KAJIAN PERDAGANGAN SATWA LIAR JENIS MAMALIA KECIL DI WILAYAH DKI JAKARTA LAKSMI DATU BAHADURI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PERDAGANGAN SATWA LIAR JENIS MAMALIA KECIL DI WILAYAH DKI JAKARTA LAKSMI DATU BAHADURI"

Transkripsi

1 KAJIAN PERDAGANGAN SATWA LIAR JENIS MAMALIA KECIL DI WILAYAH DKI JAKARTA LAKSMI DATU BAHADURI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Perdagangan Satwa Liar Jenis Mamalia Kecil di Wilayah DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Laksmi Datu Bahaduri NIM E

4 ABSTRAK LAKSMI DATU BAHADURI. Kajian Perdagangan Satwa Liar Jenis Mamalia Kecil di Wilayah DKI Jakarta. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan ANI MARDIASTUTI. Mamalia kecil adalah mamalia yang berat badan dewasa 2 g hingga 5 kg yang memiliki daya tarik tersendiri bagi peminatnya untuk dijadikan sebagai satwa peliharaan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2014 di pasar dan petshop di DKI Jakarta menggunakan metode purposive sampling. Didapatkan empat lokasi pasar dan 12 petshop dengan jumlah 339 individu dari 11 jenis mamalia kecil yang ditemukan di pasar hewan dengan harga yang ditawarkan Rp Rp , sedangkan dari petshop didapatkan 35 individu dari enam jenis mamalia kecil dengan harga yang ditawarkan Rp Rp tergantung jenis dan umur yang ditawarkan. Jenis mamalia kecil yang banyak diminati oleh pembeli adalah jenis hamster, sedangkan jenis mamalia kecil yang banyak dipelihara adalah jenis sugar glider. Kata kunci : DKI Jakarta, mamalia kecil, perdagangan ABSTRACT LAKSMI DATU BAHADURI. Study of Small Mammals Wildlife Trade in DKI Jakarta. Supervised by NYOTO SANTOSO and ANI MARDIASTUTI. Small mammals are categorized by the weight of the mammal adult body between 2 grams to 5 kilograms, which made it attractive to be owned as pet. This research was conducted on May-June 2014 in animal market and petshop Jakarta using purposive sampling method. Obtained four markets and 12 petshops, there were recorded 339 individuals of 11 species of small mammals were found in the animal market with the price offered Rp to Rp while 35 individuals of six small mammals species obtained from the petshop at a price that is offered Rp Rp depending on the species and age of the offer The most wanted small mammals by the purchaser is hamster, whereas the most owned pet is sugar glider. Keywords : Jakarta, small mammals, trade

5 KAJIAN PERDAGANGAN SATWA LIAR JENIS MAMALIA KECIL DI WILAYAH DKI JAKARTA LAKSMI DATU BAHADURI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowitasa DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISTA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Kajian Perdagangan Satwa Liar Jenis Mamalia Kecil di Wilayah DKI Jakarta Nama : Laksmi Datu Bahaduri NIM : E Disetujui oleh Dr Ir Nyoto Santoso, MS Pembimbing I Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Kajian Perdagangan Satwa Liar Jenis Mamalia Kecil di Wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nyoto Santoso, MS dan Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, kakak dan keluarga besar atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya, serta sahabat-sahabat seperjuangan Nepenthes rafflesiana 47 dan seluruh rekan yang telah memberikan semangat, dukungan dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Laksmi Datu Bahaduri

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Tempat 2 Alat dan Bahan 2 Metode Pengumpulan Data 2 Prosedur Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Hasil 3 Pembahasan 10 SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17 Saran 18 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 20

10 DAFTAR TABEL 1 Lokasi pemasaran perdagangan mamalia kecil di pasar hewan 3 2 Lokasi pemasaran perdagangan mamalia kecil di petshop 4 3 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan di pasar hewan 5 4 Ketersediaan jumlah individu jenis lokal dan asing di pasar hewan 5 5 Ketersediaan jumlah individu jenis satwa lokal dan asing di 6 6 Status perlindungan dan kelangkaan 6 7 Harga jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan di pasar dan petshop 8 8 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan dan dipelihara 9 DAFTAR LAMPIRAN 1 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan di petshop 20 2 Jumlah dan harga mamalia kecil di pasar hewan dan petshop 20 3 Situs internet yang menawarkan mamalia kecil 21 4 Dokumentasi lokasi pasar dan kondisi kandang 22 5 Bentuk pengepakan 23

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Mamalia merupakan salah satu kelas dalam kingdom Animalia yang memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi maupun dalam hal susunan saraf dan tingkat intelegensianya. Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni mamalia besar dan mamalia kecil. Mamalia kecil adalah mamalia yang berat badan dewasa berkisar antara 2 g hingga 5 kg, sedangkan mamalia besar adalah mamalia yang beratnya diatas 5 kg (Stoddart 1979). Jenis mamalia kecil yang diperdagangkan adalah jenis yang banyak digunakan sebagai pet (satwa peliharaan) dan makanan obat-obatan. Ukuran tubuh yang lebih kecil, warna rambut yang berwarna warni, memiliki ciri yang khas, dan bentuk mamalia kecil yang unik merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mamalia kecil sangat digemari serta banyak diminati sebagai satwa peliharaan. Sama halnya dengan pernyataan Tobing (2011) menyatakan bahwa kategori jenisjenis yang diperdagangkan dan memiliki peminat sebagai pemuas keinginan adalah yang memiliki kategori indah (bentuk, warna, suara, perilaku) dan unik (langka). Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan ibukota negara Republik Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan, perekonomian dan tidak menutup kemungkinan sebagai salah satu kota yang memegang peranan penting dalam jaringan perdagangan satwa liar di Indonesia. Mardiastuti (2009) mencatat Jakarta sebagai salah satu kota yang disebut titik kuning yaitu kota yang rawan terhadap perdagangan satwa ilegal. Dewasa ini perdagangan satwa liar tidak hanya dilakukan di pasar hewan namun juga dilakukan di toko hewan peliharaan (petshop) dan melalui pasar maya (cyber market). Hal ini menjadikan pembeli semakin dimudahkan dalam mengakses dan bertransaksi satwa. Permintaan pasar akan satwa liar umumnya tidak stabil, hal ini dikarenakan para pembeli lebih dipengaruhi oleh hobi dan popularitas (trend) dalam memelihara satwa liar. Para pedagang dan pembeli selalu mengincar satwa yang unik dan bahkan langka. Dalam perdagangan satwa liar, kelangkaan dan keunikan berbanding lurus dengan harga yang ditawarkan. Semakin unik dan langka, maka satwa liar tersebut semakin mahal. Berkenaan dengan permintaan pasar terhadap satwa tersebut yang semakin meningkat mengakibatkan para pemasok semakin memenuhi permintaan pasar dengan melakukan pengambilan mamalia kecil dari alam, terutama spesies-spesies yang belum ditangkarkan, yang memberikan ancaman dan dampak perubahan jumlah populasi di alam yang semakin menipis. Keberadaan berbagai jenis mamalia kecil di Indonesia baik lokal maupun asing yang utamanya diperdagangkan sebagai satwa peliharaan, juga perlu dipantau mengingat cukup banyak penjual yang menyediakan jenis-jenis tersebut. Belum banyak penelitian yang menggambarkan kondisi perdagangan mamalia kecil di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dikarenakan jenis penelitian tentang perdagangan satwa liar sampai saat ini hanya mencakup tentang perdagangan reptil, perdagangan amfibi dan perdagangan burung, sedangkan untuk perdagangan mamalia hanya meliputi perdagangan primata yang dilakukan oleh ProFauna dan IPPL (International Primate Protection League) tentang

12 2 perdagangan primata di Palembang, Sumatera Selatan. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan mamalia kecil di Indonesia, terutama mengenai laju perdagangan mamalia kecil di wilayah DKI Jakarta. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengindentifikasi lokasi pemasaran, jenis satwa, jumlah dan harga; karakteristik pembeli dan pemelihara; serta perdagangan jenis mamalia kecil melalui pasar maya (cyber market) di wilayah DKI Jakarta. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan data dan informasi mengenai perdagangan satwaliar jenis mamalia kecil di wilayah DKI Jakarta yang meliputi lokasi pemasaran, jenis, jumlah dan harga mamalia kecil yang diperdagangkan di pasar hewan, petshop dan cyber market serta karakteristik pembeli dan pemelihara mamalia kecil METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni Lokasi penelitian di lima pasar hewan dan 35 petshop di wilayah DKI Jakarta. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, kuisioner kepada pedagang, pembeli di pasar hewan dan petshop serta pemelihara mamalia kecil di wilayah DKI Jakarta serta tally sheet. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapang dan wawancara. Wawancara dan pemilihan responden yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur berdasarkan kuesioner dengan metode purposive sampling. Batasan Penelitian a. Penetapan responden dilakukan dengan menunjuk langsung pedagang, pembeli dan pemelihara mamalia kecil untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. b. Penentuan lokasi ditentukan berdasarkan survei lokasi terlebih dahulu untuk memastikan dan mengetahui lokasi pasar hewan dan petshop yang menjual mamalia kecil baik jenis asing maupun lokal. Informasi mengenai lokasi-lokasi tersebut diperoleh berdasarkan informasi lisan beberapa pihak

13 3 serta dari instansi terkait. Hasil survei lokasi penelitian meliputi Pasar Sumenep, Pasar Kartini, Pasar Barito, Pasar Pramuka dan Pasar Jatinegara. c. Pengambilan data pada perdagangan cyber market meliputi nama website dan jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan. Prosedur Analisis Data Analisis data hasil pengamatan di lapangan dilakukan dengan cara analisis kualitatif dan deskriptif. Data jenis dikelompokkan secara terstruktur dalam bentuk tabulasi. Penyajian data diberikan secara naratif dengan tambahan tabel, grafik ataupun gambar. Pengkajian dilakukan terhadap setiap faktor yang memengaruhi perdagangan mamalia kecil yang banyak diperdagangkan di wilayah DKI Jakarta serta kajian terhadap kebijakan pemanfaatan satwaliar untuk mendukung dalam penarikan kesimpulan secara umum. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Lokasi Pemasaran Berdasarkan hasil penelitian didapatkan empat pasar hewan tradisional dengan jumlah pedagang sebanyak 20 pedagang yang menyediakan mamalia kecil sebagai satwa dagangannya (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi pemasaran perdagangan mamalia kecil di pasar hewan Pasar Wilayah Jumlah Kios (a) Jumlah Pedagang Mamalia Kecil % Jatinegara Jakarta Timur Barito Jakarta Selatan Kartini Jakarta Pusat Pramuka Jakarta Timur Jumlah (a) Jumlah kios yang ada di dalam pasar didapat dari data pengurus (pengelola) pasar tiap lokasi Survei yang dilakukan di wilayah Jakarta Pusat didapatkan dua pasar hewan, yakni Pasar Sumenep dan Pasar Kartini. Pasar Sumenep terletak di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Pasar ini memiliki jumlah kios sebanyak 150 kios, namun tidak ditemukan penjual yang menjual mamalia kecil sebagai satwa dagangannya. Sedangkan Pasar Kartini terletak di Jalan Kartini, Jakarta Pusat. Di pasar ini ditemukan 65 kios, namun hanya satu kios yang menjual mamalia kecil. Di wilayah Jakarta Selatan, hanya ditemukan satu pasar hewan yakni Pasar Barito yang terletak di Jalan Barito Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pasar ini memiliki kios sebanyak 65 kios dengan 8 kios yang menjual mamalia kecil sebagai satwa dagangannya.

14 4 Wilayah Jakarta Timur ditemukan 2 pasar hewan, yakni Pasar Pramuka dan Pasar Jatinegara. Berdasarkan 600 kios yang ditemukan di Pasar Pramuka, hanya ditemukan satu kios yang menjual mamalia kecil, sedangkan Pasar Kemuning atau yang kini disebut sebagai Pasar Jatinegara yang memiliki jumlah kios sebanyak 80 kios dengan berbagai jenis satwa yang ditawarkan, namun jumlah kios yang menjual mamalia kecil sebanyak 10 kios. Pasar hewan tidak ditemukan di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Berdasarkan hasil pengamatan dari lokasi petshop di wilayah DKI Jakarta ditemukan 32 petshop namun hanya ada 12 petshop yang menjual mamalia kecil sebagai komoditi dagangannya (Tabel 2) dan tujuh petshop yang memenuhi syarat mendirikan petshop berdasarkan Animal Welfare Code of Praktice, Animal in Petshops tahun Didapatkan 12 petshop yang menjual mamalia kecil sebagai komoditi dagangannya hanya ditemukan 6 jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan. Secara umum petshop yang dijumpai lebih banyak menjual jenis kucing, anjing dan perlengkapannya serta menyediakan jasa seperti perawatan binatang peliharaan (salon), klinik kesehatan dan penitipan binatang peliharaan. Tabel 2 Lokasi pemasaran perdagangan mamalia kecil di petshop Nama Petshop Alamat Komoditi Utama Joe Petshop* Gajah Mada Plaza Lt 1 No 16, Jakarta Pusat Anjing, kucing, perawatan (salon) dan perlengkapan peliharaan Paskal Petshop* Gajah Mada Plaza Kav Lt 1, Jakarta Pusat Kucing, perawatan dan perlengkapan peliharaan VIP Petshop* Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat Salon, pakan dan perlengkapan peliharaan Pet Center* Gajah Mada Plaza Lt 1/8, Jakarta Pusat Anjing, kucing, perawatan dan perlengkapan peliharaan Excel petshop* Gajah Mada Plaza No 5-6 Lt 1, Jakarta Pusat Anjing, kucing dan salon perawatannya Supreme* Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat Anjing, kucing dan salon perawatannya 2001 petshop* Gajah Mada Plaza 58 Lt 1, Jakarta Pusat Perawatan dan perlengkapan peliharaan Pets Home Arteri Pondok Indah No 18D Pakan dan perlengkapan peliharaan Hellow Pet Jl Kemang Raya 44 RT Salon dan perawatan kesehatan 09/05 Vancy Pets Centre Jl Bulungan No 76 Pakan dan perlengkapan peliharaan RD Petshop Radio Dalam, Jakarta Selatan Perawatan dan perlengkapan peliharaan Amazone Petshop Barito, Jakarta Selatan Perlengkapan peliharaan *Petshop yang memenuhi syarat mendirikan petshop berdasarkan Animal Welfare Code of Praktice, Animal in Petshops tahun 2008 Jenis dan Jumlah Didapatkan jumlah mamalia kecil yang ditemukan di pasar hewan sebanyak 11 jenis mamalia kecil dengan jumlah 399 individu. Jumlah ketersediaan

15 5 perdagangan mamalia kecil terbanyak di wilayah DKI Jakarta tercatat yakni di Pasar Barito dengan jumlah 191 individu dari sembilan jenis mamalia kecil (Tabel 3), sedangkan di petshop didapatkan sebanyak enam jenis mamalia kecil dengan jumlah individu sebanyak 35 individu (Lampiran 1). Jenis mamalia kecil yang memiliki jumlah ketersediaan individu terbanyak adalah jenis mencit yakni sebanyak 189 individu. Tabel 3 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan di pasar hewan Nama Lokal Nama Ilmiah Lokasi Pasar Ba Ja Ka Pr Jumlah Mencit Mus muscullus Sugar glider Petaurus breviceps Hamster winter * Phodopus sungorus Hamster syrian * Mesocricetus auratus Hamster campbel * Phodopus campbellii Tupai kekes Tupaia javanica Bajing kelapa Callosciurus notatus Landak mini * Atelerix albiventris Tupai terbang Glaucomys volans Hamster roborovski * Phodopus roborovskii Bajing tiga warna Callosciurus prevostii Total Ket : Ja : Jatinegara; Ba : Barito; Ka : Kartini; Pr : Pramuka; (*) : Jenis satwa asing Perdagangan mamalia kecil di pasar hewan tradisional tercatat 11 jenis mamalia kecil dengan presentase 54.55% jenis lokal dan jenis asing sebesar 45.45%. Ketersediaan jumlah individu jenis lokal di pasar hewan lebih banyak dibandingkan jenis lokal yakni sebanyak 284 individu dan jenis asing sebanyak 115 individu (Tabel 4). Tabel 4 Ketersediaan jumlah individu jenis lokal dan asing di pasar hewan Pasar Jenis Satwa Lokal Jenis Satwa Asing Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Barito Jatinegara Kartini Pramuka Jumlah Sebanyak enam jenis mamalia kecil dengan jumlah 35 individu ditemukan di petshop di wilayah DKI Jakarta. Jumlah tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jenis yang ditemukan di pasar hewan. Famili Cricetidae mendominasi jumlah jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan di petshop yakni jenis hamster.

16 6 Perdagangan mamalia kecil di petshop tercatat enam jenis mamalia kecil dengan presentase 83.33% jenis asing dan jenis lokal sebesar 16.67%. Ketersediaan jumlah individu jenis asing di petshop lebih banyak dibandingkan jenis lokal yakni sebanyak 30 individu dan jenis asing sebanyak 5 individu (Tabel 5). Tabel 5 Ketersediaan jumlah individu jenis satwa lokal dan asing di Petshop Jenis Satwa Lokal Jenis Satwa Asing Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Joe Petshop Supreme Pets Home RD Petshop Excel petshop petshop VIP Petshop Pet Center Hellow Pet Amazone Petshop Paskal Petshop Vancy Pets Centre Jumlah Berdasarkan status perlindungannya, 11 jenis mamalia kecil yang diperdagangkan tercatat hanya ada satu mamalia kecil yang dilindungi berdasarkan PP No 7 tahun 1999 dan termasuk dalam daftar Apendiks II CITES. Nama Lokal Tabel 6 Status perlindungan dan kelangkaan Nama Ilmiah IUCN Status Perlindungan Appendiks CITES PP No 7 Tahun 1999 Mencit Mus muscullus LC Non Ap TD Sugar glider Petaurus breviceps LC Non Ap TD Hamster winter * Phodopus sungorus LC Non Ap TD Hamster syrian * Mesocricetus auratus LC Non Ap TD Hamster campbel * Phodopus campbellii LC Non Ap TD Tupai kekes Tupaia javanica LC II TD Bajing kelapa Callosciurus notatus LC Non Ap TD Landak mini * Atelerix albiventris LC Non Ap TD Tupai terbang Glaucomys volans LC Non Ap TD Hamster roborovski * Phodopus roborovskii LC Non Ap TD Bajing tiga warna Callosciurus prevostii LC Non Ap D

17 7 (a) Bajing tiga warna (b) Bajing kelapa (c) Tupai kekes (d) Landak mini (e) Sugar glider (f) Tupai terbang (g) Mencit (h) Hamster roborovski (i) Hamster syrian (j) Hamster campbell (k) Hamster winter Gambar 1 Jenis satwa mamalia kecil yang diperjualbelikan Harga Mamalia Kecil Harga mamalia kecil yang ditawarkan sangat beragam dari tiap pasar hewan dan petshop tergantung jenis, umur, kelangkaan, ketersediaan satwa dan asal. Di pasar hewan harga mamalia kecil ditawarkan dari harga Rp Rp , sedangkan di petshop harga yang ditawarkan Rp Rp , tergantung jenis dan umur yang ditawarkan.

18 8 Tabel 7 Harga jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan di pasar dan petshop Nama Lokal Nama Ilmiah Harga (Rp x Rp 1000) Pasar Hewan Petshop Bajing tiga warna Callosciurus prevostii Sugar glider Petaurus breviceps Landak mini Atelerix albiventris Tupai terbang Glaucomys volans Bajing kelapa Callosciurus notatus Tupai kekes Tupaia javanica Hamster syrian Mesocricetus auratus Hamster roborovsky Phodopus roborovskii Hamster winter Phodopus sungorus Hamster campbell Phodopus campbellii Mencit Mus muscullus Harga bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) yang hanya ditemukan di Pasar Barito saat penelitian ditawarkan dengan harga Rp Rp dengan harga beli rata-rata sebesar Rp Harga bajing tiga warna merupakan harga paling mahal yang ditawarkan untuk mamalia kecil dengan stok yang tersedia terbatas dan tersembunyi. Penawaran harga termurah yakni jenis mencit sebesar Rp Rp yang umumnya tidak digunakan sebagai hewan peliharaan namun digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium dan sebagai salah satu pakan reptil ataupun burung hantu. Berdasarkan asal didapatkannya satwa, pedagang mendapatkan persediaan satwa dari pemasok khusus yang diambil dari wild captive (pengambilan dari alam) dan captive breed (hasil penangkaran) (Lampiran 2). Harga, jumlah dan kondisi satwa yang ditawarkan pun memiliki perbedaan yang signifikan. Karakteristik Pembeli dan Pemelihara Mamalia Kecil Pembeli Dari 33 responden pembeli yang didapatkan dari hasil wawancara, responden didominasi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (55%) dan 15 orang perempuan (45%). Terlihat dari hasil wawancara yang menunjukkan keberagaman umur responden mulai dari 15 hingga usia 54 dengan dominansi pelajar dengan umur kurang dari 20 tahun dengan jumlah 16 orang. Dari 33 pemelihara 27 responden mengaku mendapatkan mamalia kecil ini dibeli dari pasar hewan, sedangkan 6 responden membeli di petshop. Dan selain memelihara mamalia kecil beberapa dari pemelihara ini juga memelihara hewan lain seperti burung, reptil, ikan, amfibi, kucing, anjing. Selain sebagai satwa peliharaan, responden menyatakan bajing kelapa (Callosciurus notatus) dibeli dan dipercaya untuk mengobati darah tinggi, diabetes dan kencing manis dengan harga beli sebesar sebesar Rp per individu.

19 9 Pemelihara Sebanyak 35 responden pemelihara mamalia kecil didominasi berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 21 orang (60%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 14 orang (40%) dengan dominansi umur pemelihara yakni pada umur tahun dan sebanyak 23 orang dengan presentase sebesar 65.71%, dan didapatkan bahwa pemelihara mamalia kecil terbanyak ada di kalangan pekerja di bidang pegawai swasta sebanyak 16 orang (45.71%). Data kuisioner juga menyebutkan bahwa waktu terlama pemeliharaan mencapai 1-5 tahun sebanyak 30 orang dan sisanya sebanyak 5 orang sebagai pemelihara pemula dengan waktu peliharaan selama 1-5 bulan. Jenis mamalia kecil yang banyak diminati oleh pembeli adalah jenis hamster sebanyak 10 orang, sedangkan jenis mamalia kecil yang banyak dipelihara adalah jenis sugar glider sebanyak 17 orang (Tabel 7). Tabel 8 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan dan dipelihara Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Dijual Dipelihara Total Sugar glider * Petaurus breviceps Hamster Campbell * Phodopus campbellii Landak mini * Atelerix albiventris Bajing kelapa ** Callosciurus notatus Hamster winter * Phodopus sungorus Hamster roborovsky * Phodopus roborovskii Tupai kekes ** Tupaia javanica Hamster syrian * Mesocricetus auratus Bajing 3 warna * Callosciurus prevostii Tupai terbang * Glaucomys volans Mencit * Mus muscullus Total (*) : Satwa nokturnal, (**) : Satwa diurnal Perdagangan Mamalia Kecil melalui Pasar Maya (Cyber Market) Hasil penelusuran didapatkan 15 website menyediakan mamalia kecil sebagai komoditi yang diperdagangkan. Enam website merupakan forum jual beli yang tidak spesifik untuk perdagangan mamalia kecil, namun tujuh situs yang lain merupakan web pribadi yang khusus menjual jenis-jenis mamalia kecil tertentu. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut didapatkan 12 jenis yang diperdagangkan pada cyber market diantaranya sugar glider, landak mini, hamster syrian, hamster winter, hamster syrian, hamster roborovsky, bajing tiga warna, tupai kekes, bajing kelapa, tupai terbang, mencit dan gerbil (Lampiran 3). Penjual di cyber market menyertakan cara transaksi dalam website tersebut. Dari pengamatan yang dilakukan, umumnya pemesanan mamalia kecil pada cyber market dilakukan dengan menghubungi penjual langsung dari contact person yang tertera dalam situs tersebut. Penjual menyediakan beberapa akses untuk negosiasi biasanya melalui telepon, sms, bbm, atau yahoo messenger. Cara transaksi dilakukan dengan pengiriman, biasanya setelah terjadi kesepakatan antar kedua pihak.

20 10 Pembahasan Segmentasi Pasar Pasar Jatinegara sebagai salah satu pasar hewan terkenal di DKI Jakarta memiliki jumlah pedagang terbanyak dari ke-empat pasar hewan yang ditemukan. Lokasi Pasar Jatinegara yang strategis memudahkan pembeli untuk mencari dan membeli satwa yang akan dijadikan satwa peliharaan. Selain mamalia kecil, jenis dan jumlah yang ditawarkan di pasar ini memiliki jumlah yang banyak, baik yang dipajang di display ataupun by request (sesuai pesanan khusus yang diminta pembeli), sehingga dapat menimbulkan perdagangan illegal untuk satwa-satwa yang dilindungi. Mardiastuti (2009) menyebutkan perdagangan satwa di DKI Jakarta cenderung tinggi dikarenakan: a) daya beli yang tinggi, b) hobi masyarakat DKI Jakarta untuk memelihara satwa cukup tinggi, c) akses yang mudah dalam impor satwa asing. Faktor lain yang mendukung perdagangan ini adalah kemudahan dalam mendapatkannya karena terdapatnya toko yang menyediakan (Sinaga 2008). Presentase perdagangan mamalia kecil di pasar hewan tradisional tercatat 11 jenis mamalia kecil dengan presentase jenis lokal (54.55%) lebih besar dibandingkan dengan jenis asing sebesar 45.45%. Hal ini dipengaruhi oleh selera pasar, tren, dan sasaran pembeli. Di pasar hewan harga mamalia kecil yang ditawarkan berkisar dari harga Rp Rp tergantung jenis, asal suplai dan umur yang ditawarkan. Harga mamalia kecil yang ditawarkan sangat beragam dan dipengaruhi oleh tren atau kelangkaan dari mamalia kecil ini. Semakin langka dan unik dari mamalia kecil maka harga yang ditawarkan akan semakin mahal, dan juga harga modal yang didapat dari pemasok didapat dengan harga yang terjangkau maka dapat mempengaruhi harga yang ditawarkan kepada pembeli. Selain itu harga captive breed (hasil penangkaran) dan wild captive (tangkapan dari alam) juga mempengaruhi harga jual dari mamalia kecil tersebut. Umumnya captive breed lebih mahal dibandingkan dengan wild captive, hal ini dikarenakan hasil keturunan dari captive breed mudah dijinakkan dibandingkan dengan wild captive. Harga bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) yang hanya ditemukan di Pasar Barito saat penelitian ditawarkan dengan harga Rp Rp dengan harga beli rata-rata sebesar Rp Harga bajing tiga warna merupakan harga paling mahal yang ditawarkan untuk mamalia kecil saat penelitian, hal ini dikarenakan bajing tiga warna merupakan salah satu jenis mamalia kecil yang dilindungi. Sehingga stok yang tersedia terbatas dan tersembunyi. Penawaran harga termurah yakni jenis mencit sebesar Rp Rp yang umumnya tidak digunakan sebagai hewan peliharaan namun digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium dan sebagai salah satu pakan reptil ataupun burung hantu. Soehartono & Mardiastuti (2003) menyatakan bahwa para pedagang dan pembeli hewan peliharaan selalu mengincar satwa yang unik bahkan langka. Dalam perdagangan hewan peliharaan, kelangkaan dan keunikan akan seirama dengan harganya. semakin unik dan langka, maka hewan peliharaan tentu saja akan semakin mahal. Dari pernyataan pedagang di pasar, umumnya pedagang tersebut mendapatkan pasokan satwa dari pemasok khusus yang langsung bisa datang ketika mendapat pesanan dari pedagang ketika satwa dagangan yang ada di display atau

21 11 di gudang memiliki persediaan yang sudah menipis. Pembeli juga dapat memesan satwa tertentu asalkan harga yang ditawarkan, pembeli sanggup untuk membayarnya. Diketahui bahwa stok untuk jenis-jenis selain yang disimpan di dalam kandang display juga disimpan di tempat lain. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan penjual, utamanya bila jenis yang diperjualbelikan adalah jenis yang dilindungi serta melindungi satwa yang berharga mahal dari kemungkinan stress akibat perpindahan yang tidak perlu. Goh dan Riordan (2007) mencatat jenis yang dilindungi dan berharga mahal tidak diletakkan pada display untuk menjamin keselamatan penjual Selain itu, penjual juga menyatakan bahwa bila jenis atau jumlah individu yang diminta calon pembeli tidak ada maka mereka dapat mengupayakan dari penjual lain atau dari pemasok. Pemasok tidak diketahui dengan pasti walaupun ada informasi dari penjual bahwa pemasok utama berada di wiayah di sekitar Jakarta. Hal sama diutarakan Waryono (2008) bahwa para pedagang di perkotaan memang menjual jenis yang dilindungi secara tersembunyi. Jumlah pedagang mamalia kecil paling sedikit yakni Pasar Kartini dan Pasar Pramuka. Hal ini dikarenakan komoditi utama perdagangan dari Pasar Kartini adalah ikan hias, amfibi dan reptil serta komoditi utama sedangkan komoditi utama Pasar Pramuka adalah burung dan perlengkapan pakan burung. Sama halnya seperti pernyataan (Soehartono dan Mardiastuti 2003) menyatakan bahwa Pasar Pramuka merupakan pusat perdagangan burung terbesar di Indonesia, sehingga hanya sedikit pedagang yang menjual mamalia kecil. Keseluruhan pasar hewan di DKI Jakarta merupakan pedagang kaki lima resmi yang terdaftar di kantor walikota dari masing-masing wilayah dengan pungutan biaya (retribusi) sebesar Rp tiap minggunya, namun dalam pelaksanaannya para pedagang dikenakan biaya retribusi sebesar Rp dengan rincian Rp untuk retibusi ke walikota dan Rp untuk kebersihan dan keamanan masing-masing pasar. Pembayaran ini dikolektif oleh pengurus pasar (pengelola) setempat kemudian di setorkan kepada kantor walikota. Para pedagang mendapat izin berjualan dari pemerintah pada saat itu dengan mendapatkan keterangan, contoh JS untuk (Jakarta Selatan) tergantung wilayahnya dan mendapatkan tanda bahwa pedagang kaki lima tersebut adalah resmi secara legalitasjumlah ketersediaan perdagangan mamalia kecil terbanyak di wilayah DKI Jakarta tercatat yakni di Pasar Barito dengan jumlah 191 individu (47.87%) dari sembilan jenis mamalia kecil. Pasar Barito telah berdiri sejak tahun 1960 dan pada tahun 1990 ditetapkan sebagai pedagang tenda percontohan (sebagai pedagang kaki lima resmi), dimana pada saat itu telah berhimpun pedagang bunga, pedagang satwa liar dan makanan. Komoditi perdagangan dalam pasar ini yakni pakan dan alat perlengkapan peliharaan serta berbagai macam satwa yang ditawarkan. Hal ini dikarenakan lokasi pasar terletak pada posisi yang sangat strategis karena terletak di jalan utama Jalan Barito yang tidak pernah sepi dan pasar ini menyediakan berbagai macam jenis satwa yang diperjual belikan, sehingga memudahkan akses bagi pembeli untuk mencari satwa peliharaan yang diinginkan Nugraha (2008). Terdapat 12 petshop yang menjual mamalia kecil sebagai komoditi dagangannya dan hanya ditemukan 6 jenis mamalia kecil yang diperjualbelikan

22 12 dengan jumlah individu sebanyak 35 individu. Ketersediaan dan presentase jumlah individu jenis asing di petshop lebih banyak dibandingkan jenis lokal yakni sebanyak 30 individu (83.33%) jenis asing dan sebanyak 5 individu (16.67%) jenis lokal. Jumlah tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jenis yang ditemukan di pasar hewan karena umumnya satwa yang dijual di petshop merupakan satwa hasil captive breeding serta sasaran pembeli di petshop berbeda dengan sasaran pembeli di pasar hewan tradisional. Hanya ada satu jenis mamalia kecil yang didapatkan dari wild captive dan captive breeding yakni sugar glider. Ketersediaan jenis terbanyak terdapat di Joe Petshop dan Supreme Petshop. Captive breeding memiliki kondisi fisik yang lebih bersih dan sehat karena mendapatkan perawatan dari breeder dan lebih jinak, sehingga harga yang ditawarkan lebih mahal. Semakin muda hasil captive breeding yang dijual akan semakin mahal, karena pembeli dapat menjinakkan dan satwa itu sendiri dapat beradaptasi dengan pemiliknya dari usia anakan. Berbeda dengan satwa yang dijual di pasar hewan tradisional harga yang ditawarkan murah dan terjangkau, kesehatan yang kurang terjamin, dan ada kemungkinan satwa stress karena keramaian dan panas dari kondisi pasar itu sendiri. Harga yang ditawarkan di petshop berkisar dari harga Rp Rp , tergantung jenis dan umur yang ditawarkan. Harga paling mahal didapatkan dari Jenis Sugar glider hasil dari captive breeding memiliki harga penawaran paling mahal yakni sebesar Rp Rp , sedangkan harga paling murah jenis hamster winter dengan harga Rp Rp Jenis satwa asing yang diperjualbelikan di DKI Jakarta ditemukan sebanyak lima jenis yakni jenis hamster dan landak mini. Landak mini atau landak susu merupakan binatang asal Afrika Tengah yang memiliki 16 spesies. Binatang ini bias ditemukan di Eropa, Asia, Afrika dan Selandia Baru. Hamster merupakan umumnya berasal dari daerah sub-tropis sebelah utara, terutama Rusia, Mongolia, Cina bagian utara dan Siria, namun yang umum dipelihara yakni hamster syrian, hamster campbell, hamster winter, dan hamster roborovski. Untuk cara pengepakan saat pembelian dari masing-masing pasar hewan dan petshop berbeda. Saat penelitian di pasar hewan ditemukan cara pengepakan mamalia kecil ini berupa kardus kertas/box, besek, kantong yang dibuat dari kertas bekas atau bekas kertas semen dan kandang khusus. Sedangkan di petshop cara pengemasan dengan cara membeli kandang khusus atau dari petshop itu sendiri. Selera Pasar Jenis-jenis mamalia kecil yang ditemukan merupakan satwa peliharaan yang saat ini sedang marak untuk dipelihara (trend). Selaras dengan maraknya komunitas dan forum dari jenis mamalia kecil tersebut. Dari keseluruhan jenis, dapat disimpulkan bahwa yang membuat para pecinta mamalia kecil ini menjadikannya sebagai hewan peliharaannya adalah karena ukurannya yang kecil, perawatan yang mudah, harga yang terjangkau dan mudah dibawa kemana-mana menjadikan permintaan mamalia kecil di pasaran meningkat. Salah satu faktor utama dalam perdagangan mamalia kecil adalah faktor ekonomi, yakni kebutuhan pasar yang tinggi atas mamalia kecil sebagai binatang peliharaan dan keuntungan yang berlimpah karena tingginya perdagangan atas mamalia kecil tersebut. Keuntungan dan meningkatnya jumlah perdagangan yang berlimpah harus diimbangi dengan tingginya permintaan dan kebutuhan pasar.

23 Tidak ada hubungan yang signifikan antara naiknya harga suatu spesies dan menurunnya tingkat permintaan dari pasar. Mayoritas responden berumur tahun, selang umur tersebut termasuk selang umur produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2009) karakteristik penduduk selang umur produktif adalah pada selang umur tahun. Dalam pemeliharannya para pecinta mamalia kecil ini bisa memelihara lebih dari satu individu, bahkan beberapa orang ada yang mencapai puluhan jenis. Dan juga memelihara hewan lain seperti burung, reptil, ikan, amfibi, kucing, dan anjing. Hal ini dipengaruhi oleh pendapatan dan kapasitas waktu pemeliharaan dari setiap responden. Pemelihara ini juga sudah melengkapi kandang peliharaan mereka dengan enrichment dan pengecekan kesehatan trutin yang di dibutuhkan bagi mamalia kecil. Sesuai dengan PP No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar bahwa pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kesenangan wajib memelihara kesehatan, kenyamanan dan keamanan jenis tumbuhan atau satwa liar peliharaannya, menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar Jenis mamalia kecil yang banyak diminati adalah jenis hamster sebanyak 10 orang, sedangkan jenis mamalia kecil yang banyak dipelihara adalah jenis sugar glider sebanyak 17 orang. Hal ini dikarenakan warna, bentuk, asal dan kemudahan untuk dibawa kemana saja yang menjadi daya tarik pemelihara serta kemudahan untuk mendapatkannya. Hampir di seluruh pasar hewan dan petshop di DKI Jakarta menawarkan hamster, landak mini dan sugar glider dengan harga yang sangat terjangkau. Hamster yang banyak diperjualbelikan termasuk dalam Famili Cricetidae, sedangkan sugar glider merupakan satwa marsupial (berkantung) dan bersifat nokturnal yaitu aktif pada malam hari. Ketersediaannya dipasaran juga cukup banyak, baik di pasar hewan tradisional, petshop, breeder, maupun pedagang kaki lima. Hamster dan sugar glider digunakan sebagai hewan kesayangan karena keunikan yang dimilikinya dan menjadi pilihan yang sesuai bagi peternak maupun konsumen sebagai salah satu usaha di bidang peternakan yang mempunyai ukuran 9-12 cm (Sadgala 2010). Keseluruhan responden ada juga yang tergabung dalam komunitas pecinta mamalia kecil diantaranya adalah HeLI (Hedgehog Lover Indonesia) dan KPSGI (Komunitas Pecinta Sugar Glider Indonesia) yakni dengan jumlah anggota mencapai ± anggota. Hasil wawancara, para pecinta mamalia kecil menyatakan alasan bergabung pada forum tersebut adalah dapatnya akses bertukar pengalaman dan pengetahuan mengenai mamalia kecil yang dipelihara, bahkan forum komunitas tersebut sudah cukup spesifik dalam hal jenis mamalia kecil yang dipelihara. Faktanya, didalam komunitas tersebut juga dilakukan perdagangan dan atau barter mamalia kecil yang masih lemah pengawasannya. Hibah dan adopsi juga menjadi salah satu cara para pecinta mamalia kecil ini untuk mendapatkan satwa peliharannya. Alasan atau latar belakang pemelihara memelihara mamalia kecil ini berdasarkan hasil kuisioner adalah karena hobi dan sedang trend. Sama halnya seperti pernyataan (Soehartono dan Mardiastuti 2003) menyatakan bahwa permintaan pasar akan akan hewan peliharaan, umumnya tidak langgeng karena para pembeli lebih dipengaruhi oleh hobi atau trend/popularitas dalam memelihara 13

24 14 hewan peliharaan. Para pecinta mamalia umumnya mengetahui status perlindungan dari satwa peliharaan dan satwa dagangannya, namun hal tersebut malah memacu keinginan untuk memelihara dan menjual satwa tersebut, dikarenakan gengsi dan prestise. Terdapat jenis mamalia kecil yang lain yang dijadikan hewan peliharaan namun jenis tersebut tidak ditemukan saat penelitian yakni marmoset (Pygmy marmoset), tarsius (Tarsius tarsier), gerbil (Pachyuromys duprasi) dan guiena pig (Cavia Porcellus). Kedepannya jenis mamalia kecil dapat bertambah untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan sesuai trend yang sedang digemari masyarakat. Perdagangan dan pemeliharaan mamalia kecil ini dapat menimbulkan zoonosis, penurunan populasi, peningkatan jenis satwaliar yang diperdagangkan, kurangnya perijinan, pelanggaran terhadap UU dan peraturan perdagangan satwa, kurangnya pemenuhan animal welfare dan dapat menimbulkan spesies eksotik. Implikasi Kebijakan Di Asia, perdagangan satwa sebagai binatang peliharaan telah dilakukan dalam skala luas dan jumlah yang besar (Nijman dan Sheperd 2007). Perdagangan satwa menjadi bentuk pemanfaatan satwa yang keberadaannya mengancam populasi dan keberadaan satwa tersebut di alam. Perdagangan salah satu penyebab hilangnya keanekaragaman hayati (Diamond 1984). Dalam perdagangan satwa pengambilan dari alam merupakan cara yang dominan ditempuh dibandingkan cara lain seperti penangkaran. Terdapat tiga kategori dampak yang diakibatkan oleh perdagangan satwa internasional dalam keputusan (Decision 10.79) di dalam (Soehartono & Mardiastuti 2003) yaitu : 1. Informasi menunjukkan bahwa secara global populasi alami atau populasi pada negara tertentu secara langsung dipengaruhi oleh perdagangan internasional; 2. Tidak terdapat data yang cukup untuk menilai dampak perdagangan terhadap suatu spesies; 3. Informasi menunjukkan bahwa tingkat perdagangan terbukti tidak mempengaruhi kelestarian spesies. Dari keseluruhan pasar yang telah di survei, pedagang-pedagang tersebut belum sepenuhnya memenuhi syarat dan ketentuan dari PP No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar bahwa badan usaha yang melakukan perdagangan jenis tumbuhan dan satwaliar wajib memiliki tempat dan fasilitas penampungan tumbuhan dan satwa liar yang memenuhi syarat-syarat teknis serta Pasal 21 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kenyataannya para pedagang hanya menempatkan satwa-satwa tersebut di kandang yang berukuran kecil dengan penempatan kandang yang diletakkan di pinggir jalan dengan lalu lintas yang padat yang minim naungan, pakan yang diberikan hanya seadanya dan tidak ada pengecekan kesehatan rutin sehingga dapat mengakibatkan satwa stress hingga mati. Sehingga, animal walfare yang dibutuhkan satwa tersebut belum dipenuhi oleh pedagang. Perdagangan lokal belum memperhatikan aspek kelestarian dan masih berpeluang menyebabkan kepunahan spesies alami. Hal ini disebabkan karena masih adanya pemanenan di daerah-daerah yang ditandai dengan masih adanya

25 pasokan ke Jakarta dalam jumlah cukup banyak termasuk untuk jenis-jenis yang dilindungi. Selain itu, pengawasan peredaan dan penegakan hukum belum optimal. Tercatat satwa yang dilindungi berdasarkan PP No 7 tahun 1999 juga diperjualbelikan di pasar ini, yakni bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) dan tupai kekes (Tupaia javanica) yang termasuk dalam daftar Apendiks II CITES. Berdasarkan RedList IUCN, sebagian besar jenis mamalia kecil yang diperdagangkan di wilayah DKI Jakarta berstatus Least Concern ver 3.1 (IUCN 2014), dimana jenis yang dimaksud belum mencapai kategori genting atau terancam, namun mengalami resiko besar untuk punah di alam dalam jangka menengah karena penurunan ukuran populasi bila perdagangan untuk jenis-jenis mamalia kecil tidak dipantau dan diatur. Kesadaran dari para pelaku perdagangan serta pemerintah juga turut memegang peranan perdagangan satwa liar. Tingkat kesadaranpun bukan menjadi faktor utama karena seringkali berbenturan dengan faktor lain seperti kebutuhan hidup dan keuntungan melimpah yang ditawarkan dalam perdagangan mamalia kecil ini. Sesuai dengan PP No 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar Pasal 37 tentang Pemeliharaan untuk Kesenangan bahwa setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi. Paradigma yang salah di dalam masyarakat atau komunitas yang menyebutkan bahwa mereka mengaku tindakan memelihara salah satu jenis mamalia kecil ini adalah salah satu aksi untuk menyelamatkan mamalia kecil itu sendiri. Faktor lain juga dicatat oleh Sinaga (2008) perdagangan dalam cyber market yang tertutup dan rahasia menyebabkan tingkat pengawasan menjadi semakin sulit. Menurut Newbury et al. (2010) pemeliharaan satwa harus memenuhi : desain fasilitas dan lingkungan kandang yang harus menyediakan lingkungan yang kondusif untuk menjaga kesehatan satwa : 1. Kandang utama Kandang utama secara terstruktur mempertahankan keamanan, mencegah satwa mengalami cedera dari satwa lain dan menjaga satwa tetap kering dan bersih. Kandang di desain tidak ada ujung yang tajam agar satwa terhindar dari cedera. 2. Drainase Memastikan letak dan kebersihan saluran air sebelum satwa menggunakannya dan drainase harus dirancang agar jari-jari satwa tidak terjebak dalam saluran air tersebut. 3. Suhu, ventilasi dan kualitas udara Suhu dan kelembaban bervariasi sesuai dengan jenis satwa dalam setiap kandang utama yang memungkinkan satwa mendapatkan kenyamanan mempertahankan suhu tubuh yang normal. Udara segar sangat penting untuk pemeliharaan kesehatan yang baik dan kesejahteraan seperi untuk mencegah penyebaran penyakit menular. Ventilasi didesain bias menghilangkan panas, bau, dan gas pencear sepertia ammonia monoksida. Antara ruang udara pertukaran per jam dengan udara segar adlaah standar rekomendasi dari ventilasi hewan dengan fasilitas yang memadai. 15

26 16 4. Pencahayaan Kandang harus memiliki ruang yang cukup, agar cahaya dapat masuk. Cahaya dan kegelapan harus disediakan sehingga dapat mendukung ritme alami dari frekuensi bangun dan tidurnya 5. Pengaturan suara Kebisingan yang berlebihan dapat memberikan kontribusi yang merugikan bagi fisiologis perilaku tanggapan. Rantai perdagangan itu sendiri umumnya telah terorganisisr dari tengkulak hingga penjual di pasar dengan baik yang memiliki banyak koneksi. Sama halnya seperti pernyataan (Soehartono dan Mardiastuti 2003) menyatakan bahwa Apendiks CITES dan pembatasan impor terhadap negara-negara pembeli tampaknya hanya efektif di atas kertas saja. Pada kenyataannya, banyak pedagang yang masih melakukan aktifitasnya secara tidak sah karena lemahnya pengawasan internasional terhadap perdagangan. Selain itu, penduduk lokal yang sangat bergantung pada perdagangan satwaliar mungkin tidak menyadari situasi perdagangan dan dampak negatifnya. Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian terhadap isu perdagangan satwaliar. Indonesia sudah mengikuti konvensi CITES dalam perdagangan satwa, yang mengatur segala bentuk perdagangan satwa pada skala internasional (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Keterikatan Indonesia terhadap konvensi tersebut, mengharuskan Indonesia berhati-hati dalam mengelola lingkungan pendukung keanekaragaman hayati agar tidak terjadi kepunahan (Noerdjito et al. 2005). Perkembangan perdagangan satwaliar tidak hanya dilakukan di pasar hewan dan petshop kini semakin pesat hingga ke dunia maya (cyber market) hal ini dikarenakan teknologi informasi yang semakin maju sehingga dapat mempengaruhi perdagangan di cyber market yang sangat signifikan (Sinaga 2008). Keberadaan pasar maya meningkatkan tingkat kesulitan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwaliar mengingat sifatnya yang tertutup dan tidak memiliki tempat tertentu. Berkaitan dengan pembangunan dibidang teknologi pasal 17 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Selanjutnya Pasal 17 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung. Sedangkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE menyatakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Ayat (2) UU ITE menyatakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia Informasi yang diperlukan oleh pembeli terdapat dalam situs tersebut yang meliputi data mengenai ukuran, harga, kondisi dan cara transaksi. Dengan cyber market, seseorang bisa berhubungan dan bertransaksi dengan orang lain secara tidak langsung. Model penawaran yang ditawarkan dapat berupa forum komunitas, situs khusus pribadi maupun penghubung maupun blog-blog pribadi. Informasi yang disediakan pada situs-situs cukup lengkap, hal yang dicantumkan berupa nama jenis, foto, harga, ukuran, jenis kelamin dan kondisi terakhir. Hal tersebut

27 17 merupakan salah satu keunggulan dari transaksi cyber market. Namun perdagangan cyber market menjadi rawan terdapat pelanggaran hukum. Tidak diketahui secara jelas identitas penjual dan asal satwa menjadi hal yang menambah permasalahan perdagangan satwa, serta perdagangan di cyber market ini sangat bebas dan kurang pengawasan serta lemah hukum. Faktor lain juga dicatat oleh Sinaga (2008) perdagangan yang tertutup dan rahasia menyebabkan tingkat pengawasan menjadi semakin sulit. Jenis yang dilindungi memiliki daya tarik kuat bagi sebagian peminat yang ditawarkan dengan bebas pada situs-situs yang ada dan pengendaliannya sulit dilakukan secara maya sehingga dilakukan pengawasan peredarannya. Dengan demikian suplai bagi setiap pemilik situs dapat dikurangi dan menekan perdagangan mamalia kecil yang dilindungi. Namun, sisi negatif yang dapat ditimbulkan bila tingkat perlindungan suatu species semakin tinggi maka semakin menarik pula citranya, sehingga harga penawarannya semakin tinggi dan mendorong penangkapan yang lebih intensif di alam. Fenomena tersebut juga dinyatakan oleh (Shepperd & Nijman 2007). Serta salah satu hal penting adalah belum adanya dasar yang tepat dan akurat untuk penentuan kuota. Menurut Sinaga (2008), hal-hal yang dapat memperkuat implementasi aturanaturan tersebut dalam upaya konservasi satwaliar di dalam negeri antara lain : 1. Pengisian data dasar setiap jenis satwaliar Indonesia yang terkini dan akurat 2. Penentuan kuota berdasarkan data dasar populasi alami yang terkini dan akurat 3. Penetapan dan pengawasan wilayah tangkapan 4. Pengendalian peredaran antar daerah 5. Penegakan hukum atas pelanggaran pengendalian peredaran dan perdagangan satwaliar 6. Penguatan kelembagaan pengelola pemerintahan dan asosiasi eksportir 7. Penyederhanaan lebih lanjut birokrasi ekspor/impir satwaliar Dengan demikian, perdagangan jenis mamalia kecil berlangsung dengan dasar ilmiah yang kuat, prosedur administratif yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran. Program konservasi dan penyediaan data ilmiah populasi alami sudah dirumuskan oleh masing-masing instansi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian baik pedagang, pembeli dan pemelihara mamalia kecil belum memenuhi syarat dan ketentuan dari peraturan perdagangan, pemanfaatan, pengawetan dan pemeliharaan satwa yang berlaku. Terdapat jenis mamalia kecil yang lain yang dijadikan hewan peliharaan namun jenis tersebut tidak ditemukan saat penelitian yakni marmoset (Pygmy marmoset), tarsius (Tarsius tarsier), gerbil (Pachyuromys duprasi) dan guiena pig (Cavia Porcellus). Perdagangan dan pemeliharaan mamalia kecil ini juga dikhawatirkan dapat menimbulkan zoonosis dan penurunan populasi.

28 18 Saran 1. Perlu dilakukan survei rutin di pasar hewan dan petshop untuk mendapatkan referensi perdagangan satwaliar. 2. Perlu adanya pendekatan dan pengawasan dari pemerintah untuk mengontrol pemeliharaan. 3. Memperkuat implementasi peraturan perlindungan satwaliar dan penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Karakteristik penduduk. Tersedia pada : [31 Agustus 2014]. Chasen FN A new Flying-Squirrel from Borneo. Bulletin of the Raffles Museum, Straits Settlements 24 (8) : Diamond JM Normal Extinctions of Isolated Populations. In: Nitecki, M.H. (ed.), Extinctions. University of Chicago Press, Chicago, USA. pp [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No 7 tahun Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Di Dalam : Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta : SetDitJen PHKA Jakarta. [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No 8 tahun Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Di Dalam : Peraturan Perundang0undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta : SetDitJen PHKA Jakarta. Duckworth JW, Hedges S Callosciurus prevostii. The IUCN Red list of Threatened Species. Version [31 Agustus 2014]. Goh TY, O Riordan RM Are Tortoises and Freshwater Turtles still Traded Illegally as Pets in Singapore. Oryx Vol. 41 No 1 : (2007). [IUCN] World Conservation Union IUCN Red List : Categories & Criteria version 3.1. Situs : [2 September 2014]. Mardiastuti A Pengkajian dan Pembuatan Peta Kerawanan Illegal Trade. Jakarta. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jendral PHKA, Departemen Kehutanan RI. Martijo Kesehatan dan Kemampuan Adaptasi Hewan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Newbury S, Blinn MK, Bushby PA, Cox CB, Dinnage JD, Griffin B, Hurley KF, Isaza N, Jones W, Miller L et al Guidelines for Standards of Care in Animal Shelters. The Association of Shelter Veterinarians Nijman V, Sheperd CR Trade in non-native, CITIES-listed, wildlife in Asia, as exemplified by the trade in fresh water turtles and tortoises (Chelonidae) in Thailand. Zoology 76(3): Nugraha ER Analisis Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Mengenai Relokasi Pedagang Pasar Barito Jakarta Selatan berdasarkan Prinsip-prinsip

29 Good Governance. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik. Universitas Indonesia. Noerdjito M, Maryanto I, Prijono SN, Eko B Kriteria Jenis Hayati yang Harus Dilindungi oleh dan untuk Masyarakat Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Biologi LIPI. NSW Department of Primary Industries Animal Welfare Code of Practice: Animals in Pet Shops. State of New South Wales through NSW Department of Primary Industries Onlamoon N, Noisakran S, Hsiao HM, Duncan A, Villinger F, Ansari AA, Perng GC Dengue virus-induced hemorrhage in a nonhuman primate model. Blood. 115(9): doi: /blood Payne J, Francis CM, Philips K, Kartikasari SN Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. Wildlife Conservation Society Petocz R Mamalia Darat Irian Jaya. Jakarta: PT. Gramedia Walker EP Mammals of the World 6 th edition vol. II. hlm The John Hoplins University Press. Baltimore and London. Sadgala Y Merawat Hamster. Agromedia Pustaka. Jakarta. Saiful AA, Nordin M Diversity and density of diurnal squirrels in a primary hill dipterocarp forest, Malaysia. Journal of Tropical Ecology 20 : Shepherd CR, Nijman V An Overview of the Regulation of the Freshwater Turtle & Tortoise Pet Trade in Jakarta, Indonesia. Malaysia : TRAFFIC Southeas Asia. Sinaga HNA Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soehartono T, Mardiastuti A Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Jakarta : Japan International Cooperation Agency (JICA). Stoddart DM Ecology of Small Mammals. A Halsted Press Book. New York. Tobing ISL Perdagangan Ilegal Hidupan Liar di Indonesia. Yayasan Titian Jakarta. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata. Walker EP Mammals of the world 6 th edition Vol II. Ronald M Nowak [editor], hlm Baltimore and London : The John Hoplins University Press. Waryono T Aspek Pengendalian Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang Dilindungi di Propinsi DKI Jakarta. Kumpulan Makalah Periode Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. 19

30 20 Lampiran 1 Jenis dan jumlah mamalia kecil yang diperdagangkan di petshop Nama Lokal Nama Ilmiah Joe Paskal VIP Pet Center Nama Petshop Excel Supreme 2001 Pets Home Hellow Pet Vancy Pets Centre RD Amazone Hamster winter Phodopus sungorus 9 Hamster siria Mesocricetus auratus 7 Hamster campbell Phodopus campbellii 6 Sugar glider Petaurus breviceps 5 Hamster roborovski Phodopus roborovskii 4 Landak mini Atelerix albiventris 4 Jumlah Lampiran 2 Jumlah dan harga mamalia kecil di pasar hewan dan petshop Pasar Hewan Petshop Nama Lokal Nama Ilmiah Wild captive Captive breed Wild captive Captive breed Harga (x Rp 1000) Σ Harga (x Rp 1000) Σ Harga (x Rp 1000) Σ Harga (x Rp 1000) Σ Sugar glider Petaurus breviceps Tupai kekes Tupaia javanica Bajing kelapa Callosciurus notatus Tupai terbang Glaucomys volans Bajing 3 warna Callosciurus prevostii Mencit Mus muscullus Hamster winter Phodopus sungorus Hamster syria Mesocricetus auratus Hamster campbell Phodopus campbellii Landak mini Atelerix albiventris Hamster roborovski Phodopus roborovskii Total Jumlah

31 Lampiran 3 Situs internet yang menawarkan mamalia kecil Alamat Situs Bajing tiga warna Sugar glider Tupai kekes Bajing kelapa Jenis Mamalia Kecil Tupai terbang Landak mini Hamster Hamster winter Karakteristik Web Cara Transaksi [forum] Lokal dan akses tertutup Sms, telp dan bbm Lokal dan akses terbuka Sms, telp dan m.olx.co.id [forum] Lokal dan akses tertutup Sms dan telp [forum] Lokal dan akses tertutup Sms, telp dan m.kaskus.co.id [forum] Lokal dan akses tertutup. Sms, telp dan bbm [forum] Lokal dan akses tertutup Sms, telp dan bbm Lokal dan akses tertutup Sms dan telp Lokal dan akses terbuka Sms, telp dan bbm Lokal dan akses tertutup Sms,telp dan bbm [forum] Lokal dan akses tertutup Sms, telp dan [forum] Lokal dan akses tertutup Sms, telp dan Lokal dan akses terbuka Sms, telp dan Lokal dan akses terbuka Sms dan telp Lokal dan akses terbuka Sms, dan telp Lokal dan akses terbuka Sms dan telp Lokal dan akses terbuka Sms, dan telp Hamster syria Hamster Mencit Gerbil 21

32 22 Lampiran 4 Dokumentasi lokasi pasar dan kondisi kandang Pasar Barito Pasar Jatinegara Pasar Kartini Pasar Pramuka Petshop Kondisi Kandang

33 Lampiran 5 Bentuk pengepakan Box atau kardus Kandang Besek Kantong semen/kantong kertas 23

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

HAMSTER LUCU BISA DIJADIKAN BISNIS

HAMSTER LUCU BISA DIJADIKAN BISNIS Nama : Anggit Pintoko NIM : 10.11.3639 Kelas : S1TI-2B HAMSTER LUCU BISA DIJADIKAN BISNIS ABSTRAK Karya tulis ini menjelaskan tentang peluang kita dalam memulai bisnis hamster. Dimana hamster ini binatang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tidak sedikit manusia menjadikan hewan peliharaan sebagai teman dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Hewan peliharaan di Jakarta meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Hewan peliharaan di Jakarta meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hewan peliharaan di Jakarta meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk. Hewan yang biasa dipelihara oleh masyarakat DKI Jakarta adalah anjing, kucing, kera, kelinci,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan sebuah Teknologi Informasi sudah menjadi salah satu bagian

BAB I PENDAHULUAN. Peranan sebuah Teknologi Informasi sudah menjadi salah satu bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan sebuah Teknologi Informasi sudah menjadi salah satu bagian penting dalam meningkatkan produktivitas ataupun kemampuan serta kualitas dari sebuah

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman hayati terbesar yang dimiliki Indonesia di antaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR (Studi Kasus: Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh: ERWIN EFENDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

Re-branding Andrawina Pet Center 2008 BAB 1 PENDAHULUAN

Re-branding Andrawina Pet Center 2008 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial, dimana bersosialisasi merupakan sesuatu yang mutlak dalam kehidupannya karena manusia hidup saling membutuhkan. Berteman termasuk dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime (TOC)

Transnational Organized Crime (TOC) Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan hewani (satwa) yang bersama - sama dengan unsur

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian dan perancangan, serta metodologi penulisan mengenai klinik perawatan anjing di Kota

Lebih terperinci

MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS HEWAN PELIHARAAN (HAMSTER) OLEH: Nama : Arbie Sholihien NIM: 10.02.7837 Jurusan/Kelas: Manajemen Informatika/C STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ringroad Utara Condong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang termasuk satwa langka dan dikhawatirkan akan punah. Satwa ini telah dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM ORANGUTAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Umum 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar FORINA. 2. Anggaran Rumah Tangga ini merupakan penjabaran dan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 Undang- Undang Nomor 18 Tahun

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alamnya baik hayati maupun non hayati salah satu kekayaan alam Indonesia dapat dilihat dari banyaknya jenis

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Sampingan Distro Online

Peluang Bisnis Sampingan Distro Online Peluang Bisnis Sampingan Distro Online Bagi sebagian besar anak muda, terlihat modis, rapi, dan trendy, sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tak bisa dipisahkan. Tidaklah heran bila perubahan gaya hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pusat Perawatan Hewan Peliharaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pusat Perawatan Hewan Peliharaan BAB 1 PENDAHULUAN Munculnya tren atau gaya hidup memelihara hewan peliharaan sudah bukan hal baru bagi kalangan masyarakat Jakarta. Bahkan tidak jarang, banyak orang yang sekedar ingin mengikuti tren yang

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi

DAFTAR PUSTAKA. Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi DAFTAR PUSTAKA Buku: Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Mangunjaya, Fachruddin M.

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PERAWATAN HEWAN PELIHARAAN DI JAKARTA

PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PERAWATAN HEWAN PELIHARAAN DI JAKARTA PERANCANGAN INTERIOR PUSAT PERAWATAN HEWAN PELIHARAAN DI JAKARTA Patricia Mellisa Christie Hp 085714994157, Email Mellisa_Christie@hotmail.com ABSTRAK Seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi di pusat-pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis Siti Chadidjah Kaniawati pada situs Balai Taman Nasional Kayan Mentarang menjelaskan dalam beberapa

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebun Binatang Surabaya merupakan salah satu destinasi wisata kota yang paling

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA Minggu, 5 Juni 2016 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Pertama-tama marilah

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan eksternal yang telah

Lebih terperinci

ORANGUTAN PELIHARAAN DI KALIMANTAN BARAT, MASALAH DAN SOLUSINYA.

ORANGUTAN PELIHARAAN DI KALIMANTAN BARAT, MASALAH DAN SOLUSINYA. ORANGUTAN PELIHARAAN DI KALIMANTAN BARAT, MASALAH DAN SOLUSINYA. Orangutan adalah salah satu jenis satwa liar yang paling dilindungi di Indonesia. Pada kenyataannya, tidak terlindungi dari tindak kekejaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga serta dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga serta dilindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah Air Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kekayaan yang berlimpah akan sumber daya alam hayati, berupa keanekaragaman jenis hewan, ikan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Salah satunya adalah keanekaragaman jenis satwanya. Dari sekian banyak keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis yang merupakan keunggulan tersendiri dari Negara ini

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

Griya Pecinta Anjing Di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN

Griya Pecinta Anjing Di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Dewasa ini minat masyarakat akan hewan peliharaan cukup tinggi, hewan diminati oleh masyarakat karena dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Akhirnya Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undang dua hari lalu. UU ini, dengan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu No.642, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. budaya masyarakat sudah mulai bergeser dan beralih ke pasar modern ritel

PENDAHULUAN. budaya masyarakat sudah mulai bergeser dan beralih ke pasar modern ritel PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar tradisional merupakan ciri bagi negara berkembang dengan tingkat pendapatan dan perekonomian masyarakat yang relatif rendah sehingga lebih sering berbelanja ke pasar tradisional.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme yang sangat tinggi (Abdulhadi 2001; Direktorat KKH 2005). Dari segi keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam mobilisasi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam mobilisasi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam mobilisasi kehidupan manusia. Kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi dari tahun ketahun semakin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konservasi satwaliar meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan (Sekditjen PHKA 2007a). Pemanfaatan satwaliar menjadi kegiatan yang dilakukan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke tahun. Ini disebabkan karena pemerintah tidak menyediakan saran atransportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. ke tahun. Ini disebabkan karena pemerintah tidak menyediakan saran atransportasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan kendaraan pribadi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini disebabkan karena pemerintah tidak menyediakan saran atransportasi umum yang

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung

Lebih terperinci