BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Tubuh Komposisi tubuh adalah proporsi relatif jaringan lemak dan jaringan bebas lemak dalam tubuh. Melalui pengukuran komposisi tubuh, dapat diketahui apakah terdapat kelebihan lemak dalam tubuh. Kelebihan lemak tubuh (excess body fat), terutama kelebihan lemak yang berlokasi di sentral sekitar abdomen berhubungan dengan hipertensi, sindroma metabolik, diabetes mellitus tipe 2, stroke, penyakit kardiovaskular, dan dislipidemia (ACSM, 2013). Komposisi tubuh terdiri dari empat komponen utama, yaitu jaringan lemak tubuh total (total body fat), jaringan bebas lemak (fat-free mass), mineral tulang (bone mineral), dan cairan tubuh (body water). Dua komponen komposisi tubuh yang paling umum diukur adalah jaringan lemak tubuh total dan jaringan bebas lemak (Williams, 2007). Komposisi tubuh adalah salah satu komponen kebugaran jasmani, yang artinya jika seseorang memiliki komposisi tubuh yang normal, maka ia akan memiliki kebugaran jasmani yang baik pula (Wiarto, 2013). Menurut Williams (2007), komposisi tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Usia Efek usia signifikan pada masa pertumbuhan dan perkembangan karena terjadi proses pembentukan otot dan jaringan tubuh lain, sedangkan pada usia dewasa massa otot mulai berkurang yang dapat disebabkan oleh penurunan aktivitas fisik. 2. Jenis kelamin Terdapat perbedaan komposisi tubuh yang kecil antara anak dan laki-laki sebelum usia pubertas. Namun, pada usia pubertas perbedaan menjadi sangat besar dimana mulai saat pubertas, memiliki lebih banyak deposit lemak, sedangkan pada laki-laki terbentuk lebih banyak jaringan otot.

2 3. Diet Diet dapat mempengaruhi komposisi tubuh dalam jangka waktu singkat, seperti pada saat kekurangan air dan kelaparan ataupun dalam jangka waktu lama, seperti pada chronic overeating yang dapat meningkatkan simpanan lemak tubuh. 4. Tingkat aktivitas fisik Menjalani program latihan fisik dapat membantu membangun massa otot dan mengurangi lemak. Komposisi tubuh dapat dinilai dengan menggunakan beberapa teknik, baik dilaksanakan di laboratorium maupun di lapangan yang bervariasi dalam hal kompleksitas, biaya, dan akurasi, antara lain antropometri, bioelectrical impedance analysis (BIA), body plethysmography, CT scan, MRI, Ultrasound, dual energy X-ray absorptiometry (DEXA), dual photon absorptiometry (DPA), total body electrical conductivity (TOBEC), dan underwater weighing (hydrodensitometry). Hydrodensitometry atau underwater weighing sering dianggap sebagai baku standar dalam penilaian komposisi tubuh. Walaupun demikian, pelaksanaannya memerlukan peralatan laboratorium yang mahal, memakan waktu lama, dan sering menyebabkan subjek merasa tidak nyaman. Oleh karena itu, teknik ini jarang dilakukan untuk menilai komposisi tubuh (ACSM, 2013 ; Olivia, 2010). Antropometri merupakan metode penilaian komposisi tubuh yang praktis dan tidak memerlukan biaya besar (Williams, 2007). Menurut ACSM (2013), terdapat beberapa metode antropometri, yaitu : 1. Indeks Massa Tubuh (Body mass index) 2. Lingkar (circumferences) 3. Tebal lipatan kulit (skinfold measurements) 4. Rasio lingkar pinggang-pinggul (waist-to-hip ratio)

3 2.1.1 Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh ditentukan dengan persamaan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m²) (Sudoyo et.al., 2009). Terdapat klasifikasi IMT tersendiri untuk Wilayah Asia Pasifik, yaitu : Tabel 2.1 Klasifikasi IMT untuk Wilayah Asia Pasifik menurut WHO Klasifikasi IMT (kg/m²) Underweight 18,5 Normoweight 18,5 22,9 Overweight 23,0 24,9 Obesity Obesity class I 25,0 29,9 Obesity class II 30,0 Sumber : Sudoyo et.al., 2009 Penggunaan IMT sebagai metode antropometri dalam penilaian komposisi tubuh memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh melalui pengukuran dan perhitungan yang sederhana, cepat dan tidak memerlukan banyak biaya. Selain itu, pengukuran IMT juga rutin dilakukan dan sering digunakan dalam berbagai studi epidemiologi. Kelemahannya adalah IMT tidak dapat menjelaskan mengenai distribusi lemak dalam tubuh dan bervariasi dalam ras/etnik serta tidak membedakan jenis kelamin (Olivia, 2010). IMT juga tidak dapat menggambarkan komposisi tubuh secara akurat karena IMT tidak dapat membedakan antara jaringan lemak, massa otot, ataupun tulang (ACSM, 2013). Meskipun demikian, pemeriksaan antropometri sederhana seperti IMT dapat memberikan informasi berharga mengenai kesehatan umum dan tingkatan risiko penyakit. IMT 30 kg/m² berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi, sleep apnea, DM tipe 2, kanker tertentu, penyakit kardiovaskular, dan mortalitas (ACSM, 2013).

4 2.1.2 Lingkar Pinggang Yang memberi pengaruh terhadap kesehatan tubuh bukanlah seberapa banyak lemak yang terdapat dalam tubuh, melainkan lokasi lemak dalam tubuh. Lingkar pinggang merupakan metode pengukuran skrining terhadap lemak viseral dalam yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit (Williams, 2007). Lingkar pinggang memiliki korelasi yang tinggi dengan jumlah lemak intraabdominal dan lemak total. Lingkar pinggang juga dapat memperkirakan luasnya obesitas abdominal yang sudah mendekati deposisi lemak abdominal bagian viseral. Lingkar pinggang juga berkorelasi baik dengan IMT dan rasio lingkar pinggang-pinggul (waist-to-hip ratio), baik pada laki-laki maupun (Sudoyo et al., 2009). Lingkar pinggang memiliki hubungan yang lebih besar dengan risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan pengukuran IMT (Oviyanti, 2010). WHO menganjurkan agar lingkar pinggang diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista iliaka, dengan menggunakan pita pengukur pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan sejauh cm. Subjek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur dengan pita pengukur dengan tegangan pegas yang konstan atau nonelastis (Sudoyo et al., 2009). Untuk Wilayah Asia Pasifik, yang berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan komplikasi metabolik adalah yang memiliki lingkar pinggang 90 cm untuk laki-laki dan 80 cm untuk (Sudoyo et al., 2009). Tabel 2.2 Kriteria risiko untuk Lingkar Pinggang pada Dewasa Kategori Risiko Lingkar pinggang (cm) Laki-laki Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Sumber : ACSM, 2013

5 2.2 Kebugaran Fisik Kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan fisik yang dikerjakan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang sangat berarti (Giarto, 2012). Seseorang yang bugar secara fisik memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari dengan bersemangat dan waspada tanpa merasakan kelelahan berlebihan serta masih memiliki energi yang cukup untuk menjalankan aktivitas pada waktu luangnya atau untuk keperluan mendadak lainnya (Hanifah et al., 2013). Menurut ACSM (2013), kebugaran fisik terbagi atas dua komponen utama yaitu : 1. Komponen kebugaran fisik yang berkaitan dengan kesehatan (health-related physical fitness components), yang terdiri dari : a. Daya tahan kardiorespirasi (Cardiorespiratory endurance) Daya tahan kardiorespirasi adalah kemampuan sistem sirkulasi dan respirasi untuk menyediakan oksigen selama melakukan aktivitas fisik. b. Komposisi tubuh (Body composition) Komposisi tubuh adalah jumlah relatif dari otot, lemak, tulang, dan bagian tubuh vital yang lain. c. Kekuatan otot (Muscular strength) Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk menghasilkan gaya. d. Daya tahan otot (Muscular endurance) Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk terus bekerja atau melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan. e. Kelenturan (Flexibility) Kelenturan adalah rentang atau jangkauan pergerakan (range of motion) yang dihasilkan oleh sendi. 2. Komponen kebugaran fisik yang berkaitan dengan keterampilan (skill-related physical fitness components), yang terdiri dari : a. Kelincahan (Agility)

6 Kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah posisi tubuh dalam suatu jarak tertentu dengan cepat dan akurat. b. Koordinasi (Coordination) Kemampuan untuk menggunakan indera seperti melihat dan mendengar dan bagian-bagian tubuh lain secara bersamaan dalam melakukan suatu gerakan atau aktivitas dengan mulus dan akurat. c. Keseimbangan (Balance) Keseimbangan adalah pemeliharan keseimbangan atau ekuilibrium pada saat statis atau bergerak. d. Daya ledak (Power) Daya ledak adalah kemampuan atau laju dimana seserorang dapat melakukan kerja. Menurut Wiarto (2013), daya ledak adalah hasil dari kekuatan dan kecepatan. Sebagai contoh, apabila seseorang dapat mengangkat beban 70 kg dengan cepat, maka orang tersebut dikatakan memiliki daya ledak (power). e. Waktu reaksi (Reaction time) Waktu reaksi adalah lamanya waktu antara perangsangan dan respon terhadap stimulasi tersebut. f. Kecepatan (Speed) Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dalam waktu atau periode yang singkat. Menurut Wiarto (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran fisik seseorang, yaitu : 1. Umur Kebugaran fisik anak-anak meningkat sampai mencapai maksimal pada usia tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh sekitar 0,8-1% per tahun. Namun, jika seseorang rajin berolahraga, maka penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya. 2. Jenis kelamin

7 Kebugaran fisik anak laki-laki biasanya hampir sama dengan anak sampai usia pubertas, tetapi pada saat setelah pubertas, tingkat kebugaran fisik anak laki-laki biasanya jauh lebih besar dibandingkan. 3. Genetik Genetik berpengaruh terhadap kapasitas jantung-paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin, sel darah, dan serat otot. 4. Makanan Seseorang akan memiliki daya tahan yang tinggi bila mengkonsumsi tinggi karbohidrat (60-70%). Diet tinggi protein berperan dalam memperbesar otot, dan dibutuhkan untuk olahraga yang memerlukan kekuatan otot yang besar. 5. Rokok Kadar CO yang terhisap akan mengurangi nilai VO₂ maks, yang berpengaruh terhadap daya tahan. Selain itu, menurut penelitian Perkins dan Sexton, nikotin yang ada dapat memperbesar pengeluaran energi dan mengurangi nafsu makan. 2.3 Penilaian Kebugaran Kardiorespirasi dengan Menilai VO₂ maks Kebugaran kardiorespirasi (cardiorespiratory fitness) adalah kemampuan untuk melaksanakan latihan dinamik dengan intensitas sedang-berat dalam periode waktu yang lama. Kemampuan melakukan latihan ini bergantung pada keadaan fungsional dan fisiologis yang terintegrasi antara sistem respirasi, kardiovaskular, dan muskuloskeletal. Kebugaran kardiorespirasi merupakan salah satu komponen kebugaran fisik yang berkaitan dengan kesehatan karena (1) tingkat kebugaran kardiorespirasi yang rendah berkaitan dengan peningkatan tinggi risiko kematian dini oleh semua penyebab, terutama oleh penyakit kardiovaskular; (2) peningkatan tingkat kebugaran kardiorespirasi berkaitan dengan penurunan angka kematian oleh semua penyebab; (3) tingkat kebugaran kardiorespirasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat kebiasaan beraktivitas fisik yang lebih tinggi yang memberi banyak manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu, penilaian terhadap tingkat kebugaran kardiorespirasi merupakan bagian yang

8 penting dalam berbagai pencegahan primer atau sekunder dan program-program rehabilitasi (ACSM, 2013). Fungsi sistem jantung paru dapat diketahui dengan pengukuran VO₂max, ataupun pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah pada kecepatan kerja submaksimal (Powers, 2007). Namun, pengukuran VO₂max adalah pengukuran baku emas untuk kebugaran kardiorespirasi (ACSM, 2013). Ambilan oksigen maksimal atau maximal oxygen uptake (VO₂ max) adalah adalah suatu pengukuran kapasitas dari sistem kardiovaskular untuk membawa darah yang kaya oksigen ke massa otot besar yang terlibat dalam pekerjaan atau aktivitas dinamik. VO₂ max dinyatakan dalam mililiter oksigen per kilogram berat badan per menit (ml/kg/menit) (Powers, 2009). Artinya, VO₂ max adalah jumlah oksigen maksimum dalam mililiter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (Olivia, 2010). Ambilan oksigen adalah produk dari aliran darah sistemik (cardiac output) dan ekstraksi oksigen sistemik (arteriovenosus oxygen difference), sehingga VO₂max dapat ditentukan dengan persamaan : VO₂ max = HRmax x SVmax x (a-v O₂ difference)max dengan HR = heart rate; SV = Stroke Volume; a-v O₂ difference = arteriovenous oxygen difference (Powers, 2009). Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan VO₂max dapat disebabkan oleh perubahan satu atau lebih variabel yang terdapat di sisi kanan persamaan di atas. Dari penelitian pada tiga kelompok subjek yaitu pasien dengan mitral stenosis, subjek aktif secara normal, dan atlet kelas internasional, didapatkan bahwa hanya SVmax yang dapat menjelaskan perbedaan VO₂max di antara ketiga kelompok, dibandingkan dengan kedua variabel lainnya yang memiliki nilai yang hampir sama. Sebesar 68% dari variasi VO₂max di antara laki-laki dan dipengaruhi oleh massa ventrikel kiri, suatu pengukuran ukuran jantung (Powers, 2009). Menurut Powers dan Howley (2009), VO₂max dapat dipengaruhi oleh : 1. Fungsi kardiovaskular dan lemak tubuh

9 VO₂max akan meningkat jika terjadi peningkatan fungsi kardiovaskular dan penurunan persentase lemak tubuh. Adanya perbedaan persentase lemak tubuh antara laki-laki dan menyebabkan nilai VO₂max pada laki-laki dan juga berbeda. Selain itu, pada pasien dengan pasca infark miokard dan penyakit paru berat, nilai VO₂max juga jauh lebih rendah daripada orang normal. 2. Genetik Sebesar 93% dari variasi nilai VO₂max disebabkan oleh genetik. Telah dibuktikan bahwa faktor genetik berpengaruh pada nilai VO₂max karena terdapat perbedaan DNA mitokondria antarindividu. 3. Aktivitas fisik Penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan beraktivitas fisik merupakan determinan utama nilai VO₂max. Pengukuran VO₂max dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran VO₂max secara langsung dilakukan melalui open circuit spirometry, dimana subjek bernafas melalui katup beresistensi rendah dengan hidung disumbat atau dengan masker nonlateks, sementara itu ventilasi paru dan fraksi O₂ dan CO₂ diukur. Pengukuran VO₂ maks secara langsung jarang dilakukan karena membutuhkan biaya besar yang disebabkan oleh keperluan peralatan, tempat, dan personil yang profesional. Ketika pengukuran secara langsung tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka penilaian VO₂max dapat dilakukan secara tidak langsung dengan berbagai tes latihan submaksimal dan maksimal. Terdapat tiga jenis tes latihan yang umum dilakukan antara lain tes di lapangan (field test), tes latihan submaksimal (submaximal exercise test), dan tes latihan maksimal (maximal exercise test), dimana setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing (ACSM, 2013). Pada tes di lapangan (field test), terdiri dari berjalan atau berlari dalam waktu atau jarak yang sudah ditentukan sebelum tes dilakukan. Keuntungan dari tes di lapangan adalah tes dapat dilakukan pada subjek yang banyak sekaligus dan hanya membutuhkan alat yang sedikit dan sederhana, sedangkan kelemahannya tidak dapat memonitor tekanan darah dan denyut jantung, serta tidak sesuai untuk

10 individu dengan gaya hidup sedentary dan individu yang memiliki risiko komplikasi kardiovaskular dan/atau muskuloskeletal (ACSM, 2013). Graded exercise test (GXT) merupakan bentuk latihan yang digunakan untuk menilai fungsi jantung paru. Latihan ini bersifat berjenjang, dimana perubahan kecepatan kerja terjadi setiap 2 atau 3 menit sampai subjek mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya (target frekuensi nadi), atau ketika tanda atau gejala patologis muncul. Protokol GXT dapat submaksimal atau maksimal, bergantung pada akhir penghentian tes. Pilihan GXT haruslah berdasarkan populasi (atlet, pasien dengan masalah jantung, anak-anak), tujuan (estimasi kebugaran kardiorespirasi, mengukur VO₂max, diagnosis penyakit jantung koroner), dan biaya (peralatan dan personil) (Powers, 2009). Keputusan untuk memilih tes latihan submaksimal atau maksimal sangat bergantung pada alasan dilakukan tes latihan, tingkat risiko subjek, dan ketersediaan alat dan personil yang memadai. Tes latihan maksimal yang dapat dilakukan dengan treadmill atau cycle ergometer, menyediakan penilaian VO₂max yang lebih baik dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam mendiagnosis penyakit kardiovaskular asimtomatik. Meskipun demikian, pada tes latihan maksimal, subjek perlu menjalani latihan sampai titik kelelahan (fatigue), sehingga dibutuhkan pengawasan medis dan perlengkapan emergensi. Oleh karena itu, pengukuran VO₂max sering dilakukan dengan tes latihan submaksimal, yang dapat dilakukan dengan step tests, treadmills, atau cycle ergometers. Tujuan dasar dari tes latihan submaksimal adalah untuk menentukan respons denyut jantung (heart rate response) terhadap satu atau lebih kerja submaksimal dan menggunakan hasilnya untuk memprediksi VO₂max (ACSM, 2013). Berbagai tes latihan submaksimal baik tahapan tunggal (single-stage) maupun multitahapan (multistage) tersedia untuk menilai VO₂max dari pengukuran heart rate (HR) sederhana. Pengukuran HR yang akurat sangat menentukan validitas tes ini. Walaupun HR biasanya diperoleh secara palpasi, akurasi metode ini bergantung pada pengalaman dan teknik pemeriksa. Oleh karena itu, penggunaan EKG, monitor HR, atau stetoskop lebih direkomendasikan untuk menentukan HR. Penggunaan monitor HR selain tidak mahal, juga dapat

11 sangat mengurangi kesalahan dalam tes latihan. Respons HR submaksimal mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu panas dan kelembaban), diet (kafein dan lamanya waktu sejak makan terakhir), dan tingkah laku (cemas, merokok, dan aktivitas fisik sebelumnya). Oleh sebab itu, variabel-variabel tersebut harus dikontrol untuk mendapatkan estimasi nilai HR yang valid. Tes latihan submaksimal yang dapat dilakukan antara lain cycle ergometer tests, treadmill tests dan step tests (ACSM, 2013). Pada penelitian ini, penilaian VO₂max akan diperoleh dari tes latihan submaksimal yang menggunakan treadmill dengan Bruce protocol. Kelebihannya adalah graded exercise test (GXT) dengan treadmill dapat mengakomodasi sebagian besar individu, dari yang memiliki tingkat kebugaran terendah sampai tertinggi dan menggunakan aktivitas alami, yaitu berjalan dan berlari. Selain itu, GXT dengan tes lari yang bertahap menggunakan treadmill menghasilkan nilai VO₂max yang terbaik, diikuti dengan tes berjalan bertahap menggunakan treadmill, dan terakhir yang memberikan nilai terendah adalah GXT dengan cycle ergometer. Kelemahan dari treadmill adalah harganya mahal, tidak dapat dipindah-pindah (not portable), dan membuat beberapa pengukuran seperti tekanan darah dan pengambilan sampel darah menjadi lebih sulit (Powers, 2009). Terdapat beberapa protokol treadmill, antara lain The National Exercise and Heart Disease protocol, untuk subjek yang memiliki tingkat kebugaran rendah dengan peningkatan laju kerja hanya 1 MET (Metabolic Equivalents of Task) setiap 3 menit, The Standard Balke protocol, dimulai dengan 4 METs yang dilanjutkan dengan peningkatan 1 MET setiap 2 menit, dan sesuai untuk sebagian besar rata-rata dewasa dengan gaya hidup sedentary, The Bruce protocol, untuk subjek muda yang aktif, dimulai dengan 5 METs dan dilanjutkan dengan peningkatan 2-3 METs per tahap dan The Astrand and Rodahl protocol digunakan untuk populasi atlet yang memiliki tingkat kebugaran tinggi, dengan kecepatannya bergantung pada kebugaran subjek (Powers, 2009).

12 Tabel 2.3 Protokol Bruce (untuk subjek muda dan aktif) Tahap (stage)* METs Kecepatan (mph) % Grade 1 5 1, , ,5 3, , ,0 18 *Setiap tahap berlangsung selama 3 menit Sumber : Powers dan Howley (2009) Rumus untuk mengestimasi VO₂max dengan Bruce Protocol adalah : Untuk laki-laki, VO₂ max = 14,8 - (1,379 x T) + (0,451 x T²) - (0,012 x T³) Untuk, VO₂ max = (4,38 x T) 3,9 Dengan T = waktu total berada di atas treadmill yang diukur sebagai fraksi dari satu menit (Contoh : Total waktu latihan adalah 9 menit 30 detik, ditulis sebagai T = 9,5) (Heyward, 2014). Age Very Poor Sumber : Powers dan Howley (2007) Tabel 2.4 Nilai VO₂ max menurut usia VO2 Max Norms for Men - Measured in ml/kg/min Poor Fair Good Excellent Superior < > < > < > < > < > < >44.2 Age VO2 Max values for Women as measured in ml/kg/min Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior < > < > < > < > < > < >31.4

13 2.4 Hubungan Komposisi Tubuh dengan Kebugaran Fisik Penelitian menyarankan bahwa penilaian komposisi tubuh sebaiknya dilakukan bersamaan dengan penilaian tingkat kebugaran aerobik agar dapat mendapatkan status kesehatan yang akurat dalam suatu populasi. Dalam suatu penelitian pada populasi laki-laki menunjukkan bahwa sampel yang kurus tetapi memiliki tingkat kebugaran yang rendah memiliki risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas (karena semua penyebab) yang lebih tinggi daripada sampel yang overweight tetapi memiliki tingkat kebugaran yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik dapat memberikan proteksi dari risiko penyakit kardiovaskular walaupun sesorang memiliki berat badan berlebih (Burns et al., 2013). Dua komponen kebugaran fisik utama adalah kebugaran kardiorespirasi (cardiorespiratory fitness) dan kebugaran otot (muscular fitness), namun kebugaran kardiorespirasi memiliki hubungan lebih dekat dengan kesehatan, terutama kesehatan kardiometabolik. Kebugaran kardiorespirasi, disebut juga kebugaran kardiovaskular, kebugaran aerobik, atau kapasitas aerobik, merupakan keseluruhan kapasitas sistem kardiovaskular dan respirasi dalam melaksanakan latihan yang lama (prolonged exercise). Kebugaran kardiorespirasi berdasarkan VO₂max dapat membedakan antara yang memiliki sindrom metabolik dan yang tidak memiliki sindrom metabolik, dimana tingkat kebugaran fisik yang lebih tinggi berhubungan dengan profil metabolik yang lebih baik. Kebugaran kardiorespirasi juga memiliki hubungan terbalik dengan marker inflamasi tingkat rendah (Burns et al., 2013). Kebugaran kardiorespirasi dan muskular memiliki hubungan yang positif dan independen dengan kesehatan kardiometabolik. Tingkat kebugaran yang lebih tinggi dapat mengurangi beberapa gangguan kesehatan yang berkaitan dengan obesitas. Walaupun secara intuisi obesitas dapat mengurangi kebugaran fisik, namun sebuah penelitian menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% pengurangan kebugaran fisik pada anak dan dewasa muda yang dapat dijelaskan dengan fatness. Dalam hal ini, rendahnya aktivitas fisik mungkin turut berperan (Voss, 2014).

14 Hubungan antara komposisi tubuh dan tingkat kebugaran perlu dicari agar dapat mengetahui pengukuran skrining yang dapat mengidentifikasi dewasa muda yang memiliki tingkat kebugaran kardiorespirasi yang rendah dan peningkatan risiko penyakit kronis (Burns et al., 2013). Selain itu, dapat dilaksanakan program-program intervensi yang dapat memberikan manfaat terhadap status kesehatan, seperti berkurangnya lemak tubuh, perbaikan skor sindrom metabolik, efek positif pada tekanan darah, peningkatan densitas tulang, dan peningkatan prestasi akademik (Hanifah et al., 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semua parameter komposisi tubuh, yaitu IMT, lingkar pinggang, dan waist-height ratio berkorelasi terbalik dengan VO₂max sebagai marker tingkat kebugaran fisik. Lingkar pinggang merupakan prediktor tingkat kebugaran yang terkuat. Hubungan yang sebenarnya antara lingkar pinggang dan faktor risiko kardio-metabolik masih belum jelas. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa penumpukan lemak intraabdomen merupakan indikator adanya gangguan regulasi penyimpanan energi, yang menyebabkan penumpukan lemak berlebihan di hati. Hal ini mengganggu fungsi regulasi lemak hati yang dapat berakibat dislipidemia dan resistensi insulin (Hanifah et al., 2013). Menurut Klein (2007) dalam Hanifah (2013), hipotesis lain adalah adanya pelepasan asam lemak bebas melalui lipolisis dari adiposit omentum dan mesenterik yang memicu resistensi insulin dan hiperkolesterolemia. Selain itu, juga didapatkan bahwa remaja dengan tingkat kebugaran fisik yang rendah berkaitan dengan peningkatan lingkar pinggang sebesar 5,6 cm pada laki-laki dan 2,9 cm pada dibandingkan dengan yang memiliki tingkat kebugaran tinggi. Sebuah studi di Spanyol mengungkapkan bahwa kebugaran kardiorespirasi adalah prediktor terkuat dari IMT, jumlah ketebalan lipatan kulit, dan jaringan lemak subkutan trunkus, dibandingkan dengan tingkat aktivitas fisik. Hal ini menunjukkan bahwa begitu pentingnya gaya hidup yang sehat dimulai sejak usia muda (Hanifah et al., 2013). Dari suatu studi di Cina, diperoleh hasil bahwa laki-laki dengan IMT normal atau rendah memiliki indeks kebugaran fisik yang lebih tinggi daripada yang memiliki IMT tinggi, sangat tinggi, atau sangat rendah dimana laki-laki yang

15 memiliki IMT normal rata-rata memiliki nilai indeks kebugaran fisik terbaik pada usia tahun, dan yang memiliki IMT rendah pada usia 18 dan 25 tahun, sedangkan hubungan IMT dan indeks kebugaran fisik pada diperoleh hasil yang membingungkan. Sebagai contoh, pada kelompok usia dewasa muda (18-19 tahun) didapatkan indeks kebugaran fisik terbaik berasal dari kelompok IMT terendah, sedangkan pada usia 19 tahun, hubungan antara IMT dan indeks kebugaran fisik menunjukkan hasil yang tidak masuk akal. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor kultural dimana memiliki keinginan untuk bertubuh langsing dengan cara diet yang tidak tepat (Lu et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antar nutrisi yang masuk dan nutrisi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luang dan menanggulangi keadaan-keadaan mendadak yang tidak. yang berkaitan dengan kesehatan dan yang berkaitan dengan performance.

BAB I PENDAHULUAN. luang dan menanggulangi keadaan-keadaan mendadak yang tidak. yang berkaitan dengan kesehatan dan yang berkaitan dengan performance. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran fisik adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan seharihari dengan bertenaga dan penuh kesiagaan, tanpa kelelahan yang tidak semestinya dan dengan cukup energi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKNIK PENGUKURAN KOMPOSISI TUBUH BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PINGGANG DENGAN KEBUGARAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWI FK USU

HUBUNGAN TEKNIK PENGUKURAN KOMPOSISI TUBUH BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PINGGANG DENGAN KEBUGARAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWI FK USU HUBUNGAN TEKNIK PENGUKURAN KOMPOSISI TUBUH BERDASARKAN INDEKS MASSA TUBUH DAN LINGKAR PINGGANG DENGAN KEBUGARAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWI FK USU OLEH : LORETTA SAPHIRA 120100403 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan impian setiap orang sepanjang kehidupannya. Kesehatan juga salah satu pilar utama dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Segala aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak tubuh yang berlebihan atau abnormal sehingga menimbulkan risiko bagi kesehatan, antara lain adalah penyakit kardiovaskular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini menjaga penampilan merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang wanita dapat menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan kelainan metabolik yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Cameron dkk memperkirakan prevalensi sindrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan cadangan lemak menimbulkan perbedaan besar dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk BAB 1 PENDAHULUAN Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu fisioterapi, usaha-usaha di bidang kesehatan gerak dan fungsi tubuh telah mengalami perkembangan. Tidak terbatas pada usaha kuratif saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan fisik yang dikerjakan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang sangat berarti. Artinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Daya tahan kardiorespirasi adalah salah satu unsur kebugaran jasmani yang menggambarkan kemampuan pembuluh paru-paru jantung dan darah untuk memberikan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi mengakibatkan perilaku penduduk berubah dan menimbulkan ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas yang lebih banyak kurang gerak sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan yang paling kering, memiliki kandungan H 2 O hanya 10%. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. jaringan yang paling kering, memiliki kandungan H 2 O hanya 10%. Karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan penting dalam diet karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah faktor risiko untuk stroke dan. myocard infarct(mi) (Logmore, 2010).Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah faktor risiko untuk stroke dan. myocard infarct(mi) (Logmore, 2010).Hipertensi BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Hipertensi adalah faktor risiko untuk stroke dan myocard infarct(mi) (Logmore, 2010).Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah dimana tekanan darah sistolik 140

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Studi DIV Fisioterapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat VO2max Burns (2000:2) VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi

Lebih terperinci

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S. ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S. PENGERTIAN Cardiorespiratory -> kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO,2011). Batas yang tidak wajar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Adanya pergeseran budaya dari budaya gerak menjadi budaya diam menyebabkan terjadinya permasalahan pada aspek kesegaran jasmani. Hal ini disebabkan oleh dampak teknologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI ATLET PENCAK SILAT DI KLUB SMP NEGERI 01 NGUNUT TULUNGAGUNG JURNAL

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI ATLET PENCAK SILAT DI KLUB SMP NEGERI 01 NGUNUT TULUNGAGUNG JURNAL HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI ATLET PENCAK SILAT DI KLUB SMP NEGERI 01 NGUNUT TULUNGAGUNG JURNAL EKO ANDI SUSILO 096484002 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat Sindrom metabolik, juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom X, merupakan istilah yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan sosial. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan sosial. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sehat jiwa raga sepanjang kehidupan adalah impian dari setiap orang. Sejak kemerdekaan Indonesia berkembang menjadi negara yang mempunyai visi menjadi Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman serba modern saat ini, manusia bekerja menjadi lebih hemat waktu, tenaga, dan disertai peningkatan taraf hidup. Tetapi dengan perkembangan teknologi mempunyai

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap manusia. Banyak faktor yang berperan dalam proses penuaan. Salah satunya adalah obesitas. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN KEB. JASMANI

KONSEP PENDIDIKAN KEB. JASMANI KONSEP PENDIDIKAN KEB. JASMANI 1. Definisi kebugaran jasmani 2. Komponen kebugaran jasmani 3. Permasalahan kebugaran jasmani 4. Kiat/cara mencapai keb. jasmani DEFINISI KEB. JASMANI Kebugaran jasmani (Physical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan,

Lebih terperinci

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di lingkungan Kampus (IPB)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa mayor Ilmu Gizi tahun ajaran 2009 yang mengikuti mata kuliah Gizi Olahraga. Jumlah contoh awal dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah siswa pada perguruan tinggi yang memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A.Latar Belakang. Obesitas merupakan kondisi akumulasi berlebih lemak. dalam tubuh maupun jaringan adiposa (Prentice & Jebb,

BAB I PENDAHULUAN. I.A.Latar Belakang. Obesitas merupakan kondisi akumulasi berlebih lemak. dalam tubuh maupun jaringan adiposa (Prentice & Jebb, BAB I PENDAHULUAN I.A.Latar Belakang Obesitas merupakan kondisi akumulasi berlebih lemak dalam tubuh maupun jaringan adiposa (Prentice & Jebb, 2001). Kondisi ini sering dikaitkan sebagai faktor risiko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014). 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran Fisik 2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik Ditinjau secara fisiologis, kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut WHO tahun 2005 terdapat 1,6 milyar penduduk dunia mengalami kelebihan berat badan pada

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX)

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tubuh ideal dan sehat menjadi dambaan bagi semua orang karena hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri dalam pergaulan serta tampil sehat dalam setiap kesempatan.

Lebih terperinci

Epidemiologi Penilaian Status Gizi: Antropometri

Epidemiologi Penilaian Status Gizi: Antropometri Epidemiologi Penilaian Status Gizi: Antropometri Pendahuluan PSG antropometri BB dan TB: paling sering dipakai, Mudah dan murah Untuk orang dewasa: penilaian indeks massa tubuh untuk menghitung FM dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, setelah menjadi masalah pada negara berpenghasilan tinggi, obesitas mulai meningkat di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Dengan hormat, Nama Saya Huriah Menggala Putra, sedang menjalani pendidikan Kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia kita mengetahui bahwa yang disebut dengan lanjut usia adalah seseorang

Lebih terperinci

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol dan trigliceride tekanan darah, dan aklimatisasi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Massa Tubuh Komposisi tubuh didefinisikan sebagai proporsi relatif dari jaringan lemak dan jaringan bebas lemak dalam tubuh. Penilaian komposisi tubuh diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diemban. Kebugaran jasmani dipertahankan dengan berbagai bentuk latihan.

BAB I PENDAHULUAN. diemban. Kebugaran jasmani dipertahankan dengan berbagai bentuk latihan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) memerlukan tingkat kebugaran jasmani lebih tinggi dibandingkan orang biasa karena beratnya tugas yang diemban. Kebugaran jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 46 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Pada proses perencanaan penelitian, hasil kalkulasi ukuran sampel beda proporsi menghasilkan angka sebesar 75 sampel. Sementara itu, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu dalam masyarakat berperan penting sebagai agen dari suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut membutuhkan suatu keadaan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Obesitas dan Persentase Lemak 2.1.1 Prevalensi Obesitas Secara global, prevalensi obesitas telah meningkat sejak tahun 1980 dan peningkatannya sangat cepat. 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan social, semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan social, semua aspek tersebut akan mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sehat jiwa raga sepanjang hidup adalah impian semua orang. Sejak kemerdekaan Indonesia berkembang menjadi Negara yang mempunyai visi menjadi Indonesia sehat tertuang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh. Setiap tiga sampai lima detik sinyal - sinyal saraf merangsang proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh. Setiap tiga sampai lima detik sinyal - sinyal saraf merangsang proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernapasan 2.1.1 Definisi pernapasan Pernapasan atau respirasi adalah urutan peristiwa yang menyebabkan pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan luar dengan sel

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA PRODI KEDOKTERAN UNJA Ahmad Syauqy 1 1 Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi email : asqyjbi30@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 24 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Fisiologi dan ilmu penyakit dalam 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian RW X, Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Semarang pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Hakikat Kebugaran / Kesegaran Jasmani. tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Hakikat Kebugaran / Kesegaran Jasmani. tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Kebugaran / Kesegaran Jasmani Menurut Rusli Lutan (2002: 7) bahwa kebugaran jasmani (yang terkait dengan kesehatan) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan hidup manusia terus mengalami kemajuan yang luar biasa dalam berbagai bidang baik dalam bidang pengetahuan, teknologi, kesehatan dan bidang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang paling sering diderita manusia. Saat ini penderita obesitas di dunia terus meningkat. Penelitian sejak tahun 1990-an menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1).

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1). BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran, selain itu olahraga juga dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam populasi dunia saat ini, kelebihan berat badan dan obesitas sudah mulai menggeser kedudukan kekurangan gizi dan penyakit menular sebagai penyebab kondisi kesehatan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit utama penyebab kematian pada penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi darah atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek yang muncul sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular serta diabetes mellitus tipe 2. Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi pada era globalisasi membawa berbagai dampak perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh teknologi yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka perokok masih cukup tinggi sekitar 1 miliyar laki-laki di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Angka perokok masih cukup tinggi sekitar 1 miliyar laki-laki di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka perokok masih cukup tinggi sekitar 1 miliyar laki-laki di dunia adalah perokok, 35% diantaranya dari negara maju dan 50% lainnya dari negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan tekanan darah pada anak dan remaja merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi pada usia tua (Falkner et al., 2007). Hal ini berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan struktur tubuhnya sendiri, dan pada umumnya dikonseptualisasi

Lebih terperinci

Kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus Aktivitas tasfisik, Kesehatan, dankebugaran a Terkait Kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus Oleh: Dra. Sumaryanti, MS Jurusan Pendidikan Kasehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah akumulasi lemak secara berlebihan atau abnormal dalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan. Distribusi

Lebih terperinci