HASIL. Kadar Protein (%) Kadar Air (%) RPH A 67,95 75,31 RPH B 61,13 74,26 RPH C 70,40 73,91

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL. Kadar Protein (%) Kadar Air (%) RPH A 67,95 75,31 RPH B 61,13 74,26 RPH C 70,40 73,91"

Transkripsi

1 Salmonella. Kemudian campuran tersebut diblender sampai homogen lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml steril secara aseptis dan diinkubasi di dalam inkubator dengan suhu 7 C selama jam. Selanjutnya dari sampel digoreskan pada media Salmonella Shigella Agar lalu diinkubasi di dalam inkubator dengan suhu 7 C selama jam. Identifikasi Salmonella dilakukan secara biokimiawi (Lampiran 1) dengan menumbuhkannya pada media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), media semi solid (casiton 1 g, beef extract 1 g, natrium klorida 1 g, agar 0,8 g dan akuades 00 ml), media Lysine Iron Agar (LIA), media Simmon Citrate Agar, dan media agar-agar urea. Berdasarkan Bridson (1998), media TSIA merupakan media diferensiasi Enterobacteriaceae berdasarkan fermentasi tiga macam gula (sukrosa, glukosa, dan laktosa) dan produksi H S. Media semi solid merupakan media setengah padat yang digunakan untuk menguji motilitas bakteri Salmonella. Media LIA merupakan media diferensiasi untuk mendeteksi Salmonella berdasarkan adanya enzim Lysine dekarboksilase dan produksi H S. Media Simmon Citrate Agar merupakan media diferensisasi yang digunakan untuk membedakan Enterobakteriaceace berdasarkan penggunaan sitrat sebagai sumber karbon sedangkan media agar-agar urea digunakan sebagai media diferensiasi Enterobacteriaceae berdasarkan produksi urease. Perlakuan Kombinasi Iradiasi dan Penyimpanan Beku pada Daging Sapi Sampel dicincang dengan menggunakan pisau secara aseptis, lalu masing-masing ditimbang seberat 0 g sebanyak 15 kali. Selanjutnya sampel yang telah dipotongpotong dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diletakkan ke dalam Styrofoam yang berisi es batu untuk diiradiasi dengan dosis 0 (kontrol),, dan 5 kgy. Selanjutnya sampelsampel tersebut disimpan selama 0, 1,,, dan minggu pada suhu -17 C. Iradiasi sampel menggunakan sinar gamma yang dipancarkan oleh radionuklida 60 Co dengan laju dosis 1,1 kgy/jam. Penentuan Jumlah Bakteri a. Jumlah Total Bakteri Aerob (Fardiaz 1989) Penentuan jumlah total bakteri aerob dilakukan dengan metode Angka Lempeng Total (Total Plate Count) yakni kontrol dan sampel yang telah diiradiasi masing-masing dimasukkan ke dalam 180 ml larutan pepton 0,1% secara aseptis. Setelah itu, larutan pepton yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam wadah blender steril secara aseptis dan diblender sampai homogen. Selanjutnya kontrol dan sampel yang telah diblender dimasukkan ke dalam tiga buah erlenmeyer 500 ml steril secara aseptis lalu dilakukan pengenceran bertingkat. Setelah itu dipipet 0,1 ml larutan suspensi dari masing-masing pengenceran bertingkat lalu disebar pada media Nutrient Agar steril lalu diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 7 C selama -8 jam dan dihitung jumlah koloninya. b. Jumlah Bakteri Koliform dan Escherichia coli (Fardiaz 1989) Penentuan jumlah bakteri koliform dilakukan seperti pada penentuan jumlah total bakteri aerob tetapi dengan menggunakan media Mac Conkey Agar steril. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 7 C selama -8 jam dan dihitung jumlah koloninya. Penentuan jumlah bakteri Escherichia coli dilakukan seperti pada penentuan jumlah total bakteri aerob dan koliform dengan menggunakan media Briliance E.coli Coliform Selective Medium. Koloni Escherichia coli akan bewarna ungu. c. Jumlah Bakteri Staphylococcus spp. Penentuan jumlah bakteri Staphylococcus spp. dilakukan seperti penentuan jumlah total bakteri aerob, koliform dan Escherichia coli. Namun media yang digunakan adalah media Baird-Parker Agar yang ditambahkan Egg Yolk-Tellurite Emulsion dan diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 7 C selama 8 jam lalu dihitung jumlah koloninya. Koloni Staphylococcus spp. akan berwarna hitam. HASIL Kadar Protein dan Air Kadar protein dan air disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Penentuan Kadar Protein dan Air dalam Daging yang Berasal dari Beberapa RPH pada Minggu ke 0 tanpa Iradiasi Sampel Daging Kadar Protein (%) Kadar Air (%) RPH A 67,95 75,1 RPH B 61,1 7,6 RPH C 70,0 7,91 Identifikasi Bakteri Salmonella

2 Identifikasi Salmonella ditunjukkan pada Tabel yakni penanaman ketiga sampel daging pada media Salmonella-Shigella Agar (Gambar 1) menghasilkan koloni tunggal berwarna putih, hitam, dan merah muda yang diduga sebagai Salmonella. Koloni-koloni tersebut lalu ditanam pada media TSIA (agar miring) dan semi solid. Reaksi biokimia dari Salmonella pada media TSIA ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada bagian agar yang miring serta warna kuning, hitam, dan adanya gas pada bagian tegaknya (Bridson 1998). Warna merah yang timbul disebabkan oleh Salmonella dapat menggunakan pepton sebagai sumber energi yang terjadi di permukaan agar-agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa (merah). Warna kuning pada media terjadi karena Salmonella dapat memfermentasikan glukosa sehingga menghasilkan produk sampingan berupa asam (kuning) dan membentuk gas, sedangkan warna hitam terjadi karena Salmonella menghasilkan H S yang mereduksi natrium tiosulfat pada agaragar kemudian bereaksi dengan garam besi sehingga terbentuk warna hitam (Saptarini 009). Reaksi biokimia dari Salmonella pada media semi solid ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan putih (motilitas) dan tidak terbentuknya gas pada permukaan media. Hasil uji terhadap ketiga sampel daging menunjukkan bahwa semua koloni tidak menghasilkan warna merah-kuning (R/Y) pada media TSIA, kecuali oleh koloni berwarna merah muda yang berasal dari RPH C. Akan tetapi, koloni tersebut tidak menghasilkan H S sehingga uji biokimia Salmonella pada TSIA menunjukkan hasil yang negatif. Uji biokimia menggunakan media semi solid menunjukkan hasil yang positif (adanya motilitas) pada semua koloni yang berasal dari daging RPH B dan C. Salah satu koloni yang berasal dari sampel daging RPH A yakni koloni yang berwarna merah muda, menunjukkan adanya motilitas pada semi solid, tetapi koloni tersebut menghasilkan gas sehingga uji biokimia Salmonella menunjukkan hasil yang negatif. Hasil uji biokimia Salmonella dengan menggunakan media TSIA dan semi solid menunjukkan ketiga sampel daging tidak mengandung Salmonella. Identifikasi Salmonella kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji biokimia yang menggunakan media agar-agar urea, Simmon Citrat Agar, dan LIA untuk memperkuat uji sebelumnya. Reaksi biokimia dari Salmonella pada media agar-agar urea ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna pada media. Hal ini terjadi karena Salmonella tidak menghasilkan urease. Urease akan merubah warna media dari kuning menjadi merah muda karena menghidrolisis urea. Pada Simmon Citrat Agar, Salmonella akan menghasilkan reaksi basa dan merubah warna media dari hijau menjadi biru karena adanya penggunaan sitrat sebagai sumber karbon oleh Salmonella. Konfirmasi biokimia Salmonella pada LIA ditandai dengan terbentuknya warna ungu di bagian agar-agar yang miring dan warna hitam violet di bagian dasar tabung (V/HV). Warna ungu terjadi karena adanya produksi lysin dekarboksilase oleh Salmonella yang menyebabkan reaksi basa (warna ungu) pada media. Warna hitam terjadi karena adanya HS yang dihasilkan Salmonella pada media (Bridson 1998). Uji biokimia Salmonella menggunakan media agar-agar urea dan Simmon Citrat Agar menunjukkan hasil yang positif pada semua koloni yang berasal dari daging RPH A dan B. Pada media LIA uji biokimia Salmonella dari semua koloni tersebut menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuknya warna hitam-violet pada media. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa ketiga sampel daging tidak mengandung Salmonella.

3 5 Tabel Uji Biokimiawi terhadap Bakteri yang Diduga Salmonella pada Daging RPH A, B dan C di minggu ke 0 tanpa iradiasi Sampel Daging RPH A Daging RPH B Daging RPH C Keterangan: Warna koloni TSIA Semi Solid Urea Agar R/Y H S Gas Motilitas Gas S. Citrat Agar LIA Ada/Tidaknya Salmonella Putih Y/Y _ + _ ++ V/V tidak ada Merah Muda Merah muda Y/Y _ _ ++ V/V tidak ada R/B + _ + (S) ++ _ tidak ada Hitam R/B + _ + (S) + V/V tidak ada Putih R/B V/V tidak ada Merah muda R/Y _ + + _ tidak ada Tidak diuji Y/Y: terdapat warna kuning pada bagian agar yang miring dan tegak R/B : terdapat warna merah pada bagian agar yang miring dan warna hitam pada bagian agar yang tegak R/Y : terdapat warna merah pada bagian agar yang miring dan warna kuning pada bagian agar yang tegak S : Spread (ada penyebaran) Gambar 1 Penanaman Bakteri dari Sampel Daging pada Media Salmonella Shigella Agar yang Diinkubasi pada Suhu 7 C selama jam Jumlah Total Bakteri Aerob Jumlah bakteri aerob dalam sampel daging kontrol RPH A lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah bakteri aerob pada sampel daging kontrol RPH B serta C (minggu ke 0). Pada sampel daging RPH A yang diiradiasi dengan dosis serta 5 kgy pada penyimpanan 0 sampai minggu pada suhu 17 C, tidak lagi ditemukan pertumbuhan bakteri aerob. Hal yang sama juga terjadi pada sampel daging RPH B. Jumlah bakteri aerob tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), yaitu kurang dari 1 x 10 6 cfu/g. Setelah disimpan selama minggu pada suhu 17 C, jumlah bakteri aerob dalam sampel daging kontrol RPH A dan RPH C, cenderung menurun masing-masing sebanyak desimal menjadi 1,6 x 10 dan 5,0 x 10 CFU/g bila dibandingkan dengan penyimpanan 0 minggu. Pada sampel daging kontrol yang berasal dari RPH B, setelah disimpan selama minggu mengalami penurunan jumlah bakteri aerob hingga 1 desimal menjadi,5 x 10 CFU/g bila dibandingkan dengan penyimpanan 0 minggu. Namun, pada sampel daging yang berasal dari RPH C yang diiradiasi dengan dosis kgy yang disimpan selama minggu terjadi penurunan jumlah bakteri aerob sebanyak desimal yakni menjadi 6,7 x 10 1 CFU/g bila dibandingkan dengan sampel yang diiradiasi dengan dosis kgy pada penyimpanan minggu. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan sampel kontrol pada minggu keempat terlihat ada penurunan jumlah bakteri aerob

4 6 sebanyak 1 desimal. Jumlah bakteri aerob tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), yaitu kurang dari 1 x 10 6 CFU/g. Pada penyimpanan minggu untuk kontrol terlihat jumlah bakteri aerob dalam daging RPH A, B, dan C saling tidak berbeda nyata secara statistik. Pada penyimpanan 0 minggu, jumlah bakteri aerob pada sampel daging kontrol ketiga RPH terlihat berbeda nyata terhadap jumlah bakteri aerob pada sampel daging kontrol ketiga RPH di penyimpanan minggu (p<0,05). Jumlah bakteri aerob pada sampel daging RPH A, B dan C terlihat ada perbedaan nyata antara kontrol dengan sampel daging yang diiradiasi dengan dosis dan 5 kgy pada minggu ke 0. Pada minggu ke antara kontrol dengan yang diiradiasi jumlah bakteri aerob dalam sampel daging yang berasal dari ketiga RPH tidak berbeda nyata (p<0,05). Tabel Hasil Perhitungan Rata-rata Jumlah Bakteri Aerob dalam Daging yang Berasal dari RPH A, B dan C yang Diiradiasi dan Disimpan pada Suhu Beku (-17 C) (CFU/g) Jumlah Koloni Bakteri (CFU/g) SNI (008) Minggu Dosis (kgy) RPH A RPH B RPH C (CFU/g) 0 0,5 x 10 5 a(a) 8,5 x 10 a(b) 6, x 10 a(b) 0 d(a) 0 d(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 d(a) 0 d(a) 1 0,0 x 10 5 b(a),6 x 10 b(b) 7,9 x 10 cbd(c) 0 d(a) 0 d(a),0 x 10 d(b) 5 0 d(a) 0 d(a) 0 d(a) 0,7 x 10 d(a) 1, x 10 d(b),0 x 10 b(c) 0 d(a) 0 d(a),5 x 10 cd(b) 6 < 1 x d(a) 0 d(a) 5, x 10 d(b) 0 1, x 10 c(a),8 x 10 c(b) 1,5 x 10 cb(a) 0 d(a) 0 d(a),0 x 10 cd(b) 5 0 d(a) 0 d(a) 0 d(a) 0 1,6 x 10 d(a),5 x 10 dc(a) 5,0 x 10 d(a) 0 d(a) 0 d(a) 6,7 x 10 1 d(b) 5 0 d(a) 0 d(a) 0 d(a) Keterangan: ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom Jumlah Bakteri Koliform Pada penelitian ini ditemukan bakteri koliform dalam daging seperti yang tercantum pada Tabel. Jumlah bakteri koliform dalam sampel daging kontrol RPH A lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah bakteri koliform pada sampel daging kontrol RPH B serta C (minggu ke 0). Jumlah bakteri koliform tersebut semuanya tidak memenuhi persyaratan SNI (008), karena melebihi dari 1 x 10 CFU/g. Pada sampel daging RPH A dan B yang diiradiasi dengan dosis dan 5 kgy pada penyimpanan 0 sampai minggu, tidak terjadi pertumbuhan bakteri koliform. Jumlah bakteri koliform tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), yaitu kurang dari 1 x 10 CFU/g. Pada sampel daging RPH A, B dan C yang diiradiasi dengan dosis 5 kgy pada penyimpanan 0 sampai minggu, tidak lagi ditemukan pertumbuhan bakteri koliform. Jumlah bakteri koliform tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), karena kurang dari 1 x 10 cfu/g. Setelah disimpan selama minggu pada suhu beku (-17 C), jumlah bakteri koliform dalam sampel daging kontrol RPH A dan C, masing-masing menurun sebanyak dan 1 desimal menjadi 7,7 x 10 serta,7 x 10 CFU/g bila dibandingkan dengan penyimpanan 0 minggu. Jumlah bakteri koliform pada daging RPH A dan C tersebut tidak memenuhi persyaratan SNI (008) karena melebihi dari 1 x 10 cfu/g. Sebaliknya, pada sampel daging kontrol yang berasal dari RPH B, setelah disimpan selama minggu tidak ditemukan lagi bakteri koliform yang tumbuh. Jumlah bakteri koliform pada daging RPH B tersebut memenuhi persyaratan SNI (008) karena kurang dari 1 x 10 CFU/g.

5 7 Pada penyimpanan 0 minggu, jumlah bakteri koliform pada sampel daging kontrol ketiga RPH terlihat berbeda nyata terhadap jumlah bakteri koliform pada sampel daging kontrol ketiga RPH di penyimpanan minggu (p<0,05). Jumlah bakteri koliform pada sampel daging RPH A, B, dan C terlihat ada perbedaan nyata antara kontrol dengan sampel daging yang diiradiasi dengan dosis dan 5 kgy pada minggu ke 0. Pada minggu ke antara kontrol dengan yang diiradiasi jumlah bakteri koliform dalam sampel daging yang berasal dari RPH A dan B tidak berbeda nyata (p>0,05). Tabel Hasil Perhitungan Rata-rata Jumlah Bakteri Koliform dalam Daging yang Berasal dari RPH A, B dan C yang Diiradiasi dan Disimpan pada Suhu Beku (-17 C) Jumlah Koloni Bakteri (CFU/g) SNI (008) Minggu Dosis (kgy) RPH A RPH B RPH C (CFU/g) 0 0 1, x 10 5 a(a), x 10 a(b),7 x 10 a(c) 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 5 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 1 0 1,0 x 10 5 a(a) 1, x 10 b(b),5 x 10 b(b) 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 5 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 0, x 10 b(a) 1,0 x 10 b(b) 9,6 x 10 c(c) 0 b(a) 0 b(a) 6,7 x 10 1 e(b) < 1 x b(a) 0 b(a) 0 e(a) 0 5,9 x 10 b(a) 1 6,7 x 10 b(b) 1,0 x 10 c(c) 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 5 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 0 7,7 x 10 b(a) 0 b(b),7 x 10 d(a) 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) 5 0 b(a) 0 b(a) 0 e(a) Keterangan: ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom Jumlah Bakteri Escherichia coli Keberadaan bakteri Escherichia coli pada sampel daging ditunjukkan pada Tabel 5. Jumlah bakteri Escherichia coli dalam sampel daging kontrol RPH A adalah lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah bakteri Escherichia coli pada sampel daging kontrol RPH B serta C (minggu ke 0). Jumlah bakteri Escherichia coli tersebut semuanya tidak memenuhi persyaratan SNI (008), karena melebihi dari 1 x 10 1 CFU/g. Pada sampel daging RPH A yang diiradiasi dengan dosis serta 5 kgy pada penyimpanan 0 sampai minggu, tidak lagi ditemukan pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Hal yang sama juga terjadi pada sampel daging RPH B dan C. Jumlah bakteri Escherichia coli tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), yaitu kurang dari 1 x 10 1 CFU/g. Setelah disimpan selama minggu pada suhu beku (-17 C), jumlah bakteri Escherichia coli dalam sampel daging kontrol RPH A dan B, sudah tidak tumbuh lagi. Jumlah bakteri Escherichia coli pada daging RPH A dan B memenuhi persyaratan SNI (008) karena kurang dari 1 x 10 1 CFU/g. Sebaliknya, jumlah bakteri Escherichia coli dalam sampel daging kontrol RPH C, setelah selama minggu mengalami penurunan sebanyak 1 desimal menjadi,0 x 10 CFU/g dibandingkan dengan penyimpanan 0 minggu. Jumlah bakteri Escherichia coli pada daging RPH C tersebut semuanya tidak memenuhi persyaratan SNI (008), yaitu lebih dari 1 x 10 1 CFU/g. Pada penyimpanan 0 minggu, jumlah bakteri Escherichia coli dalam sampel daging kontrol ketiga RPH terlihat berbeda nyata terhadap jumlah bakteri Escherichia coli dalam sampel daging kontrol ketiga RPH di penyimpanan minggu (p<0,05). Pada minggu ke 0 jumlah bakteri Escherichia coli dalam daging yang berasal dari RPH A, B, dan C menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan yang diiradiasi. Pada minggu keempat, tidak ada perbedaan nyata

6 8 jumlah bakteri Escherichia coli dalam kontrol dengan sampel daging ketiga RPH yang diiradiasi (p>0,05). Tabel 5 Hasil Perhitungan Rata-rata Jumlah Bakteri Escherichia coli dalam Daging yang Berasal dari RPH A, B dan C yang Diiradiasi dan Disimpan pada Suhu Beku (-17 C) Jumlah Koloni Bakteri (CFU/g) SNI (008) Minggu Dosis (kgy) RPH A RPH B RPH C (CFU/g) 0 0,1 x10 a(a) 7,7 x 10 a(b),6 x 10 a(c) 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 1 0, x 10 b(a) 1 6,7 x 10 b(b) 1, x 10 b(a) 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 0, x 10 dc(a) 1, x 10 b(a), x 10 c(a) 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) < 1 x d(a) 0 b(a) 0 d(a) 0,7 x 10 c(a) 0 b(b) 5,0 x 10 c(a) 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 0 0 d(a) 0 b(a),0 x 10 d(b) 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 b(a) 0 d(a) Keterangan: ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom Jumlah Bakteri Staphylococcus spp. Jumlah bakteri Staphylococcus spp. dalam sampel daging kontrol RPH B lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada sampel daging kontrol RPH A serta C (minggu ke 0). Jumlah bakteri Staphylococcus spp. tersebut semuanya tidak memenuhi persyaratan SNI (008), karena melebihi dari 1 x 10 CFU/g. Pada sampel daging RPH A dan B yang diiradiasi dengan dosis serta 5 kgy pada penyimpanan 0 sampai minggu, tidak terjadi pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. Jumlah bakteri Staphylococcus spp. tersebut semuanya memenuhi persyaratan SNI (008), karena kurang dari 1 x 10 CFU/g. Setelah disimpan selama minggu pada suhu beku (-17 C), jumlah bakteri Staphylococcus spp. dalam sampel daging kontrol RPH B dan C, masing-masing menurun sebanyak 1 desimal menjadi 1,7 x 10 dan 1,7 x 10 CFU/g bila dibandingkan dengan penyimpanan 0 minggu, sedangkan pada RPH A sudah tidak ditemukan lagi bakteri Staphylococcus spp yang tumbuh. Jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada daging RPH B dan C di minggu ke tidak memenuhi persyaratan SNI (008) karena melebihi dari 1 x 10 CFU/g. Pada penyimpanan 0 minggu, jumlah bakteri Staphylococcus spp. dalam sampel daging kontrol ketiga RPH terlihat berbeda nyata terhadap jumlah bakteri Staphylococcus spp. dalam sampel daging kontrol ketiga RPH di penyimpanan minggu (p<0,05). Jumlah bakteri Staphylococcus spp. dalam daging yang berasal dari RPH A, B dan C pada penyimpanan 0 minggu, antara kontrol dengan yang sampel daging yang diiradiasi ada perbedaan yang nyata. Pada penyimpanan minggu antara kontrol dengan sampel daging yang diiradiasi tidak terlihat perbedaan yang nyata (p>0,05)

7 9 Tabel 6 Hasil Perhitungan Rata-rata Jumlah Bakteri Staphylococcus spp.dalam Daging yang Berasal dari RPH A, B dan C yang Diiradiasi dan Disimpan pada Suhu Beku (-17 C) Jumlah Koloni Bakteri (CFU/g) SNI (008) Minggu Dosis (kgy) RPH A RPH B RPH C (CFU/g) 0 0,6 x 10 a(a) 9,5 x 10 a(b) 5, x 10 a(a) 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 5 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 1 0 1, x 10 a(a),6 x 10 b(a),7 x 10 cb(b) 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 5 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 0 1,7 x 10 b(a) 1, x 10 c(b) 1,1 x 10 b(c) 0 b(a) 0 c(a) 5, x 10 cb(b) < 1 x b(a) 0 c(a), x 10 1 c(a) 0 0 b(a) 7,0 x 10 c(b),0 x 10 cb(ab) 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 5 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 0 0 b(a) 1,7 x 10 c(ab) 1,7 x 10 c(ab) 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) 5 0 b(a) 0 c(a) 0 c(a) Keterangan: ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ) = huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom PEMBAHASAN Penentuan Kadar Protein dan Kadar Air Daging mudah sekali mengalami kerusakan karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Kerusakan pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri tersebut akan mengubah rasa daging menjadi asam serta memecah atau mengoksidasi lemak sehingga daging akan mengalami ketengikan (Depkes 1998). Kadar air dalam bahan pangan dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan kapang. Kadar air bahan makanan sangat berperan dalam pertumbuhan mikroba, sehingga sangat menentukan kualitas dan masa simpan (Supardi dan Sukamto 1999). Daging juga mengandung protein yang tinggi sehingga daging dapat mengalami kebusukan selama penyimpanan karena bakteri memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, kemudian menjadi polipeptida dan asam-asam amino, dan dengan proses deaminasi terbentuk amonia, indol, skatol, merkaptan dan H S (Suradi 009). Pada penelitian ini diperoleh kadar protein serta kadar air yang cukup tinggi dalam ketiga sampel daging. Hal tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya perbedaan jumlah cemaran awal bakteri aerob, koliform, Staphylococcus spp. dan Escherichia coli dalam ketiga sampel daging. Daging yang mulai busuk akan berlendir dan memiliki tekstur yang terasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor, dan terdapat noda merah, hitam, biru, dan putih kehijauan akibat kegiatan mikroba (BPTP 001). Mikroba pembusuk juga dapat menghasilkan toksin yang tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan atau kerusakan fisik (bau busuk kurang nyata), sehingga pangan tetap dikonsumsi (Djafaar dan Rahayu 007). Identifikasi Bakteri Salmonella Hasil uji negatif pada identifikasi Salmonella menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari ketiga RPH memenuhi persyaratan SNI (008). Akan tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa sampel aman untuk dikonsumsi, karena terdapat berbagai cemaran bakteri lainnya yang tidak memenuhi persyaratan SNI (008). Penentuan Jumlah Total Bakteri Aerob, Koliform, Escherichia coli dan Staphylococcus spp. Bahan pangan yang berasal dari hewan seperti ikan dan daging segar adalah

8 10 kelompok bahan pangan yang mudah rusak. Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan tersebut adalah adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Depkes 1998). Cemaran mikroba pada daging dapat terjadi saat penyembelihan. Menurut Buckle et al. (1987) adanya cemaran bakteri dalam proses pemotongan ternak sangat mungkin terjadi, khususnya pengulitan dan pengeluaran jerohan merupakan titik paling rentan terhadap terjadinya cemaran dari bagian luar kulit dan isi saluran pencernaan. Cemaran bakteri, di samping berasal dari bagian tubuh ternak sewaktu masih hidup, juga dapat berasal dari lingkungan sekitar tempat pemotongan. Sumber pencemaran mikroba diantaranya juga melalui lalat yang berasal dari tempat penyembelihan daging serta tanah/lantai pada ruang penyembelihan. Karkas daging dapat tercemar Salmonella yang berasal dari kotoran dalam usus pada saat penyembelihan (WHO 1976). Menurut Harsojo dkk. (005) dan Arifin dkk. (008) sumber cemaran Staphylococcus spp. dapat bersumber dari para pekerja RPH yang kurang higienis. Selain itu, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan karkas dan air yang digunakan untuk mencuci karkas atau untuk membersihkan lantai juga dapat menjadi sumber cemaran (Lawrie 00). Jumlah cemaran awal bakteri koliform, Escherichia coli dan Staphylococcus spp. yang melebihi ambang batas SNI (008) dalam ketiga sampel daging dapat disebabkan oleh kondisi sanitasi yang kurang memadai pada ketiga RPH. Dasar pengawetan makanan adalah melindungi makanan dari pembusukan terutama oleh bakteri dan kapang (Harsojo dan Andini 008). Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Pembekuan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan mikroba dapat dihambat atau dihentikan serta mencegah reaksi-reaksi kimia sehingga dapat mempertahankan mutu (rasa dan nilai gizi) bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba (Rohana 00). Hal ini terlihat dari masih adanya pertumbuhan bakteri aerob, koliform, Staphylococcus spp. dan Escherichia coli pada sampel daging kontrol dari ketiga RPH secara umum, walaupun sudah disimpan selama minggu di dalam freezer. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lambat. Pada awal proses pembekuan, terjadi fase precooling yang menyebabkan suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es. Pembentukan kristal akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Jika sel mikroba yang rusak tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan mikroba yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan (Rohana 00). Menurut Yuliatin (008) pembekuan akan meningkatkan konsentrasi elektrolit di dalam sel mikroba karena air bebas membeku membentuk kristal es dan merusak sistem koloidal dari protoplasma (misalnya sistem koloid protein). Pembekuan juga menyebabkan denaturasi protein di dalam sel mikroba. Fardiaz (1990) menyatakan bahwa proses pembekuan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan subletal pada sebagian sel. Sel disebut mengalami kerusakan subletal dan tidak mati jika sel tersebut mengalami kerusakan tetapi masih mempunyai kemampuan untuk melakukan metabolisme pada kondisi yang tidak menghambat dan kemudian kembali ke keadaan fisiologi yang normal sehingga akhirnya dapat tumbuh secara normal dan berkembang biak. Sel yang mengalami kerusakan subletal dapat tumbuh secara normal dan dapat berkembang biak jika ditumbuhkan dalam medium yang kaya akan nutrisi. Turun naiknya jumlah bakteri aerob, koliform, Staphylococcus spp., dan Escherichia coli pada sampel daging kontrol dari RPH A, B dan C secara umum, disebabkan oleh adanya kerusakan subletal pada bakteri-bakteri tersebut selama penyimpanan pada suhu beku. Namun, kerusakan tersebut masih dapat diperbaiki karena bakteri-bakteri tersebut masih dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat dalam daging dan media pertumbuhan agar. Ketahanan sel mikroba terhadap proses pembekuan dipengaruhi oleh kemampuan mikroba tersebut untuk tetap hidup selama dehidrasi pada waktu medium membeku. Ukuran sel mikroba yang demikian kecil

9 11 mengakibatkan sel mengalami dehidrasi selama pembekuan (Yuliatin 008). Menurut Lund (000) ketahanan mikroba selama pembekuan juga dipengaruhi oleh jenis mikroba, komposisi medium pembekuan, status nutrisi, fase pertumbuhan sebelum mikroba dibekukan, suhu pembekuan, kecepatan pembekuan, lama pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sel yang hidup, dan media yang digunakan. Pengaruh Iradiasi Gamma Terhadap Pertumbuhan Bakteri Menurut Maha (1985) iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan. Iradiasi termasuk salah satu cara fisika dalam pengawetan makanan seperti halnya pemanasan, pendinginan dan pembekuan. Sumber iradiasi yang dapat digunakan untuk proses pengawetan bahan pangan terdiri atas macam yaitu ; Co-60, Cs-17 masing-masing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas elektron, dan mesin generator sinar X (Irawati, 006). Sinar gamma yang dipancarkan oleh radionuklida 60 Co (kobalt- 60) dan 17 Cs (caesium-7) merupakan sumber iradiasi pengion yang telah banyak digunakan untuk aplikasi komersial pengawetan makanan (Irawati 007). 60 Co lebih banyak digunakan dalam iradiasi pangan karena memiliki energi radiasi yang lebih besar sehingga mempunyai daya tembus yang besar dan tersedia di pasaran. Cobalt-60 memancarkan sinar gamma dengan energi sebesar 1. MeV. Iradiasi menggunakan energi kurang dari 5 MeV tidak akan menyebabkan bahan pangan menjadi radioaktif karena reaksinya tidak mencapai inti. Oleh karena itu ketiga sampel daging yang diiradiasi dengan sinar gamma yang 60 berasal dari Co tidak akan bersifat radioaktif. Dosis iradiasi yaitu jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan. Satuan yang digunakan saat ini adalah Gray (Gy). Satu Gray = 1 Joule/kg (Wahyudi dkk. 005). Radiasi pengion pada dosis sedang, yaitu 1-5 kgy sudah mampu untuk menekan dan sekaligus mengeliminasi pertumbuhan mikroba (Irawati 007). Hal ini terlihat pada ketiga sampel yang diiradiasi dengan dosis dan 5 kgy pada minggu ke 0 tidak terdapat bakteri yang tumbuh. Selanjutnya kombinasi perlakuan iradiasi dan penyimpanan dengan freezer semakin menghambat pertumbuhan bakteri. Bahkan pada sampel yang berasal dari RPH A dan B yang diiradiasi dengan dosis dan 5 kgy sampai minggu keempat, tidak ditemukan lagi bakteri yang tumbuh. Pengaruh iradiasi gamma terhadap mikroba memiliki efek secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Anang (1986), efek langsung terjadi akibat adanya tumbukan langsung energi radiasi atau elektron dalam mikroba. Beberapa perubahan sifat fisika kimia yang terjadi akibat iradiasi yaitu: perubahan dan hilangnya basa nitrogen, pemutusan ikatan hidrogen, pemutusan rantai gula fosfat dari masing-masing polinukleotida dari DNA, disebut single strand break, pemutusan rantai yang berdekatan pada kedua polinukleotida dari DNA, disebut dengan double strand break dan terbentuknya ikatan silang intramolekuler, disebut base damage. Kebanyakan mikroba mampu untuk memperbaiki kerusakan single strand break. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa mikroba yang sensitif tidak dapat memperbaiki double strand break, sedangkan mikroba yang menunjukan resistensi yang lebih tinggi mempunyai kapasitas untuk memperbaiki double strand breaks. Namun hasil perbaikan atau penyusunan kembali DNA tersebut dapat sama atau berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat berakibat pada kematian sel, mutasi atau transformasi (Tetriana dan Sugoro 007). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 701/MENKES/PER/VII/009 tentang Pangan Iradiasi (Lampiran ), pada bahan pangan daging segar maupun beku dianjurkan untuk diiradiasi dengan dosis kgy untuk memperpanjang masa simpan serta dosis 7 kgy untuk membunuh bakteri patogen. Pada penelitian ini digunakan dosis dan 5 kgy, sehingga sampel masih dapat dikatakan aman. Kenaikan pertumbuhan bakteri aerob pada sampel RPH C yang telah diiradiasi dengan dosis kgy pada minggu pertama sampai minggu kedua, serta pertumbuhan bakteri aerob pada sampel RPH C yang telah diiradiasi dengan dosis 5 kgy pada minggu kedua, terjadi mungkin dikarenakan bakteri mengalami pingsan/kolaps setelah mendapat perlakuan iradiasi. Selanjutnya bakteri tersebut dapat memperbaiki kerusakan DNA yang terjadi dengan memanfaatkan nutrisi yang ada pada daging sehingga dapat tumbuh kembali dan mengalami pertumbuhan sampai 1 desimal pada penyimpanan minggu kedua. Penurunan kembali jumlah bakteri aerob pada sampel RPH C yang telah diiradiasi dengan

10 1 dosis kgy pada minggu ketiga sampai minggu keempat disebabkan adanya kondisi lingkungan fisik yang ekstrem yakni suhu pembekuan, nutrisi yang semakin sedikit, serta kompetisi dengan bakteri lainnya menyebabkan pertumbuhan menjadi terganggu dan kembali menurun. Hal yang sama juga terjadi terhadap kenaikan pertumbuhan bakteri koliform pada sampel daging RPH C yang diiradiasi dengan dosis kgy di minggu kedua, serta kenaikan pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. pada sampel daging RPH C yang diradiasi dengan dosis dan 5 kgy di minggu kedua. Proses iradiasi pada bahan pangan juga memiliki beberapa keuntungan lainnya, diantaranya yaitu suhu awal bahan tetap (dikenal dengan proses "dingin"). Energi yang diserap oleh bahan pangan atau makanan dengan iradiasi jauh lebih rendah daripada energi yang diserap makanan pada saat dipanaskan, dengan demikian perubahan karakteristik kimia dari bahan pangan yang diawetkan dengan radiasi, secara kuantitatif lebih sedikit daripada yang dipanaskan (Irawati 007). Selain itu proses iradiasi merupakan proses terkontrol, dapat dilakukan pada bahan pengemas yang sensitif terhadap panas, dan dapat menurunkan komponen alergi pada bahan pangan (Irawati 006). Teknologi iradiasi pada bahan pangan dengan sinar gamma menurut Muchtadi (010) memiliki daya penetrasi yang sangat kuat pada produk, tidak meninggalkan residu kimiawi pada produk, praktis, efektif, efisien, serta dapat memproses produk pada skala komersial. Penggunaan teknologi iradiasi dalam pengawetan makanan tidak merusak gizi bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan iradiasi pada berbagai macam bahan pangan tidak ditemukan adanya senyawa toksik. Lebih jauh disebutkan bahwa dari hasil penelitian Dwiloka (199) dalam Soedarto (008) disebutkan dengan perlakuan iradiasi sampai dosis 9 kgy tidak berpengaruh terhadap kadar air, protein, lemak, abu total, dan karbohidrat pada udang segar beku. Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap yang diiradiasi pada dosis 5 dan 10 kgy, ternyata iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan asam amino (Soedarto, 008). Beberapa jenis vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D cukup tahan terhadap radiasi, tetapi vitamin A, B, C dan E sangat peka. Pada umumnya penurunan kadar vitamin bahan pangan akibar iradiasi tidak berbeda dengan yang diawetkan dengan cara pemanasan (Irawati 007). SIMPULAN Pada perlakuan kombinasi penyimpanan beku dan iradiasi secara statistik mampu menghambat pertumbuhan bakteri dari semua RPH. Cemaran awal bakteri koliform, Staphylococcus spp., dan Escherichia coli pada semua RPH tidak memenuhi persyaratan SNI. Secara umum, dosis kgy mampu menghambat pertumbuhan bakteri aerob, koliform, Staphylococcus spp., dan Escherichia coli pada semua RPH. Tidak ditemukan Salmonella pada semua RPH. SARAN Pada isolasi bakteri Salmonella sebaiknya digunakan metode sebar agar Salmonella dapat terisolasi dengan baik. Perlu dilakukan frekuensi pengambilan sampel yang lebih banyak (di bebrapa kabupaten Bogor lainnya). Dosis iradiasi yang digunakan cukup menggunakan dosis dibawah kgy karena dapat menghemat waktu dan biaya. DAFTAR PUSTAKA Anang H Iradiasi makanan prospek penggunaannya di ASEAN. Risalah Seminar Nasional Pusat Aplikasi Isotop Radiasi BATAN. Jakarta, 1-1 Maret Jakarta: PATIR-BATAN.hlm 1-9. Andini L.S., Harsojo, Anastasia S.D. dan Maha M Efek iradiasi gamma pada Salmonella spp yang diisolasi dari ayam segar. Risalah Pertemuan Ilmiah APISORA-BATAN; Jakarta, Desember Jakarta: PATIR-BATAN.hlm Anonim. 00. Codex General Standard for Irradiated Foods (Codex Stan Rev. 1-00). Geneva: Codex Allimentarius Commission. Arifin M, Dwiloka B dan Patriani D.E Penurunan kualitas daging sapi yang terjadi selama proses pemotongan dan distribusi di kota Semarang. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 008; Bogor, 11-1 Nopember 008. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. hlm

KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI PADA DAGING SAPI ASAL RUMAH POTONG HEWAN DI KABUPATEN SERTA KOTA BOGOR

KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI PADA DAGING SAPI ASAL RUMAH POTONG HEWAN DI KABUPATEN SERTA KOTA BOGOR KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI PADA DAGING SAPI ASAL RUMAH POTONG HEWAN DI KABUPATEN SERTA KOTA BOGOR ISNITA KHAIRUNNISA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung, sebanyak 7 sampel diambil dari pasar tradisional dan 7 sampel diambil dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa dan entog. Itik termasuk ke dalam kelas Aves,

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboraturium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan atau Explanatory Research karena ingin mengetahui variabel-variabel

Lebih terperinci

PERLAKUAN KOMBINASI ANTARA PENCELUPAN AIR PANAS DAN IRADIASI GAMMA PADA BAKSO SAPI TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI

PERLAKUAN KOMBINASI ANTARA PENCELUPAN AIR PANAS DAN IRADIASI GAMMA PADA BAKSO SAPI TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI PERLAKUAN KOMBINASI ANTARA PENCELUPAN AIR PANAS DAN IRADIASI GAMMA PADA BAKSO SAPI TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI (The Influences of Hot Water Dipping and Irradiation on Beef Meatballs) HARSOJO 1, L.S.

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang observasi dan pemeriksaannya hanya dilakukan dalam satu waktu untuk memperoleh gambaran kualitas air

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang.

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang. 7 METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. A. Waktu Dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April 2007 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Materi Penelitian 2.1.1. Lokasi Sampling dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini sampel diambil dari lokasi-lokasi sebagai berikut: 1. Rumah Pemotongan Hewan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian deteksi bakteri Escherichia coli dilakukan melalui metode TPC

III. METODE PENELITIAN. Penelitian deteksi bakteri Escherichia coli dilakukan melalui metode TPC III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Penelitian deteksi bakteri Escherichia coli dilakukan melalui metode TPC (Total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian deskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI IKAN BAWAL LAUT

KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI IKAN BAWAL LAUT KOMBINASI IRADIASI DAN PENYIMPANAN PADA SUHU BEKU TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI IKAN BAWAL LAUT (Formio niger), KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta), DAN KUWE (Caranx ignobilis) ASAL PASAR IKAN MUARA ANGKE JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2013.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN OLAHAN ASAL TERNAK

CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN OLAHAN ASAL TERNAK CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN OLAHAN ASAL TERNAK HARSOJO dan LYDIA ANDINI S. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta ABSTRACT Microbes Contamination on Meat Processed Processed food from

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA

PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA (The Effect of Irradiation on the Shelf Life of Feed Supplements for Ruminant) LYDIA ANDINI, SUHARYONO dan HARSOJO. Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR (Analysis of Number and Species of Bacteria in Buffalo Meat and Bowel in the Market) HARSOJO Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Hari, Tanggal :Selasa, 4 Oktober 2011 Materi Praktikum Tujuan :Teknik Isolasi dan Inokulasi Mikroba : Mengetahui cara teknik isolasi dan inokulasi Mikroba A. DASAR TEORI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2012 di Bagian Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah :

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah : 1. DEFINISI MEDIA Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan mempergunakan bermacammacam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan,

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2008 sampai

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 C selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\ PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\ Tujuan: 1. Mengetahui media kultur dan larutan pengencer yang digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan mikrobiologi serta dapat membuatnya secara aseptik. 2. Untuk mensucihamakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Gambar 6. Hasil uji biokimia Bacillus cereus pada nasi putih non organik: (a) metode tradisional (dandang) (b) Dengan metode modern (rice cooker)

Gambar 6. Hasil uji biokimia Bacillus cereus pada nasi putih non organik: (a) metode tradisional (dandang) (b) Dengan metode modern (rice cooker) 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil uji biokimia Bacillus cereus (a) 3 4 5 Keterangan : 1.Tabung hasil uji glukosa 2.Tabung hasil uji laktosa 3.Tabung hasil uji maltosa 4.Tabung hasil uji mannitol 5.Tabung hasil

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi program

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah garam buffer

Lebih terperinci

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : 5213412006 Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN Pengawetan adalah bahan yang ditambahkan pada makanan atau minuman untuk mencegah atau menghambat fermentasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Hal ini dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi pasien ISK dan untuk

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

KONTAMINASI AWAL DAN DEKONTAMINASI BAKTERI PATOGEN PADA JEROAN SAPI DENGAN IRADIASI GAMMA

KONTAMINASI AWAL DAN DEKONTAMINASI BAKTERI PATOGEN PADA JEROAN SAPI DENGAN IRADIASI GAMMA KONTAMINASI AWAL DAN DEKONTAMINASI BAKTERI PATOGEN PADA JEROAN SAPI DENGAN IRADIASI GAMMA Harsojo, Irawati Z. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan Jl. Lebak Bulus Batan Ps. Jumat, Jakarta Selatan 12240

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan

Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan Iradiasi makanan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan Indikator Setelah perkuliahan ini,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO Rahardyan Dina Natalia(L2C307052) dan Sulvia Parjuningtyas(L2C307061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci