BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA"

Transkripsi

1 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L) NASRUL FRIAMSA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRAK NASRUL FRIAMSA. Biologi dan Statistik Demografi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Tanaman Pepaya (Carica papaya L). Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan DEWI SARTIAMI. Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia. Serangga ini diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Dalam upaya pengendalian hama secara tepat dibutuhkan informasi dasar seperti informasi biologi secara kuantitatif dan statistik demografi dari kutu putih pepaya P.marginatus pada tanaman pepaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata lama waktu perkembangan setiap stadium P.marginatus pada tanaman pepaya, yaitu: stadium telur selama 6,97 ± 0,93 hari, nimfa instar pertama selama 4,00 ± 0,71 hari. nimfa instar kedua betina selama 3,74 ± 0,67 hari, nimfa instar kedua jantan selama 4,12 ± 0,83 hari, nimfa instar ketiga betina selama 4,00 ± 0,74 hari, nimfa instar ketiga jantan atau prapupa selama 2,25 ± 1,03 hari, nimfa instar keempat atau pupa jantan selama 4,86 ± 1,21 hari, imago betina selama 13,18 ± 2,70 hari, dan imago jantan selama 3,00 hari. Rata-rata siklus hidup individu betina adalah 25,24 ± 1,51 hari dan siklus hidup individu jantan adalah 25,00 hari. Rata-rata fekunditas P.marginatus adalah 233,27 ± 62,74 butir per induk dan rata-rata keperidian adalah 227,73 ± 64,73 butir per induk. Rasio perbandingan keturunan betina dan jantan kutu putih pepaya P.marginatus pada tanaman pepaya adalah 9 : 1. Statistik demografi kutu putih pepaya P. marginatus, antara lain: laju reproduksi bersih (R o ) P.marginatus adalah 133,05 individu per induk per generasi, laju pertumbuhan intrinstiknya (r m ) sebesar 0,19 individu per induk per hari, rata-rata masa generasi (T) selama 26,61 hari dan waktu yang dibutuhkan oleh populasi P.marginatus untuk berlipat ganda (DT) adalah 3,71 hari. Kata Kunci: Paracoccus marginatus, kutu putih pepaya, biologi, statistik demografi, pepaya.

3 BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) PADA TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L) NASRUL FRIAMSA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul Nama Mahasiswa NIM : Biologi dan Statistik Demografi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink pada Tanaman Pepaya (Carica papaya L). : Nasrul Friamsa : A Disetujui, Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2 Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. NIP Dra. Dewi Sartiami, MSi. NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 April 1987 sebagai putra kedua dari tiga bersaudara dari Ibunda Iyos Rosmiati dan Ayahanda Ruddy Mohamad Rahmanudin. Penulis memperoleh pendidikan formal sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Serang dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menjalani Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM-A) sebagai anggota Badan Pengawas Himpunan Profesi ( ) dan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada Divisi Keprofesian ( ). Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman tahun ajaran 2007/2008, Hama dan Penyakit Tanaman Setahun tahun ajaran 2008/2009, dan Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan tahun ajaran 2008/2009.

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas berkah dan rahmat- Nya sehingga skripsi dengan judul Biologi dan Statistik Demografi Kutu Putih Pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) pada Tanaman Pepaya (Carica papaya L) dapat diselesaikan, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc dan Dra. Dewi Sartiami, MSi yang telah memberikan ilmu, pengarahan, dorongan dan bimbingan selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku dosen penguji tamu, yang telah menyediakan waktu dan perhatiannya. Kepada seluruh staf pengajar dan laboran Departeman Proteksi Tanaman penulis juga mengucapkan terima kasih. Terima kasih kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, serta kedua saudara penulis Aa Irfan dan Regi yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, dorongan dan doa kepada penulis. Terima kasih kepada keluarga Laboratorium Biosistematika Serangga (Bu Nina M., Pak Purnama H., Ibu Aisyah, Mbak Lia, Mbak Elsa, Ozie, Hafsah, Nila, Pola dan Mbak Rika) atas dukungan, saran dan semangat yang diberikan. Terima kasih atas persahabatan dan semangat dari teman-teman Proteksi Tanaman 42, kakak-kakak dan adik-adik kelas, teman-teman di Pondok Sahabat Balio dan semua rekan yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna di kemudian hari dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan penelitian ini. Bogor, Oktober 2009 Nasrul Friamsa

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Paracoccus marginatus... 3 Morfologi Paracoccus marginatus... 3 Biologi Paracoccus marginatus... 5 Tanaman Inang dan Penyebaran Paracoccus marginatus... 7 Gejala dan Akibat Serangan Paracoccus marginatus... 8 Statistik Demografi... 9 Deskripsi Umum Tanaman Pepaya (Carica papaya L) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan Tanaman Inang Perbanyakan Serangga Persiapan Kurungan Serangga Pengamatan Biologi dan Statistik Demografi Paracoccus marginatus Perkiraan Populasi Paracoccus marginatus HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian Biologi Paracoccus marginatus Stadium Telur Paracoccus marginatus Stadium Nimfa Paracoccus marginatus Stadium Nimfa Instar Pertama Stadium Nimfa Instar Kedua Stadium Nimfa Instar Ketiga Stadium Nimfa Instar Keempat Stadium Imago Paracoccus marginatus Lama Hidup dan Keperidian Paracoccus marginatus Statistik Demografi Paracoccus marginatus Perkiraan Pertumbuhan Populasi Paracoccus marginatus KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA... 33

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Lama stadium Paracoccus marginatus pada tanaman pepaya Neraca kehidupan Paracoccus marginatus pada tanaman pepaya... 27

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Stadium imago betina kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink. Sumber: Miller & Miller, Stadium imago betina kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink. Sumber: Miller & Miller, Gejala serangan akibat serangan kutu putih pepaya pada daun (a) dan pada buah pepaya (b). Sumber: Walker et al Kurungan serangga (a) dan perlakuan pada daun pepaya (b) Perlakuan pada tanaman pepaya berumur 4 bulan (a) dan pengulangan sebanyak 80 kali (b) Pengamatan dengan menggunakan mikroskop binokuler Grafik suhu dan kelembapan lokasi penelitian Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus Stadium nimfa instar pertama P. marginatus yang baru muncul (a), kantung telur (ovisak) (b) dan telur yang tidak berhasil menetas (c) Stadium nimfa instar pertama P. marginatus Eksuvia nimfa instar pertama P. marginatus (a), stadium nimfa instar kedua betina (b), dan stadium nimfa instar kedua jantan (c) Stadium nimfa instar ketiga betina P. marginatus (a) dan stadium nimfa instar ketiga jantan atau prapupa (b) Stadium nimfa instar keempat jantan P. marginatus atau pupa Stadium imago betina P. marginatus yang baru muncul (a), eksuvia nimfa instar ketiga (b) dan stadium imago jantan (c) Perkembangan stadium imago betina sebelum meletakan telur, saat mulai meletakan telur, telur yang diletakan menetas, hingga mati (kanan ke kiri) Kurva lama hidup (l x ) dan rataan keturunan betina per hari (m x ) P. marginatus pada tanaman pepaya Kurva perkiraan pertumbuhan populasi kutu putih pepaya P. marginatus.. 30

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel suhu dan kelembapan lokasi penelitian Tabel sejarah kehidupan individu kutu putih pepaya P. marginatus pada tanaman pepaya Tabel siklus hidup betina kutu putih pepaya P. marginatus pada tanaman pepaya Tabel lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran P. marginatus pada tanaman pepaya Tabel jumlah keperidian dan fekunditas P. marginatus pada tanaman pepaya Tabel neraca kehidupan P. marginatus pada tanaman pepaya Tabel perkiraan pertumbuhan populasi P. marginatus... 45

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Sekitar pertengahan tahun 2008, ribuan batang pohon pepaya di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor diserang oleh serangga kutu putih. Di daerah ini hampir seluruh pohon pepaya terserang serangga ini. Di sentra pepaya lainnya di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, tanaman pepaya mengalami kerusakan akibat kehadiran serangga ini. Petani mengalami kerugian akibat mengeluarkan biaya tambahan dan intensitas panen menurun akibat produktivitas tanaman yang terus menurun dan kematian tanaman (Koran Tempo, 15 Agustus 2008). Direktorat Jendral Holtikultura (22 September 2008) melaporkan bahwa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus, telah terdeteksi di Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Depok Propinsi Jawa Barat. Selain itu telah ditemukan juga di wilayah DKI Jakarta, yaitu di Jakarta Selatan dan Propinsi Banten yaitu di Kabupaten Tangerang. Menurut Sartiami et al. (2009), kutu putih pepaya telah ditemukan di empat kabupaten yakni Kabupaten Bogor (termasuk Kota Bogor), Cianjur, Sukabumi dan Tangerang. Hasil komunikasi pribadi dengan Sartiami (2009), menyatakan bahwa penyebaran kutu putih pepaya telah mencapai Kota Surabaya, dan Pulau Sumatera (Kota Pekanbaru). Dari hasil komunikasi pribadi dengan Rauf (2009), kutu putih pepaya telah diketahui keberadaannya di Pulau Bali (Kota Denpasar). Di Bali, serangga ini mengakibatkan kerusakan yang meluas pada tanaman buah-buahan dan tanaman hias seperti pepaya, kamboja, kembang sepatu, alamanda, dan puring (Bali Post, 8 September 2009). Paracoccus marginatus merupakan serangga asli dari wilayah Neotropik seperti Belize, Kosta Rika, Guatemala, dan Meksiko (Miller & Miller 2002). Di daerah asalnya serangga ini tidak menjadi masalah serius karena terdapat musuh alami endemik di wilayah tersebut (Walker et al. 2003). Sejak tahun 1994, P.marginatus tercatat telah berada di 14 negara Karibia, dan pada tahun 1998 telah ditemukan di Florida, AS. Kemudian serangga ini menyebar ke wilayah Pasifik, yaitu Kepulauan Guam (2002), Republik Palau (2003), Kepulauan Hawai, AS ( ) dam Kepulauan Mariana (2005). Di wilayah tersebut, serangga

12 2 ini menjadi masalah serius akibat tidak terdapatnya musuh alami (Walker et at. 2003; Muniappan et al. 2006; dan Heu et al. 2007). Di wilayah Asia Tenggara, dilaporkan bahwa serangga ini diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Indonesia oleh tim IPM CRSP yang salah satu anggotanya adalah Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc dan pada bulan Juli 2008 serangga ini telah ditemukan di Coimbatore, India (Muniappan 2009). Kutu putih pepaya merupakan serangga hama polifag pada beberapa komoditas buah-buahan tropis, sayur-sayuran dan tanaman hias (Miller & Miller 2002). Dengan kehadiran hama kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus, maka tanaman pepaya dan komoditas tropik penting lainnya akan rentan terhadap gangguan hama ini. Melihat bahwa Indonesia adalah salah satu produsen pepaya terbesar dan pepaya merupakan salah satu komoditas buah andalan para petani di Indonesia, maka perlu dilakukan pengendalian kutu putih pepaya secara tepat. Dalam pengendalian hama kutu putih pepaya dibutuhkan informasi dasar seperti informasi biologi dan aspek demografi dari serangga tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dirancang untuk mengetahui statistik demografi dari kutu putih pepaya P.marginatus. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi dan statistik demografi dari kutu putih papaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya. Manfaat Penelitian Memberikan informasi tentang biologi dan statistik demografi kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian hama tanaman tersebut secara tepat.

13 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Hemiptera, Superfamili Coccoidea, dan Famili Pseudococcidae. Menurut Miller dan Miller (2002), genus ini terdiri dari 79 spesies yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Austro-Oriental, Ethiopian, Madagasian, Neartic, Neotropical, New Zealand, Pasific, Palaeartic dan Oriental. Dalam genus ini dilaporkan dua spesies yang menjadi hama serius, yakni: Paracoccus burnerae (Brain) sebagai hama penting pada tanaman jeruk di Afrika Selatan dan Paracoccus marginatus Williams dan Granara de Willink yang menjadi hama penting pepaya dan tanaman ekonomi penting lainnya di sekitar Karibia dan Florida. Morfologi Paracoccus marginatus Miller dan Miller (2002) menggambarkan secara lengkap setiap stadium P. marginatus, termasuk stadium dewasa dari kedua jenis kelamin serangga tersebut. Morfologi pada stadium imago betina, yaitu tubuh berwarna kuning yang ditutupi oleh lilin putih, namun tidak terlalu banyak untuk menutupi warna tubuhnya. Panjang tubuh imago betina rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm. Bentuk diagram tubuh imago betina tercantum pada Gambar 1. Tubuh imago memiliki rangkaian filamen lilin pendek di sepanjang bagian tepi tubuh. Kantung telur (ovisac) dibentuk di bagian ventral posterior tubuh betina dewasa. Panjang tubuh stadium nimfa instar ketiga betina rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh ratarata 0,7 mm dengan kisaran 0,3-1,1 mm. Stadium nimfa instar kedua betina, tubuh serangga berwarna kuning dengan panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5-0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm. Pada stadium nimfa instar pertama, jenis kelamin serangga ini belum dapat dibedakan. Panjang tubuh stadium instar pertama adalah rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm.

14 Gambar 1 Stadium imago betina kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. A. Detail tungkai depan, B. Oral-rim tubular duct, C. Porus trilokular, D. Porus Translusen, E. Oral-collar tubular duct, F. Detail tungkai belakang, G. Porus Multilokular, H. Seta cisanal, I. Serari Anal-lobe, J. Seta auxilliary, K. Porus discoidal, L. Seta bagian punggung, M. Seta serari. Sumber: Miller & Miller,

15 5 Pada individu jantan, warna tubuh serangga pada stadium nimfa instar kedua jantan biasanya berwarna merah muda dan terkadang kuning, dengan panjang tubuh rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar tubuh 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm. Bentuk diagram tubuh jantan tercantum pada Gambar 2. Stadium nimfa instar ketiga jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh rata-rata 0,9 mm dengan kisaran 0,8-1,1 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Stadium nimfa instar keempat jantan disebut pupa, dengan panjang tubuh rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,3 mm dengan kisaran 0,3-0,4 mm. Pada stadium imago jantan, bentuk tubuh serangga adalah oval memanjang dan memiliki sepasang sayap, dengan panjang tubuh rata-rata 1,0 mm dengan kisaran 0,9-1,1 mm dan lebar pada toraks rata-rata 0,3 mm dengna kisaran 0,2-0,3 mm. Menurut Miller dan Miller (2002), terdapat dua karakteristik penting yang membedakan betina dewasa P. marginatus dengan spesies Paracoccus lainnya yaitu, (1.) terdapat oral-rim tubular duct bagian dorsal yang terbatas pada tepi tubuh, dan (2.) tidak terdapatnya porus tranlusen pada tibia tungkai belakang. Jantan dewasa dapat dibedakan dengan spesies lain dengan melihat adanya seta yang kokoh dan tebal pada antena dan tidak terdapatnya seta yang kokoh pada tungkai. Spesimen kutu putih pepaya akan berubah menjadi berwarna hitam kebiruan saat dilakukan penyimpanan pada alkohol. Biologi Paracoccus marginatus Menurut Walker et al. (2003), biologi secara umum, kutu putih memiliki tipe mulut menusuk menghisap dan memasukkan bagian mulut ke dalam jaringan tanaman dan menghisap cairan tumbuhan. Kutu putih dapat mengeluarkan embun madu melalui cincin anal, sehingga kutu putih sering berasosiasi dengan organisme lain seperti serangga semut dan cendawan jelaga. Pada permukaan tubuh terdapat lubang ostiol yang dapat mengeluarkan cairan defensif apabila merasa terganggu. Kutu putih sangat aktif pada cuaca hangat dan kering.

16 Gambar 2 Stadium imago jantan Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. A. Bagian punggung daerah midcranial, B. Detail tungkai depan, C. Bagian ventral selubung penial, D. Aedeagus, E. bagian lateral selubung penial, F. Porus discoidal, G. Porus quin-quelocular, H. Detail scapus dan pedisel, I. Detail segmen apical. Sumber: Miller & Miller,

17 7 Individu betina melalui tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa dan imago. Stadium imago betina tidak memiliki sayap, dan bergerak dengan perlahan dalam jarak yang dekat, atau dapat diterbang oleh angin. Betina biasanya meletakkan telur 100 hingga 600 butir dalam sebuah kantung telur yang diletakkan dalam waktu satu hingga dua minggu (Walker et al. 2003). Kantung telur terbuat dari benang-benang lilin yang sangat lengket, mudah melekat pada permukaan daun dan dapat diterbangkan angin. Stadium nimfa instar pertama disebut crawler, aktif bergerak mencari tempat makan disekitar tulang daun. Individu jantan melalui empat stadia hidup yaitu telur, nimfa, pupa dan imago. Stadium imago jantan memiliki satu pasang sayap, aktif terbang mendekati betina dewasa (Miller & Miller 2002). Tanaman Inang dan Penyebaran Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya merupakan serangga polifag dan telah tercatat memiliki lebih dari 55 tanaman inang pada lebih dari 25 genus tanaman. Tanaman inang yang penting secara ekonomi antara lain pepaya, kembang sepatu, alpukat, jeruk, kapas, tomat, terung, lada, buncis dan kacang hijau, ubi jalar, mangga, cherry, dan delima (Walker et al. 2003). Di Indonesia, kutu putih pepaya ditemukan menyerang 20 jenis tanaman lain selain pada tanaman pepaya (Sartiami et al. 2009) Paracoccus marginatus dilaporkan berasal dari wilayah Neotropical terutama Meksiko atau wilayah Amerika Tengah (Miller & Miller 2002). Spesimen pertama dikoleksi dari Meksiko pada tahun 1955, hama ini tidak menjadi masalah serius di negara tersebut karena mungkin telah terdapat musuh alami endemik di wilayah tersebut (Walker et al. 2003). Sejak tahun 1994, P. marginatus tercatat telah berada di 14 negara Karibia, dan pada tahun 1998 telah ditemukan di Florida, AS, pada tanaman Kembang sepatu (Walker et al. 2006). Serangan berat terjadi di Kepulauan Guam di Pasifik pada tahun 2002 (Walker et al. 2003) dan di Republik Palau pada 2003 (Muniappan et al. 2006). Pada bulan Mei 2004, kutu putih ini terdapat di Kepulauan Hawai, AS pada tanaman pepaya, kamboja, kembang sepatu dan Jarak (Jatropa spp.) (Heu et al. 2007) dan Tinian, Kepulauan Mariana pada 2005 (Muniappan 2009). Di Indonesia, hama ini dilaporkan pertama kali ditemukan pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor,

18 8 Jawa Barat pada Mei 2008 dan pada Juli 2008 serangga ini dilaporkan telah ditemukan di Coimbatore, India (Muniappan 2009). Dengan masuknya serangga hama ini ke daerah Asia, maka komoditas ekonomi tropik yang penting dapat terancam. Direktorat Jendral Holtikultura (22 September 2008), melaporkan bahwa kutu putih pepaya telah terdeteksi di Kabupaten dan Kota Bogor (Kecamatan Gunung Putri, Sukaraja, Cigombong, Dramaga, Rancabungur, Cijeruk, Ciburui, Cibinong, dan Bojong Gede), Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Cicurug dan Cidahu), dan Depok (Kecamatan Beji dan Pancoran Mas) Propinsi Jawa Barat. Selain itu telah ditemukan juga di wilayah DKI Jakarta, yaitu di Jakarta Selatan (Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu, dan Senayan) dan Propinsi Banten yaitu di Kabupaten Tangerang (Kecamatan Ciputat). Berdasarkan informasi yang dikumpulkan di lapangan, kutu putih pepaya telah ditemukan sejak musim kemarau Kutu putih pepaya ini dapat mudah menyebar oleh angin, terbawa bibit, terbawa manusia, maupun terbawa serangga lain dan burung karena memiliki kantung telur yang mudah melekat pada berbagai benda. Gejala dan Akibat Serangan Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya menghisap cairan tumbuhan dengan memasukkan stilet ke dalam jaringan epidermis daun, buah maupun batang. Pada waktu yang bersamaan kutu putih mengeluarkan racun kedalam daun, sehingga mengakibatkan klorosis, kerdil, malformasi daun (Gambar 3a), daun mengerut dan menggulung, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan embun madu yang dapat berasosiasi dengan cendawan jelaga, hingga kematian tanaman (Walker et al. 2003). Pada tanaman yang sudah dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning dan kelamaan daun akan gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah yang tidak sempurna. Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat putih akibat tertutupi koloni kutu putih tersebut (Gambar 3b) (Pantoja et al. 2002).

19 9 (a) (b) Gambar 3 Gejala serangan akibat serangan kutu putih pepaya pada daun (a) dan pada buah pepaya (b). Sumber: Walker et al Statistik Demografi Salah satu langkah awal dalam mempelajari perkembangan suatu populasi serangga adalah dengan mengetahui aspek-aspek demografinya. Demografi adalah analisis kuantitatif karakteristik suatu populasi, terutama hubungannya dengan pola pertumbuhan populasi, hubungan ketahanan, dan pergerakan populasi. Hal ini sangat erat hubungannya dengan dinamika populasi namun penekanannya agak berbeda, demografi lebih memusatkan pada pola perkembangan, kelahiran, kematian, dan pergerakan, sementara itu sebab dan akibat dari fenomena ini dipelajari dalam dinamika populasi (Price 1984). Menurut Carey (1993), aspek demografi suatu populasi terdapat dalam neraca kehidupan (Life Table), yang terdiri dari delapan buah lajur, yaitu usia (x), daya bertahan hidup (l x ), proporsi individu bertahan hidup pada kelas usia x sampai kelas usia x+1 (p x ), laju kematian individu di dalam kelas usia x (d x ), proporsi individu yang masuk ke dalam kelas usia x tetapi mati di kelas usia tersebut (q x ), panjang waktu hidup semua individu yang tersisa dari semua individu yang mencapai kelas usia x (L x ), jumlah hidup yang tersisa dari semua individu yang mencapai kelas usia x (T x ), dan harapan hidup suatu individu berusia x (e x ).

20 10 Pertumbuhan populasi tergantung dari jumlah induk betina yang masih bertahan hidup (l x ) dan kemampuan individu dalam menghasilkan keturunan (m x ) yang disebut sebagai laju reproduksi bersih dari seekor betina di dalam populasi. Total anak betina yang dihasilkan dari rataan induk betina di dalam populasi tersebut disebut laju reproduksi (R o ), atau didefinisikan sebagai jumlah anak betina yang menggantikan secara sempurna seekor induk betina dalam satu generasi. Suatu populasi dikatakan stabil bila R o = 0, tetapi bila R o > 1 populasi akan bertambah dan bila R o < 1 populasi akan berkurang. Bila R o suatu spesies diketahui maka lamanya suatu generasi (T) dapat diketahui dan juga pertumbuhan intrinstik (r m ) (Price 1984; Carey 1993). Deskripsi Umum Tanaman Pepaya (Carica papaya L) Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tengah diantaranya Meksiko, kemudian menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman pepaya termasuk famili Caricaceae, berbentuk perdu dengan batang tegak. Pada ruas batang terdapat mata yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru. Seluruh bagian tanaman pepaya bergetah putih yang mengandung papain yang bersifat proteolitik yang dapat merombak protein. Pepaya dapat tumbuh di seluruh daerah tropis dan subtropik dibawah 32 o lintang utara dan selatan, di daerah dataran dan pegunungan hingga 1000 m dpl (Villegas 1997). Umumnya, tanaman papaya dapat tumbuh optimal di ketinggian m dpl dengan suhu berkisar C (Sujiprihatin et al. 2009). Tanaman pepaya merupakan salah satu komoditas tanaman buah yang penting di daerah tropik. Buah pepaya sangat digemari oleh semua lapisan masyarakat dan selalu tersedia sepanjang musim. Di Indonesia tanaman pepaya merupakan tanaman pekarangan yang hampir ditanam oleh setiap keluarga (Villegas 1997). Bagian tanaman yang paling sering dimanfaatkan adalah bagian buah, walaupun masyarakat di beberapa daerah di Indonesia memanfaatkan daun dan bunga sebagai sayuran. Selain rasanya yang enak, pepaya juga banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Kandungan vitamin dalam 100 g bagian pepaya yang dapat dimakan adalah 0,45 g vitamin A; 0,074 g vitamin C, sedangkan kandungan mineral dalam 100 g pepaya adalah 0,034 g kalsium; 0,011 g fosfor; 0,204 g kalium; dan 0,001 g zat besi. Pepaya juga mengandung 12,1 g

21 11 karbohidrat; 0,5 protein; 0,3 g lemak; 0,7 serat; 0,5 g abu; dan 86,6 g air. Nilai energinya adalah 200 kj/100 g. Kandungan gula utama pepaya yaitu 48,3 % sukrosa, 29,8 % glukosa dan 21,9 % fruktosa (Sujiprihatin et al. 2009). Negara-negara produsen utama buah pepaya adalah Brasil, Meksiko, Indonesia, India dan Zaire (Villegas 1997). Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Kabupaten Bogor dan Sukabumi), Jawa timur (Kabupaten Malang), Pasar induk Kramat Jati DKI, Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), dan Sulawesi Utara (Manado) (Bappenas 2000). Luas lahan panen pepaya di Indonesia pada tahun 2007 mencapai ha dengan hasil produksi mencapai ton (Dirjen Holtikultura 2009).

22 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Juli Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain adalah tanaman pepaya (Carica papaya L) varietas IPB 9 yang berasal dari Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB dan serangga kutu putih pepaya, P. marginatus yang diperoleh tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor dan diperbanyak di laboratorium. Alat yang digunakan antara lain adalah kurungan serangga yang terbuat dari plastik mika, mikroskop binokuler, counter, higrothermometer digital, Global Positioning System (GPS), kuas, jarum, polybag, dan nampan semai (tray). Metode Penelitian Persiapan Tanaman Inang Benih tanaman pepaya ditanam dalam nampan semai dengan menggunakan media tanam berupa tanah kompos dan sekam bakar. Setelah tanaman berumur 30 HST, tanaman dipindahkan ke dalam polybag berukuran 25 x 25 cm dengan media tanam berupa tanah dan pupuk kandang 1 : 1. Tanaman dapat digunakan sebagai inang setelah tanaman berumur sekitar 4 bulan atau tinggi tanaman sekitar 40 cm. Perbanyakan Serangga Beberapa imago kutu putih pepaya dari lapangan dibawa dan dipelihara, kemudian diperbanyak pada tanaman pepaya di laboratorium. Serangga kutu putih yang digunakan sebagai bahan penelitian merupakan serangga generasi kedua. Persiapan Kurungan Serangga Kurungan serangga berbentuk tabung yang terbuat dari plastik mika dengan ukuran panjang 10 cm dan diameter 4 cm, kemudian alas kurungan serangga ditutup dengan kain kasa trikot, seperti tampak dalam Gambar 4a. Kurungan serangga tersebut kemudian akan digunakan pada tanaman pepaya dengan posisi seperti pada Gambar 4b.

23 13 Gambar 4 Kurungan serangga (a) dan perlakuan pada daun pepaya (b) Pengamatan Biologi dan Statistik Demografi Paracoccus marginatus Pengamatan kohort kutu putih pepaya P. marginatus dilakukan di laboratorium. Pengamatan kutu putih pepaya dimulai pada stadium nimfa instar pertama yang berasal dari beberapa imago. Kutu putih pepaya stadium nimfa instar pertama yang digunakan berada dalam keadaan umur yang sama. Setiap serangga nimfa instar pertama diletakkan pada permukaan bagian bawah daun pepaya, kemudian daun dikurung dengan menggunakan kurungan serangga seperti yang telah disebutkan (Gambar 4b). Pada setiap pohon dilakukan perlakuan pada dua daun (Gambar 5a). Jumlah ulangan keseluruhan sebanyak 80 kali ulangan (Gambar 5b). Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali dengan menggunakan mikroskop binokuler (Gambar 6). Suhu dan kelembapan lingkungan dicatat setiap hari pada pukul WIB menggunakan higrothermometer. Gambar 5 Perlakuan pada tanaman pepaya berumur 4 bulan (a) dan pengulangan sebanyak 80 kali (b)

24 14 Gambar 6 Pengamatan dengan menggunakan mikroskop binokuler Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan nimfa pada setiap instar hingga menjadi imago, 2) lama hidup imago sejak berganti kulit hingga mati, 3) masa sebelum peletakan telur hingga meletakan telur, 4) jumlah telur yang diletakkan, 5) lama perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago hingga menetas menjadi nimfa instar satu. Untuk pengamatan peletakan telur per hari, dilakukan pengamatan menggunakan asumsi bahwa nimfa yang telah menetas setiap harinya di hitung sebagai telur yang diletakkan per hari. Pengamatan dilakukan terhadap lima individu kutu putih yang hari awal peletakan telurnya berbeda dan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Hal ini dilakukan karena telur diletakkan dalam kantung telur yang tidak memungkinkan apabila kantung telur dibuka. Adapun data mengenai data kemampuan hidup dan keperidian disusun dalam bentuk tabel neraca kehidupan (life table). Menurut Birch (1948 dalam Kurniawan 2007), parameter demografi yang dihitung meliputi: 1. Laju Reproduksi Bersih (R o ), dihitung dengan rumus: R o = Σ l x m x 2. Laju Reproduksi Kotor (GRR), dihitung dengan rumus: GRR = Σ m x 3. Laju Pertambahan Intrinsik (r m ) dihitung dengan rumus: Σ l x m x -rmx =1, dengan r awal = (ln R o ) / T

25 15 4. Rataan masa generasi (T) dihitung dengan rumus: T = Σ xl x m x / Σ l x m x 5. Populasi berlipat ganda dihitung dengan rumus: DT = ln (2) / r Keterangan: x : Kelas umur kohor (hari) l x : Proporsi individu yang bertahan hidup pada umur x m x : Keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur x atau jumlah keturunan betina per kapita yang lahir pada kelas x. Perkiraan Pertumbuhan Populasi Paracoccus marginatus Perkiraan pertumbuhan populasi dapat dilakukan apabila suatu populasi berkembang akibat faktor yang konstan per satuan waktu. Menurut Price (1984), laju pertumbuhan yang cepat dapat terjadi apabila faktor kematian akibat predator, parasit, iklim yang ekstrim, serangan organisme lain atau penurunan fekunditas, dan persedian makanan yang kurang tidak terjadi. Pertumbuhan populasi yang tidak terbatas dapat membentuk kurva pertumbuhan geometrik (Andrewartha dan Birch 1982), dengan persamaan: N t = N o rmt Keterangan: N o N t r m : Jumlah individu saat waktu nol : Jumlah individu saat waktu t : Laju pertumbuhan intrinstik Menurut Price (1984), laju pertambahan populasi, r, pada kenyataannya dibatasi oleh faktor yang dapat menurunkan laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi mencapai titik maksimum yang dapat dicapai pada sumberdaya tersebut. Titik maksimum ini disebut carrying capacity atau daya dukung (K), sehingga pertumbuhan populasi membentuk kurva logistik, dengan persamaan: Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan GPS, lokasi penelitian secara astronomis, terletak pada LS dan BT. Secara geografis lokasi penelitian berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada ketinggian sekitar 243 m dpl. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lingkungan lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah beriklim tropik. Suhu dan kelembapan lingkungan lokasi penelitian selama pengamatan ditampilkan pada gambar 7. Rata-rata suhu minimum dan maksimum lingkungan, berturut-turut adalah 25,56 ± 0,5 C dan 33,08 ± 0,66 C atau rata-rata suhu adalah 29,32 ± 0,58 C, dan kelembapan udara minimum dan maksimum lingkungan, berturut-turut adalah 36,26 ± 6,26 % dan 76,09 ± 3,17 % atau ratarata kelembapan adalah 56,17 ± 4,71 % (Lampiran 1). Menurut Amarasekare et al. (2009), perkiraan suhu optimum dan maksimum P. marginatus untuk betina dewasa, berturut-turut adalah 28,4 C dan 32,1 C, dan untuk jantan dewasa, berturut-turut adalah 28,7 C dan 31,8 C. Fekunditas tertinggi terjadi saat suhu 25 C. Telur diperkirakan masih dapat bertahan pada suhu antara C. Perkiraan suhu minimum kutu putih jantan dan betina dewasa untuk bertahan hidup, masing-masing adalah 14,5 C dan 13,9 C. Gambar 7 Grafik suhu dan kelembapan lokasi penelitian

27 17 Biologi Paracoccus marginatus Pengamatan kohort menghasilkan data berupa sejarah kehidupan individu kutu putih pepaya P. marginatus pada tanaman pepaya (Lampiran 2). Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 8). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga dan stadium imago yang tidak memiliki sayap. Individu jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, kemudian stadium imago yang memiliki sepasang sayap. Individu betina dan jantan sudah dapat dibedakan sejak stadium nimfa instar kedua, yaitu dengan membedakan warna tubuhnya. Individu betina memiliki tubuh berwarna kuning sedangkan individu jantan memiliki tubuh yang berwarna merah muda, namun terkadang kuning. Setiap pergantian stadium serangga ditandai dengan pergantian kulit, pada pengamatan dapat diketahui dengan melihat sisa pergantian kulit serangga (eksuvia) yang melekat pada permukaan daun. Deskripsi setiap stadium pada penelitian ini sesuai dengan hasil deskripsi dan taksonomi P. marginatus yang telah dipublikasikan oleh Williams dan Granara de Willink (1992), dan dideskripsikan kembali secara lengkap oleh Miller dan Miller (2002). Data kuantitatif biologi P. marginatus hasil penelitian, yaitu berupa data lama perkembangan setiap stadium disajikan dalam Tabel 1. Telur Instar Instar 2 Instar 2 Instar 3 (Prapupa) Instar 3 Instar 4 (pupa) Imago Betina Imago Jantan Gambar 8 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus Stadium Telur Paracoccus marginatus Pada pengamatan perkembangan telur P. marginatus pada tanaman papaya, rata-rata lama stadium telur adalah 6,97 ± 0,93 hari (Tabel 1). Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi lama stadium telur, terutama suhu. Menurut hasil penelitian Amarasekare et al. (2009), masa inkubasi telur P. marginatus

28 18 pada suhu 15; 34; dan 35 C, berturut-turut adalah 27,5; 5,9; dan 5,5 hari, dan pada suhu 37 C tidak ada telur yang menetas. Rata-rata masa inkubasi telur P. marginatus pada penelitian ini tidak terlalu berbeda dengan hasil penelitian Amarasekare et al. (2009). Tabel 1 Lama stadium Paracoccus marginatus pada tanaman pepaya Stadium (hari) Betina Jantan Telur 6,97 ± 0,93 (n=82) Nimfa Instar 1 4,00 ± 0,71 (n=80) Instar 2 3,74 ± 0,67 (n=70) 4,12 ± 0,83 (n=8) Instar 3 4,00 ± 0,74 (n=65) 2,25 ± 1,03 (n=8) Instar 4 (pupa) - 4,86 ± 1,21 (n=7) Imago 13,18 ± 2,70 (n=62) 3,00 (n=1)* Prapeneluran 4,68 ± 0,97 (n=62) - Peneluran 6,52 ± 1,18 (n=62) - Siklus hidup 25,24 ± 1,51 (n=62) 25,00 (n=1)* Keterangan: n : jumlah individu yang bertahan hidup *) : Imago yang berhasil teramati satu ekor dan enam ekor lolos. Tingkat keberhasilan hidup telur P. marginatus pada penelitian ini adalah sebesar 97,63 % (Lampiran 2). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), tingkat keberhasilan hidup telur pada empat tanaman inang yang berbeda, yaitu pada tanaman Hibiscus, Acalypha, Plumeria dan Parthenium, adalah sekitar 82,2 sampai 83,3 %. Tingkat keberhasilan hidup telur P. marginatus pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Amarasekare et al. (2008), maka tingkat keberhasilan hidup telur pada tanaman pepaya lebih tinggi dibandingkan pada keempat tanaman inang lainnya. Hal ini mungkin dapat terjadi akibat pengaruh suhu lingkungan dan tingkat kelembapan udara yang berbeda pada lokasi penelitian. Pada lokasi penelitian ini, rata-rata suhu lingkungan adalah 29,32 ± 0,58 C dan rata-rata kelembapan udara adalah 56,17 ± 4,71 %,

29 19 sedangkan pada penelitian Amarasekare et al. (2008), suhu lingkungan penelitian dijaga sekitar 27 ± 1 C dengan kelembapan 65 ± 2%. Dapat dikatakan bahwa keadaan lingkungan yang lebih hangat dan kering dapat meningkatkan persentase keberhasilan hidup telur P. marginatus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amarasekare et al. (2009), yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu lingkungan maka perkembangan telur akan semakin singkat, yaitu mencapai puncak pada suhu 35 C dan akan menurun secara signifikan setelah suhu mencapai 37 C. Gambar 9a kutu putih nimfa instar satu yang baru menetas, Gambar 9b menunjukan telur yang masih dalam kantung telur, dan gambar 9c menunjukan telur yang tidak berhasil menetas berubah menjadi berwarna hitam. a b 0,5 mm 0,5 mm c Gambar 9 Stadium nimfa instar pertama P. marginatus yang baru muncul (a), kantung telur (ovisak) (b) dan telur yang tidak berhasil menetas (c) Stadium Nimfa Paracoccus marginatus 0,5 mm Gambar 10 Stadium nimfa instar pertama P. marginatus Stadium nimfa instar pertama. Pada stadium ini, jenis kelamin kutu putih belum dapat dibedakan. Kutu putih stadium ini disebut crawler (Gambar 10), karena pada stadium ini serangga sangat aktif bergerak. Serangga akan terus bergerak hingga menemukan tempat yang nyaman untuk makan, seperti pada

30 20 ditepi tulang daun utama yang merupakan salah satu letak jaringan floem tanaman yang mengangkut sari-sari makanan hasil fotosintesis. Pada penelitian ini, stadium nimfa instar satu P. marginatus pada tanaman pepaya membutuhkan waktu untuk berkembang rata-rata 4,00 ± 0,71 hari (Tabel 1). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), lama stadium nimfa instar satu pada empat tanaman inang yang berbeda adalah sekitar 5,8 sampai 6,6 hari (Acalypha: 5,9 ± 0,1 hari; Hibiscus: 6,2 ± 0,1 hari; Parthenium: 5,6 ± 0,1 hari; dan Plumeria: 6,6 ± 0,1 hari). Stadium nimfa instar kedua. Pada stadium nimfa instar kedua, jenis kelamin P. marginatus sudah dapat dibedakan dengan melihat warna tubuhnya. Individu betina memiliki tubuh yang berwarna kuning (Gambar 11b), sedangkan individu jantan memiliki tubuh yang berwarna merah muda (Gambar 11c), namun terkadang berwarna kuning. Perbedaan morfologi betina dan jantan ini sesuai dengan hasil deskripsi kutu putih pepaya dari Miller dan Miller (2002). Pada stadium nimfa instar ini, P. marginatus mulai tidak bergerak aktif seperti pada stadium nimfa instar satu. a c b b 0,5 mm 0,5 mm Gambar 11 Eksuvia nimfa instar pertama P. marginatus (a), stadium nimfa instar kedua betina (b), dan stadium nimfa instar kedua jantan (c) Pada penelitian ini, stadium nimfa instar kedua betina memerlukan waktu untuk berkembang rata-rata 3,74 ± 0,67 hari dan pada stadium nimfa instar kedua jantan, membutuhkan waktu untuk berkembang rata-rata 4,12 ± 0,83 hari (Tabel 1). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), lama stadium nimfa instar kedua pada empat tanaman inang yang berbeda adalah sekitar 3,8 hingga 5,3 hari pada individu betina dan 5,6 hingga 9,6 hari pada individu jantan. Lama stadium nimfa instar kedua betina tidak terlalu berbeda dengan penelitian Amarasekare et al. (2008), sedangkan pada individu jantan sedikit lebih singkat.

31 21 Stadium nimfa instar ketiga. Secara umum pada stadium nimfa ketiga ini ukuran tubuh betina lebih besar dan lebar dibandingkan dengan jantan, dan tubuh individu betina tetap berwarna kuning. Pada individu betina, tahapan perkembangan ini merupakan stadium akhir sebelum menjadi imago (Gambar 12 a). Stadium nimfa instar ketiga jantan memiliki ukuran tubuh lebih ramping dibandingkan dengan individu betina. Pada individu jantan, serangga ini akan mengalami satu tahapan perkembangan lagi sebelum menjadi imago yaitu stadium nimfa instar keempat. Stadium nimfa instar ketiga pada jantan disebut prapupa, karena di sekitar tubuh serangga jantan mulai diselimuti oleh benang-benang lilin (Gambar 12 b). a b 1 mm 1 mm Gambar 12 Stadium nimfa instar ketiga betina P. marginatus (a) dan stadium nimfa instar ketiga jantan atau prapupa (b) Pada penelitian ini, stadium nimfa instar ketiga betina P. marginatus memerlukan waktu untuk berkembang rata-rata 4,00 ± 0,74 hari dan pada stadium nimfa instar ketiga jantan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk berkembang adalah 2,25 ± 1,13 hari (Tabel 1). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), lama stadium nimfa instar ketiga betina dan jantan pada empat tanaman inang yang berbeda, berturut-turut adalah sekitar 4,7 hingga 6,3 hari dan 2,3 hingga 3,4 hari. Bila hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Amarasekare et al. (2008), maka lama stadium nimfa instar ketiga betina pada tanaman pepaya sedikit lebih singkat dibandingkan keempat tanaman inang lainnya. Stadium nimfa instar keempat. Stadium nimfa ini hanya terjadi pada individu jantan. Stadium nimfa instar keempat jantan ini berupa pupa dengan tipe pupa eksarata yang ditutupi benang-benang lilin (Gambar 13). Pada penelitian ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan instar ini untuk berkembang adalah 4,86 ± 1,21

32 22 hari (Tabel 1). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), lama stadium nimfa instar empat jantan pada empat tanaman inang yang berbeda adalah sekitar 2,6 hingga 4,5 hari. Lama stadium nimfa instar empat jantan pada tanaman pepaya dalam penelitian ini lebih lama dibandingkan pada tanaman inang yang berbeda dalam penelitian Amarasekare et al. (2008). 1 mm Gambar 13 Stadium nimfa instar empat jantan P. marginatus atau pupa Pada penelitian ini, rata-rata waktu kumulatif yang dibutuhkan stadium nimfa P. marginatus betina dan jantan pada tanaman pepaya untuk berkembang menjadi imago, berturut-turut adalah 11,74 hari dan 15,23 hari (Tabel 1). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), rata-rata waktu kumulatif yang dibutuhkan stadium nimfa P. marginatus betina dan jantan pada empat tanaman inang berbeda untuk berkembang menjadi imago, berturut-turut adalah sekitar 15,7 hingga 17,1 hari dan 18,9 hingga 21,5 hari. Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa perkembangan stadium nimfa P. marginatus pada tanaman pepaya lebih singkat bila dibandingkan dengan lama stadium nimfa pada empat tanaman inang yang berbeda, yaitu pada tanaman Hibiscus, Acalypha, Plumeria dan Parthenium, dalam penelitian Amarasekare et al. (2008). Namun dari hasil penelitian ini terlihat kesesuaian dengan penelitian Amarasekare et al. (2008), yaitu lama perkembangan stadium nimfa individu betina lebih singkat dibandingkan lama perkembangan stadium nimfa pada individu jantan. Persentase keberhasilan hidup P. marginatus pada tanaman pepaya stadium nimfa instar satu, nimfa instar dua betina, nimfa instar tiga betina, berturut-turut adalah 97,5 %; 92,86 %; dan 95,39 %. Persentase keberhasilan hidup stadium nimfa betina P. marginatus pada empat tanaman inang berbeda menurut

33 23 Amarasekare et al. (2008), adalah sekitar 82,3 89,7 % pada tiga tanaman inang (Acalypha, Hibiscus dan Parthenium) dan 58,4 81,8 % pada tanaman Plumeria. Perbedaan lama waktu perkembangan setiap stadium nimfa P. marginatus pada tanaman pepaya dalam penelitian ini dengan lama waktu perkembangan dalam penelitian Amarasekare et al. (2008) pada keempat tanaman inang yang berbeda, dapat terjadi akibat pengaruh lingkungan terutama suhu dan kelembapan pada lokasi penelitian yang berbeda, pengaruh fisik dan kimiawi dari tanaman, seperti tekstur daun dan nutrisi dari tanaman inang. Hal ini juga mempengaruhi tingkat keberhasilan hidup stadium nimfa, sehingga tingkat keberhasilan hidup nimfa pada tanaman pepaya yang lebih tinggi apabila bandingkan dengan tingkat keberhasilan hidup pada keempat tanaman inang lainnya pada penelitian Amarasekare et al. (2008). Stadium Imago Paracoccus marginatus Stadium imago betina memiliki tubuh berbentuk oval berwarna kuning yang ditutupi oleh lilin berwarna putih dan mengeluarkan embun madu (Gambar 14a). Stadium imago betina mirip dengan stadium nimfa, namun ukurannya lebih besar dan lebar. Pada stadium imago jantan, tubuh imago berwarna merah muda kecoklatan dan memiliki sepasang sayap (Gambar 14c), serta aktif terbang di sekitar pertanaman mencari imago betina. Pada penelitian ini, beberapa imago jantan berhasil lolos dari dalam kurungan serangga dan hanya satu imago yang berhasil diamati. Hal ini terjadi kemungkinan akibat kerapatan kain kasa yang digunakan masih memungkinkan imago jantan untuk lolos dari kurungan. c a b 1 mm 1 mm Gambar 14 Stadium imago betina P. marginatus yang baru muncul (a), eksuvia nimfa instar tiga (b) dan stadium imago jantan (c)

34 24 Pada penelitian ini tidak dapat dipastikan apakah imago kutu putih berkopulasi atau tidak. Terbukti dari lolosnya imago jantan sebanyak enam ekor dari pengamatan. Namun dalam kesempatan lain dipelihara individu betina stadium nimfa instar ketiga dan dikurung dengan kain kasa yang kerapatannya lebih kecil. Dari hasil pengamatan ini, serangga imago betina tersebut dapat meletakan telur dan telur yang diletakan berhasil menetas. Rata-rata lama hidup stadium imago betina P. marginatus pada penelitian ini adalah selama 13,18 ± 2,7 hari dan lama hidup stadium imago jantan tersebut adalah 3,00 hari (Tabel 1). Lama hidup stadium imago jantan umumnya lebih singkat dibandingkan lama hidup stadium imago betina. Pada penelitian Amaresekare et al. (2008), lama hidup stadium imago betina dan jantan, berturutturut adalah 21,2 ± 0,1 hari dan 2,3 ± 0,1 hari. Bila dibandingkan dengan penelitian Amaresekare et al. (2008), terlihat bahwa lama hidup imago betina P. marginatus pada tanaman pepaya dalam penelitian ini lebih singkat. Perbedaan ini tidak terlepas dari pengaruh suhu dan perbedaan kelembapan lingkungan tempat penelitian, dan selain itu perbedaan nutrisi dari tanaman inang kutu putih tersebut. Pada penelitian ini, rata-rata siklus hidup individu betina P. marginatus, yaitu saat telur mulai diletakkan hingga imago betina ini meletakan telur pertama adalah selama 25,24 ± 1,51 hari dan siklus hidup individu jantan, yaitu saat telur mulai diletakkan hingga imago jantan ini mati adalah selama 25,00 hari (Tabel 1). Rasio perbandingan imago jantan dan imago betina P. marginatus pada tanaman pepaya adalah 62 imago betina banding 7 imago jantan atau 9 : 1 (Tabel 1), dengan persentase imago betina adalah 89,85 % dari jumlah populasi. Pada penelitian Amaresekare et al. (2008), perbandingan imago betina pada empat tanaman inang adalah sekitar 53 hingga 59 % (Acalypha: 53,9 ± 1,3 %; Hibiskus: 53,7 ± 1,1 %; Phartenium: 53,4 ± 1,0 %; dan Plumeria: 58,9 ± 1,7 %). Faktor fisik dan kimiawi tanaman dapat mempengaruhi karakteristik populasi serangga. Jumlah imago betina yang lebih banyak daripada imago jantan dapat menimbulkan masalah jika serangga tersebut bersifat merugikan. Hal ini terjadi karena, perkembangan populasi di suatu habitat ditentukan oleh banyaknya imago betina, artinya semakin tinggi perbandingan seks rasio individu betina maka populasi akan semakin cepat meningkat.

35 25 Lama Hidup dan Keperidian Paracoccus marginatus Setiap organisme memiliki variasi jangka hidup yang terbatas akibat berbagai faktor, sehingga dapat ditentukan karakteristik kelangsungan hidup organism di dalam suatu populasi. Pada penelitian ini, rata-rata lama hidup betina P. marginatus pada tanaman pepaya adalah 31,69 ± 2,35 hari (Lampiran 3). Ratarata masa prapeneluran dan masa peneluran P. marginatus pada tanaman pepaya, berturut-turut adalah 4,68 ±0,97 dan 6,52 ± 1,18 hari (Lampiran 4). Pada penelitian Amarasekare et al. (2008), rata-rata masa prapeneluran (preoviposition) dan masa peneluran (oviposition) pada empat tanaman inang yang berbeda, berturut-turut adalah 6,3 ± 0,1 hari dan 11,2 ± 0,1 hari. Pada tanaman inang pepaya, masa prapeneluran dan masa peneluran betina dewasa P. marginatus lebih singkat dibandingkan pada tanaman inang hasil penelitian Amarasekare et al. (2008). 3 mm Gambar 15 Perkembangan stadium imago betina P. marginatus pada hari genap: sebelum meletakan telur, saat mulai meletakan telur, telur yang diletakan menetas, hingga imago mati (kanan ke kiri) Memasuki masa peneluran, imago betina membentuk kantung telur yang terbuat dari benang-benang lilin yang sangat lengket dan mudah melekat pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Kisaran Inang Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo

Lebih terperinci

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA. The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA. The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA (Paracoccus marginatus) PADA TANAMAN PEPAYA The Biological Study of Papaya Mealybug (Paracoccus marginatus) on Papaya Nur Pramayudi dan Hartati Oktarina Prodi Agroteknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika. Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke

I. PENDAHULUAN. Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika. Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke dalam famili Caricaceae ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus. CASSAVA (Manihot utilissima Pohl).

BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus. CASSAVA (Manihot utilissima Pohl). Jurnal Natural Vol. 12, No. 2, September 2012 BIOLOGY OF PAPAYA MEALY BUG Paracoccus marginatus (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) IN CASSAVA (Manihot utilissima Pohl). Husni 1, Nur Pramayudi 1, Mutia Faridah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago Telur P. marginatus berwarna kekuningan yang diletakkan berkelompok didalam kantung telur (ovisac) yang diselimuti serabut lilin berwarna putih. Kantung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus

TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus 3 TINJAUAN PUSTAKA Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink adalah serangga dari Ordo Hemiptera Famili Pseudococcidae (Cerver et al. 1991). Dua karakter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya di Indonesia. Buah ini tersedia sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kutu Perisai (Aulacaspis tegalensis) 2.1.1 Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis Zehntner termasuk dalam Ordo Hemiptera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

POTENSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES DALAM MENGENDALIKAN KUTU PUTIH PEPAYA

POTENSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES DALAM MENGENDALIKAN KUTU PUTIH PEPAYA POTENSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES DALAM MENGENDALIKAN KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) DI LAPANGAN YONA SHYLENA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae)

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Super famili Coccoidea memiliki beberapa famili seperti Margarodidae, Ortheziidae, Pseudococcidae, Eriococcidae, dan Dactylopiidae (Achterberg et

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kisaran Inang

TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kisaran Inang 3 TINJAUAN PUSTAKA Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Daerah Persebaran Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink merupakan hama yang berasal dari Meksiko. Kutu putih pepaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan mengoleksi kutu putih dari berbagai tanaman hias di Bogor dan sekitarnya. Contoh diambil dari berbagai lokasi yaitu : Kelurahan Tanah baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

BIOLOGI PERKEMBANGAN DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA,

BIOLOGI PERKEMBANGAN DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA, BIOLOGI PERKEMBANGAN DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA, Paracoccus marginatus (Williams & Granara de Willink) (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TIGA JENIS TUMBUHAN INANG YANI MAHARANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

n. TINJAUAN PUSTAKA Gambar \. Salah satu perkebunan pepaya di Pekanbaru (Sumber. Dokumentasi Pribadi)

n. TINJAUAN PUSTAKA Gambar \. Salah satu perkebunan pepaya di Pekanbaru (Sumber. Dokumentasi Pribadi) n. TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya, Linn.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Amerika Tengah dan tersebar luas di Pasifik Selatan dan daerah tropis lainnya (Kardono et al. 2003). Pusat penyebaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID

CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID CIRI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP PARASITOID Acerophagus papayae Noyes & Schauff (HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) SUSI SUTARDI

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L.

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr) ISMAWARDANI NURMAHAYU PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci