BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sebab, dengan bekerja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sebab, dengan bekerja"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bekerja merupakan salah satu kebutuhan manusia. Sebab, dengan bekerja manusia akan dapat memenuhi kebutuhannya, yaitu (1) kebutuhan fisik dan rasa aman yang diartikan sebagai pemuasan terhadap rasa lapar, haus, tempat tinggal, dan perasaan aman dalam menikmati semua hal tersebut, (2) kebutuhan sosial, yang menunjukkan ketergantungan satu sama lain sehingga beberapa kebutuhan dapat terpuaskan karena ditolong orang lain, dan (3) kebutuhan ego yang berhubungan dengan keinginan untuk bebas mengerjakan sesuatu sendiri dan merasa puas bila berhasil menyelesaikannya (Strauss dan Seyle, dalam Isnaini, 2009). Kartono (2003) mengemukakan bahwa bekerja itu, disamping memberikan materiil dalam bentuk gaji, kekayaan dan macam-macam fasilitas materiil, juga memberikan ganjaran sosial yang nonmateriil; yaitu status sosial dan prestis sosial. Maka rasa kebanggaan dan minat besar terhadap pekerjaan dengan segala pangkat, jabatan, penghormatan, dan simbol-simbol kebesaran menjadi insentif kuat bagi seseorang untuk mencintai pekerjaan. Cherington (dalam Isnaini, 2009) mengemukakan bahwa di dalam masa bekerja, individu mengikuti tahap-tahap perkembangan karirnya yang dimulai dari penentuan karir, pemantapan karir, perawatan karir, sampai pada tahap kemunduran. Tahap kemunduran merupakan tahap terakhir dalam berkarir dimana

2 individu menghadapi masa akhir kerjanya dan memasuki masa-masa pensiun. Schwartz (dalam Hurlock, 1993) menyatakan bahwa masa pensiun merupakan akhir dari pola hidup seseorang dalam bekerja atau dapat pula disebut sebagai masa transisi ke pola hidup yang baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah (2008), batas usia pensiun (BUP) bagi pegawai negeri sipil adalah 56 tahun, BUP ini dapat saja diperpanjang menjadi 58 tahun, 60 tahun, 63 tahun, 65 tahun, atupun 70 tahun. Perpanjangan usia pensiun dari normalnya 56 tahun dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti karena memangku suatu jabatan tertentu. Misalnya, seorang pegawai yang memangku jabatan struktural eselon I atau eselon II dapat saja tetap memangku jabatannya meski telah melewati BUP normal, yaitu 56 tahun. Hal ini juga berlaku bagi jabatan-jabatan lainnya seperti hakim, guru, ataupun jabatan lainnya yang ditentukan oleh presiden. Pada pegawai swasta, penentuan batas usia pensiun agak berbeda dengan pegawai negeri sipil. Menurut Rei (dalam Human Capital, 2009), batas usia pensiun normal pada pegawai swasta adalah 55 tahun, sedangkan usia pensiun maksimum adalah 60 tahun. Jika ditinjau berdasarkan jumlah pensiunan, khususnya pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), saat ini terdapat hampir 4 juta pensiunan PNS di seluruh Indonesia (Carik, 2006). Deputi Menpan untuk Sumber Daya Manusia dan Aparatur Negara Tasdik Kinanto (dalam Martono, 2006) mengatakan bahwa setiap tahunnya ada sekitar 110 ribu hingga 120 ribu orang PNS yang akan

3 memasuki masa pensiun di Indonesia. Di Kota Medan sendiri, menurut kepala Badan Kepegawaiaan Daerah (BKD) Kota Medan, Lahum Lubis (dalam Waspada Online, 2009), pada tahun 2009 diketahui sebanyak PNS yang pensiun. Berbeda dengan pegawai negeri, sistem pensiun pada pegawai swasta agak berbeda. Tidak seperti pegawai negeri yang mendapatkan pensiun setiap bulannya, pegawai swasta menerima sejumlah uang (pesangon) saat ia berhenti dari pekerjaannya (Hakim, 2009). Berdasarkan UU ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 pasal 156 (dalam Riyadi, 2008), pesangon adalah uang penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena memasuki usia pensiun ataupun karena sebab-sebab lainnya. Sebagai salah satu contohnya, Bank Permata pada tahun 2009 berencana memensiunkan 2500 orang karyawannya, dimana para karyawan tersebut nantinya akan diberikan sejumlah pesangon (Winasis, 2009). Dalam menghadapi masa pensiun, individu umumnya mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan dalam menghadapinya. Secara garis besar ada tiga sikap ataupun reaksi yang umumnya dikeluarkan seseorang, yaitu (1) menerima, (2) terpaksa menerima, dan (3) menolak. Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi dikarenakan yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun (Isnaini, 2009). Penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena seseorang takut tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Saat memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, prestis,

4 kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri juga akan berubah karena hilangnya peran (Eyde dalam Eliana, 2003). Dahulu sewaktu masih bekerja, dirinya dihormati, dielu-elukan, disanjung dan dibelai-belai dengan segala kemanisan. Pada saat itu muncullah perasaan agung, bahagia, bangga, merasa berguna, merasa dikehendaki, dibutuhkan dan mendapatkan bermacam-macam fasilitas materiil yang menyenangkan. Namun saat memasuki masa pensiun, semua itu lenyap bak embun pagi yang disapu panasnya matahari. Muncullah kekosongan, tanpa arti, tanpa guna dan putus asa terhadap kondisi baru yang sedemikan ini (Kartono, 2003). Penolakan terhadap masa pensiun seringkali memicu masalah-masalah tertentu. Hamidah (2004) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dari 30 pensiunan yang diteliti, terdapat 46,6% peserta yang mengalami stres dengan kategori tinggi. Kondisi seperti ini muncul ketika seseorang tidak mampu menerima kondisi pensiun dengan baik, sehingga muncullah gangguan psikologis dan ketidaksehatan mental seperti cemas, stres, dan bahkan mungkin depresi. Suatu penelitian lain yang dilakukan oleh Jussi Vahtera di Paris, Prancis membuktikan bahwa tekanan stres yang dialami seseorang akibat pensiun menimbulkan efek bagi penderitanya, yaitu gangguan tidur. Penderita gangguan ini umumnya adalah orang-orang yang mengalami gejala post power syndrome, yaitu suatu gangguan psikologis yang muncul akibat penyesuaian diri yang kurang baik di masa pensiun. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat pensiunan yang mengalami gangguan tidur setelah pensiun. Gangguan ini meningkat setelah memasuki masa 7 tahun sesudah pensiun (Republika online,

5 2009). Mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan , Wardiman Djojonegoro (dalam Septhiani 2009) menyebutkan bahwa pensiun mengakibatkan individu yang mengalaminya menjadi stres, meskipun individu yang bersangkutan sudah melakukan persiapan pensiun. Salah satu efek stres akibat pensiun adalah meningkatnya berat badan seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe bahkan, mengungkapkan bahwa pensiun menempati rangking 10 besar untuk posisi stres (dalam Eliana, 2003). Zimbardo (dalam Eliana, 2003) menyatakan bahwa permasalahan yang paling buruk dari pensiun adalah bisa mengakibatkan depresi dan bunuh diri. Sasono (2009) menyebutkan bahwa seorang pensiunan Petro di Surabaya yang mengalami depresi melakukan aksi gantung diri hingga tewas. Liem & Liem (dalam Eliana, 2003) menambahkan selain psikologis, kondisi pensiun juga dapat mempengaruhi fisiologis seseorang. Secara fisiologis pensiun bisa menyebabkan masalah penyakit terutama gastrointestinal, gangguan saraf, dan berkurangnya kepekaan. Ia menyebut penyakit di atas, dengan istilah retirement syndrome. Gejala lainnya yang juga dapat muncul saat seseorang memasuki masa pensiun adalah gejala post power syndrome. Post power syndrome adalah gejala yang umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil (Elia, 2008). Berikut ini adalah kutipan kisah dari beberapa artikel mengenai pensiunan PNS yang mengalami post power syndrome: Indah (50) pusing memikirkan tingkah laku suaminya, Ardi (60), seorang pensiunan PNS dari salah satu instansi. Saat seorang suami memasuki masa pensiun,

6 terkadang istri pun terkena imbasnya, istri stres memikirkan sang suami yang "berubah" secara psikologis. Masalah makin berat tatkala keadaan keuangan tak lagi seperti dulu. Waktu berlalu begitu cepat. Terlebih lagi, pensiun sering dilakukan tanpa persiapan apa-apa. Akibatnya, di masa tua mengalami stres, jenuh, susah, dan cenderung marah-marah. Hidup terasa tidak lagi bermakna. Menapaki waktu dari pagi hingga sore sangatlah lama. Tidak ada yang dikerjakan. Ya, bagi sebagian orang, pensiun membuat frustrasi. "Jika suami saya sudah murung atau marah-marah, saya jadi stres, bingung harus berbuat apa. Apalagi saya harus memikirkan bagaimana membagi uang pensiun yang minim untuk kebutuhan sehari-hari, pusing deh," kata Indah (Suliztiarto, 2008). Menurut Prawitasari (dalam Raharjo, 2007), reaksi-reaksi eksplosif, seperti kehilangan kendali, emosi yang meledak-ledak, marah-marah, dan agresif merupakan salah satu ciri dari post power syndrome. Post power syndrome umumnya muncul akibat penderita hidup di dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini ( psikologi.htm). Prawitasari (dalam Raharjo, 2007) mengemukakan bahwa post power syndrome umumnya dialami oleh orangorang yang memiliki jabatan sebagai kepala bagian atau staf. Orang-orang tersebut menolak realita bahwa ia tidak lagi mempunyai kekuasaan, sehingga muncullah berbagai gangguan mental dan fisik. Permasalahan-permasalahan yang muncul akibat pensiun umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam mengahadapi masa pensiun. Ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan tertentu akibat pensiun. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri (Eliana, 2003). Holmes dan Rahe (dalam Sarafino, 2006) mengungkapkan bahwa pensiun termasuk dalam salah satu peristiwa kehidupan yang muncul dalam kehidupan seseorang dan untuk menghadapinya dibutuhkan suatu penyesuaian psikologis. Atchley (Eliana, 2003)

7 mengatakan bahwa proses penyesuaian diri yang paling sulit adalah pada masa pensiun. Penyesuaian diri merupakan bentuk tingkah laku yang ditujukan untuk menanggulangi kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam dirinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan antara tuntutan dari dalam diri, dan lingkungan dimana individu tersebut berada (Schneider, 1964). Hurlock ( dalam Gunarsa, 1986), menyatakan bahwa subjek yang mampu menyesuaikan diri kepada kelompoknya akan memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan, sehingga ia dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. Habber dan Runyon (1984) menyebutkan, efektivitas dari penyesuaian diri ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi dan kondisi yang berubah. Menurut Santrock (2002), lansia yang memiliki penyesuaian diri yang lebih baik pada fase pensiun adalah orang-orang lansia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas baik keluarga maupun teman-teman, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun. Sementara itu penyesuaian diri lansia yang buruk adalah orang-orang yang tidak mengontrol hidup dan emosinya setelah pensiun, kesulitan membuat transisi dan penyesuaian memasuki usia lanjut, berpikir negatif tentang pensiun, mengalami stress selama pensiun seperti layaknya stres saat menghadapi kematian pasangan hidupnya. Septanti (2009) mengungkapkan, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini tergantung pula pada waktu sejak dimulainya masa pensiun. Menurutnya, saat seorang lansia baru saja menginjak 1-4 tahun usia pensiun,

8 perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun ke-5, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, lansia yang sudah menjalani pensiun lebih dari lima tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan situasi pensiun. Sementara menurut Khristiany (2007), masa penyesuaian terhadap pensiun umumnya terjadi di masa 2-15 tahun. Dytchwald (2006) menyatakan bahwa tahapan 2-15 tahun sesudah pensiun disebut sebagai tahap reorientasi. Pada tahap ini seseorang akan mulai mengubah prioritasnya, aktivitas, hubungan, dan hidupnya. Para pensiunan umumnya menyatakan bahwa tahap reorientasi ini merupakan tahap yang penuh dengan tantangan. Pada tahapan ini seseorang akan mulai merasakan depresi, kecemasan, dan kebosanan akibat pensiun. Cohen dan Willy (dalam Isnaini, 2009) menyebutkan bahwa seseorang yang tengah mengalami kesulitan membutuhkan orang lain untuk dapat menolongnya membangkitkan kembali semangat serta rasa percaya dirinya dalam menghadapi kesulitan yang sedang dihadapi. Seseorang yang tengah menghadapi masa pensiun membutuhkan orang lain yang dapat membuatnya merasa dicintai, diperhatikan, serta tidak merasa sendirian dalam menghadapi masa pensiun. Menurut Winarini (2009), adanya dukungan dan pengertian dari orangorang terdekat, khususnya keluarga akan sangat membantu pensiunan dalam menyesuaikan dirinya. Perilaku keluarga seperti menggerutu, menyindir, atau mengolok-olok akan mempersulit penyesuaian diri pada pensiunan. Karena itu, keluarga sebaiknya memberikan pemahaman dan pengertian kepada pensiunan untuk mendongkrak kondisi psikologisnya. Keluarga dapat menyampaikan bahwa

9 manusia tidak hanya berguna ketika ia memiliki jabatan tertentu. Sebab jabatan hanya bersifat sementara. Keluarga perlu menekankan kepada pensiunan bahwa meskipun tidak lagi berkuasa, seseorang dapat tetap bermanfaat bagi keluarga maupun masyarakat. Nyoman (dalam Suliztiarto, 2008) mengemukakan bahwa peran istri sangat sentral ketika suami memasuki masa pensiun : "Menjelang pensiun sampai tiba masa pensiun, biasanya seseorang sudah mengalami stres atau depresi. Bawaannya ada yang emosional, sedih, atau diam saja. Nah, menghadapi suami yang mengalami stres ini sebaiknya istri menahan diri, hadapi suami dengan penuh kesabaran. Istri jangan sampai emosional juga atau nyinyir. Suliztiarto (2008) juga menyatakan bahwa saat suami memasuki masa pensiun, terkadang istri juga terkena imbasnya. Suami menjadi lebih mudah marah atau bertingkah emosional. Oleh karena itu, peran istri menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya permasalahan yang lebih besar. Saat muncul suatu masalah keluarga, diharapkan istri dapat menyelesaikan dengan cara mendiskusikannya secara baik-baik. Menurut Edratna (2008), saat seseorang memasuki usia pensiun, keluarga perlu memikirkan kegiatan-kegiatan yang kira-kira dapat dilakukan oleh pensiunan untuk mengisi waktu kosongnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat merupakan kegiatan yang memiliki nilai ekonomi ataupun sosial. Hal ini penting agar pensiunan senantiasa berasa dalam kondisi yang bahagia. Lebih lanjut Endratna mengemukakan bahwa sejumlah temannya yang sudah memasuki masa pensiun terlihat lebih riang dan bahagia saat mereka menemukan aktivitas pengganti, seperti membuka restoran, rumah peristirahatan, dan sebagainya.

10 Selain hal-hal diatas, ada pula hal sentral lain yang harus dipikirkan, yaitu berkaitan dengan berubahnya kondisi finansial keluarga akibat pensiun. Saat memasuki masa pensiun, keluarga juga sebaiknya terlibat dalam proses perencanaan keuangan. Menurut Nyoman (dalam Suliztiarto, 2008) pensiun adalah persoalan keluarga. Keluarga harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Harus ada percakapan sebelumnya, karena fasilitas tidak ada lagi, dan gaji yang diperoleh hanya sedikit. Jadi, sebelum memasuki masa pensiun, keluarga sebaiknya sudah mempersiapkan diri, seperti menabung, melakukan investasi, dan merintis bisnis sampingan. Hal ini penting untuk mencegah penderitaan psikologis akibat beban finansial yang umumnya dialami oleh pensiunan. Tiesnovyta (2007) juga mengemukakan bahwa masalah umumnya juga akan melanda pasangan suami istri saat suami pensiun sementara istri bekerja. Masalah umumnya timbul karena sikap suami yang tidak siap untuk pensiun dan adanya ego yang muncul karena posisi kepemimpinan keluarga diambil alih oleh istri. Oleh karena itu, dalam hal ini istri harus mampu meyakinkan suaminya bahwa ia tetap menghargai suaminya meskipun suami tidak lagi bekerja. Istri misalnya dapat mengatakan kepada suami bahwa ia bekerja untuk membantu kebutuhan finansial keluarga, bukan untuk mengambil alih posisi suami sebagai kepala keluarga. Pertolongan dan perhatian merupakan beberapa ciri dari dukungan sosial. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Sarason (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa

11 dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Berdasarkan hasil penelitian Septanti (2009), terhadap 40 pensiunan di Pasuruan ditemukan bahwa terdapat 40 %, pensiunan yang dikategorikan memiliki penyesuaian diri yang tinggi, 55 % pensiunan yang penyesuaian diri dengan kategori sedang, dan pensiunan yang memiliki penyesuaian diri dengan kategori rendah adalah sebanyak 5 %. Tinggi rendahnya penyesuaian diri yang dilakukan oleh para pensiunan ini sangat tergantung dari dukungan sosial yang diperolehnya. Dari penelitian yang sama, dijelaskan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan dengan penyesuaian diri di masa pensiun. Hal dapat diartikan bahwa ketika dukungan sosial tinggi maka penyesuaian diri pada masa pensiun juga tinggi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Jattuningtias (2003) yang menyebutkan bahwa seseorang yang memperoleh dukungan sosial dari keluarganya akan dapat menyesuaikan dirinya dengan lebih baik saat menghadapi masa pensiun dibandingkan orang yang tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya. Hal ini diungkapkan pula oleh Hurlock (2004), yang mengungkapkan bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang di masa pensiun adalah sikap dari anggota keluarga.

12 Menurut Cobb (dalam Sarafino, 1994) seseorang yang mendapat dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai dan diperhatikan, dihargai dan menjadi bagian dari suatu kelompok sebagai sebuah keluarga atau anggota organisasi. Peranan dukungan sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sangat penting bagi penyesuaian diri seseorang yang memasuki masa pensiun. Dengan adanya dukungan sosial maka hambatan dalam menghadapi pensiun dapat diatasi. Seperti dikatakan oleh Smet (1983) jika seorang individu merasa didukung oleh lingkungannya, maka segala sesuatu akan terasa mudah ketika ia mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan. Individu yang mempunyai dukungan sosial yang tinggi lebih optimis dalam menghadapi situasi kehidupannya saat ini maupun masa depan, mempunyai harga diri yang lebih tinggi dengan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Tersedianya dukungan sosial dapat membantu individu dalam menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi dan membantu individu dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi (Septanti, 2009). Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa dukungan sosial memiliki kontribusi terhadap penyesuaian diri seseorang di masa pensiun. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima seseorang, maka semakin baik pula penyesuaian diri seseorang di masa pensiun, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu dalam hal ini peneliti bermaksud untuk melihat seberapa besar pengaruh dukungan sosial dari keluarga terhadap penyesuaian diri pada masa pensiun.

13 B. PERUMUSAN MASALAH Adapun perumusan masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun. D. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis. 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Perkembangan dan juga dapat memberikan bukti teoritis serta empiris mengenai pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri di masa pensiun. 2. Manfaat praktis a. Memberikan wacana dan informasi kepada individu yang mengalami pensiun agar dapat memahami pentingnya penyesuaian diri di masa pensiun dan berapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri tersebut.

14 b. Memberikan wacana dan informasi mengenai pensiun kepada keluarga agar dapat memberikan dukungan sosial kepada para pensiunan sehingga membantu penyesuaian diri mereka di masa pensiun. c. Memberikan wacana dan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti konselor dan akademisi mengenai penyesuaian diri di masa pensiun dan dukungan sosial keluarga. E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I : Pendahuluan Berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Berisi teori dan hasil penelitian yang digunakan untuk menjadi landasan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan teori mengenai dukungan sosial yang tediri dari pengertian dukungan sosial, dimensi dukungan sosial, sumber-sumber dukungan sosial, dan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial. Teori penyesuaian diri yang terdiri dari pengertian penyesuaian diri, aspek-aspek penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, bentuk-bentuk penyesuaian diri, dan karakteristik penyesuaian diri efektif. Selain itu, pada bab ini dijelaskan pula mengenai mengenai lansia, pensiun, dan pengaruh

15 dukungan sosial keluarga terhadap penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun. BAB III : Metode Penelitian Berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel yang akan diteliti, metode penentuan sampel, alat ukur yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan, dan metode analisis data yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk sebagian besar manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk sebagian besar manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk sebagian besar manusia yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bekerja adalah usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan usaha untuk mempertahankan hidup. Usaha untuk mempertahankan hidup untuk semua makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya hidup untuk selalu memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Seperti kebutuhan fisik untuk pemuas rasa lapar, tempat tinggal, ketergantungan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian,

BAB I PENDAHULUAN. atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegawai Negeri menurut Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, adalah setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

\BAB I PENDAHULUAN. Bekerja tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seseorang, dengan bekerja

\BAB I PENDAHULUAN. Bekerja tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seseorang, dengan bekerja \BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seseorang, dengan bekerja individu tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Hutapea (2005) dengan bekerja individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik secara fisik maupun psikis. Kebutuhan hidup manusia secara fisik antara lain sandang, pangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang bekerja karena ada hal yang hendak dicapainya, dan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Natasha Ghaida Husna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Natasha Ghaida Husna, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan. Menurut Maslow (Atkinson, 2000) kebutuhan manusia secara garis besar dapat dibagi menjadi 5 kebutuhan yaitu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOPING LANSIA TERHADAP MASA PENSIUN DI KELURAHAN YOSOMULYO METRO PUSAT TAHUN 2010.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOPING LANSIA TERHADAP MASA PENSIUN DI KELURAHAN YOSOMULYO METRO PUSAT TAHUN 2010. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOPING LANSIA TERHADAP MASA PENSIUN DI KELURAHAN YOSOMULYO METRO PUSAT TAHUN 2010 Dian Eka Sari Abstrak Lansia dengan pensiun merupakan suatu kehilangan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap periode yang dijalanin oleh manusia, terdapat peristiwa-peristiwa yang mencerminkan adanya proses transisi. Tidak jauh berbeda dengan masa pubertas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang, jasa maupun untuk pengembangan diri. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat. mengembangkan dirinya, mencapai prestise, memperoleh suatu jabatan yang

BAB I PENDAHULUAN. bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat. mengembangkan dirinya, mencapai prestise, memperoleh suatu jabatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Bagi kebanyakan orang yang telah bekerja dalam bidang apapun, bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat mengembangkan dirinya, mencapai prestise,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan nilai dan kebanggaan tersendiri. Individu dapat berprestasi ataupun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan nilai dan kebanggaan tersendiri. Individu dapat berprestasi ataupun 2 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan suatu aktifitas yang dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan bekerja individu dapat memperoleh kepuasan tersendiri,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk

BABI PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Manusia sebagai makhluk sosial dan individu mencari pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nining Sriningsih, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Nining Sriningsih, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja merupakan suatu aktivitas yang penting dalam kehidupan seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan bekerja, individu dapat memperoleh kepuasan tersendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Setiap anggota masyarakat berhak memperoleh pekerjaan untuk dapat hidup dan mempertahankan kehidupannya secara layak. Hal ini tertuang jelas dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan `BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan membutuhkan karyawan sebagai tenaga yang menjalankan setiap aktivitas yang ada dalam organisasi perusahaan. Karyawan merupakan aset terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. sekitarnya. Dari usia dini hingga menginjak usia dewasa, manusia membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. sekitarnya. Dari usia dini hingga menginjak usia dewasa, manusia membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitarnya. Dari usia dini hingga menginjak usia dewasa, manusia membutuhkan manusia lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini kebanyakan definisi lansia lebih didasarkan pada patokan umur semata. Sebenarnya hal itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan menuju usia lanjut, sebuah perjalanan hidup yang memang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan menuju usia lanjut, sebuah perjalanan hidup yang memang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang) Proses kehidupan manusia dimulai dari usia anak menuju usia remaja, dewasa dan menuju usia lanjut, sebuah perjalanan hidup yang memang tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pensiun dikenal sebagai fenomena yang dialami oleh seseorang yang usianya sudah dianggap lanjut sehingga dianggap tidak lagi produktif dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan aset bagi perusahaan, setiap perusahaan membutuhkan karyawan untuk dapat melangsungkan kegiatan dan mengembangkan kualitas produknya. Karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pada era globalisasi saat ini berjalan sangat cepat. Pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat mendatangkan kepuasan bagi masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bekerja merupakan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga dengan berbagai pekerjaan. Hampir separuh dari usia digunakan dalam bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia BABI PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia seseorang maka kondisi seseorang itu secara fisik maupun secara psikologis akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegawai swasta berdasarkan undang undang republik indonesia nomor

BAB I PENDAHULUAN. pegawai swasta berdasarkan undang undang republik indonesia nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja merupakan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga dengan berbagai pekerjaan. Hampir separuh dari usia digunakan dalam bekerja namun lambat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Post power syndrome merupakan bentuk dari reaksi negatif yang muncul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Post power syndrome merupakan bentuk dari reaksi negatif yang muncul 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Post Power Syndrome 2.1.1 Pengertian Post Power Syndrome Post power syndrome merupakan bentuk dari reaksi negatif yang muncul dalam menghadapi masa pensiun seperti merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang bekerja akan mengalami pensiun, seseorang baru memasuki masa pensiun jika berusia 60 tahun bagi guru, 65 tahun bagi hakim di mahkama pelayanan

Lebih terperinci

MASA PENSIUN USIA LANJUT DENGAN TINGKAT DEPRESI

MASA PENSIUN USIA LANJUT DENGAN TINGKAT DEPRESI MASA PENSIUN USIA LANJUT DENGAN TINGKAT DEPRESI Kholish, Musrifatul Uliyah Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya Email: musrifatululiyah@yahoo.com ABSTRACT When facing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai seorang manusia, pada umumnya pasti tidak akan lepas dari yang namanya aktivitas, salah satunya adalah aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan usaha untuk mempertahankan hidup. Usaha untuk mempertahankan hidup untuk semua makhluk hidup dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PENSIUN PEJABAT STRUKTURAL DI PEMERINTAHAN PROVINSI BALI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PENSIUN PEJABAT STRUKTURAL DI PEMERINTAHAN PROVINSI BALI Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3, No. 2, 354-362 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PENSIUN PEJABAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat secara bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan individu demi mengharapkan suatu misi yang diinginkan, dengan bekerja individu akan mendapatkan dan merasakan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring berkembangannya kehidupan, manusia selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis. Perkembangan hidup manusia

Lebih terperinci

kemunduran fungsi-fungsi fisik, psikologis, serta sosial ekonomi (Syamsuddin, 2008, Mencapai Optimum Aging pada Lansia, para.1).

kemunduran fungsi-fungsi fisik, psikologis, serta sosial ekonomi (Syamsuddin, 2008, Mencapai Optimum Aging pada Lansia, para.1). BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia rnengalarni perubahan seiring berjalannya waktu rnelalui tahap-tahap perkembangan dimulai ketika periode pranatal, bayi, masa bayi, rnasa awal kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-orang yang bisa diandalkan, menghargai dan menyayangi kita yang berasal dari teman, anggota

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Responden dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program dan mengerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat memudahkan masyarakat memperoleh wawasan yang semakin luas tentang banyak hal. Wawasan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan wanita sebagai makhluk yang terlahir dengan keindahan dan kelembutan. Setiap wanita akan menjaga keindahan yang telah dikaruniakan Tuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehadiran anak memberikan kebahagiaan yang lebih di tengah tengah keluarga dan membawa berbagai perubahan yang berdampak positif pada keluarga. Perubahan yang mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan, dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini semua individu pasti mengalami fase mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia dan hal itu sudah sewajarnya terjadi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang di selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial, yang mana saling membutuhkan satu sama lain. Manusia terlahir ke dunia ini dituntut agar dapat hidup berorganisasi. Dalam kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESIAPAN PENSIUN 1. Pengertian Kesiapan Pensiun Pensiun adalah sebuah konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman, 2006). Sebenarnya pensiun sulit untuk didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia.

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia. BABI PENDAHULUAN 1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang peljalanan hidup manusia, mulai dari lahir sampai dengan menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa dekade terakhir peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Hal ini terlihat dari peran sosial yang diikuti sebagian wanita dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa usia lanjut merupakan periode terakhir dalam perkembangan kehidupan manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci