Bab 2 Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2 Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan merupakan sistem transportasi yang digunakan manusia untuk mengalirkan fluida baik itu berupa fasa cair ataupun fasa gas dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penggunaan sistem perpipaan dimulai sejak 2700 tahun sebelum masehi untuk mengalirkan air dari sumber mata air ke perkotaan. Pada saat itu material yang digunakan berasal dari material nonmetal dengan sambungan antar pipa (joint) menggunakan asphalt. Baru pada 2400 SM di Mesir diperkenalkan penggunaan pipa-pipa dengan material metal yaitu tembaga. Sejarah pengguanaan sistem perpipaan pada zaman lampau, yang paling terkenal adalah penggunaan sistem perpipaan oleh bangsa Romawi untuk mengalirkan air yang sering disebut sebagai aquaduct. Diperkirakan perpipaan yang digunakan sepanjang 250 mil dan telah menggunakan valve dan stopcock untuk mengatur aliran air. Kebanyakan pipa dibuat dari material timah yang mengalami proses manufaktur seperti rolling dan pengelasan. Valve dan elemen lain dari pipa dibuat dari perunggu. Adalah Julius Frontinus seorang Romawi yang membuat Standar dimensi dan material pipa untuk digunakan pada saat itu. Pipe name (Latin) Pipe diameter, mm Pipe diameter, in. Quinaria Senaria Octonaria Denaria Duodenaria Vicenaria Gambar 2.1 Standar dimensi pipa Romawi (4) Perkembangan sistem perpipaan mulai berkembang pesat pada tahun an. Saat itu di London ketika orang mulai mengunakan gas untuk pengisi bola 6

2 lampu dan munculnya mesin-mesin uap yang menandai adanya revolusi industri. Hingga saat ini, teknologi sistem perpipaan masih berkembang baik itu dari sisi proses pembuatannya maupun penggunaanya. Pada masa sekarang penggunaan pipa dengan beragam material penyusun telah tersebar luas di industri migas maupun industri proses. Pipa yang berada pada sebuah kawasan industri tertentu biasa disebut sebagai piping. Pada suatu plant, piping biasanya digunakan sebagai transportasi fluida proses dari satu equipment ke equipment lain, misalnya dari wellhead ke separator, atau dari separator ke vessel scrubber dan lain-lain. Dari segi dimensinya, piping berukuran relatif pendek dan berdiameter kecil (<18 ). Pada umumnya piping terpasang berbelok-belok dan terdapat banyak elemen sepanjang dimensinya, seperti valve, flange, gasket, support, bend/elbow, tee/branch dan berbagai macam instrumen elektronik. 2.2 Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada topside platform terdapat sistem perpipaan yang sangat komplek, yang terdiri dari pipa dan segala komponen sistem perpipaan serta beberapa equipment yang dihubungkan, untuk menjalankan fungsi operasi. Segala peralatan perpipaan pada topside platform tersebut memiliki fungsi yang hampir sama dengan fungsi peralatan perpipaan pada lokasi onshore seperti pada plant. Adapun beberapa peralatan yang pada umumnya berada di topside platform yaitu: Piping berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan. Separator merupakan pressure vessel berfungsi untuk memisahkan fluida proses berdasarkan jenis fasanya, misalkan fasa cair, gas dan padat. Scrubber merupakan pressure vessel berfungsi untuk menyaring fluida proses berfasa gas dari padatan-padatan pengotor. Terkadang equipment ini tidak diinstall pada platform, karena proses penyaringan fasa gas biasanya dilakukan pada lokasi plant di onshore. 7

3 Wellhead merupakan ujung atas dari sumur minyak dan gas bumi, biasanya dipasang PSV (Pressure Safety Valve) untuk menjaga platform dari bahaya ledakan akibat tekanan berlebih dari dalam sumur. Flare merupakan alat pembakaran fluida proses yang dianggap berlebihan dan memiliki sifat beracun pada kesehatan manusia. Bridge merupakan sistem perpipaan berbentuk seperti jembatan yang menghubungkan platform satu dengan platform lain yang berdekatan. Crane merupakan alat berat yang berfungsi sebagai pengangkat barang-barang yang berat dari platform ke kapal pengangkut atau sebaliknya. Riser merupakan bagian dari pipeline di bawah laut yang muncul ke atas permukaan laut, untuk disambungkan pada piping di platform melalui tie-in. Portakem sebagai tempat operator tinggal ataupun tempat monitoring terhadap kondisi operasi semua peralatan di platform. Pada platform, piping berada pada bagian atas platform atau disebut topside platform, berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan. Piping yang menghubungkan platform satu ke platform lain selain untuk mengalirkan fluida proses dapat juga berfungsi sebagai jembatan tranportasi bagi operator untuk melakukan inspeksi terhadap proses operasi. Gambar 2.2 Piping pada topside platform (1) 8

4 2.2.1 Standar dan Code Perancangan Sistem Perpipaan Sistem perpipaan harus memperhatikan kelayakan rancangan baik itu dari segi teknis maupun segi ekonomis. Kelayakan rancangan sistem perpipaan dari segi mekanik dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis seperti penentuan tebal dinding pipa, analisis hidrolik, analisis tegangan pipa, dan analisis fleksibilitas pipa. Sedangkan dari segi ekonomis, kelayakan rancangan sistem perpipaan sangat tergantung pada kebijakan finansial dari perusahaan atau industri dengan tetap didasari oleh kelayakan segi mekanik yang telah diatur dalam Code dan Standar guna menjamin keamanan rancangan sistem perpipaan saat dioperasikan bagi keselamatan segala makhluk hidup di sekitarnya. Perancangan sistem perpipaan dapat menggunakan aturan-aturan yang terdapat dalam Standard dan Code perancangan sistem perpipaan yang telah ada. Standar dan Code yang umum dipakai dalam perancangan sistem perpipaan, yaitu: a. ASME B31.1 Power Piping b. ASME B31.2 Fuel Gas Piping c. ASME B31.3 Process Piping on Petroleum Refineries, Chemical, Pharmaceutical, Textile, Papper, Semiconductor, and Crycogenic Plant. d. ASME B31.4 Liquid-petroleum transportation piping system e. ASME B31.5 Refrigeration Piping f. ASME B31.7 Nuclear Power Piping g. ASME B31.8 Gas Transmission & Distribution Piping h. ASME B31.9 Building Services Piping i. API 5L Spesification of Line Pipe Material j. API 576 Pipeline Coating k. DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine Pipeline n. ANSI B16.5 Pipe Flange and Flange Fitting o. Keputusan Menteri Migas Rule 300K 9

5 2.2.2 Beban-Beban pada Sistem Perpipaan Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak dan kompleks, yaitu meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban ekspansi. Masing-masing beban yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut diakibatkan oleh jenis input pembebanan yang berbeda-beda yang mungkin akibat dari kondisi operasi sistem perpipaan sendiri maupun dari lingkungan sekitar sistem perpipaan. Untuk memperoleh hasil rancangan sistem perpipaan yang aman, tiap komponen beban baik akibat kondisi operasi maupun akibat lingkungan harus diperhatikan pada saat melakukan analisis perancangan sistem perpipaan dengan melakukan perhitungan tegangan yang terjadi. Analisis tegangan pada sistem perpipaan dilakukan dengan maksud untuk menjamin keamanan operasi sistem perpipaan dengan verifikasi integritas struktur yang mendapat berbagai kondisi pembebanan. Selain itu, analisis tegangan juga bertanggungjawab pada penentuan beban-beban tumpuan pipa sehingga sistem perpipaan dapat ditumpu dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan dan perbandingan parameter berikut terhadap harga-harga yang diijinkan, antara lain: a. Tegangan yang terjadi pada dinding pipa b. Perpindahan akibat ekspansi pipa c. Beban-beban pada nozzle d. Frekuensi pribadi sistem Penggolongan pembebanan pada sistem perpipaan berdasarkan pada jenis beban-beban yang terjadi berasal, secara umum dapat diklasifikasi secara sederhana meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban ekspansi termal seperti diuraikan sebagai berikut: Beban Sustain (Sustained Load) (2) Beban sustain adalah beban yang dialami oleh instalasi sistem pipa secara terus-menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh 10

6 tekanan internal dan beban berat. Pada semua sistem perpipaan, perancangan pipa yang dibuat haruslah dirancang mampu untuk menahan beba berat fluida, isolasi, komponen-komponen dan struktur pipa itu sendiri. Semua beban berat tersebut kemudian diteruskan ke komponen tumpuan (support), sehingga harus dilakukan pula perancangan tumpuan pada sistem perpipaan yang mampu menahan bebanbeban tersebut. Metode sederhana untuk menghitung tegangan dan beban pada tumpuan adalah dengan memodelkan pipa sebagai beam dengan distribusi beban yang merata sepanjang dimensi pipa. Pemodelan jenis tumpuan untuk menahan beban berat sistem perpipaan merupakan bagian dari analisis tegangan pada sistem perpipaan. Pada umumnya terdapat dua jenis model tumpuan pipa yang digunakan dalam analisis tegangan pada perpipaan, yaitu jenis tumpuan simpel dan tumpuan fixed. Akan tetapi dalam kenyataan, kondisi tumpuan pada umumnya adalah tumpuan simpel yang ditahan (fixed) pada salah satu bagiannya, sehingga tegangan maksimum yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 (2) sebagai berikut: Dimana: σ = tegangan (Pa) W = berat sistem perpipaan (Newton) L = panjang pipa (m) Z = inersia penampang pipa (m 4 ) Beban berat yang dialami oleh sistem perpipaan dapat digolongkan menjadi dua jenis antara lain meliputi: Live Load (2) (2.1) Live Load meliputi beban fluida yang mengalir melalui sistem perpipaan atau fluida lain yang digunakan untuk pengujian sistem perpipaan tersebut. Dead Load (2) Dead Load meliputi berat komponen-komponen sistem perpipaan, berat isolator, dan berat permanen yang bekerja pada sistem perpipaan tersebut. 11

7 Sistem perpipaan pada umumnya mendapat beban tekanan internal dari fluida yang mengalir di dalamnya. Dari tekanan internal tersebut akan dilakukan perhitungan tegangan yang terjadi. Beban tekanan lebih berpengaruh pada tegangan yang terjadi pada dinding pipa dibandingkan dengan tegangan yang terjadi pada tumpuan. Hal tersebut diakibatkan karena beban akibat tekanan dinetralisasi oleh tegangan pada dinding pipa Beban Occasional (Occasional Load) (2) Beban occasional adalah beban yang terjadi kadang-kadang pada sistem perpipaan selama operasi normal. Beban occasional dapat diartikan pula sebagai beban pada sistem perpipaan yang terjadi dalam periode sebagian saja dari total periode operasi sistem perpipaan, misalnya 1 sampai dengan 10% dari periode operasi sistem perpipaan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya beban occasional, yaitu: Salju, terjadi pada sistem perpipaan yang terletak pada bagian bumi yang mengalami musim salju. Konsentrasi penumpukan salju yang sangat tebal pada bagian tertentu sepanjang pipa akan menimbulkan pembebanan berat yang belebih yang harus ditahan oleh pipa. Fenomena alam, seperti angin topan dan gempa bumi akan menimbulkan gaya eksitasi terhadap pipa yang bersifat dinamik. Analisis dinamik pada sistem perpipaan diperlukan untuk mendapatkan distribusi tegangan yang diakibatkan oleh beban dinamik yang terjadi pada sistem perpipaan. Unusual plant operation, merupakan kesalahan yang terjadi pada kondisi operasi yang dimungkinkan oleh adanya kelalaian operator ataupun kesalahan prosedur dalam mengoperasikan sistem perpipaan. Postulate plant accident, merupakan terjadinya kecelakaan pada sistem perpipaan yang timbul oleh sebab-sebab tertentu baik itu berasal dari operator ataupun dari pihak ketiga (third party damage). 12

8 Pada pembebanan yang disebabkan oleh adanya tiupan angin terhadap penampang pipa, nilai gaya yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 (2). Besaran utama dari beban angin adalah akibat dari memontum angin yang mengenai pipa. Beban angin ini dimodelkan sebagai gaya uniform yang searah dengan arah angin sepanjang pipa. Gaya angin yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan penurunan dari persamaan Bernoulli (2). (2.2) Dimana: F = beban angin (N/m) C d = koefisien drag D = diameter luar pipa (termasuk isolasi) (mm) q = tekanan dinamik (N/m 2 ) Beban occasional yang terjadi pada sistem perpipaan pada kasus tertentu akan memiliki sifat sama dengan beban sustain. Oleh karena itu, analisis tegangan tehadap tumpuan menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan distribusi tegangan pipa. Akan tetapi, posisi tumpuan yang optimal untuk menahan beban occasional tidak selalu sama dengan posisi tumpuan untuk beban sustain. Dalam proses perancangan diperlukan kompromi sehingga tumpuan dapat menahan kedua jenis beban baik sustain maupun occasional, misalnya tumpuan bersifat rigid baik digunakan untuk menahan beban dinamik, akan tetapi tumpuan rigid akan menurunkan fleksibilitas pipa sehingga perlu digunakan jenis tumpuan yang lain. Jenis tumpuan snuber adalah solusi pemilihan jenis tumpuan yang umum digunakan untuk menahan kedua jenis pembebanan tersebut Beban Ekspansi Termal (Expansion Load) (2) Beban ekspansi termal adalah beban yang timbul sebagai akibat adanya ekspansi termal pada sistem perpipaan. Beban ekspansi termal dapat dibagi menjadi: Beban ekspansi termal akibat pembatasan gerak oleh tumpuan saat pipa mengalami ekspansi. 13

9 Beban termal akibat perbedaan temperatur yang besar dan sangat cepat dalam dinding pipa sehingga mampu menimbulkan tegangan. Beban akibat perbedaan koefisien ekspansi pipa yang tersusun dari dua atau lebih material logam yang berbeda. Tumpuan pipa dipasang sepanjang sistem perpipaan untuk menahan beban sustain dan beban occasional. Namun apabila kenaikan temperatur terjadi pada sistem perpipaan saat kondisi operasi, maka pipa akan mengalami ekspansi sehingga menimbulkan tegangan yang tinggi pada daerah fitting maupun pada titik dimana pipa ditumpu dengan jenis tumpuan yang bersifat rigid. Pada kondisi ini, sebaiknya dilakukan perancangan letak dan jenis tumpuan pada sistem perpipaan untuk mendapatkan analisis tegangan yang optimum pada kondisi operasi. Penggunaan expansion loop saat perancangan merupakan alternative cara untuk dapat mengatasi adanya ekspansi termal yang besar. Secara umum analisis perhitungan beban termal pada tumpuan menggunakan metode guide cantilever, dimana pipa dimodelkan sebagai batang yang dipegang secara rigid pada salah satu ujung, dan pada titik tertentu diberikan tumpuan sehingga dapat dihitung besarnya tegangan pada titik tumpuan tersebut. Gaya dan momen yang terjadi pada tumpuan pipa akibat adanya ekspansi termal berurutan ditunjukan pada persamaan 2.3 (2) dan 2.4 (2) sebagai berikut: (2.3) Dimana: P = gaya-gaya pada tumpuan (N) M = momen pada tumpuan (N/m) E = modulus elastisistas (Pa) I = momen inersia penampang (m 4 ) (2.4) Δ = pertambahan panjang akibat ekspansi termal (m) L = panjang pipa (m) 14

10 2.2.3 Tegangan-Tegangan pada Sistem Perpipaan Teori tegangan pada sistem perpipaan secara umum merupakan pengembangan dari teori tegangan yang telah dikembangkan dalam mekanika. Definisi-definisi yang digunakan seperti gaya, momen, tegangan, regangan, dan lain-lain adalah sama dengan definisi-definisi yang digunakan dalam mekanika. Tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan bisa disebabkan oleh tekanan internal pipa dari fluida proses, tekanan eksternal pipa dari fluida di luar pipa, beban berat dari sistem perpipaan, dan beban ekspansi akibat perbedaan temperatur. Pada analisis tegangan baik dalam mekanika maupun sistem perpipaan dikenal adanya beberapa istilah tegangan berdasar pada arahnya, yaitu: a. Tegangan longitudinal, merupakan tegangan dengan arah sejajar sepanjang sumbu pipa. b. Tegangan circumferensial (hoop stress), merupakan tegangan dengan arah melingkar searah dengan lingkaran dinding pipa. c. Tegangan radial, merupakan tegangan dengan arah sejajar dengan garis lurus yang berjalan dari sumbu pipa keluar menembus dinding pipa. Tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut akan dijumlahkan dan dianalisis untuk diambil nilai tegangan yang paling besar dan dominan untuk digunakan sebagai input untuk analisis tegangan pada sistem perpipaan. Berdasar pada persamaan tegangan, dari ketiga jenis tegangan di atas, tegangan radial memiliki nilai yang relatif kecil sehingga terkadang nilainya dapat diabaikan. Sedangkan tegangan longitudinal memiliki nilai yang paling dominan, sehingga dapat dimasukkan sebagai input pada analisis tegangan. Analisis tegangan ini dilakukan pada semua titik sepanjang pipa supaya dapat dihasilkan distribusi nilai tegangan yang terjadi di sepanjang pipa. Secara umum, untuk mengetahui kekuatan suatu bahan terhadap beban yang dialaminya, diperlukan analisis terhadap tegangan yang terjadi, karena tegangan yang terjadi pada suatu bahan merupakan parameter penting kekuatan bahan. Hal ini dapat dialami pada diagram hubungan tegangan-regangan pada suatu pengujian kekuatan material tertentu. Secara umum dikenal dua jenis diagram 15

11 tegangan-regangan yaitu diagram tegangan-regangan untuk baja lunak dan untuk baja getas. Gambar kedua jenis diagram ini dapat dilihat pada gambar 2.3. (a) (b) Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja lunak (a) dan baja getas (b) (6) Pada kedua diagram di atas, terdapat profil garis lurus pada awal pembebanan yang menunjukan adanya fenomena deformasi elastic pada material baja. Titik akhir garis lurus ini disebut sebagai titik luluh (yield point). Fenomena deformasi plastis diawali oleh adanya lekukan pada kurva yang lebih dikenal dengan sebutan ludders band. Titik paling tinggi pada diagram teganganregangan menunjukan kekuatan ultimate material, yaitu nilai tegangan yang dimiliki oleh material baja saat mulai mengalami fenomena necking. Titik batas akhir diagram menunjukan titik kegagalan penuh material yaitu menunjukan harga tegangan pada saat material patah. Terdapat perbedaan karakteristik kurva baja lunak dan baja getas. Hal ini terpengaruh oleh sifat kedua jenis material tersebut, yaitu baja lunak cenderung memiliki regangan yang relatif panjang baik pada daerah elastis maupun daerah plastis, sedangkan pada baja getas cenderung memiliki regangan yang lebih pendek dan sudang mengalami patah pada regangan yang relatif pendek. Dalam sistem perpipaan, hal tersebut digunakan sebagai dasar pemilihan material untuk mendapatkan performa pipa yang optimal dengan kondisi operasi yang sesuai dengan karakteristik material pipa. 16

12 2.2.4 Tegangan-Tegangan pada Perpipaan Akibat Beban yang Bekerja Beban-beban yang bekerja pada sistem perpipaan akan menyebabkan timbulnya tegangan pada dinding pipa. Besarnya tegangan akibat beban operasi tekanan internal, dapat diturunkan dari persamaan-persamaan mekanika untuk bejana berdinding tipis. Tinjau sebuah bejana tekan silindris pada gambar 2.4 plr i σ 2 σ 1 L σ 2 σ 1 2r i dθ θ r i p P (a) (b) L (c) P r o σ 1 A = P pa 1 = 2P P p σ r i (d) σ 1 A = P (e) P (f) σ Gambar 2.4 Diagram analisis bejana tekan silindris (6) Sebuah segmen dipisahkan dari silinder dengan membuat dua bidang tegak lurus terhadap sumbu silinder seperti pada gambar 2.4(b). Tegangan yang terjadi pada irisan silinder ini adalah tegangan-tegangan normal σ 1 dan σ 2. Tekanan dalam yang bekerja p dan radius dalam silinder r i. Gaya pada suatu luas kecil tak berhingga (Lridθ) bekerja akibat tekanan dalam yang bekerja tegaklurus adalah plridθ (gambar 2.4(c)). Komponen gaya yang bekerja dalam arah mendatar adalah (plridθ)cos θ jadi dengan dengan menerapkan kesetimbangan statik diperoleh: 2P = 2 π / 2 plr cosdθ = 2 prr L 0 i ( 2.5 ) 17

13 Cara lain yang lebih sederhana, yaitu dengan memandang kedua gaya P melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A 1 (gambar 2.4(d)). Luas ini adalah 2r i L, jadi 2P = A 1 p = 2r i LP. Gaya ini mendapat perlawanan dari gaya-gaya yang terbentuk dalam bahan dalam potongan membujur, karena radius luar silinder adalah r o, maka luas kedua potongan membujur adalah 2A = 2L(r o r i ). Selanjutnya, jika tegangan normal rata-rata yang bekerja pada potongan yang membujur adalah σ 1, maka gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder adalah 2L(r o r i )σ 1, dengan menyamakan kedua gaya, dan menerapkan harga tebal dinding silinder t = r o r i maka 2r i Lp = 2L(r o r i )σ 1 atau: 1 pr = i t σ ( 2.6 ) Tegangan yang diberikan oleh persamaan 2.6 ini dikenal dengan tegangan gelung atau dapat juga disebut hoop stress. Tegangan normal lain (σ 2 ) bekerja secara longitudinal/membujur (gambar 2.4(b)), dan dapat dipecahkan dengan persoalan gaya aksial sederhana. Dari gambar 2.4(f) gaya yang dibentuk oleh tekanan dalam p adalah pπr 2 i dan gaya yang dibentuk oleh tegangan normal σ 2 adalah σ 2 (pπr 2 o - pπr 2 i ). Dengan menyamakan kedua gaya dan memecahkannya untuk σ 2 diperoleh: 2 pr pri σ 2 = = ( 2.7 ) r 2 o 2 i 2 ri ( r + r )( r r ) o karena t = r o r i dan r o r i r, maka: pr σ 2 = ( 2.8 ) 2t Tegangan yang timbul pada sistem perpipaan dapat juga disebabkan oleh gaya dan momen yang bekerja pada sistem tersebut pada saat beroperasi. Gaya dan momen ini timbul akibat berbagai bentuk pembebanan pada sistem, seperti ekspansi termal, beban berat, dan lain-lain. Tegangan bending dan puntir (torsional) dapat dihitung menggunakan harga momen bending inplane dan outplane (M i dan M o ). Definisi kedua momen ini yaitu jika M i diaplikasikan, i o i 18

14 belokan atau sambungan percabangan akan tetap pada bidang asalnya, tetapi jika M o diaplikasikan maka belokan atau sambungan percabangan akan keluar dari bidang asalnya. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6. Gambar 2.5 Momen inplane dan outplane pada belokan (7) Gambar 2.6 Momen inplane dan outplane pada sambungan percabangan (7) Dengan menggunakan harga M i dan M o tegangan yang terjadi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.9 (untuk belokan), 2.10 dan 2.11 (untuk sambungan percabangan). Untuk belokan: ( i M ) 2 + ( i M ) 2 i i o o Sb = (2.9) Z 19

15 dimana, i i = Faktor intensifikasi tegangan bending inplane (Appendix D ASME B31.3) i o = Faktor intensifikasi tegangan bending outplane (Appendix D ASME B31.3) Z = Modulus sectional Gambar 2.7 Cuplikan Appendix D ASME B31.3 (7) Sedangkan untuk sambungan percabangan, dibedakan untuk header dan pipa cabang (branch). Untuk header: S b ( i M ) 2 + ( i M ) i i Z o o 2 = (2.10) Untuk pipa cabang: S ( i M ) 2 + ( i M ) 2 i i o o b = (2.11) Z e dimana, Z e = Modulus sectional efektif = πr 2 m t s 20

16 Tegangan akibat momen puntir (torsional) dapat dihitung dari harga momen puntir M t, dengan menggunakan persamaan 2.8. S t M t = (2.12) 2Z Kedua harga tegangan ini kemudian dikombinasikan dengan persamaan 2.9 untuk memberikan harga displacement stress range S E yang tidak boleh melebihi harga tegangan yang diijinkan. S S + E = (2.13) 2 b 2 4S t Tegangan tegangan yang dirumuskan di atas adalah tegangan fleksibilitas (tegangan ekspansi) yaitu tegangan yang timbul akibat ekspansi termal. Dalam hal ini tebal dinding pipa tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar. Harga ketebalan dinding pipa ini berbanding lurus dengan gaya dan momen ujung pipa, sehingga tegangan yang berlebih (overstress) tidak dapat diatasi dengan menambah ketebalan dinding pipa karena cenderung akan memperbesar gaya dan momen. Pada semua persamaan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan di atas, kemudian dapat digabungkan untuk mendapatkan nilai tegangan maksimum yang terjadi berdasarkan jenis-jenis pembebanan pada pipa. Dalam perhitungan jenisjenis pembebanan pipa, hanya diambil tegangan yang memiliki nilai maksimum untuk mendapatkan hasil analisis tegangan yang akurat dan dapat diketahui apakah sistem perpipaan berada pada kondisi operasi yang aman atau tidak aman. Berikut merupakan persamaan tegangan berdasar jenis-jenis pembebanan yang terjadi pada sistem perpipaan: 1. Beban Sustain Tegangan pada beban sustain = Tegangan Longitudinal akibat internal pressure + Tegangan akibat gaya berat sistem perpipaan. Tegangan longitudinal akibat internal pressure memiliki nilai maksimum dibanding nilai hoop stress maupun tegangan radial. Nilai tegangan longitudinal ini merupakan resultan tegangan longitudinal akibat tekanan 21

17 internal fluida proses, momen bending dan gaya aksial yang terjadi pada pipa seperti ditunjukan pada persamaan 2.12 berikut: (2.14) Sedangkan tegangan yang terjadi akibat gaya berat sistem perpipaan dihitung melalui persamaan 2.1, dimana tegangan yang timbul hanya diakibatkan oleh berat sistem perpipaan itu sendiri seperti berat fluida proses, isolasi, komponen-komponen dan berat pipa itu sendiri. 2. Beban Occasional Tegangan pada beban occasional = Tegangan akibat beban sustain + Tegangan akibat gaya-gaya occasional. Tegangan akibat gaya-gaya occasional merupakan tegangan yang ditimbulkan akibat gaya eksternal yang terjadi dan bersifat kadang-kadang, misalnya akibat gaya angin (persamaan 2.2), gaya dinamik gempa bumi, gaya berat akibat kejatuhan benda, dan gaya-gaya lain dalam beban occasional. 3. Beban Ekspansi Tegangan yang terjadi pada beban ekspansi merupakan tegangan normal maupun tegangan geser yang diakibatkan oleh adanya ekspansi material pipa akibat perbedaan temperatur pipa dengan temperatur lingkungan sekitar. Momen dan gaya akibat ekspansi termal (persamaan 2.3 dan 2.4) yang telah diketahui dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam analisis tegangan akibat beban ekspansi pada sistem perpipaan Analisis Fleksibilitas Sistem Perpipaan (2) Analisis fleksibilitas pipa merupakan analisis terhadap kemampuan pipa untuk mengalami perubahan panjang atau berdeformasi secara elastis terhadap kondisi operasi yang memiliki beban akibat temperatur yang tinggi. Sistem perpipaan harus cukup fleksibel sehingga ekspansi termal, kontraksi atau perpindahan tumpuan ataupun titik ujung pipa tidak akan menyebabkan terjadinya: 22

18 1. Kegagalan pipa dan tumpuan pipa akibat tegangan berlebih. 2. Kebocoran pada sambungan las pipa. 3. Tegangan yang merusak atau distorsi pada pipa atau peralatan yang terhubung dengan pipa seperti pompa, atau katup yang disebabkan oleh gaya dorong atau momen berlebih dalam pipa. Sehingga sebuah sistem perpipaan dikatakan mempunyai fleksibilitas yang cukup atau baik, apabila sistem perpipaan tersebut dapat mengalami perubahan panjang akibat ekspansi atau kontraksi termal dan mampu kembali ke panjang awal apabila beban akibat ekspansi atau kontraksi tersebut dihilangkan. Pada Code ASME B31.3 analisis fleksibilitas pipa diatur pada paragraf Flesibility Analisys. Dalam Code ASME B31.3 terdapat persyaratan khusus yang dicantumkan tentang fleksibilitas yang harus dipenuhi oleh sistem perpipaan, yaitu meliputi: a. Range tegangan hasil perhitungan, S E (persamaan 2.9) di setiap titik sistem perpipaan akibat perpindahan titik acuan tertentu tidak boleh melebihi daerah tegangan yang diijinkan (the allowable stress range, S A). b. Gaya reaksi hasil perhitungan tidak merusak titik tumpu sistem perpipaan atau peralatan yang tersambung dengan sistem perpipaan. c. Perpindahan sistem perpipaan hasil perhitungan haruslah berada dalam batasbatas yang telah ditentukan pada Code ASME B31.3. Dalam analisis fleksibilitas sistem perpipaan pada Code ASME B31.3, terdapat suatu aturan dimana suatu sistem perpipaan memerlukan analisis formal atau tidak formal. Suatu sistem perpipaan dikatakan tidak memerlukan analisis formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sistem perpipaan yang merupakan duplikat sistem perpipaan yang sudah ada, yang dalam operasi menunjukan kinerja yang memuaskan. b. Sistem perpipaan yang dengan mudah dapat dinilai mempunyai fleksibilitas yang cukup bila dibandingkan dengan sistem perpipaan yang fleksibilitasnya telah dianalisis sebelumnya. 23

19 c. Sistem perpipaan dengan ukuran seragam, yang ditumpu dengan hanya dua tumpuan tanpa ada titik restraint diantara keduanya, dan memenuhi persamaan empirik 2.15 (2) sebagai berikut: D y ( ) 2 1 L - U K (2.15) dimana: D = outside diameter of pipe, mm(inch) y = resultant of total displacement strain to be absorbed by the piping system, mm L = developed length of pipe between anchor, m U = anchor distance, straight line between anchor, m K 1 = S A /E a (mm/m) 2 S A = allowable displacement stress range, MPa E a = reference modulus of elasticity at 21 0 C (70 0 F) MPa (ksi) Sedangkan suatu sistem perpipaan dikatakan memerlukan analisis fleksibilitas formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sistem perpipaan yang tidak memenuhi salah satu dari ketiga persyaratan diatas haruslah dianalisis dengan salah satu cara analisis berikut yaitu, metode analisis sederhana, metode analisis pendekatan (approximate analysis) atau metode analisis komprehensif. b. Metode analisis komprehensif yang dapat diterima meliputi metode analitik dan metode yang memakai charts, yang dapat menghitung gaya, momen dan tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh displacement strains. c. Pada analisis komprehensif, faktor-faktor intensitas tegangan pada komponen perpipaan selain pipa lurus haruslah diperhitungkan. Komponen tersebut mempunyai kelebihan fleksibilitas. d. Pada analisis fleksibilitas, maka semua komponen perpipaan yang terletak antara dua anchor points haruslah diperlakukan secara keseluruhan. 24

20 2.2.6 Tegangan yang Diijinkan Berdasarkan ASME B31.3 Tegangan ijin material yang digunakan merupakan salah satu parameter penting dalam analisis tegangan sistem perpipaan. Tegangan yang dialami oleh sistem perpipaan tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan berdasar pada Code dan Standar material yang dipakai. Dalam analisis tegangan pada umumnya digunakan rasio tegangan, yaitu perbandingan antara tegangan actual yang dialami sistem perpipaan dengan tegangan ijin berdasarkan Code dan Standar. Besarnya tegangan yang diijinkan berbeda untuk setiap Code sistem perpipaan yang digunakan. Untuk Code ASME B31.3, suatu material pipa dapat dinyatakan dalam kondisi aman apabila tegangan-tegangan yang dialami material tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Beban Sustain (7) Resultan tegangan longitudinal S L dalam setiap komponen sitem perpipaan akibat beban sustain, seperti tekanan internal pipa dan berat sistem perpipaan, tidak boleh melebihi nilai perkalian antara S h dan W. S h merupakan tegangan ijin material pipa pada saat temperatur maximum kondisi operasi. Sedangkan W merupakan reduction factor dari sambungan las pada proses manufaktur material pipa. W memiliki harga sama dengan 1.0 apabila jenis sambungan longitudinal digunakan utuk proses manufaktur pipa. Displacement stress range S E, pada sistem perpipaan tidak boleh melebihi nilai allowable displacement stress range S A. allowable displacement stress range S A dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.14 sebagai berikut: S A = f(1.25 S C S h ) (2.16) Dimana: f = stress range factor S C = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi minimum S h = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi maksimum 25

21 2. Beban Occasional (7) Resultan tegangan longitudinal akibat beban sustain dan segala tegangan yang diakibatkan oleh pembebanan occasional, seperti beban angin dan beban akibat gempa bumi, tidak boleh melebihi nilai dari 1.33 kali tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi maksimum, S h. Untuk pipa material casting, nilai S h harus dikali dengan faktor kualitas casting E c. Pembebanan akibat angin dan gempa bumi pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan, sehingga dalam analisis tegangan hanya dilakuka perhitungan untuk salah satu jenis pembebanan tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan. 3. Beban Ekspansi (7) Tegangan yang terjadi akibat pembebanan ekspansi termal merupakan range tegangan dari resultan tegangan bending dan tegangan torsional akibat ekspansi termal. Range tegangan ekspansi ini tidak boleh melebihi nilai tegangan ijin S A, sesuai pada persamaan 2.15 berikut ini: S 2 2 E = S b + 4S t f(1.25s c S h ) (2.17) Dimana harga S b dan S t berurutan adalah tegangan bending dan tegangan tegangan torsional yang nilainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10 dan 2.12 pada pembahasan sebelumnya. 2.3 Pemilihan Material Pipa Material logam mulai digunakan untuk sistem perpipaan secara reguler dimulai pada tahun 1950-an, seiring pemberlakuan Code API 5L tentang pemilihan material baja untuk sistem perpipaan. Pada akhir tahun 1980-an terdapat berbagai macam jenis material baja untuk pipa berdasar pada grade yang ditetapkan oleh API, diantaranya Grade A25, A, B, X42, X46, X52, X56, X60, X65, X70, dan X80. Pada masing-masing grade tersebut terdapat perbedaan sifatsifat mekanik yang bergantung pada kandungan kimia dari material penyusunnya. Secara umum spesifikasi dalam manufaktur material baja untuk sistem perpipaan 26

22 mengacu pada komposisi kimia, kekuatan material dan toleransi terhadap proses manufaktur yang digunakan untuk pembentukan pipa. Untuk mendapatkan material pipa yang benar dan sesuai dengan perancangan sistem perpipaan, terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam analisis pemilihan material pipa, antara lain: 1. Sifat-sifat mekanik, meliputi: strength yaitu kekuatan material pipa terhadap beban statik. toughness yaitu ketangguhan material pipa terhadap beban dinamik. ductility yaitu keuletan yang dimiliki oleh material pipa, dimana berhubungan dengan proses intalasi sistem perpipaan. 2. Weld ability yaitu kemampuan material pipa untuk mudah dilas pada proses penyambungan dalam proses intalasi. 3. Corrosion resintance yaitu ketahanan material pipa terhadap adanya korosi 4. Cost, berhubungan dengan harga material pipa yang akan dipakai. 5. Availability, berhubungan dengan ketersediaan material pipa di pasaran dalam jumlah yang banyak. Hal ini perlu dianalisis untuk menghindari adanya special order yang memungkinkan adanya pengeluaran biaya yang besar. Pada operasinya sistem perpipaan akan menerima berbagai beban yang berasal dari kondisi operasi maupun dari lingkungan sekitar. Pemilihan material pipa yang tepat dan sesuai dengan kondisi operasi dan lingkungan akan menjadi jaminan awal tidak akan terjadi kegagalan pada sistem perpipaan pada saat dioperasikan. Beberapa informasi utama yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pemilihan material pipa supaya dicapai kondisi aman pada saat pipa dioperasikan diantaranya: 1. Tekanan operasi maksimum yang bekerja pada sistem perpipaan. 2. Perhitungan untuk menentukan diameter pipa dan tebal dinding pipa. 3. Kekuatan material yang dibutuhkan untuk menahan berat dari fluida yang terkantung didalamnya, berat komponen perpipaan, isolasi, dan berat pipa sendiri. 27

23 4. Maksimum dan minimum temperatur operasi yang terjadi. 5. Metode produksi pipa pada kondisi khusus (special order) 6. Komposisi dari fluida proses yang mengalir di dalamnya, baik itu fasa gas maupun liquid. 7. Masalah erosi, misalnya erosi dinding pipa akibat aliran pasir yang ikut terbawa fluida proses. 8. Media korosif, yaitu media yang berpotensi menimbulkan korosi pada pipa, misalnya H 2 S, CO 2, O 2 dan lain-lain. 9. Perancangan umur pipa, yaitu masa operasi sistem perpipaan sampai tidak digunakan lagi. Dalam sistem perpipaan dikenal istilah SMYS (Specific Minimum Yield Strength) dan SMTS (Specific Minimum Ultimate Tensile Strength) dimana masing-masing menujukan kekuatan luluh dan kekuatan tarik dari material pipa. Penamaan grade dalam Code API 5L, pada beberapa jenis material pipa dikelompokan berdasarkan pada besar SMYS supaya lebih memudahkan dalam analisis pemilihan material pipa. Tetapi pada grade material pipa yang lain, sistem penamaannya tidak tergantung pada besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 berikut memberikan beberapa material pipa yang terdapat pada Code API 5L, dimana penamaan grade-nya sesuai dengan besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 Standar API untuk material pipa grade 5LX (8) Allowable SMYS Poisson Density Modulus Elasty Specification Stress (psi)* (psi) Ratio (lb/ft 3 ) (10 6 psi) API 5L X API 5L X API 5L X API 5L X API 5L X API 5L X API 5L X API 5L X *Berdasarkan Code ASME B

24 2.4 Teori Subsidence Subsidence merupakan peristiwa penurunan permukaan tanah terhadap permukaan laut yang terjadi secara terus menerus dan dengan kecepatan penurunan tertentu. Subsidence merupakan salah satu jenis geohazard yang dapat menimbulkan resiko kegagalan pada sistem perpipaan. Kegagalan yang ditimbulkan akibat subsidence pada sistem perpipaan terjadi secara perlahan dan terus-menerus, mulai dari kegagalan ringan hingga lama-kelamaan akan menimbulkan kegagalan yang berskala besar. Geohazard merupakan resiko pada sistem perpipaan yang disebabkan oleh fenomena geoteknik dan hidroteknik. Fenomena geoteknik merupakan penyebab terjadinya geohazard yang dipengaruhi oleh pergerakan lapisan tanah di dalam bumi, sedangkan fenomena hidroteknik dipengaruhi oleh adanya lapisan air tanah di dalam atau di luar perut bumi. Baik fenomena geoteknik maupun hidroteknik akan menimbulkan resiko yang sangat besar bila terjadi pada kawasan sistem perpipaan dengan tanpa adanya perlakuan assessment terhadap sistem perpipaan secara teratur dan terjadwal untuk mengurangi besar resiko yang terjadi. Ada beberapa jenis geohazard yang disebabkan oleh fenomena geoteknik dan hidroteknik antara lain, landslide, soil erosion, collaps, dan subsidence. Landslide merupakan penurunan permukaan tanah dengan sudut elevasi tertentu dan membentuk sebuah patahan-patahan. Soil erosion merupakan peristiwa terkikisnya lapisan permukaan tanah oleh adanya arus air yang mengalir begitu deras sehingga membawa sebagian lapisan permukaan tanah. Collaps merupakan peristiwa turunnya permukaan tanah secara cepat dan bersifat lokal atau dengan radius yang relatif kecil, sebagai akibat dari keluarnya material di dalam perut bumi secara terus menerus dengan debit aliran yang relafif besar. Peristiwa landslide, soil erosion, dan collaps berurutan ditunjukan pada gambar 2.8, 2.9 dan pada gambar 2.10 sebagai berikut: 29

25 Gambar 2.8 Landslide (11) Gambar 2.9 Soil erosion (11) Gambar 2.10 Collaps (11) 30

26 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Subsidencee Padaa umumnya subsidencee terjadi tidak pada seluruh lapisan tanah di dalam bumi, tetapi hanya pada lapisan tanah ertentu yang memiliki potensi untuk mengalami pergerakan. Lapisan tanah yang berpotensi mengalami subsidence biasanya berada pada kedalaman ratusan meter dari permukaan dan akan menyebabkan lapisan tanah di atasnya ikut mengalami pergerakan ke bawah. Gambar 2.10 menunjukan lapisan tanah yang mengalami subsidencee dan mempengaruhi kedalaman lapisan-lapisan tanah di atasnya. Gambar 2.11 Lapisan tanah yang mengalami subsidenc ce (12) Berdasar pada ilmu geoteknik, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya subsidence. Faktor-fator tersebut meliputi faktor akibat perbuatan manusia dan faktor akibat fenomena alam. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Ekstraksi sumber daya alam dari dalam bumi, seperti gas, minyak, air tanah, batu-batuan dan material lain-lain yang ikut terbawa keluar saat proses ekstraksi berlangsung. 2. Faulting merupakan bentuk penurunann permukaan tanah berbentuk patahan dalam arah vertikal sebagai akibat dari adanya tegangan diferensial yang terjadi di dalam apisan-lapisan tanah. 31

27 3. Isostatic rebound merupakan teori dari pergeseran lempeng bumi dari satu posisi ke posisi lain yang mampu menimbulkan terjadinya tekanan terhadap lapisan tanah dalam arah vertikal bawah. 4. Cavities collaps merupakan penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh adanya rongga pada lapisan bawah tanah yang kemudian cenderung untuk menimbulkan penurunan lapisan tanah diatasnya. 2.6 Subsidence pada Lapisan Tanah di Bawah Laut Fenomena terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut pada umumnya sama dengan yang terjadi di daratan. Informasi tentang adanya subsidence di lapisan tanah bawah laut dapat di ketahui dari data bathymetric pada area laut yang berhubungan, dimana data bathymetric ini diambil dari kegiatan scanning dan sampling terhadap kondisi permukaan tanah di bawah laut. Dari data bathymetric ini dapat diketahui kontur permukaan tanah bawah laut baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Melalui kontur tersebut akan dilakukan analisis tentang adanya subsidence pada suatu area tertentu. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut, teknologi GPS (Global Positioning System) digunakan, dimana kondisi permukaan tanah akan selalu dipantau setiap interval waktu dua menit dan direkam dengan menggunakan hand-held GPS. Gambar 2.11 dan 2.12 berikut merupakan contoh data bathymetric pada suatu permukaan tanah bawah laut yang ditampilka dalam gambar dua dimensi dan tiga dimensi. 32

28 Gambar 2.12 Bathymetric 2D (12) Gambar 2.13 Bathymetric 3D (12) Metode lain dalam melakukan pengambilan data subsiden di lapisan tanah bawah laut adalah dengan menggunakan multi-beam sonar yang melakukan proses scanning terhadap permukaan laut, sehingga didapat gambar profil permukaan tanah di bawah laut (seabed) termasuk profil subsidence yang terjadi. Gambar 2.13 berikut menunjukan data profil permukaan tanah di bawah laut yang dihasilkan melalui metode multi-beam sonar. 33

29 Gambar 2.14 Profil seabed dari multi-beam sonar (13) Subsidence yang terjadi di lapisan tanah bawah laut dapat disebabkan oleh ekstraksi sumber daya alam seperti minyak, gas, dan batu-batuan, faulting, isostatic rebound, dan cavities collaps. Ekstaraksi sumber daya alam pada lapisan tanah dibawah permukaan laut menjadi faktor penyebab yang utama terjadinya subsidence di seabed. Hal ini dikarenakan frekuensi proses ekstaraksi ini dilakukan setiap waktu dan mengakibatkan banyak komposisi tanah dari dalam bumi yang ikut terbawa ke atas. Komposisi tanah yang biasanya ikut terbawanya sebagian besar oleh karena adanya proses ekstraksi sumber daya alam minyak dan gas bumi antara lain batu-batuan, pasir, dan air. Akibat proses ekstraksi ini akan mengakibatkan timbulnya rongga pada lapisan tanah, sehingga memungkinkan untuk terjadi subsidence akibat lapisan tanah di atasnya turun. Akan tetapi pada aplikasinya, selalu dilakukan proses injeksi kembali fluida cair atau gas, misalnya air dan gas bertekanan, ke dalam perut bumi kembali untuk menetralisasi kondisi tidak stabil lapisan tanah akibat proses ekstraksi. Proses reinjection ini dipercaya bisa mengurangi resiko terjadinya subsidence akibat hilangnya komposisi tanah akibat proses ekstraksi. Walaupun demikian fenomena subsidence kemungkinan besar akan tetap terjadi karena tekanan lapisan tanah yang telah terekstrak tidak akan mampu dikembalikan pada kondisi semula hanya dengan melakukan proses reinjection pada lapisan tanah tertentu. 34

30 Diketahui bahwa subsidence merupakan proses kompaksi dari semua massa pada lapisan tanah tertentu, yang mengakibatkan turunnya lapisan tanah yang berada di atasnya. Pada instalasi well (sumur pengeboran minyak dan gas bumi) di lapisan tanah bawah laut, terjadinya subsidence akan mengakibatkan tertariknya tube (pipa yang masuk ke dalam tanah) dan akan mempengaruhi kondisi sistem perpipaan pada topside akibat ikut tertarik ke bawah. Gambar 2.14 berikut menunjukan gambaran posisi tube pada lapisan tanah di bawah laut. Gambar 2.15 Tube pada lapisan-lapisan tanah di bawah laut (10) 35

31 2.7 Pemodelan Sistem Perpipaan Dengan Menggunakan AutoPIPE 2004 AutoPIPE 2004 adalah program komputer yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan tegangan dan displacement pada sistem perpipaan, yang dibuat oleh Bentley System Incorporated. Sistem perpipaan dimodelkan pada AutoPIPE 2004 dengan menggambarkan jalur pipa dan komponen-komponennya. Hal ini dilakukan dengan memasukkan koordinat setiap titik tertentu komponen. Selain menentukan posisi komponen tersebut, pada pemodelan ini juga dilakukan tahap penentuan spesifikasi komponen. Pada AutoPIPE 2004, pipa dimodelkan sebagai elemen batang untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan tegangan yang terjadi. Pemodelan sistem perpipaan dengan menggunakan AutoPIPE 2004 memerlukan beberapa data perancangan dan data operasi pipa seperti rute pipa, tekanan dan temperatur desain, tekanan dan temperatur operasi, diameter pipa, tebal dinding pipa, jenis fluida proses, material pipa, Code yang digunakan dan lain-lain. Untuk lebih detail, gambar 2.15 dan 2.16 menunjukan beberapa input data yang dibutuhkan dalam melakukan pemodelan sistem perpipaan dengan software AutoPIPE Gambar 2.16 Kotak piping input I 36

32 Gambar 2.17 Kotak piping input II Pada kotak piping input diatas terdapat kolom-kolom isian yang harus diisi mengenai parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi operasi sistem perpipaan, seperti diamenter nominal pipa, schedule pipa yang digunakan, tebal corrosion allowance, tebal dinding dan material insulasi yang digunakan, tebal dan massa jenis material untuk linning, faktor koreksi sambungan las, specific gravity dari fluida proses yang mengalir di dalam pipa, dan material pipa yang digunakan. Setelah data-data pada kotak piping input diatas terisi dengan benar, maka proses pemodelan dapat diteruskan dengan tahap pembuatan rute pipa sesuai dengan gambar isometrik atau gambar alignment pipa yang akan dimodelkan. Pada tahap pembuatan rute pipa ini akan membutuhkan banyak data masukan tentang spesifikasi elemen-elemen pipa seperti jenis katup, kelas katup, jenis flange, jenis tumpuan, radius belokan dan lain-lain yang akan mempengaruhi keakuratan model pipa dengan kondisi actual pipa. Gambar 2.17 menunjukan halaman pemodelan pada AutoPIPE

33 Gambar 2.18 Halaman pemodelan Hasil pemodelan yang didapat dari hasil pengisian kotak piping input dan halaman pemodelan diatas adalah sistem perpipaan yang terinstal diatas permukaan tanah (above ground) atau lebih tepatnya diatas permukaan topside platform dan ditumpu oleh berbagai jenis tumpuan pipa agar pipa kokoh terinstal. Beban akibat fenomena subsidence pada AutoPIPE 2004 dimodelkan sebagai beban displacement dalam arah vertikal ke bawah. Besar nilai displacement dinyatakan dalam besaran panjang (meter/inch) tergantung harga yang di dapat dari hasil pengukuran subsidence di lapangan. Beban displacement ini pada AutoPIPE 2004 digolongkan dalam beban eksternal yang bekerja pada pipa. Akibat beban ini pipa dimodelkan sebagai elemen batang yang dipaksa mengalami perpindahan posisi terhadap suatu permukaan datar melalui titik-titik dimana terdapat tumpuan pipa. Gambar 2.18 menunjukan pemodelan beban displacement akibat fenomena subsidence. 38

34 Gambar 2.19 Pemodelan subsidence Setelah semua data masukan telah diisikan dengan benar pada proses pemodelan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan proses running untuk mendapatkan tegangan akibat beban-beban yang bekerja melalui iterasi perhitungan sebanyak maksimal tiga puluh kali iterasi. Apabila terdapat kekeliruan dalam proses pemodelan pipa, maka proses running tidak dapat dilakukan sehingga harus dilakukan koreksi lagi terhadap data-data input model pipa sebagaimana langkah proses pemodelan rute pipa di atas. Kotak informasi bahwa telah terjadi kesalahan dapat digunakan untuk mengetahui jenis kesalahan masukan data dan tempat kesalahan pada pemodelan. Analisis statik digunakan untuk melakukan proses perhitungan akibat bebanbeban statik yang terjadi pada sistem perpipaan misalnya, akibat pembebanan oleh tekanan operasi, temperatur operasi, berat mati dari sistem pipa maupun akibat gaya-gaya eksternal yang bekerja secara statik. Sedangkan analisis dinamik digunakan untuk melakukan perhitungan akibat pembebanan akibat gaya yang bersifat dinamik seperti adanya gampa bumi atau getaran mesin di lokasi plant. 39

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Sistem perpipaan dikatakan telah mengalami kegagalan, salah satu alasannya jika tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Teori Perpipaan 2.1.1 Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANALISIS INTEGRITAS KEKUATAN SISTEM PERPIPAAN PADA TOPSIDE PLATFORM AKIBAT SUBSIDENCE TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: A. Azis Kurniawan 13103006

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan 2 BAB II TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan yang terjadi mempunyai nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 1 dari tegangan yang diijinkan (allowable

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Jadi pada dasarnya sistem

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sejak dahulu manusia sudah mengenal sistem perpipaan, namun penggunaan sistem dan bahannya masih sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan mereka secara pribadi ataupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II

BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II Dalam perancangan, analisa, maupun modifikasi suatu sistem perpipaan ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi khususnya kode standar yang

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Aulia Havidz 1, Warjito 2 1&2 Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya tergantung pada sumbernya di dalam bumi, yang pada umumnya merupakan campuran senyawa kimia dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT ( ROPP ) PERTAMINA BALONGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II 5.10 Abstrak Telah dilakukan analisa tentang tegangan pipa pada turbin Rcc Off

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN 1, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Jln.Almamater Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email: sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit BAB IV ANALISA DAN PEBAHASAN 4.1 Perhitungan Data material pipa API-5L-Gr.65 ditunjukan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan pipe lin esystem di tunjukan pada Tabel 4.. Tabel 4.1

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam sejarah kehidupan umat manusia yang sudah berjalan selama puluhan ribu tahun lamanya, seni mendisain dan membangun jaringan Pemipaan sudah dikenal berabad-abad lalu. Awal mulanya,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis, SIFAT MEKANIK BAHAN Sifat (properties) dari bahan merupakan karakteristik untuk mengidentifikasi dan membedakan bahan-bahan. Semua sifat dapat diamati dan diukur. Setiap sifat bahan padat, khususnya logam,berkaitan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Starta Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Abdul Latif

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari tower DA-501 ke tower DA-401 dijelaskan seperti diagram alir dibawah ini: Mulai Memasukan Sistem Perpipaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mesin CNC turning

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mesin CNC turning 45 BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin CNC Mesin CNC adalah mesin perkakas otomatis yang dapat diprogram secara numerik melalui komputer yang kemudian disimpan pada media penyimpanan. Mesin CNC terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email :sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II 1 Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK

EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK Ir. Budi Santoso, Ir. Petrus Zacharias PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK EVALUASI DISAIN INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihidupkan kembali dengan menggunakan pompa atau gas. Gas lift merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dihidupkan kembali dengan menggunakan pompa atau gas. Gas lift merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumur-sumur minyak yang laju produksinya sudah rendah atau bahkan sudah tidak mampu mengalirkan minyak ke permukaan dapat ditingkatkan / dihidupkan kembali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Alat uji Bending 2.1.1. Definisi Alat Uji Bending Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian kekuatan lengkung (bending)

Lebih terperinci

ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II

ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II ANALISA OVER STRESS PADA PIPA COOLING WATER SYSTEM MILIK PT. XXX DENGAN BANTUAN SOFTWARE CAESAR II TUGAS AKHIR Disusun guna memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Pemodelan Perancangan Sistem Perpipaan Berikut adalah diagram alir perancangan, pembentukan geometri, pemodelan, dan analisa sistem perpipaan. Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

Jurnal Teknika Atw 1

Jurnal Teknika Atw 1 PENGARUH BENTUK PENAMPANG BATANG STRUKTUR TERHADAP TEGANGAN DAN DEFLEKSI OLEH BEBAN BENDING Agung Supriyanto, Joko Yunianto P Program Studi Teknik Mesin,Akademi Teknologi Warga Surakarta ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALISA

BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALISA BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALIA 2.1 Pendahuluan Dalam praktek rekayasa, perancangan dan analisis yang dilakukan terhadap suatu sistem perpipaan harus memenuhi persyaratan serta aturan

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN

BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN BAB III DATA PEMODELAN SISTEM PERPIPAAN Dalam pemodelan sistem perpipaan diperlukan data-data pendukung sebagai input perangkat lunak dalam analisis. Data yang diperlukan untuk pemodelan suatu sistem perpipaan

Lebih terperinci

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah: PEGAS Ketika fleksibilitas atau defleksi diperlukan dalam suatu system mekanik, beberapa bentuk pegas dapat digunakan. Dalam keadaan lain, kadang-kadang deformasi elastis dalam suatu bodi mesin merugikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH PENILAIAN KELAYAKAN PAKAI (FFS ASSESSMENTS) DENGAN METODE REMAINING WALL THICKNESS PADA PIPING SYSTEM DI FLOW SECTION DAN COMPRESSION SECTION FASILITAS PRODUKSI LEPAS PANTAI M2 SKRIPSI OLEH PURBADI PUTRANTO

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Jurnal Fisika Vol. 1 No. 1, Mei 2011 15 PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG H. P. Rahardjo PTNBR

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya 1. PENDAHULUAN Jika ditemukan sumber gas yang baru, maka perlu dipertimbangkan pula untuk mengalirkannya melalui sistem perpipaan yang telah ada. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengadaan sistem

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Mulai

BAB V METODOLOGI. Mulai BAB V METODOLOGI 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen Langkah-langkah proses pemodelan sampai pemeriksaan tegangan pada

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-154 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE Oleh: WIRA YUDHA NATA 4305 100 014 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Didalam sebuah Plant, entah itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di Offshore,

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB II TEORI ANALISA TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II

BAB II TEORI ANALISA TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II BAB II TEORI ANAIA TEGANGAN PIPA DAN PENGENAAN CAEAR II.1. Pendahuluan Untuk merancang sistem pipa dengan benar, kita harus memahami perilaku sistem pipa akibat pembebanan dan regulasi ( kode standard

Lebih terperinci

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah.

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, telah diciptakan suatu alat yang bisa menampung,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem pemipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Perencanaan Interior 2. Perencanaan Gedung 3. Perencanaan Kapal BAB 1 PENDAHULUAN Perencanaan Merencana, berarti merumuskan suatu rancangan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pada mulanya, suatu kebutuhan tertentu mungkin dengan mudah dapat diutarakan secara jelas,

Lebih terperinci