HUBUNGAN FAKTOR ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA REMAJA WANITA DI SMA N
|
|
- Djaja Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN FAKTOR ORANG TUA DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA REMAJA WANITA DI SMA N.3 DAN SMA METHODIST 1 PALEMBANG TAHUN 006 Hj.Syarifah, Murdiningsih, Rohaya, SKM Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Palembang Remaja adalah suatu periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan masa kini merupakan masa yang sangat rawan dalam kehidupan seseorang, sebab selama masa ini kejadian seperti social, ekonomi, biologi dan demograpi akan menentukan tahap kehidupan masa dewasanya (Bongaartss and Cohen, 1998). Menurut Wimpi Pangkahila (1998) remaja menerima pengetahuan tentang seksualitas pertama kali bukan dari sumber (informasi) yang benar bahkan mereka tidak cukup menerima pengetahuan seksualitas secara benar dan bertanggung jawab, sebailiknya dengan mudah mereka menerima informasi tentang seks dari sumber yang salah dan tidak bertanggung jawab misalnya gambar porno, bahkan denga erotik dapat disaksikan di depan komputer. Kurangnya kadar informasi tentang pengetahuan seksualitas yang diperoleh remaja antara lain disebabkan sikap orang tua yang tabu untuk membicarakan seks dengan anaknya sehingga anaknya berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak akurat seperti teman sebaya (Sarwono, 000). Adapun tujuan penelitian ini Diketahuinya hubungan antara Faktor orang tua dan Faktor Lingkungan dengan Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Bebas pada Remaja Wanita di SMA N.3 dan SMA Methodist 1 Palembang Agustus 006 Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah Cross sectional dimana variabel bebas Independen yaitu Faktor orang tua (Pendidikan, Sikap, Komunikasi Orang Tua-Anak, Sosial, Ekonomi) dan faktor Lingkungan (Media massa dan teman sebaya) dan Variabel Dependen (Pengetahuan Remaja Wanita tentang perilaku seksual bebas) diukur pada waktu bersamaan. Berdasarkan Hasil Penelitian dari 166 responden didapat: Pengetahuan remaja wanita yang baik tentang perilaku seksual bebas sebesar (7,3%), yang termasuk pendidikan orang tua tinggi sebesar (71,1%), orang tua yang mempunyai sikap positif sebesar (66,9%), Komunikasi orang tua-anak yang baik sebesar (55,5%), tingkat sosial ekonomi tinggi sebesar (65,7%), remaja wanita yang terakses oleh media massa sebesar (15,7%) dan remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya sebesar (15,1%). Hasil Analisis Bivariat yang menggunakan uji Chi-square didapat adanya hubungan yang bermakna antara Pendidikan, Sikap, Komunikasi Ortu-Anak, sosial ekonomi dan pengaruh teman sebaya dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, sedangkan media massa tidak terdapat hubungan yang bermakna. Hasil uji Regresi logistic didapat nilai Odds Ratio sebesar (3,357) adalah variabel teman sebaya, angka tersebut menunjukkan bahwa remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya mempunyai kecenderungan 3,337 kali berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas setelah dikontrol oleh variabel komunikasi ortu-anak dengan pendidikan ortu. Kesimpulan: Pengetahuan remaja wanita SMA N.3 dan SMA Methodist 1 Palembang tentang Perilaku seksual bebas 3,357 kali lebih besar dipengaruhi oleh teman sebaya dibanding yang tidak terpengaruh setelah ddikontrol oleh variabel komunikasi ortu-anak dengan pendidikan ortu. Saran: Diharapkan dengan memiliki pengetahuan yang benar mengenai perilaku seksual bebas khususnya yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya, akan terbentuk perilaku seksual yang positif dan bertanggung jawab. Kata kunci: Pengetahuan Perilaku Seksual Bebas. PENDAHULUAN Remaja adalah sebagai bagian dari generasi muda merupakan aset nasional yang sangat penting dalam mempersiapkan kelangsungan program selanjutnya baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan itu sendiri (Media Y, 1995). Sejak tahun 000 kaum remaja telah menjadi kelompok populasi terbesar dalam piramida peenduduk Indonesia (Hasmi, 001). Jumlah populasi remaja di Indonesia tahun 000 usia tahun 1%b (PKBI, 000). Sedangkan menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Selatan tahun 00 jumlah populasi remaja tahun 11,94%, tahun 11,40% dan 0-4 tahun 9,08%, dengan keadaan ini jelas
2 terlihat potensi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi pembangunan jumlahnya cukup besar, namun di era globalisasi sekarang ini ada kekhawatiran dimana remaja akan terpengaruh oleh keadaan yang tidak bisa diantisipasi oleh dirinya sendiri sehingga bukanlah menjadi pelaku pembangunan malah menjadi beban bagi pembangunan. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktifitas seksual mereka sendiri. Menurut Wimpi Pangkahila (1998) remaja menerima pengetahuan tentang seksualitas pertama kali bukan dari sumber (informasi) yang benar bahkan mereka tidak cukup menerima pengetahuan seksualitas secara benar dan bertanggung jawab, sebaliknya dengan mudah mereka menerima informasi tentang seks dari sumber yang salah dan tidak bertanggung jawab misalnya gambar porno, bahkan dengan erotik dapat disaksikan di depan komputer. Kurangnya kadar informasi tentang pengetahuan seksualitas yang diperoleh remaja antara lain disebabkan sikap orang tua yang tabu untuk membicarakan seks dengan anaknya sehingga anaknya berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak akurat seperti teman sebaya (Sarwono, 000). Perilaku seks pranikah (bebas) merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seks bebas ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktorfaktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks bebas. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks. Cukup naif bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual bebas lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer-group), pengaruh media dan televisi bahkan faktor orang tua sendiri. Pada masa remaja kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi (Papalia, 001). Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks bebas itu sendiri. Pengaruh media dan televisi pun seringkali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya seharihari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyarakat yang berbeda. Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan orang tua sendiri dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan (Aryatmi, 1985; Tukan, 1989; Howard, 1990). Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Sumatera Selatan, Amirul Husni, mengemukakan dari data sekunder yang dimiliki PKBI hingga akhir 001 kepada 300 responden mahasiswa di Kota Palembang diketahui sejak usia 1 tahun sebagian remaja telah berpacaran, pada usia ini cara mereka menyukai lawan jenis dengan cara saling lirik-melirik atau mencoba menjalin komunikasi dengan berbagai media baik surat maupun telepon. Seiring perkembangan usia dan perasaan yang terjalin, maka perilaku pacaran juga berubah, ada yang sekadar mengobrol, saling berpegangan tangan, merangkul atau memeluk, mencium pipi, atau kening, berciuman bibir, mencium leher, dan meraba anggota badan yang sensitif, sekitar,57% responden melakukan petting, 4,90% responden pernah melakukan seks pranikah, frekuensi responden didalam melakukan hubungan pranikah inipun bervariasi, 0,51% hanya satu kali, 53,85%
3 sebulan sekali atau dua kali, 17,95% seminggu satu atau dua kali, 7,69% hampir setiap hari. Semakin maju dunia ini semakin banyak masalah baru, penyimpangan pun semakin canggih. Masalah seks para siswa seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli dan sebagainya adalah penyimpangan perilaku seksual dan kenakalan remaja. Penyimpangan perilaku seksual yang paling mengkhawatirkan di kalangan siswa adalah hubungan seks pranikah yang mengarah ke seksual (free sex). Pengetahuan mengenal internet pada anak SMA pada saat ini bukanlah hal yang sulit, bagi mereka itu merupakan kebutuhan untuk mencari informasi yang diperlukan di sekolah, oleh sebab itu mereka sering mengakses situs-situs yang ada di internet dan tidak menutup kemungkinan termasuk pengetahuan ataupun media pornografi seks bebas yang ada di internet, sehingga menarik minat peneliti untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan remaja wanita(siswi) SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tentang perilaku seksual bebas tersebut. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analitik kuantitatif dengan desain penelitian Cross-Sectional Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua remaja wanita (siswi) SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tahun ajaran 005/006. Besar sampel dengan menggunakan rumus : n = z1 /P(1 P) N d ( N 1) z P(1 P) 1 / Pengumpulan data primer dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada remaja wanita (siswi), data ini diambil dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk penyebaran angket dan pengisian kuesioner yang disiapkan oleh peneliti sesuai dengan permasalahan tujuan penelitian yang ingin dicapai. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran Beberapa Variabel yang telah dikategorikan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini: Tabel 1 Analisis Univariat Beberapa Faktor Remaja Wanita SMAN 3 dan SMA Methodist 1 Palembang Tahun 006 No Variabel n % Pengetahuan 1 Remaja Wanita Baik 10 7,3 Kurang 46 7,7 Sikap Positif ,9 Negatif 55 33,1 Komunikasi Ortu- Anak Baik 9 55,4 Kurang 74 44,6 Pendidikan Ortu Remaja Wanita Tinggi ,1 Rendah 48 8,9 Sosial Ekonomi Ortu Tinggi ,7 Rendah 57 34,3 6 Media Masa Terakses 6 15,7 Tidak Terakses ,3 7 Teman Sebaya Terpengaruh 5 15,1 Tidak Terpengaruh ,9 Analisis Bivariat Hubungan beberapa faktor dengan tingkat pengetahuan tentang Perilaku seksual bebas remaja wanita di SMAN 3 dan SMA Methodist 1 disajikan pada tabel berikut ini : Tabel Analisis Bivariat Beberapa Faktor dengan Tingkat Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Bebas Remaja Wanita di SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang Tahun 006
4 No 1 Sikap 3 4 Variabel Pengetahuan Remaja Wanita tentang perilaku seksual bebas baik kurang Total n % n % n % Analisis Multivariat Menentukan Variabel Kandidat Model Setelah mendapatkan variabel kandidat model dilakukan uji regresi logistik Tabel 3 Hasil Akhir Uji Regresi logistik antara Variabel Kandidat dengan Pengetahuan tentang Perilaku Seksual Bebas Remaja Wanita SMAN 3 dan SMA Methodist 1 Palembang Tahun 006 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa variabel komunikasi ortu-anak, Pendidikan ortu dan Pengaruh teman sebaya mempunyai nilai p < 0,05, artinya bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang yang menentukan tingkat pengetahuan tentang Perilaku OR (95 % CI) Positif 89 8, 19, ,13 (1,54- Negatif 31 56,4 4 43, ,36) Komunikasi Ortu-Anak Baik 77 83, , ,7 (1,80- Kurang 43 58, , ,60) Pendidikan Ortu Tinggi 95 80,5 3 19, ,8 (1,83- Rendah 5 5,1 3 47, ,86) Sosial Ekonomi Ortu Tinggi 88 80,7 1 19, ,7 (1,61- Rendah 3 56,1 5 43, ,64) 5 Media Masa 6 Akses 17 65,4 9 34, ,67 (0,7- Tidak Akses ,6 37 6, ,65) Teman Sebaya Terpengaruh ,18 Tidak (0,07- Terpengaruh ,45) Variabel B Wald Sig OR (95% CI) Komunikasi Ortu-Anak Pendidikan Ortu Teman Sebaya Constan P 0, ,01 0,537 0 seksual bebas remaja wanita di SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang tahun 006. PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Remaja Wanita tentang Perilaku Seksual Bebas Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada remaja wanita SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang pada bulan Agustus 006, dengan jumlah responden sebanyak 166 remaja wanita, didapatkan remaja wanita yang berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebanyak 10 orang (7,3%) sedangkan pengetahuan remaja wanita yang kurang sebanyak 46 orang (7,7%).. Hubungan antara Pendidikan Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita tentang Perilaku seksual bebas didapatkan hubungan yang bermakna antara Pendidikan orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=3,80 CI 95% = 1,83-7,86), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua berpendidikan tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang berpendidikan rendah. 3. Hubungan antara Sikap Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita didapatkan hubungan yang bermakna antara Sikap Orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,0) dan nilai OR=3,13 (CI 95% = 1,54-6,36), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua bersikap positif cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,1 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang bersikap negatif. 4. Hubungan antara Komunikasi Orang tua-anak dengan Pengetahuan Remaja Wanita Keluarga berfungsi dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral, dan keterbukaan komunikasi dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Keluarga yang mampu berfungsi optimal membantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksual selaras dengan norma dan nilai yang berlaku serta menyalurkan energi psikis secara produktif (Wahyuni, 004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hubungan yang bermakna antara komunikasi Orang tua-anak dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=3,70 (CI 95% =1,80-7,60)
5 artinya remaja wanita yang komunikasi dengan orang tuanya baik cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,7 kali lebih besar dibanding komunikasi orang tua-anak yang kurang. 5. Hubungan antara Sosial Ekonomi Orang tua dengan Pengetahuan Remaja Wanita didapatkan hubungan yang bermakna antara Sosial Ekonomi Orang tua dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,01) dan nilai OR=3,7 (CI 95%=1,61-6,64), artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua sosial ekonomi yang tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan yang baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3, kali lebih besar dibanding sosial ekonomi orang tuanya yang kurang. 6. Hubungan antara Media Massa dengan Pengetahuan Remaja Wanita didapatkan tidak ada hubungan antara Media Massa dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,537) dan nilai OR=0,67 (CI 95%=0,7-1,65), artinya remaja wanita yang terakses media massa cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas 0,67 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terakses. 7. Hubungan antara Teman sebaya dengan Pengetahuan Remaja Wanita didapatkan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan Pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas, dengan hasil uji statistik Chi-Square (p=0,00) dan nilai OR=0,18 (CI 95%=0,07-0,45), artinya remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,18 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh teman sebaya. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari 166 responden remaja wanita SMA Negeri 3 dan SMA Methodist 1 Palembang A. Hasil analisis berdasarkan uji statistik Chi-Square: 1. Didapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=3,80 (CI 95%= 1,83-7,86) artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua berpendidikan tinggi cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang berpendidikan rendah.. Didapatkan hubungan yang bermakna antara sikap orang tua dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,0) dan nilai OR=3,13 (CI 95%= 1,54-6,36) artinya remaja wanita yang mempunyai orang tua bersikap positif cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,8 kali lebih besar dibanding orang tuanya yang mempunyai sikap negatif. 3. Didapatkan hubungan yang bermakna antara komunikasi orang tua-anak dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=3,70 (CI 95%= 1,80-7,60) artinya remaja wanita yang mempunyai komunikasi dengan orang tua baik cenderung remaja tersebut mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3,7 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang kurang komunikasi dengan orang tuanya. 4. Didapatkan hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi keluarga dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,01) dan nilai OR=3,7 (CI 95%= 1,61-6,64) artinya remaja wanita yang status sosial orang tuanya tinggi cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 3, kali lebih besar dibanding remaja wanita yang kurang status sosial ekonomi orang tua rendah. 5. Didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara media masa dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,537) dan nilai OR=0,67 (CI 95%= 1,61-6,64) artinya remaja wanita yang terakses media masa pornografi cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,67 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terakses. 6. Didapatkan hubungan yang bermakna antara teman sebaya dengan pengetahuan remaja wanita tentang perilaku seksual bebas (p=0,00) dan nilai OR=0,18 (CI 95%= 0,07-0,45) artinya remaja wanita yang terpengaruh teman sebaya cenderung mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas sebesar 0,18 kali lebih besar dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh. B. Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik dari beberapa variabel yang bermakna, nilai (p<0,05) maka didapatkan yang paling dominan adalah variabel teman sebaya dengan nilai (OR=3,357). Angka tersebut menunjukkan bahwa remaja wanita yang terpengaruh oleh teman sebaya cenderung 3,35 kali berpengetahuan baik tentang perilaku seksual bebas dibanding remaja wanita yang tidak terpengaruh oleh teman sebaya setelah dikontrol oleh variabel komunikasi ortu dengan pendidikan ortu. Saran 1. Bagi orang tua Pendidikan seorang anak sebaiknya dimulai dari keluarga, karena pendidikan dimulai sejak dini,
6 dengan orang tualah seseorang berinteraksi dan menghabiskan sebagian waktunya. Demikian pula pendidikan seks, pada dasarnya pendidikan seks yang baik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Pendidikan seks ini hendaknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati-kehati antara orang tua dan anak. Orang tua harus mampu dan mengerti dan lebih dekat pada anak untuk memberikan penjelasan dan arahan tentang bagaimana seharusnya. Dengan demikian penting bagi orang tua untuk membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks dan mempelajari perkembangan psikis remaja dan memahami konsep diri remaja melalui komunikasi dua arah dengan cara persuasif, memperlakukan remaja sebagai sahabat dirumah sehingga bisa membuka dialog dan membekali anak-anaknya dan teknik-teknik penyampaian yang baik kepada anaknya tentang seks itu sendiri, sehingga anak merasa telah menemukan identitas mereka dan mereka dapat melakukan tindakan-tindakan yang benar.. Bagi pihak sekolah Pendidikan seks di sekolah sebaiknya diberikan menjelang masa remaja, sehingga mereka telah memiliki bekal untuk menghindari pelecehan seks terhadap diri mereka dan dapat menghindarkan diri dari perilaku seks menyimpang dengan berbagai dampak negatifnya baik klinik, biologi, psikologik maupun sosial. Tumbuhkan motivasi bahwa remaja memiliki psikis yang sehat serta memotivasinya untuk menghadapi kehidupan masa mendatang, salurkan remaja terhadap potensi yang ada dalam dirinya berupa kegiatan-kegiatan yang positif dan produktif. 3. Bagi remaja Pentingnya pengetahuan seks yang benar bagi semua remaja agar dapat mengerti risiko-tisiko perilaku seksual bebas serta bagaimana memilih perilaku yang sehat dan bertanggung jawab. Selain itu juga diperlukan tindakan preventif secara internal artinya mengupayakan pencegahan oleh diri remaja itu sendiri, antara lain dengan cara meningkatka keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengupayakan mengenal diri dan menanamkan kepercayaan pada diri dengan cara mengidentifikasi minat, bakat dan potensi dan menyalurkan pada aktivitas positif dalam mengisi waktu luang. Hasmi, Eddy, 001, Reproduksi http// html Hastono, Priyo Sutanto, 001, Analisis data, Jakarta, Indonesia Media, Y, 1995, Pengetahuan sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi dalam media penelitian dan perkembangan kesehatan html Mochamad, Kartono, 1998, Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta, PT.Citra Putra Bangsa Notoadmojo, Soekidjo, 003, Ilmu Kesehatan Masyarakat Cetakan Kedua, Jakarta, PT.Rineka Cipta Nugraha, Boyke Dian, 000, Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks, cetakan kedua, Jakarta, PT.Bumi Aksara, 004, Perilaku Seksual Remaja sudah diluar batas kewajaran, html diakses 0 maret 006 Pendidikan Seks, PKBI Sumsel, 001, Apa yang ingin remaja ketahui tentang perilaku seksual, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada Purwoko, Y, 001, Memecahkan Masalah Remaja, Bandung, Nuansa Sari, 003, Pendidikan Seks di kalangan Remaja : sekolah/lingkungan pendidikan Sarwono, Sarlito Wirawan, 005, Psikologi Remaja, Jakarta, Raja Grafindo Persada Tanjung Adrianus Utami Guntoro, Sahanaya Judith dkk, 003, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja, revisi laporan Need Assessment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya Wulandari, 000, Permasalahan Remaja, diakses 0 maret 006 Wahyu Rini, 004, Generasi Muda di Era Globalisasi, htm diakses 006 DAFTAR PUSTAKA Admin, 004, Pendidikan seksual pada remaja, Jakarta Ali M, Asrori, 004, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta, grafika Offset Arikonto, Suhartini, 00, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi VIII, Jakarta, Rineka Cipta BKKBN, 005, Siapa Peduli Terhadap Remaja, Jakarta, Depkes R.I, dan WHO, 1999, Kesehatan Reproduksi Remaja, Jakarta, 005, Remaja cenderung berperilaku seks Pranikah, Jakarta :
Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.
STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini Dewi Elliana*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : elliana_dewi@yahoo.com ABSTRAK Masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Novi Dewi Saputri 201410104171 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila
Lebih terperinciSKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU
HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU Riske Chandra Kartika, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun
Lebih terperinciJurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL Dewi Nurul Sari Akbid La Tansa Mashiro Jl.Soekarno-Hatta, Pasirjati, Rangkasbitung dewiluvmama12@yahoo.com Abstract The aim of this
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian SMA Negeri 1 Gorontalo adalah sekolah menengah atas yang pertama berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah,
Lebih terperinciMempengaruhi Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Susanti Nirawati Bulahari, Hermien B. Korah, Anita Lontaan 1,2,3.Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado ABTRAK Latar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Remaja adalah sekelompok dewasa muda yang berusia antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di kalangan remaja semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual
Lebih terperinciDinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PACARAN SEHAT DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMA KOTA SEMARANG Riana Prihastuti Titiek Soelistyowatie*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggeser perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di akses kapanpun tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa
Lebih terperinciMedia Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan
Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan Gusti Ayu Tirtawati Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado ( gustiayutirtawati@yahoo.co.id) ABSTRAK Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan satu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19 tahun, sedangkan masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat kematangan seksual yaitu antara usia 11 sampai 13 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun. Remaja juga identik dengan dimulainya
Lebih terperinciProgram Studi Diploma IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta
HUBUNGAN SUMBER INFORMASI SEKS PRANIKAH DARI TEMAN SEBAYA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA MAN GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh
Lebih terperinciSKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI
SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa pendidikan seks perlu
Lebih terperinciRina Indah Agustina ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERSEPSI PERILAKU SEKSUAL MAHASISWASEMESTER II PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Rina Indah Agustina ABSTRAK Remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pembangunan kesehatan menempati peran
Lebih terperinciPERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA
GASTER Vol. 10 No. 1 Februari 2013 PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA Maryatun Sekolah TinggiIlmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami
Lebih terperinciRELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK
RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG 7 ABSTRAK Di era globalisasi, dengan tingkat kebebasan yang longgar dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pastilah menginginkan sebuah generasi penerus yang berkualitas dan mampu membawa bangsa dan negaranya menuju kesejahteraan. Harapan itu bisa terlihat pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan hidup manusia, karena pada masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi
Lebih terperinciGAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017
GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017 Risa Devita* 1, Desi Ulandari 2 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah,
Lebih terperinciDewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)
P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kecamatan dari Kabupaten Jepara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Karimunjawa merupakan wilayah Kecamatan dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang terletak sebelah utara kota Jepara dengan jarak kurang lebih 45 mil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan
BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja usia (13-21 tahun) sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi terjadi. Secara fisik, terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder
Lebih terperinciRiska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG
0 KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA FUTUHIYYAH MRANGGEN DEMAK TAHUN 2011 Karya Tulis Ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pacaran tidak bisa lepas dari dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya pengggunaan media sosial. Media sosial merupakan media yang dapat diperoleh dari internet. Media
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS Sevi Budiati & Dwi Anita Apriastuti Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikologi. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, masa ini juga disebut suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,
Lebih terperinciSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pemberian Pendidikan Kesehatan Reproduksi Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Seks Bebas pada Remaja Kelas X dan XI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk pola asuh orang tua terhadap anak merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan
Lebih terperinciKata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi
KORELASI SUMBER INFORMASI MEDIA DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM BERPACARAN (Studi Kasus pada Siswa Kelas XI di Satu SMA Kota Surakarta Tahun 01) * ), Dharminto** ), Yudhy
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 5 Duren Sawit beralamatkan di Jalan Swadaya Raya No. 100 Rt.03 Rw. 05 Kec. Duren Sawit, Jakarta Timur. Tujuan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA
HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang termasuk dalam kategori generasi muda, dikaitkan dengan pembangunan suatu negara, sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 Factors Related to Adolescent Sexual Behavior in X School of Health in 2014 Eka Frelestanty Program Studi Kebidanan
Lebih terperinciGASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )
GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 (633-646) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PERILAKU PRIA DALAM BERPARTISIPASI MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA
Lebih terperinci69 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN SEKSUAL SISWA Lidia Fitri (Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru) ABSTRAK Masa remaja adalah masa dimana seseorang mencapai kematangan seksual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat
Lebih terperinci60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN
PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS Eny Pemilu Kusparlina (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun) ABSTRAK Pendahuluan: Angka aborsi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang umumnya berlangsung selama periode pubertas hingga dewasa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rita Sugiharto Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai dengan pertengahan abad-21, masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah seksualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi
Lebih terperinciHUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA
HUBUNGA N ANTARAA KETERBUKAAN KOMUNIKASI SEKSUAL REMAJA DENGAN ORANG TUA DALAM PERILAKU SEKS PRANIKAH SKRIPSII Diajukan Oleh: BUNGA MARLINDA F 100 060 163 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperinciVolume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung
Lebih terperinci