BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pesantren Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Tuanaya et al, 2007). Istilah pesantren sering kali disebut dengan pondok, atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Depag RI (2003) mendefinisikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan keagamaan yang berperan besar dalam pengembangan masyarakat yang meliputi bidang perekonomian dan sosial budaya. Fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama (Mastuhu, 1994). Pondok pesantren menurut Badruzzaman (2009) merupakan salah satu lembaga yang mulai concern terhadap permasalahan ekonomi bangsa ini, mulai menanamkan jiwa kewirausahaan untuk santri-santrinya. Fungsi utama yang diemban setiap pondok pesantren menekankan pada tiga fungsi yaitu; sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of Excellence), sebagai lembaga yang mencetak sumberdaya manusia yang kompeten (Human Resource), dan sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayan pada masyarakat (Agent of Development). Tipologi pesantren secara umum dibedakan menjadi dua macam, yaitu pesantren salafi (tradisional) dan pesantren khalafi (modern). Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah). Selain penerapan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan 1, bandongan 2, dan sistem persekolahan terus 1) Metode sorogan merupakan metode atau cara penyampaian ajaran kitab kuning, dimana santri menyodorkan (sorog) kitab yang akan dibahas dan ustadz (guru) mendengarkan santri tersebut

2 7 dikembangkan dengan mengaplikasikan sistem pendidikan keterampilan (Depag RI, 2003). Pengelompokkan pesantren tersebut kemudian dirinci Daulay (2007) ke dalam pola pesantren yang terdiri dari lima pola. Pesantren yang menerapkan pola I dan II merupakan pola pesantren salafi. Sedangkan pola III, IV, dan V termasuk pola pesantren khalafi. Pesantren pola I merupakan pesantren yang masih terikat kuat dengan dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Pesantren pola II tidak jauh berbeda dengan pesantren pola I, hanya saja dalam pola II sistem yang digunakan adalah sistem klasikal, pengetahuan seseorang tidak diukur dari sejumlah kitab-kitab yang telah dipelajarinya. Pesantren yang menerapkan pola III, IV, dan V merupakan jenis pesantren khalafi. Pesantren pola III adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal yang berciri Islam seperti MA (Madrasah Aliyah) dan MTs (Madrasah Tsanawiyah). Pesantren pola IV, pesantren yang mengutamakan pengajaran ilmu-ilmu keterampilan di samping ilmu-ilmu agama dan bentuk pendidikannya adalah nonformal. Pesantren pola V, merupakan pesantren yang mengintegrasikan sistem pendidikan pada pesantren pola III dan pola IV Pendidikan Wirausaha Agribisnis di Pesantren Pemaknaan pendidikan pesantren terdahulu hanya sebagai pusat pendidikan Islam yang bertempat langgar masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari agar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Akan tetapi, dari tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren (Zuhairini, 1997). Dalam perkembangannya, pesantren banyak mengalami perubahan terutama pada sistem pendidikannya. Proses modernisasi pesantren adalah upaya dalam menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Pondok pesantren saat ini mempunyai kecenderungan baru kemudian beliau (guru) akan memberikan komentar dan bimbingan yang dianggap perlu oleh santri. (Depag RI, 2003). 2) Metode bandongan atau wetonan adalah cara penyampaian kitab kuning dimana seorang ustadz, kyai membacakan dan menjelaskan isi ajaran kitab kuning, sementara santri mendengarkan, memaknai, dan menerima. (Ibid).

3 8 dalam rangka renovasi sistem pendidikan yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan dapat dilihat di pesantren modern antara lain adanya metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program, kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Hasbullah, 2006). Salah satu bentuk renovasi pendidikan di pesantren adalah diterapkannya pendidikan yang mengajarkan peserta didik (santri) tentang keterampilan dan berwirausaha. Pendidikan tersebut di pesantren dikenal dengan pendidikan wirausaha (kejuruan). Pendidikan keterampilan kejuruan (wirausaha) dikembangkan di pondok pesantren untuk kepentingan dan kebutuhan para santri sebagai modal menjadi pengusaha yang mandiri, berkompeten, dan berkepribadian Islam (Depag RI, 2003). Sedangkan menurut Sudrajat (2001) pendidikan wirausaha bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan keterampilan sebagai wirausaha. Tujuan pendidikan wirausaha tersebut selaras dengan tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu (1994), yaitu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian muslim, yakni kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti halnya seorang Rasul, mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam keyakinan, menyebarkan agama Islam ke tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Pendidikan wirausaha terintegrasi dalam proses pembelajaran. Artinya, pendidikan wirausaha merupakan penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan kedalam pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh adalah kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha, dan pembiasaan nilainilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran wirausaha, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan serta menjadikannya perilaku (Sudrajat, 2011).

4 9 Pendidikan wirausaha yang diterapkan di pesantren lebih banyak mengarahkan pada bidang agribisnis. Karena lokasi pesantren yang mayoritas berada di daerah pedesaan. Sebagaimana yang disebutkan (Depag RI, 2003), mengenai ketersediaan lahan yang menjadi modal dalam penerapan pendidikan wirausaha agribisnis dan adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan perekonomian pedesaan melalui hasil-hasil pertaniannya. Pendidikan wirausaha agribisnis tersebut meliputi pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Jenis pendidikan pesantren yang menitikberatkan pada aspek keterampilan merupakan jenis pendidikan nonformal. Makna pendidikan pesantren yang nonformal oleh Mastuhu (1994) merupakan komplemen dan suplemen pada keterampilan dan kemampuan yang telah dimiliki oleh anak didik agar lebih mampu melayani kebutuhan yang semakin meningkat sehubungan dengan semakin kompleksitasnya tantangan pekerjaan yang dihadapinya. Dari makna pendidikan pesantren tersebut, maka pendidikan pesantren nonformal lebih mengacu pada sistem pendidikan orang dewasa. Sistem pendidikan ini didefinisikan Darkenwald dan Merriam (1982) dalam Mugniesyah (2006) bukan hanya sebagai pendidikan dewasa yang menyiapkan orang untuk hidup, tetapi lebih kepada membantu orang dewasa untuk hidup lebih berhasil. Karenanya pendidikan orang dewasa dimaksudkan untuk membantu orang dewasa dalam meningkatkan kompetensi. Pendidikan orang dewasa menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006) mempunyai tujuh prinsip dalam proses belajar mengajar yaitu Pertama, prinsip belajar aktif yang merupakan prinsip belajar mengajar dimana peserta didik akan belajar lebih cepat dan efektif jika mereka dilibatkan dalam proses belajar secara efektif atau learning by doing. Kedua, prinsip materi belajar bermakna, peserta didik akan efektif jika dapat menghubungkan materi pelajaran yang dipelajarinya dengan pengetahuan yang mereka miliki. Ketiga, prinsip belajar multi-indera, yaitu metode belajar yang akan efektif jika menggunakan dua atau lebih indera. Keempat, prinsip kesan pertama dan terakhir, kecenderungan peserta didik dalam mengingat sesuatu yang mereka pelajari adalah pada waktu pertama dan terakhir pengajaran. Kelima, prinsip praktek dan

5 10 penguatan, proses belajar mengajar akan efektif jika penerapan keterampilan dan pengetahuan dilakukan secara lebih sering. Keenam, prinsip umpan balik, belajar efektif akan terdorong jika pendidik dan peserta didik (pembelajar) berbagi umpan balik satu sama lain. Prinsip terakhir adalah prinsip imbalan (reward), pemberian imbalan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar Santri dan Karakteristiknya Santri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) adalah orang yang mendalami agama Islam di pondok pesantren. Akan tetapi, istilah santri sebenarnya tidak hanya terbatas pada murid yang belajar di sebuah pondok pesantren. Istilah santri menurut Mas ud (2007) memiliki arti luas dan fleksibel, yang berarti tidak terbatas pada orang yang telah tinggal di pesantren, namun juga pada orang yang cenderung diidentifikasikan sebagai santri, dimana kepercayaan terhadap Islam adalah bagian terpenting dalam hidupnya. Definisi santri Mas ud (2007) tidak jauh berbeda dengan definisi Purwoko (2007) yang mengacu pada teori Geertz (1983), santri dalam masyarakat Jawa mencerminkan kehidupan keberagaman sebagian besar orang Jawa yang taat kepada ajaran Islam. Santri sebagai kategori masyarakat tidak dapat dilepaskan dari asal usul istilahnya yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu shastri, yang berarti orang yang memahami kitab suci agama Hindu (Geerz, 1960). Santri dalam tradisi pesantren oleh Madjid (1990) dibedakan menjadi dua, yaitu santri mukim 3 dan santri kalong 4. Santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pondok pesantren, sedangkan santri kalong merupakan santri yang berasal dari sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap di pondok pesantren. Perbedaan pembinaan santri mukim dengan santri kalong, hanya terletak pada tempat tinggal dan waktu dalam kegiatan di pondok pesantren. Santri mukim bertempat tinggal di pondok pesantren dan mempunyai waktu di pondok 24 jam. Sedangkan santri kalong berada di pondok ketika terjadi proses pembelajaran. 3) Santri mukim yang dimaksudkan adalah para santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga santri tersebut tinggal dan meneta di pondok (asrama) pesantren. (Depag RI, 2003). 4) Sedangkan santri kalong merupakan santri yang berasal dari wilayah sekitar pesantren sehingga mereka tidak perlu tinggal dan menetap di pondok, mereka nglaju (bolak-balik) dari rumahnya masing-masing. (Ibid).

6 11 Karakteristik santri menurut Maman (2008) merupakan latar belakang sosial ekonomi serta atribut yang inheren dalam diri santri yang meliputi: (a) umur, (b) pendidikan formal, (c) pekerjaan orang tua, (d) pelatihan keterampilan bisnis sebelum masuk pesantren, dan (e) lama tinggal di pesantren. Sedangkan karakteristik santri menurut Purwoko (2007) meliputi: jenis pesantren, usia, jenis kelamin, latar belakang keluarga, lama pendidikan di pondok, motivasi santri, lingkungan pembelajaran pondok, intensitas hubungan kyai dan santri, intensitas membaca, pendidikan sebelum mondok, asal daerah, dan suku bangsa Kompetensi Wirausaha Santri pada Usaha Sapi Potong Kompetensi menurut Maman (2005) merupakan sebuah kontinum antara pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan keahlian dengan karakterisrik dasar seseorang, seperti motif, nilai, sikap, dan konsep diri yang akan mendorong kinerja. Kata kompetensi secara umum oleh Suparno (2001) diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau sebagai kemampuan dalam keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Kompetensi menurut Robbins (1996) dalam Muatip (2008) terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: kompetensi teknis, antarpribadi (sosial), dan pemecahan masalah terkait usahanya (manajerial). Kompetensi teknis diperlukan karena perkembangan teknologi yang semakin cepat. Kompetensi antarpribadi (sosial) berguna untuk memperbaiki interaksi, komunikasi, dan menghargai keanekaragaman budaya. Kompetensi manajerial bertujuan mempertajam logika, penalaran, dan keterampilan mendefinisikan masalah, maupun menilai sebab akibat, mengembangkan alternatif, menganalisis alternatif, dan memilih pemecahan. Konsep wirausaha pertama ditemukan oleh ekonom Perancis Jean Baptista Say ( ) yang terkenal dengan hukum ekonominya yaitu hukum Say the supply of goods is always matched by the demand for them. Say memberi arti entrepreuner sebagai usaha yang selalu memindahkan segala sumberdaya ekonomi ke wilayah (usaha ekonomi) yang lebih produktif dan berpenghasilan lebih besar (Widodo, 2005). Sedangkan wirausaha menurut Riyanti (2003) menekankan pada kemampuan mengambil risiko pribadi, bertanggung jawab

7 12 penuh atas setiap tindakannya, dan kreatif dalam menerapkan atau menggunakan potensinya. Kompetensi wirausaha menurut Maman (2008) merupakan nilai, motif, sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mendorong seseorang untuk berwirausaha. Kompetensi wirausaha juga diartikan sebagai sejumlah unsur yang pada intinya terbagi menjadi dua dimensi, yaitu hardskill dan softskill. Kompetensi wirausaha santri menurut Maman (2008) merupakan kemampuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan usaha serta kecenderungan yang bersifat motivasional untuk menjadi pengusaha. Kompetensi wirausaha yang dimiliki santri oleh Maman (2008) terdiri dari pengetahuan, keterampilan, minat, dan sikap mental berwirausaha. Unsur pengetahuan dan keterampilan terdiri dari: pengetahuan tentang peran berhitung dalam perencanaan usaha, kemampuan berkomunikasi, mengelola sumberdaya dan waktu, bekerja dalam tim (team work), kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, serta keterampilan dasar-dasar manajerial untuk merencanakan produksi, segmen pasar, dan melakukan pemasaran produk. Peranan seseorang dalam menjalankan usaha ternak menurut Mosher (1981) dalam Muatip (2008) ada dua peranan, yaitu sebagai juru tani ternak (cultivator) dan sekaligus sebagai pengelola (manager). Seseorang dituntut memiliki kompetensi wirausaha yang meliputi kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. Kompetensi-kompetensi ini diperlukan agar seseorang yang berwirausaha ternak mampu menjalankan perannya sebagai juru tani ternak yang handal dan manajer yang mampu memimpin usahanya secara baik (Muatip, 2008). Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor pascaproduksi, meliputi pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dalam penelitian ini, agribisnis yang dikaji adalah agribisnis peternakan sapi potong. Agribisnis sapi potong dalam budidaya (pengelolaan ternak sapi potong), membutuhkan kompetensi teknis yang meliputi pemilihan bibit, perkandangan,

8 13 pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan (Yusuf, 2010). Dalam kompetensi manajerial usaha ternak sapi menurut Muatip (2008) membutuhkan kemampuan melakukan perencanaan usaha, mengkoordinasi bidang-bidang yang menjadi tanggungjawabnya, pengawasan, evaluasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bermitra, mengatasi kendala usaha, dan memanfaatkan peluang usaha. Sedangkan Yusuf (2010), hanya menyebutkan dua kompetensi manajerial yaitu perencanaan usaha dan evaluasi usaha. 2.2 Kerangka Pemikiran Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf sebagai suatu lembaga pendidikan keagamaan sekaligus lembaga kemasyarakatan memiliki program pendidikan yang dapat menyelenggarakan pendidikan wirausaha agribisnis secara intensif kepada santrinya selama satu tahun. Sebagian besar santri yang bermukim di Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf berasal dari beragam latar belakang, baik dari individu itu sendiri maupun dari keluarganya. Kompetensi wirausaha santri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor internal yaitu karakteristik santri dan faktor eksternal yaitu pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan Perwira Aba. Kompetensi wirausaha santri pada usaha sapi potong dalam penelitian ini meliputi kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. Karakteristik individu dari para santri terdiri dari umur, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan, pengalaman berwirausaha sebelum masuk pesantren, dan motivadi mengikuti pendidikan. Hal ini terkait teori Staw (1991) dalam Riyanti (2003) tentang karakteristik individu yang mempengaruhi kompetensi wirausahanya. Pertama, umur (usia) seseorang dapat mempengaruhi kompetensi dalam berwirausaha, karena menurut Staw (1991) dalam Riyanti (2003) semakin bertambahnya usia seseorang yang berwirausaha maka semakin banyak pengalaman di bidang usahanya dan usia sangat terkait dengan keberhasilan sebuah usaha. Kedua, pekerjaan orang tua berpengaruh pada kompetensi wirausaha seseorang. Staw (1991) dalam Riyanti (2003) membuktikan bahwa wirausahawan mempunyai orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai

9 14 wirausaha. Kemandirian dan fleksibilitas yang ditularkan oleh orang tua akan melekat dalam diri anak-anaknya sejak kecil. Relasi dengan orang tua yang berwirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang menjadi wirausaha. Ketiga, tingkat pendidikan memainkan peranan penting dalam berwirausaha. Berdasarkan pendapat para ahli, pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan usaha dengan asumsi bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola usaha. Keempat, pengalaman berwirausaha sebelumnya juga mempengaruhi kompetensi wirausahanya. Staw (1991) dalam Riyanti (2003) berpendapat bahwa pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan indikator terbaik dalam berwirausaha, terutama bila bisnis baru itu berkaitan dengan pengalaman bisnis sebelumnya. Karakteristik individu yang lain, yang juga mempunyai pengaruh dalam berwirausaha adalah motivasi. Motivasi menurut Djiwandono (2006) merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting dalam belajar. Motivasi mempunyai intensitas dan arah (direction). Pendidikan wirausaha agribisnis di pesantren juga memiliki pengaruh terhadap kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam usaha ternak sapi potong, yang meliputi lingkungan belajar di pesantren, materi pembelajaran, tujuan pendidikan, metode pendidikan, dan materi pendidikan sebagaimana yang disebutkan Mastuhu (1994) dan Arifin (2008). Pertama, lingkungan kehidupan pesantren oleh Mastuhu (1994) sangat mempengaruhi pendidikan di pesantren. Konsep lingkungan kehidupan pesantren ini meliputi lingkungan kehidupan masyarakat dalam pesantren, baik lingkungan fisik maupun non fisik yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian anak didik atau santri. Hal ini diperkuat oleh Arifin (2008), dimana lingkungan merupakan sarana untuk mengembangkan fitrah (potensi) manusia. Potensi tersebut merupakan faktor pembawaan sejak manusia lahir yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Apabila lingkungan lebih kondusif untuk mengembangkan fitrah secara maksimal, akan terjadi perkembangan yang positif. Sebaliknya, jika lingkungan bersifat destruktif, maka akan terjadi perkembangan yang negatif. Kedua, kurikulum menurut Arifin (2008) mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang

10 15 telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan. Ketiga, tujuan menurut Arifin (2008) merupakan faktor terpenting dalam proses kependidikan, karena pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidakmenentuan dalam prosesnya. Keempat, metode menurut Arifin (2008) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena metode menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Metode pendidikan yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Fasilitas pendidikan oleh Mastuhu (1994) merupakan alat-alat yang sangat menunjang dalam proses belajar mengajar di pesantren. Oleh karena itu, kerangka pemikiran dalam penelitian ini lebih jelasnya, dapat dilihat dalam Gambar 1. Karakteristik Santri Umur Pekerjaan orang tua Tingkat pendidikan Pengalaman berwirausaha sebelum masuk pesantren Motivasi mengikuti pendidikan Pendidikan Wirausaha Agribisnis Lingkungan belajar di pesantren Materi pembelajaran Tujuan pendidikan Metode pendidikan Fasilitas pendidikan Kompetensi Wirausaha Santri pada Usaha Sapi Potong Kompetensi teknis Kompetensi manajerial Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: : mempengaruhi

11 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Diduga karakteristik individu santri berhubungan positif yang signifikan dengan kompetensi wirausaha santri baik kompetensi teknis maupun kompetensi manajerial pada usaha sapi potong. 2. Diduga pendidikan wirausaha agribisnis berhubungan positif yang signifikan dengan kompetensi wirausaha santri baik kompetensi teknis maupun kompetensi manajerial pada usaha sapi potong. 2.4 Definisi Operasional Berdasarkan kerangka pemikiran, maka definisi operasional masingmasing variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Karakteristik santri merupakan latar belakang sosial ekonomi serta atribut yang inheren dalam diri santri yang meliputi: a) Umur adalah usia hidup santri sejak lahir sampai pelaksanaan pengambilan data, dihitung dalam satuan tahun. Pengkategorian umur menggunakan skala ordinal, dengan kategori: 1. Muda (16 19 tahun), skor = 1 2. Sedang (20-22 tahun), skor = 2 3. Tua (22 26 tahun), skor = 3 b) Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan yang pernah atau sedang dialami orang tua santri. Dikategorikan menjadi dua dengan skala ordinal, yaitu: 1. Non-wiraswasta (Bukan pengusaha), skor = 1 2. Wiraswasta (pengusaha), skor = 2 c) Tingkat pendidikan santri adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang terakhir diikuti oleh santri, dikategorikan menjadi: 1. Rendah, tamat SD/MI dan sederajat 2. Sedang, tamat SLTP/MTs dan sederajat 3. Tinggi, tamat SMA/MA dan sederajat. d) Pengalaman berwirausaha adalah pengalaman santri terkait dalam kegiatan wirausaha sebelum masuk pesantren, dihitung dalam satuan tahun. Dikategorikan menjadi:

12 17 1. Rendah (belum pernah atau 0 tahun), skor = 1 2. Sedang (1 2 tahun), skor = 2 3. Tinggi ( > 2 tahun), skor = 3 e) Motivasi mengikuti pendidikan adalah tujuan santri sebelum memutuskan untuk mengikuti pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba. Pengkategorian menggunakan skala ordinal dengan kategori; 1. Rendah, jika motivasi berdasarkan paksaan orang tua, skor = 1 2. Sedang, jika ikut-ikutan teman, skor = 2 3. Tinggi, jika motivasi dari diri sendiri, skor = 3 2. Pendidikan wirausaha agribisnis merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar tentang kewirausahaan di bidang agribisnis (pertanian) yang diterapkan di pesantren. Pengukuran pendidikan wirausaha agribisnis diukur dari penilaian santri yang meliputi aspek: a) Lingkungan belajar di pesantren merupakan penilaian santri tentang situasi dan kondisi di pesantren dan sekitar pesantren. Pertanyaan lingkungan di pesantren meliputi dukungan santri dalam kemudahan memperoleh informasi mengenai kegiatan bisnis melalui media koran, media televisi, dan internet. Dukungan teman-teman di pesantren untuk mengikuti pendidikan, dukungan guru-guru (asatidz) dalam pelaksanaan program pendidikan, dan dukungan masyarakat dalam kelancaran praktek pendidikan. Setiap jawaban yang diperoleh, dijumlahkan kemudian dikategorikan. Pengkategorian lingkungan belajar di pesantren terdiri dari: 1. Kurang mendukung, dengan nilai Cukup mendukung, nilai Sangat mendukung, nilai b) Materi pembelajaran adalah penilaian mengenai manfaat dan pemahaman santri terhadap mata ajaran meliputi materi keislaman, keterampilan agribisnis, dan kewirausahaan. Pengkategorian materi pembelajaran terdiri dari:

13 18 1. Kurang bermanfaat, dengan nilai Cukup bermanfaat, nilai Sangat bermanfaat, nilai c) Tujuan pendidikan adalah penilaian santri mengenai kesesuian tujuan pada setiap materi pelajaran, meliputi tujuan materi keislaman, tujuan materi keterampilan agribisnis, dan tujuan materi kewirausahaan dengan kebutuhan belajar santri. Pengkategorian tujuan pendidikan terdiri dari: 1. Kurang sesuai, dengan nilai Cukup sesuai, nilai Sangat sesuai, nilai d) Metode pendidikan adalah penilaian santri tentang ketepatan cara/teknik yang diterapkan pihak pesantren dalam kegiatan belajar mengajar meliputi praktek keterampilan bisnis dan cara ustadz (guru) menyampaikan pelajaran. Pengkategorian metode pendidikan terdiri dari: 1. Kurang tepat, dengan nilai Cukup tepat, nilai Sangat tepat, nilai e) Fasilitas pembelajaran adalah penilaian santri terhadap ketersediaan fasilitas pesantren meliputi jumlah dan kualitas buku/kitab di pesantren dan alat penunjang belajar. Pengkategorian fasilitas pendidikan terdiri dari: 1. Kurang baik, dengan nilai Cukup baik, nilai Sangat baik, nilai Kompetensi wirausaha santri adalah kemampuan santri dalam berwirausaha yang terkait dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerialnya.

14 19 a) Kompetensi teknisnya adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki santri dalam budidaya ternak sapi potong sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. - Pengetahuan budidaya ternak sapi potong meliputi pengetahuan pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan. - Keterampilan budidaya ternak sapi potong meliputi keterampilan pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan. b) Kompetensi manajerialnya adalah pengetahuan dan keterampilan santri terkait perencanaan usaha, mengatasi risiko usaha, komunikasi, membangun jaringan, dan evaluasi usaha dalam usaha ternak sapi potong. - Perencanaan usaha, merupakan pedoman dalam menjalankan suatu bisnis yang meliputi pada perencanaan produksi, modal, pemasaran, dan keuangan. - Mengatasi risiko usaha, merupakan cara santri dalam mengantisipasi risiko usahanya meliputi metode mengatasi risiko produksi, risiko modal, risiko sumberdaya, dan risiko adanya kebijakan pemerintah. - Komunikasi merupakan interaksi santri dengan orang lain dalam menjalankan usahanya yang meliputi komunikasi dengan pembeli, penjual, peternak sapi lainnya, dan pemilik modal. - Membangun jaringan dalam penelitian ini merupakan cara santri bekerjasama dengan pihak yang terlibat dalam usahanya meliputi kerjasama dengan pemilik modal, toko saprodi, dan peternak lainnya. - Evaluasi usaha merupakan penilaian akhir santri terhadap usahanya meliputi evaluasi permodalan, produktivitas ternak, prestasi kerja, dan pengembangan usaha. Pengukuran kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam pengetahuan menggunakan indikator pengukuran pilihan benar salah dari setiap soal yang diberikan.

15 20 1. Jika jawaban salah, skor = 0 2. Jika jawaban benar, skor = 2 Pengukuran kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam keterampilan menggunakan Indikator pengukuran dengan menggunakan skala ordinal. 1. Tidak mudah, skor = 1 2. Cukup mudah, skor = 2 3. Mudah, skor = 3 4. Sangat mudah, skor = 4 Pengkategorian kompetensi wirausaha santri diperoleh dengan menjumlahkan pengetahuan dan keterampilan masing-masing kompetensi kemudian dicari nilai selangnya. Penentuan nilai selang dilakukan dengan cara berikut: ST ; dengan SD =, dimana S 2 = SA = nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan skor max SB = nilai skor lebih kecil dari ST dengan skor min Keterangan: ST = Selang tengah Skor min = penjumlahan skor kuesioner terendah dari semua item jawaban kuesioner Skor max = penjumlahan skor kuesioner tertinggi dari semua item jawaban kuesioner SA = Selang atas Nilai selang sedang (tengah) yang didapatkan dari rumus selang di atas adalah 72 x 93. Pengkategorian kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial terdiri dari: 1. Rendah, jumlah skor jawaban berada pada selang bawah (25 x 71) 2. Sedang, jumlah skor jawaban berada pada selang tengah (72 x 93) 3. Tinggi, jumlah skor jawaban berada pada selang atas (93 x 140)

BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK SANTRI DENGAN KOMPETENSI WIRAUSAHA SANTRI PADA USAHA SAPI POTONG

BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK SANTRI DENGAN KOMPETENSI WIRAUSAHA SANTRI PADA USAHA SAPI POTONG 51 BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK SANTRI DENGAN KOMPETENSI WIRAUSAHA SANTRI PADA USAHA SAPI POTONG Kompetensi wirausaha dalam usaha sapi potong mempunyai variabelvariabel yang berhubungan positif dan signifikan.

Lebih terperinci

BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF

BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 31 BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 5.1 Profil Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan di Pesantren Wirausaha Agrobisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini membutuhkan sumberdaya manusia berkompeten dan mempunyai kompetensi spiritual yang baik. Terjadinya kasus-kasus korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusiaa, pendidikan adalah hak setiap warga negara sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang akan berpengaruh

Lebih terperinci

Pondok Pesantren Modern di Semarang BAB I PENDAHULUAN

Pondok Pesantren Modern di Semarang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan kompleksitas pada permasalahan global seperti sekarang ini, diperlukan penyiapan sumber daya manusia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Pondok Pesantren Al-Ittifaq mendidik para santri dengan ilmu berwirausaha agribisnis di samping

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan sebelum adanya lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kemajuan manusia. Pendidikan berfungsi menyiapkan generasi yang terdidik, mandiri dan memiliki keterampilan

Lebih terperinci

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari jawaban responden

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari jawaban responden 81 5.2. Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari jawaban responden sebelum penelitian berlangsung kepada 30 responden santri Pondok Sunan Drajat. 5.2.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai suatu tujuan, membentuk pribadi muslim seutuhnya, yang mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasan, keaslian (indegeneous) Indonesia (Madjid, 1997: 3). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasan, keaslian (indegeneous) Indonesia (Madjid, 1997: 3). Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Sebagai bagian lembaga pendidikan nasional, kemunculan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang banyak tumbuh di pedesaan dan perkotaan. Sebagai kerangka sistem pendidikan Islam tradisional, pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Organisasi adalah sekumpulan orang yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan kata lain organisasi adalah suatu unit sosial yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA Adanya sebuah lembaga pendidikan agama Islam, apalagi pondok pesantren dalam

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PONDOK PESANTREN DAN MAJELIS TAKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah tumpuan sebuah bangsa menuju persaingan global. Di dalam pendidikan banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional

BAB I PENDAHULUAN. tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan agama Islam yang tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional Indonesia yang eksistensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I ini dipaparkan tentang : a. Konteks Penelitian, b. Fokus Penelitian, c. Tujuan Penelitian, d. Kegunaan Penelitian, e. Hasil Penelitian, f. Penegasan Istilah, dan g. Sistematika

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa. Sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum pada Bab I ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah,

I. PENDAHULUAN. Secara umum pada Bab I ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, I. PENDAHULUAN Secara umum pada Bab I ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Hal lain yang perlu dibahas pada bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring

Lebih terperinci

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak yang cukup memperhatikan berbagai kegiatan dan permasalahan yang ada di bidang pendidikan. Melalui kegiatan pendidikanakant erbentuk kualitas sumber

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 84 BAB IV ANALISIS DATA A. Implementasi UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 terhadap Pengembangan Kurikulum di Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Persaingan dalam dunia perekonomian kini telah melanda berbagai penjuru dunia. Sebagian orang terjebak dalam egonya untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, pendidikan merupakan segala situasi hidup yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan meningkat dan bervariasinya kebutuhan manusia. Hal tersebut mendorong tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap individu maupun organisasi dalam konteks apapun pasti memerlukan perencanaan (planning). Perencaanan tersebut tidak hanya dimiliki oleh orang-orang

Lebih terperinci

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN 14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan manusia, pendidikan mempunyai peran penting dalam usaha membentuk manusia yang berkualitas. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagian besar bertumpu salah satunya pada sektor pendidikan dan pembangunan pribadi manusia khususnya untuk membentuk akhlakulkarimah

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan berlangsung

Lebih terperinci

PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA

PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA e-issn: 2548-9542 PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA Program Studi Teknik Grafika, Politeknik Negeri Media Kreatif PSDD Medan e-mail : gunawan@yahoo.com Abstrak Pondok pesantren

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota Pontianak. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, I. PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG A. Analisis Implementasi Sekolah Berbasis Pesantren di SMP Darul Ma arif Banyuputih Kabupaten Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN BAB V PEMBAHASAN A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin Kedisiplinan adalah kata kunci keberhasilan pendidikan. Kedisiplinan erat kaitannya dengan kepemimpinan, yang dalam organisasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan peserta didik maka ia dituntut untuk memiliki kecakapan holistik dan profesionalisme yang tinggi. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah bahwa: Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa, yaitu untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berpotensi. Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan menusia, dengan iman dan pendidikan manusia akan mencapai kehidupan yang bahagia

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BACA TULIS AL QUR AN BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat pada saat ini. Sejalan dengan itu persaingan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Penguasaan teori pengetahuan tentang kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar mengoptimalkan bakat dan potensi anak untuk memperoleh keunggulan dalam hidupnya. Unggul dalam bidang intelektual, memiliki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan, dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdirinya perusahaan-perusahaan perunggasan. Peternakan unggas, utamanya

BAB I PENDAHULUAN. berdirinya perusahaan-perusahaan perunggasan. Peternakan unggas, utamanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju saat ini ternyata membawa pengaruh berbagai kemajuan dalam segala bidang kehidupan dinegara ini, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang membangun, melalui pembangunan, Indonesia dapat sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. Untuk melakukan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL I. UMUM Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zainal Arifin mengatakan bahwa arti pendidikan secara istilah adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah shalat dalam membina kepribadian siswa di SMA merupakan program yang dirancang sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh Pondok Pesantren Al Huda. Dalam Menuntaskan Wajib Belajar 9 Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. A. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh Pondok Pesantren Al Huda. Dalam Menuntaskan Wajib Belajar 9 Tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh Pondok Pesantren Al Huda Dalam Menuntaskan Wajib Belajar 9 Tahun Pondok pesantren al huda adalah salah satu dari beberapa tempat menimba ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena keberhasilan pendidikan sebagai faktor penentu tercapainya tujuan

Lebih terperinci

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya sangat penting dalam sejarah perkembangan agama Islam dan juga perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekat pendidikan menurut Driyarkara adalah mendidik dan dididik merupakan perbuatan fundamental, yaitu yang mengubah dan menentukan hidup manusia. Isi perbuatan fundamental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek kehidupan menjadi masalah nasional. Tidak hanya bidang sosial

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek kehidupan menjadi masalah nasional. Tidak hanya bidang sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan bangsa Indonesia saat ini begitu kompleks, hampir dari semua aspek kehidupan menjadi masalah nasional. Tidak hanya bidang sosial ekonomi saja, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah adalah sarana dan prasarana sebagai fasilitas yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 106 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber daya manusia merupakan penggerak utama dalam suatu organisasi. Keberhasilan organisasi akan bergantung pada kinerja dan performa seluruh manusia yang ada di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalir begitu cepat ini memberikan pengaruh terhadap perilaku peserta

BAB I PENDAHULUAN. mengalir begitu cepat ini memberikan pengaruh terhadap perilaku peserta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang berlangsung pada saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku peserta didik. Perubahan yang sangat cepat dirasakan

Lebih terperinci

Pondok Pesantren Modern berwawasan lingkungan di Semarang

Pondok Pesantren Modern berwawasan lingkungan di Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Pondok Pesantren Modern berwawasan lingkungan di Semarang Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kepribadian dan perilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kepribadian dan perilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang dialami bangsa Indonesia tidak hanya krisis ekonomi maupun politik, tapi lebih dari itu, bangsa kita tengah mengahadapi krisis karakter atau jati diri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Pendidikan dapat diartikan usaha sadar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Pendidikan dapat diartikan usaha sadar yang dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan dapat diartikan usaha sadar yang dilakukan dengan sengaja sistematis untuk mendorong, membantu dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya

Lebih terperinci