BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Industri pertambangan merupakan penyumbang utama terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Industri pertambangan merupakan penyumbang utama terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam situasi krisis global pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia tetap meraih pertumbuhan ekonomi positif sekitar 4% di tahun Sektor mineral dan batubara merupakan salah satu industri berbasis sumber daya alam yang dapat diharapkan akan memberikan kontribusi cukup signifikan. Namun, sebagian masyarakat masih mencitrakan aktivitas di industri pertambangan sebagai salah satu penyumbang kerusakan lingkungan terbesar di Indonesia. Padahal sektor Pertambangan baik mineral maupun batubara sebenarnya sudah memberikan kontribusi bagi pendapatan negara (Sumber: Seringkali aktivitas pertambangan menjadi sorotan masyarakat, pertambangan telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional. Kontribusi tersebut diantaranya penerimaan negara tahun 2009 tidak kurang dari Rp 51 triliun yang disumbangkan sebagai penerimaan langsung dari subsektor pertambangan umum yang terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 15 triliun dan sisanya dari penerimaan pajak sektor investasi tahun 2009 sekitar US$ 1,8 miliar terutama dari perusahan Kontrak Karya (KK), Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan BUMN. Penyerapan tenaga kerja langsung dari perusahaan pertambangan. Neraca perdagangan melalui ekspor komoditi mineral dan batubara serta kontribusi bagi pembangunan daerah yang bersumber dari dana bagi hasil royalti pertambangan dan dana pengembangan masyarakat (community development) dari perusahaan KK, PKP2B dan BUMN ( Sumber: Industri pertambangan merupakan sektor yang mempunyai nilai perdagangan tertinggi di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, yaitu sebesar 41%. 1

2 Persentase nilai transaksi saham berdasarkan industri tahun 2009 dapat dilihat pada Diagram 1.1 di bawah ini. Diagram 1.1 Persentase Nilai Transaksi Saham Berdasarkan Industri Tahun 2009 Sumber: Annual Report IDX 2009 Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan bisnis di tengah persaingan yang semakin bergejolak dapat dikatakan sebagai sebuah prestasi yang membanggakan. Di Indonesia begitu banyak perusahaan yang terjun dalam industri ini, tetapi tidak banyak yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya beberapa perusahaan. Penelitian ini menetapkan objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan pertambangan yang listing di BEI tahun Anatara lain: PT ANTAM (Persero) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Bumi Resources Tbk, PT Energi Mega Persada Tbk, PT Medco Energi Tbk, PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Timah Tbk. Profil perusahaan pertambangan yang digunakan sebagai objek penelitian akan lebih rinci pada lampiran 1. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa bekerjasama dengan para pemangku kepentingan di industri pertambangan, terus berkomitmen meningkatkan sektor pertambangan, mendorong investor (asing maupun lokal) untuk terus berinvestasi dalam industri pertambangan, mengambil manfaat dari potensi geologis, sekaligus memberi sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia (Sumber: 2

3 1.2 Latar Belakang Penelitian Dalam konteks global, istilah Corporate Sosial Responsibility (CSR) mulai dikenal pada tahun an. Satu teroboson besar perkembangan CSR perusahaan dikemukakan oleh John Eklington (1997) yang dikenal dengan istilah The Triple Botton Line. Konsep tersebut mengakui bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan cuma (profit) yang diburu, namun juga memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep The Triple Botton Line tersebut merupakan kelanjutan dari konsep sustainable development yang secara eksplisit telah mengaitkan antara dimensi tujuan dan tanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan (Nor Hadi 2011:56). Keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal menyebabkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakaan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Kapitalisme yang hanya berorientasi pada laba material telah merusak keseimbangan hidup dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberikan kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial (Galt ung & Ikeda, 1995; Rich,1996; Reni, 2006; dalam Zakyaputri; 2009). Akuntansi konvesional memusatkan pelayanan perusahaan pada pemegang saham dan pemegang obligasi, sedangkan pihak lain sering diabaikan. Dewasa ini tuntunan terhadap perusahaan semakin besar. Perusahan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga konsumen, karyawan dan masyarakat. Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan 3

4 kadang kala melalaikan dengan alasan bahwa mereka tidak memberikan kontribusi secara langsung terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan hubungan perusahaan dan lingkungannya bersifat non reciprocal yaitu hubungan antara keduanya tidak menimbulkan hubungan timbal balik (Reni, 2006; dalam Zakyaputri; 2009). Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program tanggung jawab sosial sebagai bagian dari strategi bisninsnya. Survey global yang dilakukan oleh the economist intelligence unit menunjukan bahwa 85% eksekutif senior dan investor dari berbagai organisasi menjadikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Warta ekonomi, 2006; dalam Sayekti dan Wondabio, 2007). Meskipun belum bersifat compulsory, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah mengungkapkan informasi tentang tanggung jawab sosial dalam laporan tahunannya dalam kadar yang beragam (Sayekti dan Wondabio, 2007). Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang pengungkapan adalah keputusan Bapepam No. Kep-38/PM/1996. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib ( mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (valuntory disclosure). Kini Penerapan CSR di Indonesia diatur dalam, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menandai babak baru pengaturan CSR di Indonesia. Kempat ayat dalam pasal 74 Undang-undang tersebut menempatkan kewajiban semua perusahaan di bidang sumber daya alam untuk melaksanakan CSR. Substansi dalam ketentuan pasal tersebut mengandung makna mewajibkan perusahaan untuk memenuhi peraturan perundangan terkait, Peyediaan anggaran CSR dan kewajiban untuk melaporkannya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka perusahaan tidak hanya wajib melaksanakan program CSR tetapi juga 4

5 mempunyai kewajiban untuk melaporkan dan mengungkapkan program CSRnya kepada seluruh pemangku kepetingannya (Nor Hadi: 205). Kini perusahaan di Indonesia khususnya industri pertambangan sudah mulai menerapkan CSR yakni mencakup dalam beberapa bidang diantaranya kemitraaan, pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusiaan dan bencana alam, kebudayaan, layanan umum, lingkungan dan program pegembangan masyarakat sekitar. Di tengah masyarakat dunia yang semakin kritis dan peduli terhadap keberlangsungan lingkungan dalam jangka panjang dan menjunjung nilai estetika, CSR menjadi keharusan bagi perusahaan. Dari kegiatan CSR perusahaan akan memperoleh manfaat, yang terutama berkaitan dengan manajemen reputasi. CSR yang semula merupakan kegiatan filantropis ini berubah menjadi strategic philanthropy, yang berkaitan dengan strategi perusahaan dan dikelolah secara professional. Keterbukaan informasi di Pasar Modal sangat penting bagi investor dalam pengambilan keputusan investasinya. Untuk dapat lebih bersaing, perusahaan dituntut untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi perusahaanya. Salah satu informasi yang diungkapkan oleh perusahaan adalah laba. Informasi laba akan direspon oleh investor karena memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan, tetapi informasi laba saja kadang tidak cukup sebagai dasar pengambilan keputusan investor karena ada kemungkinan informasi tersebut bias (Yeterina, 2006). Hasil penelitian empiris mengenai hubungan antara return /earnings menunjukan bahwa meskipun informasi laba digunakan investor, tetapi kegunaaan dari infomasi laba tersebut bagi investor sangat terbatas. (Lev, 1989) hal ini ditunjukan dengan lemahnya dan tidak stabilnya korelasi antara return saham dan laba, dan juga rendahnya kontribusi laba untuk memprediksi harga dan return saham (Lev,1989). Beberapa alasan dikemukan untuk menjelaskan hal ini. Pertama, angka laba hanya merupakan sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham, presepsi investor terhadap risiko, kondisi ekonomi, dan politik juga menjadi faktor penentu harga saham. 5

6 Kedua, fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan perubahaan ekonomi perusahaan tetapi terkadang hanya merupakan perubahaan metoda akuntansi. Ketiga, laba akuntansi dapat dipegaruhi oleh manajemen dan inkonsistensi internal akuntansi sehingga angka laba mengandung gangguan ( noise). Perubahaan angka laba terkadang bukan merupakan perubahaan fundamental ekonomi perusahaan. Keempat, investor tidak selalu seragam dalam menginterprestasikan informasi yang tersedia di pasar (Suwardjono,2010: 494). Penelitian-penelitian selanjutnya sudah banyak yang menguji variabelvariabel lain selain daripada laba, termasuk pengungkapan sukarela. Namun demikian penelitian yang memasukan komponen pengungkapan informasi CSR belum banyak diteliti (Sayekti dan Wondabio, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pengungkapan CSR dalam laporan tahunan terhadap keinformatifan laba (dalam hal ini diukur dengan Earning Response Coefficient atau ERC) pada perusahaan pertambangan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan informasi CSR dan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan, sehingga dalam pengambilan keputusan investor tidak semata-mata mendasarkan pada informasi laba saja. Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan diharapkan memberikan informasi tambahan kepada investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi. ERC merupakan proksi reaksi pasar terhadap informasi perubahaan laba. (Collins dan Kothari,1989; dalam Zakyaputri,2009).) Menjelaskan bahwa risiko berhubungan negatif dengan ERC. Hal ini terjadi karena investor melihat bahwa earning response coefficient merupakan indikator earning power dan return mendatang. (Sekar: 2004). Dhaliwal et al, 1991; dalam Mulyani, Asyik dan Andayani; 2003) yang menunjukkan bahwa earnings response coefficient berpengaruh dan berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Perusahaan yang tingkat leveragenya tinggi berarti memiliki 6

7 utang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders, karena debitor mempunyai keyakinan bahwa perusahaan akan mampu melakukan pembayaran atas hutang. Namun hal ini akan direspon negatif oleh investor karena investor akan beranggapan bahwa perusahan akan lebih mengutamakan pembayaran hutang daripada pembayaran dividen. Hasil penelitian empiris di Indonesia antara lain dilakukan oleh (Reni, 2006; dalam Zakyaputri, 2009) yang menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dalam prakteknya hanya diungkapkan dalam pengungkapan sukarela. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk melaksanakan dan mengungkapkan informasi sosialnya. Hal ini didasarkan standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial. Terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Pengungkapan sosial mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja sosial yang berarti bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan sosial. Ada hubungan positif antara pengungkapan sosial dengan visibilitas politik, dimana perusahaan besar yang cendrung diawasi akan lebih banyak mengungkapakan informasi sosial dibandingkan perusahaan kecil. Ada hubungan negatif antara pengungkapan sosial dengan tingkat financial leverage. Hal ini berarti makin tinggi rasio utang/modal, semakin rendah pengungkapan sosialnya karena makin tinggi tingkat leverage, semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit. Akibatnya, perusahaan harus menyajikan laba yang tinggi pada saat sekarang dibandingkan laba di masa depan. Agar perusahaan dapat 7

8 menyajikan laba yang lebih tinggi. Perusahaan harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial). Dengan melihat tingginya risiko industri pertambangan, Maka dari itu peneliti ingin mengetahui pula apakah pengungkapan CSR terhadap keinformatifan laba tersebut didukung oleh perbedaan risiko keuangan antar pada perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini menguji Pengaruh Corporate Sosial Responsibility Disclosure dan Risiko Keuangan Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode ). 1.3 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah corporate social responsibility disclosure yang dilaksanakan pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 2. Bagaimanakah risiko keuangan pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 3. Bagaimanakah earning response coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 4. Bagaimanakah pengaruh corporate social responsibility disclosure dan risiko keuangan secara simultan terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 5. Bagaimanakah pengaruh secara parsial : a. Pengaruh corporate social responsibility disclosure terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 8

9 b. Pengaruh risiko keuangan terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode ? 1.4 TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang diajukan maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Untuk mengkaji bagaimanakah corporate social responsibility disclosure yang dilaksanakan pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode Untuk mengkaji bagaimanakah risiko keuangan perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode Untuk mengkaji bagaimanakah earning response coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode Untuk menguji bagaimanakah pengaruh corporate social responsibility disclosure dan risiko keuangan secara simultan terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode Untuk menguji bagaimanakah pengaruh secara parsial : a. Pengaruh corporate social responsibility disclousure terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode

10 b. Pengaruh risiko keuangan perusahaan terhadap earning respone coefficient pada perusahaan pertambangan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia periode KEGUNAAN PENELITIAN Kegunaan Teoritis 1) Bagi Peneliti Peneliti berharap dapat mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dan diharapkan penelitian ini dapat melengkapi serta memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti. 2) Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan bagi akademisi dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya Kegunaan Praktis 1) Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajemen mengenai keefektifan CSR disclosure dalam laporan tahunan dan risiko keuangan pada perusahaan, manfaat dan kontribusi riil yang dirasakan masyarakat pada umumnya dan stakeholder pada khususnya. 2) Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai pertimbangan dan memberikan masukan bagi investor dan investor potensial dalam pengambilan sebuah keputusan investasi, guna menentukan perusahaan yang dapat memberikan tingkat pengembalian investasi yang diharapkan, tanpa melupakan tanggung jawab sosialnya dan 10

11 risiko keuangan pada perusahaan pertambangan yang telah go public di BEI periode SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai isi skripsi ini agar jelas dan terstruktur, maka dibawah ini disajikan secara garis besar sistematika skripsi yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pertama yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini berisi tinjauan pustaka penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan lebih banyak dikemukan mengenai konstruksi dasar yang kemudian akan digunakan sebagai alat untuk menjawab perumusan masalah. Dalam bab ini berisi jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, uji regresi dan asumsi klasik. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan dan membahas mengenai pengujian hipotesis yang telah diutarakan dalam bab sebelumnya dengan menggunakan alat analisis yang juga telah diutarakan dalam metode penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian. 11