TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA Nenas Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nenas pertama kali berasal dari kawasan Brasilia (Amerika Selatan) dan pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, serta ke Indonesia. Di Indonesia pada mulanya nenas hanya dijadikan sebagai tanaman pekarangan rumah dan meluas menjadi tanaman kebun pada lahan kering di seluruh wilayah nusantara. Saat ini nenas telah banyak dibudidayakan baik di daerah tropik maupun sub tropik (Prihatman, 2000). Secara lengkap dapat dilihat dari segi taksonomi tumbuhan, tanaman nenas diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Subkingdom Superdivisio Divisio Kelas Sub-kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Liliopsida : Commelinida : Bromeliale : Bromeliaceae : Ananas : Ananas comosus L. Merr (Barus, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara yang telah banyak mengembangkan tanaman nenas karena memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi. Tingginya minat masyarakat terhadap konsumsi buah nenas segar juga turut meningkatkan produksi buah nenas setiap tahunnya (Nasution, dkk., 2012). Sifatnya yang mudah rusak dan umur simpan buah nenas segar yang relatif singkat menjadikan produk olahan nenas menjadi komoditas ekspor yang penting 5

2 62 untuk dikembangkan agar permintan pasar dapat terpenuhi karena peminatnya yang juga cukup tinggi (Harnanik, 2012). Adapun kandungan gizi buah nenas segar (per 100 g bahan) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi buah nenas segar (per 100 g bahan) Kandungan gizi Jumlah Vitamin A (SI) 130 Vitamin C (mg) 24 Vitamin B1 (mg) 0,08 Kalori (kal) 52 Protein (g) 0,4 Lemak (g) 0,2 Serat (g) 1,4 Karbohidrat (g) 16 Fosfor (mg) 11 Air (g) 85,3 Bagian yang dapat dimakan (%) 53 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1998 Berdasarkan data produksi nenas tahun 2011, ada 5 (lima) provinsi yang merupakan sentra produksi nenas terbesar di Indonesia yaitu Lampung (yang berkontribusi sebesar 32,80% terhadap produksi nenas nasional), Jawa Barat (20,45%), Sumatera Utara (11,89%), Riau (7,10%) dan Jawa Tengah (6,03%). Secara kumulatif kelima provinsi tersebut memberikan kontribusi sebesar 78,27% dari total produksi nenas Indonesia. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pada tahun 2011 daerah yang menghasilkan produksi nenas terbesar adalah Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar ton (78,72%) dari produksi nenas di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten penghasil nenas terbesar lainnya adalah Kabupaten Simalungun dengan produksi sebesar ton (18,32%) dan Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ton (1,07%) (Pusdatin,2013). Kerusakan buah nenas dapat disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik berupa serangan mikroba dan serangga, sedangkan faktor

3 7 2 abiotik disebabkan oleh pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal adalah proses metabolisme seperti aktivitas enzim dan respirasi, sedangkan faktor eksternal mencakup suhu, mekanis, cahaya, kelembapan, dan kerusakan mekanis (Harnanik, 2012). Jagung Jagung merupakan salah satu tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Beberapa wilayah di Indonesia menjadikan jagung sebagai sumber karbohidrat utama karena produksinya yang berlimpah. Produksi jagung yang cukup tinggi didunia juga menjadikannya menempati urutan ketiga setelah padi dan gandum. Indonesia merupakan penghasil jagung terbesar di kawasan Asia Tenggara. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : Poaceae (Graminae) Genus : Zea Spesies : Zea mays L. (Rukmana, 1997). Tanaman jagung (Zea Mays L) termasuk salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Jagung juga berperan sebagai pakan ternak, bahan baku industri dan rumah tangga. Beberapa tahun terakhir kebutuhan jagung terus meningkat, hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan

4 82 peningkatan kebutuhan untuk pakan (Alam dan Murhaeni, 2008). Komposisi kimia jagung (per 100 g) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia jagung per 100 g Komponen Kadar Air (%) 72,20 Protein (g) 1,92 Lemak (g) 1,00 Karbohidrat 22,80 Besi (mg) 0,70 Kalsium (mg) 3,00 Vitamin C (mg) 12,00 Vitamin A (IU) 400,00 Fosfor (mg) 111,00 Niacin (mg) 1,70 Riboflavin (mg) 0,12 Thiamin (mg) 0,25 Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001 Pati juga merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam jagung. Penggunaan pati sebagai bahan baku industri menjadi sangat penting untuk meningkatkan nilai komoditi jagung. Jagung dalam bentuk pati merupakan bahan setengah jadi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengolahan lanjut. Pati mempunyai kadar air rendah, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dan memudahkannya untuk di proses lebih lanjut (Darmajana, 2010). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015) produksi jagung tahun 2014 sebanyak 19,03 juta ton pipilan kering yang menunjukkan terjadinya peningkatan sebanyak 0,52 juta ton (2,81%) jika dibandingkan dengan hasil produksi pada tahun Kenaikan produksi jagung tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa yang masing-masing sebanyak 0,06 juta ton dan 0,46 juta ton. Terjadinya kenaikan produksi jagung tersebut dikarenakan adanya peningkatan luas panen sebesar 16,51 ribu hektar (0,43%) dan peningkatan produktivitas sebesar 11,5 ton/hektar (2,37%).

5 92 Pati Jagung Pati merupakan cadangan makanan utama yang terdapat di dalam tanaman. Pati terdiri dari dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa terdiri dari unit glukosa yang mempunyai ikatan rantai lurus, sedangkan amilopektin mempunyai unit glukosa dengan ikatan rantai yang bercabang. Kandungan amilosa yang terdapat di dalam pati sekitar 20%. Beberapa ciri-ciri pati antara lain berwarna putih, berbentuk serbuk dan dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim (Gaman dan Sherrington, 1992). Sifat fungsional yang terkandung di dalamnya pati menjadikannya suatu komponen yang penting dalam makanan. Pada proses pengolahan makanan umumnya memerlukan kestabilan ph, kekentalan, emulsi, dan penampakan yang baik. Sifat-sifat tersebut dapat diperoleh dengan pemilihan pati yang sesuai. Pati dapat memberikan satu atau lebih dari sifat-sifat tersebut terhadap makanan yang dihasilkan. Pati umumnya digunakan sebagai bahan tambahan salah satunya adalah sebagai pengental (Suarni, dkk., 2013). Pada umumnya terdapat berbagai jenis pati yang mengandung komponen hidrokoloid, salah satunya adalah pati jagung. Pati jagung dapat dimanfaatkan untuk membentuk matriks film. Kandungan amilosa yang terdapat pada pati jagung sekitar 25% sehingga berpotensi mengembangkan kapasitas pembentukan film dan menghasilkan film yang lebih kuat dibandingkan pati yang mengandung lebih sedikit amilosa (Kusumawati dan Putri, 2013). Rendemen pati yang dihasilkan dari masing-masing varietas jagung berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat agronomis tiap varietas, termasuk bobot biji, mutu biji, umur panen, dan tipe biji. Varietas jagung lokal di

6 102 Indonesia umumnya tergolong tipe biji mutiara. Rendahnya rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan pemisahan serat menggunakan kain saring berlapis, sehingga masih ada pati yang terbawa bersama serat. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan perlakuan perendaman juga menyebabkan larutnya pati bersama air rendaman dan ketika waktu pengendapan terpisah sehingga rendemen pati berkurang (Suarni, dkk., 2013). Struktur molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1. Amilosa Ikatan α 1,4-glikosida Amilopekti Ikatan α 1,6-glikosida Gambar 1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin (Eliasson, 2004) Stuktur linear amilosa dan struktur bercabang amilopektin dapat dilihat saat gelatinisasi dan kemampuannya membentuk film. Ketika pati dipanaskan butir-butir pati akan mengembang dan pecah mengakibatkan keluarnya amilosa dan amilopektin. Stuktur bercabang dari rantai amilopektin dalam larutan cenderung kecil untuk berinteraksi dengan ikatan hidrogen sehingga gel-gel dari amilopektin dan filmnya lemah. Rantai lurus dari amilosa dalam larutannya cenderung besar untuk berinteraksi dengan ikatan hidrogen sehingga gel-gel

7 112 amilosa dan filmnya lebih keras dan kuat dibandingkan gel-gel amilopektin dan filmnya (Jaya dan Sulistyawati, 2010). Pada jaringan tanaman terdapat pati dalam bentuk granula (butir) yang berbeda-beda berdasarkan ukuran, bentuk dan sifat birefringent-nya. Suhu gelatinisasi berbeda-beda pada tiap jenis pati. Polarized microscope dan juga viscometer dapat digunakan untuk menentukan suhu gelatinisasi, misalnya jagung 62-70ᵒC, beras 68-78ᵒC dan tapioka 52-64ᵒC, kentang 58-66ᵒC (Winarno,2002). Beberapa jenis pati dapat dibedakan berdasarkan sifat pasta yang dihasilkan dari proses pemasakan. Pati serealia (jagung, gandum, beras, dan sorgum) apabila dipanaskan akan menghasilkan pasta kental yang mengandung bagian-bagian yang pendek dan setelah dingin menghasilkan gel yang berwarna buram. Berbeda dengan pati dari serealia, pati dari akar dan umbi (kentang dan tapioka) ketika dipanaskan akan menghasilkan pasta yang sangat kental dengan bagian-bagian yang panjang dan setelah dingin pasta akan berwarna putih juga melunak. Jagung mengandung amilosa yang tinggi, sehingga untuk proses gelatinisasinya diperlukan suhu yang tinggi sehingga dihasilkan pasta dengan bagian-bagian yang pendek dan membentuk gel berwarna buram ketika dingin (deman, 1997). Edible Coating Salah satu teknologi potensial berupa edible coating dapat diterapkan pada buah dan sayur karena aman untuk dimakan. Di Indonesia pengaplikasian edible coating pada produk buah dan sayuran masih terbatas. Adanya penambahan antimikroba perlu dilakukan guna melindungi produk coating dari kerusakan

8 122 mikroorganisme sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura (Widaningrum, dkk., 2015). Edible coating dapat didefinisikan sebagai lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang layak untuk dimakan seperti protein, lipida dan polisakarida. Pelapisannya dapat dilakukan pada permukaan produk makanan dengan cara pencelupan, penyemprotan dan pengemasan. Edible coating adalah pengemas alternatif yang tidak menimbulkan masalah lingkungan. Kelebihan utamanya terletak pada sifat biodegradable, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti halnya bahan pengemas sintetik (Pangesti, dkk., 2014). Penggunaan edible coating akhir-akhir ini telah menjadi perhatian banyak kalangan baik peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Edible coating juga mempunyai prospek yang aplikatif untuk industri pangan dan farmasi. Salah satu contohnya dapat digunakan sebagai bahan pengemas untuk produk buah-buahan terolah minimal. Keuntungan dari edible coating adalah memperbaiki warna, rasa, tekstur dan pengendalian mikroorganisme (Lastriyanto, dkk., 2007). Beberapa keuntungan edible coating yaitu dapat melindungi produk segar yang bersifat mudah rusak dengan menekan laju respirasi, dapat meningkatkan kualitas tekstur, membantu mempertahankan senyawa volatil dan mengurangi kontaminasi mikroba. Meningkatnya permintaan pasar pada buah dan sayur yang terolah minimal dengan kualitas yang tetap segar, menjadikan edible coating sebagai bahan pengemas yang lebih penting di masa depan (Lin dan Zhao, 2007). Sifat edible coating yang efisien juga turut meningkatkan kualitas pengemasan produk pangan. Aplikasi edible coating sebagai bahan pengemasan produk pangan dapat mempertahankan kualitas kimiawi produk dalam mencegah

9 132 kehilangan nutrisi bahan pangan yang berlebihan, dan mencegah adanya reaksi terhadap udara, panas, cahaya. Edible coating menjadi salah satu alternatif pengganti pelapisan dari bahan polimer sintetik yang berpotensi menimbulkan resiko perubahan kualitas dan berdampak buruk terhadap kesehatan konsumen (Kokoszka dan Lenart, 2007). Edible coating/film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati dapat memengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya. Rendahnya stabilitas film akan memperpendek daya simpan sehingga kurang optimal karena uap air dan mikroba yang masuk melalui film akan merusak bahan pangan (Garcia et al dalam Winarti, 2012). Bahan-Bahan dalam Pembuatan Edible Coating Pati merupakan salah satu polimer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible coating. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena sifatnya yang ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Dari berbagai jenis pati, pati jagung merupakan salah satu jenis pati yang mengandung komponen hidrokoloid digunakan sebagai bahan baku edible coating yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk matriks film. Tingginya kandungan amilosa pati jagung yaitu sebesar 25%, menjadikan pati jagung dapat mengembangkan potensi kapasitas pembentukan film dan menghasilkan film yang lebih kuat dibandingkan pati yang mengandung lebih sedikit amilosa (Kusumawati dan Putri, 2013). Pati sebagai bahan tunggal yang digunakan dalam pembuatan edible coating masih menyisakan beberapa kekurangan diantaranya adalah sifat rapuh

10 142 dan kaku. Oleh karena itu perlu ditambahkan bahan tambahan yaitu plastisizer. Plastisizer merupakan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan edible coating yang berfungsi untuk menambah sifat elastisitas. Salah satu jenis plastisizer yang banyak digunakan selama ini adalah gliserol. Gliserol cukup efektif digunakan untuk meningkatkan sifat plastis karena memiliki berat molekul yang kecil (Huri dan Nisa, 2014). Penambahan gliserol ini sangat berpengaruh terhadap karakteristik edible coating yang akan dihasilkan. Gliserol bersifat hidrofilik mampu meningkatkan permeabilitas uap air (Mulyadi, dkk., 2012). Gliserol adalah senyawa golongan alkohol trivalent berbentuk cairan kental, biasanya dimanfaatkan sebagai food additive. Gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan aw bahan. Gliserol merupakan plastisizer yang hidrofilik sehingga cocok untuk ditambahkan pada bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati, pektin, gel, dan protein. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya dapat meningkatkan fleksibilitas film (Luthana, 2010 dalam Murni, dkk., 2013). Jenis dan konsentrasi dari plastisizer yang digunakan akan berpengaruh terhadap kelarutan pati. Semakin banyak penggunaan plastisizer maka akan meningkatkan kelarutan. Begitu pula dengan penggunaan plastisizer yang bersifat hidrofilik juga akan meningkatkan kelarutannya dalam air. Gliserol memberikan kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan sorbitol pada edible coating berbasis pati (Bourtoom, 2008). Penambahan gliserol sebagai pemlastis akan mengurangi kerapatan dan gaya antar molekul substrat (pati) dengan gliserol, sehingga lapisan tipis yang

11 152 terbentuk lebih fleksibel dan halus. Gliserol yang berlebih akan menyebabkan lapisan tipis menjadi lunak dan lengket karena gliserol lebih bersifat mengikat air dan melunakan permukaan. Sebaliknya kekurangan gliserol akan menyebabkan lapisan tipis menjadi kasar dan rapuh (Indriyati, dkk., 2006). Dalam pembuatan edible coating juga ditambahkan plastisizer untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan edible coating terutama jika disimpan pada suhu rendah. Bahan tambahan yang digunakan selain gliserol adalah CMC. Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik (Pawignya, dkk., 2015). Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur CMC (Bourtoom, 2008) CMC (Carboxymethycellulose) merupakan salah satu jenis hidrokoloid turunan polisakarida tumbuhan yang bersifat larut dalam air panas dan jika dipanaskan pada suhu 50-70ºC dapat membentuk gel yang reversibel, juga berfungsi sebagai agen pembentuk tekstur yang elastis. CMC memiliki sifat larut pada air hangat yang berpotensi meningkatkan kepekatan pada larutan dan (Lersch, 2010). Asam askorbat dan asam sitrat merupakan salah satu antioksidan yang umum digunakan dalam edible coating yang bersifat mudah larut dalam air,

12 162 mudah dicerna, harganya yang relatif murah, dan aman dikonsumsi. Fungsi asam askorbat adalah sebagai penangkap radikal bebas dan dapat memutus reaksi radikal (Santoso, dkk., 2007). Adanya senyawa antioksidan juga dapat mencegah terjadinya oksidasi dari produk yang dilapisi dan mencegah masuknya radikal bebas ke dalam tubuh (Huri dan Nisa, 2014). Asam askorbat yang ditambahkan pada pembuatan edible coating diharapkan mampu menurunkan laju degradasi vitamin C yang terkandung dalam bahan yang dilapisi. Asam askorbat juga mampu melindungi produk yang dilapisi coating agar terhindar dari degradasi, dan penurunan mutu warna. Hal ini untuk meningkatkan stabilitas, menjaga nutrisi dan warna sayuran maupun buah yang dilapisi coating, karena memiliki kemampuan untuk menangkap O 2 sehingga laju respirasi produk yang diberi pelapis berkurang (Miskiyah, dkk., 2011). Aplikasi Edible Coating Konsumen yang mengkonsumsi buah potong, menginginkan tidak hanya dalam bentuk praktis tapi juga terjaga kesegarannya, dan tingkat kematangan yang seragam. Sifatnya yang mudah rusak menyebabkan umur simpan buah menjadi singkat dan terjadi penurunan kualitas akibat aktivitas metabolisme buah yang masih berlangsung. Oleh karena itu, perlu adanya suatu teknologi pengemasan yang dapat mempertahankan kualitas buah. Salah satunya adalah dengan teknologi kemasan edible yang merupakan suatu bahan pengemas yang dapat dimakan, dapat mencegah difusi oksigen, karbondioksida, uap air, sehingga produk menjadi lebih tahan lama (Alsuhendra, dkk., 2011). Pelapisan buah dengan edible coating merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan masa simpan buah. Edible coating merupakan

13 172 lapisan tipis berbahan dasar polisakarida yang melapisi bahan pangan dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa keuntungan dari edible coating antara lain menurunkan a w permukaan bahan, mengurangi terjadinya dehidrasi, mengurangi kontak dengan oksigen sehingga tidak terjadi ketengikan, mempertahankan flavor serta memperbaiki penampilan produk (Santoso, dkk., 2004). Salah satu penanganan pascapanen buah dan sayur yang dapat memperpanjang tingkat kesegaran adalah dengan pengaplikasian edible coating. Edible coating merupakan lapisan tipis terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi dan dapat berfungsi sebagai barrier agar tidak terjadi kehilangan kelembaban. Edible coating bersifat permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mampu mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komposisi nutrisi buah dan sayur (Krochta, dkk., 2002). Beberapa metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran antara lain metode pencelupan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating (Winarti, dkk., 2012). Pengolahan Minimal Buah-Buahan Buah yang terolah minimal adalah buah yang telah mengalami perlakuan pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan. Buah yang terolah minimal dapat disajikan secara praktis, sehingga konsumen dapat membeli buah sesuai kebutuhannya dengan kualitas yang tetap terjamin. Buah yang terolah minimal

14 182 juga menawarkan jaminan mutu dibandingkan buah dalam kondisi utuh karena konsumen dapat langsung melihat kondisi buahnya (Garnida, 2007). Konsumen saat ini cenderung menginginkan buah dengan sensori buah yang segar, praktis, dan menyehatkan. Hal ini menjadikan para peneliti untuk mengembangkan teknologi alternatif dari pengolahan nenas dengan teknologi olah minimal. Aplikasi teknologi olah minimal dapat dilakukan oleh industri skala kecil menengah maupun industri besar. Hal tersebut harus didukung dengan pengetahuan teknis yang memadai serta ketersediaan peralatan yang mudah diterapkan dan harga yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri maupun mancanegara. Teknologi olah minimal yang telah diuji coba untuk mengawetkan dan mengolah buah nenas antara lain adalah penggunaan suhu rendah, proses pembekuan, MAP, penggunaan ozon, UV, membran, dehidroosmosis, dan teknologi hurdle (Harnanik, 2013). Produk terolah minimal mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sangat mudah mengalami kerusakan dan masa simpannya yang relatif lebih singkat. Hal tersebut memungkinkan terjadinya kerusakan seperti penyimpangan flavor, penurunan tekstur, perubahan warna, dan kontaminasi pada buah yang dapat menurunkan daya penerimaan konsumen (Ahmad, dkk., 2010). Perubahan sifat fisik akibat perlakuan yang diberikan dapat menyebabkan kerusakan pada produk terolah minimal. Suatu upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan dan memperpanjang masa simpan produk. Salah satu cara yang telah banyak dilakukan adalah dengan pengemasan termodifikasi disertai penyimpanan pada suhu rendah (Corbo, dkk., 2006). Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kerusakan produk terolah minimal dan

15 192 dapat memperpanjang masa simpan antara lain dengan penggunaan edible coating/film, penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan zat aditif, dan modifikasi atmosfer (Nasution, dkk., 2012). Penggunaan edible coating yang sesuai karakteristik masing-masing buah terolah minimal dapat memperpanjang masa simpan buah segar dan menjaga kualitasnya sehingga dapat memenuhi permintaan terhadap buah terolah minimal. Pengaturan kondisi penyimpanan yang baik terhadap kelembaban, oksigen, karbondioksida, aroma dan rasa dalam sistem pangan, menunjukkan kemampuannya edible coating dalam mempertahankan kualitas makanan dan memperpanjang masa simpan produk segar (Lin dan Zhao, 2007). Pengemasan Penggunaan plastik di dunia diperkirakan mencapai ton per tahun. Plastik yang telah digunakan kebanyakan dibuang begitu saja bahkan dibakar yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Proses daur ulang plastik yang cukup mahal, menyebabkan munculnya dorongan untuk mencari solusi mengenai bahan kemasan yang ramah lingkungan, aman terhadap bahan pangan dan memiliki nilai ekonomis. Edible coating merupakan salah satu solusi bahan pengemas ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan di Indonesia (Pangesti, 2014). Pengemasan diperlukan untuk mempertahankan kualitas bahan pangan agar tetap baik. Umumnya jenis pengemas yang sering digunakan adalah plastik yang dapat mencemari lingkungan karena bersifat nonbiodegradable. Plastik juga dapat mencemari bahan pangan yang dikemas karena adanya zat karsinogen yang dapat berpindah ke dalam bahan pangan yang dikemas. Oleh sebab itu perlu dicari

16 202 bahan pengemas yang memiliki karakter biodegradable kuat dan ramah lingkungan (Huri dan Nisa, 2014). Pengemasan produk pangan merupakan proses pembungkusan bahan pangan dengan bahan pengemas yang sesuai untuk mempertahankan dan melindungi makanan sampai ke konsumen. Pengemasan yang baik diharapkan kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap masalah kesehatan memicu meningkatnya permintaan kemasan biodegradable yang mampu menjamin keamanan produk pangan (Kusumawati dan Putri, 2013). Penyimpanan dengan Suhu Rendah Suhu memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap umur simpan buah-buahan dan sayuran segar yang disimpan. Hal tersebut dapat terjadi karena buah-buahan dan sayur-sayuran segar adalah komoditi yang hidup sehingga masih melakukan proses metabolisme terutama respirasi dan reaksi kimia lainnya (Panggabean, 2010). Penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, dan pelunakan, mencegah perubahan warna dan tekstur, kehilangan air dan pelayuan, serta menurunkan aktivitas mikroorganisme penyebab kerusakan. Namun perlu diperhatikan buah yang disimpan pada suhu rendah bisa mengalami chilling injury (Harnanik, 2012). Beberapa cara untuk mempertahankan kualitas dan kesegaran buah serta memperpanjang umur simpan buah, yaitu dengan menyimpan buah pada ruang pendingin (suhu rendah). Penyimpanan pada ruang bertekanan dan modifikasi atmosfer ruangan juga dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan

17 21 2 produk hortikultura. Pelapisan buah dengan edible coating yang dikombinasikan pada penyimpanan suhu rendah juga dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan (Marpaung, dkk., 2015). Tujuan dari penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa simpan buah. Suhu penyimpanan dingin harus disesuaikan, apabila suhu yang diberikan terlalu rendah akan mengakibatkan terjadinya kerusakan dingin. Buah yang disimpan pada suhu rendah dapat membantu proses pendistribusian produk ke konsumen agar tetap dalam keadaan segar meskipun dengan jarak jauh, dengan pengaturan distribusi yang baik maka pemasaran dapat terkendali terutama pada saat produk berlimpah, dan diharapkan dapat menghindari terjadinya harga yang fluktuatif (Napitupulu, 2010). Buah-buahan dan sayuran yang tidak disimpan pada suhu rendah umumnya cepat rusak dan akan mengalami penurunan nilai ekonomisnya. Buah-buahan dan sayuran yang disimpan dalam ruang pendingin maka proses-proses hidup dapat dihambat. Bahan makanan yang disimpan pada suhu rendah dapat bersifat akseptabel untuk dimakan manusia untuk waktu yang lebih lama (Desrosier, 1988). Produk hortikultura yang disimpan pada suhu rendah dapat mengalami kehilangan air atau menyerap air sehingga terjadi perubahan tekstur dan penampakan. Penyimpanan dingin dapat mengurangi laju reaksi kimia namun perubahan tersebut tetap akan terjadi dan mengakibatkan perubahan aroma dan cita rasa. Mutu produk pangan yang diawetkan dengan teknik pendinginan dapat ditentukan dari segi warna, aroma, citarasa, tesktur serta penampakan yang baik dari produk pangan tersebut (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

18 222 Pengaruh Lama Pencelupan Terhadap Edible Coating Metode pencelupan telah umum diterapkan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran. Lapisan tersebut dibuat dengan mencelupkan bahan ke dalam larutan coating yang memiliki karakteristik densitas, viskositas, dan permukaan yang baik, serta kecepatan penarikan makanan dari proses pencelupan dalam larutan coating (Vargas, dkk., 2008 dan Cisneros-Zevallos, dkk., 2003 dalam Dhanapal, dkk., 2012). Lama pencelupan dapat mempengaruhi kadar CO2, O2 dan air dalam produk. Semakin lama pencelupan maka coating atau film yang terbentuk akan semakin tebal. Tebalnya film akan menghambat keluar masuknya CO2 dan O2 sehingga dapat memperlambat respirasi dan kehilangan air dapat ditekan serta kehilangan berat dapat berkurang (Mardiana, 2008). Metode pencelupan efektif untuk melapisi permukaan bahan yang tidak rata, selain itu juga dapat dilakukan oleh para petani karena aplikasinya yang lebih mudah dan sederhana dibanding metode lainnya (Ghasemzadeh, dkk., 2008). Penggunaan metode coating dapat mengakibatkan terjadinya penghambatan susut berat lebih besar pada buah, karena permukaan buah langsung tertutupi oleh lapisan film sehingga proses transpirasi buah lebih rendah (Siswanti, 2008)

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berbagai daerah. Ada berbagai jenis salak yang disebut berdasarkan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. berbagai daerah. Ada berbagai jenis salak yang disebut berdasarkan daerah TINJAUAN PUSTAKA Salak Salak (Salacca edulis) merupakan buah asli Indonesia yang tersebar di berbagai daerah. Ada berbagai jenis salak yang disebut berdasarkan daerah asalnya yaitu salak Condet, salak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu jenis pangan yang disebut dalam al-qur an yang pengulangannya mencapai 33 kali, yaitu 14 kali untuk kata Hal ini menunjukkan peran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah merupakan salah satu jenis pangan yang sangat penting peranannya bagi tubuh kita, terlebih karena mengandung beberapa vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara tropik yang sesuai untuk budidaya tanaman hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat. Seperti yang telah disebut

Lebih terperinci

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan seperti produk buah-buahan dan produk hortikultura memiliki sifat yang khas, yaitu tetap mengalami perubahan setelah proses pemanenan sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman memiliki banyak manfaat. Selain sebagai sumber karoten yang merupakan prekursor dari vitamin A (kandungan karoten berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Plastik merupakan salah satu bahan yang telah memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan PENGANTAR Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan semakin meningkat. Bahan pangan dalam bentuk segar maupun hasil olahannya merupakan jenis komoditi yang mudah rusak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain karena bentuknya yang eksotik, buah naga juga memiliki rasa yang manis dan beragam manfaat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stroberi Stroberi merupakan salah satu buah-buahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Daya pikatnya terletak pada warna merah yang mencolok pada buah dengan bentuk yang mungil,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah dan sayuran. Buah yang berasal dari negara subtropis dapat tumbuh baik dan mudah dijumpai di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2)

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat dari bahan buah-buahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertama kali di Chili yaitu spesies Fragaria chiloensis L, yang menyebar di

TINJAUAN PUSTAKA. pertama kali di Chili yaitu spesies Fragaria chiloensis L, yang menyebar di 4 TINJAUAN PUSTAKA Strawberry Strawberry (Fragaria sp.) merupakan tanaman buah yang di temukan pertama kali di Chili yaitu spesies Fragaria chiloensis L, yang menyebar di berbagai negara Amerika, Eropa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. KULIAH KE VIII EDIBLE FILM mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Kelemahan Kemasan Plastik : non biodegradable Menimbulkan pencemaran Dikembangkan kemasan dari bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan makanan merupakan hal penting untuk melindungi bahan makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah berkembang dengan pesat menuju kemasan praktis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang. agar produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh

I. PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang. agar produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang berkembang sangat pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai jenis makanan dan minuman dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur atau dikenal pula dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan sayuran yang melibatkan pencucian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Jawa sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang memiliki nilai ekonomis penting. Cabai termasuk ke dalam salah satu di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tingkat konsumsi buah-buahan cenderung meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tingkat konsumsi buah-buahan cenderung meningkat dari tahun ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah apel (Malus sylvestris Mill) merupakan buah yang dikonsumsi masyarakat dalam keadaan segar yang biasanya dimakan langsung, dibuat jus buah dan olahan lain seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Plastik sebagai Bahan Pengemas Pangan Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung (Zea mays) Sumber genetik tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon bentuk liar tanaman jagung disebut pod maize, telah tumbuh 4.500 tahun yang lalu di Pegunungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiata.wilczek). Kacang hijau ialah tanaman penting ketiga di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak-otak merupakan produk pengolahan dari daging ikan yang dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang putih, dan bawang merah. Produk otak-otak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci