PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN PROVINSI SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 1 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN PROVINSI SUMATERA SELATAN AJENG KARTINI RAHMANIA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 2 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN RESTORASI EKOSISTEM DI AREAL HARAPAN RAINFOREST PT REKI, PROVINSI JAMBI DAN PROVINSI SUMATERA SELATAN AJENG KARTINI RAHMANIA Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 3 RINGKASAN AJENG KARTINI RAHMANIA. E Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO dan DIDIK SUHARJITO. Harapan Rainforest merupakan areal hutan produksi seluas ± ha yang ditunjuk sebagai areal restorasi ekosistem melalui Kepmenhut SK. No. 83/Menhut-II/2005. Areal restorasi ini dikelola oleh PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). Di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest terdapat beberapa desa yang keberadaannya sudah sejak lama sebelum kawasan hutan ditetapkan sebagai areal restorasi ekosistem. Dalam rangka menerapkan pola pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat, maka diperlukan persepsi dari masyarakat tersebut terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan kegiatan utama dari pihak PT REKI. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi di areal Harapan Rainforest dan rekomendasi bagi pengelola terkait dengan pengelolaan Harapan Rainforest. Penelitian dilakukan terhadap masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari. Jumlah responden yang mewakili masyarakat Batin Sembilan yaitu 30 orang, masyarakat Sako Suban 45 orang dan masyarakat Tanjung Sari 14 orang. Data yang dikumpulkan berupa data pokok dan data penunjang. Data pokok meliputi data karakteristik masyarakat (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan data persepsi. Data penunjang meliputi kondisi umum areal Harapan Rainforest dan desa di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest. Masyarakat memberikan persepsi positif terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI. Masyarakat setuju dengan adanya kegiatan restorasi ekosistem dan bersedia apabila dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengetahuan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Persepsi masyarakat Batin Sembilan tidak dipengaruhi oleh pendidikan dan pendapatan, tetapi persepsi dipengaruhi oleh pekerjaan, pengetahuan lokal, pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI dan tingkat ketergantungan terhadap SDH. Persepsi masyarakat Sako Suban dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI. Persepsi masyarakat Tanjung Sari dipengaruhi oleh tingkat pendapatan responden dan pengalaman berinteraksi dengan pihak PT REKI. Kata kunci : Harapan Rainforest (PT REKI), restorasi ekosistem, persepsi, masyarakat.

4 4 SUMMARY AJENG KARTINI RAHMANIA. E The Perception of Local Communities on Restoration Ecosystem Projects (PT. REKI) at Harapan Rainforest Area, Province of Jambi and South Sumatera. Supervised by HARYANTO R. PUTRO and DIDIK SUHARJITO. Harapan Rainforest is a production forest with an area ha which has been established by the Minister of Forestry decree No. 83/Menhut-II/2005. This area is managed by PT. REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). There are several villages inside and surround this area that has been settled long time ago, before forest area set as restoration ecosystem area. In order to implement the management model that can support the sustainable of local community, the perception of local communities on ecosystem restoration projects which done by PT. REKI is needed. The aim of this study was to know the perception of local communities on ecosystem restoration projects in Harapan Rainforest area and the factors that influence it. The result of this study hopefully can provide information and recommendations regarding the restoration projects for Harapan Rainforest management. The study was carried out to local community of Batin Sembilan, Sako Suban, and Tanjung Sari which totaled 30 respondents, 45 respondents, and 14 respondents, respectively. Data collected from primary data and secondary data. Primary data consist of characteristics of local community (sex, age, education, occupation, and income) and perceptions. Secondary data is general condition of Harapan Rainforest area and total villages inside and surround Harapan Rainforest region. Local communities gave a positive response on ecosystem restoration projects and agreed with those projects. They also ready to be involved on those projects. Local community perceptions were affected by some factors such as knowledge and experience of the communities. Batin Sembilan perceptions were affected by education and income level, but it was affected by occupation, local knowledge, interaction experienced with PT. REKI and dependable value to the forest resources. Sako Suban perceptions were affected by education and interaction experienced with PT. REKI. Perceptions of Tanjung Sari were affected by income level respondents and interaction experienced with PT. REKI. Keyword: Harapan Rainforest (PT REKI), ecosystem restoration, perception, local communities.

5 5 PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Ajeng Kartini Rahmania NRP E

6 6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Nama : Ajeng Kartini Rahmania NIM : E Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Ketua, Menyetujui : Komisi Pembimbing Anggota, Ir. Haryanto R. Putro, MS Dr.Ir. Didik Suharjito, MS NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : Tanggal Lulus :

7 7 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2010 berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. Skripsi ini ditulis berdasarkan data pokok, data penunjang dan survey lapangan yang menggambarkan kondisi desa dan masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini. Restorasi ekosistem ini merupakan sistem pengelolaan yang baru dalam pengelolaan hutan alam, sehingga persepsi masyarakat dipandang penting untuk diketahui, khususnya dalam rangka menerapkan pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat. Dalam skripsi ini diuraikan persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dikelompokkan berdasarkan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan responden. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Penulis

8 8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ajeng Kartini Rahmania dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 21 April 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan R. Abu Zamroh dan Siti Rahmah Iriani. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menjadi mahasiswa Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dengan Minor Arsitektur Lanskap. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Profesi Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris umum dalam Himpunan Mahasiswa Kehutanan Seluruh Indonesia (Sylva Indonesia) cabang IPB. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna (UKF) sebagai anggota Divisi Karnivora. Selama menjadi mahasiswa, penulis melakukan berbagai kegiatan lapang dan praktikum lapang yang meliputi puncak rangkaian kegiatan Metamorfosa UKF di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), Ekspedisi Global UKF di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), observasi lapang UKF di Leuweung Sancang, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dengan jalur Indramayu-Linggarjati (2007), Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di PUSPIPTEK dan penangkaran reptil MEGACITRINDO (2008) dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merapi (2009). Kegiatan lain yang diikuti penulis, yaitu rapat kerja nasional (RAKERNAS) Sylva Indonesia di Universitas Negeri Lampung (UNILA) dan Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS IV) PCSI IPB sebagai koordinator acara. Dalam rangka menyelesaikan studi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest PT REKI, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan di bawah bimbingan dosen Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.

9 9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ibuku tersayang (Siti Rahmah Iriani), adikku (Fajar Ginanjar), Mamih Dewi, Wa Agus serta seluruh keluarga besar O.Z. Abidin atas doa, kasih sayang, dukungan dan kesabarannya selama ini. 2. Dosen pembimbing Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan ilmu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Bahruni, MS, Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F.Trop sebagai dosen penguji. 4. Direktur Unit Manajemen Harapan Rainforest Pak Yusup Cahyadin yang telah memberikan izin penelitian dan bimbingan, Kepala divisi Community Development tahun 2009 Pak Umar atas bimbingan dan arahannya, Kepala divisi Community Development tahun 2010 sampai sekarang Pak Yulius dan Direktur Perencanaan Kawasan Pak Urip Wiharjo. 5. Tim community development Pak Sonhaji dan Pak Firdaus atas informasi dan bantuannya selama proses penggalian data ke masyarakat, Kepala lapangan tim riset Pak Jeri Imansyah, bagian manajemen Pak Paul Hultera dan Pak Yafid Gunawan, serta seluruh staf Harapan Rainforest Pak Abdul Kholik, Pak Sadat (tim riset) dan tim patroli Pak Rusman, Mas Onoy, Pak Doni, Pak Reka, Pak Thamrin, Pak Sugito beserta keluarga, Pak Muhammad dan staf lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. 6. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, seluruh dosen pengajar, Staf KPAP, rekan-rekan mahasiswa KSHE, serta mamang dan bibi yang selalu membantu selama ini. 7. Baso Arsadi yang selalu ada dengan kasih sayang, semangat dan doanya. 8. Seluruh teman TARSIUS 42 yang sudah menjadi keluarga yang sangat menyenangkan dalam kebersamaan.

10 10 9. Seluruh rekan Sylva Indonesia PC IPB atas dukungan dan doanya. 10. Wisma Maharlika (belakang bawah): Zhe, Wulan, Difa, Icha, Ine, Titi, Reni, Uphie, Sina, Nonetz, Lia, Mba Wilis, Mba Iyus, Mba Uci, Mba Poe, Mba Imas, Roma, Cikal, Deasy, Dara atas kebersamaan serta motivasinya selama penulis menjalani masa perkuliahan hingga penelitian dan lulus. 11. Pihak lain yang telah membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga semua bantuan, doa, semangat, motivasi dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amin. Penulis

11 11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Restorasi... 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Definisi Operasional Lokasi dan Waktu Penelitian Alat Metode Penelitian Responden Metode Pengumpulan Data Jenis Data Analisis Data... 9 IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum Letak dan Luas Kawasan Topografi Tanah Geologi Lahan Iklim Hidrologi Potensi Tumbuhan dan Satwa Liar Tumbuhan... 19

12 Satwa Liar Aksesbilitas Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Desa Bungku Desa Sako Suban Desa Tanjung Sari V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Restorasi ekosistem di Areal Harapan Rainforest Persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem Persepsi masyarakat berdasarkan pendidikan Persepsi masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan Persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 65

13 13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Data yang Dikumpulkan Tingkat Persepsi menurut Skala Likert Penyebaran Kelas Lereng di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Luas Jenis Tanah di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Penyebaran Formasi Geologi di Areal Restorasi Ekosistem di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan untuk Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan di Areal Lokasi Restorasi Ekosistem, Provinsi Jambi Luas Pembagian Sub-DAS Areal Kerja PT REKI Jumlah Penduduk Desa Tanjung Sari Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendapatan Data Pengetahuan Masyarakat Data Pengalaman Masyarakat... 70

14 14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka Pemikian Penelitian a) Peta Lokasi Harapan Rainforest dan b) Peta Kerja Harapan Rainforest Masyarakat Batin Sembilan yang berada di dalam hutan Keterikatan masyarakata Sako Suban dengan sungai: (a) Letak Desa Sako Suban di sepanjang Sungai Kapas, (b) Sungai sebagai media transportasi, dan (c) Sungai untuk aktivitas rutin sehari-hari (seperti mandi, mencuci, dll) Desa Tanjung Sari (a) Mesjid dan (b) Pasar Rangkaian Kegiatan Penanaman Bersama Anak-Anak Sekolah Sekolah keliling bagi anak-anak Batin Sembilan Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sako Suban (a) Jelutung (Dyera sp.) dan (b) Karet (Hevea braciliensis) Beberapa contoh jenis burung yang biasa diburu oleh responden Batin Sembilan (a) Jalan tanah sebagai batas antara kawasan Harapan Rainforest dengan PT Asiatic Persada dan (b) seorang buruh tandan sawit Kayu hasil tebangan secara liar Beberapa contoh satwa liar yang diburu masyarakat Sako Suban... 46

15 15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuesioner Data Pengetahuan Masyarakat Data Pengalaman Masyarakat... 70

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harapan Rainforest merupakan areal hutan produksi seluas ± ha yang ditunjuk sebagai areal restorasi ekosistem melalui Kepmenhut SK. No. 83/Menhut-II/2005. Areal restorasi ini dikelola oleh PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia). Areal ini memiliki luas wilayah yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Provinsi Jambi dengan luas ± ha dan bagian Provinsi Sumatera Selatan dengan luas ± ha (REKI, 2009). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61/Menhut-II/2008 Bab I Ketentuan Umum pada pasal 1 bahwa restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Hutan dataran rendah Sumatera ini dipilih untuk di restorasi dengan dasar pertimbangan bahwa selama ini areal inilah yang paling mudah dimanfaatkan untuk pemukiman, industri, perkebunan, hutan tanaman dan pertanian masyarakat yang sangat merusak hutan. Di dalam dan sekitar areal Harapan Rainforest terdapat beberapa desa. Tiga diantaranya yaitu Desa Bungku dan Desa Tanjung Sari yang berada di Provinsi Jambi serta Desa Sako Suban yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Keberadaan masyarakat tersebut sudah sejak lama ada sebelum kawasan hutan ditetapkan sebagai areal restorasi ekosistem. Dalam rangka menerapkan pola pengelolaan yang dapat mendukung keberlangsungan hidup masyarakat setempat, maka diperlukan persepsi dari masyarakat tersebut terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan kegiatan utama dari pihak PT REKI. Persepsi masyarakat diperlukan karena menurut Surata (1993) dalam Widawari (1994), persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan.

17 2 Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat yang berada di dalam maupun di sekitar areal Harapan Rainforest, yaitu masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari. Masyarakat tersebut terpilih sebagai objek penelitian karena desa yang merupakan tempat tinggal masyarakat tersebut direncanakan sebagai pusat pembibitan oleh pihak PT REKI. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan : 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang merupakan sistem baru dalam pengelolaan hutan produksi? 2. Apakah dengan adanya perbedaan pengetahuan dan pengalaman maka terdapat pula perbedaan persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem? 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dan rekomendasi bagi pengelola terkait dengan pengelolaan Harapan Rainforest.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah pandangan seseorang atau banyak orang terhadap hal atau peristiwa yang didapatkan atau diterima. Persepsi juga diartikan sebagai proses diletakkannya suatu hal oleh seseorang melalui panca indera yang dimilikinya (Salim dan Salim 1991, diacu dalam Gunawan 1999), sedangkan Kartini (1984) dalam Mauludin (1994) mengatakan bahwa persepsi merupakan pandangan, pengamatan, pengertian, dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan obyek yang diinformasikan kepadanya sehingga dapat menentukan tindakannya. Mar at (1981) dalam Zulfarina (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuannya. Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1999) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut, yaitu penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Adapun alat untuk memahaminya yaitu kesadaran kognisi. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi ini. Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) menyatakan bahwa pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Pengalaman diasumsikan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa. Gandadiputera (1983) dalam Illahi (2000) mengatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, budaya, dan pendidikan. Pengetahuan hasil proses belajar sebelumnya, aktivitas dan pendalaman individu mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu atau stimulus yang diharapkan. Muchtar (1998) dalam Arifin (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu objek atau peristiwa yang

19 4 diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dan lingkungannya. Hal ini yang membuat seseorang dapat menentukan tindakannya. Surata (1993) dalam Widawari (1994) mengatakan bahwa persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungan, kemungkinan besar orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. Karakteristik penting dari faktor-faktor pribadi dan sosial yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Osley (1972) dalam Sadli (1976) dalam Junianto (2007) adalah : 1. Faktor ciri khas dari objek stimulus yang terdiri dari nilai, arti, familiaritas, dan intensitas. 2. Faktor pribadi, termasuk didalamnya ciri khas individu seperti tingkat kecerdasan, minat, dan emosinya. 3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain dapat memberi arahan sesuatu tingkah laku yang sesuai. 4. Faktor perbedaan latar belakang kultural. Menurut Muhadjir (1992), ekspresi mengenal orang lain merupakan studi awal tentang persepsi. Bender dan Hastorf dalam Muhadjir (1992), menemukan bahwa mempersepsi orang pada segi yang mirip dengan dirinya memiliki derajat ketepatan yang lebih tinggi. Berbagai hasil studi tentang ketepatan mempersepsi dapat dikemukakan, antara lain : 1. Persepsi menjadi lebih tepat bila tingkah laku yang relevan tampil dan fokus pemersepsi memang memfokus ke ciri yang relevan tersebut; 2. Tidak ada bukti tentang adanya kemampuan dasar untuk menjadi pemersepsi yang baik; 3. Sementara orang lebih mudah memberi persepsi, sedangkan orang lain lebih sulit; dan 4. Mengenal lebih singkat mereduksi ketepatan mempersepsi. Persepsi pada satu sisi dikenal sebagai ekspresi pendapat yang mungkin dipengaruhi situasi, budaya dan intelegensi. Persepsi dapat diekspresikan berbeda dengan mempertimbangkan lingkungan sosial. Keragaman persepsi dipengaruhi

20 5 oleh usia, rentang perhatian orang, kebutuhan dan pandangan hidup. Pada tahun 1986, skala jenjang persepsi dimodifikasi dari dimensi senang-tak senang dan dimensi menerima-menolak disederhanakan menjadi setuju-tak setuju (Muhadjir, 1992). 2.2 Restorasi Restorasi menurut kamus bahasa indonesia (1983) adalah pengembalian atau pemulihan pada keadaan semula. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61/Menhut-II/2008 Bab I Ketentuan Umum pada pasal 1 bahwa restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah dan air) pada suatu kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya (Departemen Kehutanan, 2008). Restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan kondisi hutan yang saat ini sudah rusak ke kondisi ekosistem awalnya dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati (REKI, 2007). Proses pemulihan atau pengembalian kondisi hutan dilakukan melalui penanaman, pengayaan, permudaan alam dan atau pengamanan ekosistem. Menurut Shin dan Lee (2001), restorasi berhubungan dengan tiga faktor manfaat bumi, yaitu faktor ekologi, faktor ekonomi dan faktor sosial.

21 6 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Harapan Rainforest merupakan kawasan hutan produksi dengan sistem pengelolaan secara restorasi ekosistem. Sistem pengelolaan yang dimiliki oleh pihak PT REKI merupakan sistem pengelolaan yang berbeda dengan sistem pengelolaan yang dimiliki pengelola hutan produksi sebelumnya. Adanya interaksi masyarakat baik di dalam maupun di sekitar kawasan hutan produksi dengan pengelola hutan produksi sebelumnya menimbulkan persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI. Timbulnya suatu persepsi dari masyarakat dikarenakan adanya perubahan sistem pengelolaan serta peraturan yang berlaku terutama yang berhubungan dengan masyarakat. Pengelolaan Harapan Rainforest secara restorasi ekosistem diharapkan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dan kerja sama antara pihak pengelola dengan masyarakat. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem dipandang penting untuk diketahui. Persepsi yang digali dari masyarakat, yaitu persepsi terhadap manfaat restorasi ekosistem yang dapat diperoleh masyarakat. Menurut Shin dan Lee (2001), restorasi berhubungan dengan tiga faktor manfaat bumi, yaitu faktor ekologi, faktor ekonomi dan faktor sosial. Persepsi yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat karena menurut Asngari (1984) dalam Zulfarina (2003) pada fase interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan penting. Gambar 1 merupakan bagan alir kerangka pemikiran yang digambarkan untuk mempermudah dalam pemahaman.

22 7 Harapan Rainforest RESTORASI EKOSISTEM Masyarakat Perubahan Sistem Pengelolaan dan Peraturan PERSEPSI Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi : 1. Pengetahuan masyarakat 2. Pengalaman masyarakat Manfaat Restorasi Ekosistem : 1. Ekologi 2. Ekonomi 3. Sosial Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. 3.2 Definisi Operasional Dalam penelitian ini persepsi yang digali dari masyarakat, yaitu : a. Persepsi terhadap manfaat ekologi dari restorasi Pengukuran dilakukan terhadap fungsi hutan, kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest oleh PT REKI dan peran masyarakat dalam upaya pelestarian hutan. b. Persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi Pengukuran dilakukan terhadap dampak kerusakan hutan pada kehidupan ekonomi masyarakat dan kegiatan restorasi ekosistem oleh PT REKI yang melibatkan masyarakat. c. Persepsi terhadap manfaat sosial dari restorasi Pengukuran dilakukan terhadap pertanyaan positif dan negatif mengenai kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh PT REKI. 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa, yaitu Desa Bungku (Simpang Macan dan KM 35) yang merupakan pemukiman bagi masyarakat Batin Sembilan, Desa Tanjung Sari dan Desa Sako Suban selama dua bulan mulai tanggal 3 Januari 24 Februari 2010.

23 8 3.4 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : a. Kuesioner : untuk mengetahui persepsi masyarakat sehingga dapat diukur dan dihitung menggunakan skala likert. b. Panduan wawancara : untuk mengetahui pengelolaan kawasan serta program kerja yang dilakukan unit pengelola yang berkaitan dengan masyarakat. c. Kamera digital : untuk mendokumentasikan hasil penelitian. d. Recorder : untuk merekam hasil wawancara. e. Alat tulis : untuk mencatat hasil penggalian data di lapangan. 3.5 Metode Penelitian Responden Pada penelitian ini jumlah responden yang mewakili masyarakat Batin Sembilan, Sako Suban dan Tanjung Sari berbeda-beda. Masyarakat Batin Sembilan diwakili oleh 30 orang responden, masyarakat Sako Suban diwakili oleh 45 orang responden dan masyarakat Tanjung Sari diwakili oleh 14 orang responden. Perbedaan jumlah responden tersebut dikarenakan beberapa alasan yang terkait dengan karakteristik masyarakat, kondisi alam yang kurang mendukung, serta peristiwa yang tidak terduga seperti konflik Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode : 1. Studi literatur : pengumpulan data melalui buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Wawancara terstruktur : berupa penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk membantu dalam menggali informasi mengenai persepsi dan kondisi sosial ekonomi responden. 3. Wawancara tidak terstruktur : cara pengambilan data penunjang melalui pembicaraan langsung atau tatap muka secara langsung antara peneliti dengan responden dan peneliti dengan pihak pengelola. Pihak pengelola yaitu Direktur Unit Manajemen Harapan Rainforest, Pengembangan

24 9 Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, serta Direktur Perencanaan Kawasan. 4. Observasi : pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan melalui observasi lapangan meliputi karakteristik masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar areal Harapan Rainforest serta kondisi lokasi Jenis Data Jenis data yang diambil dan dikumpulkan terdiri dari data pokok dan data penunjang. Data pokok merupakan data yang diperoleh melalui wawancara terstruktur (penyebaran kuesioner) dan pengamatan langsung di lapangan (observasi). Data penunjang merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur dan wawancara tidak terstruktur. Tabel 1 menjelaskan tentang data-data yang dikumpulkan selama penelitian. Tabel 1 Data yang dikumpulkan Jenis Data Data Pokok Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah pendapatan) Persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem Data Penunjang Kondisi umum hutan Harapan Rainforest Desa di dalam dan sekitar areal Haarapan Rainforest Sumber Data Masyarakat Batin Sembilan, Tanjung Sari dan Sako Suban selaku responden dari desa yang telah ditentukan Rencana Kerja Umum (RKU) PT. REKI dan Dokumen Teknis PT. REKI Pengelola PT REKI Metode Pengumpulan Data Wawancara terstruktur (kuesioner) Observasi lapang Studi literatur Wawancara tidak terstruktur Analisis Data Tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem dianalisis menggunakan skala likert. Skala likert digunakan dalam mengukur hasil penyebaran kuesioner. Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan tertutup, yaitu dengan diberikan pilihan jawaban atau tingkat persepsi yang telah disediakan berdasarkan skala likert (Tabel 2).

25 10 Tabel 2 Tingkat Persepsi Menurut Skala Likert No. Nilai Skor Tingkat Persepsi 1. 5 Sangat setuju 2. 4 Setuju 3. 3 Cukup setuju 4. 2 Tidak setuju 5. 1 Sangat tidak setuju Skoring tersebut berlaku untuk pertanyaan positif, sedangkan untuk pertanyaan negatif berlaku kebalikannya. Skor yang diperoleh untuk masingmasing tingkat persepsi pada setiap pertanyaan, kemudian dijumlahkan dan dirataratakan secara geometrik dengan bantuan Microsoft Office Excel Rata-rata geometrik ini digunakan untuk melihat kecenderungan dari tingkat persepsi responden terhadap kegiatan restorasi ekosistem. Selanjutnya, nilai rata-rata yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif. Selain data dari hasil wawancara terstruktur (kuesioner), data lain yang diperoleh dari hasil wawancara tidak terstruktur, pengamatan di lapangan (observasi) dan hasil studi literature dianalisis secara deskriptif.

26 11 BAB IV KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1 Sejarah dan Dasar Hukum Kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan ditunjuk untuk dijadikan sebagai lokasi kegiatan restorasi ekosistem di kawasan hutan produksi seluas ± ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/Menhut-II/2005. PT REKI diberikan hak untuk mengelola areal IUPHHK kegiatan restorasi ekosistem pada kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas seluas ± ha di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan sisa dari luasan total yaitu ± ha pada kelompok hutan Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 293/Menhut-II/2007 (REKI 2009). Kawasan hutan PT REKI merupakan eks. areal HPH PT Asialog seluas ± ha dan eks. areal HPH PT INHUTANI V seluas ± ha, keseluruhannya berada di dalam administrasi pemerintahan Provinsi Jambi. Model pengelolaan dengan restorasi ekosistem dan pemberian izin terhadap PT REKI merupakan yang pertama di Indonesia (REKI 2008; REKI 2009). Model pengelolaan hutan dengan restorasi ekosistem ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan alam. Model pengelolaan hutan sebelumnya hanya berorientasi pada pengambilan kayu (HPH) dan penanaman hutan monokultur (HTI). Kegiatan restorasi ekosistem PT REKI mengikuti paradigma pengelolaan hutan berbasis ekosistem untuk perbaikan lingkungan dan pelestarian tumbuhan dan satwaliar (REKI, 2009). Kelompok hutan di areal Harapan Rainforest dibagi menjadi tiga kelompok (tipologi) yaitu tipologi 1 sebagai hutan tidak produktif dengan luas ha (33,08%), tipologi 2 sebagai hutan kurang produktif dengan luas ha (20,84%) dan tipologi 3 sebagai hutan produktif dengan luas ha (46,08%) (REKI 2008; REKI 2009). Areal yang dijadikan sebagai prioritas restorasi ekosistem yaitu lokasi yang masih memiliki peluang untuk diperbaiki kondisi keanekaragaman hayatinya dalam skala lanskap dan mempunyai nilai konservasi tinggi atau high

27 12 conservation value (HCV), lokasi yang mengalami degradasi, serta lokasi yang berpotensi mendukung perbaikan kesejahteraan masyarakat yaitu masih mengandung nilai sosial dan peluang ekonomi tinggi (REKI 2008; REKI 2009). Pembagian areal lahan restorasi ekosistem di Harapan Rainforest yaitu kawasan bernilai konservasi tinggi atau disebut kawasan habitat inti (KHI), kawasan perlindungan ekosistem seperti sempadan sungai dan areal curam, kawasan koridor satwa di Sub-DAS Meranti dan Sub-DAS Lalan, petak ukur permanen (PUP), kawasan penyangga (buffer zone) dan kawasan pertanian lahan kering curam (PLKC) (REKI 2008; REKI 2009). 4.2 Letak dan Luas Kawasan Kawasan restorasi ekosistem Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak di antara 103º º7 54 BT dan 02º º07 00 LS dengan luas areal restorasi ± ha. Batas areal kerja dari kawasan ini, yaitu sebelah Utara, Timur, dan Barat berbatasan dengan eks. HPH PT Asialog sedangkan pada sebelah Selatan berbatasan dengan eks. HPH PT INHUTANI V. Kawasan hutan ini termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan termasuk dalam wilayah administrasi kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Kawasan restorasi ini termasuk dalam kelompok hutan Sungai Meranti- Sungai Kapas dengan ketinggian tempat mdpl (REKI, 2009). Kawasan IUPHHK restorasi ekosistem di Provinsi Jambi secara geografis terletak di antara 103º º27 36 BT dan 2º2 24-2º20 24 LS dengan luas areal restorasi ± ha. Batas areal kerja dari kawasan hutan ini, yaitu : Sebelah Utara : Kawasan hutan produksi dan perkebunan kelapa sawit PT Asiatic Persada Sebelah Timur : Perkebunan PT Bangun Desa Utama, PIR Sungai Bahar dan HPHTI PT Bumi Persada Permai Sebelah Selatan : IUPHHK Restorasi Ekosistem PT REKI Sebelah Barat : HPHTI PT Sam Hutani dan Eks. HPH PT INHUTANI V (REKI, 2009).

28 13 Kawasan ini termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi dan termasuk dalam wilayah administrasi kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun. Kawasan ini merupakan kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan dengan ketinggian tempat mdpl. Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub- DAS yang terdapat di kawasan ini, yaitu Sub-DAS Meranti, Sub-DAS Kapas, Sub-DAS Kandang, dan Sub-DAS Lalan (REKI, 2009). Peta lokasi Harapan Rainforest dan peta kerja Harapan Rainforest ditampilkan pada Gambar 2. (a) (b) Gambar 2 Harapan Rainforest a) Peta Lokasi dan b) Peta Kerja. Sumber: Harapan Rainforest 4.3 Topografi Berdasarkan hasil analisis kelerengan pada Peta Garis Bentuk dan pengamatan di lapangan bahwa areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan sebagian besar bertopografi datar sekitar 89%, sisanya sedikit curam dan sangat curam (REKI, 2009). Kawasan yang merupakan areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi diketahui bahwa areal ini merupakan lahan kering yang didominasi oleh lapangan yang bertopografi datar sampai agak curam dengan

29 14 ketinggian tempat antara mdpl (REKI, 2008). Tabel 3 menjelaskan tentang penyebaran kelas lereng di areal restorasi. Tabel 3 Penyebaran Kelas Lereng di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Kelas Lereng Uraian Provinsi Provinsi Jambi Sumatera Selatan Luas (ha) Luas (ha) A (0-8%) Datar B (8-15%) Landai C (15-25%) Agak Curam D (25-40%) Curam - 10 E (>40%) Sangat Curam - - Jumlah Tanah Proses pembentukan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor topografi, organisme bahan induk dan iklim. Areal restorasi ekosistem memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Adanya berbagai faktor pembentukan tanah, maka proses pembentukan jenis tanah menjadi cukup kompleks dan bervariasi. Jenis tanah yang terdapat di dua areal ini sama, yaitu Aluvial, Latosol, Planosol dan Podsolik merah kuning, namun setiap jenis tanah di setiap areal memiliki persentase luas yang berbeda. Tabel 4 menggambarkan luas jenis tanah di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi (REKI, 2008; 2009). Tabel 4 Luas Jenis Tanah di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Jenis Tanah Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi Luas Luas Hektar % Hektar % Aluvial ,28 Latosol ,88 Planosol ,99 Podsolik Merah Kuning ,80 Total Sumber : Peta Satuan Lahan dan Tanah Skala 1: (REKI, 2008; 2009). Tanah Aluvial terdapat pada lahan yang sering mengalami banjir sehingga merupakan tanah muda yang dicirikan dengan tiadanya diferensiasi horizon. Sifat tanah Aluvial dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asal sehingga

30 15 kesuburannya ditentukan oleh sifat bahan asalnya. Kebanyakan tanah Aluvial mengandung cukup banyak hara, sehingga dianggap tanah yang subur tetapi mempunyai faktor pembatas kondisi drainase. Tanah Latosol merupakan tanah dengan ciri morfologi yang umum, yaitu tekstur liat sampai lempung, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Tanah Planosol merupakan endapan lempung dari laut dengan solum dangkal, berwarna kelabu sampai kuning, tekstur horizon A liat, horizon C lempung, struktur pejal dan ph berkisar dari 6,5 sampai 8. Tanah Podsolik merah kuning mempunyai lapisan tanah permukaan yang sudah sangat tercuci, berwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horizon akumulasi yang bertekstur relatif berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah. Kandungan bahan organik, kejenuhan basa, dan ph rendah (ph 4,2-4,8). Oleh karena itu, kesuburan tanah Podsolik merah kuning termasuk rendah dan jenis tanah ini juga mudah tererosi (REKI, 2009). 4.5 Geologi Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bangko skala 1: tahun 1984 di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan maupun di Provinsi Jambi terdapat tiga formasi geologi, sebagai berikut: Air Benakat (Tma) : mengandung perselingan batu lempung dan batu pasir dengan sisipan konglomerat gampingan, batu lanau, napal dan batu bara. Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan formasi ini letaknya memanjang di bagian Tengah dan bagian Utara, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi terletak di sebagian wilayah bagian Barat Laut dan Timur Laut. Kasai (QTk) : terbentuk dari tufa, tufa berbatu apung dengan sisipan batu pasir, tufaan dan batu lempung tufaan. Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan formasi ini terletak di wilayah bagian Barat dan sedikit di Utara, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi terletak di bagian Barat dan Timur dengan lereng datar. Muaraenim (Tmpm) : terdiri dari batu pasir dengan selingan batu pasir tufaan dan batu lempung dengan sisipan batu bara dan bahan gunung api.

31 16 Di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan, formasi ini menempati wilayah paling luas terutama di sebelah selatan, sedangkan di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi formasi ini terhampar merata dan dominan hampir di sebagian besar areal restorasi. Secara rinci, penyebaran formasi geologi di kedua areal tersebut disajikan pada tabel. Tabel 5 menggambarkan penyebaran formasi geologi di areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi. Tabel 5 Penyebaran Formasi Geologi di Areal Restorasi Ekosistem di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi Formasi Geologi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi Luas (Ha) Luas (Ha) Formasi Air Bekanat (Tma) Formasi Kasai (Qtk) Formasi Muaraenim (Tmpm) Total Lahan Berdasarkan Peta Land System and Land Suitability (Bakosurtanal, 1989 diacu dalam REKI, 2009) terdapat dua sistem lahan, yaitu Sistem Lahan Muara Beliti (MBI) dan Sistem Lahan Sungai Aur (SAR). Sistem lahan SAR mendominasi areal restorasi di Provinsi Sumatera Selatan 69% dari total luas areal yang letaknya memanjang dari Utara ke Selatan di bagian Timur, Tengah dan Barat areal, sedangkan untuk areal restorasi di Provinsi Jambi 58% dari total luas areal yang letaknya di bagian Barat Laut dan Timur. Karakteristik lahan secara umum berupa daerah datar, bergelombang sampai berbukit, berasal dari batuan tufa sedimen dan memiliki curah hujan yang tinggi. Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan, areal tersebut cocok untuk tipe penggunaan lahan budidaya kehutanan, pertanian, agroforestri, peternakan dan perkebunan (Tabel 6) (REKI, 2009).

32 17 No. Tabel 6 Sistem Lahan dan Kesesuaian Lahan untuk Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Areal Restorasi Ekosistem, Provinsi Sumatera Selatan dan di Areal Lokasi Restorasi Ekosistem, Provinsi Jambi Sistem Lahan Kode Luas (ha) Sumatera Selatan Jambi 1. Muara Beliti MBI Sungai Aur SAR Jumlah Sumber: RKUPHHK PT REKI Tahun (REKI 2009). Kesesuaian Lahan Perumahan, lahan kering, lahan basah, agroforestri, perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, peternakan, HTI, Hutan Alam. Peternakan, agroforestri, perkebunan karet, kelapa sawit, kopi, HTI, Hutan Alam. 4.7 Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan mempunyai tipe iklim A (sangat basah) dengan pola distribusi hujan basah sepanjang tahun dengan nilai Q = 0 (tanpa bulan kering). Nilai Q merupakan perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering (< 60 mm) dan jumlah rata-rata bulan basah (> 100 mm). Curah hujan tahunan sebesar mm/tahun dengan rata-rata bulanan 205,1 mm/bulan. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus, jumlah hari hujan bulanan berkisar 7-8 hari (Juni dan September) sampai 16 hari (Desember) dengan rata-rata 11,5 hari/bulan. Dengan kondisi seperti ini diperlukan adanya antisipasi pengelolaan sungai-sungai dengan baik, sehingga air dapat mengalir dengan baik dan tidak menimbulkan banjir yang berlebihan (REKI, 2009). Berdasarkan suhu udara yang diamati di Stasiun Meteorologi Musi Banyuasin yang meliputi data suhu rata-rata, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari, menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di areal restorasi berkisar antara 27,9º C pada bulan Mei dan 26,7º C pada bulan Desember dan Januari. Suhu udara rata-rata sebesar 27,2º C (REKI, 2009). Sama halnya dengan iklim di areal restorasi ekosistem di Sumatera Selatan, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi yaitu kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan mempunyai tipe iklim A (sangat basah) dengan pola hujan basah

33 18 terjadi sepanjang tahun dengan nilai Q = 0 (tanpa bulan kering). Nilai Q merupakan perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering (< 60 mm) dan jumlah rata-rata bulan basah (> 100 mm). Curah hujan bulanan per tahun 2.305,5 mm dan hari hujan per tahunn 189,9 hari hujan, dengan demikian intensitas hujan di areal ini yaitu sebesar 12,37 mm, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 274 mm dan bulan November sebesar 255,7 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 80,5 mm (REKI, 2009). Berdasarkan suhu udara yang diamati di Stasiun Meteorologi Sultan Thaha yang meliputi data suhu rata-rata, kelembaban, dan kecepatan angin, berkisar antara 28,95º C pada bulan Mei dan 24,50º C pada bulan Januari. Suhu udara ratarata yaitu sebesar 26,23º C (REKI, 2009). 4.8 Hidrologi Areal hutan restorasi yang terletak di kelompok hutan Sungai Meranti- Sungai Kapas terdapat dua Sub-DAS, yaitu Sub-DAS Meranti dan Sub-DAS Kapas yang mempunyai bentuk aliran sungai seperti bulu burung dengan debit banjir yang kecil serta mempunyai topografi yang relatif landai, maka dengan demikian apabila terjadi banjir biasanya berlangsung agak lama (REKI, 2009). Areal restorasi ekosistem pada kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan dilalui oleh beberapa sungai, yaitu Sungai Meranti, Sungai Kapas, Sungai Kandang dan Sungai Lalan. Sungai-sungai ini mengalir ke beberapa arah dan tidak terkonsentrasi dalam satu DAS. Arah dari masing-masing sungai yang ada di wilayah ini antara lain Sungai Meranti dan Sungai Kapas yang mengalir ke arah Selatan, Sungai Kandang dan Sungai Lalan mengalir ke arah Timur Laut. Kecepatan aliran sungai umumnya rendah, sehingga daya gerus air terhadap dinding dasar sungai tidak begitu besar. Pada umumnya sungai-sungai yang ada tidak berbatu, warna airnya kekuningan dan sepanjang tepi sungai ditumbuhi semak-semak. Dasar sungai berlumpur dan sedikit berpasir (REKI, 2009). Sungai-sungai yang terdapat di areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi umumnya landai, lebar dan dalam sehingga dapat digunakan sebagai sarana transportasi terutama angkutan kayu. Debit aliran sungai yang terdapat di areal ini

34 19 adalah untuk Sungai Kandang sebesar 4,25 m 3 /detik, Sungai Lalan sebesar 5,45 m 3 /detik, Sungai Meranti 2,33 m 3 /detik dan Sungai Kapas 3,84 m 3 /detik (REKI, 2009). Keadaan aliran-aliran sungai di areal ini tergolong masih baik dan berair secara kontinyu, sehingga pada musim kering air masih tersedia. Sungai-sungai di sekitar kawasan permukiman biasanya digunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan air minum. Oleh karena itu, manfaat air sangat besar bagi penduduk di daerah ini, maka keberadaan air permukaan terutama yang berasal dari aliran sungai sangat penting dalam menopang keseimbangan ekologis di daerah ini (REKI, 2009). Luas pembagian Sub-DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Luas Pembagian Sub-DAS Areal Kerja PT REKI Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Jambi No. Sub-DAS Persentase Persentase Luas (ha) Luas (ha) (%) (%) 1. Sub-DAS Meranti ,84 2. Sub-DAS Kapas ,62 3. Sub-DAS Kandang ,40 4. Sub-DAS Lalan Jumlah Sumber: RKUPHHK PT REKI Tahun (REKI 2009). 4.9 Potensi Tumbuhan dan Satwaliar Tumbuhan Areal yang terletak di kelompok Sungai Meranti-Sungai Kapas dan kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan pada umumnya merupakan areal hutan sekunder (bekas tebangan). Berdasarkan interpretasi citra landsat TM 2002/2003 (areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan) dan TM 234 jenis tutupan hutan (areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi) dikelompokkan dalam tiga stratifikasi : Hutan Sekunder Tinggi, yaitu hutan sekunder yang masih memiliki stratifikasi vegetasi yang lengkap mulai dari tingkat semai (tinggi 0,3-1,5 m), pancang (tinggi >1,5 m dan diameter <10 cm), tiang (diameter cm) dan tingkat pohon (diameter >20 cm). Penutupan tajuk berkisar % dengan rata-rata diameter pohon >20 cm. Pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan hutan ini mencakup luas ha

35 20 (21%), sedangkan pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup luas ha (46,08%). Hutan sekunder tinggi berdasarkan massa tegakannya disebut juga hutan produktif. Hutan Sekunder Sedang, yaitu hutan peralihan antara hutan sekunder rendah dan tinggi dengan penutupan tajuk berkisar 40-71% dan didominasi oleh struktur vegetasi pada tingkat tiang. Areal ini mencakup luas 16,191 ha (31%) untuk areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan untuk areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup ha (20,84%). Berdasarkan massa tegakannya disebut juga hutan kurang produktif. Hutan Sekunder Rendah, hutan sekunder dengan penutupan tajuk < 40%. Pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan mencakup luas ha (48%), sedangkan pada areal restorasi ekosistem di Provinsi Jambi mencakup luas ha (33,08%). Hutan ini dapat dikategorikan sebagai hutan yang sangat terdegradasi. Areal ini didominasi semak terutama pada areal bekas terbakar atau hutan dengan struktur vegetasi yang didominasi oleh tingkat pancang (REKI, 2009). Jenis pohon pada hutan sekunder tinggi didominasi oleh meranti (Shorea spp.), medang (Litsea spp.) dan balam (Palaquium spp.). Jenis pohon pada hutan sekunder sedang didominasi oleh meranti (Shorea spp.), medang (Litsea spp.) dan kempas (Koompassia excelsa). Beberapa jenis pohon yang termasuk jenis dilindungi, diantaranya jelutung (Dyera sp.), Surian (Toona sp.), Meranti damar (Shorea spp.), bulian (Eusideroxylon zwageri) dan tembesu (Fagraea fragrans) (REKI, 2009) Satwaliar Informasi mengenai satwaliar diperoleh dari data hasil pengamatan langsung Burung Indonesia tahun 2003 dan wawancara dengan kelompok masyarakat sekitar hutan. Pengamatan dilakukan melalui uji petik pada lokasilokasi areal hutan produktif, areal hutan kurang produktif dan areal hutan tidak produktif (REKI, 2008).

36 21 Berdasarkan hasil pengumpulan data dapat dikemukakan bahwa pada kawasan ini terdapat 380 spesies yang terdiri atas 61 spesies kelas mamalia, 269 spesies kelas aves, 31 spesies kelas reptilia dan 19 spesies kelas amfibia. Jumlah spesies yang tergolong dalam spesies endemik atau dilindungi oleh undangundang terdapat 44 spesies atau 29,33% dari total spesies yang telah berhasil dikumpulkan datanya. Spesies endemik tersebut terdiri atas 20 spesies kelas mamalia, 22 spesies kelas aves dan 2 spesies kelas reptilian (REKI, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penyebaran spesies endemik atau dilindungi undang-undang, sebagai berikut : a. Di areal hutan sekunder tinggi terdapat sebanyak 37 spesies yang terdiri atas 18 spesies kelas mamalia, 17 spesies kelas aves dan 2 spesies kelas reptilia; b. Di areal hutan sekunder sedang sebanyak 29 spesies yang terdiri atas 15 spesies kelas mamalia dan 14 spesies kelas aves; dan c. Di areal hutan sekunder rendah sebanyak 20 spesies yang terdiri atas 8 spesies kelas mamalia, 11 spesies kelas aves dan 1 spesies kelas reptilian (REKI, 2009) Aksesibilitas Kawasan hutan restorasi di kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas berada di perbatasan Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan sehingga arealnya terdapat pada kedua provinsi tersebut, yaitu kira-kira 19% masuk Provinsi Jambi dan 81% masuk Provinsi Sumatera Selatan. Areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas ini bisa dicapai dari arah Jambi atau dari arah Palembang, yaitu ±80 km arah Barat Daya dari Kota Jambi atau ±165 km arah Barat Laut dari Kota Palembang (REKI, 2009). Perjalanan menuju areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas bisa dilakukan melalui jalan darat dari Jambi ke arah Barat Daya menyusuri jalan aspal trans Sumatera menuju ke arah Muara Bulian melewati perkebunan kelapa sawit PTPN VI dengan jarak ± 50 km, kemudian masuk jalan perkebunan kelapa sawit PT Asiatic Persada berupa jalan yang diperkeras sejauh ±35 km dan sampai di base camp KM 35 PT Asialog dengan waktu tempuh sekitar 3 jam dari Jambi.

37 22 Areal kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas juga dapat dicapai melalui jalan eks logging PT Asialog berupa jalan yang tidak diperkeras sejauh kurang dari 10 km. Namun karena sudah lama tidak digunakan, saat ini kondisi jalan sulit untuk bisa dilalui terutama setelah turun hujan (REKI, 2009). Desa terdekat dari lokasi restorasi berada di bagian selatan, yaitu Desa Sako Suban, Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin. Untuk mencapai Desa Sako Suban, dari arah Palembang dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu : 1. Palembang-Sekayu-Mangun Jaya-Lubuk Bintialo-Sako Suban. Dari Palembang ke Sekayu dan Mangun Jaya melalui jalan aspal dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum (bis, travel) dengan waktu tempuh 5-6 jam. Dari Mangun Jaya ke Lubuk Bintialo melalui jalan aspal dan tanah (kondisi rusak) menggunakan angkutan umum pedesaan atau ojeg motor dengan waktu tempuh 1-2 jam. Selanjutnya dari Lubuk Bintialo ke Sako Suban melalui Sungai Batanghari Leko-Sungai Kapas menggunakan perahu/ketek dengan ongkos carter Rp Rp dengan waktu tempuh 3-4 jam. 2. Palembang-Simpang Gas (arah ke Bayung Lencir dan Jambi)-Lubuk Bintialo-Sako Suban. Dari Palembang ke Simpang Gas melalui jalan aspal trans Sumatera dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum (bis, travel) dengan waktu tempuh 5-6 jam. Dari Simpang Gas ke Lubuk Bintialo melalui jalan berbatu dan tanah sepanjang 63 km milik perusahaan minyak PT Conoco Philip menggunakan angkutan umum pedesaan atau ojeg motor dengan waktu tempuh 3 jam. Sementara itu, dari Lubuk Bintialo ke Sako Suban melalui Sungai Batanghari Leko-Sungai Kapas menggunakan perahu/ketek dengan ongkos carter Rp Rp dengan waktu tempuh 3-4 jam (REKI, 2009) Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Desa Bungku Desa Bungku merupakan desa asli yang terbentuk sejak lama. Desa Bungku telah ada sejak zaman Belanda dan desa ini pernah menjadi basis perjuangan rakyat.

38 23 Desa Bungku memiliki 2 (dua) dusun, yaitu Dusun Bungku Indah (dusun lama) dan Dusun Johor Baru (pengembangan pemukiman dusun baru karena adanya transmigrasi) yang terdiri atas 13 Rukun Tetangga (RT) (Dephut, 2007). Pola pemukiman penduduk termasuk pola pemukiman menyebar dalam bentuk kumpulan-kumpulan kecil yang kemudian dikelola dalam sebuah bentuk Rukun Tetangga (RT). Tipe perumahan masyarakat saat ini telah bercampur antara tipe rumah asli (rumah panggung papan) dan rumah permanen dengan letak rumah yang tidak terlalu jauh. Pekerjaan utama masyarakat desa umumnya adalah petani, khususnya petani perkebunan karet (Dephut, 2007). Desa ini termasuk ke dalam Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari. Secara goegrafis pusat desa terletak pada posisi 01 54' 32", 5 dan ' 37", 6 dengan topografi relatif datar sedikit bergelombang. Perjalanan menuju Desa Bungku dapat ditempuh melalui jalan darat yang berjarak 30 Km dari pusat kecamatan, 30 Km dari pusat Kabupaten (Muara Bulian) dan sejauh 100 Km dari ibukota Propinsi Jambi. Akses transportasi untuk menuju dan keluar desa ini tidak terlalu sulit, apalagi kondisi jalan telah beraspal sejak dari pusat ibukota kabupaten sampai ke desa. Jalur transportasi dilayani oleh angkutan desa yang beroperasi sejak pagi hingga sore hari. Desa Bungku memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Desa Pompa Air Sebelah Selatan dengan PTP Durian Luncuk Sebelah Timur dengan Desa Markanding Sebelah Barat dengan Desa Singkawang/Jebak (Dephut, 2007). Kelompok masyarakat Batin Sembilan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang keberadaannya secara administrasi termasuk dalam wilayah Desa Bungku dan juga merupakan kawasan hutan Harapan Rainforest (eks PT Asialog) yang ditunjuk sebagai kawasan yang akan dikelola secara restorasi ekosistem sesuai dengan Kepmenhut No. 83 tahun 2005 (REKI, 2009). Kelompok masyarakat Batin Sembilan sangat menggantungkan kehidupannya pada hutan dan sumbewrdayanya. Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal dan juga sebagai sumber penghidupan. Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Batin Sembilan, yaitu tumbuhan dan satwa. Oleh karena itu, masyarakat Batin Sembilan lebih mudah dijumpai di dalam hutan (Gambar 3).

39 24 Gambar 3 Masyarakat Batin Sembilan yang berada di dalam hutan Sako Suban Masyarakat Desa Sako Suban adalah masyarakat yang memiliki ikatan dan keterkaitan yang sangat erat dengan sungai dan hutan. Keterkaitan masyarakat dengan sungai ini tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan akan air dan sumber makanan seperti beberapa jenis ikan untuk memenuhi gizi keluarga. Sungai sudah sejak dahulu digunakan oleh masyarakat sebagai alat transportasi dan media untuk mengangkut hasil hasil perekonomian mereka baik secara subsistem maupun komersil mulai dari hasil pertanian hingga hasil hutan berupa kayu (REKI, 2009). Gambar 4 merupakan gambaran keterikatan masyarakat Sako Suban dengan sungai. (a) Sumber : Profil Desa Sako Suban (REKI, 2009)

40 25 (b) Gambar 4 Keterikatan masyarakat Sako Suban dengan sungai: (a) Letak Desa Sako Suban di sepanjang Sungai Kapas, (b) Sungai sebagai media transportasi dan (c) Sungai untuk aktivitas rutin sehari-hari (seperti mandi, mencuci, dll). (c) Selain sungai, hutan merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat Desa Sako Suban. Hutan dianggap bukan hanya sebagai sumber untuk mendapatkan hewan hewan buruan, namun hutan juga menyediakan beberapa jenis tumbuh tumbuhan sebagai bahan ramuan obat-obatan (hasil hutan bukan kayu) dan lahan yang memadai bagi masyarakat untuk bercocok tanam. Hingga saat ini, hanya sebagian kecil saja masyarakat yang memanfaatkan HHBK dan hewan buruan, untuk pola hidup subsistemnya. Masyarakat lebih banyak memanfaatkan kayu (bebalok) dan menyadap karet untuk menunjang perekonomian (REKI, 2009). Sebagian masyarakat masih ada yang melakukan perburuan liar, namun frekuensinya tidak terlalu tinggi. Alat yang umum digunakan adalah jerat dan senapan. Hasil buruan biasanya dikonsumsi sendiri atau dijual ke tetangga. Satwa yang biasanya diburu antara lain rusa, kijang, trenggiling, labi-labi dan burung (REKI, 2009). Sementara itu untuk pemanfaatan HHBK masih dalam taraf pemenuhan kebutuhan subsistem saja, meskipun cukup banyak rotan dan bambu, masyarakat tidak memanfaatkan secara intensif. Sebagian ibu-ibu di desa masih memanfaatkan HHBK dari kebun mereka seperti daun nipah (sejenis daun pandan) untuk membuat daun tikar (lapik). Mata pencaharian utama sebagian

41 26 warga Sako Suban adalah petani karet. Semua rumah tangga di desa Sako Suban mempunyai kebun karet, baik yang telah disadap maupun yang belum. Rata-rata setiap rumah tangga memiliki kebun karet antara 2-10 hektar (REKI, 2009). Sejarah perkembangan masyarakat Desa Sako Suban mencatat bahwa masyarakat memiliki interaksi yang cukup tinggi dengan sumber daya hutan. Interaksi ini telah menciptakan sebuah pola budaya tersendiri dalam bentuk adaptasi dengan alam yang harmonis serta kearifan lokal mereka dalam mengelola hutan untuk memenuhi kebutuhan subsistemnya. Hasil adaptasi dengan hutan itu juga telah merasuk ke dalam struktur sosio-kultural masyarakat desa (REKI, 2009). Seperti umumnya masyarakat adat yang ada di pulau Sumatera, masyarakat Desa Sako Suban memiliki latar belakang sejarah sebagai petani peladang berpindah. Hal ini merupakan hasil adaptasi paling baik dan paling rasional masyarakat dapat dipahami dalam konteks keseimbangan yang mereka bangun dari keterbatasan tenaga kerja dan sumberdaya alam yang tersedia. Pilihan sebagai peladang adalah tindakan yang paling rasional dalam arti perilaku ekonomi mereka efisien dan efektif dalam konteks sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini terbukti bahwa mereka dapat menciptakan kelestarian sistem sosialekonominya untuk kurun waktu yang cukup panjang (REKI, 2009). Beberapa areal perladangan masyarakat Desa Sako Suban umumnya berada di sekitar bantaran Sungai Kapas yang membentang dari hulu ke hiir sungai. Biasanya pola perladangan dimulai dengan persiapan lahan yaitu dengan menebang dan menebas (slash). Kemudian beberapa ranting dan semak belukar tersebut dibiarkan kering terlebih dahulu. Biasanya proses ini dilakukan pada musim panas (sekitar bulan Maret-Juli). Semua biomassa tersebut kering, masyarakat menyiapkan sekat bakar untuk mencegah api merambat dan menjalar ke lahan sekitar, baru setelah itu dilakukan proses pembakaran (burn) (REKI, 2009). Setelah proses pembakaran, biasanya masyarakat membiarkan lahan tersebut kosong terlebih dahulu. Hal ini dapat dipahami dalam logika pertanian, agar beberapa unsur hara yang terkandung dalam biomassa tanaman dapat diserap kembali oleh tanah untuk menambah dan meningkatkan kandungan dan kesuburan

42 27 tanah. Ketika lahan dinilai sudah siap, baru dilakukan proses penanaman. Dari zaman dahulu, masyarakat biasa menanam padi darat untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka. Namun sejak 5 dasawarsa terakhir, masyarakat mulai menanam karet di lahan mereka. Karet yang mereka tanam adalah jenis karet alam (bibit lokal) (REKI, 2009). Dalam interval masa menunggu panen, biasanya masyarakat mencari lahan baru untuk membuka areal perladangan kembali. Siklus areal perladangan berpindah ini antara tahun. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan keterbatasan lahan, pola pertanian ladang berpindah ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Desa Sako Suban, terlebih lagi sejak masuknya konsesi perusahaan besar dibidang kehutanan (industrial logging) (REKI, 2009). Walaupun hampir sebagian besar masyarakat telah meninggalkan pola pertanian ladang berpindah, namun mereka belum meninggalkan pola pertanian tradisional slash and burn cultivation. Masyarakat hanya mengandalkan kesuburan alami tanah tanpa adanya introduksi dari pola-pola pertanian modern (intensifikasi dan mekanisasi pertanian) dan penggunaan pupuk dan pestisida. Hingga saat ini hampir sebagian besar masyarakat Desa Sako Suban merupakan petani karet dan sudah sedikit sekali menanam padi darat di rompok mereka. Kebutuhan akan beras biasanya diperoleh dari warung-warung yang ada di desa dari hasil penjualan karet (REKI, 2009). Sejak tahun 1968 kawasan ini sudah disentuh oleh perusahaan besar kehutanan (industrial logging) berupa HPH. Secara lengkap beberapa HPH yang mengeksploitasi kawasan hutan di sekitar Sungai Kapas dan Sungai Meranti ini yang berdekatan dengan wilayah Desa Sako Suban sebagai berikut : HPH PT Padeco (1968 s/d 1986), HPH PT Niti Remaja (1970 s/d 1989), HPH Inhutani V, juga terdapat banyak HPH skala kecil (IPKTM) yang juga beroperasi di kawasan sekitar hutan desa, seperti PT Sengentar Alam dari Palembang dan PT Akiang dari Jambi yang merupakan bagian dari subkontrak PT Inhutani V (REKI, 2009) Tanjung Sari Desa Tanjung Sari adalah salah satu desa yang paling berdekatan dengan kawasan hutan Harapan Rainforest (eks HPH PT Asialog) dan berada di bagian timur

43 28 dari lokasi restorasi ekosistem. Desa ini berada di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Untuk mencapai Desa Tanjung Sari dapat ditempuh melalui jalan darat yang berjarak 24 Km dari pusat kecamatan, 140 Km dari pusat Kabupaten dan sejauh 110 Km dari ibukota Propinsi Jambi. Akses transportasi untuk menuju dan keluar desa masih jalan tanah, apabila hujan akan sulit untuk dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalur transportasi dilayani angkutan umum yang hanya beroperasi satu kali untuk setiap harinya, keluar dari desa menuju kecamatan atau Kota Jambi pada pagi hari dan kembali menuju desa pada sore hari. Desa Tanjung Sari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Desa Tri Jaya (Trans Unit 8) Sebelah Selatan dengan Desa Tanjung Lebar Sebelah Timur dengan Desa Adipura Kencana (Trans Unit 20) Sebelah Barat dengan PT Asiatic Persada (Kab. Batang Hari) (Dephut, 2007). Desa Tanjung Sari juga merupakan salah satu desa transmigrasi yang di buka pada tahun 1996, dimana awalnya penduduknya merupakan pindahan dari Pulau Jawa. Desa ini juga dikenal dengan Trans Unit 22 dengan pola perkebunan kelapa sawit. Pada perkembangannya masyarakat Desa Tanjung Sari bertambah dengan banyaknya pendatang yang berasal dari Provinsi Jambi maupun dari luar provinsi. Para pendatang pada umunya beraktifitas di bidang pertanian dan perkebunan, ada yang memulai dengan membeli lahan pertanian dan ada juga yang memulai aktifitas pertaniannya dengan membuka hutan (Dephut, 2007). Desa Tanjung Sari sebagai desa transmigrasi pola perkebunan, awalnya semua mata pencaharian masyarakatnya adalah pertanian. Pada perkembangannya mata pencaharian masyarakat mulai beragam, mulai dari bidang jasa perdagangan dan juga sektor jasa seperti berdagang, sopir, tukang bangunan, buruh perkebunan, sektor industri kecil maupun sektor kehutanan (Dephut, 2007). Sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama di Desa Tanjung Sari terlihat sangat menjanjikan dimana tipe atau bentuk-bentuk rumah sebagai tanda desa transmigrasi sudah mulai jarang terlihat, masyarakat sudah mulai membuat bangunan yang lebih bagus dan hampir semua keluarga di Desa Tanjung Sari memiliki kendaraan bermotor baik itu sepeda motor ataupun mobil. Peningkatan taraf kehidupan masyarakat menjadi maju seiring dengan sudah berproduksinya lahan perkebunan kelapa sawit dan pengembangan perkebunan oleh masyarakat juga sudah berproduksi (Dephut, 2007).

44 29 Pola pemukiman pada awalnya tertata dan tersusun rapi sebagai program transmigrasi, namun pada perkembangannya mulai menyebar dan ada juga yang membuat kumpulan-kumpulan pemukiman. Pengelompokan pemukiman di desa terbagi menjadi 4 dusun, yang dikenal dengan nama dusun I sampai dusun IV (Dephut, 2007). Bahasa dan adat istiadat yang digunakan masyarakat desa adalah adat istiadat Melayu Jambi. Agama yang dianut sebagian besar adalah agama islam (REKI, 2008). Tingkat pendidikan masyarakat desa sudah cukup baik dan sangat bervariasi. Tabel 8 menjelaskan hasil wawancara mengenai jumlah penduduk pada tahun 2010 berdasarkan tingkat pendidikannya. Tabel 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) 1. SD SMP SMA D S1 25 Total 2191 Tingkat perekonomian masyarakat Desa Tanjung Sari (unit 22) yang sudah maju terlihat dari pembangunan-pembangunan fisik desa dengan biaya dari masyarakat, yaitu hasil dari berkebun sawit. Desa Tanjung Sari juga sudah memiliki puskesmas pembantu (pustu) untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat. Gambar 5 merupakan salah satu pembangunan fisik dari hasil biaya masyarakat dan pasar yang terdapat di Desa Tanjung Sari. (a) (b) Gambar 5 Desa Tanjung Sari (a) Mesjid dan (b) Pasar.

45 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Restorasi Ekosistem di Areal Harapan Rainforest Restorasi ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan kondisi hutan yang saat ini sudah rusak ke kondisi ekosistem awalnya dengan tujuan memperoleh kembali keanekaragaman hayati (PT REKI, 2007). Tujuan dari restorasi ekosistem tersebut dapat dicapai dengan melakukan beberapa tahapan dari kegiatan restorasi ekosistem. Berikut tahapan-tahapan kegiatan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest : 1. Penataan areal kerja yang dilakukan tiga tahun sebelum penanaman. 2. Inventarisasi tumbuhan yang dilakukan dua tahun sebelum penanaman. 3. Pembukaan wilayah hutan yang dilakukan satu tahun sebelum penanaman. 4. Pengadaan bibit yang dilakukan satu tahun sebelum penanaman. 5. Penanaman 6. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan satu tahun, dua tahun dan tiga tahun setelah penanaman. 7. Restorasi habitat tumbuhan dan satwa liar dilakukan lima tahun, tujuh tahun dan sembilan tahun setelah penanaman. 8. Pengamanan hutan dilakukan sepanjang tahun. 9. Penelitian dilakukan sepanjang tahun. Keberhasilan restorasi ekosistem di areal Harapan Rainforest dapat dicapai dengan adanya dukungan dan kerja sama. Salah satunya yaitu melibatkan masyarakat dalam kegiatan restorasi ekosistem. Pada dasarnya tahapan-tahapan dari kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI dapat dilakukan bersama masyarakat khususnya dalam hal sebagai tenaga kerja. Secara spesifik beberapa kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat sebagai berikut: 1. Penyediaan bibit tanaman hutan dalam program community nursery; 2. Penanaman dan pemeliharaan tanaman hutan dalam program community nursery; dan 3. Tata batas konsesi secara partisipatif.

46 31 Selain bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem, pihak PT REKI juga melakukan kerja sama dengan sekolahsekolah. Bentuk kerja sama yang biasa dilakukan dengan sekolah-sekolah, yaitu melakukan penanaman bersama di lokasi yang telah disiapkan untuk direstorasi (Gambar 6a). Dalam pelaksanaannya, kegiatan penanaman bersama anak-anak sekolah dipadukan dengan kegiatan lainnya, seperti cara pembibitan (Gambar 6b), pengenalan ekosistem (Gambar 6c), pengenalan jenis pohon, pengenalan satwa dan habitatnya (Gambar 6d), serta kegiatan lainnya dalam bentuk permainan (Gambar 6e). (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 6 Rangkaian Kegiatan Penanaman Bersama Anak-Anak Sekolah.

47 Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Restorasi Ekosistem Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan Tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang cukup erat dengan persepsi masyarakat dan menurut Mauludin (1994) pendidikan merupakan faktor yang paling baik dijadikan sebagai pendugaan persepsi. Tabel 9 menjelaskan persepsi berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 9 Tingkat Persepsi Masyarakat Berdasarkan Pendidikan. Masyarakat Pendidikan Persepsi terhadap Manfaat Restorasi Ekosistem Jumlah Ekologi Ekonomi Sosial Responden Rata-rata Rata-rata Rata-rata (orang) FH RE PM DKH RE PNRE PPRE Batin Sembilan Tidak sekolah 30 3,77 3,85 4,37 4,44 3,83 3,86 3,70 Tidak sekolah 8 3,88 3,84 3,60 3,80 3,63 3,44 3,70 SD 23 3,26 3,84 4,09 3,20 3,65 3,41 3,53 Sako Suban SMP 5 3,75 3,28 3,68 3,12 3,76 2,57 3,41 SMA 8 2,86 3,94 4,52 3,09 3,81 3,48 3,58 Perguruan tinggi 1 4,39 5,00 5,00 5,00 5,00 4,40 5,00 Tidak sekolah 1 4,69 4,00 5,00 2,63 2,17 3,46 2,55 SD 3 2,90 3,63 3,70 2,91 2,23 3,44 3,59 Tanjung Sari SMP 4 4,44 3,56 3,82 2,72 3,12 3,90 3,51 SMA 5 3,35 3,77 3,77 3,25 2,94 3,42 3,12 Perguruan tinggi 1 4,00 3,63 5,00 2,63 3,03 4,00 4,00 Keterangan : 1= Sangat tidak setuju; 2= Tidak setuju; 3= Cukup setuju; 4= Setuju; 5= Sangat setuju; FH= Fungsi hutan; RE= Restorasi ekosistem; PM= Peran masyarakat; DKH= Dampak kerusakan hutan; PNRE= Pertanyaan negatif tentang restorasi ekosistem; dan PPRE= Pertanyaan positif tentang restorasi ekosistem. Tabel 9 menjelaskan bahwa seluruh responden Batin Sembilan tidak memiliki pendidikan yang resmi dengan kata lain seluruh responden tidak ada yang sekolah, sehingga persepsi yang diberikan oleh responden tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Walaupun demikian, persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang diberikan oleh responden cenderung positif. Umumnya nilai ratarata yang diperoleh responden tinggi untuk setiap manfaat dari kegiatan restorasi ekosistem. Persepsi positif dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi, dikarenakan tingkat interaksi antara responden yang mewakili masyarakat Batin Sembilan dengan pihak PT REKI yang cukup tinggi. Salah satu bentuk interaksi antara masyarakat dengan pihak PT REKI, yaitu sekolah keliling yang menjadi salah satu program dari divisi community development PT REKI (Gambar 7). Sekolah keliling ini dilakukan oleh seorang staf dari divisi community

48 33 development yang ditunjuk sebagai tenaga pengajar. Sasaran dari sekolah keliling ini yaitu anak-anak dari masyarakat Batin Sembilan dan proses mengajar juga dilakukan secara tidak rutin. Staf yang bertugas sebagai tenaga pengajar harus berkeliling mengajar dari satu tempat ke tempat lain, walaupun terkadang anakanak tersebut tidak ada di tempat tetapi berada di dalam hutan karena harus membantu orang tua menyadap getah. Proses pendekatan oleh pihak PT REKI terhadap masyarakat Batin Sembilan difasilitasi oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dikenal dengan WARSI. Lembaga Swadaya Masyarakat ini sudah cukup lama menggali tentang keberadaan masyarakat Batin Sembilan dan berusaha untuk membantu mempertahankan hak-hak masyarakat yang umumnya sudah lama berada di dalam areal Harapan Rainforest (PT REKI). Gambar 7 Sekolah keliling bagi anak-anak Batin Sembilan. Sumber : Harapan Rainforest Umumnya responden Batin Sembilan menyatakan setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem. Responden menyatakan setuju dengan nilai rata-rata 3,77 bahwa fungsi hutan sebagaimana mestinya dapat terganggu karena terjadinya kerusakan hutan. Kerusakan hutan dapat disebabkan karena banyaknya pohon yang ditebang secara liar tanpa diberlakukannya suatu peraturan dan terjadinya pemanfaatan secara berlebihan terhadap satwa liar dan tumbuhan. Responden setuju apabila terjadi dua hal tersebut, maka hutan akan rusak diantaranya dapat menyebabkan tanah menjadi kering, jumlah satwa liar dan tumbuhan menurun bahkan hilang, ketersediaan air menjadi turun, cuaca menjadi

49 34 panas dan udara tidak segar lagi, serta bencana banjir dan longsor juga dapat terjadi. Oleh karena itu, responden berharap dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem maka permasalahan yang disebabkan karena kerusakan hutan dapat teratasi. Responden cenderung setuju dengan nilai rata-rata 3,85 bahwa kegiatan restorasi ekosistem diharapkan dapat memperbaiki kondisi fisik hutan (tanah, air dan udara) menjadi lebih baik dan meningkatkan jumlah satwa liar dan tumbuhan, serta dapat mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor. Persepsi yang positif tersebut juga diberikan karena masyarakat Batin Sembilan menganggap hutan sebagai tempat tinggal. Oleh karena adanya dorongan dari tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hutan, maka responden setuju bahwa peran masyarakat juga penting dalam menjaga kelestarian hutan karena kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat, terutama masyarakat dalam hutan seperti masyarakat Batin Sembilan. Kelestarian hutan dan sumberdayanya dapat terjaga dengan diberlakukannya suatu peraturan yang mengatur pemanfaatan hasil hutan. Responden Batin Sembilan memperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 4,44 untuk persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem terutama persepsi terhadap dampak kerusakan hutan pada perekonomian masyarakat. Nilai rata-rata tersebut menunjukkan responden cenderung setuju bahwa terjadinya kerusakan hutan maka dapat berdampak buruk pada perekonomian masyarakat Batin Sembilan. Kerusakan hutan menyebabkan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan menjadi berkurang dan kebutuhan hidup tidak terpenuhi. Umumnya masyarakat Batin Sembilan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan yang lain selain memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Oleh karena itu, responden cenderung setuju terhadap manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem oleh pihak PT REKI. Responden cenderung menyatakan setuju dengan nilai rata-rata 3,83. Responden Batin Sembilan setuju dengan adanya kegiatan restorasi ekosistem ini karena menurut responden kegiatan restorasi ekosistem ini dapat membantu memperbaiki hutan sehingga jumlah sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan meningkat dan kebutuhan menjadi terpenuhi serta pendapatan juga dapat meningkat. Selain itu, dengan adanya kegiatan restorasi ekosistem oleh PT

50 35 REKI maka diharapkan masyarakat diikutsertakan dalam pelaksanaannya yaitu sebagai tenaga kerja. Responden Batin Sembilan dapat dikatakan memiliki konsistensi dalam memberikan persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem, terutama pada manfaat sosial yang dapat diperoleh masyarakat dari kegiatan restorasi ekosistem ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9, nilai rata-rata yang diperoleh responden tergolong tinggi yaitu 3,86 yang menunjukkan responden cenderung tidak setuju terhadap pertanyaan negatif (Lampiran 1 bagian C). Responden tidak setuju apabila kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat Batin Sembilan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, melainkan responden cenderung setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima oleh masyarakat Batin Sembilan dan akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Batin Sembilan. Persepsi positif tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi untuk pertanyaan positif dari manfaat sosial yang dapat diperoleh masyarakat dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem (Lampiran 1 bagian C) yaitu 3,70. Persepsi tersebut berdasarkan pengetahuan lokal yang dimiliki responden. Responden berpikir bahwa dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem yang menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki dan memulihkan kondisi hutan yang rusak maka dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat hutan yang sangat tergantung pada hutan dan sumberdayanya. Responden Sako Suban memiliki pendidikan yang beragam dibandingkan dengan responden Batin Sembilan. Tabel 9 menjelaskan umumnya responden Sako Suban memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut dikarenakan di Desa Sako Suban hanya terdapat gedung SD (Gambar 8) dan apabila terdapat masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, maka harus bersekolah ke desa lain atau bahkan ke kota. Hal ini juga yang menyebabkan sedikitnya masyarakat yang menyekolahkan anak-anak ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, masih terdapat masyarakat yang kurang peduli terhadap pendidikan karena dengan tidak memiliki pendidikan yang tinggi, masyarakat juga dapat memiliki pendapatan yang tinggi sehingga kebutuhan hidup juga terpenuhi tanpa harus sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

51 36 Oleh karena itu, umumnya masyarakat baik remaja ataupun orang tua di Desa Sako Suban lebih sering terlihat di kebun karet dan di warung-warung untuk bermain gap. Gambar 8 Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sako Suban. Pendidikan yang dimiliki masyarakat Sako Suban secara umum tidak mempengaruhi persepsi yang diberikan terhadap kegiatan restorasi ekosistem, kecuali persepsi terhadap manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem. Nilai ratarata yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi nilai rata-rata yang diperoleh dan semakin positif persepsi yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Surata (1993) dalam Widawari (1994) yang menyatakan bahwa umumnya persepsi seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Nilai rata-rata yang diperoleh responden untuk manfaat ekonomi dari restorasi ekosistem, menunjukkan bahwa responden cenderung setuju dilakukannya kegiatan tersebut karena dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan dapat dijadikan salah satu solusi untuk memecahkan masalah terkait perekonomian masyarakat. Secara umum persepsi yang diberikan responden Sako Suban hampir sama dengan persepsi responden Batin Sembilan yang tidak memiliki pendidikan formal. Berdasarkan pendidikan, responden Sako Suban juga memberikan persepsi yang positif terhadap kegiatan restorasi ekosistem yang dilakukan oleh pihak PT REKI. Hal ini dikarenakan pihak PT REKI juga sudah melakukan sosialisasi mengenai kegiatan restorasi ekosistem, walaupun kegiatan sosialisasi tersebut belum maksimal seperti yang sudah dilakukan terhadap masyarakat Batin Sembilan. Persepsi positif tersebut diperlihatkan dengan nilai rata-rata yang

52 37 diperoleh responden Sako Suban baik yang tidak sekolah maupun yang memiliki pendidikan SD hingga perguruan tinggi umumnya tergolong tinggi. Nilai rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa responden cenderung setuju bahkan sangat setuju dengan dilakukannya kegiatan restorasi ekosistem karena dapat bermanfaat bagi masyarakat. Responden yang tidak sekolah, responden yang memiliki pendidikan SMP dan perguruan tinggi memperoleh nilai rata-rata yang menunjukkan responden cenderung setuju bahwa kerusakan hutan dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan. Namun, sebagian besar responden yaitu responden dengan pendidikan SD dan SMA cenderung menyatakan cukup setuju bahwa terganggunya fungsi hutan karena terjadinya kerusakan hutan, tetapi di sisi lain responden juga memberikan pernyataan bahwa kondisi lingkungan sekitar memang dari dulu sudah seperti sekarang ini, tidak terjadi perubahan atau penurunan fungsi hutan. Responden menyatakan bahwa pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya hutan baik satwa liar dan tumbuhan, serta kayu dari pohon-pohon yang ditebang tidak menimbulkan kerusakan hutan yang dapat berdampak buruk bagi masyarakat. Sebagian besar responden cenderung setuju bahkan responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi menyatakan sangat setuju dengan nilai ratarata 5,00 bahwa restorasi ekosistem merupakan salah satu upaya dalam memulihkan atau mengembalikan kondisi hutan yang rusak pada keadaan semula dan berfungsi sesuai peruntukkannya. Selain itu, kegiatan restorasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang sekiranya dapat ditimbulkan apabila terjadinya kerusakan hutan. Dalam proses pemulihan kondisi hutan tersebut, peran masyarakat sangat dibutuhkan dan responden Sako Suban menyatakan bersedia apabila dilibatkan dalam kegiatan restorasi. Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden Sako Suban memperoleh nilai rata-rata yang tergolong sedang, yaitu responden yang memiliki pendidikan SD, SMP dan SMA. Responden cenderung cukup setuju bahwa kerusakan hutan dapat menyebabkan sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan menjadi sedikit dan sebagian besar kebutuhan hidup tidak terpenuhi. Responden hanya menyatakan cukup setuju karena di satu sisi lagi responden belum

53 38 merasakan dampak kerusakan hutan secara langsung terutama terhadap perekonomian masyarakat. Lain halnya dengan responden yang tidak sekolah, responden cenderung menyatakan setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk pada perekonomian masyarakat. Responden tersebut sudah merasakan langsung dampak buruk yang disebabkan terjadinya kerusakan hutan. Umumnya responden tersebut memiliki pekerjaan yang sangat tergantung pada hutan. Responden dengan pendidikan perguruan tinggi menyatakan sangat setuju bahwa kerusakan hutan dapat berdampak buruk bagi perekonomian masyarakat terutama masyarakat hutan. Persepsi yang sangat positif tersebut berdasarkan pengetahuan yang lebih yang diperoleh responden dari bangku pendidikan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, responden Sako Suban hanya menyatakan cukup setuju terkait dampak kerusakan hutan terhadap perekonomian masyarakat. Namun, di sisi lain seluruh responden cenderung menyatakan setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang disebabkan karena terjadinya kerusakan hutan. Sebagian besar responden Sako Suban cenderung menyatakan cukup setuju terhadap pertanyaan negatif dan pertanyaan positif mengenai kegiatan restorasi ekosistem hubungannya dengan manfaat sosial yang dapat diperoleh masyarakat. Masih terdapat beberapa responden yang menyatakan bahwa kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat karena dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap kehidupan masyarakat Sako Suban. Responden menganggap bahwa kegiatan tersebut membatasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan. Persepsi tersebut diberikan responden karena responden belum memahami kegiatan restorasi ekosistem dan manfaat yang dapat diperoleh bagi kehidupan. Namun, responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi memperoleh nilai rata-rata tertinggi yang menunjukkan bahwa responden cenderung sangat tidak setuju apabila kegiatan restorasi tidak diterima dan dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat. Responden yang bersangkutan memberikan pernyataan sebaliknya bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima karena dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Sama halnya dengan responden Sako Suban, responden Tanjung Sari juga memiliki pendidikan yang beragam. Responden Tanjung Sari yang memiliki

54 39 pendidikan SMA lebih dominan dibandingkan dengan responden dengan pendidikan formal yang lain, walaupun jumlahnya tidak jauh berbeda dengan jumlah responden yang memiliki pendidikan lainnya karena jumlah total responden Tanjung Sari juga sedikit, hanya 14 orang. Jumlah responden yang mendominasi dengan pendidikan SMA menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Tanjung Sari lebih maju dalam pendidikan dibandingkan dengan masyarakat Batin Sembilan dan Sako Suban. Hal ini dikarenakan masyarakat Tanjung Sari merupakan masyarakat transmigrasi yang umumnya lebih terbuka dan peduli terhadap pendidikan. Di Desa Tanjung Sari sudah terdapat gedung sekolah, yaitu SD dan SMP. Akses bagi masyarakat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yang terdapat di desa lain dan di kota juga lebih mudah dibandingkan dengan akses yang harus ditempuh masyarakat Batin Sembilan maupun Sako Suban. Pendidikan yang dimiliki seluruh responden Tanjung Sari secara umum tidak mempengaruhi persepsi terhadap kegiatan restorasi ekosistem. Responden yang tidak sekolah, responden dengan pendidikan SMP dan perguruan tinggi cenderung setuju bahwa kerusakan hutan dapat menyebabkan perubahan terhadap kondisi fisik hutan dan bahkan perubahan fungsi hutan. Namun, nilai rata-rata yang diperoleh responden dengan pendidikan SD dan SMA menunjukkan bahwa responden cenderung cukup setuju dengan pernyataan mengenai perubahan kondisi fisik dan fungsi hutan dikarenakan terjadinya kerusakan hutan. Persepsi tersebut dikarenakan umumnya sebagian besar responden tidak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hutan dan sumberdayanya sehingga kurangnya kepedulian terhadap kondisi hutan. Beberapa responden lainnya ada yang memiliki pengetahuan yang lebih seperti responden dengan pendidikan SMP dan perguruan tinggi sehingga responden mengetahui bahwa suatu hal negatif yang dilakukan terhadap hutan, maka dapat menimbulkan kerusakan hutan dan dapat merubah fungsi hutan. Responden yang tidak sekolah memperoleh nilai rata-rata tertinggi yang meunjukkan bahwa responden cenderung sangat setuju apabila terjadinya kerusakan hutan maka kondisi fisik dan fungsi hutan dapat berubah. Responden tersebut diasumsikan memberikan persepsi yang sangat

55 40 positif dikarenakan pengalaman langsung dan pengetahuan lokal yang dimiliki responden. Perubahan kondisi fisik hutan dan fungsi hutan merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi supaya hutan kembali pulih dan tetap terjaga kelestariannya. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan restorasi ekosistem. Responden Tanjung Sari umumnya cenderung setuju dengan nilai rata-rata yang tergolong tinggi untuk manfaat ekologi yang dapat diperoleh dari kegiatan restorasi ekosistem. Responden berharap apabila terjadi kerusakan hutan yang dapat menimbulkan perubahan kondisi fisik hutan dan perubahan fungsi hutan maka kegiatan restorasi ini menjadi salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut. Upaya pemulihan tersebut dapat berjalan lancar apabila terdapat dukungan dan peran dari masyarakat. Dengan demikian, responden cenderung menyatakan setuju bahkan sangat setuju apabila dilibatkan dalam kegiatan restorasi tersebut. Selain itu, responden juga menyadari bahwa kelestarian hutan merupakan salah satu tanggung jawab masyarakat. Menurut responden Tanjung Sari, kerusakan hutan tidak menimbulkan dampak yang buruk terhadap perekonomian masyarakat Tanjung Sari. Oleh karena itu, seluruh responden menyatakan cukup setuju terhadap pertanyaan yang terkait dengan dampak kerusakan hutan pada perekonomian masyarakat. Responden juga menyatakan cukup setuju bahkan tidak setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem dapat mengatasi dampak kerusakan hutan terhadap perekonomian masyarakat. Responden memberikan persepsi negatif dikarenakan pihak PT REKI belum melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat Tanjung Sari, sehingga masyarakat belum mengetahui dan memahami restorasi ekosistem dan manfaat yang dapat diperoleh masyarakat jika kegiatan ini dilakukan. Selain itu, masyarakat Tanjung Sari juga merupakan masyarakat yang mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya pada hutan. Umumnya masyarakat memiliki lahan yang diberikan pemerintah untuk digarap dan masyarakat menjadikan lahan tersebut untuk kebun sawit. Oleh karena itu, sawit merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat Tanjung Sari. Nilai rata-rata yang diperoleh responden untuk persepsi terhadap manfaat sosial dari restorasi ekosistem, secara umum menunjukkan bahwa responden

56 41 cukup setuju apabila kegiatan restorasi ekosistem tidak diterima oleh masyarakat dan tidak bermanfaat bagi masyarakat karena umumnya masyarakat Tanjung Sari belum mengetahui secara jelas manfaat dari restorasi ekosistem ini. Responden juga menyatakan cukup setuju bahwa kegiatan restorasi ekosistem diterima oleh masyarakat karena responden memiliki harapan jika kegiatan restorasi ekosistem ini dilakukan maka dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Tanjung Sari Persepsi Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan yang dimiliki masyarakat, yaitu sebagai penyadap getah, petani (sawit, tanaman perkebunan dll), buruh, wiraswasta/pedagang, penebang kayu, ibu rumah tangga dan pegawai. Masyarakat Batin Sembilan pada umumnya memiliki pekerjaan sebagai penyadap getah dan petani, sebagian kecil sebagai buruh tandan kelapa sawit dan sebagai pegawai di perkebunan kelapa sawit milik PT Asiatic Persada. Selain itu, masih terdapat masyarakat yang melakukan perburuan terhadap satwaliar. Satwaliar yang diburu pada umumnya yaitu jenis burung. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai penyadap getah, biasanya menyadap getah dari pohon balam (Palaquium spp.), jelutung (Dyera sp.) dan karet (Hevea brasiliensis) yang terdapat di dalam hutan (areal Harapan Rainforest). Namun, setelah ada Harapan Rainforest (PT REKI), penyadapan terhadap getah balam sudah tidak dilakukan. Pihak PT REKI menghimbau kepada masyarakat Batin Sembilan terutama masyarakat untuk tidak menyadap getah balam karena untuk menyadap getahnya terlebih dahulu harus menebang pohonnya agar getah balam keluar. Apabila getah balam terus disadap, maka akan banyak pohon balam yang ditebang dan itu dapat merusak hutan. Oleh karena itu, sekarang ini responden dari masyarakat Batin Sembilan hanya melakukan penyadapan getah terhadap pohon karet dan jelutung yang terdapat di dalam areal Harapan Rainforest (Gambar 9a dan 9b).

57 42 (a) Gambar 9 (a) Jelutung (Dyera sp.) dan (b) Karet (Hevea braciliensis). (b) Responden yang bekerja sebagai petani, umumnya memiliki lahan kebun yang ditanami tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti singkong, ubi, tanaman obat dan lain-lain. Selain itu, terdapat responden yang memiliki kebun karet. Lahan hutan yang dijadikan kebun oleh masyarakat Batin Sembilan, umumnya lahan hutan yang termasuk areal yang dimiliki PT REKI. Oleh karena itu, hal tersebut menimbulkan konflik lahan tetapi tidak terjadi secara besar. Konflik tersebut segera diselesaikan dengan tahapan pembuatan peta partisipatif yang difasilitasi oleh pihak WARSI. Dalam pembuatan peta tersebut digambarkan lahan hutan yang telah dijadikan kebun dan dianggap menjadi tanah adat yang dimiliki masyarakat secara turun-temurun, serta batas-batas areal Harapan Rainforest. Perburuan terhadap satwa liar terutama burung masih dilakukan oleh responden. Perburuan masih dilakukan denga cara tradisional yang sederhana, yaitu menggunakan jerat, alat pikat dan memanjat pohon untuk mengambil anakan burung (juvenil) dalam sarangnya. Jenis-jenis burung yang biasa diburu oleh beberapa orang responden dari masyarakat Batin Sembilan ditampilkan pada Gambar 10.

58 43 (a) Tiong Emas (Gracula speciosa) (b) Kucica (Copsychus sp.) Gambar 10 Contoh jenis-jenis burung yang diburu oleh responden dari masyarakat Batin Sembilan. Sebagian kecil responden Batin Sembilan bekerja sebagai buruh tandan kelapa sawit. Sedikitnya jumlah orang yang bekerja sebagai buruh tandan sawit ini karena harga tandan sawit yang relatif murah di pasaran, walau terkadang harga tandan sawit juga dapat mengalami kenaikan tetapi hal tersebut tidak menentu. Oleh karena itu, pekerjaan ini kurang diminati karena kurang dapat mencukupi kebutuhan hidup walaupun pekerjaan ini tergolong mudah untuk dilakukan. Responden yang bekerja sebagai buruh tandan sawit melakukan pengumpulan tandan sawit dari kelapa sawit yang jatuh yang berada di perkebunan kelapa sawit milik PT Asiatic Persada yang lokasinya berdekatan dengan areal Harapan Rainforest atau lebih tepatnya hanya dibatasi jalan tanah yang dibuat untuk mengangkut hasil panen kelapa sawit. Jalan yang dibuat untuk mengangkut hasil panen sawit dan responden yang bekerja sebagai buruh tandan sawit ditampilkan pada Gambar 11.

59 44 (a) Gambar 11 (a) Jalan tanah sebagai batas antara kawasan Harapan Rainforest dengan PT Asiatic Persada dan (b) Seorang buruh tandan sawit. (b) Responden Sako Suban lebih banyak bekerja sebagai petani, yaitu petani karet, tanaman pangan dan sawit. Sebagian lahan yang dijadikan sebagai kebun oleh masyarakat merupakan areal yang dimiliki oleh PT REKI dan perusahaan lain. Oleh karena itu, hal ini juga menimbulkan konflik lahan. Masyarakat yang memiliki lahan di Desa Sako Suban banyak yang berasal dari luar desa yang datang ke Sako Suban untuk membeli lahan karena menurut masyarakat lahan di Sako Suban dijual dengan harga yang cukup murah dibandingkan di tempat lain. Hal ini juga yang menimbulkan konflik karena masyarakat berusaha untuk mempertahankan hak terhadap lahan yang sudah dibeli. Konflik ini dapat diatasi salah satunya dengan menghimbau masyarakat untuk menanam jenis pohon sesuai tujuan dan rencana yang sudah disusun untuk tahapan penanaman. Salah satu jenis pohon yang biasa dan dapat ditanam oleh masyarakat Sako Suban, yaitu karet (Hevea braciliensis). Selain bekerja di kebun sebagai petani karet, terdapat responden yang bekerja sebagai penyadap getah. Biasanya responden menyadap getah di kebun karet milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Selain itu, masih banyak masyarakat Sako Suban yang bekerja sebagai penebang kayu secara ilegal dan hanya empat orang responden yang memiliki pekerjaan tersebut yang berhasil diwawancarai karena cukup sulit untuk meyakinkan responden dan untuk menggali informasi mengenai pekerjaan tersebut. Responden bekerja sebagai penebang kayu karena bagi para penebang tersebut pekerjaan ini dapat

60 45 menghasilkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang lainnya. Kayu hasil tebangan biasanya dijual ke kota atau dijual ke masyarakat di Sako Suban untuk membangun rumah. Responden juga biasanya menerima pesanan kayu dari jenis pohon tertentu yang dipesan oleh seseorang yang berasal dari kota. Kayu yang dipesan umumnya kayu bulian yang memiliki kualitas yang bagus. Kayu hasil tebangan liar ditampilkan pada Gambar 12. Gambar 12 Kayu hasil tebangan secara liar. Selain menebang kayu secara ilegal, masih ada masyarakat yang melakukan perburuan terhadap satwa liar terutama jenis burung. Burung hasil buruan biasanya dipelihara sendiri dan ada juga yang dijual. Beberapa contoh jenis burung yang diburu masyarakat, yaitu tiong emas, bubut dan luntur (Gambar 13a, b, dan c). Selain jenis burung, jenis mamalia juga biasa diburu seperti monyet ekor panjang (Gambar 13d), landak, babi hutan dan lain-lain. (a) Tiong Emas (Gracula speciosa) (b) Bubut (Centropus sp.)

61 46 (c) Luntur (Harpactes sp.) (d) Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) Gambar 13 Beberapa contoh satwa liar yang diburu masyarakat Sako Suban. Responden Sako Suban juga ada yang bekerja sebagai kepala desa dan perangkatnya, guru serta bidan yang digolongkan sebagai pegawai. Selain itu, terdapat responden yang bekerja sebagai wiraswasta/pedagang yang membuka warung-warung dengan menjual bensin, kebutuhan hidup sehari-hari dan jajanan. Sebagian kecil responden juga berperan sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan sebagai petani kelapa sawit mendominasi jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden Tanjung Sari. Pada awalnya setiap masyarakat yang menjadi transmigran diberi lahan seluas 2,5 ha (rumah dan lahan kebun) dan setiap masyarakat menanami kebunnya dengan sawit. Oleh karena itu, sawit dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat dan pembangunan fisik di Desa Tanjung Sari. Selain itu, yang manjadi responden juga ada yang bekerja sebagai pegawai yaitu kepala desa dan perangkatnya, serta satu orang yang bekerja sebagai wiraswasta/pedagang yang membuka toko di pasar yang terdapat di Desa Tanjung Sari. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikelompokkan bahwa pekerjaan sebagai penebang kayu, penyadap getah dan petani merupakan pekerjaan yang tergantung pada keberadaan hutan dan sumberdayanya, sedangkan empat jenis pekerjaan yang lainnya tidak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada hutan dan sumberdayanya. Tabel 10 menjelaskan tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan restorasi ekosistem berdasarkan pekerjaan.

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Dasar Hukum Kelompok hutan Sungai Meranti-Sungai Kapas di Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ditunjuk untuk dijadikan sebagai lokasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA

HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA HARAPAN RAINFOREST RESTORASI EKOSISTEM DI HARAPAN RAINFOREST SEBUAH MODEL DALAM UPAYA PENGURANGAN LAJU DEFORESTASI DI INDONESIA YUSUP CAHYADIN Harapan Rainforest IUPHHK Restorasi Ekosistem Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara

Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara Deskripsi KHDTK Siali-ali Sumatera Utara Gambar 1. Papan Nama KHDTK Siali-ali KHDTK Siali-ali dengan luasan ± 130,10 Hektar, secara geografis terletak pada koordinat 1º08 10,3-1º09 18,4 LU dan 99º49 57,9-99

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi Kajian sistem pengelolaan dan rehabilitasi IUPHHK restorasi ekosistem Kajian Sistem Pengelolaan dan Rehabilitasi IUPHHK Restorasi Ekosistem Strategi Rehabilitasi

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB The Exploration of Resources and Communities Interaction in Gunung Walat University Forest DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Pengelolaan Hutan Pengusahaan hutan atas nama PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh izin konsesi pengusahaan hutan sejak tahun 1978 sejak dikeluarkannya Forest

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir Faktor Penyebab Banjir ta 1 ta 2 ta 3 ta 4 RG VP Curah hujan 0.315 0.057 0.344 0.359 0.217 0.261 Jenis

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Cakupan bahasan. A. Status B. Progres C. Permasalahan

Cakupan bahasan. A. Status B. Progres C. Permasalahan KHDTK Carita Cakupan bahasan A. Status B. Progres C. Permasalahan status Landasan hukum : SK. Menhut No. 290/Kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003 Lokasi : Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: MEILAN ANGGELIA HUTASOIT 061201019/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci