disertakan, maka penduduk sering makmur. Jika emisi Rulli Pratiwi Setiawan Paper ini mengkaji urban. Gresik, Kabupaten urban peri-urban, permukiman,
|
|
- Yuliana Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP - ITS Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111, Telp ABSTRAK Paper ini mengkaji perbandingan emisi karbon dioksida dari penggunaan lahan permukiman di kawasan dan peri- di, Jawa Timur. Paper ini merupakan bagian dari penelitian yang membahas perbandingan emisi gas rumah kaca di dan peri- di, yang mengambil fokus guna lahan permukiman dan pertanian. terdiri atas tujuh kabupaten/kota, yaitu Gresik, Bangkalan, Kota Mojokerto, Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Tahap pertama adalah penentuan klasifikasi dan peri- di. Klasifikasi dan peri- ditentukan melalui analisis LQ yang merupakan salah satu teknik analisis sektor ekonomi basis. / /kota yang tergolong ke dalam kawasan adalah Kota Surabaya, Kota Mojokerto dan Sidoarjo, sedangkan kategori peri- terdiri atas Gresik, Bangkalan, Mojokerto dan Lamongan. Tahap kedua adalah mengestimasi produksi emisi karbondioksida dari penggunaan lahan permukiman di dan peri-. Emisi karbondioksida di tercatat sebesar 8,35876E+14 TJ atau menyumbang sebesar 23% produksi emisi di, sedangkan emisi karbondioksida di peri- adalah sebesar 2,8341E+15 TJ atau sekitar 77% dari produksi emisi di. Hasil temuan menunjukkan bahwa kontribusi penggunaan lahan permukiman di kawasan peri- terhadap emisi karbon dioksida sangat tinggi dalam hal penggunaan bahan bakar memasak, padahal luas kawasan permukiman dan jumlah rumah tangga di kawasan peri- tersebut jauh lebih kecil daripadaa yang ada di kawasan. Kata Kunci : Emisi karbon dioksida, konsumsi bahan bakar, penggunaan lahan,. ABSTRACT peri-, permukiman, PENDAHULUAN Kota-kota di negara berkembang sering dianggap sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, begitu pula dengan kota-kota di negara-negara makmur. Jika seluruh emisi This paper reviews the comparison of carbon dioxide emission from settlement land use between and peri- areas in the region of, in East Java. This paper is part of the research that addressess the comparison of greenhouse gas emission between and peri- areas of, whichh focused on settlement and agricultural land use. The region of itself consists of seven regencies/cities, namely Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, Lamongan, Surabaya and Mojokerto City. The first step is to classify the and peri- areas in. Classification of and peri- areas is determined through location quotient analysis as one of the economicc base analysis techniques. The analysis showss that Surabaya City, Mojokerto City and Lamongan Regency are classified as, while Gresik, Bangkalan, Mojokerto and Lamongan are classified as peri-. The second step is to estimate the production of carbon dioxide emission from settlement land use in and peri- areas in. Carbon dioxide emission in areas is estimated at E+14 TJ or accounts for 23% of emissions in the region, while carbon dioxide emissionss in the peri- area is estimated at 2,8341E+15 TJ or approximately 77% of emission production in. The finding indicates that the contribution of settlements to the carbon dioxide emission in peri-urbawell as the number of household in peri- are much smaller than those in area. area is very high in terms of the use of cooking fuel, whereas the land use of settlements as Keywords: carbon dioxide emissions, fuel consumption, land use, peri-, settlements,. berbasis produksi dan konsumsi yang dihasilkan dari gaya hidup dan proses pembelian disertakan, maka penduduk perkotaan dengan tingkatt kemakmuran yang tinggi kemungkinan akan menghasilkann lebih dari 80 persen emisi di dunia ( Hoornweg, Sugar, & Gomez, 2011) ). Emisi gas Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember
2 PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA rumah kaca di kawasan perkotaan sangat berbeda dalam hal metode perhitungan, lingkup emisi gas rumah kaca, sumber-sumber emisi dan definisi, sehingga sangat sulit untuk membuat perbandingan berbasis pada lokasi (Dhakal, 2010). Dalam beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan studi dan penelitian terkait emisi karbon di kawasan. Namun, jumlah studi dan penelitian yang terkait dengan kontribusi kawasan terhadap emisi gas rumah kaca dalam skala global, regional dan lokal terbatas pada beberapa area dan gas-gas tertentu, seperti misalnya CO 2. Studi estimasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang pernah dilakukan di DKI Jakarta bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber emisi, menghitung emisi pencemar udara & GRK dan membuat peta distribusi spasial emisi di DKI Jakarta (Suhadi, et.al, 2008). Hanya saja, studi ini terbatas pada emisi rumah kaca yang berasal dari gas CO 2, sedangkan sektor yang dikaji meliputi transportasi, konsumsi listrik semua sektor, industri, sampah dan rumah tangga. Jadi, dapat dikatakan bahwa aspek penggunaan lahan yang dikaji pada penelitian ini terbatas pada konsumsi listrik saja. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan penelitian yang mengkaji tentang produksi dan kontribusi emisi gas rumah kaca yang terkait dengan penggunaan lahan, khususnya emisi karbon dioksida. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) yang menyebutkan bahwa sekitar 85 persen emisi di Indonesia tahun 2005 diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan terkait dengan penggunaan lahan (Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan, 2009). Sebagai studi kasus, penelitian ini memilih di Jawa Timur. (GKS) dikenal sebagai salah satu kawasan strategis nasional di Indonesia (Lampiran Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Lampiran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, 2008). terdiri atas Gresik, Bangkalan, Kota Mojokerto, Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Perhitungan emisi dilakukan untuk melihat bagaimana kontribusi dan peri terhadap emisi karbondioksida di, mengingat tidak semua kabupaten dan kota yang masuk dalam merupakan kawasan. Oleh karena itu, pada tahap awal penelitian ini, perlu dilakukan penentuan klasifikasi dan peri- di. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif, yaitu pendekatan secara teoritik untuk mendapatkan konfirmasi berdasarkan hipotesis dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian deduktif ini akan menghasilkan sebuah silogisme kondisional hipotetik atau bersyarat. Silogisme ini berusaha mencari kesimpulan dengan mengaitkan atau membandingkan kondisi atau fakta-fakta dengan berdasar pada syarat-syarat yang dibangun pada hipotesa sebelumnya (Hadi, 2004). Fakta-fakta yang didapatkan melalui observasi produksi emisi karbon pada penggunaan lahan permukiman akan diperbandingkan dalam bentuk komparasi hasil temuan di dengan peri- GKS, sehingga didapatkan kesimpulan terkait dengan produksi emisi karbon berdasarkan guna lahan permukiman di dan peri- GKS. Metode analisis yang dipakai untuk mencapai sasaran penelitian pertama yaitu terklasifikasikannya dan peri yang ada di adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis LQ (sektor basis). Analisis LQ merupakan pendekatan yang digunakan untuk menentukan klasifikasi dan peri- dengan pertimbangan bahwa sektor basis yang mempunyai nilai LQ 1 menggambarkan karakteristik kekotaannya. Hal ini merupakan interpretasi dari pernyataan Amiruddin (1970) dalam Yunus (2005) yang membedakan ciri-ciri kota dan bukan kota, salah satunya dari aspek mata pencaharian, dimana pada kawasan, mata pencaharian utamanya adalah non agraris dan pada kawasan rural, mata pencaharian utamanya adalah tani. Pada sasaran kedua yaitu estimasi produksi emisi karbon dioksida di dan peri di terkait penggunaan lahan dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan rumus emisi yang ditetapkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Faktor emisi ditentukan berdasarkan penelitian dan sangat spesifik untuk setiap bahan atau produk. Oleh karena belum ada faktor emisi yang spesifik untuk Indonesia, maka digunakan faktor emisi yang sudah ditentukan oleh IPCC (2006). Untuk menghitung emisi CO 2 dari data konsumsi bahan bakar, maka satuan konsumsi (SBM = satuan barel minyak) perlu dikoversi menjadi satuan Terra Joule (TJ) untuk menyesuaikan dengan notasi perhitungan yaitu faktor emisi bahan bakar yang dinyatakan dalam 112 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
3 Rulli Pratiwi Setiawan satuan kg/tj. Pengubahan satuan dilakukan dengan dasar bahwa 1 SBM = TJ. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui kontribusi penggunaan lahan permukiman di dan peri GKS terhadap emisi karbon dioksida, terlebih dahulu dilakukan penentuan klasifikasi dan peri-, kemudian dilanjutkan dengan mengestimasi produksi emisi karbon dioksida dari penggunaan lahan permukiman. Estimasi produksi emisi karbon dioksida ini dilakukan untuk masing-masing kawasan dan peri-. Emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah rumah tangga dan bahan bakar memasak yang digunakan. Penentuan Klasifikasi Urban dan Peri-Urban di Wilayah Dalam menentukan delineasi klasifikasi dan peri- pada lingkup GKS digunakan pendekatan analisis sektor basis yang juga juga dikomparasikan dengan data proporsi masing-masing jenis penggunaan lahan di masing-masing kabupaten/kota. Pada analisis sektor basis, dicari sektor yang memiliki peranan besar dalam perkembangan suatu kabupaten/kota. Perhitungan sektor basis didekati dengan mencari nilai LQ (Location Quetient). LQ merupakan cara untuk mengetahui kemampuan sektor suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Pendekatan LQ ini dapat memberikan asumsi sektor basis yang merupakan sektor dominan dalam suatu. Dalam kaitannya dengan penentuan dan peri-, maka perhitungan LQ diperlukan untuk menentukan sektor basis di tiap kabupaten/kota dilihat dari sektor utama yang menjadi mata pencaharian paling dominan di tersebut. Bila sektor utamanya berupa sektor primer (pertanian), maka dapat digambarkan bahwa tersebut masih berkarakteristik rural/desa, sehingga dapat dimasukkan dalam kelompok peri-. Dan sebaliknya, bila sektor basis yang berkembang berupa sektor non primer (perdagangan dan jasa, industri dan sektor lainnya), maka dapat digambarkan bahwa tersebut berkarakter perkotaan/. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nelson (1955) dalam Yunus (2005) yang membedakan desa dan kota, salah satunya dari aspek mata pencaharian, yang mana mata pencaharian desa mayoritas adalah agraris homogen, sedangkan mata pencaharian di kota mayoritas adalah non agraris heterogen. Tabel 1. LQ untuk Tiap Sektor di / Kota Primer Industri Perdagangan Sosial Sektor Lain Gresik 1,04 1,57 0,77 0,70 0,82 Bangkalan 2,76 0,10 0,62 0,52 0,58 Mojokerto 1,24 1,26 0,82 0,63 0,92 Mojokerto 0,12 1,29 1,36 1,41 0,97 (Kota) Surabaya 0,03 0,83 1,43 1,60 1,46 (Kota) Sidoarjo 0,36 1,65 0,99 1,07 1,04 Lamongan 2,42 0,33 0,75 0,58 0,53 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 1 menunjukkan kontribusi sektor pertanian yang termasuk dalam sektor primer dalam kategori PDRB, bersama dengan sektor kehutanan, peternakan dan perikanan. Dari perhitungan LQ pada tabel di atas diketahui bahwa Mojokerto, Lamongan, Gresik dan Bangkalan sama-sama memiliki nilai LQ di sektor primer/pertanian lebih dari 1, yaitu berkisar antara 1,04 untuk Gresik, hingga 2,76 di Bangkalan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di keempat kabupaten tersebut sektor pertanian atau sektor primer masih menjadi mata pencaharian di kabupaten-kabupaten tersebut. Namun khusus untuk Gresik dan Mojokerto, selain sektor primer, sektor industri juga menjadi sektor basis di kabupaten tersebut, untuk Gresik bernilai 1,56 dan untuk Mojokerto bernilai 1,26. Hal ini berarti bahwa walau kedua kabupaten tersebut memiliki karakteristik peri- yang kuat, tetapi sektor lainnya terutama industri juga menjadi penopang perekonomian bagi penduduk setempat. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan proporsi guna lahan yang dominan di masingmasing kabupaten. Berikut ini digambarkan proporsi guna lahan di masing-masing kabupaten/kota di berdasarkan hasil olahan dari RTRW GKS tahun Kab. Lamongan Kab. Sidoarjo Kota Surabaya Kota Mojokerto Kab. Mojokerto Kab. Bangkalan Kab. Gresik* 0% 20% 40% 60% 80% 100% Pertanian Pertanian (non-irigasi) Tambak Perumahan Komersial Industri Hutan/ Bakau/ Rawa Fasilitas Umum RTH/Rekreasi Badan Air Lahan Kosong Gambar 1. Proporsi Penggunaan Lahan di /Kota di Wilayah Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember
4 PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA Untuk Mojokerto didominasi penggunaann lahan persawahan sebesar 43,99% dan hutan sebesar 23,12% dari luas kabupaten. Kemudian, Lamongan memiliki dominasi guna lahan padaa penggunaan lahan persawahan sebesar 46,51% dan hutan sebesar 17,,01%. Untuk Bangkalan, dominasi terbesar pada guna lahan pertanian tanah kering yaitu sebesar 55,48% dan persawahan sebesar 22,41%, sedangkan untuk Gresik, guna lahan dominan yaitu guna lahan persawahan seluas 34,01% dan perairan darat sebesar 23,69%. Hasil analisis di atas sejalan dengan pernyataan Yunus (2006) yang menjelaskan bahwa dari perspektif fisikal morfologi, delineasi dapat ditentukan dengan mendasarkan pada ekspresi keruangan batas- batas terluar dengan ciri pemanfaatan lahan non-agraris. Bentuk pemanfaatan lahan non agraris merupakan bentuk pemanfaatan lahan yang diklasifikasikan sebagai settlement-built up areas yang berasosiasi dengan sektor kekotaan. Sementara, pinggiran (peri-) menunjukkan peralihan yang gradual dari kenampakann non agraris ke agraris. Bentuk pemanfaatann lahan agraris merupakan bentuk pemanfaatann lahan yang diklasifikasikan sebagai vegetated areas yang berasosiasi dengan sektor kedesaan. Berikut ini digambarkan penggunaan lahan di masing-masing kabupaten/kota di. Gambar 2. Penggunaan Lahan di Wilayah Berdasarkan analisis penentuan klasifikasi dan peri- di GKS, maka dapat disimpulkan: 1. Wilayah yang termasuk dalam klasifikasi adalah Kota Surabaya, Sidoarjoo dan Kota Mojokerto. Wilayah ini memiliki karakteristik kota yang didominasi oleh sektor non primer seperti sektor perdagangan, industrii dan jasa lainnya. Penggunaan lahannya didominasi oleh guna lahan permukiman, perdagangan dan jasa seperti yang terjadi di Kota Surabaya, walaupun di Mojokerto dan Sidoarjo penggunaan lahannya masih didominasi oleh penggunaan lahan persawahan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa kota-kota tersebut merupakan kawasan peri- yang sudah mulai berkembang menjadi kawasan, dibuktikan dengan perubahan sektor mata pencahariannya yang sudah didominasi sektor non primer/non pertanian. 2. Wilayah yang termasuk dalam klasifikasi peri- adalah Gresik, Mojokerto, Lamongan, dan Bangkalan. Wilayah periyang memiliki karakteristik kawasan didominasi oleh sektor primer atau sektor pertanian, dan dengan penggunaan lahannya yang didominasii oleh guna lahan persawahan, pertanian tanah kering, permukiman dan perikanan darat. Berbeda dengan peri-urbamerupakan kabupaten yang selain memiliki sektor basis di pertanian, kabupaten inii juga lainnya, Gresik memiliki sektor basis industri. Walaupun demikian, Gresik tetap masuk dalam kategori peri-, mengingat sektor basis utama adalah pada pertanian dan juga penggunaan lahannya masih didominasi oleh guna lahan persawahan dan guna lahan perikanan darat. Analisis Emisi Karbon Dioksida dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Urban dan Peri-Urban Pada bagian ini akan dibahas perhitungan produksi emisi karbondioksida dari penggunaan lahan permukiman yang dikelompokkan ke dan peri-. Produksi emisi karbondioksida yang dihasilkan dari permukiman adalah yang bersumber dari penggunaan bahan bakar untuk memasak di sektor rumah tangga. Tinggi rendahnya emisi CO 2 ditentukann oleh besar rendahnya penggunaan energi dan jenis bahan bakar yang digunakan. Pada kasus ini, jenis bahan bakar yang dianalisis adalah gas/lpg, minyak tanah (kerosene), dan kayu bakar. Ketiga jenis bahan bakar ini dipilih atas dasar pertimbangkan signifikannya jumlah rumah tangga yang menggunakan ketiga jenis bahan bakar ini di GKS dibandingkan dengan jenis bahan bakar lainnya. 114 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
5 Rulli Pratiwi Setiawan Pada kasuss ini, data konsumsi bahan bakar tidak diperoleh melalui lembaga/ /instansi berwenang. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan asumsi konsumsi bahan bakar per rumah tangga di Propinsi Jawa Timur (Kementerian Negara Lingkungann Hidup, 2009) ). Untuk menghitung emisinya, konsumsi bahan bakar ini dikonversi terlebih dahulu kedalam SBM (Satuan Bahan Bakar Memasak). Emisi Karbon Dioksida Lahan Permukiman di Perhitungan emisi karbondioksida dari penggunaan lahan permukiman didasarkan atas konsumsi bahan bakar rumah tangga per jenis, yaitu gas/lpg, minyak tanah dan kayu bakar. Adapun gambaran penggunaan bahan bakar rumah tangga di GKS disajikan pada gambar % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Gambar 3. Persentase Rumah Tangga berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Memasak di Wilayah Urban GKS Berikut adalah tabulasi perhitungan bahan bakar memasak (SBM) menurut jumlah penggunaan jenis bahan bakar oleh rumah tangga di di, yaitu di Kota Surabaya, Sidoarjo. Kota Mojokertoo dan Tabel 2. Konsumsi Bahan Bakar (SBM) menurut Jumlah Penggunaan Jenis Bahan Bakar oleh Rumah Tangga di Wilayah Urban di GKS No Kota Mojokerto / Kota Kota Surabaya dari Penggunaan Kawasan Urban Sidoarjo Kayu Bakar Minyak Tanah Gas/LPG Konsumsi Bahan Bakar (SBM) Gas/LPG Minyak Tanah 6.089, ,47 Kayu Bakar , Mojokerto Surabaya Sidoarjo , , , , , ,07 Wilayah Urban , , ,99 Sumber: Diolah dari Data Susenas Provinsi Jawa Timur, 2010 dan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka, 2009 Tabel 3. Emisi CO 2 berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar di Wilayah Urban di No. / Kota Berdasarkan tabel emisi CO 2 dapat diketahui bahwa emisi CO 2 dari penggunaann bahan bakar di sebesar 8,35876E+14 kg atau 8,35876E+11 ton atau 22,78% dari total emisi CO 2 di GKS. Artinya, kontribusi emisi CO 2 dari penggunaann bahan bakar di lebih rendah dibandingkann dengan peri-. Hal inii dimungkinkan bahwa penggunaan bahan bakar jenis Gas/LPG mendominasi di dimana jenis bahan bakar ini memiliki faktor emisi yang jauh lebih rendah dibandingkan jenis bahan bakar lainnya meskipun jumlah rumah tangga di jauh lebih besar dibandingkann dengan peri-. 44% 3% Jumlah Rumah Tanggaa Pengguna Bahan Bakar Gas/LPG Minyak Kayu Bakar Tanah 1. Mojokertoo 1,35936E+13 2,67633E+122 9,28864E Surabaya 2,9593E+14 1,21603E+14 2,15734E Sidoarjo 2,30686E+14 3,29311E+133 1,07594E+14 Wilayah Urban 5,4021E+14 1,5721E+14 1,38456E+14 3,66998E+15 Sumber: Hasil Analisis, % Kota Mojokerto Kota Surabaya Sidoarjo Gambar 4. Grafik Produksi Emisi CO 2 di Wilayah Urban Dari grafik pada gambar 4 dapat diketahuii bahwa kontributor emisi CO 2 terbesar terdapat di Kota Surabaya dan Sidoarjo, sedangkan Kota Mojokertoo hanyaa menyumbangkan 3% emisi CO 2 dari total emisii CO 2 di di GKS. Hal inii dimungkinkan oleh luasan permukiman dan jumlah rumah tangga di Kota Mojokerto yang jauh lebih rendah dibandingkan Kota Surabayaa dan Sidoarjo. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember
6 PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA Emisi Karbon Dioksida dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Peri-Urban Sejalan dengan perhitungan emisi karbondioksida dari penggunaan lahan permukiman di, perhitungan emisi karbondioksida di kawasan peri- juga dilakukan berdasarkan penggunaann bahan bakar memasak. Adapun gambaran penggunaan bahan bakar rumah tangga di peri- GKS disajikan pada gambar 5. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan bahan bakar memasak berupa LPG mendominasi di 3 (tiga) kabupaten yang termasuk dalam kategori peri- Mojokerto dan Lamongan, sedangkan di Bangkalan masih didominasi oleh penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak. Penggunaann bahan bakar minyak tanah di yaitu Gresik, Bangkalan juga relatif lebih besar dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di peri-. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Gresik Bangkalan Mojokerto Lamongan Kayu Bakar Minyak Tanah Gas/LPG Gambar 5. Persentase Rumah Tangga berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Memasak di Wilayah Peri-Urban GKS Emisi karbon dioksida dari penggunaan lahan permukiman di kawasan peri- dihitung dari penggunaan bahan bakar memasak yang menggunakan gas/lpg, minyak tanah dan kayu bakar. Perhitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan bahan bakar memasak di peri- dilakukan dengan tahapan perhitungann yang sama dengan seperti yang dilakukan pada pada bagian sebelumnya. Perhitungan bahan bakar memasak (SBM) menurut jumlah penggunaan jenis bahan bakar oleh rumah tangga di peri- di, yaitu di Gresik, Bangkalan, Mojokerto dan Lamongan disajikan pada tabel di bawah ini. Data jumlah rumah tangga pengguna bahan bakar diolah dari Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Jawa Timur tahun Tabel 4. Konsumsi Bahan Bakar (SBM) menurut Jumlah Penggunaan Jenis Bahan Bakar oleh Rumah Tangga di Wilayah Peri- Urban di GKS Konsumsi Bahan Bakar No. (SBM) Gas/LPG Minyak Kayu Bakar Tanah 1. Gresik , , ,04 2. Bangkalan , , ,06 3. Mojokerto , , ,74 4. Lamongan , , ,23 Wilayah Peri-Urban , , ,07 Sumber: Diolah dari Data Susenas Provinsi Jawa Timur, 2010 dan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka, 2009 Tabel 5. Emisi CO 2 berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar di Wilayah Peri-Urban di Jumlah Rumah Tangga Pengguna No. / Bahan Bakar Kota Gas/LPG Minyak Kayu Bakar Tanah 1. Gresik 1,23553E+14 1,25616E+13 2,52819E Bangkalan 1,10958E+13 3,48826E+13 9,6216E Mojokerto 9,64296E+13 5,77032E+12 4,87462E Lamongan 7,38438E+13 3,12976E+13 7,42225E+14 Wilayah Peri-Urban 3,04922E+14 8,45121E+13 3,66998E+15 2,44467E+15 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Berdasarkan tabel perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa produksi emisi CO 2 dari sisi penggunaan bahan bakar untuk memasak di peri- adalah sebesar 2,8341E+15 kg CO 2 atau 2,8341E+12 ton CO 2. Nilai produksi emisi di peri- ini setara dengan 77,22% dari total emisi CO 2 di GKS, sedangkan nilai emisi karbon dioksida di hanya mencapai 22,78%. Hal ini menunjukkan bahwa peri- berkontribusi besar terhadap produksi emisi CO 2 dari segi penggunaan bahan bakar memasak dibandingkan dengan di. Jika dibandingkan dengan, peri- di Gerbangkerto osusila memiliki tingkat penggunaan lahan permukiman yang lebih kecil luasannya dibandingkan dengan. Namun, produksi emisi CO 2 dari penggunaan bahan bakar inii lebih besar di peri- dibandingkan. Fakta ini menunjukkan bahwa persentase penggunaan bahan bakar jenis kayu bakar jauh lebih besar (94,64%) terdapat di peri, dibandingkan dengan sementara faktor emisi terbesarr dari semua jenis bahan bakar untuk memasak adalah jenis kayu bakar yang besarnya 1,56 kali dibandingkan dengan rata-rata faktor emisi jenis bahan bakar lainnya. 116 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
7 Rulli Pratiwi Setiawan 30% 14% 35% Gresik Bangkalan Mojokerto Lamongan 23% peri 21% 77% Gambar 6. Grafik Produksi Emisi CO 2 di Wilayah Peri-Urban Berdasarkan gambar persentase kontribusi emisi CO 2 di peri-, Bangkalan dan Lamongan merupakan kontributor terbesar terhadap produksi emisi CO 2 dari penggunaan bahan bakar untuk memasak ini. Hal ini disebabkan secara signifikan oleh tingginya jumlah rumah tangga yang menggunakan bahan bakar kayu bakar untuk memasak di kedua kabupaten ini. Di Bangkalan, persentase rumah tangga yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak mencapai 72,52%, sedangkan di Lamongan mencapai 40,19%. Perbandingan Emisi Karbon Dioksida dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Urban dan Peri-Urban Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap produksi emisi CO 2 dari penggunaan lahan permukiman yang dihitung berdasarkan bahan bakar memasak di dan peri- di, maka dapat disimpulkan bahwa produksi emisi CO 2 di peri- jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi emisi CO 2 di, dengan perbandingan 77% : 23%. Hal ini sangat kontradiksi terhadap proporsi penggunaan lahan permukiman di yang luasnya jauh lebih besar daripada di peri-. Hal ini dimungkinkan oleh faktor emisi dari bahan bakar kayu bakar yang lebih tinggi daripada faktor emisi pada bahan bakar yang lain. Faktor emisi bahan bakar kayu mencapai 1,62 kali lebih besar jika dibandingkan faktor emisi bahan bakar LPG, sedangkan jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak tanah, faktor emisi bahan bakar kayu mencapai 1,56 kali lebih besar. Selain itu, konsumsi bahan bakar memasak berupa kayu bakar di peri juga cukup tinggi, ratarata mencapai 36,45%, sedangkan rata-rata konsumsi kayu bakar sebagai bahan bakar memasak di hanya sebesar 1,79%. Gambar 7. Grafik Perbandingan Produksi Emisi CO 2 di Wilayah Urban dan Peri-Urban di SIMPULAN Dari hasil analisis penentuan klasifikasi dan peri- di yang menggunakan analisis LQ, Kota Surabaya, Kota Sidoarjo dan Kota Mojokerto termasuk dalam kategori, sedangkan Gresik, Mojokerto, Lamongan dan Bangkalan termasuk dalam kategori peri-. Hasil analisis produksi emisi CO 2 dari penggunaan lahan permukiman yang dihitung berdasarkan bahan bakar memasak di dan peri- di menunjukkan bahwa produksi emisi CO 2 di peri- jauh lebih tinggi dari produksi emisi CO 2 di. Walaupun luas lahan permukiman dan jumlah rumah tangga di lebih besar daripada di peri-, namun peri- ternyata menjadi penyumbang emisi CO 2 lebih besar daripada. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh besarnya jumlah rumah tangga di peri- yang masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak dan besarnya faktor emisi dari kayu bakar itu sendiri. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM ITS) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Dana Hibah Penelitian Unggulan Mandiri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tahun DAFTAR PUSTAKA Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember
8 PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA Dhakal, S GHG emissions from ization and opportunities for carbon mitigation. Current Opinion in Environmental Sustainability, 2(4), doi: /j.cosust Hadi, S Metodologi Research (Jilid 1.). Yogyakarta. Penerbit Andi. Hoornweg, D., Sugar, L., & Gomez, C. L. T Cities and greenhouse gas emissions: moving forward. Environment and Urbanization. doi: / Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Japan: IGES (Institute for Global Environmental Strategies). Kementerian Negara Lingkungan Hidup Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Lampiran Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Lampiran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional Pemerintah Republik Indonesia. Suhadi, et.al, D. R Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di DKI Jakarta. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). Yunus, H. S Megapolitan: Konsep, Problematika, dan Prospek. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 118 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 6, Nomor 2, Desember 2014
Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-11 Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian
Lebih terperinciPENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA Ummi Fadlilah Kurniawati, Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DI KABUPATEN SIDOARJO
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DI KABUPATEN SIDOARJO Veny Rachmawati 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3) Environmental
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON BESERTA PEMETAANNYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR UNTUK MEMASAK DI KABUPATEN SUMENEP, JAWA TIMUR Nurfakhrina Ramadhani Ardedah 1, *), Rachmat Boedisantoso
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG Asri Hayyu Rinpropadebi 1), Joni Hermana 1 dan Rachmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK SEKTOR PERMUKIMAN UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN BANYUWANGI
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK SEKTOR PERMUKIMAN UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN BANYUWANGI DETERMINATION OF SPECIFIC EMISSION FACTORS OF RESIDENTIAL FOR CARBON FOOTPRINT ESTIMATION
Lebih terperinciStudi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Limbungan Baru Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru
Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Pesisir Kota Pekanbaru Okthasia Indra 1), Aryo Sasmita 2), Jecky Asmura 2) 1) Mahasiswa Prodi Teknik Lingkungan, 2) Dosen Teknik Lingkungan
Lebih terperinciKONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :
KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu pandangan yang mencoba
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KABUPATEN MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KABUPATEN MALANG Siti Rahmatia Pratiwi 1), Joni Hermana 1 dan Rachmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciPENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA
PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA Oleh: Ummi Fadlilah Kurniawati 3608100027 Dosen Pembimbing: Rulli Pratiwi Setiawan,S.T.,M.Sc. BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun
Lebih terperinciKajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan dapat dipengaruhi oleh aktivitas dan perilaku manusia. Kehidupan
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM
INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciAnalisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur
Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1, *, Burhan Fazzry 1 1 Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. * E-mail
Lebih terperinciANALISIS CARBON FOOTPRINT YANG DIHASILKAN DARI AKTIVITAS RUMAH TANGGA DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU KOTA PEKANBARU
ANALISIS CARBON FOOTPRINT YANG DIHASILKAN DARI AKTIVITAS RUMAH TANGGA DI KELURAHAN LIMBUNGAN BARU KOTA PEKANBARU Aryo Sasmita 1, Jecky Asmura 2, Ivnaini Andesgur 3 1,2,3 Program Studi Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciStudi Timbulan Dan Reduksi Sampah Rumah Kompos Serta Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Di Surabaya Timur
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-62 Studi Timbulan Dan Reduksi Sampah Rumah Kompos Serta Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Di Surabaya Timur Amar Addinsyah dan
Lebih terperinciBAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah
BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciPemanfaatan Sifat dan Ketersediaan Data sesuai Karakteristik Kabupaten/Kota untuk Estimasi Emisi Spesifik Karbon
Pemanfaatan Sifat dan Ketersediaan Data sesuai Karakteristik Kabupaten/Kota untuk Estimasi Emisi Spesifik Karbon Joni Hermana 1, Abdu F. Assomadi, Rachmat Boedisantoso, Arie D. Syafe i Laboratorium Pengelolaan
Lebih terperinciLembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia
Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan
Lebih terperinci5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan
Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciAnalisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur
Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1 *, Burhan Fazzry 2 1. Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. 2. Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Peranan kota Kupang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciEMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT
EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT Yudi Sekaryadi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan Jln. Merdeka No. 30, Bandung Tlp. 022-4202351,
Lebih terperinciPenerapan Life Cycle Assessment untuk Menakar Emisi Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Aktivitas Produksi Tahu
Penerapan Life Cycle Assessment untuk Menakar Emisi Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Aktivitas Produksi Tahu Jatmiko Wahyudi 1* 1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Pati *Email: jatmiko_tkuns@yahoo.com
Lebih terperinciOleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.
Studi Carbon Footprint (CO 2 ) dari Kegiatan Permukiman di Kota Surabaya BagianTengah (Pusat dan Selatan) Oleh: Renandia Tegar Asririzky 3306 100 079 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.
Lebih terperinciPERMUKIMAN DI KOTA SURABAYA BAGIAN TENGAH (PUSAT DAN SELATAN) STUDY OF CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) FROM THE
STUDI CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) DARI KEGIATAN PERMUKIMAN DI KOTA SURABAYA BAGIAN TENGAH (PUSAT DAN SELATAN) STUDY OF CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) FROM THE SETTLEMENT ACTIVITIES IN THE MIDDLE OF SURABAYA (CENTRAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa
Lebih terperinciPerubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara
Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun
Lebih terperinciPengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan
Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung
Lebih terperinciPrediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)
Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3) Dosen Teknik Lingkungan
Lebih terperinciKampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keputih-Sukolilo, Surabaya Abstrak
SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX - 2012 Analisis Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Privat Permukiman Dalam Menyerap CO 2 dan Memenuhi Kebutuhan O 2 Manusia di Surabaya Utara (Studi Kasus:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciPerubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009
Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain
Lebih terperinciBRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan
Lebih terperinciSTUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma
STUDI KONTRIBUSI KEGIATAN TRANSPORTASI TERHADAP EMISI KARBON DI SURABAYA BAGIAN BARAT Oleh : Wima Perdana Kusuma 3306 100 097 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Lebih terperinciBeragam aktivitas manusia menyebabkan tingginya tingkat polusi atau pencemaran udara. Di Kota Surabaya emisi karbon yang ditimbulkan terlihat pada
Beragam aktivitas manusia menyebabkan tingginya tingkat polusi atau pencemaran udara. Di Kota Surabaya emisi karbon yang ditimbulkan terlihat pada aktivitas manusia, pertambahan penduduk mengakibatkan
Lebih terperinciWorkshop Low Carbon City
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada : Workshop Low Carbon City oleh : Luluk Sumiarso Direktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang
IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan
Lebih terperinciOPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN MELALUI PENDEKATAN TELAPAK EKOLOGIS DI KABUPATEN GRESIK
OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN MELALUI PENDEKATAN TELAPAK EKOLOGIS DI KABUPATEN GRESIK Oleh : Achmad Ghozali 36 09 100 048 Dosen Pembimbing : Putu Gde Ariastita, ST., MT Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai lahan pada kelurahan-kelurahan di Kecamatankecamatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciVersi 27 Februari 2017
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,
Lebih terperinciIndonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan
Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Kecamatan Purwadadi, Subang, Jawa Barat. Tempat penelitian merupakan
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya
PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Lebih terperinciEstimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005)
BRIEF NO. 31 Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005) Data aktivitas Faktor emisi Perubahan cadangan karbon tahunan pada skala bentang
Lebih terperinciESTIMASI EMISI KARBONDIOKSIDA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN IPCC GUIDELINES
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan p-issn:2085-1227 dan e-issn:2502-6119 Volume 9, Nomor 1, Januari 2017 Hal. 25-36 ESTIMASI EMISI KARBONDIOKSIDA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBEBAN EMISI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA YOGYAKARTA
BEBAN EMISI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA YOGYAKARTA Sa duddin Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM Kemuning M-3 Sekip Sleman Yogyakarta 55281 Telp: (0274) 556928, 563984, 6491075 saduddin@ugm.ac.id
Lebih terperinciProyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun
Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2012 2030 Suryani Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta Email: suryanidaulay@ymail.com Abstract Acceleration of the National development of Indonesia
Lebih terperinciMajalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI
BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK
ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Habib Abdullah 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Lebih terperinciDaftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan
Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak orang yang membicarakan masalah pemanasan global, bahkan dalam buku pendidikan lingkungan hidup untuk anak SD pun sudah mulai banyak yang membahas pemanasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanasan global menjadi topik perbincangan dunia dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peristiwa alam yang dianggap sebagai anomali melanda seluruh dunia dengan
Lebih terperinciTabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik
60 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 (Lampiran 4)
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa
Lebih terperinciPENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI
PENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Aryo Sasmita Teknik Lingkungan, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010
Lebih terperinciAnalisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Kawasan Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten Jember
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisis Cluster dalam Mengidentifikasi Tipe Berdasarkan Karakteristik Timbulan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan Kabupaten
Lebih terperinciPangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak
Lebih terperinciPEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)
PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah
Lebih terperinciSISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA
9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat (TGHK) 1 seluas 140,4 juta hektar terdiri atas kawasan hutan tetap seluas 113,8 juta hektar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membuat dunia seakan tanpa batas, arus informasi menjadi sangat bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek dalam
Lebih terperinci