ASPEK HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI MENURUT KUH PERDATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI MENURUT KUH PERDATA"

Transkripsi

1 KARYA ILMIAH ASPEK HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Eko Yudhistira, SH, MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 2 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya bagi penulis, hingga selesainya penulisan karya ilmiah dengan judul Aspek Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Komisi Menurut KUH Perdata. Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, oleh sebab itu tulisan ini juga jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikannya dikemudian hari. Dan semoga tulisan ini dapat menambah cakrawala bagi kita sekalian. Medan, Maret 2016 Eko Yudhistira, SH, MKn

3 3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Pengertian Wanprestasi... 5 B. Sebab-sebab Terjadinya Wanprestasi... 8 C. Bentuk-bentuk Wanprestasi D. Akibat Hukum Wanprestasi E. Pengertian Komisioner F. Tugas dan Tanggungjawab Komisioner G. Berakhirnya Perjanjian Komisi BAB III : AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI A. Hal-hal yang Diperjanjikan Dalam Perjanjian Komisi... 30

4 4 B. Tinjauan Hukum Tentang Wanprestasi Pada Perjanjian Komisi C. Akibat Hukum Bagi Para Pihak yang Melakukan Wanprestasi dan Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan BAB IV : KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... 49

5 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendistribusian atau pemasaran barang dan jasa hasil produksi merupakan suatu proses yang penting (urgent) dalam dunia perdagangan. Urgensi pendistribusian atau pemasaran disini, tidak hanya sebagai upaya sebuah perusahaan produksi barang atau jasa di dalam memperkenalkan hasil produksinya kepada masyarakat. Lebih dari itu, tujuannya adalah agar masyarakat (selaku konsumen) dapat memanfaatkan dan mempergunakan barang dan jasa hasil produksi tersebut. Dalam proses pendistribusian barang dan jasa kepada pihak konsumen, terdapat perusahaan produksi barang dan jasa yang tidak secara langsung melakukan pendistribusian dan atau pemasaran, melainkan hal ini dilakukan perusahaan tersebut dengan mempergunakan jasa dari pihak lain. Begitu juga sebaliknya, bahwa pihak konsumen tidak dapat secara langsung untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan, sehingga harus mempergunakan pihak lain. Dalam prakteknya tergambar, bahwa perusahaan-perusahaan yang mempergunakan jasa pihak lain untuk mendistribusikan atau memasarkan barang dan jasa yang diproduksikan tersebut, adalah perusahaan-

6 6 perusahaan yang tergolong besar dan mempunyai ruang lingkup daerah pemasaran yang relatif luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Baik produsen maupun konsumen yang mempergunakan pihak lain atau memberikan kuasa kepada pihak lain dalam melakukan transaksi jual beli, dalam perjanjian komisi dikenal dengan sebutan komiten. Pemakaian ataupun pemanfaatan pihak lain (komisioner) ini dirasakan perusaah produksi dan jasa sebagai sesuatu hal yang penting yaitu di samping sebagai prestise perusahaan juga sebagai upaya untuk mempermudah mengkordinir dan mempercepat sampainya barang dan jasa ke tangan konsumen. Di samping latar belakang di atas, terjadinya pemanfaatan komisioner di dalam pendistribusian dan pemasaran barang dan jasa, juga disebabkan oleh perbedaan tempat yang relatif jauh antara si pembeli dengan si penjual sementara perdagangan itu harus juga terjadi, maka untuk melaksanakan transaksi perdagangan seorang penjual atau pembeli bertindak sebagai komiten menggunakan jasa komisioner dengan cara memberikan kuasa kepada komisioner untuk menjual atau membeli barang yang diingini oleh komiten. Namun harus diperhatikan, bahwa implementasi pemakaian komisioner oleh perusahaan di dalam mendistribusikan barang dan jasa yang diproduksinya atau oleh konsumen di dalam membeli barang dan jasa tersebut akan menimbulkan beban dan atau kewajiban dari perusahaan

7 7 atau konsumen yang mempergunakan jasa komisioner, yaitu beban dan atau kewajiban untuk membayar jasa yang telah diberikan oleh komisioner, dan biasanya hal ini terjadi dengan adanya perjanjian yang disepakati bersama antara pihak komiten dengan pihak komisioner. Secara yuridis, berdasarkan hukum perdata dan hukum dagang, diatur bentuk perjanjian yang dilakukan oleh komiten dengan komisioner, yang sering disebut dengan perjanjian komisi. Walaupun di atas diungkapkan bahwa terdapat pengaturan secara yuridis dari perjanjian komisi tersebut, namun di dalam prakteknya tidak jarang ditemui munculnya persoalan-persoalan hukum diantara para pihak. Persoalan hukum ini muncul dikarenakan para pihak ataupun salah satu pihak ingkar terhadap akibat hukum dari perjanjian yang telah disepakati. Keingkaran terhadap akibat hukum yang lahir dari perjanjian tersebut tidak hanya datang dari pihak komiten, tetapi juga keingkaran tersebut datang dari pihak komisioner. Persoalan hukum yang terjadi tersebut, tidak jarang pula penyelesaiannya terpaksa harus dilakukan melalui jalur peradilan. B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tinjauan hukum tentang wanprestasi yang terjadi di dalam perjanjian komisi.

8 8 2. Bagaimana akibat hukum jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dan bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan wanprestasi dalam perjanjian komisi tersebut.

9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yakni wanprastatie yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yag timbul karena undang-undang. Tujuan dari tiap-tiap orang mengikatkan diri terhadap orang lain, salah satu tujuannya adalah pemenuhan terhadap prestasi yang diinginkan oleh para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut. Akan tetapi tidaklah selamanya prestasi yang diinginkan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dapat dipenuhi dengan baik. Tidak terpenuhinya prestasi tersebut dimungkinkan karena adanya tindakan salah satu pihak yang tidak sesuai dengan isi perjanjian yang mereka buat, yang akhirnya menempatkan pihak yang tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan tersebut pada posisi pihak yang ingkar janji. Kelalaian atau tidak melaksanakan prestasi seperti yang telah diperjanjikan sebagaimana dikemukakan di atas dalam ilmu hukum disebut dengan istilah wanprestasi.

10 10 Sehubungan dengan wanprestasi tersebut, Wirjono Prodjodikoro mengemukakan, bahwa Perkataan wanprestasi berarti ketiadaan suatu prestasi, dan prestasi dalam suatu hukum perjanjian berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. 1 Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap perikatan, sedangkan yang dimaksud dengan perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Abdulkadir Muhammad mengemukakan sedikit banyaknya tentang sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut : Prestasi adalah suatu esensi dari pada perikatan. Apabila esensi itu tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir, untuk itu perlu diketahui sifat-sifat prestasi yaitu : a. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. b. Harus mungkin c. Harus diperbolehkan d. Harus ada manfaatnya bagi kita e. Bisa terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika salah stu atau semua sifat itu tidak dipenuhi pada prestasi, maka perikatan out dapat menjadi tidak berarti, perikatan itu dapat menjadi batal atau dapat dibatalkan. 2 Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa : a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat. hal. 17. hal Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Cetakan VI, Sumur, Bandung, 1974, 2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990,

11 11 d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 3 Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah mudah untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi suatu perikatan atau wanprestasi. Hal ini disebabkan seringkali para pihak pada waktu mengadakan suatu perjanjian tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Karena penentuan waktu ini sangat diperlukan di dalam suatu perikatan, dimana waktu untuk melaksanakan prestasi dapat menentukan kapan sebenarnya wanprestasi itu terjadi. Dalam suatu perjanjian untuk menentukan saat debitur tidak memenuhi perikatan ialah : apabila seseorang itu melakukan perbuatan yang dilarang tersebut maka ia tidak memenuhi perikatan. 4 Terhadap pihak yang melakukan wanprestasi paa umumnya diberikan peringatan (sommatie) oleh seorang juru sita dari pengadilan, yang memuat proses verbal tentang pekerjaan itu. Dalam hal peringatan tersebut cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan dipungkiri oleh si berutang. Pasal 1238 KUH Perdata menyatakan : Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri ialah jika ia menetapkan 3 Djanius Djamin & Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Perdata, Akademi Keuangan dan Perbankan Perbanas, Medan, 1991, hal Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. IX, PT. Intermasa, Jakarta, 1984, hal. 20.

12 12 bahwa si berutang akan harus dianggap dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan. Suatu perikatan tidak perlu dilakukan jika dengan sendirinya si berutang pada suatu ketika sudah dapat dianggap lalai. Misalnya dalam hal suatu perjanjian untuk membuat pakaian mempelai, tetapi pada hari perkawinan, pakaian itu ternyata belum selesai. Jika prestasi tersebut berupa tidak melakukan suatu perbuatan, maka dengan melakukan perbuatan ini si berutang juga dengan sendirinya sudah lalai. Adakalanya juga bahwa dalam kontraknya sendiri sudah ditetapkan, kapan atau dalam hal-hal yang bagaimana si debitur dapat dianggap lalai, juga disini tidak diperlukan suatu peringatan (sommatie). Wanprestasi dalam suatu perjanjian akan hapus apabila telah dipenuhinya prestasi yang dikehendaki oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Artinya pemenuhan perjanjian akan menghapus wanprestasi. B. Sebab-sebab Terjadinya Wanprestasi Dalam uraian di atas dikatakan bahwa tidak dipenuhinya kewajiban yang merupakan wanprestasi itu, ada 2 (dua) kemungkinan yang menjadi alasan, yaitu : a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan, maupun karena kelalaian.

13 13 b. Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur tidak bersalah. 5 Sejak kapan seorang debitur ini dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, sangat penting dipersoalkan, karena wanprestasi mempunyai akibat hukum-hukum tertentu bagi debitur yang bersangkutan. Dalam praktek hukum di masyarakat, untuk memenuhi sejak kapan debitur wanprestasi kadang-kadang tidak selalu mudah, oleh karena kapan debitur harus memenuhi prestasi tidak selalu ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk berbuat (melakukan) sesuatu, kadang-kadang pihak-pihak tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan. Dipandang perlu untuk memperingatkan atau memberikan tegoran (sommitie/ingebrek estelling) kepada debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan, maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Lain halnya dengan menetapkan kapan debitur wanprestasi pada perjanjian yang prestasinya bertujuan untuk tidak berbuat atau melakukan 5 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hal. 27.

14 14 sesuatu perbuatan. Apabila orang itu melakukannya berarti ia melanggar perjanjian dan sejak itu ia dalam keadaan melanggar wanprestasi. Tentang bagaimana caranya memperingatkan seorang debitur, agar jika ia tidak memenuhi tegoran itu dapat dikatakan lalai, diberi petunjuk oleh Pasal 1238 KUH Perdata yang berbunyi : Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Selanjutnya Subekti mengemukakan yang dimaksud dengan surat perintah dalam Pasal 1238 KUH Perdata tersebut adalah : Peringatan resmi oleh seorang juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi) yang tujuanya sama, yakni untuk memberi peringatan kepada debitur agar memenuhi prestasi dalam seketika. Dalam perkembangan selanjutnya perkataan akta sejenis itu sudah lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau tegoran yang boleh dilakukan secara lisan, agar cukup tegas menyatakan desakan kreditur terhadap debitur agar supaya memenuhi prestasi dengan seketika atau dalam waktu yang tertentu. Kemudian Mahkamah Agung dengan Surat Edaran No. 3 Tahun 1963 antara lain menyatakan bahwa Pasal 1238 KUH Perdata itu tidak berlaku lagi. Dalam Surat Edaran tanggal 5 September 1963 itu menyatakan bahwa

15 15 pengiriman turunan surat gugatan dapat dianggap sebagai penagihan karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulnya gugatan dengan memenuhi kewajibannya sebelum sidang di pengadilan. 6 Asalkan tenggang waktu antara diterimanya turunan surat gugatan oleh debitur selaku tergugat sampai pada hari sidang pengadilan dapat dipandang sebagai waktu yang pantas bagi debitur untuk memenuhi kewajibannya. Alasan kedua dari wanprestasi ialah keadaan memaksa (overmacht force majeur). Wanprestasi karena keadaan memaksa bila terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, dapat juga terjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu terlarang. Pengaturan overmacht secara umum termuat dalam Bagian Umum III KUH Perdata yang dituangkan dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 1244 Jika ada untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga pun tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. 6 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Cetakan II, Alumni, Bandung, 1989, hal. 230.

16 16 Pasal 1245 Tidaklah biaya rugi dan bunga harus digantinya apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan terlarang. Dari kedua pasal di atas, ternyata penanaman atau penyebutan keadaan memaksa berbeda-beda, meskipun menurut Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata tersebut mempergunakan istilah berbeda-beda, dalam menyebutkan keadaan memaksa, namun tidaklah berbeda maksudnya. Tentang apa yagn dimaksud dengan keadaan memaksa, undangundang tidak merumuskannya. Pasal-pasal yang telah dikutip di atas hanyalah menerangkan, bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi suatu perikatan atau melakukan pelanggaran hukum oleh keadaan memaksa (overmacht), maka ia tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Walaupun pengertian overmacht tidak dirumuskan dalam pasal undang-undang, tetapi dengan memahami makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur overmacht tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa overmach adalah suatu keadaan sedemikian rupa, karena keadaan mana suatu perikatan terpaksa tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya dan peraturan hukum terpaksa tidak diindahkan sebagaimana mestinya. Abdul Kadir Muhammad, dalam bukunya merumuskan tentang pengertian overmacht sebagai suatu keadaan tidak dapat dipenuhinya

17 17 prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadinya pada waktu membuat perikatan. 7 Para sarjana biasanya membedakan keadaan memaksa overmacht atas 2 (dua) macam, yaitu : a. Overmacht yang bersifat mutlak (absolut) b. Overmacht yang bersifat nisbi (relatif). Overmacht yang bersifat mutlak (absolut) adalah keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perikatan hanya apat dilaksanakan oleh debitur dengan pengorbanan-pengorbanan yang begitu besar, sehingga tidak lagi sepantasnya pihak kreditur menuntut pelaksanaan perikatan tersebut. 8 Overmacht dalam hubungannya dengan pelaksanaan perjanjian antara overmacht yang lengkap dan overmacht sebahagian, overmacht yang tetap dan overmacht sementara. Overmacht yang lengkap adalah overmacht yang menyebabkan suatu perjanjian seluruhnya tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Sedangkan overmacht yang sebahagian adalah overmacht yang mengakibatkan dari perjanjian tidak dapat dilaksanakan. 7 Abdul Kadir Muhammad, Loc.Cit, hal Subekti, Op.Cit, hal. 56.

18 18 Selanjutnya yang disebut overmacht yang tetap adalah overmacht yang mengakibatkan suatu perjanjian terus-menerus atau selamanya tidak mungkin dilaksanakan. Sedangkan yang disebut overmacht yang sementara adalah overmacht yang mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda dari pada waktu yang telah ditentukan semula dalam perjanjian. C. Bentuk-bentuk Wanprestasi Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang telah diperjanjikan, maka ia wanprestasi. Wanprestasi sebagaimana telah disebutkan pada bagian terdahulu, berasal dari bahasa wanprastatie yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yag timbul karena undang-undang. Menurut Subekti, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam (bentuk) yaitu : a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan oleh undang-undang dalam hal perikatan itu timbul karena undang-undang. b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. Disini debitur melaksanakan atau memenuhi upaya yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian.

19 19 c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat. Disini debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 9 Berdasarkan bentuk-bentuk wanprestasi tersebut, maka bila disederhanakan bentuk-bentuk wanprestasi itu dapat berbentuk : a. Debitur sama sekali tidak berprestasi. b. Debitur keliru berprestasi. c. Debitur terlambat berprestasi. Ad.a. Debitur sama sekali tidak berprestasi Dalam hal ini, debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal ini dapat disebabka karena debitur memang tidak mau berprestasi atau dapat juga disebabkan karena kreditur objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. Pada peristiwa yang pertama memang kreditur tidak dapat bertindak lagi berprestasi, sekalipun ia mau. Contohnya adalah kalau orang memesan gaun pengantin untuk pernikahannya tanggal 1 Agustus 2004, maka penyerahan gaun tersebut sesudah tanggal itu maka gaun itu sudah tidak ada gunanya lagi. Atas dasar itu debitur tidak dapat mengusulkan prestasinya. 9 Ibid, hal. 20.

20 20 Dalam kasus seperti yang disebutkan itu, orang mungkin bertanya, kalau debitur mengusulkan prestasinya, bukankah di sana ada prestasi yang terlambat. Memang harus diakui bahwa tidaklah mudah untuk membedakan antara tidak berprestasi dengan terlambat berprestasi. Namun dalam hal ini perlu dihubungkan dengan Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan tentang hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya dan Pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa si berutang akan harus dinyatakan lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Ad.b. Debitur terlambat berprestasi Di dalam debitur berprestasi, disini debitur memang merasa telah memberikan prestasinya, yang diterima kreditur pada hal lain dari pada yang diperjanjikan. Misalnya seorang kreditur memesan atau membeli bawang putih, ternyata yang dikirim debitur adalah bawang merah. Dalam hal yang demikian dianggap bahwa debitur tidak berprestasi. Jadi dalam hal yang demikian (tidak berprestasi) termasuk penyerahan yang tidak sebagaimana mestinya, dalam arti tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada perikatan untuk memberikan barang tertentu, kalau debitur telah menyerahkan prestasinya dan kreditur telah menerimanya tanpa suatu protes, maka debitur telah berprestasi, kalau ternyata barang yang diserahkan ternyata barang tersebut

21 21 tidak sesuai dengan permintaan si kreditur sesuai dengan perjanjian maka debitur dianggap wanprestasi. Jadi disini berlaku prinsip, bahwa debitur tidak perlu harus menanggung (menggaransi) cacat yang kelihatan, yang dapat diketahui oleh kreditur sendiri. Sedangkan jika kreditur berpendapat, bahwa barang yang diserahkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan maka ia harus segera (dalam waktu singkat) menyampaikan protes kepada debiturnya. Kalau tidak ia palingpaling dikemudian hari hanya dapat mengemukakan adanya cacat tersembunyi, hal ini karena kalau mengenai cacat tersembunyi itu tidak segera diketahui dan tampak dari luar. Ad.c. Debitur keliru berprestasi Di sini debitur menyerahkan objek prestasinya sudah benar tetapi tidak sebagaimana waktu yang telah diperjanjikan, sebagaimana sudah disebut di atas, debitur digolongkan dalam kelompok terlambat berprestasi kalau objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora. D. Akibat Hukum Wanprestasi Apabila salah satu pihak telah dinyatakan wanprestasi atau tidak memenuhi perikatan, maka akan mempunyai akibat-akibat sebagai berikut : 1. Pemenuhan perikatan, atau

22 22 2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi, atau 3. Ganti rugi, atau 4. Pembatalan perjanjian dalam perjanjian timbal balik (perjanjian dua pihak) atau 5. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi atau pengakhan perjanjian. Selain itu menurut Pasal 1240 KUH Perdata para pihak berhak dapat menuntut : a. Penghapusan hak-hak yang telah dilakukan oleh pihak wajib atas biayanya. b. Mengerjakan sendiri hal-hal yang harus dilakukan oleh pihak wajib atas biayanya. Mengenai ganti rugi Pasal 1245 menyatakan bahwa : Apabila pihak wajib karena overmacht atau toepal tidak berkesempatan melakukan kewajibannya (menyerahkan, melakukan sesuatu atau tidak berkesempatan melakukan sesuatu), maka ganti rugi ditiadakan. 10 Jadi adanya alasan untuk bebas dari pemberian ganti rugi adalah adanya overmacht bagi pihak debitur. Mengenai istilah ini dalam perundang-undangan dipergunakan macam-macam istilah seperti alasan dari luar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada (menurut Pasal 1244 KUH Perdata), hal-hal 10 Achmad Ichsan, Hukum Dagang : Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Aturanaturan Angkutan, Cet. IV. Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal. 41.

23 23 yang kebutulan terjadi yang sebelumnya tidak dikira-kirakan, (menurut Pasal 144 KUH Perdata). Sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu overmacht ini ada mutlak dan ada yang tidak mutlak. Yang mutlak adalah apabila prestasi sama sekali tidak mungkin dilaksanakan oleh siapapun juga. Sebaliknya yang tak mutlak pelaksanaannya masih dimungkinkan hanya memerlukan pengorbanan dari pihak wajib. Karena itu sampai dimanakah ukuran pengorbanan ini sehingga dapt dipergunakan sebagai alasan pembebasan dari pihak wajib untuk memberikan ganti rugi terdapat 2 macam ukuran : 1. Ukuran objektif 2. Ukuran subjektif Ukuran yang objektif didasarkan kepada ukuran orang yang normal dalam keadaan demikian, apakah orang itu dapat melakukan kewajibannya atau tidak ; Sedangkan ukuran didasarkan kepada situasi keadaan debitur dengan menghubungkan pengorbanan (harta benda) yang harus diberikan olehnya apabila harus melakukan prestasi. Apabila yang dianut teori overmacht objektif, maka alasan-alasan ini sajalah yang membebaskan pihak wajib dari tuntutan ganti rugi.

24 24 E. Pengertian Komisioner Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disebutkan komisi adalah : imbalan (uang) atau persentase tertentu yang dibayar karena jasa yang diberikan dalam jual beli atau barang dagangan yang dititipkan untuk dijualkan kepada orang lain. 11 Sedangkan pengertian komisioner adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri, mendapat provisi atas perintah dan atas pembiayaan orang lain. 12 Dari pengertian yang demikian nampak bahwa seorang komisioner tersebut adalah melakukan pekerjaan untuk orang lain sementara dalam melakukan tindakan itu ia sendiri yang bertanggungjawab. Dengan akibat hukum dalam perhubungan hukum dengan pihak ketiga komisioner dapat saja tidak menyebutkan nama orang atas nama ia melakukan tindakan atau perbuatan hukum tersebut dan komisioner dapat berbuat seolah-olah ia sendiri yang berkepentingan. Apabila suatu hubungan hukum telah diserahkan kepada komisioner untuk dilaksanakan maka pihak yang menyuruh melaksanakan pekerjaan itu tidak dapat berhubungan langsung dengan akibat hukum pihak ketiga sebagai lawan dari komisioner melaksanakan hubungan hukum dimaksud. 11 Kamus Besar Bahasa Indonsia, Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (1) Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Cet. IX, Djambatan, Jakarta, 1991, hal. 54.

25 25 Demikian juga sebaliknya bahwa pihak ketiga tidak dapat menuntut kepada pemberi amanat (pekerjaan) kepada komisioner apabila memang komisioner melakukan pekerjaan diluar kewenangan yang diberikan atau melakukan wanprestasi. Kalau dalam perhubungan hukum yang dibuat atau dilaksanakan tersebut ternyata komisioner bertindak atas nama pemberi amanat maka dengan sendirinya akan berlaku ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut, yang didalam KUH Perdata perhubungan tersebut disebutkan dengan pemberian kuasa (lastgeving) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata. F. Tugas dan Tanggungjawab Komisioner Dalam perjanjian yang dibuat antara komisioner dengan komiten, maka kedudukan komisioner adalah party atau pihak yang mengadakan persetujuan. Konsekwensinya pihak lain tidak perlu mengetahui bahwa yang bersangkutan itu tidak bertindak untuk kepentingannya sendiri. Komisioner juga dilarang, apabila ia sendiri yang melakukan perdagangan asal tidak merugikan kepentingan dari komitennya. Adapun tugas dan tanggungjawab komisioner dapat dilakukan dengan cara bertindak sebagai penjual atau juga bertindak sebagai pembeli. Kalau tugas dan tanggungjawab komisioner sebagai penjual dapat disebutkan ia akan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

26 26 a. Menerima, menyimpan dan mengasuransikan barang-barang milik principalnya. b. Membayar ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk kepentingan barangbarang tersebut. c. Menjual barang-barang tersebut dengan harga setinggi-tigginya. Pada umumnya tindakan yang demikian komisioner akan menerima suatu order yang memuat limit harga terendah yang diizinkan oleh principalnya. d. Menagih pendapatan penjualan dan mengirimkan perhitungannya kepada principal. e. Membayar kepada principal apa yang disebutkan netto provenu (net proceeds) yaitu berupa pendapatan kotor setelah dipotong ongkos dan komisi. Dengan adanya tugas sebagai penjualan barang bagi kepentingan komiten yang disebutkan di atas terlihat bahwa dalam hal ini komisioner melakukan suatu usaha-usaha agar barang-barang semaksimal mungkin untuk menjaga dan menjualnya dengan harga yang tidak akan merugikan kepentingan dari komitennya. Sedangkan seorang komisioner yang bertindak sebagai pembeli bagi kepentingan komiten mempunyai tugas dan tanggungjawab antara lain : a. Membelikan barang-barang untuk principalnya dengan harga yang serendah-rendahnya, dalam surat ordernya biasanya diseut limit harga pembelian yang paling tinggi yang diperbolehkan.

27 27 b. Menyimpan dan mengasuransikan barang-barang yang dibeli. c. Membayar harga barang-barang itu dan ongkos-ongkos yang diperlukan bagi pembelian itu. d. Mengirimkan barang-barang itu dengan disertai faktor pembeliannya. Laporan ini berupa jumlah harga pembelian ditambah ongkos dan komisi. Biasanya dalam praktek seorang pedagang yang ingin membeli atau menjual barang, ia akan menginginkan suatu perkiraan tentang pendapatan bersih dari transaksi yang akan dilakukannya tersebut baik melalui perantaraan komisioner. Untuk itu maka principal akan meminta kepada komisioner untuk mengirimkan suatu contofinto yaitu suatu perhitungan penjualan atau pembelian yang bersifat imaginair. Dalam hal telah dilakukan transaksi maka pada umumnya oleh pedagang itu diminta apa yang dikenal dengan suatu faktor pro forma (pro forma invoice) dalam hal pembelian dan nota pro forma dalam hal penjualan. 13 G. Berakhirnya Perjanjian Komisi Pembahasan tentang berakhirnya perjanjian komisioner sama dengan berakhirnya perjanjian pemberian kuasa, hal ini terjadi karena penerima kuasa adalah merupakan perjanjian yang sama dengan perjanjian komisioner. Namun karena secara tegas tidak disebutkan tentang kapan 13 Achmad Ichsan, Op.Cit, hal. 39.

28 28 sebenarnya perjanjian komisioner itu sendiri berakhir maka akan diambil patokan tentang berakhirnya perjanjian kuasa. Suatu perjanjian berakhir bila mana perjanjian tersebut hapus atau dihapuskan para pihak. Masalah hapusnya perjanjian bisa juga diartikan sebagai hapusnya perikatan yang berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah tertuang dalam perikatan semula. Dalam KUH Perdata tidak ditentukan kapan suatu perjanjian berakhir (hapus), namun kaedah-kaedah yang menentukan suatu perjanjian itu hapus dibicarakan, hal itu tertuang sebagaimana di dalam Pasal 1381 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perikatan-perikatan hapus karena: a. Karena pembayaran b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. c. Karena pembaharuan utang. d. Karena perjumpaan utang atau konpensasi. e. Karena percampuran utang. f. Karena pembebasan utang. g. Karena musnahnya barang yang terutang. h. Pembatalan atau kebatalan. i. Karena berlakunya suatu syarat batal. j. Karena lewatnya waktu.

29 29 Ad.a. Karena pembayaran Pembayaran mempunyai arti yang luas, dimana tidak saja pembeli disebut membayar harga pembelian, tetapi penjualpun disebut membayar apabila telah menyerahkan barang yang dijualnya, suatu pemenuhan perikatan secara sukarela. Dari pengertian tersebut di atas yang harus membayar itu bukan hanya debitur, tetapi boleh juga orang lain (penanggung utang). Pembayaran yang dilakukan oleh seorang kawan berutang untuk melunasi utang dan bertindak atas nama si berutang adalah diperbolehkan, sepanjang dia bertindak untuk menggantikan hak-hak si berutang. Ad.b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Cara ini biasanya dilakukan apabila kreditur menolak menerima pembayaran, ini dimaksudkan untuk menolong si debitur yang ingin membayar tetapi kreditur tidak mau menerimanya. Misalnya tawaran uang yang dibayarkan itu melalui seorang perantara yaitu juru sita atau notaris dengan dihadiri dua orang saksi, juru sita atau notaris pergi ke tempat kreditur dengan memberitakan bahwa tetap ia atas perintah debitur datang untuk membayar utang si debitur.

30 30 Ad.c. Pembaharuan utang Pembaharuan utang (novasi) adalah suatu perjanjian baru dengan maksud untuk menggantikan atau menghapuskan perjanjian lama. Agar terjadi suatu pembaharuan utang, maka kehendak untuk mengadakan harus dinyatakan dengan tegas dan tidak diperlukan bentuk tertentu, cukup dengan tercapainya kata sepakat. Ad.d. Penyimpanan utang atau konpensasi Perjumpaan utang merupakan suatu cara untuk menghapuskan utang dengan memperhitungkan utang piutang masing-masing pihak sehingga salah satu perikatan menjadi hapus. Misalnya A mempunyai piutang atas B, sebanyak Rp ,- (tiga ratus ribu rupiah) sebaliknya B mempunyai piutang sebanyak Rp ,- (dua ratus ribu rupiah), maka antara A dan B melakukan perjumpaan utang sehingga piutang B menjadi hapus sedangkan A mempunyai piutang menjadi Rp ,- (seratus ribu rupiah). Ad.e. Percampuran utang Percampuran utang dapat terjadi dikarenakan : a. Bila debitur menjadi ahli waris tunggal kreditur. b. Bila seorang wanita debitur, kemudian kawin dengan kreditur maka terjadi percampuran utang dalam suatu percampuran harta.

31 31 Ad.f. Pembebasan utang Pembebasan utang terjadi apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan sudah tidak menghendaki lagi prestasi dari si berutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan suatu prestasi. Ad.g. Musnahnya barang yang tertuang Jika barang yang menjadi objek perjanjian musnah maka perjanjian itu menjadi hapus, asal musnahnya barang itu bukan karena kesalahan si berutang dan dalam hal ini si debitur harus dapat membuktikan musnahnya objek dalam perjanjian tersebut. Ad.h. Pembatalan atau kebatalan Perjanjian itu batal demi hukum apabila perjanjian itu tidak memenuhi syarat objektif sedangkan terjadi suatu pembatalan apabila perjanjia itu tidak memenuhi syarat subyektif. Ad.i. Berlakunya suatu syarat batal Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila tidak dipenuhi, maka perjanjian itu menjadi batal atau perjanjian itu seolah-olah tidak pernah ada. Ini biasanya digantungkan pada suatu peristiwa, yang tidak tertentu misalnya saja akan memberikan sepeda motor apabila seseorang lulus menjadi

32 32 seorang polisi. Berlakunya suatu syarat batal merupakan salah satu cara menghapuskan perikatan, ini dapat diberlakukan pada perjanjian bersyarat. Ad.j. Lewat waktu (daluarsa) Daluarsa adalah salah satu alat untuk memperoleh sesuatu atau dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan. Khusus terhadap perjanjian komisioner maka berakhirnya perjanjian komisioner yang merupakan pemberian kuasa dalam melaksanakan sesuatu dapat berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa atau pemegang kuasa (vide Pasal 1813 ayat (3) KUH Perdata). Jika pemberi kuasa meninggal dunia, sedangkan perjanjian komisi belum selesai dilaksanakan, maka komisioner wajib menyelesaikan dengan baik. Kalau komisioner alpa, sehingga karena kealpaan itu timbul kerugian maka komisioner tersebut dapat dibebani pembayaran ganti kerugian. Bila yang meninggal itu komisioner maka ahli warisnya wajib memberitahukan hal itu kepada pemberi kuasa dan berkewajiban untuk bertindak bagi kepentingan komiten. Bila mereka lalai, mereka dapat dibebani pembayaran biaya, kerugian dan bunga.

33 33 Karena perjanjian komisi ini termasuk perjanjian timbal balik maka bila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, perjanjian itu dapat dimintakan penyelesaiannya kepada hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

34 34 BAB III AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI A. Hal-hal yang diperjanjikan dalam Perjanjian Komisi Melihat begitu besarnya tanggungjawab yang diberikan kepada seorang komisioner dalam melaksanakan hubungan dagang maka dalam hal ini dapat diberikan hak utama. Pemberian hak utama dimaksudkan adalah untuk menjaga agar perbuatan hukum yang dilaksanakannya tersebut diketahui baik itu mendahului, menahan dan menyimpang. Kenyataan yang demikian lebih jelas disebutkan bahwa hak utama komisioner adalah : a. Hak mendahului atas barang-barang yang diserahkan untuk dijual atau atas barang-barang yang telah dibeli (bevoorrecht op de goederen) menurut Pasal 80. b. Hak menahan (ius retentio). Hak ini berdasarkan Pasal 81 KUHD dilakukan atas hasil penjualan barang, termasuk dalam Pasal 80 KUHD

35 35 untuk membayar pada diri sendiri upah yang menjadi aknya. Hak menahan itu dapat pula dilakukan terhadap barang-barang untuk dijual, untuk mana harus ditempuh jalan yang ditentukan oleh Pasal 82 dan 83 KUHD. c. Ius separatis atau hak menyimpang. Penyimpangan ini berupa tagihan secara langsung pada principalnya yang telah dinyatakan pailit atau dengan perkataan lain tanpa melalui Balai Harta Peninggalan (weeskamer). Pasal 84 KUHD menentukan bahwa dalam hal yang dimaksud di atas, berlakulah Pasal 56, 57 dan 58 UU Kepailitan. Pasalpasal tersebut menentukan dapat menjalankan haknya, seolah-olah tidak terdapat kepailitan. 14 Dengan adanya hak utama yang diberikan dalam hal ini kelihatan adalah untuk melindungi pihak komisioner dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang mungkin dilakukan principal. Disebutkan demikian karena dalam perhubungan hukum komisioner dianya akan mendapatkan sejumlah upah dari hasil kerja atau tindakan yang dibebankan kepadanya. 14 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, Cet. XXV, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal. 92.

36 36 Kalau diperhatikan juga tentang adanya untuk menjual dalam hal ini adalah apabila memang hubungan hukum antara principal dengan komisioner tidak dilaksanakan, maka dengan sendirinya barang yang menjadi objek tindakan yang dibebankan kepada komisioner dapat dijualnya untuk pelunasan hak baginya berupa upah. Dengan pengertian lain hasil penjualan barang dapat ditahan oleh komisioner apabila upah yang diperjanjikan akan diberikan kepadanya belum dibayar oleh principal. Berkenaan dengan hak menahan barang ini nampak bahwa dalam kedudukan yang demikian, komisioner akan mempergunakannya apabila juga principal tidak memberikan upah yang diperjanjikan kepadanya. Artinya dengan menahan barang yang menjadi objek yang diperjanjikan maka komisioner akan mempunyai kepastian akan pembayaran upahnya. Hal ini disebutkan oleh Sukardono sebagai hak retensi yang diberikan kepada komisioner oleh Pasal 85 KUHD 15. Sementara kalau yang disebutkan dengan hak yang menyimpang adalah bahwa kelihatan 15 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I (Bagian Pertama), Cetakan ke VIII, Dian Rakyat, Jakarta, 1983, hal. 92.

37 37 komisioner mempunyai kedudukan yang lebih baik. Disebutkan demikian karena dalam hal ini komisioner dapat memintakan pembayaran upah pada principal walaupun si principal tersebut berada dalam keadaan pailit. Dengan demikian kepailitan yang terjadi pada principal tidak menghambat hak dari komisioner untuk menuntut pembayaran upah atas hasil tindakan yang dibebankan atau diwajibkan untuk dikerjakannya. Jelasnya dapat disebutkan dari posis ini komisioner mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen. Dengan tegas disebutkan oleh Purwosutjipto, bahwa : komisioner mempunyai hak istimewa pada barang-barang komiten yang ada di tangan komisioner : 1. untuk dijual 2. untuk ditahan bagi kepentingan lain yang akan datang dan 3. yang dibeli dan diterimanya untuk kepentingan komiten. 16 Jelasnya disebutkan dalam hal ini bahwa yang dimaksud dengan komisioner adalah orang yang melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan kepentingan pihak lain yang disebutkan dengan principal atau komiten 16 HMN. Purwosutjipto, Op.Cit, hal. 59.

38 38 dengan mengadakan hubungan hukum berupa perjanjian pada pihak ketiga sebagai lawan principal. Hubungan hukum yang demikian ini saja terjadi karena kemungkinan besar dalam suatu hubungan hukum yang dibuat tersebut pihak principal (komiten) tidak dapat melaksanakannya atau tidak mempunyai waktu dalam menjalankan perhubungan hukum dimaksud. Dalam hal ini dapatlah dilihat bahwa komisioner adalah orang yang menjalankan suatu pekerjaan dengan menerima komisi yang diikat dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian komisi sebagai perjanjian antara komisioner dengan komiten, yakni perjanjian pemberi kuasa. Dari perjanjian ini timbul hubungan hukum yang bersifat tidak tetap. 17 Perjanjian pemberi kuasa dimaksud dalam kutipan di atas menunjukkan kepada tugas yang diberikan kepada komisioner di dalam melaksanakan suatu tugas yang sebenarnya harus dilaksanakan oleh komiten, dimana dalam pemberian kuasa tersebut terlebih dahulu dibarengi dengan pembuatan perjanjian antara mereka (komisioner dan komiten). 17 HMN. Purwosutjipto, Op.Cit, hal. 59.

39 39 Perjanjian yang demikian adalah bersifat sebagai perjanjian pemberian kuasa khusus. 18 Dimana kekhususan tersebut terletak pada : a. bahwa komisioner bertindak atas nama diri sendiri b. komisioner mendapat provisi bila pekerjaan selesai. c. akibat hukum perjanjian komisi banyak yang tidak diatur dalam undang-undang. Sementara Molengraaf berpendapat bahwa : perjanjian komisi itu merupakan perjanjian campuran, yaitu perjanjian pelayanan berkala dan perjanjian pemberian kuasa. 19 Dengan demikian hukum antara komisioner dan komiten adalah sebagai pemegang kuasa dan pemberi kuasa. Komisioner bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah kepada kuasa dan pemberi kuasa bertanggungjawab atas biaya pelaksanaan perintah dan pembayaran provisi. Jadi perjanjian komisi adalah perjanjian pemberian kuasa yang kewajibannya diatur dalam KUH Perdata terutama Buku III Bab XVI, bagian 2 dan 3, tentang Pemberian Kuasa, terutama kewajian si kuasa dan kewajiban 18 Ibid. 19 Ibid.

40 40 si pemberi kuasa dan dalam KUHD Buku I, Bab V, bagian 1 tentang Komisioer. Dimana pada dasarnya disebutkan bahwa perjanjian komisi ini harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata). B. Tinjauan Hukum Tentang Wanprestasi pada Perjanjian Komisi Berbicara masalah wanprestasi, berarti akan ditinjau atau yang menjadi titik berat dalam masalah ini adalah adanya kelalaian dari salah satu pihak yang membuat perjanjian. Atau dengan kata lain bahwa wanprestasi itu terjadi karena tidak dilaksanakannya isi perjanjian yang telah disepakati diantara mereka yang membuat perjanjian tersebut. Dengan kata lain bahwa penentuan wanprestasi berhubungan erat dengan telah dilaksanakannya isi perjanjian atau tidak, kalau memang isi perjanjian tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya terdapatlah unsur wanprestasi di dalamnya, demikian juga selanjutnya kalau telah terjadi wanprestasi dapat dibarengi dengan pengajuan permohonan ganti kerugian. Dalam perjanjian komisi bentuk wanprestasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni :

41 41 1. Apabila komiten yang memberikan kuasa kepada komisioner tidak membayar komisi sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dikerjakan. 2. Apabila komisioner tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi prestasi yang tertera dalam perjanjian dengan komitennya. Dengan demikian dapatlah disebutkan secara jelas bahwa terjadinya wanprestasi ialah apabila salah satu pihak yang membuat perjanjian tersebut tidak melaksanakan janjinya sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Sedangkan akibat hukum yang terjadi apabila memang telah terbukti wanprestasi ialah dapat berupa pembatalan perjanjian atau permohonan pembayaran ganti kerugian dari pihak yang melakukan wanprestasi. Dapat disimpulkan bahwa penentuan wanprestasi dalam perjanjian komisi adalah berhubungan erat dengan telah dilaksanakannya isi perjanjian atau tidak, jika isi perjanjian itu tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya terdapat unsur wanprestasi di dalamnya, yang dapat diajukan gugatan melalui Pengadilan untuk memohon ganti kerugian.

42 42 C. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Yang Melakukan Wanprestasi dan Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Bertitik tolak dari sub bab di atas, maka terdapat dua pokok persoalan yang perlu dikemukakan, yaitu akibat hukum dan upaya hukum. 1. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Yang Melakukan Wanprestasi Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa akibat-akibat bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah berupa hukuman atau sanksi sebagai berikut : 1. Debitur harus membayar ganti kerugian yang telah diderita kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata). 2. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUH Perdata. 3. Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata). 4. Membayar biaya perkara apabila diperkirakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR/192 ayat (1) RBG). 5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Perdata).

43 43 Dari akibat-akibat hukum di atas, maka kreditur dapat memilah diantara beberapa kemungkinan tuntutan terhadap debitur, yaitu : a. Pemenuhan perikatan. b. Pemenuhan perikatan disertai dengan ganti kerugian. c. Ganti kerugian. d. Pembatalan perjanjian oleh hakim. e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian. Yang dimaksud dengan ganti kerugian ini adalah ganti kerugian yang timbul karena adanya para pihak yang melakukan wanprestasi karena lalai. Pada perjanjian komisi kedua belah pihak mempunyai kewajiban memenuhi prestasi. Jika pihak komisioner melakukan wanprestasi dengan tidak melaksanakan pekerjaan yang disuruh oleh komitennya maka segala kerugian akibatnya akan dibebankan kepada komisioner dan komiten dapat memintakan pemenuhan perikatan. Pemenuhan perikatan disertai dengan ganti kerugian. Ganti kerugian, pembatalan perjanjian oleh hakim, pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian. Sedangkan jika pihak komiten yang wanprestasi dengan tidak membayar uang komisi dari hasil kerjanya sesuai dengan isi perjanjian komisioner dapat memintakan : a. membayar uang komisi secara sekaligus/tunai (pemenuhan prestasi). b. Membayar ganti rugi atas keterlambatan menyerahkan/membayar hak/bagian komisi membayar lunas seluruhnya ditambah ganti kerugian.

44 44 c. Membayar uang paksa (dwangsom) apabila komiten melaksanakan putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 2. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Bila Salah Satu Pihak Wanprestasi Adapun tindakan-tindakan atau upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan akibat wanprestasi dari salah satu pihak adalah sebagai berikut : a. Upaya hukum di luar pengadilan Upaya hukum di luar pengadilan sebagai akibat dari wanprestasi tersebut di atas adalah dengan melakukan perdamaian antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara kekeluargaan dengan melibatkan pihak ketiga yang dinilai oleh para pihak adil dan dapat menyelesaikan sengketa tersebut. Pihak ketiga ini dapat saja merupakan orang perorangan atau lembaga non justisia yang dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi dan lain-lain. Kemudian mengenai objek sengketa dapat dikuasai oleh pihak ketiga yang menjadi penengah yang menyelesaikan sengketa tersebut namun bisa juga berada pada salah satu pihak yang bersengketa asal saja mendapat persetujuan dari para pihak dan objek tersebut tetap dibawah pengawasan pihak ketiga tersebut.

45 45 b. Upaya hukum dengan beracara di pengadilan. Jika upaya perdamaian oleh pihak yang dirugikan akibat wanprestasi dari salah satu pihak tidak dapat menyelesaikan persoalan, maka tidak ada jalan lain kecuali menyelesaikan persoalan tersebut melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Untuk memperbaiki atau memulihkan hak-hak pihak yang dirugikan akibat wanprestasi dari salah satu pihak yang telah menyebabkan kerugian baginya, maka ia dapat menuntut kepada pengadilan agar : 1) Memberikan gugatan kepada pihak yang telah melakukan wanprestasi. 2) Menghukum supaya pihak yang melakukan wanprestasi memenuhi prestasi. 3) Menyatakan sebagai hukum bahwa pihak yang melakukan wanprestasi benar telah melakukan wanprestasi (cidera janji). 4) Menghukum pihak yang melakukan wanprestasi untuk membayar ganti rugi atas akibat yang timbul karena terjadinya wanprestasi yang terdiri dari : a. Beban biaya pokok yang langsung timbul akibat wanprestasi tersebut serta tunggakan-tunggakan utang lainnya. b. Denda (bunga) dan tunggakan denda (bunga). c. Biaya lain-lain, termasuk biaya perkara dan honor pengacara.

46 46 5) Menghukum pihak yang melakukan wanprestasi uang paksa (dwangsom) lalai melaksanakan keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 6) Mengalihkan segala resiko yang timbul akibat terjadinya wanprestasi. 7) Membatalkan perjanjian dan melakukan sita revindikatoir (revindicatoir beslag) dan mengambil kembali barang-barang yang menjadi objek dari perjanjian komisi yang berada dalam kekuasaan orang pihak yang melakukan wanprestasi tersebut. Dengan mengikutsertakan hakim, yaitu dengan beracara di Pengadilan dalam menyelesaikan persoalan tersebut, akan diharapkan hakim sebagai penegak hukum dapat memberikan penyelesaian yang seadil-adilnya, sehingga kepentingan masingmasing pihak dapat terlindungi. Dalam beracara di pengadilan ini, terhadap pihak-pihak yang merasa dirugikan ataupun tidak menerima penyelesaian yang diberikan oleh hakim dalam putusannya, dapat mengajukan upayaupaya hukum lain yang berlaku dalam hukum acara perdata yaitu upaya hukum biasa seperti banding dan kasasi maupun upaya hukum luar biasa seperti memohon peninjauan kembali pada perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

47 47 Perlu juga dijelaskan bahwa dalam hal melakukan sita revindikatoir (revindicatoir beslag) dan mengambil kembali barangbarang yang menjadi objek dari perjanjian komisi yang berada dalam kekuasaan orang pihak yang melakukan wanprestasi tersebut, pemutusan atau pembatalan perjanjian secara sepihak oleh para pihak. Dalam Pasal 1266 KUH Perdata ditentukan : Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakah salah satu pihak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim leluasa untuk menurut keadaan atas permintaan si tergugat memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan. Dengan demikian yang membatalkan perjanjian itu bukanlah wanprestasi, melainkan putusan hakim. Wanprestasi hanya sebagai alasan hakim menjatuhkan putusannya. Dengan kata lain, wanprestasi hanya sebagai syarat terbitnya putusan hakim. Malahan juga syarat dicantumkan dalam perjanjian, pembatalan harus tetap dimintakan kepada hakim.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus 34 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1 KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA Oleh : Revy S.M.Korah 1 A. PENDAHULUAN Lelang di Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan suatu masalah yang baru, karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BERAKHIRNYA PERIKATAN

BERAKHIRNYA PERIKATAN RH BERAKHIRNYA PERIKATAN Perjanjian baru benar-benar berakhir jika seluruh isi perjanjian telah ditunaikan. Isi perjanjian itu adalah perikatan. Ps 1381 KUHPdt mengatur cara hapusnya perikatan : 1. Pembayaran;

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi Istilah pernyataan lalai atau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan

BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan Pemasok Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan disebutkan bahwa : Consgnment

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT) AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT) Oleh I Gede Parama Iswara I Wayan Wiryawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa. Pengangkutan merupakan salah satu hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Wanprestasi Prestasi atau yang dalam bahasa inggris disebut juga dengan istilah "performance" dalam hukum kontrak dimaksud sebagai suatu pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA Level Kompetensi I Sesuai Silabus Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. Pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci