BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida.bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik.kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten.sebagian besar senyawa pada aspal adalah senyawa polar Fungsi Aspal Fungsi aspal adalah sebagai berikut :

2 8 1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas(water proofing, protect terhadap erosi). 2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat. 3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakandi atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya. 4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas jalan yangtelah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antarakeduanya. 5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler Jenis Aspal Aspal yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan jalan terbagi atas jenis-jenis berikut, yaitu: 1. Aspal Alam Aspal Alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu: a) Aspal Danau Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembek sangat tinggi.karena aspal ini dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang tinggi dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan aspal dengan angka penetrasi yang diinginkan.aspal ini secara alamiah terdapat di danau Trinidad, Venezuella dan lewele.aspal ini terdiri dari bitumen, mineral, dan bahan organik lainnya. b) Aspal Batu Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-calah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara % dari masa batu tersebut dan memiliki persentasi antara 0 40.Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu aspalnya diekstrasidan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal keras dengan angka penetrasi sesuai dengan yang diinginkan.pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut, sehingga menghasilkan aspal batu

3 9 dalam bentuk butiran partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.aspal batu Kentucky dan buton adalah aspal yang secara alamiah terdeposit di daerah Kentucky, USA dan di pulau buton, Indonesia. 2. Aspal Hasil Destilasi Minyak mentah disuling dengan cara Destilasi, yaitu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak. Berikut merupakan jenis-jenis dari aspal hasil destilasi : a. Aspal Keras Pada proses Destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui proses destilasii hampa pada temperatur sekitar 480 ºC. Temperatur ini bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disulaing atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan. Untuk menghasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang diinginkan, proses penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi minyak mentah bersama-sama sebelum proses destilasi dilakukan. Pencampuran ini nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan. Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak ( bensin, solar, dan minyak tanah) yang terkandung dalam minyak mentah, dikeluarkan sehingga meninggalkan aspal sebagai residu. Aspal keras yang dihasilkan dengan sifat-sifat yang diinginkan melalui proses penyulingan yang ditangani sedemikian rupa biasanya digunakan untuk bahan pembuatan AC (Asphalt Concrete). Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

4 10 1. Aspal penetrasi rendah 40/50, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas. 2. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas. 3. Aspal penetrasi tinggi 80/90, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin. 4. Aspal penetrasi tinggi 100/110, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin. b. Aspal Cair Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal ini dapet juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi, dimana dalam proses ini raksi minyak ringan terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Aspal cair dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Aspal Cair Cepat Mantap (RC = Rapid Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah bensin 2. Aspal Cair Mantap Sedang (MC = Medium Curing), yaituaspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah minyak tanah 3. Aspal Cair Lambar Mantap (SC = Slow Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah solar. c. Aspal Emulsi Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam airyang

5 11 mengandung emulsifer (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran sangat kecil bahkansebagian besar berukuran koloid.jenis emulsiferyang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, Aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi : 1. Aspal emulsi Anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negative 2. Aspal emulsi Kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif 3. Aspal emulsi non-ionik, yaitu aspal emulsi yang tidsk berion (netral) 3. Aspal Modifikasi Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah.polymer adalah jenis bahan tambah yang sering di gunakan saat ini, sehinga aspal modifikasi sering disebut juga aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu: a) Aspal Polymer Plastomer Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara lain adalah EVA ( Ethylene Vinyle Acetate), Polypropilene, dan Polyethilene. Presentase penambahan polymer ini kedalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifatsifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif. b) Aspal Polymer Elastomer dan karet Aspal Polymer elastomer dan karet adalah jenis jenis polyer elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan karet hádala jenis polymer elastoner yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahanpolymer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologiaspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek

6 12 dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. Presentase penambahan bahan tambah ( additive) pada pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif Klasifikasi Aspal Aspal keras dapat di klasifikasikan kedalam tingkatan ( grade ) atau kelas berdasarkan dua sistem yang berbeda, yaitu : 1. Viskositas Dalam sistem viskositas, satuan poise adalah estándar pengukuran viskositas absolut. Makin tinggi nilai poise statu aspal makin kental aspal tersebut. Beberapa Negara mengelompokan aspal berdasarkan viskositas estela penuaan. Ide ini untuk mengidentifikasikan viskositas aspal estela penghamparan di lapangan. Untuk mensimulasikan penuaan aspal selama pencampuran, aspal segar yang akan digunakan dituangkan terlebihdahul dalam oven melalui pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) dan Rolling Film Oven Test (RTFOT). Sisa aspal yang tertinggal (residu) kemudian ditentukan tingkatannya (grade) berdasarkan fiskositasnya dalam satuan poise. 2. Uji Penetrasi Pada uji ini, sebuah jarum standar dengna beban 10 gram (termasuk berat jarum) ditusukan keatas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal dalam waktu lima detik diukur dalam satuan persepuluh mili meter (0,1 mm) dan dinyatakan sebagai nilai penetrasi aspal. Semakin kecil nilai penetrasi aspal, semakin keras aspal tersebut Campuran Beraspal Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat kasar, agregat halus dan filler yang dicampur dengan aspal.pencampuran dilakukan

7 13 sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix) Jenis Campuran Beraspal Jenis campuran beraspal dapat dibagi tiga berdasarkan jumlah lapisan dan jenis agregat yang digunakan sebagai konstruksi jalan, yaitu: 1. Laston (lapisan aspal beton / AC / Asphalt Concrete) Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas tiga lapisan yaitu: a. Lapis fondasi (AC-Base / Asphalt Concrete-Base) : adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai fondasi jalan. b. Lapis permukaan antara (AC-BC / Asphalt Concrete-Binder Course) : adalah lapisan kedua yang berada di antara AC-Base dan AC-WC yang berfungsi untuk mengikat kedua lapisan tersebut. c. Lapis aus (AC-WC / Asphalt Concrete-Wearing Course) : adalah lapisan ketiga yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca. 2. Lataston (lapis tipis aspal beton / HRS / Hot Rolled Sheet) Lataston adalah lapis permukaan berupa mortar pasir aspal yang diberi sisipan butiran kasar dari agregat yang bergradasi senjang dengan dominasi pasir dan aspal keras, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. a. Lapis fondasi (HRS-Base / Hot Rolled Sheet-Base) :adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai fondasi jalan. b. Lapis aus (HRS-WC / Hot Rolled Sheet-Wearing Course) : adalah lapisan kedua yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca. 3. Latasir (lapis tipis aspal pasir / Sand Sheet) Latasir adalah lapis penutup permukaan jalan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran keduanya dan aspal keras yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. 2.2 Fly Ash

8 14 Fly ash atau abu terbang merupakan salah satu produk sisa dari proses pembakaran diruang bakar suatu pembangkit, fly ash ini biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan fly ash tidak hanya sebagai limbah tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api dan metal matrix komposit Fly Ash Batubara Fly ash disebut juga Abu terbang ialah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik (SNI ). Abu terbang adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batubara.abu terbang diambil secara mekanik dengan sistem pengendapan electrostatik. (Hidayat,1986) Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan (lea. FM 1971 (dalam Hidayat, 1986)).Karena sifatnya yang pozolanic, sehingga abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian pemakaian semen, baik untuk adukan maupun untuk campuran beton. Keuntungan lain dari abu terbang yang mutunya baik ialah dapat meningkatkan ketahanan / keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen. Komponen terbesar yang terkandung dalam fly ash adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), oksida kalsium (CaO) dan oksida besi (Fe2O3). Fly ash banyak digunakan dan diakui secara luas sebagai campuran cement, concrete dan material-material khusus lainnya. Densitas fly ash berkisar antara 1,3 g/cm3 dan 4,8 g/cm3, besar densitas tersebut tergantung dari unsur kimia dan porositas yang terjadi di dalamnya. Abuterbangbatubaraumumnyadibuangdi ashlagoonatauditumpukbegitusaja didalam areaindustri.penumpukanabuterbangbatubarainimenimbulkanmasalah bagi lingkungan.berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknyaterhadaplingkungan.saatiniabuterbangbatubaradigunakandalam

9 15 pabrik semensebagaisalahsatubahancampuran pembuatbeton.selainitu,sebenarnyaabu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam, yaitu : 1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan 3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon 4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori 5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen 8. Aditif dalampengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben Sifat Kimia Fly Ash Batubara Komponenutamadariabuterbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalahsilika(sio2),alumina,(al2o3), besioksida(fe2o3),kalsium(cao)dan sisanyaadalahmagnesium,potasium,sodium,titanium danbelerangdalam jumlah yang sedikit.sifatkimiadariabuterbangbatubaradipengaruhiolehjenisbatubarayangdibaka r danteknikpenyimpanansertapenanganannya.pembakaran batubara lignit dan subbituminousmenghasilkanabuterbangdengankalsium danmagnesium oksidalebih banyak dari pada jenis bituminous. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit dari pada bituminous. Berikut merupakan tabel sifat kimia fly ash batubara Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang Batubara Komponen Sub Bituminous( % ) SiO Al2O Fe2O3 04-Okt CaO Mei-30

10 16 MgO 01-Jun SO3 01-Jun Na2O 0-2 K2O 0-4 LOI Palm Oil Fly Ash (abu terbang kelapa sawit) Palm oil fly ashadalahsisadaripembakaranpadaboiler yang berupaabu dengan jumlah yangterus meningkat sepanjang tahun yang sampaisekarang masihbelumtermanfaatkan. Buah Sawit CPO Produksi Cangkang sawit (bahan bakar) Boiler Partikel Ash Ringan Udara Pertikel Ash Tungku bak berat penampungan Palm Oil Fly Ash Gambar 2.1 Diagram Alir Palm Oil Fly Ash DarihasilprosespembuatanCrude PalmOil(CPO)maka akandihasilkan limbahpadatdiantaranya serabutbuahdancangkangkelapasawit yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dan dibiarkan. Sebagian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) halinitidakmenjadi masalahbagikarenalimbah ini cangkang dan serbut buah dapat digunakan

11 17 sebagaibahanbakarpadaboiler.limbahpadatberupacangkang dan seratdigunakansebagaibahanbakar ketel(boiler) untukmenghasilkanenergi mekanikdanpanas.uapdariboiler dimanfaatkanuntukmenghasilkanenergi listrik dan untuk merebus TBSsebelumdiolah di dalam pabrik. Cangkang danseratbuahsawityang sudahterbakar,akanmenghasilkansisasisa pembakaran yang nantinya akan menjadi limbah daripada boiler atau furnance (tungku pembakaran)berupa: 1. Abu Terbang (Fly ash),yakni abu yang beradadibawah tungku tepatnyaditempat pengumpulanabu. Gambar 2.2 Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash) 2. Kerakboiler kelapasawit (Bottom Ash), yaitu kerakyangmelekat padadindingboiler.

12 18 (a) Gambar 2.3 (a) Bottom ash sebelum digrinding (b) Bottom ash sesudah di grinding (b) Dalam limbahabusawitbanyak mengandungunsursilika(sio2)yangmerupakanbahanpozzolanic.berdasarkan penelitianyangdilakukangrailledkk(1985)ternyatalimbahabusawitbanyak mengandungunsur silika (SiO2)yangmerupakanbahan pozzolanic. Hayward (1995) dalamutama dan Saputra (2005) menyatakandalam bahanpozzolanadaduasenyawautamayang mempunyaiperanan penting dalam pembentukansemenyaitusenyawa SiO2dan Al2O3yang dimanaabusawit merupakan bahan pozzolanic,yaitu materialyang tidak mengikatseperti semen, namunmengandung senyawasilikaoksida(sio2)aktifyangapabila bereaksi dengankapur bebasataukalsiumhidroksida (Ca(OH2)) danairakanmembentuk material seperti semenyaitu Kalsium Silikat Hidrat. Unsur penyusun fly ash sangatlah beragam tergantung dari sumber bahan bakarnya, tetapi pada umumnya fly ash mengandung SiO2,CaO,seperti diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel.2.2 Chemical composition of OPC and Palm Oil Fuel Ash Chemical Consituents OPC (%) POFA (%) Silicon Dioxide (SiO 2 ) Aluminium Oxide (Al 2 O 3 ) Ferric Oxide (Fe 2 O 3 )

13 19 Calsium Oxide (CaO) Magnesium Oxide (MgO) Sodium Oxide (Na 2 O) Potasium Oxide (K 2 O) Sulphur Oxide ( SO2 ) Loss On Ignition (LOI) Agregat Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen Jenis-jenis agregat Agregat dapat berupa material alam atau buatan, agregat menurut proses pengolahannya dapat dibagi atas tiga jenis 1. Agregat alam Dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Agregat dari alam dapat diklasifikasikan tiga kategori secara geologis yaitu : a) Batuan beku, batuan ini umumnya berbentuk kristal yang dibentuk akibat membekunya material magma pada rekahan bumi. b) Batuan sedimen, batuan ini terbentuk dari deposit material yang tidak larut (seperti batuan yang ada pada dasar laut atau danau), material ini terbentuk karena pemanasan dan tekanan, batuan sedimen biasanya berlapis-lapis dan diklasifikasikan berdasarkan mineral yang dominan seperti kapur, marmer, siliseous, argillaceous. c) Batuan metamorphic, batuan ini berasal dari lelehan atau sedimen yang terkena panas dan tekanan cukup tinggi yang merubah truktur mineralnya sehingga berbeda dari bentuk asalnya. 2. Agregat melalui proses pengolahan

14 20 Digunung-gunung atau dibukit-bukit dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk dan berukuran besar, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat pada konstruksi jalan. 3. Agregat buatan Agregat yang merupakan mineral pengisi/filler diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen tau mesin pemecah batu Klasifikasi Agregat Agregat berdasarkan ukuran/besar butirannya dapat dibagi atas tiga bagian yaitu : 1. Agregat Halus Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau batuan yang lewat saringan No. 8 (2,360 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm), Batuan sebagai agregat halus dalam pembuatan konstruksi jalan jika ditinjau dari asalnya dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batuan. Agar diperoleh mutu aspal yang baik, pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Pasir harus terdiri dari butiran tajam, keras dan bersifat kekal.selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan-bahan organik karena dapat mengurangi kekuatan aspal Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel. 2. Agregat Kasar Agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil-kerikil yang tertahan disaringan No. 8 (2,360). Batu pecah diperoleh dari pemecah batu, sedangkan kerikil merupakan disintegrasi dari batuan. Perbedaan mendasar antara kerikil (koral) dengan batu pecah (split) adalah dengan permukaan yang lebih kasar maka batu pecah lebih menjamin ikatan yang lebih kokoh dengan semen. Sama halnya dengan agregat halus, agregat kasar harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori.agregat jenis ini juga tidak

15 21 boleh banyak mengandung lumpur dan kekerasan juga merupakan salah satu syaratnya.agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya untuk memperoleh rongga-rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran butiran ini juga tergantung dari dimensi penggunaan beton yang akan dibuat. 3. Mineral pengisi/filler (semen) Mineral pengisi yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm).filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, tapi jumlah filler harus dibatasi dalam suatu batas yang menguntungkan.kadar filler yang terlampau tinggi menyebabkan campuran menjadi getas dan bila terlalu rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi. 2.4 Metode Pengujian Marshall Konsep dasar Metode pengujian Marshall dalam campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D , atau AASHTO T Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI , atau AASHTO T , atau ASTM D Dua parameter penting ditentukan dalam pengujian tersebut, seperti beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum hancur atau Marshall Stability dan deformasi permanen dari sebelum hancur, yang disebut Marshall Flow, serta turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dengan Marshall Flow yang disebut dengan Marshall Quotient yang merupakan nilai kekakuan berkembang yang menunjukkan ketahanan campuran beraspal terhadap

16 22 deformasi permanen. Nilai dari Marshall stability diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Pembacaan arloji tekan Angka korelasi beban Faktor kalibrasi Uji perendaman Marshall merupakan uji lanjutan dari Marshall sebelumnya dengan maksud mengukur ketahanan daya ikat/adhesi campuran beraspal terhadap pengaruh air dan suhu. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai tingkat durabilitas campuran beraspal salah satunya adalah dengan mencari Marshall Retained Strenght Index atau dengan cara lain yaitu dengan menghitung Indeks Penurunan Stabilitas. Perbedaan keduanya adalah dasar perbandingan dari variasi lamanya perendaman dalam alat water bath. Indeks penurunan kuat tekan campuran beraspal akibat pengaruh perendaman : Indeks kuat tekan sisa (0%) = S2/S1 100 % Dimana : S1 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 30 menit S2 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 24 jam. 2.5 Uji Tekan Statik Tegangan tekan berlawanan dengan tegangan tarik. Jika pada tegangan tarik, arah kedua gaya menjauhi ujung benda (kedua gaya saling berjauhan), maka pada tegangan tekan, arah kedua gaya saling mendekati. Dengan kata lain benda tidak ditarik tetapi ditekan (gaya-gaya bekerja di dalam benda). Kekuatan tekan material adalah nilai tegangan tekan uniaksial yang mempunyai modus kegagalan ketika saat pengujian.perubahan bentuk benda yang disebabkan oleh tegangan tekan dinamakan mampatan.misalnya pada tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang bangunan mengalami tegangan tekan.kekuatan tekan diperoleh dari percobaan dengan alat pengujian tekan. Pengujian dengan cara seperti ini sering disebut dengan Brazilian Test,

17 23 Gambar 2.4Prinsip Brazilian Test Keterangan : Ketika dalam pengujian nantinya, diameter specimen akan menjadi lebih mengecil seperti menyebar lateral dan panjang nya bertambah persamaan: Dalam pengujian ini tegangan (σ) pada saat gagal atau patah diberikan oleh σ = FF AA A adalah luas penampang, besarnya ππππππ, sehingga dengan mensubstitusikan A ke 2 persamaan didapat: Dimana: σ = Tegangan (N/mm 2 ) F = Gaya maksimum (N) L = Panjang specimen (mm) D = Diameter (mm) σ = 2FF ππππππ 2.6 Respon Material Akibat Beban Tekan Statik Karakteristik suatu specimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik agar karakteristik dapat diketahui.karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan

18 24 (disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem, seperti: F (gaya), T (temperatur), dan lain-lain. (a).sebelum uji tekan (b).setelah uji tekan Gambar 2.5 Pengujian beban tekan pada specimen Keterangan : Gambar A merupakan specimen sebelum dilakukan uji tekan, dan Gambar B merupakan hasil specimen yang sudah dilakukan pengujian tekan Pertimbangan yang paling penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan desain suatu struktur adalah tegangan yang terjadi tidak melebihi dari kekuatan material. Akan tetapi, ada banyak pertimbangan lain yang harus diperhatikan, misalnya: tegangan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (fatique), tegangan yang terjadi secara tiba-tiba (impact), dan lain sebagainya. Penyelidikan respon meliputi beberapa aspek, antara lain: respon material dan struktur terhadap pembebanan tertentu, mekanisme perubahan bentuk yang terjadi pada saat terjadinya beban maksimum, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini terdapat bahan yang mengalami deformasi plastis jika terus diberikan tegangan dan bahan ini tidak akan berubah kebentuk semula. 2.7 Sifat Mekanik

19 25 Banyak hal yang dapat dipelajari dari hasil uji tarik atau tekan. Bila kita terus menarik atau menekan suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan atau tekanan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.6. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Gambar 2.6 Kurva F vs Δl Keterangan : Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan atau gaya tekan dengan perubahan panjang Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Compression Strength dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tekan maksimum.perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik (ε eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik ( L) terhadap panjang batang mula-mula (L 0 ).Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σ eng ), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A 0 ). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:

20 26 σ = F Ao Dimana: σ = Tegangan normal akibat beban tekan statik (N/mm 2 ) F = Beban tekan (N) A o = Luas penampang specimen mula-mula (mm 2 ) Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut : Dimana: L = L-L 0 Keterangan: L ε = L ε = Regangan akibat beban tekan statik L = Perubahan panjang specimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang specimen mula-mula (mm) Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tekan yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada specimen akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan berikut : E = σ / ε

21 27 Gambar 2.7 Kurva tegangan-regangan Keterangan :Eadalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau YoungModulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvass (SS curve) 2.8. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang pencampuran aspal dengan polimer telah pernah dilakukan sebelumnya, ada beberapa penelitian aspal polimer yang telah dilakukan seperti penelitian oleh Pei-Hung (2000) yang memodifikasi aspal dengan polyetylen, polypropylene, dan karet. Tortum (2004) melakukan modifikasi aspal dengan karet ban. Yildrim (2005) melakukan penelitian yang mengkombinasikan karet stirena butadiene, etylen vinil asetat dengan aspal. Yang (2010) melakukan penelitian reaksi antara aspal dan anhidrat maleat. Thamrin (2011) melakukan kombinasi aspal denganplastik bekas yang menggunakan inisiator dicumil peroksida dan bahan crosslinker (bahan pembentuk jaringan) divinil benzen. Pada tahun 2011 Irsyadul Anam melakukan penelitian yang mengkombinasikan aspal dengan polypropylene daur ulang dengan menggunakan

22 28 proses ekstrusi, dimana penelitian yang dilakukan ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan polypropylene terhadap kekuatan tekan, daya serap air dan sifat thermal. Pada penelitian ini digunakan polypropylene daur ulang dari kemasan air minum, aspal dari Iran dengan angka penetrasi 60/70 dan agregat pasir. Dari penelitian ini diperoleh hasil kuat tekan optimum sebesar 2,73 MPa, yang menunjukkan hasil lebih baik dari campuran aspal tanpa campuran polypropylene yang memiliki kuat tekan sebesar 0,39 MPa, daya serap air sebesar 0,24%, tetapi ditinjau dari sifat thermal tidak menghasilkan suhu dekomposisi yang lebih baik dimana suhu dekomposisi campur Polypropylene sebesar 454 o C terjadi penurunan sebesar 10,8% dari campuran aspal tanpa polypropylene sebesar 509 o C.

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN ASPAL Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Konstruksi Jalan di Laboraturium Jalan Raya Mata Kuliah: Konstruksi Jalan Raya Dosen

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) PADA CAMPURAN ASPAL TERHADAP KEKUATAN TEKAN DAN KETAHANAN RENDAMAN AIR

PENGARUH PEMAKAIAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) PADA CAMPURAN ASPAL TERHADAP KEKUATAN TEKAN DAN KETAHANAN RENDAMAN AIR PENGARUH PEMAKAIAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) PADA CAMPURAN ASPAL TERHADAP KEKUATAN TEKAN DAN KETAHANAN RENDAMAN AIR Muhammad Nawi 1, Alfian Hamsi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BABII TINJAUAN PUSTAKA BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspal Secara urnum aspal dikenal sebagai material yang lengket, bersifat viscoelastic pada suhu kamar, dan berwarna coklat gelap sampai hitam. Aspal sebagai material penting

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aspal Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T. ABSTRAK Hot rolled sheet Wearing Course (HRS WC) adalah campuran lapis tipis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat pesat. Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan ekonomi hal ini mengakibatkan peningkatan mobilitas

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS Steward Paulus Korompis Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama untuk menggerakkan roda perekonomian nasional, hal ini karena jalan memiliki peran penting dan strategis untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. ASPAL Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Menurut Sukirman (2007) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Lentur Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan lentur dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010 PENGARUH ADITIF ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGGANTI MATERIAL FILLER TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN ASPAL (Seminar Usul Penelitian) Oleh M. M. ADITYA SESUNAN 0415011019 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

TKS 4406 Material Technology I

TKS 4406 Material Technology I TKS 4406 Material Technology I Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Definisi Aspal adalah material hitam atau coklat tua, pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Jalan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapis tambahan yang terletak antara tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR Oleh : Ayu Indah Kencana Dewi (0719151007) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) TUGAS AKHIR Oleh : I WAYAN JUNIARTHA NIM : 1104105072 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2 3 ABSTRAK Setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi,

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspal Aspal yang sering digunakan di Indonesia adalah aspal keras hasil destilasi minyak bumi dengan jenis AC 60-70 dan AC 80-100, karena penetrasi aspal relatif rendah, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS Prylita Rombot Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Non Pasir Beton merupakan bahan bangunan yang amat populer di masyarakat karena bahan dasarnya mudah diperoleh. Salah satu kekurangan dari beton adalah berat jenisnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat

TINJAUAN PUSTAKA. antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Campuran Beraspal Panas Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi kelancaran pergerakan lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Kebanyakan para peneliti telah bereksperimen dengan penambahan suatu bahan lain

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton merupakan hasil pencampuran portland cement, air, dan agregat. Terkadang ditambah menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asphalt concrete - wearing course merupakan lapisan yang terletak dibagian atas berdasarkan susunan perkerasan aspal dimana lapisan permukaan ini harus mampu menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL Oleh : Unggul Tri Wardana (20130110102) Dea Putri Arifah (20130110103) Muhammad Furqan (20130110107) Wahyu Dwi Haryanti (20130110124) Elsa Diana Rahmawati (20130110128) Bitumen adalah zat perekat (cementitious)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKERASAN LENTUR Secara umum beton aspal didefinisikan sebagai campuran antara agregat dengan proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasarana jalan dan jembatan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Menurut Sukirman, (2007), aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK Lapis permukaan konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang paling besar menerima beban. Oleh sebab itu

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3) BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Marshall Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving ring yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak yaitu 3.452.390 jiwa pada sensus tahun 2010, belum lagi saat ini Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Tahapan dari pelaksanaan konstruksi jalan meliputi tahap produksi campuran, tahap persiapan lapangan, tahap pengangkutan campuran, tahap penghamparan dan tahap

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjelasan Umum Lapisan perkerasan jalan merupakan konstruksi diatas tanah yang berfungsi memikul beban lalulintas dengan memberikan rasa aman dan nyaman. Pemberian konstruksi

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN: PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON LAPIS AUS GRADASI SENJANG Risky Aynin Hamzah Oscar H. Kaseke, Mecky M. Manoppo

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LATASTON JENIS LAPIS PONDASI DAN LAPIS AUS Tri Utami Wardahni Oscar H.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan. /BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBI-2,1971). Seiring dengan penambahan umur, beton akan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik - Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1 DAFTAR ISI HALAMAN JIJDUL, EEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR,-,-, DAFTAR ISI v DAFTAR LAMPIRAN vn) DAFTAR TABEL jx DAFTAR GAMBAR x DAFTAR 1STILAH XI NTISARI x, BAB I PENDAHULUAN 1 1 1 Latar Belakang I 1.2

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN: PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block 1. Definisi Paving Block Bata beton (paving block) adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Semen Semen merupakan bahan yang bersifat hirolis yang bila dicampur air akan berubah menjadi bahan yang mempunyai sifat perekat. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, inovasi dalam dunia konstruksi terus meningkat, seperti perkembangan kontruksi pada beton. Beton adalah salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah padat abu terbang batubara ( fly ash ) Abu batubara sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium. II. TINJAUAN PUSTAKA II. a. Pozolan Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Karakteristik Tanah Lempung Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Kebanyakan problem tanah dalam keteknikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai sendi kehidupan manusia karena merupakan fasilitas yang sangat vital dalam mendukung pergerakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR NOTASI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK Oleh: Mulyati*, Saryeni Maliar** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ** Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci