utama (grand parent stock/gps atau parent stock/ps). Area kedua dengan ketinggian antara 300- <700 mdpl ditujukan untuk pengembangan sapi perah hasil budidaya, baik yang berasal dari parent stock (PS) atau final stock (FS). Sedangkan pada area yang berada di bawah 300 mdpl dikembangkan sapi perah hasil persilangan dengan sapi lokal. Kebijakan penyediaan bibit sapi perah terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia melalui pemberian Kredit Pengembangan Usaha Sapi Perah (KPUSP), Kredit Pola Model KUD, Program Kredit Sapi Perah Swadaya, Kredit Kotrak Sumba dan PIR Persusuan. Kebijakan penyerapan susu sapi perah rakyat oleh industri pengolah susu dari tahun 1985 hingga tahun 1998 dan pengembangan program jangka panjang oleh Departemen Pertanian yang meliputi: (1) penyediaan bibit yang bermutu; (2) perbaikan mutu pakan; (3) peningkatan pelayanan kesehatan ternak; (4) perbaikan pemeliharaan; (5)penanganan reproduksi; (6) pembinaan pasca panen dan (7) pembinaan pemasaran (Pambudy, 2003). Strategi pengembangan industri pedesaan berbasis susu sapi menurut Deptan (2009) adalah: (1) fokus pada pemberdayaan usaha sapi perah skala kecil dan menengah; (2) pengembangan industri pengolahan susu dan pemasaran; (3) penguatan pada akses permodalan, infrastruktur, teknologi dan peningkatan mutu bersamaan dengan pemberdayaan kelembagaan peternak sapi perah; (4) peningkatan konsumsi susu sapi segar; (5) pengembangan kondisi kondusif bagi industri susu. Kondisi yang diinginkan pada saat ini adalah 6

23 (1) kerjasama inti plasma antara kelompok peternak dengan swasta; (2) pemasaran susu segar yang diolah oleh inti langsung ke konsumen; (3) jumlah minimum ternak sapi perah 10 ekor/plasma dan 500 ekor/klaster; (4) breeding oleh inti; (5) good farming practice (GFP) dan good manufacturing practice oleh plasma; dan (6) integrasi yang baik dengan industri pakan dan manajemen limbah terpadu. Pengembangan peternakan sapi perah ke depan harus didasarkan pada prioritas perbaikan kelembagaan pasar yang lebih adil (Talib et al, 2007). Hal ini untuk menjawab sistem pemasaran susu di Indonesia yang dalam penentuan harganya masih didominasi oleh IPS, demikian pula dengan jaringan pemasarannya yang juga dikuasai IPS (Bappenas, 2007). Daryanto (2009) merekomendasikan lima arah kebijakan dalam merevitalisasi industri persusuan nasional yaitu (1) pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil ternak (susu) kepada para peternak; (2) perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan susu; (3) koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yoghurt, keju dan lain-lain; (4) pemerintah pusat dan daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan pada umumnya; dan (5) pemerintah pusat dan daerah seyogyanya membiayai pelaksanaan program minum susu untuk anak-anak sekolah. Berdasarkan Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan (Kementan 2010), orientasi pengembangan komoditas susu nasional diarahkan pada peningkatan produksi dan mutu susu untuk pengurangan impor melalui peningkatan produktivitas, peningkatan kemampuan koperasi dan menumbuhkembangkan industri pedesaan pengolah susu pasteurisasi dengan menerapkan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan. 2.3 Peruntukan Ruang Kawasan Puncak Bogor Strategi pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua yang merupakan bagian dari kawasan Puncak tidak terlepas dari manajemen Kawasan Puncak secara keseluruhan. Kawasan Puncak menurut Keppres RI 7

24 No.114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah dengan tujuan untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, tersedianya air tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi Kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Pengembangan peternakan sapi perah yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan fungsi tata ruang yang telah ditetapkan. Peruntukan ruang bagi usaha peternakan di Kabupaten Bogor mengacu kepada Perda Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun dan Peraturan Bupati Bogor No.83 Tahun 2009 tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang. Strategi pengembangan peternakan di Cisarua hendaknya juga mempertimbangkan kemungkinan permasalahan yang mungkin muncul dalam hubungannya dengan pengelolaan kawasan puncak. Terdapat tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen kawasan (Basuni, 2003) yaitu: 1. Pertimbangan biologi, yaitu menempatkan kawasan konservasi bagi proteksi proses-proses ekologi suatu biota yang utuh atau yang khusus dan subset biota tertentu. Tujuan ini membutuhkan pertimbangan lokasi, ukuran dan bentuk geometri kawasan, ketergantungan dan hubungan-hubungan spasialnya dengan daerah lain di sekitarnya. Ukuran populasi dibutuhkan untuk mempertahankan spesies kritis, kolonisasi lokal, dinamika kepunahan biota pada tingkat yang lebih tinggi, dinamika ekologi kawasan konservasi serta ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh penggunaan lahan di sekitar kawasan. 2. Pertimbangan pengaruh antropologis, yaitu pertimbangan yang mengharapkan manajemen kawasan konservasi tidak mengganggu budaya lokal, tidak menghalangi pemanfaatan tradisional yang berkelanjutan dari masyarakat setempat. Dukungan sosial dari penduduk lokal terhadap kawasan konservasi serta kesediaan membayar bagi masyarakat umum yang berkunjung secara signifikan membuka peluang berhasilnya manajemen kawasan konservasi. 3. Manajemen konservasi perlu bekerja dalam kendala-kendala keterbatasan lahan. Lahan dan produknya merupakan sumberdaya terbatas bagi populasi manusia yang terus bertambah. Biasanya ada trade off antara pemenuhan akan konservasi alam dengan pembangunan. Manajemen kawasan 8

25 konservasi juga harus mengahadapi berbagai kepentingan atas lahan dan pertentangan beberapa kelompok yang berbeda dalam penggunaan lahan. Penataan ruang yang berjalan selama ini banyak mengalami penyimpangan dan lebih terpaku terhadap upaya perbaikan pola, konsep dan struktur penataan ruang sendiri. Namun pada dasarnya rumusan penataan ruang telah mengarah kepada keinginan terwujudnya pembangunan yang terpadu, seimbang dan berkelanjutan hanya saja perlu menemukan kembali rumusan penataan ruang yang ideal dan applicable (Kementrian Lingkungan Hidup, 2001). 2.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup Keuntungan secara ekonomi dan kesejahteraan sosial yang diharapkan dari pengembangan peternakan ini harus dibarengi dengan perhatian terhadap penanganan lingkungan hidup yang baik. Aspek lingkungan yang ditekankan dalam penelitian ini ditujukan terhadap keberlanjutan sumberdaya lahan dan air. Pengembangan peternakan dilakukan semaksimal mungkin dengan penggunaan sumberdaya lahan dan air yang optimal dan di samping itu limbah yang diperoleh dari usaha peternakan diharapkan dapat diminimalisir dan tidak mencemari lingkungan terutama perairan/sungai. Penggunaan lahan didefinisikan sebagai bentuk campur tangan manusia terhadap lahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi material maupun spiritual (Arsyad, 2000). Lebih jauh lagi, Barlowe (1978) dalam Hakim et ai, (2003) menjelaskan bahwa penggunaan lahan tidak terlepas dari pemahaman dinamika sosial, ekonomi dan kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan lahan adalah: (1) kesesuaian bio-fisik (2) kelayakan sosio-ekonomi dan (3) kelayakan kelembagaan. Terkait dengan pengembangan peternakan, keberadaan lahan difokuskan terhadap daya dukungnya untuk populasi ternak yang dikembangkan. Soemarwoto (1997) menyatakan bahwa konsep daya dukung lingkungan berasal dari pengelolaan hewan ternak dan satwa liar, yaitu besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas. Dasman et al, (1977) menyatakan bahwa ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu mempunyai beberapa tingkatan yaitu: 9

26 1. Kepadatan maksimum, yang menunjukkan jumlah maksimum individu yang dapat didukung per satuan luas. Jumlah individu yang maksimum pada dasarnya akan menyebabkan makanan tidak cukup. Meskipun suatu individu pada kondisi ini dapat bertahan hidup namun keadaannya tidak sehat, kurus dan lemah (sangat rentan terhadap serangan penyakit). Secara umum lingkungan menjadi rusak dan apabila berlangsung terlalu lama, kerusakan itu bisa bersifat tak terbalikkan. 2. Kepadatan yang subsisten, yaitu kepadatan yang maksimum yang dapat ditampung oleh satuan luas lingkungan dan sumberdaya. 3. Kepadatan optimum, dimana populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup sehingga pada keadaan ini terdapat pertumbuhan populasi yang banyak dan sehat. 4. Kepadatan normal, yaitu populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama (antara kepadatan optimum dan subsisten). Sapi perah membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak karena sebagian besar komponen penyusun susu (87%) adalah air sehingga perlu diperhatikan kecukupan air untuk digunakan dalam proses budidaya. Selain itu juga diperhatikan pengaruh limbah peternakan terhadap kualitas air. Soeratmo (2009) menyatakan bahwa penetapan baku mutu akan lebih baik apabila tidak hanya dipertimbangkan berdasarkan faktor ekonomis dari penggunaan manusia saja tetapi juga dimasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk pelestarian ekologi yang meliputi pelestarian flora, fauna ataupun ekosistem. Baku mutu limbah haruslah dikaitkan dengan keadaan kualitas ambien dan baku mutu ambien. 2.5 Peternakan Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan yang dalam hal ini sub sektor peternakan, merupakan implementasi dari paradigma pembangunan berkelanjutan yang pada saat ini telah diterima sebagai agenda politik ekonomi pembangunan untuk semua negara di dunia. Pengertian bakunya pertama kali dipopulerkan dalam Laporan Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development) tentang Masa Depan Bersama (Our Common Future), bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa 10

27 mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka (Mitchell et al, 2000). Munasinghe (1993) menyatakan bahwa konsep pertanian yang berkelanjutan yang diterima secara luas bertumpu pada tiga pilar utama yang saling terintegrasi yaitu dimensi ekologi yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya alam, dimensi ekonomi yang berkaitan dengan efisiensi dan pertumbuhan dan dimensi sosial yang berkaitan dengan hak kepemilikan dan keadilan. Menurut Budinuryanto (2010), setidaknya terdapat lima kriteria untuk mengelola suatu sistem peternakan berkelanjutan (a) kelayakan ekonomis (economic viability), (b) Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (ecologically sound and friendly), (c) Diterima secara sosial (social just), (d) Kepantasan secara budaya (culturally approciate) dan (e) Pendekatan sistem holistik (system and hollistic approach). Cakupan dimensi peternakan dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menjadi jauh lebih luas dan komprehensif dibandingkan dengan UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Beberapa terminologi dalam bidang peternakan berubah dan berorientasi pada sistem agribisnis berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Peternakan didefinisikan sebagai: segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya. Definisi tersebut akan berimplikasi pada strategi dan program yang akan dikembangkan oleh pemerintah. Dimensi dan perspektif yang terkandung dalam bab, pasal dan ayat-ayat dalam peraturan perundangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan dengan sendirinya akan berdampak pada strategi pembangunan berkelanjutan khususnya bagaimana merumuskan sistem integrasi antara subsektor peternakan dengan subsektor lainnya, mengingat bahwa input utama untuk proses produksi usaha peternakan sapi rakyat biasanya sangat tergantung pada sektor/subsektor lainnya. Budinuryanto (2010) mengutarakan bahwa dalam perspektif sosioekonomik usaha peternakan rakyat, sebagian ilmuwan melihat bahwa pengembangan sistem dan usaha agribisnis belum tentu cocok untuk diterapkan di semua kondisi. Pembangunan peternakan tetap merupakan bagian dari pembangunan perdesaan (rural development) yang menekankan pada upayaupaya meningkatkan kesejahteraan penduduk desa, termasuk di antaranya 11

28 peternak. Fokus yang berlebihan pada agribisnis akan berakibat berkurangnya perhatian pada peternak kecil, gurem, dan buruh-buruh tani-ternak yang miskin, penyakap, petani penggarap, dan lain-lain yang kegiatannya tidak merupakan bisnis. Bahkan lebih dari itu, pakar-pakar agribisnis lebih memikirkan bisnis pertanian/peternakan, yaitu segala sesuatu yang harus dihitung untung-ruginya, efisiensinya, dan sama sekali tidak memikirkan keadilannya dan moralnya. Pembangunan pertanian dan peternakan di Indonesia semestinya berarti pembaruan penataan pertanian dan peternakan yang menyumbang pada upaya mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurut Sofyan dan Pambudy (2004), pembangunan sistem agribisnis persusuan harus berdasarkan pada (1) berdaya saing, artinya mampu bersaing dengan produk lain sejenis darimanapun datangnya (2) berkerakyatan, artinya dilakukan oleh masyarakat banyak, tidak dikelola oleh segelintir pihak saja, (3) terdesentralisasi, artinya tidak menumpuk pada satu tempat saja, tapi merupakan suatu kesatuan dari mulai hulu (on farm) hingga hilir (off farm) dan menyebar di seluruh tanah air (4) berkelanjutan, artinya aktivitas tersebut harus memperhatikan sumberdaya alam dan lingkungan agar kegiatan usaha tersebut dapat terus berjalan dan sumberdaya alam serta lingkungan dapat terjaga sehingga dapat diwariskan kepada generasi penerus. Putri (2003) menyatakan bahwa konsep kawasan merupakan suatu pendekatan pengembangan sistem ternak lahan (livestock-land use system) yang mengintegrasikan ternak dengan lahan tanaman sehingga ternak lebih berbasis lahan (land-based) yang sasarannya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik, pelestarian lingkungan, ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan kesehatan masyarakat. 2.6 Analisis Strategi Pengembangan Peternakan Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan yang konsepnya terus berkembang (Rangkuti, 2002). Strategi harus memiliki sifat antara lain menyatu (unified) yaitu menyatukan seluruh bagian, menyeluruh (comprehensive) yaitu mencakup seluruh aspek dan integral (integrated) yaitu seluruh strategi akan cocok atau sesuai dengan seluruh tingkatan (Wahyudi, 1996). Strategi merupakan rencana yang disatukan luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk 12

29 memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Glueck dan Jauch, 1994). Menurut Nickols (2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal seperti rencana, pola, posisi serta pandangan. Strategi sebagai rencana, berhubungan dengan bagaimana memfokuskan perhatian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Strategi sebagai pola, berarti suatu ketetapan yang berdasarkan alasan-alasan tertentu dalam menentukan keputusan akhir untuk memadukan kenyataan yang dihadapi dengan tujuan yang ingin dicapai. Strategi sebagai posisi, berarti sikap yang diambil untuk mencapai tujuan dan sebagai pandangan, strategi berarti cara memandang bentuk dan acuan dalam mengambil keputusan atau tindakan. Analytical Hierarchy Proses (AHP) merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam penentuan atau perencanaan suatu strategi. Alat ini memasukkan pertimbangan-pertimbangan logis dari faktor-faktor yang berpengaruh, berikut aktor dan tujuan masing-masing dari suatu permasalahan yang kompleks yang dipetakan secara sederhana menjadi suatu hirarki. Tingkat konsistensi adalah salah satu penentu utama yang merupakan pertimbangan pokok keputusan strategi yang diambil. AHP merupakan model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan (Saaty, 1993). Prinsip kerja AHP adalah membuat bagian-bagian yang sederhana dalam suatu hirarki persoalan yang terstruktur, strategis dan dinamis (Marimin, 2004). Menurut Saaty (1993), penyelesaian persoalan dengan menggunakan AHP dilakukan dengan beberapa prinsip dasar yaitu dekomposisi, menentukan prioritas dan konsistensi logis, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dekomposisi adalah pemecahan persoalan yang menjadi unsur-unsurnya setelah persoalan tersebut dirumuskan secara baik. Unsur-unsur persoalan yang telah terpecahkan dapat dipecah lagi menjadi unsur yang lebih kecil sehingga diperoleh beberapa tingkatan pesoalan yang akan ditelaah. 2. Penilaian perbandingan adalah kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap penentuan 13

30 prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. 3. Menentukan prioritas dalam penetuan eigen vektor dari matriks untuk menentukan prioritas lokal dai setiap pairwise comparison. Oleh karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengaturan elemenelemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis disebut sebagai priority setting. 4. Konsistensi logis adalah tindakan (a) mengelompokkan obyek-obyek serupa sesuai dengan keragaman dan relevansinya dan (b) mengevaluasi intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis. AHP menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan. Prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi suatu sistem sebagai satu kesatuan. Tahapan terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan. Metode AHP digunakan dalam mengidentifikasi dan melakukan pembobotan terhadap faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Propinsi Sulawesi Selatan (Syamsu, 2006). Hendra (2010) menggunakan metode AHP untuk menjaring persepsi awal tentang prioritas usaha peternakan yang perlu dilakukan dalam kebijakan pembangunan di Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat. 14

31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan/kuesioner, alat tulis menulis, komputer, software Expert Choice Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei dan observasi di lapangan. Sedangkan data sekunder bersumber dari dokumen dan kepustakaan yang relevan. 3.4 Rancangan Penelitian Teknik Penentuan Sampel a. Responden Peternak Penentuan responden peternak dilakukan secara stratified random sampling yang stratifikasinya dilakukan berdasarkan jumlah kepemilikan induk sapi perah laktasi. Stratifikasi dibagi dalam tiga strata yaitu: (1) Strata I, dengan kepemilikan induk kurang dari 6 ekor (2) Strata 2, dengan kepemilikan induk 6-10 ekor dan (3) Strata III dengan kepemilikan induk lebih dari 10 ekor. Ukuran sampel minimal untuk penelitian deskriptif berdasarkan metode Gay dan Diehl adalah 10 persen dari populasi (Sanusi, 2003). Ukuran sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30 persen dari jumlah peternak masingmasing strata. b. Responden Pakar Penentuan responden pakar dilakukan dengan cara purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa individu/lembaga yang bersangkutan dinilai memiliki kepentingan dan/atau kompetensi dan/atau pengaruh 15

32 dalam menentukan arah pembangunan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel1. Responden Pakar yang Diwawancarai dalam Penelitian Lembaga/Instansi Bappeda Kabupaten Bogor Disnakkan Kabupaten Bogor BP4K Kabupaten Bogor Kecamatan Cisarua KUD Giri Tani Gapoktan Sapi Perah Bale Arminah PT. Cisarua Mountain Dairy Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kab. Bogor Institut Pertanian Bogor Total Jumlah Informan 1 orang 2 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 10 orang Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan: (1) survei melalui kuisioner terhadap responden peternak dan responden pakar; (2) observasi langsung di lapangan, dan (3) dokumentasi terhadap berbagai sumber dan dokumen yang relevan Variabel yang diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: (1) kondisi peternakan sapi perah; (2) kondisi sosio demografi dan ekonomi keluarga peternak; (3)potensi sumber daya lahan dan air; (4) perilaku masyarakat dan (5) kebijakan pemerintah. 3.5 Analisis Data Sesuai dengan permasalahan serta tujuan penelitian, maka data-data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis dalam urutan sebagai berikut: Analisis Kondisi Terkini Peternakan Sapi Perah Rakyat a. Kondisi Usaha Peternakan Sapi Perah Parameter analisis meliputi populasi ternak sapi perah, kepemilikan ternak, tingkat produksi susu per satuan ternak, partisipasi anggota keluarga, penanganan limbah, kapasitas kandang dan kepemilikan lahan. Variabel ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif. 16

33 b. Kondisi Peternak Sapi Perah Parameter analisis meliputi umur peternak, tingkat pendidikan peternak, pengalaman beternak dan penghasilan peternak. Variabel ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif. c. Kondisi Kelembagaan Anilisis dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap komponen kelembagaan peternak Analisis Kondisi Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Kondisi keberlanjutan usaha peternakan sapi perah rakyat adalah kondisi yang terkait dengan keberlanjutan usaha peternakan yang dilihat dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi terkini, kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat yang terkait dengan keberlanjutan pengembangan ternak sapi perah. Analisis dilakukan secara deskriptif eksploratif Analisis Kondisi Sumberdaya Lahan dan Air Analisis kondisi sumberdaya alam dan air merupakan analisis pendukung yang digunakan untuk analisis kondisi keberlanjutan yang terkait dengan dimensi ekologi. Analisis kondisi sumberdaya lahan dilakukan dengan memperhatikan penggunaan lahan yang ada dan daya dukungnya terhadap ketersediaan hijauan makanan ternak. Menurut Sumanto dan Juarini (2006), daya dukung hijauan makanan ternak adalah kemampuan suatu wilayah menghasilkan pakan terutama hijauan yang dapat menampung kebutuhan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia dalam bentuk segar maupun kering tanpa melalui pengolahan dan tambahan khusus. Daya dukung hijauan dihitung berdasarkan ST (Satuan Ternak), Kebutuhan pakan = populasi ternak (ST) x 1,14 ton Berat Kering Cerna (BKC)/tahun. Indeks Daya Dukung (IDD) merupakan perbandingan antara total produksi hijauan pakan tercerna dengan kebutuhan pakan tercerna untuk ternak yang berada pada suatu wilayah (Ashari et al, 1996). IDD mempunyai empat kriteria yaitu : (1) wilayah sangat kritis dengan IDD 1; (2) wilayah kritis dengan IDD> 1-1,5; (3) wilayah rawan, dengan IDD > 1,5-2; (4) wilayah aman dengan IDD> 2. Masing-masing nilai IDD mempunyai makna sebagai berikut: 17

34 Nilai 1 : Ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumber yang tersedia, terjadi pengurasan sumberdaya dalam agroekosistemnya dan tidak ada hijauan alami maupun limbah yang kembali melakukan siklus haranya Nilai > 1-1,5 : Ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumber daya tetapi belum terpenuhi aspek-aspek konservasi. Nilai >1,5 2 : Pengembalian bahan organik ke alam pas-pasan Nilai >2 : Ketersediaan sumberdaya pakan secara fungsional mencukupi kebutuhan lingkungan secara efisien Kondisi sumber daya air dilakukan dengan memperhatikan kualitas air pada perairan yang menjadi tempat pembuangan limbah peternakan. Indikator yang digunakan dalam menilai limbah peternakan adalah parameter BOD, COD, Fosfor, Kesadahan, Nitrit, Amonia, Sulfat, E.Coli dan Total Coli. Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap data kualitas air yang diperoleh. Pengaruh limbah peternakan terhadap kualitas air dikaji melalui analisis kualitas air sebelum kawasan, di tengah kawasan dan setelah kawasan peternakan. Baku mutu yang digunakan sebagai pembanding adalah baku mutu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Analisis Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, rumusan strategi pengembangan ternak sapi perah dilakukan melalui pendekatan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Metode ini dipakai untuk mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan strategi secara rasional untuk selanjutnya dipilih alternatif strategi yang efektif (Eriyanto, 2007). Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses AHP (Marimin, 2004) adalah (a) penyusunan hierarki yaitu menguraikan persoalan menjadi unsurunsur dalam wujud kriteria dan alternatif yang disusun dalam bentuk hirarki (b) penyusunan kriteria yaitu penyusunan kriteria yang digunakan untuk membuat keputusan (c) penilaian kriteria dan alternatif yang digunakan untuk melihat pengaruh strategis terhadap pencapaian sasaran, yaitu melalui perbandingan 18

35 berpasangan, dan (d) penentuan prioritas yaitu dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwaise comparisons) untuk setiap kriteria dan alternatif. Penilaian dilakukan dengan pembobotan masing-masing komponen dengan perbandingan berpasangan dimulai dari level tertinggi sampai level terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan judgement para responden berdasarkan skala perbandingan berpasangan sebagaimana disajikan pada tabel berikut (Saaty, 1993): Tabel 2. Skala Banding Secara Berpasangan Tingkat Definisi Kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1993) Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan Penggunaan prinsip kerja AHP yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparison) akan menghasilkan tingkat kepentingan suatu aspek terhadap aspek lain, kriteria terhadap kriteria lain, dan alternative terhadap alternative kebijakan lainnya dapat dinyatakan dengan jelas. Format tabel pembobotan aspek, kriteria, dan alternatif kebijakan disajikan sebagai berikut: 19

36 A=(aij)= A1 A2... An A1 1 A a 1n A2 1/a a 2n An 1/a 1n A 2n... 1 Dalam hal ini A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj. 1. Penyelesaian dengan manipulasi matriks Matriks diatas diolah untuk menentukan bobot dari aspek dan kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen (eigen vector), dengan prosedur (1) kuadratkan matriks tersebut; (2) hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi, dan (3) hentikan proses ini jika perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. 2. Penyelesaian dengan persamaan matematik Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Perkalian baris (z) dengan rumus Zi = VEi = Keterangan: aij VEi = vektor eigen, n = jumlah elemen yang dibandingkan. b. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen evp i = Keterangan: evp i merupakan elemen vektor prioritas ke-i. c. Penghitungan vector eigen (akar ciri) maksimum VA = a ij x VP dengan VA = (V ai ), VB = VA/VP dengan VB = (V bi ), lmax = ij 20

37 VB i untuk I = 1,2,,n Keterangan: VA=VB adalah vektor antara d. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) Pengukuran ini untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. CI = Keterangan: λ maks = vector eigen /akar ciri maksimum n = jumlah elemen yang dibandingkan e. Perhitungan Consistensi Ratio (CR) Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR 0.1. Rumus CR adalah : CR = Keterangan: RI = Nilai Random Indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Random Indeks (RI) N RI N RI N RI N RI N RI 1 0,00 2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1, ,49 Sumber : Marimin (2004) Apabila nilai CR > 0,1 beberapa pakar berpendapat bahwa persepsi responden harus ditanya ulang, responden diganti atau datanya tidak perlu digunakan. 21

38 Pengolahan Vertikal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki terhadap sasaran utama. Bila NP pq merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka : NP pq = untuk : p=1,2,3,...r dan T = 1,2,3,...,s Keterangan : NP pq = Nilai prioritas pengaruh ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama NPH pq = Nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q NPT t = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (q-1) Dimana, p = jumlah tingkat hirarki keputusan r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-q s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (q-1) 3. Penggabungan Pendapat Responden AHP pada dasarnya dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli, namun dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan menyusun matrik ini adalah untuk membentuk suatu matrik yang mewakili matrik-matrik pendapat individu. X G = Keterangan: X G = rata-rata geometrik n = jumlah responden Xi = penilaian oleh responden ke-i Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan prosedur AHP. 22

39 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Kecamatan Cisarua adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang teletak pada 06 o 42 LS dan 106 o 56 BB. Secara administratif Kecamatan Cisarua memiliki luas wilayah 6.373,62 ha yang terdiri dari sembilan desa, dan satu kelurahan sebagaimana disajikan dalam Tabel 4. Kecamatan Cisarua berbatasan dengan Kecamatan Megamendung di sebelah utara dan barat serta berbatasan dengan Kabupaten Cianjur di sebelah selatan dan timur. Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk dalam Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur yang dilalui hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Kawasan ini menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 1999 Tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur berfungsi sebagai kawasan konservasi air dan tanah dengan tujuan untuk (a) menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah yang merupakan fungsi utama kawasan; dan (b) menjamin tersedianya air tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi Kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Tabel.4 Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Cisarua No Desa/Kelurahan Luas Wilayah (ha) Kelurahan Cisarua Desa Tugu Selatan Desa Tugu Utara Desa Batulayang Desa Cibeureum Desa Citeko Dea Kopo Desa Leuwimalang Desa Jogjogan Desa Cilember 200,00 712, ,00 226, ,62 461,00 453,21 135,18 154,00 200,00 Total 6.373,62 Sumber: Laporan Tahunan Kinerja Kec. Cisarua (2009) Secara topografis wilayah Cisarua memiliki ketinggian m dpl yang terdiri dari perbukitan sampai bergunung 25%, berombak sampai berbukit 40% dan datar sampai berombak 35%. Secara klimatologis Kecamatan Cisarua 23

40 memiliki curah hujan rata-rata 497 mm/bulan dengan 271 hari hujan/tahun. Komoditas pertanian yang menonjol diusahakan selain tanaman padi sawah adalah tanaman pertanian dataran tinggi diantaranya palawija (ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai), sayur mayur (wortel, bawang daun, sawi, kubis, kacang panjang, seledri, cabe, tomat dan kacang tanah) dan tanaman buah seperti alpukat, pisang, pepaya dan mangga. Panorama alam yang indah yang dimiliki telah menjadikan Cisarua sebagai daerah tujuan wisata sehingga menumbuhkembangkan usaha yang terkait dengan pariwisata seperti perhotelan, restoran, suvenir, tempat rekreasi dan usaha pendukung pariwisata lainnya. Secara demografis Kecamatan Cisarua memiliki penduduk sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan kepadatan jiwa/km 2. Jumlah penduduk pada masing-masing desa/kelurahan disajikan dalam Tabel 5, sedangkan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 6 dan Tabel 7. No Tabel 5. Jumlah Penduduk Tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Cisarua Desa/Kelurahan Kelurahan Cisarua Desa Tugu Selatan Desa Tugu Utara Desa Batulayang Desa Cibeureum Desa Citeko Dea Kopo Desa Leuwimalang Desa Jogjogan Desa Cilember Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Total Sumber: Laporan Tahunan Kinerja Kec. Cisarua (2009) 24

41 Tabel 6. Jumlah Penduduk di Kecamatan Cisarua Berdasarkan Kelompok Umur No Kelompok Umur (tahun) >65 Jumlah Penduduk (jiwa) Sumber: Laporan Tahunan Kinerja Kec. Cisarua (2009) Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (orang) Petani Pedagang Pengrajin Peternak Penjahit Buruh Perkebunan Buruh Bangunan Karyawan Swasta Pengusaha/Wiraswasta PNS TNI/Polri Pensiunan Sumber: Laporan Tahunan Kinerja Kec. Cisarua (2009) 4.2 Keadaan Umum Usaha Peternakan Kecamatan Cisarua merupakan wilayah yang potensial dalam pengembangan peternakan. Jenis ternak yang terdapat di wilayah ini diantaranya adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, domba, ayam ras pedaging, ayam buras dan itik (Tabel 8). 25

42 Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Cisarua Tahun 2009 Komoditas Ternak Populasi (ekor) Sapi Perah Sapi Potong 20 Kerbau 250 Kambing Kambing PE 127 Domba Ayam Ras Pedaging Ayam Buras Itik Sumber: Disnakkan Kab. Bogor (2009) Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa ternak ruminansia besar yang memiliki tingkat populasi paling tinggi adalah ternak sapi perah. Ini menggambarkan bahwa ternak sapi perah adalah ternak yang umum dibudidayakan di wilayah ini terutama di Desa Cibeurueum dan Tugu Selatan. Kecamatan Cisarua merupakan kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki populasi sapi perah yang tinggi disamping kecamatan sentra sapi perah lainnya yaitu Cibungbulang, Pamijahan dan Cijeruk dengan populasi masing-masing 938; 1.138; dan ekor. Peternakan sapi perah mulai berkembang di Cisarua sejak digulirkannya Bantuan Presiden pada Tahun Inilah yang menjadi awal bagi masyarakat setempat dalam menekuni usahanya sampai sekarang ini. 26

43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terkini Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cisarua Kondisi Usaha Peternakan Populasi Ternak Sapi Perah Populasi ternak sapi perah akan memberikan gambaran umum mengenai pengembangannya pada suatu wilayah. Berdasarkan data Tahun 2010, Kecamatan Cisarua memiliki populasi ternak sapi perah ekor atau 734 ST (Satuan Ternak) dengan struktur populasi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 9. Tabel 9. Struktur Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cisarua No. Struktur Populasi 1. Induk - Induk Laktasi - Induk Laktasi Bunting - Induk Kering Kandang - Induk Afkir Jumlah (ekor) %ekor 32,8 13,2 7,0 0,2 Jumlah (ST) 339,0 137,0 72,0 2,0 %ST 46,2 18,7 9,8 0,3 2. Dara - Dara Belum Bunting - Dara Bunting ,3 11,8 48,0 61,0 6,5 8,3 3. Jantan Muda 33 3,2 16,5 2,2 4. Pedet - Jantan - Betina ,7 12,9 25,0 33,5 3,5 4,5 Total ,0 734,0 100,0 Sumber : KUD Giri Tani (2010) Komposisi sapi laktasi mencapai 64,9% dari total populasi. Menurut Sudono et al (2003), bahwa agar usaha sapi perah tetap memberikan penghasilan bagi peternak maka sapi laktasi tidak boleh kurang dari 60%. Dengan demikian secara menyeluruh usaha ternak sapi perah rakyat di Cisarua sudah cukup memberikan penghasilan bagi peternak. 27

44 Kepemilikan Ternak Kepemilikan ternak dapat dijadikan indikator tingkat skala usaha yang diusahakan oleh peternak. Kepemilikan ternak sapi perah di Cisarua ditunjukkan dalam Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah Rakyat di Cisarua Jumlah Kepemilikan Induk (ekor) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) < > Produksi Susu Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan hasil penelusuran data sekunder diketahui bahwa rata-rata produksi susu sapi adalah 11 liter/ekor/hari. Apabila diklasifikasikan berdasarkan jumlah kepemilikan induk akan didapat tingkat produksi susu sapi sebagaimana disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Produksi Susu Sapi Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Induk Jumlah Kepemilikan Induk (ekor) Produksi Susu (liter/ekor/hari) < > 10 Sumber: KUD Giri Tani (2010) Partisipasi Anggota Keluarga Peternakan sapi perah rakyat merupakan peternakan yang skala kepemilikan induknya di bawah 20 ekor. Umumnya pengusahaan peternakan sapi perah rakyat ini dilakukan oleh rumah tangga peternak dengan melibatkan anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga responden yang terlibat dalam usaha peternakan ini maksimal sebanyak 3 orang dari 4-6 orang (90%) dan 7-9 orang (10%) jumlah anggota keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga merupakan beban di satu sisi, akan tetapi dari sisi lain merupakan sumber tenaga kerja keluarga. 28

45 Penanganan Limbah Sebagaimana ternak ruminansia besar lainnya, sapi perah menghasilkan kotoran berupa limbah padat sebesar 12,5 kg per hari (Sudono et al, 2003). Limbah yang dihasilkan tersebut diolah menjadi pupuk organik atau dijadikan sebagai bahan baku biogas sebelum sludge-nya digunakan sebagai kompos. Instalasi biogas masih sangat terbatas dimiliki oleh peternak. Umumnya diperoleh dari bantuan pemerintah berupa instalasi biogas dengan kapasitas 5m 3. Saat ini baru sekitar 33,15% dari total peternak yang sudah memiliki instalasi biogas. Tabel 12 berikut ini menggambarkan persentase kepemilikan biogas berdasarkan tingkat kepemilikan ternak. Tabel 12. Kepemilikan Biogas Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Induk Jumlah Kepemilikan Induk (ekor) Jumlah Responden (orang) Persentase Kepemilikan Biogas (%) < > ,1 33,3 100,0 Kesadaran peternak dengan tidak membuang langsung limbah ternak menuju perairan terbuka diharapkan dapat mengurangi potensi pencemaran yang diakibatkan oleh keberadaan peternakan. Kapasitas Kandang Peningkatan populasi ternak yang diusahakan oleh peternak sangat dibatasi oleh kapasitas kandang yang dimiliki. Sehingga secara konvensional, peningkatan populasi hanya bisa diusahakan sebatas kemampuan kapasitas kandang yang dimiliki. Tabel 13 berikut memberikan gambaran kapasitas kandang yang dimiliki peternak sapi perah di Cisarua. Tabel 13. Kapasitas Kandang Berdasarkan Kepemilikan Ternak Jumlah Kepemilikan Ternak (ST) Kapasitas Kandang (ST) Persentase Kandang yang Digunakan (%) < >10 8,2 9,9 18,0 45,9 65,8 88,9 29

46 Jika pemeliharaan ternak dimaksimalkan sesuai kapasitas kandang, maka maksimal populasi sapi perah yang bisa ditambah adalah sekitar 490 ST. Kepemilikan Lahan HMT Sebanyak 46%peternak menyisihkan lahan yang dimiliki untuk dijadikan kebun HMT. Rata-rata luasan lahan yang dialokasikan adalah m 2 yang hanya mencukupi kebutuhan HMT untuk 1,8 ST/tahun. Sebagian besar kebutuhan HMT lebih banyak dipenuhi dengan cara mencari dan mengarit sendiri di lahan tegalan, hutan dan perkebunan Kondisi Peternak Sapi Perah Aktivitas suatu usaha peternakan bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang maksimal bagi pelaku usaha. Kemampuan pengelolaan usaha yang baik memiliki peran yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Indikator kemampuan manajerial seorang peternak dapat dilihat dari kemampuan pengelolaan usaha ternak secara kuantitas maupun kualitas. Kemampuan sumberdaya peternak sangat berkaitan dengan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan pendapatan. Umur Peternak Umur peternak mencerminkan kemampuan fisik dan berpikir seorang peternak dalam mengelola usaha ternak yang ditekuninya. Usaha ternak sapi perah memerlukan intensitas pengelolaan yang kontiniu dan curahan tenaga fisik yang relatif besar seperti pembersihan kandang, pemerahan dan pencarian pakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa umur peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua berkisar antara tahun. Kelas umur peternak melalui pendekatan statistik (Walpole, 1995) ditunjukkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Kelompok Umur Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Kelas Umur Peternak (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase Jumlah Peternak (%) ,57 3,57 3,57 14,29 25,00 30

47 Kelas Umur Peternak (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase Jumlah Peternak (%) > ,57 7,14 7,14 3,57 3,57 Ket: umur = sangat produktif, = produktif, = kurang produktif, umur >65 = tidak produktif Tabel tersebut menunjukkan bahwa peternak di Cisarua didominasi oleh peternak usia produktif (67,86%) yang sangat potensial dalam mengembangkan usahanya. Makin muda umur peternak, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahaternaknya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari peternak yang umurnya tua. Selain itu peternak yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahaternaknya. Tingkat Pendidikan Peternak Sumberdaya manusia pada prinsipnya mengandung modal manusia dan modal sosial. Modal manusia merupakan modal yang dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu sedangkan modal sosial adalah bentuk sosial seperti struktur sosial dan hubungan sosial. Pendidikan pada prinsipnya adalah suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terkandung pesan berupa stimulus ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas modal manusia. Sebaran tingkat pendidikan peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15. Keragaan Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase Jumlah Peternak (orang) (%) Tidak Bersekolah SD SMP SMA PT

48 Tabel 15 memperlihatkan bahwa sebagian besar (57%) dari peternak memiliki tingkat pendidikan formal hanya sampai tingkat SD. Rendahnya tingkat pendidikan ini bisa menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan peternakan sapi perah selanjutnya karena tingkat pendidikan peternak berperan terhadap kemampuan dalam menyerap teknologi baru, pengetahuanpengetahuan baru dan dalam pengambilan keputusan yang baik untuk usaha ternak sapi perah atau pemasaran hasil produksinya. Pengalaman Beternak Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa seluruh responden telah memiliki pengalaman beternak lebih dari lima tahun. Selain itu usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua umumnya diusahakan oleh peternak sebagai usaha pokok (95%). Ini berarti bahwa peternak sapi perah di Cisarua telah menekuni usahanya sejak lama dan menjadikannya sebagai penopang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Penghasilan Peternak Berdasarkan data penjualan susu ke PT. Cimory sepanjang tahun 2010 diperoleh harga susu rata-rata sebesar Rp.3.844,31/kg. Kisaran penghasilan bersih peternak dari penjualan susu dapat diprediksi berdasarkan formula berikut: P = K * Pop * Pr * Mlt/12 Keterangan: P = Penghasilan bersih (Rp/bulan) K = Keuntungan per liter susu (Rp) Pop = Populasi induk laktasi (ekor) Pr = Produksi susu per ekor per hari (liter) Mlt = Masa laktasi dalam setahun (hari) Berdasarkan formula tersebut diperoleh penghasilan bersih peternak dari penjualan susu sebagaimana disajikan dalam Tabel

49 Tabel 16. Penghasilan Bersih Peternak dari Penjualan Susu Jumlah Kepemilikan Induk (ekor) Harga Pokok Produksi* (Rp/liter) Keuntungan Per Liter Susu* (Rp) Penghasilan Bersih Peternak (Rp/bulan) < , ,22 > ,57 Ket: *) = Sumartini (2010) 1.307, , , Penghasilan dari usaha peternakan lainnya dapat diperoleh dari penjualan kotoran ternak dan pedet. Harga kotoran ternak yang belum diolah sebesar Rp.100/kg sedangkan jika diolah menjadi kompos yang sudah dikemas dapat dijual seharga Rp.2.500/kg. Pedet jantan yang dihasilkan oleh peternak umumnya dijual pada saat lepas sapih dengan harga sekitar Rp /ekor sedangkan untuk pedet betina sebagian peternak (68%) terus memeliharanya untuk dijadikan induk dan 32% peternak menjualnya saat lepas sapih dengan harga berkisar Rp Rp / ekor Kondisi Kelembagaan Peternak Kelompok Peternak Kelompok peternak dibentuk dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha ternak sapi perah rakyat. Hal ini berkaitan dengan karakteristik kepemilikan sapi perah rakyat yang relatif kecil sehingga dengan dibentuknya kelompok maka kegiatan pengembangan dan pendampingan yang diberikan oleh lembaga/instansi terkait dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu pembentukan kelompok ini adalah sebagai wadah untuk menjalin komunikasi dan koordinasi antar sesama anggota kelompok. Kecamatan Cisarua memiliki empat kelompok peternak sapi perah sebagaimana terlihat pada Tabel

50 Tabel 17. Kelompok Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Nama Kelompok Jumlah Kelas Peternak Anggota Alamat Baru Tegal Lanjut 31 Kp. Baru Tegal, Ds.Cibeureum Baru Sireum Pemula 16 Kp. Baru Sireum, Ds. Cibeureum Tirta Kencana Pemula 35 Kp. Sampang, Ds.Tugu Selatan Bina Warga Lanjut 21 Kp.Baru Joglo, Ds.Cibeuerum Sumber: Disnakkan Kab. Bogor (2009) Kelompok peternak sapi perah di Cisarua cukup aktif dalam menjalankan fungsinya. Hal ini dapat terlihat dari prestasi yang telah diraih diantaranya Juara I Lomba Kelompok Agribisnis Peternakan Tingkat Propinsi Jawa Barat Tahun 2009 (Kelompok Tirta Kencana, Desa Tugu Selatan) dan Juara II Lomba Kelompok Agribisnis Tingkat Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 (Kelompok Bina Warga, Desa Cibeureum). Selain itu, kelompok peternak yang berdomisili di Desa Cibeureum juga telah menginisiasi terbentuknya Gabungan Kelompok Peternak Sapi Perah Cibeureum Bale Arminah pada tanggal 7 Mei Pembentukan Gapoknak ini dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan kelompok dan meningkatkan posisi tawar kelompok dalam pengembangan peternakan sapi perah di masa mendatang. Koperasi Keberadaan koperasi memiliki peranan penting dalam usaha ternak sapi perah rakyat. Selain sebagai penyedia layanan IB dan keperluan sarana produksi, keberadaan koperasi sangat membantu peternak dalam keperluan pemasaran. Fungsi koperasi ini di Cisarua dijalankan oleh KUD Giri Tani. Pengurus KUD melakukan pencatatan rutin terhadap populasi ternak setiap peternak dengan tujuan mengetahui jumlah akseptor dan mempermudah kendali IB. Keperluan saprodi juga disuplai oleh KUD yang pembeliannya dapat dicicil peternak melalui potongan terhadap penjualan susu. Mengenai pemasaran susu dari anggota kelompok, sejak Tahun 2008 KUD Giri Tani hanya menyalurkan susu kepada satu Industri Pengolahan Susu (IPS) saja yaitu PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory). Hal ini merupakan hasil kesepakatan kerjasama antara KUD Giri Tani dengan PT. Cimory. 34

51 5.2 Kondisi Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Cisarua Paradigma pembangunan peternakan adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal. Paradigma tersebut akan dapat dicapai dengan melakukan berbagai misi yaitu (1) menyediakan pangan asal ternak; (2) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan; (3) meningkatkan pendapatan peternakan; (4) menciptakan lapangan kerja peternakan, serta (5) melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam, yang secara keseluruhannya selaras dengan program pembangunan pertanian yaitu membangun ketahanan pangan dan mengembangkan sektor agribisnis pertanian (Sudradjat, 2000). Suatu sistem peternakan dikatakan berkelanjutan apabila sistem tersebut ditopang oleh tiga pilar (sub sistem) utama yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi secara terintegrasi. Hal ini berarti bahwa peningkatan pendapatan peternak dari usaha ternak tidak menimbulkan tekanan dan ancaman terhadap lingkungan hidup serta tidak menimbulkan pergeseran nilai sosial dalam masyarakat. Keberlanjutan usaha ternak sapi perah rakyat di Cisarua dapat dievaluasi dari kondisi yang terkait dengan keberlanjutan peternakan yang ditinjau dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi Keberlanjutan dari Dimensi Ekologi Keberlanjutan dari dimensi ekologi adalah mengenai usaha peternakan yang dijalankan telah sesuai dengan peruntukan ruang dan daya dukung lahan serta tidak menimbulkan tekanan terhadap lingkungan hidup. Pengembangan kegiatan di suatu wilayah tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam menetapkan peruntukan ruang. Berkaitan dengan kebijakan yang mengatur pemanfaatan ruang, khususnya yang terkait dengan pengembangan peternakan di kawasan puncak terdapat beberapa peraturan yang dijadikan acuan, diantaranya: 1. Peraturan Presiden No.54 Tahun 2008 tentang Kawasan Jabodetabekpunjur. Berdasarkan Perpres ini, tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk: a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; 35

52 b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir; dan c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. Kecamatan Cisarua dalam Perpres ini terbagi atas tiga zona pemanfaatan yaitu Zona B1, B3 dan B4. Zona B1 adalah zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan tinggi, tingkat pelayanan prasarana dan sarana tinggi, dan bangunan gedung dengan intensitas tinggi, baik vertikal maupun horizontal. Zona B3 mempunyai daya dukung lingkungan rendah, tingkat pelayanan prasarana dan sarana rendah, dan merupakan kawasan resapan air. Zona B4 merupakan zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan rendah tetapi subur dan merupakan kawasan resapan air, serta merupakan areal pertanian lahan basah bukan irigasi teknis dan pertanian lahan kering. 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur Pengembangan peternakan di Kecamatan Cisarua yang termasuk dalam Kawasan Puncak tidak terlepas dari kebijakan yang mengatur tentang tata ruang kawasan Puncak. Berdasarkan Keppres ini Kawasan Bopunjur ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah dengan tujuan untuk: a. Menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah yang merupakan fungsi utama kawasan; b. Menjamin tersedianya air tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi Kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Berkaitan dengan keberadaan peternakan di kawasan puncak, optimalisasi fungsi budidaya di kawasan puncak dapat dilakukan dengan ketentuan: a. Kegiatan budidaya yang dilakukan tidak melampaui ketersediaan sumber daya alam dan energi; b. Kegiatan usaha pertanian berskala besar dan kecil menerapkan teknologi pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah; 36

53 3. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dan Peraturan Bupati Bogor No. 83 Tahun 2009 tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang. Kecamatan Cisarua tidak memiliki lahan peruntukkan khusus untuk peternakan sapi perah seperti halnya Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Namun berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun dan Peraturan Bupati Nomor 83 Tahun 2009 tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang, Cisarua termasuk salah satu dari 12 Kecamatan di Kabupaten Bogor yang seluruh desa/kelurahannya memiliki peruntukan ruang yang memungkinkan bagi usaha peternakan. Berikut adalah peruntukan ruang bagi masing-masing desa di Kecamatan Cisarua (Tabel 18 dan Lampiran 1) dan pengaturan usaha ternak besar pada masing-masing peruntukkan ruang (Tabel 19). Tabel 18. Peruntukkan Ruang pada Masing-masing Desa di Kecamatan Cisarua Nama Desa Peruntukan Ruang Keterangan Citeko Cibeureum Tugu Selatan Tugu Utara Batu Layang Cisarua Kopo Leuwimalang Jogjogan Cilember HK, LK, PB, KL, PP3 HK, LK, PB, PD2, PP3, KL,HL HK, HL, PB HK, HL, LK PD1, LK, HL PP3, KL PB, LK, PP3 PP2, LK HL, LK, TT, PD1 HL, LK, PD1, PP3 HK : Kawasan Hutan Konservasi HL : Kawasan Hutan Lindung KL : Luar Kawasan Hutan HPT : Kawasan Hutan Produksi Terbatas HP : Kawasan Hutan Produksi Tetap LB : Kawasan Pertanian Lahan Basah LK : Kawasan Pertanian Lahan Kering PB : Kawasan Perkebunan TT : Kawasan Tanaman Tahunan PD1 : Kawasan Pemukiman Pedesaan (Hunian Rendah) PD2 : Kawasan Pemukiman Pedesaan(Hunian Jarang) PP1 : Kawasan Perkotaan (Hunian Padat) PP2 : Kawasan Perkotaan (Hunian Sedang) PP3: Kawasan Pemukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 37

54 Tabel 19. Pengaturan Usaha Ternak Besar pada Masing-masing Peruntukan Ruang Peruntukan Ruang Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP) Pertanian Lahan Basah (LB) Pertanian Lahan Kering (LK) Perkebunan (PB) dan Tanaman Tahunan (TT) Pemukiman Pedesaan (PD) Pemukiman Perkotaan (PP) Kepadatan Rendah (PP3) Pengaturan - Jarak bangunan dengan pemukiman 50 m dan dengan sungai 25 m - Mendapat persetujuan dari menteri kehutanan/pejabat berwenang - Tidak merubah fungsi kawasan - Membuat buffer berdasarkan kajian teknis - Tidak merubah bentang alam dan buatan - Tidak dilakukan pada kawasan beririgasi teknis - Tidak merubah fungsi kawasan - Jarak bangunan dengan pemukiman 100 m dan dengan sungai 25 m - Membuat buffer berdasarkan kajian teknis - Tidak merubah bentang alam - Jarak bangunan dengan pemukiman 100m dan dengan sungai 25m - Membuat buffer berdasarkan kajian teknis - Tidak merubah bentang alam - Mekanisme perijinan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku - Jarak bangunan dengan pemukiman 100m - Membuat buffer berdasarkan kajian teknis - Membuat buffer berdasarkan kajian teknis - Menjaga lingkungan dari pencemaran - Membuat pagar minimal tinggi 2,6 m Dimensi ekologi lainnya yang berhubungan dengan usaha peternakan sapi perah yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah mengenai kondisi sumberdaya lahan dan air. Berkaitan dengan kondisi sumberdaya lahan dan air serta dampak dari keberadaan peternakan terhadap lingkungan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 38

55 1. Sumberdaya Lahan Peternakan sapi perah rakyat di Cisarua diusahakan dalam lahan yang terbatas. Kepemilikan lahan garapan hanya dimiliki oleh 46% peternak dengan luasan rata-rata m 2. Kondisi seperti itu membatasi peternak dalam meningkatkan skala usahanya serta menyebabkan pengolahan limbah yang tidak maksimal sebelum dilepas ke perairan. Keterbatasan lahan yang dimiliki peternak juga menyebabkan kebutuhan HMT tidak dapat diproduksi sepenuhnya dari lahan sendiri sehingga peternak harus mencari dan mengarit di lahan terbuka lainnya. Pengembangan peternakan sapi perah di masa yang akan datang harus memperhatikan kemampuan sumberdaya lahan, terutama dalam menjamin ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) agar usaha peternakan dapat dijalankan dengan optimal. Potensi produksi HMT alami yang dihasilkan lahan terbuka di Cisarua disajikan dalam Tabel 20. Tabel 20. Potensi Sumber HMT Alami di Kecamatan Cisarua Penggunaan Lahan Persawahan Ladang/Tegalan Perkebunan Kehutanan Lahan Terbuka lainnya Luas (Ha) 264,00 688, ,10 713,50 896,72 Produktifitas HMT alami* (ton/ha/tahun) 0,500 0,500 0,300 0,750 0,750 Produksi BKC** (ton/tahun) 66, , , , Total 1.746,280 Keterangan: * ) Sumanto dan Juarini (2006) **) data diolah (tingkat kecernaan diperhitungkan 50% BKC) Selain diperoleh dari HMT alami, pakan hijauan juga dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah tanaman pangan seperti jerami padi, jerami kacang tanah, daun singkong, jerami ubi jalar dan jerami kedelai. Potensi pakan yang bisa diperoleh dari limbah tanaman pangan di Kecamatan Cisarua disajikan dalam Tabel 21. Potensi pakan hijauan tersebut akan mencerminkan kemampuan daya dukungnya terhadap ternak ruminansia yang ada di Cisarua. Populasi ternak ruminansia dalam Satuan Ternak (ST) di Kecamatan Cisarua disajikan dalam Tabel

56 Tabel 21. Potensi Sumber Pakan dari Limbah Tanaman Pangan Jenis Limbah Jerami Padi Jerami Kacang Tanah Daun Singkong Jerami Ubi Jalar Jerami Kedelai Keterangan: *) Syamsu (2006) **) data diolah Rata-rata Produksi BKC* (ton/ha) 5,94 4,94 1,73 4,93 2,79 Luas Panen (ha/tahun) Produksi BKC** (ton/tahun) 2.591,341 88,920 60,550 83,810 2,790 Total 2.827,441 Tabel 22. Populasi Ternak Ruminansia di Kecamatan Cisarua dalam Satuan Ternak (ST) Jenis Ternak Jumlah Jumlah Faktor Konversi* (ekor) (ST) Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kambing Kambing PE Domba ,700 0,700 0,800 0,055 0,055 0, ,700 14, , ,310 6, ,830 Total 1.946,825 Sumber : Disnakkan Kabupaten Bogor (2009) Keterangan: *) Sumanto dan Juarini (2006) Berdasarkan data Tabel 20, 21 dan 22 diketahui bahwa Kecamatan Cisarua termasuk dalam kriteria daya dukung lahan yang sangat kritis dengan nilai IDD (Indeks Daya Dukung) sebesar 0,78 jika peternak hanya mengandalkan pakan hijauan alami untuk memenuhi kebutuhan ternaknya. Apabila peternak mengoptimalkan penggunaan limbah tanaman pangan yang ada maka Kecamatan Cisarua akan berada dalam kriteria daya dukung aman dengan IDD sebesar 2,06. Keterbatasan ketersediaan pakan alami di Kecamatan Cisarua dapat ditanggulangi melalui penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan hijauan yang selama ini belum maksimal penggunaannya oleh peternak. Limbah tanaman pangan hanya dapat diperoleh pada musim panen saja, sehingga teknologi pengawetan pakan sangat diperlukan agar seluruh limbah tanaman pangan dapat dimanfaatkan. Pengetahuan teknis tentang sifat dan 40

57 karakteristik limbah juga diperlukan supaya limbah yang digunakan adalah limbah yang sesuai untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi perah. 2. Sumberdaya Air Air merupakan kebutuhan yang vital dalam budidaya ternak sapi perah terutama untuk air minum ternak, kebersihan ternak dan sanitasi kandang. Berdasarkan tinjauan lapangan diketahui bahwa air yang dipergunakan untuk peternakan berasal dari sumber mata air, yaitu air yang berasal dari mata air di pegunungan yang dialirkan melalui pipa menuju kandang. Sejauh ini sumber air yang ada telah dirasa cukup oleh peternak untuk menjalankan usaha budidaya ternak sapi perah. Hal lain yang terkait dengan sumberdaya air adalah penurunan kualitas air akibat limbah peternakan sapi perah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air dibagi menjadi empat kelas yaitu: (1) Kelas satu yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; (2) Kelas dua yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; (3) Kelas tiga yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; dan (4) Kelas empat yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Limbah peternakan sapi perah di Cisarua khususnya di Desa Cibeureum dialirkan oleh peternak ke Kali Citeko Bawah yang melintasi kawasan peternakan dan selanjutnya mengalir menuju Sungai Ciliwung. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor menggolongkan Kali Citeko Bawah ke dalam mutu air kelas tiga. Berdasarkan pantauan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor terhadap kualitas air Kali Citeko Bawah pada tiga titik (sebelum masuk kawasan peternakan, di tengah kawasan peternakan dan setelah melewati kawasan peternakan) diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 23. Berdasarkan 41

58 analisis kualitas air pada tiga titik pengamatan diketahui bahwa terdapat beberapa parameter yang melampaui batas baku mutu lingkungan yaitu BOD, COD, dan Nitrit. Parameter Analisis KIMIA ph BOD COD Fosfat Nitrit Amonia Sulfat BIOLOGI E.Coli Total Coli Tabel 23. Hasil Analisis Kualitas Air Kali Citeko Bawah Satuan - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/100ml MPN/100ml PPRI No.82 Tahun 2001 Hasil Analisis DAS Kelas Ciliwung* Seb. Tgh. Set ,23 25,30 55,50 0,520 0,021 0,015 95, ,80 71,40 156,70 1,090 0,113 0, , ,780 86,20 194,20 1,00 0,055 0, , ,585 42,00 tda 0,33 0,004 <0,01 3, ,00 10,00 0,20 0,06 0, ,00 25,00 0,20 0,06 ts ts ,00 50,00 1,00 0,06 ts ts ,00 100,00 5,00 ts ts ts Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kab. Bogor (2010) Keterangan: Seb: sebelum kawasan peternakan, Tgh: tengah kawasan, Set: setelah kawasan, ts: tidak disyaratkan, tda: tidak dianalisa, *):Jembatan Gadog, Megamendung Nilai BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan untuk merombak bahan organik dalam air secara biologis. Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan kimia yang bisa dioksidasi dalam air. Tingginya nilai BOD dan COD secara konsisten dari sebelum sampai setelah kawasan menunjukkan: (1) peternakan sapi perah memberikan kontribusi cemaran organik yang signifikan terhadap perairan (2) nilai BOD dan COD yang tinggi sebelum masuk kawasan menunjukkan pencemaran limbah organik telah terjadi di daerah hulu yang dimungkinkan berasal dari Taman Safari Indonesia (TSI) karena sebelumnya hulu Kali Citeko melintasi kawasan TSI. Nilai Fosfat dan Nitrit mengalami lonjakan di tengah kawasan dan selanjutnya menurun kembali setelah keluar dari kawasan peternakan. Fosfat pada dasarnya selalu ada di perairan alami yang merupakan sumber pakan bagi pertumbuhan ganggang. Jika jumlah fosfat sudah melebihi ambang batas maka akan terjadi lonjakan pertumbuhan ganggang dan ini bisa dijadikan indikator terjadinya pencemaran air oleh limbah organik. Nitrit merupakan senyawa yang sedang berproses menjadi nitrat. Menurut Mahida (1992) bahwa dalam keadaan 42

59 aerob, nitrogen amonia akan dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri autotrof seperti Nitrosomonas, Nitrospira dan Nitrococcus selanjutnya nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter, Nitrospira dan Nitrococcus. Nitrat merupakan senyawa alihan dalam proses perubahan zat organik ke dalam bentuk yang tetap sehingga konsentrasi nitrit dalam air sangat rendah. Secara umum keseluruhan nilai faktor kimia air mengalami penurunan ketika sudah memasuki DAS Ciliwung. Ini mengindikasikan bahwa kondisi Sungai Ciliwung masih mampu mengurai dan menurunkan konsentrasi cemaran yang berasal dari sumber pencemar di hulunya. Keadaan sebaliknya terjadi dengan nilai faktor biologi air. Cemaran E.Coli meningkat hingga 3200 MPN/100ml, yang mengindikasikan meningkatnya jumlah kotoran ternak ataupun manusia yang dibuang ke DAS Ciliwung. Menurut Ridwan (2006), pengelolaan limbah merupakan faktor penting dalam menunjang keberlanjutan agribisnis sapi perah sehingga dorongan terhadap pengelolaannya oleh peternak harus ditingkatkan. Kebijakan pengelolaan limbah ini sangat terkait dengan luas lahan pertanian, semakin besar lahan pertanian yang membutuhkan kompos maka akan semakin besar upaya peternak dalam mengelola limbahnya Keberlanjutan dari Dimensi Sosial Keberlanjutan usaha peternakan sapi perah ditinjau dari dimensi sosial adalah mengenai bagaimana usaha peternakan sapi perah rakyat dapat tetap memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat namun tidak menimbulkan konflik karena keberadaannya. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah Kabupaten Bogor sedikitnya telah memberikan jaminan bagi peternak akan keberlangsungan usahanya dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Bogor No.84 Tahun 2009 tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan. Revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan yang dicanangkan oleh Bupati Bogor dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan pertanian dan perdesaan dalam jangka menengah dapat lebih tertata, terarah dan tepat sasaran. Berdasarkan komoditas, ternak sapi perah merupakan salah satu komoditas unggulan peternakan yang masuk dalam ruang lingkup peraturan bupati ini. Kegiatan yang terkait dengan komoditas sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah, pengelolaan susu dan pembibitan sapi perah. Daerah 43

60 pengembangan sentra agribisnis sapi perah yang dicanangkan dalam peraturan bupati ini adalah Kecamatan Cisarua, Megamendung, Cibungbulang dan Cijeruk. Pokok-pokok kebijakan dari revitalisasi pertanian dan perdesaan ini yang terkait dengan pengembangan peternakan sapi perah adalah kebijakan pengembangan kelembagaan, penguatan manajemen, penguatan kapasitas masyarakat dan peningkatan mutu sumberdaya manusia. Pengembangan kelembagaan meliputi pengembangan kelembagaan penyuluhan, lembaga kredit kecil modal kerja, lembaga keuangan mikro dan pasar. Kebijakan penguatan manajemen meliputi pengembangan jejaring kerjasama agribisnis, pengembangan jejaring kerjasama penyuluh pemerintah-swasta-lsm, pengembangan akses peternak terhadap pengusahaan lahan bekerjasama dengan perusahaan swasta, pengembangan jejaring dan penataan program CSR berbasis usaha produktif on farm, off farm dan non farm. Penguatan kapasitas masyarakat dan peningkatan sumberdaya manusia yang dilakukan melalui sekolah lapang dan pelatihan pengolahan produk pertanian. Selain dalam tataran kebijakan, keberadaan usaha peternakan sapi perah rakyat ini tidak terlepas dari perilaku masyarakat di sekitar peternakan. Perilaku masyarakat disini adalah perilaku penerimaan masyarakat (individu/lembaga) terhadap keberadaan dan aktivitas peternakan sapi perah maupun perilaku masyarakat (individu/lembaga) yang mengancam keberadaan dan aktivitas peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Berdasarkan pantauan di lapangan, sejauh ini belum ada keluhan masyarakat yang dampaknya berakibat fatal terhadap keberadaan peternakan sapi perah di Cisarua. Keluhan masyarakat (terutama pendatang/pemilik villa) utamanya terkait dengan bau dan limbah yang dihasilkan peternakan. Sejauh ini persoalan tersebut dapat diselesaikan secara baik dan belum mengancam bagi keberadaan peternakan yang ada. Sedangkan bagi masyarakat setempat, penerimaannya terhadap keberadaan peternakan cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena peternakan sapi perah di Cisarua telah membudaya lebih dari 20 tahun sehingga masyarakat sudah terbiasa dengan hal tersebut. Menurut Ridwan (2006), agar agribisnis sapi perah di Kecamatan Cisarua dapat berkelanjutan maka protes masyarakat terhadap keberadaan peternakan sapi perah harus dapat diredam melalui pengelolaan limbah ternak yang baik. 44

61 Mengenai aktivitas peternak dalam mencari hijauan hingga ke wilayah perkebunan PTPN VIII Gunung Mas dan PT. Sumber Sari Bumi Pakuan pun sejauh ini tidak ada keberatan dari pihak perusahaan. Bahkan saat ini peternak melalui Gapoknak Bale Arminah sedang berupaya untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan perkebunan dalam pemanfaatan lahan yang tidak digarap untuk difungsikan bagi kegiatan peternakan. Perilaku sosial yang menjadi ancaman bagi peternak adalah perilaku masyarakat yang melakukan pembangunan pemukiman yang tidak sesuai dengan RTRW dan tidak memiliki IMB yang mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian produktif sebagaimana yang dilaporkan oleh Camat Cisarua dalam Laporan Tahun Kinerja Pertumbuhan pemukiman yang pesat ini dikhawatirkan akan mengganggu keberadaan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Penertiban bangunan tanpa IMB dan pengembalian fungsi lahan sesuai dengan RTRW diharapkan dapat mencegah dan mengurangi alih fungsi lahan kepada yang tidak semestinya. Penyuluhan kepada peternak untuk menjaga dan mengawasi lahan konservasi juga diperlukan agar lahan tersebut tidak diserobot dan dialih fungsikan oleh orang lain (Ridwan, 2006) Keberlanjutan dari Dimensi Ekonomi Keberlanjutan usaha peternakan sapi perah ditinjau dari dimensi ekonomi adalah mengenai bagaimana usaha peternakan sapi perah rakyat dapat tetap memberikan keuntungan dan peningkatan pendapatan bagi peternak sehingga usaha peternakan dapat terus berjalan dan ditingkatkan kapasitasnya. Peternakan sapi perah merupakan usaha yang telah lumrah dilaksanakan oleh peternak di Kecamatan Cisarua terutama di Desa Cibeureum dan Tugu Selatan. Usaha ini umumnya telah ditekuni lebih dari lima tahun sehingga peternak telah memiliki pengalaman yang cukup dalam budidaya ternak sapi perah. Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang ditekuni secara serius oleh peternak mengingat hampir keseluruhan peternak mengusahakan peternakan sapi perah sebagai usaha pokok. Usaha yang dilakukan telah berorientasi komersial dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan semaksimal mungkin. Gairah peternak dalam mengusahakan peternakannya cukup tinggi mengingat telah tersedia pasar yang tetap dengan harga jual yang pasti. PT. Cimory sebagai satu-satunya IPS (Industri Pengolahan Susu) yang menampung produksi susu dari peternak telah memberikan harga yang tetap dan pasti 45

62 berdasarkan kualitas susu yang dihasilkan peternak (Tabel 24). Produk susu segar yang dihasilkan peternak dihargai rata-rata Rp per liter oleh PT. Cimory. Harga ini sudah termasuk ideal karena menurut Priyanti dan Saptati (2008) harga jual susu lokal yang ideal adalah 80% dari harga susu impor (harga susu impor setara susu segar pada bulan Februari 2011 adalah Rp /liter). Tabel 24. Harga Beli Susu Segar PT. Cimory Jumlah Kuman (CFU/ml) 0,25 jt >0,25 s.d 0,5 jt >0,5 s.d 1 jt Rp/Kg >1 s.d 3 jt >3-5 jt >5-10 jt Total Solid (%) 12, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Sumber: KUD Giri Tani (2010) 46

63 Sistem insentif harga susu seperti ini akan mendorong peternak untuk menghasilkan susu yang lebih berkualitas agar dapat dibeli dengan harga yang lebih tinggi. Saat ini nilai total kuman pada susu sapi yang ditangani para peternak berkisar 1-3 juta CFU/ml yang masih di bawah persyaratan yang ditetapkan dalam SNI Susu Segar nomor sebesar maksimal CFU/ml, sedangkan nilai Total Solid (TS) sudah memenuhi SNI yaitu sebesar 11,71%. Perbaikan terhadap kualitas susu yang dihasilkan akan mampu untuk mendongkrak tingkat pendapatan peternak. Berdasarkan kerjasama yang dilakukan oleh KUD Giri Tani dengan PT.Cimory disepakati bahwa semua produksi susu anggota KUD bisa diserap oleh PT. Cimory. Saat ini hampir seluruh produksi susu yang dihasilkan peternak diserap oleh PT. Cimory dengan suplai sekitar 46% dari liter kebutuhan susu segar PT. Cimory setiap harinya. Satu sisi hal ini akan memberikan jaminan pasar bagi peternak, namun di sisi lain akan menciptakan ketergantungan pasar yang tinggi terhadap PT. Cimory. Ketergantungan ini akan berdampak buruk bagi peternak manakala harga beli yang ditawarkan PT.Cimory tidak lagi sesuai dengan harapan peternak. Oleh karena itu ke depannya perlu dipikirkan alternatif pasar yang lain agar tidak terjadi ketergantungan terhadap satu pasar saja. Salah satu alternatif pasar adalah wisatawan yang berkunjung ke Cisarua. Menurut Sumartini (2010), penjualan susu segar langsung ke wisatawan atau penghuni villa dapat meningkatkan nilai jual yang cukup tinggi yaitu Rp Rp.6.000,- per liter pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 berkisar antara Rp Rp.8.000,- per liter. Kendalanya adalah pasar seperti ini bersifat tidak tetap dengan volume penjualan yang sangat rendah berkisar liter per bulan. Alternatif lain adalah dengan membuat produk susu olahan untuk dipasarkan sehingga pendapatan peternak tidak selalu tergantung pada pemasaran susu segar. Selain itu, dengan melakukan pengolahan akan menambah nilai produk yang dihasilkan. Saat ini industri pengolahan skala rumah tangga telah mulai dirintis oleh peternak di Cisarua salah satunya oleh peternak dari Kelompok Baru Siereum dengan merek dagang E-Yoci. Produk susu olahan yang dihasilkan adalah susu pasteurisasi, kerupuk susu, karamel, stik susu dan puding susu dengan kapasitas produksi sekitar 100 liter/hari. Umumnya peternakan sapi perah di Cisarua diusahakan dengan kepemilikan induk antara 1-5 ekor. Upaya kooperatif dan integratif terhadap lembaga permodalan perlu dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas usaha 47

64 peternak. Ridwan (2006) menyatakan bahwa potensi pertumbuhan agribisnis sapi perah di Kecamatan Cisarua sangat potensial untuk ditingkatkan, baik secara individu ataupun pelaku usaha baru. Insentif yang diberikan akan mendorong terjadinya pertumbuhan yang secara dimensi ekonomi berarti adanya keberlanjutan. Tingginya permintaan susu segar akan diiringi meningkatnya permintaan sarana produksi. Kebijakan untuk mempermudah pengadaan sarana produksi baik melalui kebijakan suku bunga rendah maupun subsidi pajak dapat mendorong terjadinya agribisnis sapi perah yang berkelanjutan dari sudut dimensi ekonomi. Keberlanjutan peternakan sapi perah rakyat secara ekonomi dapat dicapai apabila peternak sapi perah telah menampilkan dirinya sebagai pelaku agribisnis. Usaha pertanian dapat dikatakan sebagai agribisnis jika kegiatan tersebut telah dipersepsikan sebagai bagian dari suatu sistem bisnis yang lebih luas yang terdiri atas: (1) bisnis input dan sarana produksi pertanian seperti pupuk, alat dan mesin pertanian; (2)usaha tani itu sendiri; (3)bisnis pengolahan hasil pertanian; (4)bisnis distribusi dan pemasaran hasil pertanian dan hasil olahannya; dan (5) bisnis berbagai perangkat penunjang seperti perbankan, penelitian, pengembangan, asuransi pertanian dan sebagainya (Krisnamurthi dan Fausia, 2003). 5.3 Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berdasarkan tinjauan dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi maka secara garis besar terdapat beberapa dampak yang mungkin timbul akibat pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Cisarua. Dampak Ekologi 1. Meningkatnya pencemaran yang terjadi akibat usaha peternakan sapi perah rakyat. 2. Semakin menurunnya daya dukung pakan alami akibat pertumbuhan populasi sapi perah. 3. Semakin meningkatnya potensi limbah organik yang bisa dimanfaatkan untuk perbaikan kualitas tanah pertanian. Dampak Sosial 1. Pertumbuhan usaha peternakan akan memberikan perluasan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 48

65 2. Pengembangan peternakan akan menyebabkan peningkatan ketersediaan pangan asal hewan bagi masyarakat yang berdampak meningkatnya status gizi masyarakat. 3. Keberhasilan pengembangan sapi perah di Cisarua akan meningkatkan citra pemerintah dalam upaya pegembangan komoditas unggulan daerah. 4. Semakin tingginya potensi konflik di masyarakat akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh usaha peternakan rakyat. Dampak Ekonomi 1. Peningkatan kapasitas usaha ternak rakyat akan memberikan peningkatan pendapatan bagi peternak. 2. Keberadaan usaha ternak sapi perah dari hulu hingga hilir di Kecamatan Cisarua akan meningkatkan laju perekonomian daerah secara umum. Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi dengan para pakar maka ditetapkan sasaran dalam pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Cisarua untuk mewujudkan dampak positif dan meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul, seperti yang disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Aspek dan Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah No. Aspek Sasaran 1. Ekologi Terciptanya peternakan zero waste Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam Sosial Ekonomi Meningkatnya lapangan pekerjaan Meningkatnya status gizi masyarakat Menjadikan sapi perah sebagai icon daerah Meningkatnya pendapatan peternak Meningkatnya perekonomian daerah Hasil analisis AHP terhadap ketiga aspek tersebut menunjukkan bahwa aspek ekonomi memiliki bobot paling tinggi (0,493) dibandingkan dengan aspek sosial (0,311) dan ekologi (0,196). Ini mengindikasikan bahwa aspek ekonomi perlu diutamakan dalam perencanaan strategi pengembangan peternakan sapi perah. Terpilihnya aspek ekonomi sebagai prioritas utama dalam pengembangan peternakan sapi perah merupakan suatu hal yang wajar. Layaknya seperti kegiatan perekonomian yang lain, peternakan sapi perah diharapkan dapat memberikan keuntungan maksimum bagi pelaku yang terlibat didalamnya serta 49

66 mampu menggerakkan perekonomian daerah dimana usaha peternakan tersebut berlangsung. Sasaran dalam aspek sosial dan ekologi dianggap akan tercapai apabila sasaran dalam aspek ekonomi telah mampu dipenuhi. Peningkatan pendapatan peternak yang diiringi laju perekonomian yang stabil diharapkan akan mampu menstimulasi peternak untuk meningkatkan kapasitas usahanya yang berimbas terhadap peningkatan lapangan pekerjaan. Pengerahan sumberdaya yang ada dengan optimal untuk pengembangan peternakan yang pada akhirnya dapat mewujudkan sapi perah sebagai icon daerah. Prioritas sasaran secara global yang ingin dicapai dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26. Prioritas Global Sasaran Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua No. Elemen Bobot Prioritas Meningkatnya Pendapatan Peternak Meningkatnya Lapangan Pekerjaan Terwujudnya Optimalisasi Pemanfaatan SDA Meningkatnya Perekonomian Daerah Meningkatnya Taraf Gizi Masyarakat Terciptanya Peternakan yang zero waste Mewujudkan Sapi Perah Sebagai Icon Daerah 0,370 0,178 0,131 0,123 0,089 0,065 0, Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Berkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai dalam aspek ekologi, sosial dan ekonomi terdapat beberapa alternatif strategi pengembangan peternakan yang dapat dilakukan yaitu: (1) peningkatan kapasitas kelembagaan [LEMBAGA]; (2) perluasan akses peternak terhadap permodalan [MODAL]; (3) peningkatan kerjasama dalam akses pemanfaataan lahan [KRJSM]; (4) perluasan target pasar [PASAR]; (5) peningkatan kualitas dan kuantitas produk/susu [PRODUK]; dan (6) peningkatan kualitas SDM peternak [SDM_PET]. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing alternatif strategi. a. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Selama ini peternak di Kecamatan Cisarua telah memiliki kelembagaan yang muncul dan timbul karena profesi mereka sebagai peternak yang bertujuan untuk mempermudah pemenuhan keperluan 50

67 mereka sebagai peternak. Umumnya kelompok-kelompok peternak ini telah dijalankan secara modern walaupun masih terdapat kekurangan yang memerlukan penyempurnaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan peternak ini sangat diperlukan karena organisasi tingkat peternak ini merupakan lembaga yang sangat mumpuni untuk menjadi wadah atau saluran pembangunan terkait peternakan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan di pedesaan. Berpijak pada realita semacam inilah maka pemerintah melalui instansi terkait perlu membina serta meningkatkan kinerja lembaga kemasyarakatan/kelompok-kelompok peternak modern dalam rangka pelaksanaan program pembangunan peternakan dengan pertimbangan bahwa kelompok-kelompok peternak modern yang dibina pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk kegiatan pembangunan peternakan akan lebih memberikan peluang besar dalam keberhasilan pembangunan itu sendiri. Uphoff (1986) memberikan gambaran bahwa selama kurun waktu yang panjang lembaga donor internasional mengakui akan pentingnya pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah memberikan pembuktian terhadap pentingnya pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali proyek yang mengabaikan pengembangan kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar lembaga donor hanya berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja. Pemerintah dipandang sebagai sebuah lembaga yang paling mudah disentuh serta merupakan lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal dianggap sebagai bagian nomor dua saja dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional. Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang sangat terbatas. Lebih jauh Israel (1990) mengungkapkan bahwa pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proyek pembangunan yang didanai oleh Bank Dunia. Selain membangun dalam bentuk sarana dan prasarana fisik, terdapat cakupan lain yang termasuk dalam aspek pengembangan kelembagaan, walaupun masih sangat kecil. Berbeda halnya apabila proyek pembangunan tersebut bersifat investasi di bidang jasa seperti penyuluhan pertanian, kesehatan atau pendidikan, muatan pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang menjadi 51

68 perhatian besar. Kesulitan yang dihadapi disini adalah pembangunan fisik ternyata jauh lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan kelembagaan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa komponen fisik pada suatu program pembangunan memiliki tingkat keberhasilan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan komponen pembangunan kelembagaan. Pembinaan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor untuk meningkatkan peran kelembagaan peternakan di Cisarua perlu terus dilakukan tanpa harus menciptakan ketergantungan pada pemerintah. Selain dilakukan pemerintah, penguatan kelembagaan dapat juga dilakukan oleh BUMN/BUMD dan swasta seperti LSM dan yayasan. Tujuan utamanya adalah agar setiap lembaga mampu melayani para peternak dengan relatif mudah dan lancar secara berkesinambungan. Penerapan prinsip-prinsip efisiensi fungsi-fungsi manajemen administrasi, manajemen produksi dan distribusi, manajemen pelayanan, manajemen kontrol, manajemen supervisi, manajemen sumberdaya manusia dan manajemen informasi kelembagaan mutlak diperlukan. Peningkatan kapasitas kelembagaan peternakan sapi perah dapat dilakukan melalui : 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam kelompok peternak sapi perah sehubungan dengan perkembangan teknologi, permasalahan dan kebutuhan para peternak. Pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan adalah mengenai peningkatan produksi dan kualitas produk, teknologi pakan, kelembagaan dan finansial. 2. Peningkatan peran serta kelembagaan penyuluhan peternakan sehingga mampu menyentuh langsung kebutuhan peternak dengan melibatkan peternak secara lebih aktif. Model penyuluhan mandiri dimana peternak berperan sebagai pelaku aktif perlu terus ditingkatkan peranannya. Jumlah dan kualitas penyuluh yang memiliki kemampuan di bidang analisis produksi dan pemasaran serta sebagai mediator ke berbagai lembaga keuangan dan pendidikan/pelatihan perlu terus ditingkatkan. 3. Peningkatan kualitas manajemen koperasi yang ada, dalam hal ini KUD Giri Tani, khususnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia para pengurus dan manajer dalam rangka meningkatkan kesejahteraan peternak. Peran para pengurus kelompok peternak yang tergabung 52

69 dalam koperasi perlu diberdayakan terutama untuk meningkatkan posisi tawar dalam memperoleh pelayanan kredit dan pemasaran hasil. 4. Peningkatan peran lembaga-lembaga perbankan dalam pelayanannya kepada peternak secara optimum. Saat ini telah terdapat dua bank yaitu Bank Mandiri dan BRI yang terlibat aktif dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari pemerintah kepada peternak sapi perah di Cisarua. Secara nasional, Bank Mandiri pada tahun 2011 menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp. 3 triliun dan BRI menargetkan sebesar 2,5 triliun. b. Perluasan Akses Peternak Terhadap Permodalan Usaha ternak sapi perah rakyat saat ini yang umumnya diusahakan dalam skala 1-5 ekor induk menghendaki peningkatan kapasitas usaha agar lebih bernilai ekonomis. Selain itu untuk mendapatkan kualitas susu yang baik memerlukan sarana dan prasarana produksi yang memadai. Begitu pula dalam mengurangi dampak limbah peternakan yang timbil diperlukan teknologi yang memadai seperti biogas. Peternak kecil umumnya memiliki akses yang terbatas terhadap dana yang dapat diinvestasikan untuk pembelian aset produktif seperti ternak dan perlatan-peralatan yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan peternakan sapi perah yang efektif. Saat ini terdapat berbagai bentuk permodalan yang ditawarkan oleh perbankan namun belum semuanya dapat diakses oleh peternak. Kendala yang umum dialami oleh peternak yaitu terbatasnya bank yang bersedia melayani keperluan modal bagi peternak dengan syarat dan prosedur yang mudah, dan kekurangmandirian peternak dalam berhubungan dengan pihak bank. Belum mandirinya peternak dalam mengakses modal disebabkan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan lembaga keuangan formal yang memerlukan syarat serta prosedur tertentu. Berbagai program telah dilakukan pemerintah untuk membantu peternak mengatasi kendala tersebut, diantaranya dalam menyediakan berbagai bentuk alternatif fasilitas sumber permodalan serta tenaga pendamping di tingkat lapangan agar peternak mampu mengakses modal. Fasilitas permodalan/kredit program yang disediakan pemerintah untuk peternak antara lain adalah Bantuan Langsung Masyarakat PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan), Bantuan Sosial LM3 53

70 (Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat), KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), dan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Agar bantuan permodalan ini dapat diakses peternak, perlu diupayakan sosialisasi yang lebih gencar serta proses seleksi yang lebih matang sehingga program ini memiliki jangkauan yang luas dan tepat sasaran. Selain bantuan kredit yang ditawarkan pemerintah, KUD Giri Tani sebagai wadah permodalan bagi kelompok dapat lebih ditingkatkan fungsinya dalam membantu permodalan bagi peternak. Bermodalkan keuntungan dari setiap penjualan susu dan informasi yang akurat yang dimiliki KUD tentang kemampuan kredit masing-masing anggotanya, diharapkan KUD dapat memberikan bantuan permodalan secara efektif bagi anggotanya. c. Peningkatan Kerjasama dalam Akses Pemanfaatan Lahan Sebagian besar peternak yang ada saat ini memiliki lahan yang sangat terbatas sehingga ketersediaan lahan ini menjadi faktor pembatas bagi peternak rakyat dalam meningkatkan skala usahanya. Selain untuk lahan kandang, keberadaan lahan juga dibutuhkan untuk mendapatkan input pakan hijauan. Peternak pada peternakan sapi perah rakyat yang sepenuhnya menggunakan sumberdaya tenaga kerja keluarga menghabiskan sebagian besar waktu produktifnya untuk menyediakan pakan hijauan dengan sistem cut and carry. Pakan hijauan berupa rumput dan limbah pertanian pada umumnya diperoleh dari lahan-lahan di wilayah sekitarnya terutama lahan-lahan kehutanan dan perkebunan. Persoalannya adalah sistem peternakan yang ada sekarang tidak memiliki basis lahan yang memadai untuk mendukung perluasan lahan kandang dan penyediaan kebun HMT. Kerjasama dengan pihak lain perlu ditingkatkan dalam pemanfaatan lahan bagi usaha peternakan. Kerjasama dapat dilakukan dengan cara sistem sewa/kontrak dengan pemilik lahan, baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan seperti Perhutani dan PTPN. Kerjasama tersebut diharapkan dapat memfungsikan lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pengembangan peternakan sapi perah di Cisarua. 54

71 d. Perluasan Target Pasar Saat ini pasar susu di Cisarua masih sangat tergantung kepada PT. Cimory sebagai Industri Pengolah Susu. Ketergantungan yang sangat besar ini menyebabkan peternak tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam penetapan harga. Walaupun sekarang ini PT. Cimory mampu menyerap semua produksi susu dengan harga yang masih memberikan keuntungan kepada peternak, namun perlu juga dipikirkan alternatif pasar yang lain sehingga tidak menciptakan kondisi pasar yang monopsoni. Harga susu di tingkat peternak ditentukan bukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran tetapi oleh penetapan secara sepihak oleh IPS (Ridwan, 2006). Pemerintah perlu memihak koperasi dan industri pengolahan susu (IPS) skala kecil yang berbasis susu lokal guna menciptakan pasar. Bentuk usaha ini bagi koperasi memiliki dua sasaran: pertama adalah memberikan diversifikasi usaha bagi koperasi sehingga dapat melatih kemandirian dan entrepreneur, kedua meningkatkan jangkauan distribusi susu segar kepada masyarakat untuk dapat dikonsumsi dengan biaya yang lebih murah dan menyehatkan. Permintaan susu konsumsi akan bertambah jika konsumsi susu per kapita meningkat, tetapi peningkatan ini akan terhambat jika terjadi peningkatan harga susu konsumsi. Maka untuk menjamin pasar bagi produk susu olahan IPS lokal, pemerintah perlu memberlakukan kebijakan mewajibkan minum susu bagi anak sekolah yang biayanya dapat dianggarkan dari anggaran pendidikan atau kesehatan. Membudayakan minum susu kepada anak usia dini juga mempunyai sasaran jangka panjang yaitu menciptakan generasi yang sadar gizi yang lebih mengutamakan mengkonsumsi susu segar daripada susu bubuk atau kental manis. Keberadaan peternakan sapi perah di kawasan wisata ini juga memberikan peluang pasar bagi para peternak untuk memasarkan produknya kepada wisatawan lokal. IPS skala rumah tangga perlu ditumbuhkembangkan untuk menangkap peluang pasar yang dalam hal ini bisa diusahakan oleh kelompok peternak. Pengolahan terhadap produk yang dihasilkan akan memberikan nilai tambah dan daya saing produk. 55

72 e. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produk/Susu Susu sebagai produk utama dalam usaha peternakan sapi perah perlu diperhatikan kualitas dan kuantitasnya karena sangat terkait langsung dengan harga dan pendapatan peternak. Berdasarkan analisis sistem dinamik, Ridwan (2006) memprediksikan bahwa tanpa adanya insentif yang diberikan untuk meningkatkan laju pertumbuhan produksi susu di wilayah Puncak Bogor maka dalam rentang 20 tahun produksi susu rata-rata hanya mengalami kenaikan sebesar 4 liter/ekor/hari. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas susu yaitu: 1. Bibit yang berkualitas. Induk yang berkualitas secara genetis berpotensi untuk memunculkan performa produksi yang maksimal. Sapi perah yang diusahakan oleh peternak di Cisarua adalah jenis FH (Fries Holstein). Sapi FH dalam kondisi lingkungan yang optimal mampu memproduksi susu sebanyak 30 liter/hari. Umumnya sapi FH yang dipelihara peternak di Indonesia memiliki kemampuan produksi susu rata-rata sebesar 12 liter/hari (Muladno, 2010). Ridwan (2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan keberlanjutan agribisnis sapi perah di Kecamatan Cisarua diperlukan peningkatan mutu genetis melalui pembelian bibit impor maupun inseminasi buatan dari sumber bibit yang unggul. Untuk menjaga ketersediaan bibit pengganti (replacement stock) yang baik bagi peternak sapi perah di Cisarua, sudah saatnya untuk mengaktualisasikan program rearing ternak sehingga pedet betina yang berkualitas dapat dipertahankan dan tidak dijual ke luar Kabupaten Bogor. 2. Kualitas pakan yang baik. Pakan memiliki peran yang sangat penting untuk mendapatkan kualitas susu yang baik. Kendalanya adalah, terutama untuk pakan konsentrat, peternak harus membayar mahal jika ingin memperoleh pakan dengan kualitas yang baik. Tentu saja hal ini memberatkan peternak terutama dengan skala kepemilikan 1-5 ekor. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengusahakan sebuah pabrik pakan mini yang dapat mengolah bahan alternatif dari sumberdaya lokal yang ada sehingga dapat diperoleh pakan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau peternak. 56

73 3. Kecukupan air minum. Menurut Tillman et al (1984) kandungan air dalam air susu berkisar 80,1-87,5%, dengan demikian ketersediaan air yang cukup untuk minum ternak sangat mempengaruhi produksi susu. 4. Penanganan susu yang baik. Definisi penanganan susu meliputi kegiatan pemerahan, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan. Manajemen kesehatan pemerahan dalam penanganan susu perlu diperhatikan yaitu usaha yang harus dilakukan sebelum pemerahan, pada saat pemerahan dan setelah pemerahan dengan tujuan untuk mendapatkan susu yang halal, aman, utuh dan sehat. Pelaksanakan prosedur pemerahan yang benar (Good Milking Practice) baik yang mencakup jarak pemerahan, perlakuan pendahuluan pada ambing, cara pemerahan, pencegahan dan pengujian mastitis, dll, diharapkan memberikan hasil pemerahan susu yang optimal. Selain prosedur pemerahan yang benar, juga perlu diperhatikan peralatan untuk menampung susu harus bersih dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 antara lain : Kedap air Terbuat dari bahan yang tidak berkarat (stainless steel; aluminium) Tidak mengelupas bagian-bagiannya Tidak bereaksi dengan susu Tidak merubah bau, warna dan reaksi susu Mudah dibersihkan dan disucihamakan Tugas para peternak dan para petugas yang menangani pengumpulan, pengiriman susu segar, cooling center dan transportasi susu segar adalah menjaga agar seminimal mungkin terjadi kontaminasi mikroba dari luar ke dalam susu yang pada akhirnya dapat berakibat turunnya kualitas susu atau kerusakan susu (milk deterioration). Pelaksanaan penanganan susu yang baik (Good Handling Practices) memerlukan peralatan penanganan yang baik dan benar sesuai tempat tahapan penanganan susu dilakukan. Peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan susu adalah sebagai berikut: A. Peralatan di tempat Pemerahan 1. Ember Susu Fungsi : Sebagai wadah penampungan susu yang diperah secara manual 57

74 Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu 2. Saringan Susu / Strainer Fungsi : Penyaring benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan (rambut, sel ephithel, kotoran lain) Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu 3. Milk Can Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Alat ini berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5, 10, 20, 30, 40, 50 liter. Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu 4. Mesin Pemerah Susu Fungsi : Sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah ke dalam penampung melalui unit perah. Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis. Selain itu juga jumlah sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi Spesifikasi : Pada dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas : a. Pompa Vakum b. Pulsator c. Milk claw d. Sedotan puting (Teat cup) e. Wadah susu (Bucket) Terdapat 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu : 1. Portable Milking Machine, pada type ini semua peralatan mesin perah (Pompa vakum s/d Bucket) ditaruh di atas Troley dan didorong ke sapi yang akan di perah. Jumlah dan volume bucket bervariasi, ada yang single bucket (25 lt, 30 lt) ada yang double bucket. Demikian pula jumlah teat cup (cluster) ada yang single ada pula yang double. 58

75 2. Bucket Milking Machine, pada type ini pompa Vakum terpisah dan dihubungkan di titik- titik tertentu dengan bucket melalui pipa vakum sepanjang lorong kandang. Bucket, Pulsator serta teat cup mendatangi tiap sapi yang akan diperah dan menyambung pulsator dengan pipa vakum. 3. Flat Barn dan Herringbone Milking Machine Milking machine type ini sekelompok sapi digiring ketempat pemerahan (milking parlour) dengan alunan musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris miring (herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Biasanya susu hasil pemerahan serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit. Mesin perah jenis Portable Milking Machine merupakan jenis mesin perah yang lebih sesuai untuk digunakan pada peternakan sapi perah rakyat. B. Peralatan di Tempat Pengumpulan Susu (TPS) 1. Transfer tank Fungsi : Sebagai wadah menampung dan membawa susu segar dari para peternak ke Pusat Pendinginan Susu. 2. Cooling Unit Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan susu segar dalam kondisi dingin (4-7 o C), tertutup, dan tidak tembus cahaya. 3. Peralatan di Cooling Center/KUD a) Unit Pendingin Cepat Susu (Chilling unit) Fungsi: Sebagai tempat penerima susu dari para peternak dalam jumlah besar, biasanya di pusat pendinginan susu (KUD) dilengkapi dengan fasilitas pendinginan cepat susu. b) Transport Tank Fungsi : Sebagai sarana pengiriman susu dari Cooling center/kud ke IPS, diperlukan tangki susu khusus yang mampu menjaga suhu susu tetap dingin selama dalam perjalanan jauh yang memakan waktu 8 12 jam. 59

76 f. Peningkatan Kualitas SDM Peternak. Sumberdaya manusia (SDM) memuat dua kandungan yaitu modal manusia dan modal sosial. Modal manusia adalah modal yang dapat digunakan untuk merancang atau memproduksi sesuatu. Modal sosial merupakan potensi dalam bentuk struktur sosial maupun hubungan sosial. Sumberdaya manusia merupakan faktor kunci dalam memenangi kompetisi di berbagai bidang usaha termasuk bidang peternakan. Kualitas produk/susu yang diharapkan dapat merebut pasar tidaklah tergantung pada produknya itu sendiri tetapi juga tergantung pada SDM-nya. SDM yang kreatif, inovatif, dan memiliki komitmen untuk maju serta selalu ingin menjadi yang terbaik sangat menentukan keberhasilan pengembangan peternakan sapi perah ke depan. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan (formal maupun nonformal) merupakan suatu hal yang mutlak untuk dilakukan. Tingkat pendidikan peternak yang rendah menyebabkan peternak hanya berproduksi untuk konsumen industri dan pedagang yang memiliki jalur langsung ke konsumen. Peningkatan SDM yang dilakukan akan menjadikan sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua ini lebih mudah untuk diwujudkan. Pendidikan dan pelatihan yang telah diberikan kepada peternak hendaknya dievaluasi karena seringkali peternak kembali kepada kebiasaan yang lama selang beberapa bulan setelah diberi pelatihan. Begitu pula bagi peternak yang telah mampu menerapkan hasil pelatihan tingkat awal hendaknya terus dilanjutkan dengan pelatihan tingkat lanjut. Hasil olah data secara AHP menunjukkan bobot untuk masing-masing strategi sebagaimana disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan bobot dari masing-masing strategi maka strategi yang dikehedaki para stakeholder sebagai skala prioritas untuk mencapai sasaran dalam pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua adalah peningkatan kualitas dan kuantitas produk/susu (0,244), perluasan akses peternak terhadap permodalan (0,208) dan peningkatan kualitas SDM peternak (0,196). 60

77 LEMBAGA; 0,088 KRJSM; 0,091 PRODUK; 0,244 PASAR; 0,170 SDM_PET; 0,196 MODAL; 0,208 Gambar 2. Alternatif Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cisarua Program aksi yang perlu diimplementasikan untuk menjalankan masingmasing strategi tersebut adalah: 1. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produk/Susu - Perbaikan kualitas bibit sapi perah - Penggunaan peralatan untuk penanganan susu yang sesuai persyaratan. - Perbaikan kualitas dan kuantitas pemberian pakan. - Penyediaan mobil pendingin yang memadai untuk transportasi susu. - Melakukan penanganan kebersihan/sanitasi kandang dengan baik. 2. Perluasan Akses Peternak Terhadap Permodalan - Meningkatkan sosialisasi tentang fasilitasi kredit bunga ringan yang diberikan pemerintah. - Meningkatkan peran KUD sebagai penyedia modal kerja bagi anggota. 3. Peningkatan Kualitas SDM Peternak - Membekali peternak dengan teknologi budidaya dan pasca panen. - Meningkatkan penyuluhan tentang pengembangan bisnis, manajemen keuangan dan perbankan. 61

78 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Peternakan sapi perah rakyat di Cisarua merupakan peternakan yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) merupakan peternakan skala kecil; (2) produksi susu yang duhasilkan belum maksimal; (3) peternakan merupakan usaha pokok bagi peternak; (4) peternak telah memiliki kelembagaan kelompok; dan (5) hampir keseluruhan produk susu dijual kepada Industri Pengolah Susu (IPS). Secara ekologi dan sosio ekonomi, terdapat beberapa kondisi yang perlu diantisipasi agar usaha peternakan sapi perah rakyat di masa yang akan datang terjamin keberlanjutannya, yaitu : (1) daya dukung pakan alami di Kecamatan Cisarua sudah termasuk dalam kriteria sangat kritis, (2) limbah peternakan akan meningkatkan pencemaran air dan berpotensi untuk memicu konflik di masyarakat, (3) pemasaran susu di Cisarua hanya terkonsentrasi terhadap satu pasar yang mengakibatkan ketergantungan pasar. Sasaran yang perlu dicapai untuk mewujudkan pengembangan peternakan yang berkelanjutan di Cisarua adalah: (1) meningkatnya pendapatan peternak; (2) meningkatnya lapangan pekerjaan; (3) terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam; (4) meningkatnya perekonomian daerah; (5) meningkatnya taraf gizi masyarakat; (6) terciptanya peternakan yang zero waste; dan (7) mewujudkan sapi perah sebagai icon daerah. Strategi prioritas yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang tersebut adalah peningkatan kualitas dan kuantitas susu, perluasan akses peternak terhadap permodalan dan peningkatan kualitas SDM peternak. 6.2 Saran 1. Penelitian ini belum mengkaji kesesuaian dan potensi lahan secara mendetail sehingga kajian khusus mengenai potensi daya dukung lahan perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai daya dukung yang lebih akurat. 2. Perlu dilakukan kajian terhadap perbandingan besaran nilai input yang dibutuhkan peternak untuk melaksanakan peternakan yang berkelanjutan dengan nilai output yang dihasilkan sehingga bisa diketahui tingkat efisiensi dan efektifitas usahanya. 62

79 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. IPB Press. Bogor. Ashari, E. Juarini, Sumanto, B. Wibowo, Suratman dan K. Dwiyanto Analisa Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan I. Pengantar Pemahaman. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Basuni, S Inovasi Institusi untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi (Studi Kasus di Taman Nasional Gununggede Pangrango Jawa Barat. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Budidaya Ternak Sapi Perah. Publisher: Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. index.php? mod=arsip&id MenuKiri=408&page=2&cari=&idContent=1 [21Januari 2011] Baqa, L Peran wirakoperasi dalam pengembangan sistem agribisnis; kajian terhadap pengembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Makalah pada seminar dwibulanan ISTECS Eropa di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Frankfurt. Jerman. Budinuryanto, D.C Restrukturisasi Sistem Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat dalam Sistem Pembangunan Berkelanjutan (Kasus di Daerah Hulu Sungai Citarum). Seminar Nasional Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2. Universitas Padjadjaran. Bandung. Daryanto, A Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. PT. Penerbit IPB Press, Bogor. Dasman, R.F., J.P. Milton dan P.H Freeman Prinsip Ekologi untuk Pembangunan Ekonomi. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Dasuki, MA Perspektif Perkembangan Peternakan Sapi Perah sebagai Landasan Kesepadanan Mengisi Kebutuhan Susu di Jawa Barat. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung. [Deptan] Departemen Pertanian The Dairy Industry in Indonesia. Makalah disampaikan pada Workshop on Productivity Improvements Tools for Agribusiness SMEs: Managing Food Safety in The Dairy Industry, Yogyakarta tanggal Agustus [Disnakkan] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Buku Data Peternakan Tahun Bogor. [Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Monografi Pertanian dan Kehutanan Tahun Bogor. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan Deptan RI Statistik Peternakan Jakarta. 63

80 Eriyanto dan F. Sofyar Riset Kebijakan, Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor Glueck, W.F dan L.R Jauch Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Erlangga. Jakarta. Hendra, P Potensi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat (Tesis). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Israel, A Pengembangan Kelembagaan; Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. Jakarta. LP3ES. [Kementan] Kementerian Pertanian Peraturan Menteri Pertanian No.18/Permentan.OT.140/2/2010 tentang Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan. Kementrian Pertanian Jakarta. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup Harmonisasi Tata Ruang Sumberdaya Alam dan Penggunaan Lahan. Kementrian Lingkungan Hidup RI. Jakarta. Krisnamurthi, B dan L. Fausia Langkah Sukses Memulai Agribisnis. Seri Agriawawasan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Mahida, U.N Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press. Jakarta. Marimin Teknik dan Aplikasi; Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H Rahmi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Muladno Kualitas dan Kuantitas Ternak Lokal Tergerus. Majalah Trobos. Edisi Desember 2010 Munasinghe, M Environmental economic and sustainable development. The International bank for recronstruction and development. World Bank. Washington. Nickols, F Strategy is A Lot of Things. nickols/strategy_is.htm [28 Januari 2011] Pambudy, R.,T. Sipayung, W.B Priatna, Burhanuddin, A. Kriswantriyono dan A. Satria Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis. Pustaka Wira Usaha. Bogor. Putri, N.H.T.S Pengembangan peternakan melalui sistem pertanian campuran yang ramah lingkungan. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. 64

81 Priyanti, A dan R.A. Saptati Dampak Harga Susu Dunia Terhadap Harga Susu Dalam Negeri Tingkat Peternak. Seminar Nasional: Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan 19 Nopember Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Rangkuti, F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ridwan, W.A Model Agribisnis Peternakan Sapi Perah Berkelanjutan pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Bogor (Disertasi). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Saaty, T.L Pengambilan keputusan bagi para pemimpin. Proses hirarki analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi kompleks. (Terjemahan) Seri Manajemen No PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sanusi, A Metodologi Penelitian Praktis. Penerbit Buntara Media. Malang. Soemarwoto, O Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sofyan, D dan R. Pambudy Peduli Peternakan Rakyat. Penerbit Yayasan Agrindo Mandiri. Jakarta. Sudono, A., Fina dan Budi Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Penerbit Agromedia Pustaka. Depok. Sudradjat, S Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industri peternakan di Indonesia. Buletin Peternakan Edisi Tambahan :11-15 Suhartini, S.H Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Keragaan Industri Persusuan Indonesia (Tesis). Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sumanto dan E. Juarini Pedoman Identifikasi Potensi Wilayah. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Sumartini, M.N Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (Tesis). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Suratmo, F.G Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Cet. Keduabelas. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta. Syamsu, J.A Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan (Disertasi). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 65

82 Talib, C.,I. Inounu, A. Bamualim Restrukturisasi Peternak di Indonesia, Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 Nomor 1 Maret Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. ISSN: Akreditasi Nomor: 45//Akred-LIPI/P2MBI/9/ Tillman, D.A,, H, Hartad., S. Reksohadiprojo., S. Praminokusumo dan S. Lebdosoekojo Ilmu Makanan Ternak Dasar 2. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Uphoff, N Local Instutional Development; An Alatical Sourcebook. West Hartford. Kumarian Press. Wahyudi, A.S Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. Walpole, R.E Pengantar Statistik. Edisi ke-3. (Penterjemah): Sumantri,B. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 66

83 LAMPIRAN 67

84 Lampiran 1. Peta Peruntukan Ruang Kecamatan Cisarua 68

85 Lampiran 2. Kuesioner untuk Responden Peternak No. Kuesioner : Hari/ Tanggal : Lokasi :... Strata :... Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Semua data dan informasi yang diberikan akan saya pergunakan sebagai bahan untuk menyusun tesis dan dijamin kerahasiaannya. Atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih. Kuisioner ini dibuat dalam rangka mendapatkan informasi mengenai kondisi peternakan sapi perah yang akan digunakan untuk menentukan Strategi Pengembangan Peternakan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. A. IDENTITAS PETERNAK Nama Umur Jenis Kelamin :... : Tahun : L / P (lingkari yang sesuai) Pendidikan Terakhir :... Pengalaman Beternak :.. Tahun B. KONDISI TERNAK 1. Jumlah ternak sapi perah yang dipelihara Milik sendiri :... ekor Maparo/Bagi Hasil :... ekor 2. Struktur populasi dari ternak yang dipelihara Pejantan :... ekor Induk :... ekor Sapi Jantan Muda :... ekor Dara :... ekor Pedet Jantan :... ekor Pedet Betina :... ekor 3. Rata-rata produksi susu Induk Laktasi :... liter/ekor/hari 4. Perlakuan terhadap pedet betina yang lahir (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Dipelihara untuk dijadikan Induk b. Dijual pada saat lepas sapih c. Lainnya (sebutkan)... 69

86 C. PERKANDANGAN 1. Kepemilikan Kandang (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Milik Sendiri b. Sewa (Rp... per Tahun) 2. Daya Tampung Kandang:... ekor induk 3. Jarak kandang dari rumah: a. 0 m (satu atap dengan rumah) b m c. >10 m 4. Frekuensi Pembersihan Kandang: a. 1 kali sehari b. 2 kali sehari c. 3 kali sehari 5. Apakah kandang yang Anda gunakan sudah dilengkapi instalasi BIOGAS? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai) a. Sudah (kapasitas... M 3 ) b. Belum D. KEBUTUHAN AIR DAN PAKAN 1. Darimana Anda memperoleh air untuk keperluan minum ternak? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Air Sumur/ Mata Air b. Air sungai/parit 2. Darimana Anda memperoleh air untuk keperluan kebersihan kandang? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Air Sumur/ Mata Air b. Air sungai/parit 3. Apakah sumber air yang ada sudah mencukupi? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Sudah b. Belum 4. Apakah ternak yang dipelihara diberi konsentrat? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Ya (... kg/ekor/hari) b. Tidak 70

87 5. Berapa jumlah HMT yang diberikan kepada ternak setiap hari? kg/ekor 6. Apa saja jenis HMT yang Anda berikan kepada ternak? Sebutkan! a.... b.... c Apakah Anda memiliki Kebun HMT? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Ya (... ha) b. Tidak Jika Anda tidak memiliki kebun HMT sendiri, darimana Anda memperoleh HMT untuk ternak? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Mencari dan mengarit sendiri b. Membeli (Rp.../kg) 8. Apakah sumber HMT yang ada sudah mencukupi bagi ternak yang dipelihara? (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. Sudah b. Belum Jika sumber HMT belum mencukupi, apakah Anda menggunakan hijauan alternatif untuk kebutuhan ternak (seperti limbah pertanian, limbah pasar)? a. Ya b. Tidak E. PENANGANAN LIMBAH DAN PENYAKIT 1. Apa yang Anda lakukan terhadap Limbah Padat yang dihasilkan ternak? a. Langsung dibuang ke sungai/saluran air b. Langsung dibuang ke Kebun c. Diolah menjadi kompos/pupuk organik d. Dijadikan bahan baku biogas 2. Apa yang Anda lakukan jika ternak sapi terserang penyakit? a. Tidak diobati b. Ditangani sendiri c. Memanggil mantri hewan 71

88 3. SOSIO EKONOMI 1. Alasan Anda beternak sapi perah : a. Sebagai Usaha Pokok b. Sebagai Usaha Sampingan c. Sebagai Hobi 2. Jumlah tanggungan dalam keluarga:...orang 3. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usaha ternak:... orang 4. Apakah Anda juga membuat produk olahan dari bahan baku susu? a. Ya b. Tidak 5. Berapa pendapatan Anda dari usaha ternak sapi perah setiap bulan (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. <Rp b. Rp Rp c. Rp Rp d. Rp Rp e. >Rp Apakah anda memiliki pekerjaan lain selain dari beternak sapi perah? a. Ya. Sebutkan... b. Tidak 7. Berapa pendapatan yang Anda peroleh di luar usaha ternak sapi perah (lingkari jawaban yang Anda anggap sesuai): a. <Rp b. Rp Rp c. Rp Rp d. Rp Rp e. >Rp

89 Lampiran 3. Kuesioner untuk Responden Pakar Judul Penelitian : Strategi Pengembangan Ternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua, Bogor Tujuan Hierarki : : Untuk mengumpulkan data primer guna menyusun alternatif strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Pendekatan AHP menggunakan metode skala Saaty mulai dari 1 sampai 9. Berikan penilaian dalam bentuk angka dalam kolom yang telah disediakan pada setiap pertanyaan dengan menggunakan dasar penilaian sebagai berikut : Tingkat Kepentingan Definisi 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya 9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan 73

90 Kajian ini disusun berdasarkan metode Analisys Hierarchi Process (AHP) yang dibagi atas level I sampai dengan IV, sebagai berikut : Level I Level II : Tujuan/Goal Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua : Kriteria/Aspek Merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam model, yang terdiri dari : 1. Aspek Ekologi 2. Aspek Sosial 3. Aspek Ekonomi Level III : Subkriteria / Sasaran Level IV : Alternatif Merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam model ini : 1. Terciptanya peternakan yang zero waste 2. Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan SDA 3. Meningkatnya lapangan pekerjaan 4. Meningkatkan gizi keluarga 5. Menjadikan sapi perah sebagai icon daerah 6. Meningkatnya pendapatan peternak 7. Meningkatnya perekonomian daerah Merupakan alternatif strategi dalam rangka pengembangan peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua : 1. Peningkatan kapasitas kelembagaan 2. Perluasan akses peternak terhadap permodalan 3. Peningkatan kerjasama dalam akses pemanfaatan lahan 4. Perluasan target pasar 5. Peningkatan kuantitas dan kualitas produk/susu 6. Peningkatan kualitas SDM Peternak 74

91 Secara sederhana uraian di atas dapat digambarkan dalam struktur hirarki sebagai berikut : Keterangan : Ekologi : Aspek Ekologi Sosial : Aspek Sosial Ekonomi : Aspek Ekonomi 0-Waste : Terciptanya peternakan yang zero waste Optima : Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan SDA Lap-Ker : Meningkatnya lapangan pekerjaan Gizi-Masy : Meningkatnya taraf gizi masyarakat Icon-Da : Mewujudkan sapi perah sebagai icon daerah Pen-Pet : Meningkatnya pendapatan peternak Ekon-Da : Meningkatnya perekonomian daerah Lembaga : Peningkatan kapasitas kelembagaan Modal : Perluasan akses peternak terhadap permodalan Krjsm : Peningkatan kerjasama dalam akses pemanfaatan lahan Pasar : Perluasan target pasar Produk : Peningkatan kuantitas dan kualitas produk/susu SDM-Pet : Peningkatan kualitas SDM Peternak 75

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu sejak pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN

ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN ANALISIS KEBIJAKAN DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI DI INDONESIA SKRIPSI PIPIT AGUSTIN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor pertanian terdiri dari sektor tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor kehutanan, sektor perikanan dan sektor peternakan. Sektor peternakan sebagai salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N

POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N POTENSI DAN DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN H A E R U D D I N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2004 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 201, p -0 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat) ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI DE AULIA RAMADHAN H34066030 PROGRAM PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh : Yuliandri 10981006594 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 SKRIPSI NENENG LASMANAWATI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG

STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG SKRIPSI IMAM WAHYUDI H34066064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS OLEH : SURYANI 107040002 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN

Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN Wawasan Lingkungan Hidup Dan Sustainable Agroecosystem FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Terminologi Berkaitan dengan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Industri Cilegon yang meliputi Anyer (perbatasan kota Cilegon-Kabupaten Serang), Merak, dan Cilegon, yang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci