TINJAUAN PUSTAKA Bakteri yang Bersimbiosis dengan spons

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Bakteri yang Bersimbiosis dengan spons"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri yang Bersimbiosis dengan spons Spons merupakan hewan yang termasuk ke dalam filum porifera. Spons adalah hewan multiselular (Metazoa) yang paling tua, menempel pada substrat di dasar perairan laut atau tawar, serta mengambil makanan dari lingkungannya secara pasif (filter-feeding). Spons tidak memiliki jaringan yang sebenarnya, tetapi memiliki tipe sel berbeda dengan pembagian fungsi yang jelas. Interaksi antara spons dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Mikroba yang berada dalam tubuh spons dapat diartikan sebagai makanan, patogen, parasit atau sebagai organisme yang bersimbiosis secara mutualistik. Hoffmann et al. (2005) menyatakan bahwa bakteri yang bersimbiosis dengan spons dapat mencapai 40% dari jaringan spons dengan kepadatan 10 9 sel bakteri per ml jaringan spons. Hingga saat ini berbagai mikroorganisme yang telah diketahui bersimbiosis dengan spons dikategorikan ke dalam 14 filum bakteri, dua kelompok utama arkea, dan organisme eukariotik berukuran mikroskopik. Berdasarkan analisis sekuen 16S rdna dan Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) yang dilakukan oleh Taylor et al. (2007) kelompok bakteri yang diketahui bersimbiosis dengan spons antara lain Acidobacteria, Actinobacteria, Bacteroides, Chloroflexi, Cyanobacteria, Deinococcus-Thermus, Firmicutes, Gemmatimonadetes, Nitrospira, Planctomycetes, Poribacteria, Proteobacteria, Sphirochaetes dan Verrucomicrobia. Spons yang bersifat sesil menyaring makanannya dari aliran air sangat terbuka terhadap serangan patogen (bakteri dan virus) dan predator (Vogel 1994; Müller et al. 2004). Spons mampu bertahan terhadap gangguan dari organisme lainnya dengan mengandalkan berbagai senyawa bioaktif yang dihasilkan mikroorganisme simbionnya. Mikroorganisme yang bersimbiosis dengan spons mendapatkan suplai senyawa karbon organik yang dapat dengan mudah digunakan sebagai sumber energi. Hubungan mutualisme antara spons dan berbagai mikroorganisme berlangsung dalam bentuk yang ekstrim (Müller et al. 2004). Hal ini dikarenakan senyawa bioaktif yang dihasilkan bakteri simbion spons hanya memiliki aktivitas terhadap organisme nonsimbion, sedangkan spons

2 5 menghasilkan senyawa karbon yang dapat digunakan dalam lintasan metabolisme energi bakteri simbionnya (Müller et al. 2004). Imhoff dan Sthor (2003) mengungkapkan bahwa suatu mikroorganisme akan bersimbiosis dengan spesies spons tertentu, sehingga dapat dikatakan ada kekhususan interaksi antara mirkoorganisme tertentu dengan spons jenis tertentu. Hubungan simbiosis mutualisme yang ekstrim antara spons dan mikroorganisme menjadikan kebutuhan mikroorganisme yang bersimbiosis dengan spons menjadi sulit terpenuhi oleh media kultur dalam laboratorium. Proksch et al. (2002) mengungkapkan bahwa isolat bakteri dapat kehilangan aktivitasnya dalam menghasilkan senyawa antimikrob setelah dikulturkan pada media yang umum di laboratorium. Hal ini diduga karena hilangnya penggerak elemen-elemen genetik yang menginduksi ekspresi gen-gen penyandi senyawa bioaktif. Aspek Medis Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons Spons menjadi perhatian utama dalam berbagai riset mengenai senyawa bioaktif. Lebih dari 200 metabolit baru yang memiliki aspek penting dalam bidang medis berhasil diisolasi dari kelompok hewan tersebut tiap tahunnya (Blunt et al. 2006). Beragam kelas senyawa kimia seperti terpenoid, alkaloid, peptida, dan poliketid dengan aplikasi bioteknologi seperti senyawa antimikrob didapatkan dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons. Radjasa et al. (2007) melaporkan dua isolat yang diisolasi dari spons Aaptos sp dari laut Jawa memiliki aktivitas antibakteri terhadap strain MDR seperti E. coli dan Ptoteus sp. Kedua isolat tersebut juga memiliki gen penyandi nonribosomal peptida yang merupakan prekursor berbagai senyawa antibiotik. Aktivitas inhibitor protease dari bakteri Chromohalobacter sp. yang bersimbiosis dengan spons asal perairan Kepulauan Seribu dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2006). Senyawa inhibitor protease yang dihasilkan isolat tersebut mampu menghambat aktivitas protease dari bakteri patogen S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa. Oclarit et al. (1994) telah mengisolasi senyawa peptida antibakteri dari Vibrio sp yang bersimbiosis dengan Hyatella sp, sedangkan Bultel-Ponce et al (1999) melaporkan bahwa beberapa senyawa quinolon berhasil diisolasi dari

3 6 Pseudomonad yang bersimbiosis dengan spons Homophymia sp memiliki aktivitas antimikrob dan sitotoksik. Senyawa antimalaria juga termasuk satu dari sekian banyak senyawa bioaktif yang dilaporkan berhasil diisolasi dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons. Sebuah senyawa baru yaitu siklotetrapeptida dilaporkan oleh Mitova et al. (2003) telah diisolasi dari bakteri Pseudomonas sp. (IM1) yang bersimbiosis dengan spons Ircinia muscarum dari teluk Naples (Italia). Aktivitas antimikrob berpektrum luas senyawa yang diisolasi dari B. subtilis yang bersimbiosis dengan spons dari perairan India juga dilaporkan oleh Anand et al. (2005). Kelima isolat uji (EPEC K1-1, S. aureus, P. aeruginosa, serta khamir C. albicans, dan C. tropicalis) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan patogen yang memiliki nilai penting dalam dunia medis. Ketiga bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini dapat menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai foodborne diseases dengan menghasilkan enzim protease (Nurhayati et al. 2006). Hingga saat ini, infeksi yang disebabkan oleh khamir Candida albicans merupakan masalah penting dalam bidang medis. C. albicans umum berada permukaan tubuh atau saluran kelamin pada manusia (Naglik et al. 2003). Patogenitas C. albicans biasa terjadi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang menurun, terutama pada pasien human imunodeficiency virus (HIV) (Korting et al. 1999). Enteropatogenik E. coli K1-1 merupakan strain patogen yang menyebabkan infeksi gastrointestinal pada manusia. Budiarti (1997) menemukan bahwa 55 % penyakit diare di Indonesia disebabkan oleh EPEC. Strain tersebut mensekresikan enzim proteolitik ekstraseluler, sehingga mampu merusak lapisan mukus yang melapisi saluran gastrointestinal. Uji degradasi terhadap musin menunjukkan bahwa strain EPEC K1-1 memiliki aktivitas proteolitik (Budiarti dan Mubarik, 2007). EPEC juga diketahui memiliki resistensi terhadap ampisilin dengan menghasilkan enzim β-laktamase. Hingga saat ini penanganan penyakit infeksi yang diakibatkan strain-strain EPEC menjadi masalah rumit karena penyebaran gen-gen enzim β-laktamase diantara strain-strain tersebut. Selain EPEC K1-1, S. aureus juga merupakan bakteri patogen yang memiliki nilai klinis pada kesehatan manusia. Bakteri tersebut umum berada pada permukaan mukosa hewan dan

4 7 manusia seperti hidung, tenggorokan, dinding vagina, dan saluran gastrointestinal (Liu 2009). Infeksi oleh S. aureus dapat terjadi jika permukaan mukosa terbuka karena luka atau infeksi virus. Penanganan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen EPEC dan S. aureus menjadi penting karena penyakit menular seperti diare yang disebabkan EPEC dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang disebabkan S. aureus masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan terkadang menjadi kondisi luar biasa (KLB) (Ditjen PP & PL Depkes RI 2011). P. aeruginosa merupakan patogen oportunistik pada saluran pernapasan manusia. Patogenitas bakteri tersebut muncul pada pasien dengan kekebalan tubuh menurun dan pada pasien penderita sistis fibrosis. Infeksi P. aeruginosa pada pasien penderita sistis fibrosis terjadi melalui kolonisasi jaringan paru-paru oleh bakteri tersebut yang kemudian mampu membentuk mukus sebagai mekanisme resistensi terhadap sistem antibodi (Govan et al. 1996). Aktivitas Antibiotik dan Resistensinya Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Madigan et al. 2006). Menurut Lancini dan Lorenzetti (1993) antibiotik merupakan metabolit sekunder mikroorganisme dengan berat molekul rendah, dan pada konsentrasi rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Antibiotik merupakan substansi kimia yang memiliki aspek penting dalam industri yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai penghasil senyawa bioaktif. Sejumlah besar senyawa antibiotik telah ditemukan hingga saat ini, namun hanya 1% yang dapat diaplikasikan dalam bidang medis. Modifikasi kimia dalam memproduksi antibiotik semisintetik menjadi pilihan utama industri obat dalam meningkatkan aktivitas antibiotik. Target penting dari antibiotik adalah ribosom, proses replikasi DNA, transkripsi, dinding sel, dan membran sitoplasma (Madigan et al. 2006). Sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik dan agen kemoterapi lainnya bervariasi. Sebuah senyawa antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif maupun gram negatif dikatakan sebagai antibiotik berpektrum luas. Umumnya antibiotik dangen aktivitas berspektrum luas memiliki

5 8 aplikasi yang lebih banyak dalam bidang medis. Antibiotik dan senyawa kemoterapi dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia atau model aktivitasnya. Kelompok β-laktam merupakan kelompok antibiotik yang memiliki peran signifikan dalam dunia medis. Target utama antibiotik tersebut adalah dinding sel bakteri. Antibiotik aminoglikosida, makrolid, dan tetrasiklin merupakan antibiotik yang dihasilkan organisme prokariot dan memiliki aplikasi penting dalam dunia medis. Ketiga kelompok antibiotik tersebut memiliki aktivitas menghambat sintesis protein pada ribosom (Madigan et al. 2006). Resistensi terhadap suatu senyawa antimikrob secara alami telah ada bersama dengan dihasilkannya senyawa antimikrob tersebut oleh mikroorganisme. Transfer gen resistensi dari mikroba yang memiliki gen resistensi ke mikroba yang rentan terhadap suatu senyawa antibiotik merupakan hal yang umum terjadi dalam komunitas mikroba. Mikroorganisme memiliki resistensi terhadap antibiotik melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah kehilangan struktur yang menjadi target antibiotik, mengubah struktur kimia antibiotik menjadi tidak aktif, atau mikroorganisme mampu mengeluarkan senyawa antibiotik dari selnya (Madigan et al. 2006). Penisilin merupakan antibiotik yang pertama kali ditemukan dan diaplikasikan dalam pengobatan penyakit akibat infeksi. Indikasi munculnya resistensi terhadap penisilin pada E. coli dilaporkan oleh Abramsom dan Chain (1940). Segera setelah laporan tersebut, resistensi terhadap penisilin juga ditemukan pada S. aureus oleh Kirby (1944). Saat ini mayoritas bakteri Staphylococcus dilaporkan memiliki gen penyandi enzim β-laktamase pada plasmidnya (Koch 2003). Berdasarkan laporan-laporan ditemukannya resistensi terhadap antibiotik β-laktam, tidak diragukan lagi bahwa enzim β-laktamase telah tersebar di dunia mikroba. Genetika Molekuler Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons Analisis genetik dan metagenomik terhadap bakteri yang bersimbiosis dengan spons umumnya dilakukan terhadap gen penyandi poliketid sintase (PKS) (Kim & Fuerst 2006, Schirmer et al. 2005). PKS tipe 1 merupakan protein multifungsional dan berukuran besar yang mengkatalisis kondensasi secara

6 9 bertahap senyawa-senyawa metabolit yang sederhana. Enzim PKS terorganisasi secara modular dan setiap modul memiliki informasi esensial untuk pengenalan, aktivasi dan modifikasi dari suatu substrat menjadi senyawa polimernya. Setiap modul dapat dibagi menjadi beberapa domain yang teribat dalam reaksi spesifik. Jumlah modul dan organisasi domain-domain pada kluster gen tersebut menentukan struktur senyawa poliketid (Schwarzer & Marahiel 2001). Poliketid sintase pada bakteri merupakan enzim yang terlibat dalam biosintesis poliketid yang merupakan senyawa prekursor bagi banyak senyawa penting dalam bidang farmakologi seperti antibiotik eritromisin dan tetrasiklin. PKS tipe I merupakan jenis enzim yang banyak ditemukan pada bakteri. Sejumlah agen terapi yang berasal dari laut seperti bryostatin, discodermolide, dan aforementioned pelorusida termasuk kelompok yang dihasilkan PKS tipe I. Schimer et al. (2005) melalui studi metagenomik komunitas bakteri pada spons Discordemia dissolute telah mengkarakterisasi kluster gen penyandi PKS. Kluster gen PKS yang dikarakterisasi oleh Schimer et al. (2005) berukuran 110 kb dan terdiri dari 3 open reading frame (ORF). ORF pertama pada kluster tersebut mengkode polipetida berukuran asam amino dengan massa molekul MDa. Kluster gen penyandi PKS memiliki 16 modul. Modul starter membawa domain ketosintase (KS) yang merupakan domain konservatif pada kluster gen PKS. Setiap modul memiliki domain Acyl transferase (AT) yang berperan dalam menyambungkan malonyl-coa pada pemanjangan rantai poliketid. Keunikan dari kluster gen PKS adalah tiap modul memiliki set domain reduktif (ketoreduktase, dehidratase, enoyl reduktase), selain itu C-metil transferase ada di 8 dari 14 modul PKS. Schirmer et al. (2005) mengungkapkan bahwa produk dari kluster gen PKS lebih memiliki similiaritas dengan asam lemak. Fragmen DNA penyandi domain ketosintase selalu ada pada kluster gen poliketid sintase. Hal ini memungkinkan deteksi terhadap kluster gen PKS tipe 1 dilakukan dengan mengamplifikasi fragmen DNA penyandi domain ketosintase. Sifat domain ketosintase yang terkonservasi dapat dijadikan tolak ukur dalam analisis jarak evolusi antara mikroorganisme yang memiliki kluster gen PKS tipe 1 (Schimer et al. 2005).

HASIL. Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob

HASIL. Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob HASIL Aktivitas Antimikrob Ekstrak asar Senyawa Antimikrob Ekstrak kasar yang didapatkan dari isolat HAL13 memiliki aktivitas antimikrob terbaik (Tabel 1). Aktivitas antimikrob spektrum luas ditunjukkan

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan dan terletak di kawasan tropis dengan jumlah pulau ± 17.508. Kondisi Indonesia seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eksplorasi mikroorganisme sebagai agen terapetik sudah dimulai sejak abad ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan manfaat dalam mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Spons

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Spons TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Spons Spons (filum Porifera) adalah hewan multisellular (Metazoa) yang paling tua dan mempunyai struktur yang sangat sederhana. Susunan pada struktur spons tidak sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity) termasuk di dalamnya tanaman obat. Banyak tanaman yang dipercaya masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai makhluk hidup terus dilakukan. Hal ini disebabkan penyalahgunaan

I. PENDAHULUAN. berbagai makhluk hidup terus dilakukan. Hal ini disebabkan penyalahgunaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencarian senyawa bioaktif yang memiliki kemampuan antibiotik dari berbagai makhluk hidup terus dilakukan. Hal ini disebabkan penyalahgunaan antibiotik menimbulkan resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Putri Ayuningtyas, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vetiveria zizanioides merupakan tanaman dari famili Poaceae yang pertama kali ditemukan di India dengan nama Khas-khas. Tanaman ini sangat adaptif terhadap kondisi-kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. yang dikenal dengan nama daerah babadotan di Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat perhatian oleh para peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Dari zaman nenek moyang kita dahulu tanaman sudah dipercaya sebagai gudang bahan kimia yang memiliki

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Ekstraksi Senyawa Antimikrob

BAHAN DAN METODE. Ekstraksi Senyawa Antimikrob BAHAN DAN METODE Mikrob yang Digunakan dalam Penelitian Tiga isolat bakteri simbion spons yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01. Ketiga isolat tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh inangnya. Infeksi seringkali membahayakan hidup manusia. Oleh sebab itu, berbagai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Human Immunodeficiency Virus Positive/Aquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia karena merupakan penyebab kematian paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam sebagai mekanisme pertahanan terhadap predator lain (Grosso et al,

I. PENDAHULUAN. beragam sebagai mekanisme pertahanan terhadap predator lain (Grosso et al, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem laut meliputi lebih dari 70% permukaan bumi, habitat ini ditempati oleh berbagai organisme laut yang menghasilkan metabolit yang beragam sebagai mekanisme pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Mikroorganisme berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan utama kesehatan di Indonesia (Kuswandi et al., 2001). Rendahnya tingkat ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar dengan dua pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam hayati laut yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan banyaknya gugus pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan banyaknya gugus pulau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan banyaknya gugus pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Jumlah pulau di Indonesia mencapai ± 17.508 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistis yang sering terjadi di rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida albicans (Neville dkk.,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri. Ini Gram positif noda dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini ditemukan dalam anggur seperti

Lebih terperinci

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014 Isolasi dan Perbaikan Kultur 10/14/2014 Nur Hidayat Materi Kuliah Bioindustri http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id http://ptp2007.wordpress.com http://bioindustri.blogspot.com Pencarian Kultur Baru Contoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pepaya (Carica Papaya) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada dibagian selatan Meksiko dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senyawa bioaktif yang tidak ditemukan dalam produk alami terrestrial (Jimeno,

BAB I PENDAHULUAN. senyawa bioaktif yang tidak ditemukan dalam produk alami terrestrial (Jimeno, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan laut merupakan reservoir yang luar biasa sebagai penghasil senyawa bioaktif yang tidak ditemukan dalam produk alami terrestrial (Jimeno, 2002). Lautan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5.1 PENDAHULUAN Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi produk-produk penting dan bermanfaat seperti protein dan enzim tertentu. Rekayasa genetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi sampai sekarang ini adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik merupakan substansi atau zat yang dapat membunuh atau melemahkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan protein yang tinggi masyarakat Indonesia yang tidak disertai oleh kemampuan untuk pemenuhannya menjadi masalah bagi bangsa Indonesia. Harper dkk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar perairan kawasan timur Indonesia terletak di pusat keanekaragaman hayati ekosistem segitiga terumbu karang atau coral triangle. Batas coral triangle meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian anggota famili Asteraceae yang lebih dikenal sebagai babadotan (Pujowati, 2006). Tumbuhan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). Streptococcus pneumoniae menyebabkan

Lebih terperinci

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya Pendahuluan Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Definisi antibiotik pd awalnya adalah suatu senyawa (substance) yg dihasilkanolehsatu mikroba, yang

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah semakin meluasnya resistensi

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

Streptomyces erythreus. Pada determinasi mula-mula, ia di klasifikasikan sebagai

Streptomyces erythreus. Pada determinasi mula-mula, ia di klasifikasikan sebagai treptomyces erythreus. Pada determinasi mula-mula, ia di klasifikasikan sebagai anggota dari genus treptomyces. Namun pada penelitian selanjutnya atas komponen penyusun dinding selnya, memperlihatkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh jamur dari genus Candida (Brown dan Burns, 2005). Sebanyak lebih

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab paling utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality) terutama pada negaranegara berkembang seperti halnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus infeksi bakteri semakin meningkat setiap tahunnya. Infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotika yang sesuai. Namun terdapat penyalahgunaan antibiotika

Lebih terperinci

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan BAB 1 P ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait tingginya angka kejadian infeksi bakteri.penggunaan antibiotik yang irasional dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

Integrasi Konsep Biologi Sel pada jurusan Farmasi

Integrasi Konsep Biologi Sel pada jurusan Farmasi Integrasi Konsep Biologi Sel pada jurusan Farmasi Biologi Sel Dasar BI-100A The Human Perspective The growing problem of antibiotic resistance Sebagian besar antibiotik adalah produk alami yang dihasilkan

Lebih terperinci

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Global Health Observatory (GHO) melaporkan bahwa pada tahun 2013 diare merupakan penyebab kematian balita diurutan kedua setelah pneumonia (WHO, 2014). WHO memperkirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

Anna Rakhmawati 2014

Anna Rakhmawati 2014 Materi Mata Kuliah Mikrobiologi Industri Anna Rakhmawati Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id 2014 Mikroorganisme untuk Mikrobiologi Industri Mikroorganisme *massa mudah dikultivasi *kecepatan pertumbuhan *penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 13 BIOSISTEMATIKA & EVOLUSI: MIKROORGANISME Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Pendahuluan Mikroorganisme, atau mikroba, adalah makhluk hidup

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, produksi perikanan khususnya yang berasal dari hasil penangkapan hampir mencapai titik jenuh, sedangkan permintaan dan kebutuhan ikan baik di dalam negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi

Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi Koordinasi metabolisme mikrobial dan biokonversi Nutrien masuk ke dalam tubuh sel melalui : 1. Difusi pasif Pemasukan nutrien melalui pergerakan molekuler secara acak dan tidak memerlukan energi (ATP).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan memiliki senyawa bioaktif metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa diantaranya memiliki sifat antibakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci