Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet"

Transkripsi

1 Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet SKRIPSI Diajukan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Di Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Oleh : Widianto Nugroho NIM Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung 1999

2 Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet SKRIPSI Diajukan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Di Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Oleh : Widianto Nugroho NIM Dosen Pembimbing : Drs. Yustiono Drs. Armahedi Mahzar, M.Sc. Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung 1999

3 Lembar Pengesahan Skripsi Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet Skripsi oleh Widianto Nugroho Disetujui dan disahkan : Drs. Yustiono Pembimbing Tanggal Drs. Armahedi Mahzar, M.Sc. Pembimbing Tanggal Dr. Abay D. Subarna Koordinator Tanggal Tanggal Lulus Oktober 1999

4 u n t u k Ayah (Alm.), Ibu dan kakakku, dan untuk De Aam

5 Kata Pengantar Puji syukur penulis ucapkan kapada Allah SWT atas rahmat yang diberikannya sehingga skripsi yang berjudul Situs Web Seni Rupa Bandung di Internet ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan persyaratan untuk mencapai gelar sarjana pada Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Situs Web Seni Rupa Bandung adalah suatu situs web dalam jaringan Internet yang berisi informasi mengenai dunia seni rupa di Bandung. Implementasi penyajian informasi tersebut di situs web dibagi-bagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut: 1. Introduksi mengenai seni rupa di Bandung. Bagian ini berisi informasi mengenai ciri atau karakteristik seni rupa di Bandung. 2. Direktori Perupa. Bagian ini berisi informasi mengenai para perupa yang tinggal dan bekerja di Bandung. 3. Info Galeri. Bagian ini berisi informasi mengenai galeri dan museum seni rupa yang terdapat di Bandung. 4. Kalender Kegiatan. Bagian ini berisi informasi mengenai jadwal kegiatan seni rupa seperti pameran, diskusi dan lain sebagainya yang diselenggarakan di Bandung. 5. Web Project. Bagian ini berisi informasi menganai karya-karya eksperimental dari para perupa Bandung yang menggunakan WWW atau World Wide Web sebagai media. Penulisan skripsi ini merupakan dokumentasi dari kegiatan tahap awal pembuatan situs web dimana pengumpulan dan penyajian informasi hanya sampai pada dua bagian pertama dari keseluruhan bagian di atas yaitu Introduksi dan Direktori Perupa. Karena keterbatasan waktu, tidak semua perupa di Bandung ditampilkan dalam Direktori Perupa. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Ketua Jurusan Seni Murni FSRD ITB Bapak Drs. Bambang Prasetyo, beserta staf. Bapak Drs. Yustiono dan Bapak Drs. Armahedi Mahzar, MSc., selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini. Bapak Dr. Abay D. Subarna selaku Koordinator Skripsi. Bapak Drs. Lengganu, Bapak Drs. Bambang Prasetyo, Bapak Drs. Hendrawan Riyanto, dan Bapak Drs. Asmudjo J. Irianto selaku dosendosen di Studio Seni Keramik Jurusan Seni Murni FSRD ITB yang masingmasing pernah menjadi dosen wali selama penulis menjadi mahasiswa.

6 Bapak Dr. Ir. Onno W. Purbo selaku Kepala UPT Perpustakaan ITB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mempelajari jaringan komputer dan teknologi Internet di Perpustakaan Pusat ITB. Bapak Drs. Mahmudin dan Staf Perpustakaan Pusat ITB. Bapak Drs. Tisna Sanjaya, Dipl.Art. atas pinjaman buku-buku seni rupa. Ir. Ismail Fahmi, Ir. Joko Yuliantoro dan CNRG ITB. Ibu Dedeh, Ibu Teni dan Staf Tata Usaha Jurusan Seni Murni FSRD ITB. Staf Perpustakaan FSRD ITB. Pengelola Beasiswa ITB atas beasiswa yang terus-menerus penulis terima selama menjadi mahasiswa ITB. Ibunda Sartiah, kakanda Anto, adik-adik dan Lik Johar atas dukungan dan doanya. Adinda Aam Rahmawati, S.Si., Apt. dan keluarga di Kuningan, terima kasih atas doa dan kesabarannya. Rekan-rekan Team Digital Library ITB: Eldi, Nuri, Wahyu, Faisal, Azrul dan Revi. Rekan-rekan Network/System Administrator Perpustakaan Pusat ITB dan CyberLib. Rista, Andrianto, Agus, Oman, Ali, Wisnu, Rifki, Ari, Agille, Erwin, Dikdik dan seluruh sahabat atas dukungannya selama ini. Tanto dan Ivan di Galeri Soemardja. Rekan-rekan mahasiswa Studio Seni Keramik FSRD ITB. Rekan-rekan mahasiswa FSRD angkatan 92 yang telah lama lulus dan meninggalkan penulis. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bandung, Oktober 1999 Penulis

7 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi.. Daftar Perupa... Daftar Gambar..... BAB I Pendahuluan Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup Masalah Metode Penyelesaian Masalah... BAB II Tinjauan Sejarah dan Estetik Seni Rupa di Bandung Tinjauan Singkat Sejarah Seni Rupa Bandung Masa Kolonial dan Perjuangan Kemerdekaan Pendidikan Tinggi Seni Rupa dan Peranan Sanggarsanggar dalam Perkembangan Seni Rupa di Bandung Latar Belakang Politis dalam Perbenturan Mahzab Kesenian Kelompok Decenta 2.2 Tinjauan Estetik Seni Rupa Bandung Gaya Formalisme dalam Seni Rupa Bandung Tema Religius (Islam) dalam Seni Rupa Bandung Keragaman Media dan Perkembangan Seni Rupa Kontemporer di Bandung.. Hal. -i -iii -vi -viii

8 BAB III Data Mengenai Para Perupa di Bandung 26 BAB IV BAB V 3.1 Data Perupa di Bandung 25 Analisa Mengenai Seni Rupa di Bandung dan Arahan Penyusunan Situs Web Seni Rupa Bandung Situasi dan Kondisi Kesenirupaan di Bandung Peranan Lembaga Pendidikan Tinggi Seni Rupa Kecenderungan Umum dalam Karya Para Perupa di Bandung Peranan Para Akademisi Seni Rupa di Bandung Dinamika Kehidupan Seni Rupa di Bandung 4.3 Arahan dalam Penyusunan Situs Web Seni Rupa Bandung... Perancangan danpembuatan Situs Web Seni Rupa Bandung Internet Sejarah Internet Konsep Internet dan Jaringan Komputer TCP/IP (Transmission Control Protocol dan Internet Protocol) Alamat IP dan Nama Domain URL (Uniform Resource Locator) World Wide Web HTML (Hypertext Markup Language) Organisasi Situs Web 5.2 Perancangan dan Pembuatan Situs Web Seni Rupa Bandung Judul Situs Web Menu Utama dan Organisasi Siuts Web Alamat Situs Web Perangkat Lunak yang Digunakan

9 5.2.5 Perancangan Desain Visual Unsur Pendukung Isi Situs Web Seni Rupa Bandung Halaman Pembuka/Halaman Depan Halaman Introduksi Halaman Direktori Perupa Bandung Halaman Info Galeri Halaman Kalender Kegiatan Halaman Web Projects Halaman Guestbook/Buku Tamu BAB VI Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 6.2 Saran Daftar Pustaka.. 125

10 Daftar Perupa Hal. A Abay Subarna Abdul Djalil Pirous Aceng Arif. Achmad Sadali.. Angkama Setjadipradja B Bambang Ernawan Barli Sasmitawinata.. But Muchtar C Chusin Setiadikara 40 D Diyanto.. 42 E Edie Kartasubarna. Erna Pirous F Farida Srihadi 45 G G. Sidharta Soegijo H Haryadi Suadi Hendrawan Riyanto... Herry Dim I Isa Perkasa. 53 K Kaboel Suadi. Kartono Yudhokusumo M Mochtar Apin 58 N Nyoman Nuarta. 60 P Popo Iskandar 63

11 R Rita Widagdo 65 S Sanento Yuliman... Srihadi Soedarsono Sudjana Kerton.. Sunaryo T T. Sutanto.. Tisna Sanjaya U Umi Dachlan. 80 W Wahdi Sumanta. 82 Y Yustiono 84

12 Daftar Gambar No. Gambar Hal. 1. Homepage, halaman web dan situs web Situs web bentuk hierarki Situs web bentuk linier Situs web gabungan bentuk hierarki dan linier Organisasi Situs Web Seni Rupa Bandung Letak fisik dari alamat Situs Web Seni Rupa Bandung Lingkungan kerja pada network Perpustakaan ITB Rancangan desain visual halaman depan Contoh tampilan desain visual halaman depan Rancangan desain visual pada halaman-halaman dalam Contoh tampilan desain visual pada halaman-halaman dalam Tampilan Halaman Depan Tampilan halaman Introduksi Tampilan halaman Direktori Perupa Tampilan halaman informasi salah satu perupa dalam Direktori Perupa Tampilan halaman Info Galeri Tampilan halaman informasi salah satu galeri dalam Info Galeri Tampilan halaman Kalender Kegiatan Tampilan halaman Web Projects Tampilan halaman informasi salah satu web project dalam Web Projects 121

13 21 Tampilan halaman Guestbook atau Buku Tamu: form isian guestbook Tampilan halaman Guestbook Result: konfirmasi bahwa pesan telah masuk Tampilan halaman Guestbook View: melihat dan membaca pesan-pesan yang telah masuk 123

14 Daftar Lampiran Hal. Lampiran 1. Tampilan Halaman Depan Lampiran 2. Tampilan halaman Introduksi. 118 Lampiran 3. Tampilan halaman Direktori Perupa Lampiran 4. Tampilan halaman informasi salah satu perupa dalam Direktori Perupa. 120 Lampiran 5. Tampilan halaman Info Galeri Lampiran 6. Tampilan halaman informasi salah satu galeri dalam Info Galeri Lampiran 7. Tampilan halaman Kalender Kegiatan Lampiran 8. Tampilan halaman Web Projects 124 Lampiran 9. Tampilan halaman informasi salah satu web projects dalam Web Projects 125 Lampiran 10. Tampilan halaman Guestbook atau Buku Tamu: form isian guestbook Lampiran 11. Tampilan halaman Guestbook Result: konfirmasi bahwa pesan telah masuk Lampiran 12. Tampilan halaman Guestbook View: melihat dan membaca pesan-pesan yang telah masuk

15 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Kota Bandung sebagai salah satu kota besar memiliki tradisi intelektual yang khas dengan adanya perguruan tinggi teknik tertua di Indonesia. Keberadaan kaum intelektual di Bandung juga diperkaya oleh kehidupan kesenian dengan adanya aktivitas para seniman yang tinggal di kota ini. Jejakjejak sejarah kehidupan kesenian khususnya seni rupa di kota ini dapat kita amati mulai dari sejak era kolonial. Alam pegunungan yang nyaman dan indah menjadi daya tarik bagi para wisatawan asing maupun para pelukis asing yang berdatangan untuk merekam keindahan tersebut. Kehidupan para pelukis asing berpengaruh pada perkembangan seni lukis di Bandung pada masa itu dengan tradisi akademik Barat yang memilih gaya ekspresi naturalistik. Keakraban dengan acuan kaidah estetik Barat melalui para pelukis asing merupakan awal kepedulian seniman Bandung pada masa berikutnya terhadap akar tradisi seni rupa Barat dalam merintis perkembangan seni rupa Indonesia baru. Pendekatan rasional dan analitis dalam proses berkarya para pelukis ikut membentuk sikap akademik. Kehidupan kesenian dengan warisan tradisi akademik Barat yang tumbuh di ibukota Priangan ini menyebabkan seniman Bandung memiliki karakter tersendiri dalam sejarah kesenian di tanah air apabila dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Indonesia seperti Jakarta maupun Yogyakarta. Terlepas dari perdebatan mengenai kaidah akademik Barat maupun perdebatan mengenai aliran Bandung dan aliran Yogya yang sempat menjadi polemik dalam wacana sejarah seni rupa di Indonesia, berbagai hal menyangkut kehidupan kesenian maupun perkembangan seni rupa yang terjadi

16 di Bandung merupakan aset berharga yang dimiliki oleh kota Bandung. Berbagai catatan dan informasi mengenai semua hal tersebut perlu dikumpulkan dan disusun dalam suatu sarana yang dapat diakses oleh mereka yang memerlukan. Sarana yang memungkinkan penyimpanan, penyajian dan dapat diakses oleh siapa saja dari sembarang tempat adalah dengan memanfaatkan jaringan Internet. Berdasarkan pemikiran tersebut penulis menyusun layanan informasi tentang para perupa dan kegiatan kesenirupan di Bandung dalam jaringan Internet. Layanan informasi ini berupa sebuah situs web. Web atau World Wide Web disingkat WWW adalah salah satu layanan terpopuler di dalam jaringan Internet. Untuk selanjutnya layanan informasi melalui web dalam jaringan Internet tentang para perupa dan kegiatan kesenirupan di Bandung ini disebut sebagai Situs Web Seni Rupa Bandung sesuai dengan judul skripsi ini. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran yang hendak dicapai melalui penyusunan situs web ini adalah: 1. Menyusun informasi tentang seni rupa Bandung secara sistematis. 2. Membuat analisa mengenai seni rupa Bandung berdasarkan pendekatan sejarah dan pendekatan estetik. 3. Menampilkan informasi tersebut dengan memanfaatkan Internet sehingga dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja dari sembarang tempat. 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dunia kesenirupaan di Bandung merupakan suatu wilayah pembicaraan yang luas. Apabila diuraikan, dunia kesenirupaan di Bandung terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Ciri atau karakteristik seni rupa di Bandung Kehidupan kesenian di kota Bandung memiliki ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan ciri ataupun karakteristik kesenian di

17 kota-kota besar lainnya di Indonesia. Ciri atau karakteristik tersebut dapat diidentifikasi melalui pendekatan sejarah dan pendekatan estetik. a. Pendekatan sejarah Pendekatan sejarah mengkaitkan dunia seni rupa Bandung dengan kurun waktu. b. Pendekatan estetik Pendekatan estetik berkaitan dengan masalah-masalah gaya atau aliran, ciri-ciri estetik, dan wujud visual karya seni. 2. Praktisi perorangan dan kelompok bidang seni rupa a. Perupa. Secara garis besar seni rupa terbagi ke dalam tiga bidang utama yaitu seni murni, desain dan kriya. Perupa merupakan sebutan terhadap praktisi dari ketiga bidang seni rupa tersebut. Walaupun ketiganya memakai bahasa rupa yang sama, namun masing-masing memiliki tekanan arah yang berbeda. Secara lebih spesifik aktivitas perupa dibagi menjadi: Seniman atau perupa murni Pelukis Pematung Seniman grafis atau pegrafis Seniman keramik Pekriya Pekriya keramik Pekriya tekstil Pekriya logam Perancang atau desainer Perancang grafis Perancang interior Perancang produk Perancang tekstil dan fashion

18 Pengertian perupa Bandung dalam situs web ini adalah perupa yang tinggal dan bekerja di kota Bandung, atau yang pernah memberikan kontribusi berarti bagi pertumbuhan seni rupa di kota Bandung. Aktivitas kesenian yang dilakukan para perupa tersebut adalah aktivitas kesenian yang mengacu pada pencapaian kualitas estetik. Para perupa yang ditampilkan dipilih berdasarkan prestasi dan reputasinya. Ulasanulasan melalui buku-buku maupun media massa yang berisi kritik mengenai karya-karya dari masing-masing perupa merupakan salah satu tolok ukur dalam menilai reputasi perupa disamping pengalaman berpameran minimal di tingkat nasional, baik pameran tunggal maupun kelompok. b. Organisasi perupa Di Bandung terdapat beberapa organisasi perupa yang dibentuk oleh para perupa. Organisasi-organisasi tersebut sempat secara aktif turut meramaikan perkembangan seni rupa di Bandung. c. Biro desain Biro desain adalah suatu biro atau firma yang didirikan sesuai dengan tujuan dari profesi desainer atau perancang, yaitu memberikan pelayanan secara profesional kepada mereka yang membutuhkan jasa desainer. Perkembangan bidang desain ini tumbuh seiring dengan tuntutan perkembangan ekonomi. d. Kritikus, pengamat dan sejarawan seni Kritikus, pengamat dan sejarawan seni dalam seni modern turut berperan dalam melahirkan berbagai konsep-konsep estetik. Di Bandung tinggal beberapa orang kritikus, pengamat dan sejarawan seni. Diantara mereka ada yang bekerja secara independen, ada pula yang bekerja sebagai kurator di museum atau galeri seni, atau sebagai dosen. e. Dosen dan pengajar seni Dosen sesungguhnya adalah bagian dari institusi pendidikan. Tetapi dalam kapasitasnya sebagai ilmuwan, secara perorangan ia dapat

19 muncul mengungkapkan gagasan-gagasan pribadinya yang tentu saja dilandasi oleh kaidah-kaidah akademik. 3. Institusi atau lembaga Institusi atau lembaga yang bergerak di bidang seni rupa. a. Museum dan galeri Museum dan galeri berfungsi sebagai mata rantai yang menghubungkan seniman sebagai pelaku kesenian dengan masyarakat sebagai apresiator dalam pranata seni rupa modern. Secara ideal, museum seni rupa sebagaimana museum lainnya berfungsi sebagai sarana pendidikan. b. Institusi pendidikan seni rupa Dunia kesenirupaan modern memiliki hubungan yang erat dengan institusi pendidikan. Institusi pendidikan berperan dalam menghasilkan para praktisi bidang seni rupa baik itu para perupa, kritikus maupun pengajar seni. Pendidikan tinggi Terdapat beberapa institusi pendidikan tinggi seni rupa di Bandung. Institusi tersebut ada yang merupakan bagian dari suatu Universitas atau Institut, ada pula yang berdiri sendiri. Pendidikan menengah Pendidikan menengah yang dimaksud adalah sekolah-sekolah kejuruan tingkat menengah bidang seni rupa. Pendidikan non formal Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sanggar-sanggar atau studio-studio yang memberikan kursus atau pelatihan bagi mereka yang berminat untuk mengembangkan diri di bidang seni rupa. Penyusunan Situs Web Seni Rupa Bandung ini akan berisi informasi mengenai keseluruhan komponen dalam dunia kesenirupaan di Bandung seperti disebutkan di atas. Tetapi usaha tersebut memerlukan proses dan waktu yang tidak sedikit. Pembuatan situs web ini juga akan mempertimbangkan bertambahnya data ketika situs web telah beroperasi. Berkaitan dengan hal

20 tersebut maka ruang lingkup masalah pada penulisan skripsi ini lebih dititikberatkan pada para perupa Bandung sebagai langkah awal dalam pengembangan Situs Web Seni Rupa Bandung ini selanjutnya. 1.4 Metoda Penyelesaian Masalah Penyajian informasi dalam situs web ini didasarkan pada pendekatan historis dan pendekatan estetik. Agar tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik maka perlu disusun suatu metode penyelesaian masalah yang terencana dan sistematis. Penulis mencoba menyusun suatu program kerja yang diharapkan mampu memberikan hasil yang optimal. Adapun program kerja yang penulis susun terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data Kegiatan pengumpulan data terdiri dari: a. Mencari data dari berbagai sumber. Dari nara sumber melalui wawancara. Nara sumber yang diwawancarai adalah mereka yang berkompeten dalam menentukan dan menilai nama-nama perupa yang akan disertakan. Pihak yang dianggap kompeten untuk penilaian tersebut adalah para kritikus atau penulis seni serta pengelola museum seni atau galeri. Kepada mereka diajukan daftar nama-nama Kemudian dilakukan cross check atas nama-nama yang diberikan baik oleh para kritikus atau penulis seni maupun pengelola museum seni atau galeri. Setelah itu dilakukan penelusuran dan pencarian informasi tertulis mengenai perupa yang namanya masuk dalam hasil cross check tersebut. Dari sumber tertulis berupa kaji pustaka. b. Klasifikasi data. Setelah data-data terkumpul kemudian dilakukan proses klasifikasi. Proses ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: Penyuntingan dan pengolahan data yang diperoleh dari berbagai sumber.

21 Pengorganisasian seluruh data yang diperoleh. c. Analisis. Menambahkan catatan-catatan dan analisa terhadap data-data yang telah diolah berdasarkan proeses klasifikasi data. Memberikan penilaian dan kesimpulan awal sebagai arahan bagi perancangan dan pembuatan situs web. d. Merangkum seluruh data yang diperoleh beserta analisis dan menyusunnya dalam suatu tulisan. Tulisan ini merupakan materi yang akan dimasukkan ke dalam situs web. 2. Merancang dan Membuat Situs Web Kegiatan ini terdiri dari: a. Merancang penyajian informasi di situs. b. Merancang desain visual dari situs web. c. Memindahkan hasil penulisan ke dalam situs web.

22 BAB II Tinjauan Sejarah dan Estetik Seni Rupa di Bandung 2.1 Tinjauan Singkat Sejarah Seni Rupa Bandung Kota Bandung sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat memiliki kehidupan kesenian yang bergairah dan memiliki posisi yang khusus dalam peta kesenian di Indonesia khususnya seni rupa. Aktivitas seni rupa dalam berbagai bentuk tumbuh dan berkembang di kota ini yang mencakup seni lukis, patung, grafis, keramik, maupun bidang-bidang desain dan kriya. Tinjauan sejarah tentang seni rupa di Bandung berikut ini menelaah beberapa peristiwa penting yang menonjol mengenai dunia kesenirupaan di Bandung menurut kurun waktu tertentu. Kurun waktu tersebut adalah: pertama, pada dekade awal abad ke dua puluh sampai dengan dekade empatpuluhan yaitu masa kolonial dan perjuangan kemerdekaan; kedua, masa-masa awal berdirinya pendidikan tinggi seni rupa di Bandung pada dekade empatpuluhan sampai dengan dekade limapuluhan; ketiga terjadinya gejolak politik yang mengakibatkan terjadinya perbenturan mahzab kesenian pada dekade enampuluhan; dan yang terakhir mengenai pengaruh kelompok Decenta dalam seni rupa Bandung dalam dekade tujuhpuluhan. Bidang seni rupa mencakup wilayah yang beragam terdiri dari bidangbidang dalam lingkup seni murni, desain maupun kriya. Tetapi perkembangan dalam kurun waktu pertama, kedua dan ketiga lebih didominasi oleh perkembangan seni lukis, walaupun disiplin seni rupa lainnya mulai tumbuh sejak berdirinya perguruan tinggi seni rupa di Bandung. Perkembangan disiplin seni rupa selain seni lukis tampak lebih menonjol sekitar tahun tujuh puluhan sekitar munculnya kelompok Decenta. Pada beberapa bagian, perkembangan

23 seni lukis berkaitan erat dengan perkembangan di luar kota Bandung, seperti pada lukisan pemandangan alam, kemudian munculnya penentangan terhadap seni lukis pemandangan alam tersebut yang dimotori oleh Persatuan Ahli Gambar Indonesia atau PERSAGI di tahun 1930-an Masa Kolonial dan Perjuangan Kemerdekaan Pada masa penjajahan Belanda, kota Bandung terkenal sebagai tempat tinggal yang sejuk dan nyaman sehingga diminati para pengusaha perkebunan dan tuan tanah Belanda. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi kota Bandung yang terletak di dataran tinggi dengan dikelilingi oleh pegunungan. Dimulai dari awal abad ke dua puluh, kota Bandung mengalami perkembangan yang pesat berkat adanya perkebunan-perkebunan yang tersebar di wilayah dataran tinggi Priangan. Perkembangan ini menarik minat pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk mendorong pembangunan kota Bandung dan menjadikannya kawasan perkotaan modern dengan berbagai sarana penunjangnya dan dapat mendorong peningkatan produksi perkebunan dan komoditas lainnya. Bahkan setelah melalui berbagai proses, pemerintah Hindia Belanda sempat berencana menjadikan kota Bandung sebagai pusat pemerintahan walaupun rencana ini akhirnya tidak terlaksana akibat datangnya krisis keuangan dan ekonomi yang melanda dunia, pecahnya Perang Dunia Pertama serta dimulainya pendudukan Jepang di Indonesia pada Perang Dunia Kedua. 1 Pertumbuhan kota Bandung menjadi suatu kota yang modern berdampak pada tumbuhnya berbagai kegiatan masyarakatnya di berbagai sektor termasuk kegiatan kesenian dan kebudayan. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan Barat dan pihak yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan kebudayaan ini adalah komunitas Belanda di Bandung. Menurut kritikus seni rupa Almarhum Sanento Yuliman 2, aktivitas seni rupa yang cukup menonjol di Indonesia pada masa ini adalah adanya seni lukis pemandangan 1 Kunto, Haryoto; 1984; Wajah Bandoeng Tempo Doeloe; Bandung: Penerbit PT Granesia. 2 Yuliman, Sanento; 1976; Seni Lukis Indonesia Baru: Sebuah Pengantar; Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, hal 5.

24 alam. Keindahan panorama Bandung dengan kawasan pegunungannya yang indah juga turut menjadi perhatian para pelukis pemandangan alam ini. Sanento mencermati adanya beberapa faktor yang menyebabkan tumbuhnya seni lukis pemandangan alam pada awal abad ini. Salah satu faktor yang terpenting ialah adanya sejumlah pelukis Belanda, baik yang didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan tugas resmi misalnya untuk melukis keadan alam, kota dan lain-lain di Indonesia; maupun yang datang karena semangat bertualang dan tertarik akan alam sekitar lautan teduh 3. Ada pula seniman Belanda yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. Para pelukis itu memperkenalkan kepada orang Indonesia seni lukis pemandangan alam yang di Negeri Belanda telah berkembang sejak tiga-empat abad yang lalu. Dengan demikian terdapat sejumlah orang Indonesia yang tertarik hendak menjadi pelukis pemandangan alam, seperti Abdulah Surio Subroto ( ) yang sempat belajar di akademi seni rupa di Negeri Belanda, Mas Pirngadi ( ), Wakidi (lahir 1889) dan lain-lain. Teknik dan gaya ini di masa kemudian dilanjutkan oleh pelukis Basuki Abdullah, Sukardji, Omar Basalamah, dan dari Bandung Wahdi Sumanta. Wahdi adalah pelukis pemandangan alam yang meneruskan gaya tahun tiga puluhan ini sampai sekarang di Bandung. Wahdi mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan perupa Bandung. Faktor lain yang menunjang perkembangan seni lukis pemandangan alam ini adalah cita-cita kelas menengah (borjuasi) Eropa. Di Eropa, seni lukis pemandangan alam berkembang bersama perkembangan kelas menengah itu. Kelas masyarakat ini, yang intinya adalah kaum saudagar dan pengusaha, kurang menyukai lukisan yang menggambarkan adegan cerita dari Injil dan kesusastraan klasik yang menjadi kegemaran kaum bangsawan. Mereka lebih menyukai lukisan yang menggambarkan hal-hal yang biasa saja, misalnya pemandangan alam. lebih-lebih lagi, pemandangan alam membawa mereka istirahat sejenak dari kesibukan dagang dan industri di kota yang bising dan 3 Ibid., hal 5.

25 kotor. Para saudagar, pengusaha, pegawai Belanda, juga para wisatawan membawa cita rasa ini ke Indonesia. Lapisan teratas masyarakat Indonesia, yaitu golongan terpelajar yang banyak bergaul dengan orang Belanda, terpengaruh cita rasa ini. Dengan demikian pada awal abad dua puluh terbentuklah konsumen lukisan pemandangan alam di Indonesia, yaitu saudagar, pengusaha, pegawai Belanda dan para wisatawan dan lapisan terpelajar Indonesia. Sudah tentu cita rasa konsumen ini meluas ke lapisan bawah masyarakat. Faktor lain yang juga menyebabkan berkembangnya seni lukis pemandangan alam, ialah karena kebanyakan pelukis masa itu memang senang melukis pemandangan alam 4. Kesenangan itu beserta hasil penjualan dan kekaguman masyarakat yang segera kagum melihat lukisan pemandangan alam yang nampak seolah-olah kenyataan, bagi pelukis merupakan imbalan yang cukup bagi jerih payah mereka. Sebagai contoh misalnya pelukis seperti Abdullah Surio Subroto, yang meluangkan banyak waktu untuk menyingkir dari kehidupan ramai, pergi ke tempat sepi di lereng Tangkuban Perahu untuk merenungi pemandangan alam dan dengan tekun melukisnya. Seni lukis seperti yang dipraktekkan oleh para pelukis pemandangan alam di atas rupanya melahirkan penentangan dari kalangan pelukis yang berpendapat bahwa pelukis harus membebaskan dirinya dari kaidah-kaidah, agar jiwa bisa tercurah isinya dengan sebebas-bebasnya. Pendapat ini dilontarkan oleh Sudjojono. Bersama rekan-rekannya ia mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia atau disingkat PERSAGI pada tahun 1937 di Jakarta. Sementara itu di Bandung bekerja pelukis-pelukis Sjafei Soemardja, Affandi dan Hendra Gunawan. Di masa-masa kemudian Sjafei Soemardja dikenal sebagai pendidik seni rupa terkemuka, sedangkan dua lainnya dikenal sebagai pelukis penting. Dengan datangnya masa pendudukan Jepang di Indonesia ( ) para pelukis menghadapi keadaan baru. Dalam usaha propaganda 4 Ibid., hal 7.

26 membangunkan kebudayan Timur untuk memajukan bangsa Asia Timur Raya, Pemerintah militer Jepang mendirikan Keimin Bunka Sihoso atau Pusat Kebudayaan, yang menyediakan sarana untuk kegiatan kesenian. Para pelukis dan budayawan memanfaatkan sarana ini untuk mengembangkan diri dan melatih bakat-bakat muda, sekaligus untuk memperkenalkan seni lukis baru kepada masyarakat luas. Pada masa ini muncul sejumlah pelukis lainnya, diantaranya Otto Djaya, Kartono Yudhokusumo, Henk Ngantung, Rusli, Barli, Mochtar Apin, Dullah, Harijadi, Hendra Gunawan, Kusnadi Sujana Kerton, Trubus dan lain-lain. Kartono Yudhokusumo, Barli, Mochtar Apin, Hendra Gunawan, dan Sujana Kerton merupakan tokoh-tokoh penting seni rupa Bandung. Pindahnya pusat pemerintahan dari Jakarta ke Yogyakarta sebagai akibat pergolakan politik dan militer pada tahun 1946 diikuti pula oleh hijrahnya para pelukis, dan Yogyakarta menjadi pusat kegiatan seni lukis. Sementara itu pada tahun 1947 di Bandung didirikan Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar yang merupakan bagian dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung. Lembaga inilah yang kemudian banyak memberikan karakter tersendiri terhadap perkembangan seni rupa di Kota Bandung Pendidikan Tinggi Seni Rupa, dan Peranan Sanggar-Sanggar dalam Perkembangan Seni Rupa Bandung Pada waktu pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tahun , guru gambar Simon Admiral dan pelukis Ries Mulder yang keduanya berada dalam kamp tahanan Jepang di Indonesia, merencanakan kurikulum untuk pendidikan guru gambar yang ditujukan bagi pelajar-pelajar Indonesia 5. Setelah Perang Dunia kedua berakhir dan Jepang menyerah kepada tentara Sekutu, para tawanan perang pun dipulangkan ke negara masing-masing, 5 Muchtar, But dan Edie Kartasubarna Jurusan Seni Rupa FTSP ITB, dalam Sanento Yuliman; Setiawan Sabana, Penyunting; 1983; Pendidikan Tinggi Seni Rupa di Indonesia. Bandung: Jurusan Seni Rupa FTSP-ITB; hal 15.

27 termasuk Simon Admiral pulang ke Negeri Belanda. Gagasan Simon Admiral selama berada dalam tawanan Jepang tersebut kemudian disusun rapi dan diajukan kepada Kementerian Pendidikan, Kesenian, dan Pengetahuan Pemerintah Kerajaan Belanda. Maka setelah disetujui diresmikanlah Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar atau dalam bahasa Belanda Universitaire Leergang Voor de Opleiding voor Tekenleraren pada tanggal 1 Agustus 1947 sebagai bagian dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang berkedudukan di Bandung, atau yang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB) sekarang. Disamping pendidikan untuk menjadi guru di sekolah menengah, pendidikan ini juga diarahkan untuk pembinaan kreativitas pribadi. Kurikulum asli berupa pendidikan yang lamanya tiga tahun, setara dengan pendidikan guru di Negeri Belanda. Materi pelajaran praktek meliputi gambar, anatomi, gambar garis, gambar irama, seni dekorasi, membuat sketsa pada papan tulis dan pekerjaan tangan. Materi pelajaran teori meliputi sejarah kesenian Barat dan Timur, sejarah kebudayaan umum, psikologi, pedagogi, geometri, perspektif, pengetahuan bahan dan filsafat. Sebagai tenaga pengajar direkrut orang-orang Belanda. Para pengajar asal Belanda ini bekerja sampai dengan tahun Ketika itu terdapat seorang guru Indonesia pertama bernama Sjafei Soemardja yang berijazah sekolah guru gambar dari Negeri Belanda. Soemardja kemudian mengepalai balai pendidikan ini dari tahun 1951 sampai Para mahasiswa dari angkatan pertama diantaranya Mochtar Apin, Achmad Sadali, Edie Kartasubarna, Sudjoko dan Angkama. Dibawah pimpinan Soemardja mereka kemudian diarahkan menjadi tenaga pengajar di Balai ini setelah para pengajar dari Belanda pulang ke negara asalnya. Pada tahun-tahun berikutnya Balai ini mengalami perubahan status. Ketika berdiri Institut Teknologi Bandung pada tahun 1959, Status dari Balai ini berubah menjadi Bagian Seni Rupa dalam Departemen Perencanaan dan Seni Rupa bersama-sama dengan Bagian Arsitektur. Sejak saat ini lembaga ini dikenal dengan sebutan Seni Rupa ITB, atau Seni Rupa Bandung. Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibukanya bidang-bidang keahlian

28 baru yaitu desain interior, produk, tekstil dan desain grafis, disamping bidangbidang seni rupa murni. Perkembangan berikutnya secara berturut-turut sesuai dengan perubahan struktur organisasi ITB adalah perubahan status Bagian Seni Rupa menjadi Jurusan Seni Rupa di dalam lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Kemudian yang terakhir, perubahan status menjadi Fakultas Seni Rupa dan Desain, terdiri dari Jurusan Seni Murni, dan Jurusan Desain 6. Di luar lingkungan Seni Rupa ITB, berdiri sanggar-sanggar seni atau organisasi perupa yang didirikan oleh para perupa Bandung, diantaranya adalah Jiwa Mukti, didirikan tahun 1948 oleh Barli, Karnedi dan Sartono; kemudian Tjipta Pantjaran Rasa atau disingkat TPR, dibentuk pada tahun 1953 oleh R. Walujo, Abedy dan Angkama Setjadipradja. Kekuatan dalam hal metodologi dan estetika dari Seni Rupa ITB secara tidak langsung mempengaruhi sanggarsanggar tersebut melalui pengajar maupun mahasiswa yang bergabung dengan sanggar. Mochtar Apin, salah seorang dari Seni Rupa ITB bergabung dengan Jiwa Mukti dan menjadi ketuanya dari tahun , selain itu Angkama yang telah mengajar di Seni Rupa ITB memiliki pengaruh yang kuat dalam TPR 7. Selain kedua sanggar tersebut di Bandung terdapat pula Sanggar Seniman yang dipimpin oleh Kartono Yudhokusumo. Sanggar Seniman berdiri pada tahun 1952 dan berada di luar pengaruh Seni Rupa ITB. Sanggarsanggar seni tersebut dengan aktivitas keseniannya telah memacu perkembangan seni rupa di Bandung di samping adanya pendidikan tinggi Seni Rupa ITB. Pada tahun 1954, pelukis-pelukis generasi baru dari Seni Rupa Bandung memperkenalkan diri mereka untuk pertama kalinya di ibukota Jakarta, dalam suatu pameran yang kontroversial pada saat itu dengan 6 Ibid, hal 17 7 Holt, Claire; 1967; Art in Indonesia: Continuities and Change; Ithaca: Cornell University Press.

29 memamerkan dua puluh sembilan lukisan di Balai Budaya. 8 Hasil karya sebelas orang perupa diantaranya Mochtar Apin, Achmad Sadali, Edie Kartasubarna, Srihadi, Angkama, Popo Iskandar dan But Muchtar, dengan pengaruh seni modern Barat yang kental, terutama kubisme, menyebabkan suatu pertentangan pendapat dalam dunia seni Indonesia. Pameran itu mendapatkan kritik pedas dari seorang kritikus dan pelukis Trisno Sumardjo ( ). Dalam suatu tulisannya yang terkenal Bandung mengabdi laboratorium Barat, Sumardjo menulis, kesenian modern dapat dibagi dua macam yang berbeda: pertama, seni spontan dari tanah air, dilahirkan dari jiwa dan pengalaman Indonesia, sedangkan yang kedua adalah seni tiruan atau buatan di dalam gedung-gedung sekolah laboratorium Barat dimana pemikiran direkatkan. Kecaman itu ditujukan kepada Seni Rupa Bandung. Mahasiswa dari lembaga ini merupakan korban dari guru-guru asing yang menyokong modernisme. Kesenian mereka dangkal, tidak berdarah dan bernafaskan udara laboratorium Eropa. Trisno Sumardjo mengharapkan agar pelukis-pelukis muda dapat membebaskan diri mereka selekas mungkin dari pengaruh Barat dalam karya mereka, dan dengan demikian mereka dapat mengembangkan pribadi sejati sebagai bangsa Indonesia. Demikian pula kritikus-kritikus lain seperti Sitor Situmorang yang juga menyerang dengan tidak kalah kerasnya. Dia berpendapat bahwa modernisme adalah mode yang dangkal yang diambil dari selera borjuis Barat. Lukisan Eropa yang sedang dalam krisis tidak lebih dari suatu sulapan, suatu permainan mode dengan perspektif, komposisi dan pertentangan warna. Seni modern ini tidak mengandung arti, tidak mempunyai pesan dan tidak memiliki gambaran dunia. Seni ini hanya merupakan ekspresi visual dari dunia pribadi pelukis dan tidak akan pernah dapat mengisi fungsi kebudayaan di Indonesia. Tetapi 8 Spanjaard, Helena; 1990; Bandung, The Laboratory of the West? dalam Modern Indonesian Art: Three Generation of Tradition and Change ; Joseph Fischer, Editor. Jakarta and New York: Panitia Pameran KIAS( ) and Festival of Indonesia; hal 204.

30 berbagai kecaman tersebut sesungguhnya telah menempatkan Seni Rupa ITB sebagai salah satu pusat perkembangan seni rupa di Indonesia Latar Belakang Politis dalam Perbenturan Mahzab Kesenian Pada dekade limapuluhan secara lambat laun terlontar semangat kerakyatan dalam seni lukis. Kesadaran sosial dalam seni tentang kenyatan yang tetap pahit dalam kehidupan rakyat kecil Indonesia meskipun bangsa Indonesia sudah merdeka. Beberapa kritikus merasa gelisah melihat betapa sukarnya lukisan modern dipahami masyarakat luas. Mereka menyarankan agar para pelukis melukis secara realistis saja. Di dalam kalangan pelukis sendiri, khususnya di Yogyakarta tumbuh seni lukis realis. Hal ini tidak disia-siakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang melihat hal tersebut sebagai peluang alat politiknya. Maka diutuslah Nyono dari komite sentral PKI di Jakarta untuk membina dan memanfaatkanya. Para seniman yang termakan oleh propaganda dan agitasi PKI sepakat untuk bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat, disingkat Lekra yang berada dibawah naungan PKI. Dari sini pula ajaran politik sebagai panglima dicanangkan ke segala sektor kebudayaan, termasuk kesenian. 9 Seni lukis abstrak dan kubisme yang dianut oleh sebagian besar perupa Bandung menjadi sasaran empuk cemoohan dari seniman Lekra. Ketegangan seniman kedua kota ini berakar pada perbedaan persepsi tentang seni rupa modern. Seniman Bandung, karena lebih intensif mengkaji informasi tentang seni rupa moden, percaya pada modernisme dan universalisme. Seni rupa modern Indonesia bagi mereka adalah bagian dari seni rupa modern dunia. Sementara itu pemahaman seniman Yogyakarta tentang seni rupa modern (dunia) sangat terbatas. Dibayangi sikap anti akademi dan tradisi sanggar, seniman Yogyakarta tidak merasa perlu mengkaji prinsip-prinsip seni rupa modern. Mereka mendasarkan karya-karya mereka pada lingkungan sekitar 9 Sudarmaji; 1974; Politik Sebagai Panglima dalam Seni Lukis; Jakarta: Pemda DKI. Hal 17-20

31 yang dipercaya membawa keindonesiaan dan juga kesenian tradisi lokal. Salah seorang pematung muda yang baru saja pulang ke Yogyakarta dari studinya di Negeri Belanda, Gregorius Sidharta mendapatkan berbagai intimidasi yang membuatnya tidak dapat mengembangkan diri dan berkesenian secara wajar termasuk melakukan kegiatan pameran. Ketika itu ia datang dengan menampilkan seni abstraknya. Untuk beberapa saat ia berhenti dari aktivitas keseniannya, tetapi setelah itu muncul tawaran dari But Muchtar di Bandung untuk mengajar seni patung di Seni Rupa ITB. 10 Seni abstrak yang pada tahun limapuluhan mulai terasa pengaruhnya di Indonesia, oleh Lekra diklasifikasikan sebagai seni liberal yang membuahkan kapitalisme dan imperialisme. Pada saat inilah polemik dan perbenturan antara mazhab Bandung di satu sisi dan Yogya di sisi lainnya menjadi semakin tajam. Pada tahun 1965 meletus pemberontakan PKI yang gagal, sejak saat itu berakhirlah riwayat Lekra. Perubahan politik karena runtuhnya pengaruh komunisme membuat keyakinan para modernis di Bandung mendapat angin. Pemerintah yang sesudah tahun 1965 seperti tiba-tiba menoleh ke Barat, mensuplai seniman Bandung dengan informasi dan juga proyek-proyek patung monumental Kelompok Decenta Indonesia pada dekade tujuhpuluhan mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. Laju modernisasi terlihat hampir di semua segi kehidupan. Masyarakat Indonesia, walaupun terbatas pada mereka yang tinggal di kota-kota besar, mulai merasakan adanya suatu proses peralihan. Hal-hal yang bersifat tradisinonal telah banyak digantikan oleh unsur-unsur modern yang berasal dari Barat. Modernisasi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi pula masalah pola sikap, mentalitas dan pemikiran sebagian besar manusianya. Gejala profesionalisme semakin berkembang dalam 10 Supangkat, Jim; 1995; Lukisan, Patung dan Grafis G. Sidharta; Bandung: Rekamedia Muliprakarsa, hal 19.

32 berbagai disiplin dan keahlian, sehingga tuntutan dan persaingan juga menjadi semakin ketat. Kenyataan ini menggugah sekelompok perupa di Bandung yang terdiri dari para seniman dan desainer yang beberapa di antaranya merupakan staf pengajar di Seni Rupa ITB. Mereka sering berkumpul dan mengangkat permasalahan tersebut sebagai topik pembicaraan di antara mereka. Dari seringnya berkumpul dan berdiskusi, lahirlah kesamaan pandangan dalam menyadari peran dan posisi mereka sebagai seniman dan desainer di tengah jamannya. Sebagai orangorang yang memiliki pengetahuan, keahlian dan pengalaman di bidang seni rupa dan desain, mereka merasa terpanggil untuk menerapkan ilmunya di masyarakat. Kemudian mereka bersepakat untuk membentuk suatu kelompok. Tekad tersebut membutuhkan sarana untuk menampung, mengembangkan dan merealisasikan gagasan-gagasan kreatif serta dapat mendukung hubungan langsung dengan masyarakat. Upaya tersebut harus didukung oleh pendanaan yang memadai. Karena pada saat itu dirasa sulit untuk mengharapkan dari uluran tangan dari pemerintah, badan-badan usaha maupun perorangan. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut diambil pilihan pemecahan masalah yang paling dekat dan akrab dengan bidang keahlian yang mereka miliki, yaitu dengan mengalihkan perhatian pada pemanfaatan ungkapan bentuk seni melalui bendabenda pakai, serta melalui pengerjaan bentuk pesanan untuk berbagai kebutuhan hidup pelengkap seperti rancangan tata ruang, relief, kaca timah, rancangan taman dan berbagai bentuk elemen estetis lainnya. Pada tahun 1973 berdirilah suatu bengkel kerja (studio) yang diberi nama studio Decenta. 11 Decenta adalah kependekan dari Design Center Association atau Perserikatan Pusat Desain dalam Bahasa Indonesia. Para perupa pendiri Studio Decenta ini adalah: A.D. Pirous, seorang pelukis dan pegrafis yang juga mengajar di Seni Rupa ITB; G. Sidharta, pematung yang 11 Muryanto, Eddy Prapto Seni Grafis Studio Decenta di Bandung Sebagai Salah Satu Pendukung Perkembangan Seni Grafis di Indonesia. Bandung: Skripsi Jurusan Seni Murni FSRD ITB.

33 kemudian juga berkarya seni grafis dan seni lukis; Sunaryo, seorang pematung, juga berkarya grafis dan melukis; T. Sutanto, pegrafis dan perancang grafis; Adrian Palaar, perancang interior; Diddo Kusdinar, pegrafis; Machmud Buchari, fotografer; dan Priyanto Sunarto, perancang grafis. Dengan terbentuknya Studio Decenta terbuka suatu sikap profesionalisme baru di Indonesia yaitu dalam bidang seni dan bidang desain. Alasan kelompok Decenta memilih cara pemecahan masalah seperti membuat benda pakai adalah sebagai salah satu cara dalam memasyarakatkan wujudwujud seni rupa serta membiasakan masyarakat untuk bergaul dengan bentukbentuk itu dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan Decenta di bidang desain ini memberi pengaruh terhadap aktivitas seni murni. Terdapat dua jenis kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Decenta yaitu kegiatan desain dan seni murni. Keduanya memiliki kaitan yang erat dan saling mempengaruhi. Kegiatan Decenta di bidang desain menjangkau hampir seluruh macam perancangan bentuk yang menggunakan unsur-unsur keindahan. Mulai dari desain tata ruang atau interior, tekstil, benda pakai kebutuhan sehari-hari, desain komunikasi visual hingga desain untuk sebuah bangunan secara penuh. Bahkan pada perkembangannya menjangkau desain untuk benda-benda cinderamata dan benda-benda kerajinan atau kriya. Hasil finansial yang diperoleh dari kegiatan desain sebagian dipergunakan untuk keperluan lainnya termasuk seni murni. Karya-karya yang telah dibuat antara lain: Convention Hall, Gedung MPR/DPR RI, Gedung ASEAN, Pameran Produksi Indonesia, Festival Istiqlal, pembuatan Mushaf Al- Quran dan lain sebagainya yang tersebar di berbagai kota di Tanah Air. Selain itu Decenta juga telah merambah tingkat internasional, di antaranya adalah Milan International Fair, Asian Trade Fair 1978 di Manila, Oregon Trade Fair di Portland, Oregon, Amerika Serikat dan lain sebagainya. Kegiatan desain tersebut meliputi perancangan berbagai macam benda. Kegiatan dalam bidang seni murni pun mengalami perkembangan yang baik. Dimulai oleh dukungan dana yang diperoleh dari keuntungan di bidang

34 desain, Decenta dapat membangun saran fisik untuk menunjang kegiatan seninya. Kegiatan Studio Decenta dalam bidang kesenian yang secara rutin diadakan antara lain kegiatan pameran seni lukis, patung, garfis, keramik dan lain sebagainya. Khusus mengenai seni grafis, seniman-seniman kelompok Decenta giat bekerja dalam seni grafis, khususnya cetak saring. Dalam kegiatan pameran, Studio Decenta tidak membatasi pada karyakarya seni rupa modern saja, tetapi juga seringkali menampilkan jenis-jenis seni tradisonal. Selain pameran kegiatan lain yang juga seringkali diadakan adalah diskusi dan pemutaran slide atau film. Kegiatan tersebut diadakan dalam kurun tertentu dengan melibatkan seniman-seniman lain, pengamat seni dan masyarakat awam. Dalam kaitan dengan perkembangan seni rupa di Indonesia, Studio Decenta berperan dalam menggali unsur-unsur tradisi, membangun infrastruktur galeri, menumbuhkan dan mempopulerkan seni grafis selain sebagai biro desain. 2.2 Tinjauan Estetik Seni Rupa Bandung Secara garis besar perkembangan seni rupa Bandung dari segi estetis dapat diilustrasikan dengan singkat sebagai berikut: diawali oleh berdirinya pendidikan tinggi Seni Rupa ITB, dengan kecenderungan kuat pada formalisme. Pada masa dengan jelas sekali nampak kesamaan bentuk dan isi dari lukisan para perupa Mochtar Apin, Achmad Sadali, Edie Kartasubarna, Srihadi, Angkama, Popo Iskandar dan But Muchtar yang berdasarkan pendidikan dari Ries Mulder. Setelah itu melalui proses yang lebih bersifat personal dari masingmasing perupa mulailah muncul kecenderungan baru yang lebih menampakan keragaman gaya walaupun pertimbangan formal masih kuat mengakar. Salah satu kecenderungan yang cukup menonjol adalah munculnya lukisan bertemakan religius dalam hal ini Islam yang dipelopori oleh Achmad Sadali dan A.D. Pirous.

35 Kemudian dalam bingkai seni kontemporer bermunculanlah perupaperupa muda yang membawakan gaya dan estetika kekinian sebagai tanggapan terhadap kondisi sosial disekelilingnya. Pertimbangan formal yang begitu kuat mengakar dalam generasi sebelumnya sudah tidak lagi menjadi permasalahan penting. Para peupa muda kemudian banyak yang mencoba menggunakan bahasa ungkap baru, yaitu instalasi Gaya Formalisme dalam Seni Rupa Bandung Karya-karya dari masa awal para perupa Aliran Bandung seperti Mochtar Apin, Achmad Sadali, Edie Kartasubarna, Srihadi, Angkama, Popo Iskandar dan But Muchtar menunjukkan pengaruh yang kuat pendidikan kesenian Belanda dan kegemaran dari guru lukis Ries Mulder terhadap pelukis Perancis Francois Villon. 12 Objek-objek lukisan merupakan kehidupan tenang, penelaahan gambar orang dan potret-potret bergaya kubis. Pengaruh dari Ries Mulder sendiri menjelma dalam bentuk-bentuk geometrik yang abstrak yang selalu disusun secara mosaik. Bentuk-bentuk obyek dirombak menjadi motif yang datar, yang terjadi oleh perpotongan sejumlah garis lurus dan lengkung. Seluruh lukisan terjadi oleh garis yang membagi-bagi permukaan kanvas, serta warna-warna yang rata dengan mengisi bidang-bidang geometris yang terjadi oleh perpotongan garis. Dengan demikian yang segera nampak pada lukisan, atau yang menguasai penglihatan, ialah suatu susunan garis dan bidang geometris yang berwarnawarni, bentuk obyeknya tenggelam dalam jaringan perpotongan sejumlah garis lurus dan lengkung tersebut. Lukisan Srihadi Sudarsono Wanita Duduk, 1957, yang melukiskan lima sosok wanita hanya dalam impresi lewat belahanbelahan geometris, dalam penglihatan mengingatkan kepada kekayaan imaji dan konsepsi kubisme yang dibawa Picasso atau Braque. 12 Suparman, Tjetjep; 1977; Pengaruh Gaya Lukisan Jacques Villon pada Pelukis-Pelukis di Seni Rupa Bandung (UI-ITB) pada Tahun ; Skripsi Departemen Seni Rupa, FTSP ITB.

36 Penggunaan teknik warna tertentu dapat diperhatikan dalam hasil karya Mulder dan murid-muridnya. Perahu karya Ries Mulder, Taman Sentral dari Sadali, Gadis yang Sedang Duduk dari But Muchtar, Figur dari Mochtar Apin maupun Atelier oleh Popo Iskandar, kesemuanya merupakan representasi dari Aliran Bandung di masa itu. Pada lukisan-lukisan tersebut unsur-unsur rupa seperti garis, warna dan tekstur menjadi perhatian utama. Kecenderungan formalisme ini walaupun seringkali dianggap sesuatu yang tidak lagi menghasilkan sesuatu yang baru tetapi masih mempunyai pengaruh pada beberapa perupa Bandung terutama mereka yang berada di lingkungan Seni Rupa ITB maupun alumninya. Selain itu formalisme di Bandung dapat dikatakan sebagai ciri khas kalangan akademi yang berada di Bandung yaitu Seni Rupa ITB Tema Religius (Islam) dalam Seni Rupa Bandung Pada kecenderungan ini tercatat nama-nama Achmad Sadali dan A.D. Pirous. Ahmad Sadali pada tahun 1968 meninggalkan abstrak geometris. Kanvasnya memperlihatkan warna-warna cemerlang yang lebar-lebar dan tidak menggambarkan objek apapun. Dalam perkembangannya kemudian, kanvas Sadali menyuguhkan warna-warna yang lebih redup seperti warna tanah oker, biru dalam dan hitam. Tekstur memegang peranan penting. Tekstur ini nampak seolah-olah terjadi oleh bermacam tenaga dan proses dalam alam; penegangan dan pengerutan, peretakan dan pemecahan, pengelupasan dan penyobekan, pengikisan dan pelapukan, proses menua dan menghancur. Pada lukisan Sadali dalam masa perkembangan ini tidak ada sapuan kuas lebar dan kuat yang merekam tenaga dan emosi pelukis, dan yang membuat pengamatan kita bergerak cepat. Segala retakan dan tekstur, berbagai coretan dan goresan yang bergetar dan pendek, menyebabkan setiap jengkal bidang lukisan Sadali merupakan rupa yang kaya dan menawan kita untuk mengamati dengan tenang dan cermat, untuk diam dan merenunginya. Keusangan dan kelapukan, ketuaan dan kelampauan, memang merupakan hal

37 yang pantas membuat kita termenung. Apalagi bila Sadali pada kanvasnya menempatkan lelehan dan sisa emas kemilau atau menempatkan bentuk yang kita tangkap sebagai lambang misalnya sepotong ayat suci dalam huruf Arab, segi empat hitam yang mengingatkan kepada Ka bah, bentuk seperti gunungan (kekayon atau pohon hayat) atau gerak ke atas (vertikal). Perhatian Sadali kepada tekstur sebagai elemen yang sangat penting dalam lukisannya, menyebabkan ia menggunakan cat yang tebal dan kadangkadang merekatkan potongan kain pada kanvasnya. Tekstur yang makin menonjol ini membawanya kepada relief. 13 A.D. Pirous, sejak 1970 mengambil kaligrafi Arab sebagai pokok lukisannya. Di sini kita menemukan seni lukis yang mengambil seni lain sebagai sumber ungkapan: seni tulis Arab pada manuskrip dan batu nisan, seperti banyak terdapat di Aceh, daerah kelahiran Pirous. Kadang-kadang Pirous mengambil suatu ayat suci, mencoba memadukan maknanya dengan seluruh elemen rupa lukisannya. Kadang-kadang dari kaligrafi itu ia hanya mengambil gerak dan iramanya. 14 Kecenderungan tema-tema keagamaan seperti penggunaan kaligrafi dalam lukisan Achmad Sadali, A.D.Pirous maupun pelukis-pelukis lainnya kemudian memiliki tempat tersendiri dalam seni lukis kontemporer Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan adanya perhatian dari berbagai pihak, baik pemerintah, kalangan intelektual maupun masyarakat luas pada umumnya, dan dengan diselenggarakannya Festival Istiqlal di Jakarta Keragaman Media dan Perkembangan Seni Rupa Kontemporer di Bandung Berbagai peristiwa sekitar konsep estetik dan seni rupa terjadi di sekitar tahun 1970-an. Di Bandung tumbuh aktivitas kesenian yang dimotori oleh 13 Yuliman, Sanento; Ayat Quran dan Sosok Batang; Mingguan Berita Tempo, 12 September 1987, Hal Furuichi, Yasuko (ed); Diverse Development in Indonesia, the Philipines, and Thailand; Tokyo: The Japan Foundation Asia Center.

38 kelompok Decenta. Dalam aktivitas studio Decenta, desain dan seni berjalan bersama-sama. Seni berkembang tanpa sikap membedakan seni tradisional dan seni modern. Dengan sangat intensif mereka menginformasikan seni kepada masyarakat luas dan mencari berbagai alternatif agar seni dapat tumbuh dan dapat diterima oleh masyarakat. Pada studio Decenta dapat dilihat kecenderungan diversifikasi medium yang dilakukan pada para perupa Bandung, misalnya pelukis mencoba medium seni grafis, pegrafis mencoba berkarya seni patung, atau pematung berkarya keramik dan membuat seni cetak dan lain sebagainya. Adanya diversifikasi medium ini sesungguhnya menandakan sikap para perupa yang tidak lagi memandang penting pembedaan seni berdasarkan medium. Disamping itu terdapat semangat pencarian identitas melalui penggalian kekayaan tradisi sebagai tema dalam berkarya. Identitas tersebut dalam arti pencarian karakter individual. Sementara itu pada perkembangan lain para perupa dari akademi di Bandung dan Yogya bergabung dalam suatu pameran dengan judul Pameran Seni Rupa Baru Indonesia di Jakarta sebagai bentuk penolakan terhadap penyelenggaraan Bienal Seni Lukis Jakarta kedua pada tahun Hal penting yang kemudian muncul adalah mengenai peran dan posisi seni di masyarakat menyangkut digugatnya jiwa romantisime di kalangan seniman pada generasi sebelumnya yang melahirkan sikap art for art sake. Selain itu perdebatan mengenai dikotomi Yogya-Bandung dalam seni rupa Indonesia mulai pudar. Iklim kesenian baru mulai tumbuh dengan kondisi ekonomi dan politik yang berbeda dengan masa sebelumnya. Perkembangan tersebut memerlukan pendefinisian seni rupa yang baru. Aspirasi inilah yang mendasari munculnya Gerakan Seni Rupa Baru. Selain definisi baru, secara eksplisit gerakan ini mengutarakan pula perlunya dasar pemikiran estetik dan studi sejarah seni rupa untuk perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia, menggantikan perdebatan kebudayaan tentang identitas dan konfrontasi Barat-Timur. Gerakan ini mencoba menyeret perdebatan seni rupa ke lingkaran perdebatan seni rupa yang spesifik.

39 Pameran yang diselenggarakan gerakan ini, dari tahun , dan dari tahun , menandai berkembangnya karya-karya non-lukisan dan non-patung. Gerakan ini memperkenalkan idiom-idiom seni rupa kontemporer yang belum pernah disentuh oleh para perupa di Indonesia. Namun konsep di balik idiom-idiom baru ini kembali menunjukkan permasalahan definisi seni rupa Indonesia. Sampai dengan saat ini permasalahan ini kerapkali muncul dan diangkat sebagai wacana utama dalam berbagai diskusi kesenian maupun aktivitas pameran para perupa Bandung. Kegelisahan para perupa, yang umumnya para perupa muda di kota Bandung mendorong mereka untuk berkarya secara lebih kritis dengan kepekaan baru, dan tanggap terhadap kondisi sosial, budaya, politik serta lingkungan di sekitarnya.

40 BAB III Data Mengenai Para Perupa di Bandung 3.1 Data Perupa di Bandung Perupa terdiri dari para praktisi seni rupa termasuk kritikus, sejarawan dan teoritisi, serta dosen dan pengajar seni. Berikut ini adalah uraian mengenai masing-masing perupa terdiri dari para perupa yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia, dengan urutan nama yang disusun secara alfabetis: A Abay Subarna Abay Subarna adalah salah satu perupa Bandung yang turut memperkuat trend seni lukis kaligrafis islami di Indonesia yang mulai tumbuh di awal dekade 1970-an. Abay pernah tinggal beberapa lama di Paris untuk menyelesaikan studi doktoral di Universitas Sorborne ( ). Seni rupa dan arsitektur Islam, yang merupakan bidang studi akademiknya sangat memberikan warna dalam karirnya sebagai seorang pelukis. Keakraban penelitiannya terhadap kaligrafi Islam telah sangat mudah mengimbas ke dalam karya seni lukisnya. Hal ini didukung dan dimungkinkan pula oleh bentuk dan gaya seni lukis abstrak yang berkembang di Bandung. Kekhasan bentuk abstrak seni lukis Bandung membuat gaya seni lukis kaligrafis islami dapat tumbuh dan berkembang secara serasi. Dalam karyanya yang berjudul Ayat Suci Berlatar Bongkah-Bongkah Bernuansa dapat dicermati bagaimana kepiawaian Abay dalam mengolah kaligrafi dan unsur-unsur rupa. Karya ini terdiri dari empat baris tulisan Arab yang diambil dari kutipan ayat Al Quran yang disusun menghampar secara simetris di tengah bidang lukisan berbentuk bundar. Bidang bundar tersebut didominasi oleh retakan-retakan yang tampak menyerupai retakan tanah liat

41 yang diberi warna putih. Pada beberapa bidang nampak warna putih tersebut agak kecoklatan, sementara pada bagian lain terutama di sekitar huruf Arab warna putih yang dominan tersebut agak berwarna kebiru-biruan. Huruf Arab dari ayat suci sendiri berwarna keemasan. Pertimbangan formal tampak begitu kuat. Dalam lukisan ini dapat disaksikan adanya tertib rupa dalam bongkahan atau retakan dan ayat-ayat Al Quran. Ayat-ayat suci Al Quran dengan jelas membawa pikiran ke dalam suasana islami. Pemahaman terhadap Al-Quran dan penghayatan terhadap ajaran Islam sangat menentukan kualitas dan makna dari lukisan-lukisan kaligrafis islami. Penghayatan Abay Subarna terhadap agama Islam yang dianutnya serta didukung pula oleh latar belakang pendidikannya menjadikan lukisan kaligrafis islami yang ditekuninya tidak berhenti pada ikon-ikon keagamaan semata. Abay Subarna lahir d Limbangan, Garut, Jawa Barat. Setelah meraih gelar kesarjanaan dari Jurusan Seni Rupa ITB tahun 1969, Abay melanjutkan pendidikan di Universitas Sorborne, Paris, Perancis. Abay sering mengikuti pameran bersama di dalam dan luar negeri. Pameran tunggalnya diselenggarakan pada tahun Di Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Abay mengajar beberapa mata kuliah teori dan sejarah seni. Abdul Djalil Pirous Abdul Djalil Pirous, yang terkenal dengan nama A.D. Pirous lahir pada tahun 1933 di Meulaboh, Aceh. Pada tahun 1955 ia memasuki Departemen Seni Rupa ITB. Pada tahun-tahun masa kuliahnya di ITB ia bergabung dengan Sanggar Seniman pimpinan Kartono Yudhokusumo. Setelah menyelesaikan studinya di ITB pada tahun 1964, Pirous bergabung menjadi pengajar di Seni Rupa ITB. Pengaruh yang didapat Pirous pertama kali dalam perjalanan seni adalah gaya lukisan formalistik yang menjadi ciri khas Seni Rupa ITB pada masa-masa 1960-an. Lukisan-lukisan Pirous pada tahun-tahun tersebut

42 merupakan komposisi berbagai bentuk geometris yang disusun melalui pengulangan dan variasi bentuk. Pada tahun 1969 A.D. Pirous berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar seni grafis dan desain grafis di Institut Teknologi Rochester, di Rochester, New York selama dua tahun. Setelah menyaksikan sebuah pameran tentang seni rupa Islam dari Timur Tengah yang digelar di Museum Seni Metropolitan, New York, Pirous mulai terilhami untuk mengeksplorasi kaligrafi Arab sebagai medium ekspresi baik dalam seni lukis maupun seni grafis. Ketika melanjutkan studi di Amerika tersebut, Pirous mulai membuat etsa dengan menampilkan berbagai macam tekstur. Dalam periode ini dan setelah menyaksikan pameran seni kaligrafi Islam di New York tumbuh kerinduannya pada simbolisme dalam akar budaya tanah kelahirannya Aceh. Aceh dikenal dengan warisan budaya Islam yang sangat kaya. Karyanya yang dibuat pada tahun 1970 dengan teknik etsa mulai menampilkan kutipan ayatayat Al-Quran. 15 Sekembalinya ke Indonesia, Pirous mulai bekerja sebagai desainer grafis dan kemudian mengepalai bagian desain grafis dari Seni Rupa ITB. Sampai sekarang Pirous aktif melukis disamping sebelumnya telah dikenal sebagai pegrafis. Pirous juga dikenal sebagai seorang pendidik dan pelopor bidang desain grafis di Indonesia. Penemuan kembali tradisi budaya merupakan langkah yang signifikan dalam kerja seninya. Sejak itu Pirous secara konsisten mengguanakan kaligrafi Arab sebagai medium ekspresi baik dalam lukisan maupun grafis. Banyak karyanya memuat kutipan ayat Al-Quran. Kualitas sesungguhnya dari karya Pirous ada pada penghayatan emosional. 16 Karyanya yang berjudul Tumbuh terdiri dari bentuk-bentuk keemasan menyerupai huruf Arab ditempatkan 15 Furuichi, Yasuko (ed); Diverse Development in Indonesia, the Philipines, and Thailand. Tokyo: The Japan Foundation Asia Center; hal Supangkat, Jim; 1993; AD Pirous; Katalog The Fisrt Asia-Pasific Triennial of Contemporary Art; Brisbane, Australia; hal 17.

43 secara vertikal di tengah kanvas, nampak seperti sesuatu yang tumbuh dari dasar kanvas. Di bidang desain Pirous bersama rekan-rekannya di Seni Rupa ITB pada tahun 1973 mendirikan studio Decenta. Decenta adalah kependekan dari Design Center Association atau Perserikatan Pusat Desain dalam Bahasa Indonesia. Pirous telah berpameran di dalam dan luar negeri, serta telah mendapatkan penghargaan di antaranya medali perak pada Seoul International Art Competition pada tahun 1984, kemudian penghargaan seni untuk seni rupa kontemporer di Jakarta pada tahun Aceng Arif Aceng Arif adalah pelukis yang telah banyak memiliki pengalaman dalam seni lukis pada tahun 1960-an dan 1970-an. Sebagai pelukis, ia pernah belajar dan mencari pengalaman di Kopenhagen, Denmark, dan sempat memamerkan karya-karyanya di beberapa kota di Indonesia, negara-negara Asia lainnya, dan Eropa. Setelah berumahtangga, Aceng memutuskan untuk mengundurkan diri dari kegiatan berkesenian. Ia kemudian bekerja sebagai pegawai negeri pada Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat. Setelah beberapa lama ia memutuskan untuk kembali melukis pada tahun Dalam sebuah pameran yang diselenggarakan pada tahun 1989, Aceng memamerkan lukisan-lukisannya yang ia beri judul hanya dengan huruf, dari A sampai Z, lalu AB, AC dan seterusnya. Dalam lukisan-lukisannya tersebut Aceng menjelajahi tekstur dengan ketebalan cat, torehan, dan tempelan tekstil semacam bahan karung atau goni. Ia juga memanfaatkan lelehan cat, lubang, jahitan, dan kaca cermin. Berbagai efek tampak acak, informal. Tetapi selalu ia dapat merangkumnya, membenahinya dalam tata rupa yang tertib, apik dan bersih. Bahkan tempelan tekstil yang tebal dan kasar itu menjadi apik dan rapi, dengan kerutan-kerutan yang beraturan. 17 Katalog Pameran Tunggal Aceng Arif; Elegance Art Gallery; Bandung 1990.

44 Kritikus seni rupa terkemuka Almarhum Sanento Yuliman menuliskan interpretasi mengenai lukisan Aceng Arif dalam tulisan kritiknya di Mingguan Berita Tempo sebagai berikut: Karya-karya Aceng Arif memberikan kesan terlalu dikemas, memperlihatkan kadar keberaturan yang jelas, sering pada tingkat di mana orang sukar merasakan hidup dan kehangatan. Aceng juga menggunakan bermacam bentuk bingkai diantaranya berupa lingkaran, belah ketupat, bentuk menyerupai kupu-kupu, bingkai yang sisi atasnya lebih panjang dari sisi bawah dan sebagainya. Lukisannya yang berjudul AE, kaya dengan bintik atau bercak warna-warni (emas, hijau, merah, dan lain-lain) mengingatkan kepada karya Aceng di masa lalu, tetapi nampak lebih matang, lebih terolah dan terkendali. Sejumlah lukisan Aceng lainnya dapat dikenali sebagai pemandangan alam, misalnya menyajikan pegunungan dengan guratan atau coretan-coretan putih, emas, merah, hijau, kuning turun dari puncak. Lukisan-lukisan tersebut orisinal, hidup, dan menarik oleh kadar khayal yang ditampilkannya. 18 Aceng Arif lahir di Tasikmalaya tahun Lulus dari Departemen Perencanaan dan Seni Rupa ITB pada tahun Setelah itu melakukan studi lanjutan di Jurusan Seni Lukis pada Royal Academy Copenhagen, Denmark pada tahun Aceng Arif telah beberapa tahun tinggal di luar negeri dan mendapatkan banyak pengalaman kesenirupaan. Sampai sekarang bekerja di Bagian Perencanaan Pembangunan pada Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat. Sejak tahun 1972 sampai sekarang memberi kuliah seni rupa di Universitas Trisakti Jakarta. Achmad Sadali Ahmad Sadali adalah salah seorang pelukis terkemuka Indonesia yang juga perintis seni lukis abstrak di Indonesia. Selain itu ia dikenal pula sebagai seorang cendekiawan muslim dengan aktivitasnya dalam bidang sosial dan kemasyarakatan diantaranya sebagai Ketua Yayasan Pembina Masjid Salman ITB dan juga salah seorang pendiri Universitas Islam Bandung (Unisba). Seni lukis Sadali berciri meditatif, simbolik dan sekaligus ekspresif. Sadali secara jelas menampakkan keseimbangan dalam lukisannya yang nampak didasari perhitungan yang cermat tanpa meninggalkan getaran

45 perasaan yang terekam dalam tarikan garis atau torehan spontan. Selain itu lukisan-lukisannya menampakkan pola-pola geometris, gunungan serta warnawarna dan bentuk yang syarat makna. Kemusliman Sadali juga menjadi landasan yang kokoh bagi perkembangan lukisan abstraknya. Gaya seni lukisnya ini bermula dari tahun Ia sendiri sering menyebut gaya lukisannya sebagai abstrak meditatif karena lukisannya banyak berperan sebagai objek kontemplasi dan perenungan. 19 memang lebih Mengenai lukisan Sadali, kritikus seni rupa terkemuka Almarhum Sanento Yuliman dalam sebuah tulisan kritiknya menguraikan deskripsi sebagai berikut: Permukaan lukisan Sadali sering diisi dengan bidang, batang, lempengan, torehan (geometris), bundaran, gunungan, bentuk terpecah, goresan keratan, noktah, bongkah, sisa-sisa (emas), tekstur, jalur-jalur serta simbol-simbol. Sadali memberi judul karya-karyanya langsung mengatakan yang disajikannya. Sebagai contoh karyanya yang berjudul Empat Batang Melingkar Bersisa Emas, Latar Hijau Daun. Yang terlihat memang empat batang yang disusun berkeliling menjadi segi empat. Pada batang-batang itu tampak sisa emas, berlatar hijau daun. Pada karya tersebut yang tampak sederhana, penglihatan tidak meluncur cepat mengikuti sapuan lebar yang membentuk batang. Berbagai ciri pada batang ini menahan penglihatan, hingga bergerak lambat, memperhatikan garis-garis pinggir yang sangat bervariasi, cat yang bertumpuk dan menebal di sana-sini, tekstur dan sebagainya. Penglihatan juga ditawan untuk memperhatikan hubungan antara sosok batang itu satu sama lain, antara sosok, latar dan format bidang. 20 Lebih jauh Sanento memberikan interpretasi dan evaluasi atas karyakarya Sadali sebagai berikut: Karya Sadali mempunyai sifat membawa penglihatan untuk berperilaku tenang dan merenungi. Kehadiran sisa emas menambah sifat ini. Kilau yang terang dan jernih ini berlawanan dengan warna sekitarnya yang cenderung redup: coklat, biru, hijau, merah tua, oker putih dan lain-lain. Kilau ini adalah sisasisa pada bidang, batang, atau bongkah yang tampak pecah tak beraturan, terkadang tampak kemilau. Emas yang tersisa, yang bertahan, atau yang pecah berantakan itu dapat ditafsirkan sebagai kejayaan, kekuasaan atau 18 Yuliman, Sanento; Yang Bertahan, Pergi, Balik Kembali; Mingguan Berita Tempo, 8 Juli 1989, Hal Yustiono; Achmad Sadali, Perintis Seni Lukis Abstrak Indonesia, dalam Mengenang Perintis Seni Rupa Indonesia; Katalog Pameran; Bandung: IA-ITB; hal Yuliman, Sanento; Ayat Quran dan Sosok Batang; Mingguan Berita Tempo, 12 September 1987; hal 69.

46 terang rohani. Unsur lain yang terdapat dalam sejumlah lukisan Sadali adalah tulisan Arab, sehingga terdapat dua unsur yang atau dua macam faktor yang hadir bersama. Yaitu unsur atau faktor rupa dan unsur atau faktor kata. Hubungan atau interaksi antara kedua unsur atau faktor tersebut akan sulit dalam membentuk pengertian yang bulat apabila pengutamaan budidaya rupa mengabaikan pertalian semantik antara rupa dan kata dalam lukisan. 21 Dalam sebuah tulisan mengenang Almarhum Sadali, kritikus seni rupa Yustiono menyebutkan adanya lima tahapan atau periode dalam perjalanan kesenian Sadali. 22 Tahap pertama berupa upaya abstraksi pribadi yang berlangsung antara tahun Dalam masa ini sebagai mahasiswa Sadali bertolak dari cara melukis yang diajarkan kepadanya. Sebagaimana mahasiswa lainnya ia melukis pemandangan, alam benda, figur dan kombinasi dari ketiganya. Kemudian dalam tahap kedua yang meliputi masa antara , lukisan telah diperlakukan sebagai alam baru. Tahap ini merupakan tahap yang semakin mendekat ke arah seni lukis abstrak. Tahap berikutnya meliputi tahap antara Karya-karyanya pada masa ini masih menampakkan objek alam dalam gaya yang mendekati Jacques Villon. Kecenderungan pada gaya Villon pada masa itu merupakan kecenderungan umum pada para pelukis hasil didikan Ries Mulder. Tahap keempat yang meliputi rentang waktu merupakan masa eksperimen pada bentuk lukisan yang sama sekali tidak menampilkan objek alam. Pada masa ini nampak kecenderungan pada gaya destijl. Pada periode ini karyanya sangat sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh situasi politik yang tidak menentu. Tahap kelima merupakan masa paling panjang dan berlangsung antara Pada periode inilah Sadali mulai memasukkan unsur tulisan Arab dalam lukisan-lukisannya, selain penggunaan unsur tekstur dan warna emas yang menjadi ciri khas lukisannya. Tahap kelima ini juga menampakkan keragaman bentuk yang kaya dan menjadi bukti vitalitas Sadali Yuliman, Sanento; Ayat Quran dan Sosok Batang; Mingguan Berita Tempo, 12 September 1987; hal Yustiono, Op. Cit.; hal Yustiono, Ibid.

47 Achmad Sadali lahir di Garut pada tanggal 27 Juli Memperoleh pendidikan seni rupa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sekarang Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB), kemudian menempuh pendidikan lanjutan di Iowa State University, setelah itu di Art Student League, New York; dan Columbia University, semuanya di Amerika Serikat. Sadali mengabdi sebagai dosen tetap di ITB. Berbagai jabatan di lingkungan ITB telah diembannya mulai dari Ketua Jurusan Seni Rupa, Dekan Fakultas Perencanan dan Seni Rupa sampai dengan Pembantu Rektor Urusan Kemasyarakatan. Pada tahun 1972 Sadali diangkat sebagai Guru Besar Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Profesor Achmad Sadali wafat di Bandung pada tanggal 17 September Kepergiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia kesenian di Indonesia. Angkama Setjadipradja Di antara para pendidik seni rupa terkemuka di Indonesia terdapat nama Angkama Setjadipradja. Selain sebagai pendidik, Angkama adalah seorang seniman serba bisa. Sebagai pelukis, ilustrator, pencipta lagu anak-anak dan penulis artikel atau cerita pendek, nama Angkama sudah dikenal sejak tahun 1930-an. Sekitar tahun 1960-an namanya sudah tidak asing lagi bagi pengamat seni rupa di tanah air. Tetapi nama Angkama sebagai seniman mulai meredup di masa-masa menjelang akhir hayatnya. Tatkala meninggalnya di tahun 1984, namanya sebagai seniman sudah terlupakan. 24 Ciri khas Angkama sebagai pelukis adalah melukis secara langsung melihat obyeknya. Baik benda alam maupun pemandangan kota, sawah, perkampungan, dan manusia selalu dilukis dengan cara demikian. Cara-cara seperti ini sebenarnya telah dia lakukan sejak duduk di bangku sekolah. Setelah menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Seni Rupa di Bandung pada tahun 1950, Angkama mulai berkenalan dengan aturan-aturan dan metode baru dalam melukis. Di perguruan tinggi seni tersebut Angkama mendapat pelajaran

48 teori tentang komposisi warna, anatomi, bentuk, ruang, tekstur dan lain sebagainya. Di situ pulalah Angkama mulai berkenalan dengan perkembangan seni rupa dunia. Karya-karya para pelukis impresionis kemudian berpengaruh pada pribadi Angkama sebagai pelukis. 25 Bersama pelukis Abedy, R. Waluyo dan Sukondo Bustaman, pada tahun 1953 Angkama mendirikan perkumpulan pelukis Bandung yang diberi nama Tjipta Pantjaran Rasa atau TPR. 26 Ketika menjadi ketua perkumpulan ini, nama Angkama sebagai pelukis mulai terkenal. Dari beberapa pameran bersama pelukis Bandung lainnya, karya Angkama sering menjadi pusat perhatian. Tahun 1961 untuk pertama kalinya Angkama mengadakan pameran tunggal yang bertempat di Balai Budaya, Jakarta. Pameran ini mendapat perhatian yang memuaskan dari masyarakat. Star Weekly, sebuah majalah bergengsi pada masa itu, menulis resensi tentang pamerannya. Dikatakan oleh Oei Sian Yok penulis resensi tersebut, bahwa Angkama adalah seorang pelukis impresionisme yang telah banyak dipengaruhi oleh Duffy dan Bonnard. Meski demikian, Angkama telah berhasil mengolahnya sedemikian rupa sehingga di dalam lukisannya masih terasa gaya dan ciri khas kepribadian pelukisnya. Dalam lukisannya yang bertemakan pemandangan, bunga, alam benda dan lain sebagainya dia banyak menggunakan warna-warna segar, meriah yang dipertegas oleh kontur-kontur yang kuat. Begitu pula lukisannya yang menggambarkan kebun dan pohon-pohon yang hijau, bunga-bunga yang beraneka warna, telah memberikan kesan yang serba teratur dan menyenangkan serta bersifat ringan. Dengan menggunakan teknik itu, dia mampu pula menangkap suasana riang gembira, seperti lukisannya yang berjudul Situ Aksan. 24 Suadi, Haryadi; Angkama Setjadipraja, Seniman Serba Bisa yang Terlupakan, dalam Mengenang Perintis Seni Rupa Indonesia; Katalog Pameran; Bandung: IA-ITB; hal Ibid, hal Ibid, hal 104.

49 Angkama Setjadipradja lahir di Ciamis pada tanggal 5 Oktober Menempuh pendidikan seni rupa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sekarang Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB) setelah sebelumnya telah mengenyam pendidikan guru dan bekerja sebagai guru. Angkama kemudian bekerja sebagai dosen di Seni Rupa ITB. Angkama wafat pada tanggal 8 Juli 1984 di Bandung. B Bambang Ernawan Karya-karya Bambang Ernawan menampakkan kecenderungan formalistik. Bambang seringkali menggunakan media campuran dalam karyanya. Salah satu medium yang biasa ia gunakan adalah kaca. Menurutnya medium mengilhami terwujudnya gagasan. Penampilan medium diharapkan dapat mendorong dan menumbuhkan imajinasi seseorang pada masalah kesederhanaan tersebut. Bentuk segitiga adalah bentuk-bentuk yang seringkali muncul dalam karyanya. Dalam karyanya yang berjudul Tembaga Dalam Segitiga 1994 tampak gubahan bentuk yang simetris dengan pokok utama bentuk segitiga, sebagaimana yang disebut dalam judul. Bentuk geometris yang terukur sangat dominan terutama dengan adanya garis yang membentuk segitiga tersebut. Terdapat segitiga utama pada bagian tengah yang terbagi dua. Di dalam bentuk segitiga yang terbagi tersebut masing-masing terdapat segitiga siku-siku yang menempel dan secara bersama-sama menyusun struktur bentuk di belakangnya. Bidang segitiga siku-siku pada bagian kiri berwarna putih dengan aksen warna tembaga pada bagian kanan. Sedangkan bidang segitiga siku-siku kanan berwarna tembaga dengan aksen warna oranye. Diluar bidang segitiga utama tersebut masing-masing di kanan dan kiri terdapat garis-garis diagonal. Garis di sebelah kiri sejajar dengan sisi segitiga bagian kiri. Begitu pula sebaliknya. Di ujung kiri serta di sisi kiri segitiga utama terdapat garis yang tidak beraturan yang nampaknya dibuat sengaja untuk mengganggu atau bahkan untuk

50 mendukung gubahan secara keseluruhan. Warna yang digunakan adalah warna putih dengan beberapa bagian putih redup. Hal yang bisa ditangkap dari gubahan ini adalah kuatnya tertib rupa. Perupa dengan gaya ungkap formalistik seperti ini cenderung untuk membuat perhitungan yang matang ketika mempertimbangkan komposisi atau gubahan yang dibuatnya. Bambang Ernawan lahir di Bandung 11 Agustrus Menyelesaikan program sarjana dan magister seni di Jurusan Seni Murni FSRD ITB. Saat ini Bambang mengajar di Studio Seni Lukis pada Jurusan Seni Murni, FSRD ITB. Barli Sasmitawinata Barli Sasmitawinata, merupakan perupa senior Bandung yang sering menampilkan sosok atau figur dan tema-tema alam benda. Dalam penggambaran karya-karyanya, Barli mempergunakan corak realistis maupun naturalistis. Corak tersebut secara keseluruhan lebih dramatis bila dilihat dari cara penggambaran sosok. Hampir semua karya Barli yang menggambarkan orang tua memperlihatkan ciri yang sama secara keseluruhan. Ciri yang sama tersebut pada karya-karya drawing misalnya terlihat dari tarikan garis maupun arsiran. Sedangkan pada lukisan Barli selalu menutup seluruh bidang kanvas dengan cat. Pemandangan alam merupakan tema yang jarang dilukis oleh Barli, karena ia merasa kuatir dirinya akan hanyut oleh perasaan romantis bila selalu melukiskan pemandangan alam di atas kanvas, yang pada kenyataannya sulit dijangkau. 27 Barli mulai melukis pada tahun 1935 dalam usia 14 tahun, pada masa dimulainya seni lukis Indonesia modern yang lahir dan berusaha menemui situasi historisnya, serta melihat dan mempersoalkan dirinya dalam perspektif sejarah. Tetapi semua hal tersebut tidak luput dari pengaruh Barat, seperti teknik seni lukis, kanvas dan cat minyak, disamping lukisan-lukisan yang menggambarkan suasana pemandangan alam Indonesia dengan banyak

51 keindahannya yang banyak dibuat oleh para pelukis Indonesia. Lain halnya dengan Barli dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Kelompok Lima yang terdiri dari Afandi, Barli, Hendra, Sudarso dan Wahdi. Mereka membuat lukisan bersuasana sehari-hari yang ditemuinya. Gaya melukis seperi ini masih digunakan Barli sampai dengan saat ini. Barli Sasmitawinata dilahirkan di Bandung pada tahun Setelah menyelasaikan HIS dan MULO, Barli berguru pada seorang pelukis Belanda Yos Pluimentz. Selain itu Barli juga belajar pada pelukis Luigi Nobili yang juga seorang guru gambar asal dari Italia. Barli belajar dengan tekun sejak tahun 1935 sampai dengan Pada tahun-tahun sebelumnya (1935) ia telah bergabung dalam kelompok belajar sendiri yaitu Kelompok Lima. Sebagai seniman yang mempunyai perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan khususnya pendidikan seni rupa, maka pada tahun 1958 bersama Mochtar Apin, Sukondo Bustaman dan Karnedi, Barli mendirikan Balai Pendidkan Jiva Mukti di Bandung yang bergerak di bidang seni lukis. Pada tahun 1950 Barli melanjutkan pendidikan seni rupa di Amsterdam, Belanda. Sepulang dari Belanda, Barli kembali berkecimpung dalam dunia pendidikan, diantarnya mengajar di Universitas Padjadjaran Bandung, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Andalas. Selain itu Barli berperan besar dalam pendirian Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung, bersama-sama dengan Popo Iskandar dan Wiyoso Yudoseputro. Sampai sekarang Barli tidak pernah lepas dari dunia pendidikan dan kesenirupaan yang menjadi minatnya itu dengan memberikan pelajaran menggambar dan melukis di Studio Seni Rupa Rangga Gempol yang merupakan kelanjutan Jiva Mukti. Museum Barli yang didirikannya juga memiliki peran sebagai wahana bagi pendidikan dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni rupa 27 Dewi, Belinda Sukapura; Tinjauan Perbandingan Lukisan dan Gambar Karya Barli Sasmitawinata; Skripsi Jurusan Seni Murni, 1989.

52 But Muchtar Almarhum But Muchtar adalah pematung dan pelukis yang juga merupakan pelopor pendidikan seni patung modern di Indonesia. Karya-karya patung But Muchtar mulai dipamerkan pertama kali di Bandung, kemudian di Balai Budaya Jakarta tahun 1966 pada pameran 11 Seniman Bandung dan pameran Grup 18 bertempat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sebagai perupa, But Muchtar terhitung jarang berpameran. Karya But Muchtar sebagian besar dibuat dari metal atau logam dengan teknik las, walaupun ia pernah mengerjakan kayu dan batu. Ia mengatakan bahwa proses las memberinya kenikmatan dalam memperlakukan besi. Api yang menyembur dari mulut brander membuat besi jadi lunak untuk dilengkungkan. Lengkungan ini diperlukan untuk menunjukkan gerak dinamis. Permainan dinamika inilah yang menantangnya, sebab disitulah vitalisme bentuk menyatakan kehadirannya. Problematik But Muchtar sejak dulu adalah gerak dan dinamika. Hal tersebut ia peroleh dari penghayatan kehidupan yang menurut pendapatnya penuh berisikan konflik-konflik. Dan adanya konflik inilah yang justru membuat kehidupan itu sendiri dinamis. Usaha untuk membuat damai dalam kehidupan adalah sama dengan menciptakan konflik baru dan semakin dinamis nampaknya kehidupan itu menurutnya. 28 Mengenai lukisannya, di tahun 1950-an lukisan But banyak menampilkan tema wanita dan alam benda, dengan warna-warna yang suram dan kelabu. Selanjutnya menjelang But pergi ke Amerika tahun 1959 ia mewakili salah satu gaya khas mahzab Bandung pada waktu itu, yaitu abstrak dan geometrik dengan warna-warna yang cerah, bening dan melalui studi ilmiah. Sepulang dari Amerika ada perubahan dalam gaya. Garis-garis dan warna But Muchtar semakin lincah dan bebas, dan pola-pola bentuk 28 Yudoseputro, Wiyoso; 1990; Seni Patung Modern Indonesia, dalam Modern Indonesian Art: Three Generation of Tradition and Change Joseph Fischer, Editor. Jakarta and New York: Panitia Pameran KIAS ( ) and Festival of Indonesia.

53 geometrik pun tidak lagi menonjol. Di kemudian hari lukisannya menjadi lebih rata dan cemerlang warnanya, dan bergaris kontur yang kontras. But Muchtar dilahirkan di Bandung tahun Ia mula-mula belajar melukis di Seni Rupa ITB dengan bimbingan pelukis Belanda Ries Mulder. Saat ia masih mahasiswa, lukisannya terpilih untuk disertakan pada Pameran Pelukis-Pelukis Muda Asia I tahun 1957 di Tokyo dan mendapat hadiah Stralem Award. Setelah menyelesaikan studi di Seni Rupa ITB, ia dikirim ke Amerika dan belajar mematung pada George Franklin di Rhode Island School of Design. Seteleh itu ia belajar pada pemahat marmer terkenal Jose de Creeft di Art Student League of New York, kemudian menggabungkan diri dengan pematung-pematung muda pada Sculpture Center di kota yang sama yang mengkhususkan pada cara mematung metal dengan las. Selama beberapa bulan ia bekerja pada sebuah perusahaan pengecoran perunggu dan setelah itu turut dalam proyek penelitian pengecoran metal di Massachusetts Institute of Technology. Sekembalinya di Bandung But Muctar diserahi tugas membuka studio Seni Patung di Jurusan Seni Rupa ITB. Di Seni Rupa ITB ia pernah menjabat sebagi pimpinan, begitu pula di lingkungan ITB, ia telah dua kali menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang Komunikasi dan Kebudayaan. Pada tahun 1985 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Di dalam kancah pendidikan kesenian di Indonesia, peranan But yang dianggap penting adalah keberhasilannya memadukan tiga lembaga pendidikan kesenian di Yogyakarta yaitu Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), dan Akademi Musik Indonesia (AMI) menjadi Institut Seni Indonesia (ISI). 29 Penggabungan ini merupakan konsep yang telah dirintis antara lain oleh Profesor Edie Kartasubarna. Di ISI, But Muchtar menjabat sebagai Rektor selama dua kali masa jabatan. 29 Yudoseputro, Wiyoso; 1995; But Muchtar, Sosok Seniman yang Pendidik Seni, dalam Mengenang Perintis Seni Rupa Indonesia; Katalog Pameran; Bandung: IA-ITB; hal 117.

54 Karya-karya monumental But sampai sekarang masih bisa dinikmati, misalnya di tempat-tempat penting seperti di Gedung MPR-DPR. Di halaman gedung itu terdapat patung setinggi 14 meter karya But. Kemudian Patung Manusia dan Hutan di Gedung Departemen Kehutanan Jakarta. Sedangkan salah satu patung yang pernah dibanggakannya adalah patung berjudul Unity yang terdapat di Fort Canning Park, Singapura. But Muchtar wafat di Bandung pada tanggal 30 Juni 1993 di Bandung. C Chusin Setiadikara Chusin Setiadikara lahir di Bandung pada tahun 1949 dan belajar pada Barli Sasmitawinata. Sebagai seorang warga etnis keturunan Cina, Chusin juga belajar pada seorang guru Cina. Pada masa-masa awal karirnya Chusin banyak melukis dengan gaya lukisan Cina. Banyak dari lukisannya pada masa itu memiliki kesamaan dengan karya Wu-Guangzhong, walaupun Chusin belum pernah melihat karya-karya pelukis besar Cina. Pada awal tahun 1970-an, terdapat kecenderungan yang kuat pada abstraksi dan di lain pihak lukisan realistik dianggap ketinggalan jaman. Chusin secara kuat bereaksi terhadap kecenderungan tersebut dan pencarian pribadinya dimulai sebagaimana dia berusaha keras untuk membuktikan bahwa lukisan realistik dan dekoratif tidak mengenal waktu. Kemajuan yang diperolehnya sebagai seniman dengan gaya realistik tersebut terjadi secara gradual dan ia benar-benar matang dengan gaya lukisanya pada awal tahun 1990-an. Karya-karya lukisan terbaiknya adalah lukisan realistik dan seringkali menampilkan perempuan atau gadis muda mengenakan pakaian tradisional yang indah. Chusin bersimpati pada kaum perempuan yang memainkan peran sekunder dalam masyarakat Indonesia. Chusin menyadari betapa pentingnya peranan perempuan. Tekanan yang dilakukan terhadap kaum perempuan oleh masyarakat begitu kuatnya dan Chusin seringkali menggambarkan perempuan

55 yang membebaskan dirinya dari berbagai tekanan dengan bersantai atau bermimpi. Suasana menyerupai mimpi ini menjadi ciri khas karya-karya Chusin. Tidak seperti surealisme yang mencoba merekam mimpi yang sesungguhnya. Sering di latar belakang lukisan karya Chusin dijumpai abstraksi yang membangun kontras terhadap figur di latar depan. motif-motif abstrak kadangkadang diambil dari motif tradisional Bali; atau kadangkala motif tersebut hanya sekedar abstraksi dari alam. Seringkali figur-figur dalam lukisan membentuk susunan segi tiga yang memperkuat susunan dan struktur dari komposisi yang dibuatnya. Disamping abstraksi dan segi tiga, terdapat pula garis-garis horizontal dan vertikal yang kuat. Chusin telah menyerap pengaruh dari Piet Mondrian, pelukis dari awal abad Warna-warna adalam lukisan Chusin sangat khusus. Oker dan merah adalah warna yang dominan, ia seringkali mencampur kedua warna tersebut dengan warna emas untuk memberikan kesan magis. Latar belakang selaku etnis keturunan tentu saja mempengaruhinya dalam penggunaan warna yang cukup unik dalam seni lukis Indonesia. Chusin juga membuat lukisan abstrak, yang sesungguhnya hanya merupakan eksperimen. Dalam karya semacam itu ia belajar untuk mengorganisir struktur dan keseimbangan dalam kompisisi. Dalam karya-karya terbaiknya ia mengkombinasikan realisme dan absraksi untuk kemudian menempati posisi dalam pelataran seni lukis Indonesia. D Diyanto Diyanto adalah seorang perupa muda di Bandung yang termasuk aktif berkesenian. Energi dan daya cipta yang dimilikinya begitu kuat. Hal tersebut tampak dalam karya-karyanya. Ia telah berkarya lukis, berungkap dengan 30 Bollanse, Marc; Esmeralda Bollanse; 1997; Masterpiece of Contemporary Indonesian Painter; Singapore: Times Edition.

56 instalasi, selain juga aktif dalam kegiatan pementasan teater sebagai stage designer atau perancang tata panggung. Lukisannya yang berjudul Panik Dis Order begitu kuat mengekspresikan daya hidup dirinya selaku kreator yang kaya akan gagasan, dimana karya tersebut sesungguhnya lahir dari persinggungan atau kontak, persentuhan antara dirinya dengan dunia sehari-hari. Dari proses kreatif seperti itu, Diyanto menemukan ilusi-ilusi yang sanggup menggerakkan dan mempengaruhi bahkan dapat mengatasi keterbatasan itu sendiri. hal seperti ini sejalan dengan apa yang diungkapkannya bahwa ia memiliki kebebasan berungkap, dan yang penting baginya justru usaha-usaha untuk menyatakan diri, meski dasarnya adalah kepanikan terhadap realitas hidup. Kegelisahan semacam ini juga tampak dalam seri lukisan sebelumnya yang berjudul Kasidah Izrail. Diyanto lahir di Kadipaten 23 Februari Pendidikan seni rupa diperolehnya di Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung tahun , setelah itu di Jurusan Seni Murni FSRD ITB tahun Pada tahun 1992 Diyanto mendalami tata pentas teater di Augusburg, Jerman. Pernah mengadakan pameran tunggal di Bandung, selain telah berpameran bersama antara lain di Bandung, Yogyakarta, Singapura, Filipina, Jepang, dan Jerman. E Edie Kartasubarna Almarhum Edie Kartasubarna adalah sosok pendidik yang telah berjasa besar dalam penataan institusi di lingkungan perguruan tinggi. Kepiawaiannya diakui secara nasional. Pekerjaan monumental di bidang manajemen dan pembinaan perguruan tinggi telah mencuatkan namanya dan dikenal di lingkungan Institut Teknologi Bandung. Di lingkungan seni rupa ITB Edie Kartasubarna dikenal sebagai pendiri Studio Keramik dan aktif bersama-sama dengan Drs. Angkama Setjadipraja membina Studio Keramik.

57 Pada waktu lulus sebagai sarjana seni rupa pada tahun 1954, jabatan yang dipangkunya adalah asisten ahli pada Bagian Seni Rupa pada Fakultas Teknik di Bandung. Selanjutnya jabatan struktural yang dipercayakan kepadanya adalah sebagai sekretaris Bagian Seni Rupa. keadaan Seni Rupa pada saat itu tengah berlangsung masa-masa konsolidasi, mengingat para pengajar berkebangsaan Belanda mulai meninggalkan Indonesia. Masa transisi itu berlangsung alamiah, karena kaderisasi dari tenaga-tenaga pengajar oleh para pengajar berkebangsaan Belanda mencapai sasaran. Jabatan Sekretaris di Seni Rupa di pegang sampai tahun 1964 atau 10 tahun disamping mengajar di Studio Keramik. Seni Rupa yang masih berstatus Bagian saat itu berada di bawah Departemen Perencanan dan Seni Rupa. Pada tahun Edie ditugaskan sebagai Pembantu Dekan II. Hal ini membawa Edie lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada tugas-tugas yang bersifat birokratis. Kemampuan serta kecermatan mengolah permasalahan administrasi ini, selanjutnya memberi warna pada sikap Edie. Masalah di sektor ini memang cukup pelik dan orang yang memiliki kemampuam di bidang tersebut saat itu masih terbilang langka, terutama di lingkungan seni rupa. Karir awal dari kemampuan dalam bidang administrasi dan manajemen untuk lingkup nasional dimulai pada tahun Saat itu ia termasuk dalam panitia pemikir pembentukan Institut Tekonogi dari penggabungan Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia di Bandung. Tim pemikir inilah yang kemudian menghasilkan keputusan-keputusan untuk penetapan pendirian ITB pada tahun Selanjutnya tugas bidang administrasi dan manajemen seakan menjadi profesinya. Sangat berbeda sekali dengan bidang kesenirupaan sebagai bidang utama yang ditekuninya. Tidak seperti pengalaman rekan-rekannya sesama perupa, meskipun bidang ini tetap tidak lepas sepanjang hayatnya, nama Edie Kartasubarna tidak mencuat seperti rekannya yang lain sebagai perupa. Pada tanggal 18 April 1976 Edie Kartasubarna meraih jabatan tertingi akademis yaitu sebagai Guru Besar ITB. Ditengah kesibukaannya menjalani

58 tugas-tugas internal di ITB, Edie memimpin proyek pembinaan perguruan tinggi kesenian. Salah satu hasil dari proyek ini adalah berdirinya Institut Seni Indonesia di Yogyakarta. Edie Kartasubarna wafat pada tanggal 1 Juni 1990 di Bandung. Erna Pirous Lukisan Erna Pirous memperlihatkan kesegaran warna. Dengan warna dan tekstur, sapuan kuas yang berpadu dalam harmoni bukan saja mencoba memikat mata melainkan juga menerobos ke dalam suatu kehidupan alam. Menurut Erna Pirous, ide yang mengilhami proses berkarya pada dasarnya datang dari alam yang penuh dengan hal-hal menarik. Pengalamanpengalaman di alam yang memberikan perasaan tertentu pada jiwa menjadikan dasar penghayatan bagi proses kreasi. Ia mengekspresikan pengalaman emosi melalui warna, sapuan kuas dan tekstur. Warna tersebut memberikan kesan yang segar, hangat dan kaya. 31 Dalam karyanya yang berjudul Bahtera Waktu nampak kecenderungan Erna Pirous pada penggunan warna yang kaya. Warna-warna primer seperi merah, kuning, dan biru terdapat dalam karya ini disamping warna-warna sekunder yang disusun sedemikian sehingga membentuk gubahan warna yang diperkaya juga oleh tekstur. Lukisan ini dibentuk dengan menyambungkan permukaan tiga bidang kanvas. Garis-garis yang terbentuk oleh tumpukan warna di beberapa bagian terlihat menyambung pada seluruh permukaan kanvas. Tetapi terlihat potongan dan perbedan warna yang disebabkan oleh sambungan ketiga kanvas. Sesuai dengan judulnya, lukisan ini tampaknya ingin bercerita tentang waktu dan dinamika serta perubahan yang disebabkannya. Erna Pirous lahir di Kuningan, Jawa Barat 2 September Pendidikan seni rupa perolehnya di Departemen Perencanaan dan Seni Rupa ITB, lulus pada tahun 1968, kemudian pada tahun melanjutkan

59 studi di Ecole des Beaux Arts, Paris,Perancis. Erna Pirous aktif berpartisipasi dalam berbagai pameran bersama di dalam maupun di luar negeri di antaranya Pameran Indonesian Contemporray Art from Origin to Distant Shores di Washington D.C. Amerika Serikat, kemudian pada International Asian Art Exhibition ke delapan di Fukuoka, Jepang; dan pada International Asian Art Exhibition ke sembilan di Taiwan. F Farida Srihadi Farida Srihadi melukis pemandangan alam sebagai semacam kandungan kesanggupan, kemampuan, kekuatan atau daya. Ia misalnya tertarik kepada kesuburan alam, atau kepada keperkasaan gunung kapur. Dengan sarana utama palitan, olesan, atau sapuan yang sengaja diperlihatkannya, tidak dilebur atau dilumat, ia membangkitkan rasa gerak, ketegangan, irama, serta suasana. Alam dalam lukisannya menampakkan tenaga atau daya yang menghidupkannya. Dalam karya-karya Farida pada masa lalu dapat diamati pengaruh seni lukis Srihadi, suaminya. Ia berangsur melepaskan diri dari pengaruh kuat ini. Gunung Kapur, salah satu karyanya, menyajikan bukit-bukit kehitaman yang masif dan tegar. Terdapat sosok kasar dan tegar yang menghadang penglihatan. Karya ini nampaknya merupakan terobosan Farida ke arah keaslian atau orisinalitas yang kuat. 32 Farida Srihadi lahir di Baturaja, 9 Juli Pendidikan seni rupa yang ditempuhnya antara lain: pada tahun menyelesaikan studi di Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta; pada tahun di Ohio State University, Columbus, Ohio, Amerika Serikat; tahun 1978 di University of London, Inggris; , Gerrit Rietveldt Kunstacademie, 31 Anggraeni, Rini; 1976; Beberapa Masalah di Sekitar Pelukis-Pelukis Wanita Indonesia; Skripsi Departemen Seni Rupa. 32 Yuliman, Sanento; Pameran 11 Wanita Perupa di Bandung: Merebut Keaslian; Harian Kompas, 25 Juni 1989.

60 Amsterdam, Negeri Belanda; pada tahun 1973 lulus dari Departemen Seni Rupa ITB, Bandung. Farida Srihadi telah berpartisipasi dalam berbagai pameran yang diadakan di dalam dan di luar negeri. Selain itu Farida telah berhasil mendapatkan penghargaan Cultural Grant CRM, G. Rietveld, Amsterdam ( ); Cultural Grant dari The British Council, University of London ( ); grant dari The Ohio State University, ( ); dan Cultural Award dari Pemerinrah Australia. G G. Sidharta Soegijo Gregorius Sidharta Soegijo adalah seorang perupa terkemuka di Indonesia. Karya-karyanya, baik patung, lukisan, maupun grafis banyak diapresiasi masyarakat. Selain itu ia juga membuat berbagai karya monumental yang tersebar di beberapa kota di Indonesia dan di beberapa negara lainnya. G. Sidharta Soegijo lahir di Yogyakarta pada tahun Sidharta pertama kali belajar melukis ketika ia bergabung dengan Sanggar Pelukis Rakyat pada tahun 1947 di Yogyakarta yang dipimpin oleh Hendra Gunawan dan Trubus. Di sanggar bergabung sejumlah pelukis muda yang di kemudian hari menjadi seniman-seniman penting dalam perkembangan seni lukis di Indonesia. Sebelum bergabung dengan sanggar, latar belakang kehidupan Sidharta memang telah akrab dengan suasana kesenian khususnya kesenian tradisional Jawa di dalam keluarganya yang taat beragama. Ayahnya Bernardinus Soegijo dikenal sebagai ahli karawitan yang juga bekerja sebagai guru. Ketika berdiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Dharta bergabung ke akademi ini. Setahun belajar di akademi, dharta merasa sudah waktunya berkiprah sebagai seniman. Pada tahun 1951, bersama rekan-rekan seangkatannya ia mendirikan sebuah sanggar yang kemudian dikenal sebagai Pelukis Indonesia Muda. Pada tahun 1953, Dharta mendapatkan beasiswa untuk belajar di Akademi Jan Van Eyck, Belanda. Di sana Dharta mendapatkan

61 pemahaman dan pandangan mendasar tentang seni rupa modern yang berakar pada bingkai pemikiran Barat. Horison yang dilihatnya seperti ditarik melebar. Setelah menyelesaikan studinya selama tiga tahun Dharta kemudian bertualang dan hidup sebagai pelukis di Belanda, serta berkeliling ke berbagai negara Eropa sebelum akhirnya kembali ke tanah air pada tahun Sekembalinya di Indonesia, Dharta kembali ke sanggarnya PIM, dan segera mengadakan pameran tunggal. Lukisan-lukisannya membuat kaget kalangan seniman di Yogya. Meskipun masih memperlihatkan gaya yang ekspresionistis lukisannya memperlihatkan pula susunan garis-garis. Obyek yang digambarnya seperti tidak menyiratkan apa-apa, terpotong-potong dan menjadi bidang datar untuk diwarnai. Lukisannya memperlihatkan pula susunan petak-petak warna berdampingan rapi, dibatasi garis yang tertib, membentuk irama. Setahun kemudian Dharta bekerja sebagai pengajar di ASRI. Di sana ia lebih berkonsentrasi pada seni patung disamping melukis. Lukisan dan patung Dharta tidak sepenuhnya dimengerti oleh kalangan seniman dan kritikus di Yogya pada saat itu. Terlebih ketika memasuki tahun 1960-an dimana perkembangan seni rupa Indonesia dipengaruhi pikiran-pikiran sosialistik yang ditiupkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sebuah lembaga kebudayan bentukan PKI. Kalangan seniman di Yogya tidak luput dari pengaruh sosialistik tersebut. Tema kerakyatan bukan lagi sumber inspirasi tetapi alat untuk mempropagandakan ajaran komunisme. Keyakinan yang dibawa Dharta dicap kebarat-baratan. Akhirnya ia dikeluarkan dari ASRI dan disingkirkan dari pergaulan para seniman Yogya. Namun pada masa sulit itu, ia mendapat tawaran untuk pindah ke Bandung dan menjadi pengajar di Jurusan Seni Rupa ITB. Pelukis dan pematung But Muchtar memintanya untuk ikut merintis jurusan patung karena Dharta dinilai cukup memiliki kualifikasi untuk bidang ini. Kepindahannya ke Bandung merupakan babak baru dalam perkembangan karir Sidharta. Ia mendapat peluang mengembangkan

62 pandangannya dan juga karya-karyanya. Pada saat itu ia kembali berkonsentrasi menekuni seni patung. Berbagai konsep mematung dicobanya dan sejak saat itu ia muncul sebagai pematung utama Indonesia. Sejalan dengan prinsip kubu Bandung, patung-patung Dharta semakin lanjut menekuni prinsip-prinsip kubu Bandung. Ia menemukan bentuk-bentuk yang sederhana lebih mungkin merekam getaran perasaan. Sementara getaran perasaan pun bukan hanya letupan emosi, kesedihan, kegembiraan, rasa haru dan rasa marah. Terdapat berbagai nuansa perasaan yang punya hubungan langsung dengan kepekaan rupa, misalnya irama, vitalitas dan sensualitas. 33 Di tengah rangkaian percobaan itu Dharta berkenalan dengan sejenis kepekaan baru. Kepekaan yang lebih dingin yang muncul bersama teknologi. Dengan prinsip ini Dharta melahirkan karya yang konstruktif. Ia juga memperkenalkan bentuk-bentuk geometrik. Setelah pergolakan politik menyisihkan pengaruh komunis mereda di awal tahun 1970-an, perdebatan Barat-Timur ramai kembali. Karya Dharta dan kubu Bandung kembali dikecam. Muncul kemudian masalah mencari identitas Indonesia. Hal tersebut menjadi polemik dan Dharta justru tertarik untuk mempermasalahkan identitas seni rupa Indonesia, sebuah sikap yang janggal bagi seorang tokoh kubu Bandung. Dharta kemudian meninggalkan prinsipprinsip kubu Bandung dan memperlihatkan kecenderugan mencari identitas Indonesia. 34 Pada tahun 1973 ia memulai suatu konsep baru yaitu memasukkan pola kesenian tradisional ke dalam karya-karyanya. Percobaan ini dilakukan melalui berbagai media seni rupa. idiom seni lukis dan seni patung yang ditekuninya selama bertahun-tahun, tiba-tiba menjadi tidak mutlak. Ia membuat percobaan menggambari patung-patungnya dengan berbagai ornamen. Pada tahun ini pula ia bersama rekan-rekannya di Seni Rupa ITB mendirikan Studio Decenta. Di 33 Agus, Ina Gustiana; 1981; Gregorius Sidharta Sebagai Pematung; Skripsi Departemen Seni Rupa FTSP ITB. 34 Supangkat, Jim; 1995; Lukisan, Patung dan Grafis G. Sidharta; Bandung: Rekamedia Muliprakarsa. Hal 19.

63 sini ia tertarik membuat karya-karya grafis. Sifat datar karya grafis yang dibuat dengan teknik cetak saring memungkinkan Dharta menampilkan pola hias tradisional. Pada masa Decenta, Dharta semakin mengembangkan media ungkapnya. Bentuk-bentuk karyanya menjadi sangat beragam. Selain akibat penjelajahan bentuk juga dipengaruhi pekerjaannya membuat patung pesanan, monumen, hiasan bangunan dan pengisi ruang. Pada tahun 1978 ia keluar dari Decenta dan membentuk sanggar sendiri. Proyek monumental yang telah dikerjakan oleh Sidharta diantaranya adalah Monumen Tonggak Samudera, di Tanjung Priok, Jakarta, Tumbuh dan Berkembang, di Taman Pakubuwono, Jakarta, Monumen Proklamasi, di Jakarta, Tumbuh dan Berkembang II di Seoul, Korea Selatan dan masih banyak lagi. Kesungguhan Dharta dalam mempersoalkan identitas seni rupa Indonesia membawanya pada upaya-upaya meningkatkan kegiatan di bidang pemikiran, pendidikan dan kritik seni. Di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB ia mengusulkan berbagai perubahan dalam pendidikan seni rupa. Ia menyusun berbagai metode yang bisa merangsang kreativitas. Ia juga mengusulkan agar pendidikan teori dikembangkan secara khusus untuk menghasilkan kritikus dan ahli sejarah seni. 35 G. Sidharta mengakhiri masa baktinya di ITB pada tahun 1997 dengan menggelar suatu pameran tunggal yang menampilkan perjalanannya sebagai seorang perupa handal yang dimiliki Indonesia. Setelah pensiun ia kembali ke kota kelahirannya Yogyakarta. H Haryadi Suadi Karya-karya Haryadi Suadi selalu mengandung unsur-unsur bentuk visual kesenirupaan Jawa, seperti unsur-unsur dari ragam hias, ukiran, batik, ornamen wayang kulit, wayang golek dan sebagainya. Haryadi memang ingin 35 Ibid., hal 25.

64 melestarikan seni budaya Jawa khususnya Cirebon. 36 Haryadi mengekspresikannya dalam bentuk lukisan kaca. Sangat sedikit perupa yang menggunakan medium kaca sebagai medium ekspresi seperti yang dilakukan Haryadi. Dalam salah satu karyanya yang berjudul Adam dan Hawa, 1995, nampak figur-figur menyerupai gambaran dalam pewayangan. Lukisan ini menyajikan kisah yang diambil dari kitab suci tentang Adam dan Hawa. Terdapat sepasang sosok pria dan wanita saling berhadapan dengan komposisi keseluruhan yang simetris. Selain kedua sosok tersebut, pada latar belakang nampak berbagai macam mahluk yang terlihat menyeramkan. Semua mahluk tersebut tertuju pada kedua sosok utama yang berada saling berhadapan. Di bagian atas nampak bentuk segitiga, sementara di bagian bawah, terdapat bentuk bulatan yang terlihat sebagian dengan dikelilingi bentuk stilasi api yang berkobar. Lukisan ini menunjukkan sifat datar dengan garis tepi yang tegas. Haryadi Suadi lulus dari Seni Rupa ITB pada tahun 1969 dalam bidang seni grafis, kemudian mengajar di tempat yang sama hingga sekarang. Di samping berkarya seni rupa, Haryadi juga banyak menghasilkan tulisan yang dimuat di media massa, khususnya di Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung. Tulisannya biasanya menyangkut sejarah dan berbagai hal yang berhubungan dengan kesenian dan kebudayaan. Hendrawan Riyanto Hendrawan Riyanto adalah seniman keramik yang sering membuat karya-karya instalasi. Selain menggunakan media keramik, karya instalasinya seringkali melibatkan bentuk-bentuk alami dan bahan seperti jerami, bambu, batu dan lain sebagainya. Bahan-bahan tersebut biasa ditemukan dan merupakan pendukung dalam proses pembuatan keramik. Dalam konsep berkarya, Hendrawan mengungkapkan bahwa ia menghargai tanah liat, dengan anggapan bahwa tanah dan manusia memiliki hubungan yang erat satu sama 36 Rukmini, Mien; 1982; Pengaruh Islam Terhadap Karya Lukis Ahmad Sadali, AD Pirous dan

65 lain. Hendrawan merujuk pada Nabi Adam yang diciptakan dari tanah, dan mencatat bahwa tiap manusia pada akhirnya akan kembali ke dalam tanah. Hendrawan adalah pencinta tanah dan spiritualitasnya. Ia menentang perlakuan komersial manusia terhadap tanah jika hal tersebut mengabaikan aspek spiritual. Hendrawan percaya bahwa bumi adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Bumi mengakomodasi semua keperluan dan perlakuan manusia bahkan perlakuan yang membahayakan dan tidak bersahabat terhadap bumi itu sendiri. Sebuah seri karya Hendrawan yang berjudul Inner Mothers yang diikutsertakan dalam Pameran terkemuka Biennale Venesia sangat tampak sekali diilhami oleh pemikiran mengenai tanah, dan bermaksud untuk memotret kehidupan spiritual antara manusia dan lingkungannya, seperti halnya memotret hubungan keluarga. Bentuk-bentuk dari karya ini, secara vertikal seolah-olah muncul dari permukaan tanah, menyusun simbol tentang keibuan, berdiri, membungkuk dan duduk. Bentuk utama dikelilingi oleh bahan-bahan dari alam, seperti batu yang berbentuk menyerupai telur, kemudian bahan lainnya seperti bambu, jerami dan berbagai jenis yanah liat lainnya. Berbagai bentuk tersebut disusun untuk membuat suatu hubungan antara ibu dan anak-anaknya. Disinilah kualitas terdalam dari suatu hubungan keluarga yang tidak pernah berakhir. Cinta seorang ibu tidak pernah terpengaruh oleh proses-proses fisik. Hendrawan melihat bumi sebagai puncak dari proses keabadian, seperti cinta yang tidak mengenal henti dari seorang ibu. 37 Hendrawan Riyanto lahir di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari Pada tahun 1986 ia menyelesaikan studi di Fakulas Seni Rupa dan Desain ITB. Kemudian menjadi pengajar keramik di tempat yang sama. Hendrawan mendalami keramik di Jepang pada tahun 1988, dan tahun 1992 sampai dengan tahun 1993, yang memberi pengaruh yang kuat terhadap karya-karyanya. Haryadi Suadi; Skripsi Departemen Seni Rupa FTSP ITB; hal Pirous, AD.; Hendrawan Riyanto, dalam Katalog Modernities and Memories, Biennal Venesia, 1997.

66 Selain di Indonesia, Hendrawan telah berpameran diantaranya di Jepang, Denmark dan Belanda. Herry Dim Sebagai pelukis, Herry Dim adalah seorang otodidak yang mempelajari dengan sungguh-sungguh ragam seni etnik, teknik realisme, dan kemudian mengembangkan teknik dan gayanya sendiri. Selain sebagai pelukis, Herry Dim dalah juga seorang penata pentas teater dan aktif menulis. Sebagai lulusan Jurusan Teater Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung, ia menjadi penata artistik yang karya-karyanya muncul di berbagai pementasan. Sejak tahun 1979 ia bekerja di Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung dan menjabat sebagai editor artistik. Di Harian ini ia banyak menulis tentang seni rupa, teater, film, musik, dan berbagai hal menyangkut kebudayaan. Dalam karirnya sebagai pelukis, ia sempat melewati empat periode penting kekaryaanya. Pertama, di antara realisme dan surealisme, dan teknik cukil kayu, bisa disebut periode studi terhadap teknik-teknik dasar seni lukis dan seni cetak atau seni grafis. Kedua, periode etnik, khusunya perhatian terhadap seni rupa purbawi, yang menghasilkan karya Seni Rupa Ritus-Ritus Seni Rupa. Ketiga, periode boom, saat ia terbawa suasana, menghasilkan karya-karya molek. Keempat, menyerap spirit dan sekaligus menjadi anakanak, dalam pengertian mencerap inti kejujuran dalam perupaan. Diawali dengan kerja melukis bersama purtanya, ia beranjak untuk memasuki dunia bermain. Sebagian karya-karyanya telah dikoleksi oleh banyak kolektor. Pada tahun 1991, ia menyertakan karyanya di forum International Art Horizon di New York. Karya-karya lainnya banyak tertera sebagai gambar sampul antologi puisi, buku kebudayaan dan lain-lain. I

67 Isa Perkasa Isa adalah salah seorang perupa muda potensial yang aktif berkarya. Jika diamati terdapat pikiran-pikiran liar dalam karya-karya drawing, seni cetak dan instalasi Isa Perkasa. Pikiran liar yang dimaksud adalah adanya pikiran yang terpisah-pisah, terpecah-pecah, dan tidak dikendalikan. Semua pikiran ini bisa terjadi dalam setiap diri manusia secara alamiah, dan yang menonjol ada dalam diri seniman dan karyanya. Sebagai seorang seniman, Isa tampak membiarkan pikiran dan perasaannya untuk terbebas dan tidak dikendalikan. Karenanya ia bisa berlari dari ruang imaji yang satu ke ruang imaji yang lainnya. Isa Perkasa adalah alumni Seni Grafis Jurusan Seni Murni FSRD ITB. Isa banyak berkarya drawing atau gambar yang ia susun sedemikian sebagaimana layaknya karya instalasi dalam pameran yang digelarnya. Karya-karya drawing dengan ide yang terkesan liar tersebut ia susun dengan merespon ruang. Suasana teatrikal muncul dengan dibantu oleh pencahayaan dalam ruangan yang gelap. Hal tersebut merupakan salah satu kesan yang didapat dalam pamerannya di Pusat Kebudayaan Perancis di Bandung pada tahun 1996 yang ia beri judul Bercanda Dengan Cermin. Dalam pameran tersebut ia seolah-olah dengan mudahnya berlompatlompat seperti seekor kera dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Ia menggambarkan figur-figur yang seperti diketahui merupakan ilustrasi tentang teori evolusi Darwin daam karyanya Menuju Monumen Beton. Dalam karyanya yang lain ia seolah terbang ke dunia pewayangan. Seolah bosan ia kemudian bermain ke warung-warung dalam karyanya Dunia Kaleng Kerupuk. Begitulah seterusnya. Para pemirsa yang menyaksikan seolah-olah masuk ke dalam dunia ganjil Isa. Dunia khayalan yang sebenarnya juga merupakan realita sehari-hari dari kehidupan pribadinya. Sebagai seorang yang membaktikan dirinya pada kesenian Isa aktif bergaul dengan kalangan seniman di Bandung. Pada tahun 1988 bersama kawan-kawannya mendirikan kelompok seni pertunjukkan Sumber Waras. Tahun 1990 ia mendirikan kelompok Seni Pertunjukkan Perengkel Jahe.

68 Kemudian pada tahun 1994 mendirikan kelompok Seni Pertunjukkan Nyeuneu Nyeni. Selama tahun 1994 dan 1996 ia mengerjakan penataan artistik untuk Forum Sastra Bandung. Isa Perkasa lahir di Cikijing 21 Juni Kesenian merupakan kegiatan yang digelutinya sejak ia masih kecil. K Kaboel Suadi Kaboel Suadi adalah pegrafis yang juga sekaligus pelukis. Dua karakter kekaryaan ini saling berpengaruh begitu kuatnya, sehingga dalam banyak karya seni lukis Kaboel Suadi banyak dijumpai unsur-unsur grafis sebagai bahasa visualnya. Banyak unsur yang tampak dalam gubahan karya lukisan Kaboel, diantaranya adalah hadirmya beberapa perkara teknis yang tidak ditemukan dalam kelaziman karya-karya seni lukis. Sebagai contoh misalnya bagaimana cara Kaboel menempatkan persoalan matra pada bidang datar lukisanlukisannya di samping itu unsur garis tidak dibentuk dengan sikap lentur, sehingga lebih menyerupai torehan-torehan dalam teknik cukil kayu pada karya grafis. Bidang-bidang warna selalu dimunculkan dengan maupun tanpa nuansa, namun senantiasa menampilkan hadirnya unsur tekstur yang sesungguhnya lebih mengarah kepada persepsi matra dalam kedatarannya. Teknik-teknik tersebut digubah Kaboel dalam upaya menaruh keberadaan objek-objek lukisannya dalam posisi maupun komposisi yang rata-rata vertikal. Kecuali pada objek-objek non figur, keleluasaan kesan horizontal lebih diperhatikan untuk menggambarkan semesta. Objek-objek lukisan Kaboel Suadi memang cukup beragam diantaranya terdapat sosok, landscape, alam benda, atau mengolah kekuatan abstraksi dalam upaya mencapai komposisi yang harmoni. Maka jika memperhatikan aspek teknis, sesungguhnya Kaboel sangat tegas dilandasi oleh disiplin akademisnya yang cenderung mudah ditemui pada pendidikan seni rupa Barat. Dalam dunia pendidikan Barat, pemahaman teknis ini umumnya dimanfaatkan

69 guna menelusuri paradigma proses berkarya dari tahapan mimesis, impresif, ekspresif, hingga tahapan abstraksi. Sehingga wajar apabila Kaboel sebagai pewaris pengaruh pendidikan Ries Mulder, yang pada waktu sebelumnya memiliki pemahaman suatu proses meniru alam setepat mungkin, dengan cepat beralih pada proses pengembangan kreativitas yang terbebas dari keterikatan. 38 Kaboel Suadi mengakui bahwa dirinya seakan baru mengenal pemahaman melukis setelah memasuki pendidikan formal di Jurusan Seni Rupa ITB. Pengalaman empirik selalu diterimanya sebagai petualangan internal, sedangkan ilmu seni rupa yang dikemas dengan formulasi tertentu diterima sebagai patokan-patokan pemahaman. Sehingga dialog antara keduanya hanya bisa dijembatani melalui bahasa visual yang bisa bersifat universal. Lalu kembalilah semuanya kepada masalah pengolahan teknis bahasa visual. Bagi Kaboel Suadi keindahan tidak selamanya menjadi tujuan, tetapi harmoni di dalam karya harus tetap dijaga, sebab harmoni menurutnya menunjang keindahan dan sekaligus tanda selesainya sebuah karya. Bahkan dalam menunjang bahasa visual, alat dan material harus diperlihatkan secara jujur, karena media dapat pula memperkuat nilai keindahan. Meskipun Kaboel Suadi sangat tertarik pada objek sosok, studi panjang tentang sosok ini tidak lagi berkisar pada saat sosok bergaul dengan lingkungannya, tetapi lebih pada persoalan studi tentang manusia itu sendiri. hubungan antara sosok dan kosmologinya dalam lukisan Kaboel ditangkap berdasarkan konteks ritual dan kulturalnya. Salah satu ciri hasil studi sosok dalam lukisan Kaboel ditandai dengan penggambaran posisi kaki yang selalu cenderung tampak samping seperti pada lukisannya Belajar Menari, Penari Topeng, dan Model. Penggambaran seperi ini mengingatkan pada figurfigur dalam wayang. 38 Noor, Maman; 1993; Katalog Pameran Tunggal Kaboel Suadi; Gedung Pameran Seni Rupa Depdikbud Jakarta.

70 Dalam tema semesta Kaboel menampakkan betapa sunyi dan mencekamnya alam. Meskipun Kaboel tidak tersedot oleh unsur puitik, tetapi sikap dramatiknya terlihat jelas saat menghadirkan objek-objek perahu, pantai ikan, jemuran, jaring atau sosok-sosok. Ungkapan dramatik tersebut diwakili oleh warna, garis dan adegan dalam tatanan komposisi. Kaboel Suadi lahir tanggal 7 November 1935 di Cirebon. Menyelesaikan pendidikan di Bagian Seni Rupa Institut Teknologi Bandung pada tahun Kemudian mendapatkan beasiswa untuk studi lanjutan di Staatlische Hochschule fur Bildende Kunste, di Berlin, Jerman tahun Sejak 1964 sampai sekarang menjadi pengajar tetap di Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, serta berkarya grafis dan melukis. Kartono Yudhokusumo Kartono Yudhokusumo memperlihatkan bakat melukisnya sejak muda. Hal ini terlihat dalam karya-karya sketsa mengenai potret, tanaman dan pemandangan alam dengan menggunakan medium konte yang ditambah warna-warna tipis cat air sebagai aksentuasi. Maka agak mengherankan bagi banyak orang yang mengenal Kartono sebelumnya, betapa cepat ia berubah konsep karyanya menjadi kontemplatif. Karyanya tidak lagi menampilkan sapuan yang lancar, kuat dan spontan seperti ketika ia melukis tanaman di kebun. Karya cat minyaknya dikerjakan dengan warna-warna muda dan dengan dinamika yang kuat. Dalam pameran tunggal Kartono tahun 1943 di gedung Poetera, untuk pertama kalinya ia mengagetkan publik dengan kelahiran karya-karya yang telah berubah sedemikian jauh menjadi lukisan-lukisan tentang diri dan potert keluarga yang masing-masing dilengkapi garis-garis kontur yang tetap dan tebal, dalam sapuan-sapuan yang dihaluskan. Warnanyapun turut mengendap dan dengan cara mewarnai yang dipoleskan halus-halus pada potret-potert yang realistis dari keluarganya. Tetapi dengan pengamatan yang lebih teliti, Kartono tidak menghentikan seluruh dinamika jiwanya pada karya-karyanya tersebut, karena ia mengisi figur-figur manusianya yang banyak berwarna gelap dengan

71 kontemplasi pandangannya dan mengisi karyanya dengan cara surealisme. Karya-karya tersebut sebenarnya bagian dari langkah Kartono menuju gaya naivisme di kemudian hari. Akhirnya karya-karya Kartono lebih menuju pada keinginan menampilkan keceriaan jiwa yang diungkapkan dalam berbagai motif alam dan kehidupan dalam warna-warna khas Kartono yang tampak pada lukisan berjudul Piknik dan Bandung. 39 Kartono akhirnya menjadi perintis dalam gaya dekoratif, dimana warnawarna terang dan gelap bekerja sama, dan dalam gaya naif yang seringkali menampilkan kisah hidup pribadnya, di tengah-tengah alam yang indah di sekelilingnya. M Mochtar Apin Moctar Apin lahir di Padang Panjang 23 Desember Sebagai pelukis, ia telah aktif sejak jaman penjajahan Jepang. Sejak muda Apin terbiasa berpindah tempat. Dari Sumatera Barat, ke Selatan lalu hijrah ke Jakarta untuk akhirnya menetap di Bandung sampai akhir hayatnya. Ia berasal dari keluarga berada dan bercita-cita untuk menuntut ilmu sampai ke ujung dunia, seperti juga tradisi merantau pada banyak orang asal Sumatera pada masa itu. Dari Bandung ia berangkat untuk melanjutkan studi di Amsterdam, Paris dan Berlin. Apin adalah seniman yang senantiasa bereksperimen dalam perjalanan karirnya. Pada sekitar tahun 1940-an tampak karyanya mencoba mempelajari teknik dengan suasana Eropa, hal tersebut dapat dilihat pada Kopi Rembrandt, 1939, dan Hutan, Perspektif dan permainan cahaya menunjukkan bagaimana Apin melihat karya itu sebagai bentuk pengkopian. Sedikit lain adalah pada Sungai Musi, 1941, Pemandangan Telaga, 1940, dengan teknik pastel, tampaknya permainan cahaya seperti orang impresionis memandang obyek ikut mempengaruhi karya dengan ukuran kecil tersebut. 39 Holt, Claire Art in Indonesia: Continuities and Change; Ithaca: Cornell University Press.

72 Dengan modal mencari pengalaman dan ketekunan mencari guru hingga sempat bergabung dalam Persagi dan Keimin Bunka Sidosho mempertemukannya dengan S. Sudjoyono yang nasionalis dan Subanto Soeryosoebandrio yang mengajarkan profesionalisme pelukis. Dari banyak pengalaman yang didapatkan baik lewat jalur formal ataupun non formal menjadikan perupa Bandung ini tidak segan berganti berbagai displin gaya. Pada prinsipnya ia sangat membuka diri dan menerima kehadiran apapun yang dirasa mempunyai pengaruh positif. Misalnya dalam periode formalisnya dimulai dari karyanya Tusuk Konde, 1947, Hetty, 1951, dan Gadis Indo, 1948, ketiganya menggunakan teknik cat minyak yang tetap menghidupkan aroma tanah air dengan penguasaan sudut yang sederhana, tampak pula dalam lukisan pastel Chairil Anwar, 1947, setelah ini muncul studinya mengenai sketsa-sketsa wanita dalam hitam putih maupun teknik cetak. Dalam serangkaian studi akademis Apin mengenai wanita, Apin sesungguhnya sedang menempuh jalan menguasai lekuk liku garis yang nantinya akan membentuk formasi yang kuat dalam jalur pertumbuhan belajar sistem Barat. Posisi wanita duduk, terlentang, berdiri, terungkap, memandang berbagai bagian dari satu pusat konsentrasi, membuat analisa sudut-sudutnya sepenuhnya sebagai suatu sistem pengamatan yang sudah berlangsung sebagai tradisi pendekatan akademis. Perjalanan itu semakin jauh ketika Apin mendeformasikan bentuk dalam Wanita dan Matahari, 1957, Pantai Mediterania, 1960, seperti juga pada Perahu-perahu Dengan Latar Belakang Gereja Veere, 1952, dan Ibiza, Rangkaian ini menunjukkan pengembaraan Apin dari daerah satu ke daerah lainnya di sekitar Eropa. Dari pengembaraan tanpa lelah ia kembali tergoda pada bentuk batik. Muncul teknik kolase dengan akrilik dalam Batik Variant, sementara sederet karya dihasilkan Apin yang dari hari ke hari menekuni pula seni cetak. Seperti tampak dalam serial burung dan kaligrafinya. Dengan menekankan pada komposisi bidang dan warna kontras, Apin tampaknya menyederhanakan

73 bentuk ke dalam sapuan bidang. Dan di dalam teknik cetak-mencetak hanya dimungkinkan oleh ketelitian kerja dan konsistensi ekspresi yang teratur. Karyanya selama tahun 1970-an rupanya bergerak ke dalam bidang yang lebih luas dan bebas. Gaya yang romantik mulai ditinggalkan dan hanya sesekali tampak obyek itu ada tetapi tidak sepenuhnya menjadi tumpuan konsentrasinya. Kadangkala dipakai untuk menyalurkan ide yang tampak abstrak. Pada Ambang Pintu, 1976, tampak wanita telanjang sepenuhnya berwarna ungu, berdiri dalam bidang hijau, pintu terbuka di belakangnya, membangun suasana surealis. Sesudah itu dengan lebih tegas Moctar Apin menyatakan dengan irama yang terbentuk dari warna. Garis akan muncul sebagai gerak. Gerak yang terus berada dalam suatu tatanan keserasian. Hal tersebut dapat dilihat dalam Perspektif Jalur Jingga, Ruang Merah dan Hijau, Dinding Hijau, dan Bidang Empat Warna semuanya diselesaikan pada tahun Karya-karya terakhir Apin tampaknya mengisyaratkan pandangannya yang penuh semangat. Dalam karya Mochtar Apin dan seluruh pengembaraannya terlihat suatu figur yang tanpa setengah-setengah. Tanpa ragu ia menempatkan diri sebagai anak zaman, seperti yang sudah tersirat dalam periodenya bergabung dengan Gelanggang Seniman Merdeka. Pada tanggal tahun 1985 Mochtar Apin meraih jabatan tertingi akademis yaitu sebagai Guru Besar ITB. Di Jurusan Seni Murni tempatnya mengajar Apin dikenal sebagai pengajar yang baik. Setelah pensiun ia kembali aktif berkarya. Mochtar Apin meninggal di Bandung pada tanggal 1 Januari N Nyoman Nuarta Nyoman Nuarta lahir di Tabanan, Bali 14 November Nyoman Nuarta menyelesaikan pendidikannya dalam bidang seni patung di Jurusan Seni Rupa ITB pada tahun Dengan kekuatan lingkungannya di Bali yang

74 mempengaruhinya sejak masa kanak-kanak ia telah banyak terlibat dalam kegiatan kesenirupaan di desanya. Hal tersebut memberikan dasar yang memadai dalam karirnya sebagai pematung. Pengalaman profesional dimulai sejak mahasiswa, diantaranya bergabung dalam Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia tahun 1977 dan mengikuti pameran kelompok ini di Bandung dan Jakarta, mendapatkan penghargaan Patung Proklamator tahun 1979 bersamasama dengan pematung G. Sidharta dan Martono, juga mengikuti pameranpameran lainnya secara berkelompok. Pengalaman profesional lainnya adalah mengerjakan elemen estetik untuk berbagai klien dan patung-patung monumental yang berada di ruangruang publik di kota-kota Bandung, Jakarta, Surabaya dan lain sebagainya. Karya monumentalnya diantaranya adalah monumen untuk Angkatan Laut di Surabaya. Berbagai karyanya tersebut dibuat dengan teknik-teknik pembuatan patung yang dikembangkannya melalui berbagai eksperimen. Dalam patungpatungnya yang menggunakan material kawat, Nyoman memperlihatkan gejala menguak massa. Massa, kepejalan serta bobot, inertia atau kelembaman, dan keburaman atau kepekatan (tidak tembus sinar) dikuak. Patung merengkuh ruang, daya dan sinar, dan menjadikan semua unsur itu bagian dari badannya atau wujudnya. Hal itu dimungkinkan oleh kerawang kawat, yang menjadi bahan pokok patung Nyoman. Kebanyakan pematung menggunakan bahan ini sebagai rangka yang tersembunyi. Semangat jelajah Nyoman menolak kelembaman, ia tidak terpaku ke dalam satu macam bahan, seperti pematung lain terpaku pada kayu atau semen, ataupun perunggu cor. Nyoman telah menjelajahi bukan hanya pada bahan-bahan itu, tetapi juga pada bilah besi, polyester, resin, paraglass dan lain-lain. Polyester resin cukup luwes baginya, lentur untuk menerima berbagai macam gagasan. Di antara karyanya dengan bahan ini ditemukan tidak hanya patung padat utuh. Sejumlah patung memperlihatkan rongga atau ruang yang menembusnya dari sisi ke sisi. Bahkan dalam karyanya Lamunan, 1988,

75 sebagian besar adalah ruang. Bilah besi memungkinkannya membuat patung yang terdiri dari lebih banyak ruang kosong daripada massa padat seperti dalam Wajah, Sebelumnya pada tahun 1987, ia membuat patung yang seutuhnya transparan, dari paraglass dan polyester resin, bahan yang memungkinkannya mematungkan obyek yang berwujud ruang dan sinar, bukan berupa benda padat seperti pada karyanya Pelangi. Pada tahun 1988, Nyoman menemukan kawat ram atau kerawang kawat untuk bahan patung. Bahan inilah yang terutama menarik perhatiannya sesudah penemuan itu, dan segera ia menemukan sejumlah kemungkinan, tertuang dalam sejumlah gagasan, yang ia wujudkan dan kembangkan kemudian. Nyoman bukanlah seorang formalis. Penjelajahannya ke dalam kemungkinan kerawang kawat, ke dalam penggabungan ruang dan massa dalam badan patung, serta ke dalam penembusan patungnya oleh sinar, tidak terceraikan dari kecenderungan untuk bercerita, menggugah gagasan dan emosi, serta menyajikan citra. Sosok yang tampak ringan karena kehilangan massa memberi peluang untuk membuat citra yang melayang menembus ruang dan waktu, menyajikan citra perlawanan terhadap kendala, meski bukannya tanpa kesakitan, dan citra pengharapan akan kebebasan dari ikatan. Hal tersebut bisa diamati dalam patung Menembus Ruang dan Waktu, Patung setinggi empat meter ini termasuk patung besar. Kerawang kawat menjadi citra kobaran api dalam Pembakaran Sita, 1989, atau angin keras dalam Angin Desember, Kerawang kawat juga menciptakan sosok ayam jantan petarung yang tegak berkokok, citra kecompang campingan dan kesakitan sekaligus keuletan dan kekuatan dalam Fighter, Selain itu kerawang kawat juga menampilkan nuansa, memberikan kemungkianan bagi pencitraan gerak dan kecepatan. Rush Hour, 1990, adalah semacam gambar atau lukisan dalam ruang, menyajikan citra orang-orang bersepeda dengan cepat. Nyoman Nuarta mengelola studio patung miliknya secara profesional. Ia didukung oleh sekelompok seniman muda dan kurang lebih 40 orang

76 karyawan tetap dengan pengelolaan sistem manajemen yang profesional sehingga dapat membuktikan bahwa bidang kesenirupaan (seni murni) tidak selalu harus melalui kerja individual. P Popo Iskandar Popo Iskandar dilahirkan di Garut, Jawa Barat 17 Desember 1927, selain dikenal sebagai pelukis, Popo Iskandar juga banyak menulis esei dan kritik yang ditulisnya di berbagai majalah dan harian terutama sejak tahun Pendidikan melukis dimulai tahun 1943 di bawah bimbingan Angkama, Barli dan Hendra Gunawan. Kemudian bergabung di Keimin Bunka Shidosho Bandung. Pada tahun 1944 karyanya terpilih untuk pameran keliling bersama pelukis-pelukis seperti Affandi, Sujoyono, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan, dan lain-lain di kota-kota besar di Indonesia. Pada tahun 1958, Popo lulus dari Seni Rupa ITB, sempat mengajar di almamaternya ( ), kemudian mengajar pula di Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan IKIP Bandung ( ). Sebagai perupa yang memiliki banyak pengalaman, Popo telah berpameran di berbagai tempat baik dalam dan luar negeri. Selain itu ia telah menerima beberapa penghargaan diantaranya: Hadiah Horison untuk sampul terbaik 1969, keanggotaan Akademi Jakarta untuk seumur hidup sejak 1970, dan Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia Perjalanan Popo Iskandar dalam dunia seni rupa telah melalui proses perjuangan dan pergulatan kreatif yang panjang. Perjalanan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain dari aspek dunia visual sebagai wujud bahasa ungkapan dari berbagai pengalaman, gagasan dan tanggapan yang

77 hendak dipaparkan. Di balik dunia visual itu sekaligus mengidentifikasikan aspek yang berkenaan dengan idealisme penciptaan dan proses kreatif. 40 Perenungan atau kontemplasi menjadi inti dari proses berkarya Popo Iskandar. Dalam proses merenung meluncur berbagai imajinasi, idea dan emosi yang akan memperkaya setiap karya yang tercipta. Dalam proses berkarya seringkali Popo menimbang-nimbang kembali, mengubah, bahkan tidak jarang lukisan yang sudah lama dikerjakan kembali. 41 Pada teknik penggarapan karyakarya, Popo terlihat sangat leluasa mendeformasikan bentuk dengan goresan pisau palet yang tegas. Walau pun berulangkali perupa ini melukis obyek yang sama (kucing, macan, dan ayam jago), tetapi setiap keputusan artistik yang diambilnya seringkali dipengaruhi aneka faktor sehingga memiliki keunikan tersendiri. Hal ini berarti obyek-obyek yang sering dilukisnya tersebut mengalami penekanan dengan adanya pengulangan tema yang bagi Popo merupakan hal penting. Dalam mengamati lukisan-lukisan diperoleh aneka ragam rasa, meski yang dilukis adalah obyek yang sama. Dari obyek-obyek kucing atau macan misalnya, dapat dirasakan keluwesan, keanggunan, keseraman, keangkeran, atau kemurungan dan lain-lain. 42 Popo Iskandar adalah salah seorang pelukis yang telah mendapat didikan dari beberapa pelukis senior, seperti Angkama, Barli dan Hendra Gunawan. Para gurunya tersebut jelas memiliki teknik dan karakteristik tersendiri yang secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi citra dan gagasan penciptaan karya-karya Popo. Karyanya pada masa ini Bandung (1949) dan Interior (1949) sangat jelas menyiratkan pengaruh Angkama dan Hendra. Perwujudan citra karya berikutnya menampilkan kecenderungan kepada bentuk-bentuk geometris atau linier kubistik yang dikenal sebagai ciri khas perupa Perancis, Jacques Villon. Penggarapan karya semacam ini dimulai ketika Popo berguru pada Ries Mulder tahun 1951 di 40 Andre S.R., Tubagus, Ardiyanto; Perspektif Idea dan Dunia Visual Popo Iskandar: Sebuah Pengantar Kurasi Retrospeksi Seni Rupa Popo Iskandar ( ) dalam Katalog Pameran Retrospektif Popo Iskandar ; Galeri Nasional, Jakarta; 1998; hal Ibid, hal 8.

78 Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar (kini FSRD ITB). Sebagaimana terlihat pada karya rekan-rekannya di ITB, seperti Achmad Sadali, Mochtar Apin, But Muchtar, Srihadi, karya Popo juga sempat terpengaruh oleh Ries Mulder. Lukisan Popo dengan kecenderungan seperti ini diantaranya Tanaman (1958), Alpukat dalam Jambangan (1956), Oleh-Oleh dari Bali (1954), dan Studio (1954). Ketika karya Popo Iskandar mampu menunjukkan perubahan perupaan dari kecenderungan kubistik, berbagai eksperimentasi selanjutnya menjadi aktivitas penciptaan karya yang secara terus-menerus digeluti. Perupa yang cukup produktif ini secara kontinyu banyak melakukan studi, mulai yang berkesan abstrak dengan goresan yang tegas dan padat, menggunakan warnawarna gelap dan cerah ( Tiga Macan dan Bulan, 1997; dan Macan dan Kunang-Kunang ). Selain itu juga dapat diperhatikan berbagai deformasi dan stilasi bentuk yang lebih spesifik dengan cara memilah-milah proporsi tubuh ke dalam bentuk geometris ( Kucing, 1986; Maung Lodaya, 1984, dan Jago, 1995). Ada pula karya ayam jantan yang terkesan sangat ekspresif, yaitu sosok ayam jago dihadirkan dengan spontan dan adanya penonjolan pada brush stroke hanya lewat penerapan warna merah dan hitam, sementara latar belakang dibiarkan kosong membentuk ruang imaji tersendiri ( Jago, 1974, dan Jago, 1979). 43 Hal lain yang dilakukan Popo adalah, menulis di beberapa media tentang berbagai hal, khususnya seni rupa telah dimulai sejak tahun 1958 hingga dekade 1990-an; disamping keanggotaannya pada Akademi Jakarta, aktivitas lainnya adalah sebagai pendidik di Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung, dan sebagai kurator pada beberapa kegiatan seni rupa. Dari semuanya ini menempatkan Popo pada posisi penting dalam percaturan seni rupa modern Indonesia. 42 Ibid, hal Noor, Acep Zamzam; 1987; Jago Popo Iskandar; Skripsi Jurusan Seni Murni FSRD ITB.

79 R Rita Widagdo Rita Widagdo lahir pada tanggal 26 November 1938 di kota Rottweill, Jerman dengan nama Rita Wizemann. Pendidikan formal seni rupa diperoleh dari Staatlische Akademie der Bildende Kunst di Kota Stuttgart. Di perguruan tinggi tersebut ia mengambil spesialisasi seni patung. Selama perjalanan karirnya, Rita Widagdo telah membuat patung untuk keperluan publik baik di Jerman maupun di Indonesia. Setelah menyelesaikan studi seni patung di Stuttgart pada tahun 1965, Rita langsung pindah dan menetap di Indonesia hingga saat ini bersama suaminya Widagdo, seorang desainer interior yang juga telah menyelesaikan studi di perguruan tinggi yang sama di Stuttgart. Di Indonesia ia bergabung sebagai pengajar di Jurusan Seni Rupa ITB. Bersama dengan rekan-rekannya di ITB, Rita sering mengadakan pameran. Pada proses berkarya, Rita betul-betul melihat dan menggunakan bahan untuk mematung sebagai sesuatu yang mendapat perhatian besar. Karena setiap bahan mempunyai penampilan yang berlainan dan nilai kekerasannya tidak sama maka cara memperlakukannyapun harus disesuaikan dengan kondisi bahan itu sendiri. Rita berpendapat bahwa penampilan bentuk sebuah patung harus jujur dan tidak dibuat-buat. 44 Watak dari setiap bahan harus menunjukkan dengan seutuhnya bahan itu sendiri. Pada beberapa karya Rita nampak dengan jelas hal tersebut, misalnya pada karya yang berjudul Tiga Tahap yang dibuat dari bahan kayu sonokeling dilapisi lak. Walaupun seluruh permukaan tertutup lak, namun Rita masih berusaha memperlihatkan watak bahan tersebut. Wujud penampilan dari bahan masih nampak jelas walaupun menggunakan warna dengan teknik mirip logam yaitu dengan memoles rata 44 Ahmad, Muksan; 1981; Tinjauan patung Karya Rita Widagdo; Skripsi Departemen Seni Rupa FTSP ITB; hal 79

80 seluruh permukaannya, tetapi dengan jelas terlihat bahwa bahan yang digunakan adalah kayu. 45 Dalam karya-karya Rita kedalaman lekukan pada permukaan bentuk diperlakukan dengan secermat-cermatnya. Bagi Rita setiap sentimeter persegi ataupun sentimeter kubik yang hilang dari bentuk semula mempunyai arti-arti tertentu dan harus dipertanggungjawabkan apa fungsinya. Dengan kata lain, bentuk haruslah mempunyai fungsi, bukan dibuat-buat seperti halnya hiasan yang dicari-cari. Oleh karena itu karya-karya Rita menampilkan kesan yang bersih, dalam arti kata tidak ada usaha untuk menambah atau mengurangi bentuk secara berlebihan. Ciri-ciri khas yang dimiliki Rita pada penampilan bentuk atau bisa juga disebut sebagai permainan dan olahan bentuk adalah aspek kesinambungan yang utuh dan tidak terpatah-patah atau terputus-putus. Patung-patung torso dan beberapa karyanya dalam bentuk relief memperlihatkan keutuhan atau kesinambungan bentuk. Selain itu, hampir semua tema yang ia olah pada akhirnya menjadi bentuk-bentuk yang diabstrakkan. Dalam mencari motif Indonesia, ia pernah mempelajari motif-motif tradisional dari daerah-daerah Irian, Nias dan Batak. Motif-motif yang dipelajarinya merupakan sumber bagi penciptaan dalam berkarya. Motif tradisional tersebut semata-mata tidak dilihatnya dari unsur dekoratifnya belaka. Jika diterjemahkan ke dalam bentuk, maka yang diambil oleh Rita adalah aspek garis, bentuk, gerak, dan tekstur. 46 Sejak datang ke Indonesia pada tahun 1965 hingga saat ini telah banyak dihasilkan karya-karya dengan berbagai macam bahan antara lain kayu, batu, logam, cor beton, cor logam dan fiberglas. Beberapa patung monumental yang telah dibuatnya antara lain patung di Bundaran Slipi Jakarta yang dibuat dari bahan alumunium, patung di gedung Sekretariat Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN, Kebayoran Baru Jakarta, juga dari bahan alumunium, 45 Ibid, hal Ibid, hal 83.

81 patung di Gelanggang Remaja Kuningan dengan bahan tembaga pada tugu peringatan dan alumunium pada patung, kemudian relief beton di gedung Sekretariat Negara di Jakarta. Sementara itu di Bandung diantaranya adalah sebuah relief di PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). S Sanento Yuliman Almarhum Sanento Yuliman adalah ahli estetika yang juga dikenal sebagai kritikus. Semasa hidupnya ia aktif membuat catatan tentang berbagai kegiatan seni rupa. Ia telah menulis sejumlah tulisan lepas dan beberapa buku yang menampilkan pikiran dan sikapnya sebagai ahli estetika tentang dunia seni rupa Indonesia. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan besar yang membutuhkan ketekunan disamping keahlian, serta kearifan seorang sarjana yang memahami realitas masyarakatnya. Sanento Yuliman, doktor lulusan Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales, Perancis tahun 1981 ini memiliki syarat-syarat tesebut. Disamping cermat dan hati-hati, Sanento juga memiliki dedikasi yang tinggi. Sanento Yuliman mengajar di ITB sejak tahun Di media massa ia umumnya tampil sebagai pengamat, membuat catatan, memberi deskripsi dan memberi penilaian. Hal itu dilakukan agar bisa membangkitkan keberanian para perupa untuk mengungkapkan konsepnya. Melalui pengamatan seperti ini akan muncul permasalahan seni rupa yang lebih luas. Dengan menghimpun catatan-catatan lepas dari setiap tulisan di media massa tersebut ia membuka peluang untuk menuliskannya dalam bentuk buku. Tulisan kritik Sanento biasanya muncul di media massa seperti Tempo, dan terkadang di Kompas atau Pikiran Rakyat. Sanento menyadari pentingnya media massa. Ia menganggap penting bagi penulis seni rupa untuk memanfaatkan peluang di media massa ditengah kondisi langkanya penerbitan buku seni rupa. Kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain yang sudah mapan dengan berbagai kelengkapan

82 penyangga tradisi seni rupa seperti museum, galeri, sekolah, jurnal, kritik atau pameran. Sanento beranggapan bahwa kritik dalam pengertian sebenarnya belum dibutuhkan di Indonesia. Kesadaran seperti itu tampaknya setara dengan semacam kearifan dalam memandang realitas masyarakat di Indonesia. Bagi Sanento unsur-unsur penyangga tradisi seni rupa penting, namun ia tidak setuju apabila Indonesia harus sepenuhnya mengikuti negara-negara maju. Setiap negara berkembang mempunyai persoalan tersendiri dan membutuhkan jawaban yang khas pula. Dalam kondisi seperti ini para perupa Indonesia diharapkan terus menambah pengetahuan, berkerja dan memperluas pergaulan dengan aktif berpameran di tingkat internasional. Ia mendorong penampilan para perupa di luar negeri, seperti juga ia menunjang sikap bereksperimen semaksimal mungkin. Sikapnya tersebut jelas seperti misalnya dalam memandang Gerakan Seni Rupa Baru. Sanento Yuliman lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada tahun Pada tahun 1968 menyelesaikan studi di Seni Rupa ITB. Setelah itu ia berangkat ke Paris untuk menyelesaikan program doktor. Semasa menjadi mahasiswa Sanento telah aktif menulis dan pernah menjadi pemimpin redaksi mingguan Mahasiswa Indonesia. Sanento Yuliman meninggal di Bandung pada tahun Kepergiannya selain meninggalkan percikan pemikirannya juga meninggalkan sebuah rencana besar yang belum selesai. Rencana itu adalah menerbitkan buku yang merangkum historiografi seni lukis Indonesia secara menyeluruh. Sebuah buku yang pembahasannya lebih lengkap dibanding bukunya yang telah terbit yang berjudul Seni Lukis Indonesia Baru: Sebuah Pengantar yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun Bukunya yang lain berjudul G. Sidharta di Tengah Seni Rupa Indonesia terbitan 1982, ditulis bersama Jim Supangkat yang juga seorang kritikus dan pengamat seni rupa. Dalam tahun-tahun terakhir, keresahannya mengenai situasi seni lukis ini dituangkan dalam berbagai kesempatan diskusi maupun lewat tulisan-

83 tulisannya yang jernih namun bernada cukup keras. Ia melihat terjadinya gejala boom seni lukis yang terjadi pada dekade 1980-an. Gejala ini ditandai pemiskinan seni lukis yang terjadi dalam ragam, bahan dan teknik yang digunakan. Lukisan dengan medium cat minyak atau akrilik di atas kanvas menyingkirkan lukisan dengan medium lainnya seperti cat air pada kertas misalnya. Selain itu terjadi penyusutan dalam hal pokok dan tema. Dalam boom seni lukis banyak ditemukan pokok dan tema yang memberikan rasa aman, mapan dan nyaman, bertalian dengan hidup tenteram, lembut manis dan kadang riang. Sepeninggal Sanento, dunia seni rupa di Indonesia kehilangan penulis dan kritikus seni rupa yang handal. Srihadi Soedarsono Srihadi Soedarsono dilahirkan di tahun 1931 di Solo, Jawa Tengah, dari keluarga pembatik. Pada usia 14 tahun Srihadi bergabung dengan tentara pelajar dalam perjuangan kemerdekaan. Dia kemudian diterima di Departemen Seni Rupa pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung, kini Institut Teknologi Bandung. Setelah menyelesaikan studinya pada 1959, ia kemudian menjadi pengajar di almamaternya dan meneruskan bekerja sebagai pelukis. Pada tahun , Srihadi meneruskan studinya untuk mengambil master di Ohio State University, Amerika Serikat. Di awal 1980-an ia mendirikan studio di Bali, dan sampai sekarang secara teratur ia bekerja di Bandung dan Bali. Pada tahun 1993 Srihadi diangkat sebagai Guru Besar di Jurusan Seni Murni ITB, dan kini ia dikenal dikalangan pengamat seni sebagai salah satu perupa terkemuka di Indonesia. Selain telah berpameran tunggal di Indonesia, Australia, Belanda, Polandia, Jerman dan Jepang, Srihadi juga telah berpartisipasi dalam berbagai pameran kelompok di dalam dan luar negeri, di antaranya di Cina, Amerika Serikat, Brasil, Bahrain, Jerman, Singapura, dan negara-negara ASEAN. Penghargaan-penghargaan yang telah diperolehnya antara lain Penghargaan Seni dari Pemerintah di Jakarta 1971, Penghargan Kebudayaan dari pemerintah

84 Australia tahun 1973, Penghargaan Kebudayan dari pemerintah Belanda tahun 1977, dan Lukisan Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta. Kebudayaan tradisional Jawa telah menjadi aspek utama Srihadi dalam berkesenian yang memberikan nuansa dalam hidupnya sejak ia masih kanakkanak. Estetika Jawa didapatnya melalui tradisi pembuatan batik. Keluarganya mengajarkan bahwa estetika berkaitan dengan etika, dan hasilnya adalah keindahan. Dalam pengertian budaya Jawa, seni adalah semacam sensitivitas yang dapat mengangkat nilai dari benda-benda fungsi sehari-hari ke fungsi yang lebih luhur yang berhubungan dengan nilai-nilai spiritual. 47 Sekalipun Srihadi telah mengeksplorasi konsep-konsep seni modern, estetika Jawa tersebut tetap bertahan dalam kerja seninya. Baginya, melukis adalah ekspresi individual dari perasaan dalam konteks jiwa sebagai bentuk kontemplasi yang melibatkan meditasi. Menurutnya, konsep tersebut sangat berlawanan dengan teori seni rupa barat yang seringkali seni mengajukan berbagai pertanyaan dari pada memberikan jawaban. Perjumpaannya dengan seni modern terjadi pada tahun 1940-an ketika ia bergabung dalam perjuangan kemerdekaan sebagai seniman muda. Karena kamera pada waktu itu masih merupakan barang yang langka bagi para pejuang kemerdekaan, sebagian besar publikasi bagi kepentingan revolusi menggunakan dokumentasi gambar semacam ilustrasi. Poster-poster Srihadi kemudian menarik perhatian karena keahliannya menggambar yang diperolehnya dari pengalaman membatik dan semangat keindahan di balik propaganda dan kobaran semangat yang mendominasi hampir semua posterposter perjuangan pada saat itu. Selain berkutat pada pokok persoalan perjuangan kemerdekaan, Srihadi melukis lansekap, pemandangan kota, dan figur-figur, khususnya penari. Disamping memotret para politisi Indonesia, Srihadi juga membuat sketsa para pejabat Belanda yang mengadakan 47 Furuichi, Yasuko (ed); Diverse Development in Indonesia, the Philipines, and Thailand. Tokyo: The Japan Foundation Asia Center; hal 215.

85 perundingan dengan para pejuang Indonesia. Beberapa sketsanya menampakan semangat humanisme. Gaya ekspresionis yang ia pelajari dari para pelukis yang senior pada masa ini telah menjadi dasar bagi keseniannya, terpisah dari periode pendek yang berkaitan dengan masa studinya di Amerika Serikat pada awal tahun 1960-an dimana ia membuat lukisan-lukisan abstrak yang ekspresif dan juga berminat pada action painting. Dia kemudian kembali pada lukisnan figuratif dengan garis-garis ekspresif dan brushstroke. Makin lama ia berusaha untuk menemukan bentuk-bentuk minimal yang lebih pada esensi. 48 Semangat kontemplasi dapat dirasakan pada semua karyanya yang dibuat setelah tahun 1960-an. Srihadi melukis alam, figur (khususnya penari Bali) dan yang lebih sering lagi, pemandangan berupa horison. Pada karyakarya tersebut, ia mengabaikan langit dan tanah, tapi lebih mengkonsentrasikan pencarannya pada garis horison dengan menggunakan brushstroke minimal. Bagi Srihadi, horison merupakan dasar dari ekspresi dan kontemplasinya, sesuatu yang bukan hanya melambangkan keseimbangan alam tetapi juga nilainilai transenden. Sudjana Kerton Manusia, kehidupan dan aktivitasnya adalah perhatian utama Sudjana Kerton dalam berkarya. Dalam lukisan-lukisannya, Sudjana Kerton memperlihatkan bagaimana manusia-manusia yang tampaknya dari golongan bawah, menyadari bahwa tidak perlu untuk menjadi berkecukupan untuk dapat sekedar menikmati hidup; manusia-manusia yang digambarkan Kerton dalam karya-karyanya ini nampaknya adalah mereka yang telah belajar untuk dapat hidup secara harmonis dengan lingkungan dan dalam masyarakatnya dalam kehidupan keseharian. Melalui lukisan-lukisannya para pemirsa dapat melihat kehidupan dan tradisi Indonesia. Nilai-nilai lokal Indonesia lebih terasa dibandingkan dengan nilai-nilai universal.

86 Lingkungan yang bersifat psikis merupakan hal yang mewarnai atau memberi ciri khas pada karya-karya Kerton. Ia sering berbicara tentang moral, etika, kejujuran, keadilan, sopan santun yang kesemuanya tercermin dalam lukisan-lukisannya. Ia terharu dalam melihat kehidupan rakyat kecil yang jauh dari hidup mewah. Hal tersebut membawanya pada pandangan-pandangan yang humanis. Ia selalu memperhatikan tingkah laku antar hubungan sesama manusia. Selain itu dalam lukisannya juga tercermin suatu misi yang berkaitan dengan suatu kesadaran akan kemanusiaan, kebebasan hak, dan kewajiban. 49 Dalam karyanya yang berjudul Kuda Kepang dapat dijumpai kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Dalam lukisan ini terlihat sekelompok orang sedang memainkan suatu atraksi pertunjukan, dan kelompok orang yang lainnya tampak sedang menyaksikan, selain ada pula yang terlihat seperti sedang bercakap-cakap. Dua orang sebagai latar depan terlihat sedang memainkan kuda kepang atau kuda lumping, suatu tiruan kuda-kudaan, semantara beberapa orang lainnya di bagian kanan kanvas sedang memainkan alat musik mengiringinya. Yang dapat ditangkap sekilas adalah wajah-wajah yang terlihat menikmati suasana yang digambarkan tersebut. Kerton menciptakan suatu gaya pribadi yang humoristik. Pengamatan Kerton tajam sekali terhadap lingkungannya, khususnya terhadap orang kecil. Lukisannya yang lain yang berjudul Lapar memperlihatkan dua orang tukang becak yang makan sambil berjongkok di pinggri jalan sementara becak mereka diparkir agak jauh sedikit. Sebuah bemo kecil yang penuh dengan penumpang kelihatan sedang bergerak. Hal-hal kecil yang nyata seperti sandal penjual makanan dan ember-ember plastik yang digunakan untuk mencuci piring sungguh mencerminkan gambaran kehidupan jalanan yang sibuk di Indonesia. dalam karyanya yang lain Tukang Becak yang Tertidur Karena Capek nampak seorang tukang becak yang capek dilukiskan sedang tidur dalam becaknya, hal 48 Supangkat, Jim; 1993; Srihadi Sudarsono; Katalog The Fisrt Asia-Pasific Triennial of Contemporary Art; Brisbane, Australia; hal Firdaus, M.; 1991; Tema Kehidupan Sehari-hari pada Karya-karya Sudjana Kerton; Skripsi Jurusan Seni Murni FSRD ITB, hal 13.

87 tersebut sungguh merupakan pemandangan yang biasa. Di samping orang yang sedang tidur ini seorang bapak dengan keluarganya mengacungkan jarinya menunjuk ke arah tukang becak yang lain. Pokok-pokok lukisan Kerton memperlihatkan kemampuannya sebagai pembawa cerita dan komentator dari kehidupan sehari-hari. Dalam caranya mengeluarkan perasaan, yang kadangkadang tampaknya seperti dibesar-besarkan hampir menjadi karikatur, Kerton menghasilkan ciri-ciri yang khas tentang dokumentasi kehidupan manusia. 50 Sudjana Kerton lahir pada tahun 1922 di Bandung. Sudjana Kerton belajar melukis pada beberapa pelukis Belanda dan Kerton telah cukup dikenal ketika ia bergabung dengan Keimin Bunka Sidosho, sebuah lembaga kebudayaan bentukan pemerintah pendudukan Jepang pada tahun Pada waktu setelah Jepang menyerah pada Sekutu, Sudjana Kerton terlibat dalam perjuangan kemerdekaan melawan Belanda. Pada waktu itu, sekitar tahun , ia sempat bekerja sebagai ilustrator dan wartawan pada surat kabar Patriot, sebuah surat kabar politik. Dalam periode ini pula ia bergabung dengan Pelukis Rakyat, sebuah organisasi seniman yang dikenal cukup radikal. Pilihannya untuk lebih menekuni kesenian daripada menekuni politik, jurnalisme ataupun kehidupan intelektual, muncul di tahun 1950-an ketika Sudjana Kerton mulai berkesperimen mematung dan membuat karya grafis selain tetap melukis. Pada tahun-tahun ini pula ia berangkat ke Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat. Di Perancis ia belajar melukis di Academie de la Grande Chaumiere, di kota Paris. Sedangkan ketika di Amerika Serikat ia belajar di Art Student League, dan American School of Design and Adveritising, keduanya berada di New York. Di antara tahun 1952 sampai dengan 1976, Sudjana Kerton bekerja sebagai seniman profesional di Amerika Serikat dan sempat tinggal selama setahun di Amerika Serikat ( ). Di New York, Kerton memiliki 50 Supangkat, Jim; 1993; Sudjana Kerton; Katalog The Fisrt Asia-Pasific Triennial of Contemporary Art; Brisbane, Australia; hal 16.

88 sebuah galeri seni tempat ia memamerkan karya-karyanya dan juga menjual karya-karya seni dari Indonesia. Di Amerika, Kerton dikenal sebagai seniman Asia dan karenanya ia diundang untuk mengikuti sebuah konferensi di Universitas Indiana pada tahun Selama tinggal di New York, Kerton telah beberapa kali berpameran di kota ini, selain juga pernah berpameran di Belanda. Pada tahun 1964, karya grafisnya mendapatkan penghargaan dari Badan Dunia untuk Anak-Anak UNICEF. Pada tahun 1976 Sudjana Kerton kembali ke Indonesia dan mendirikan studio di Bandung. pada periode ini karyanya dapat diterima dengan baik, dan sejak tahun 1980 ia aktif berpameran baik pameran kelompok maupun pameran tunggal. Sunaryo Sunaryo lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada tahun Saat ini ia telah menjadi salah satu perupa terkemuka di Indonesia. Sunaryo adalah seorang pematung, namun disiplin seni yang telah digarapnya mencakup pula seni lukis, seni cetak, dan instalasi. Sunaryo memiliki ketertarikan pada bentuk-bentuk seni tradisi dan secara khusus pada unsur-unsur primitif dalam seni tradisi. Ia tidak mengkhususkan tradisi dari suku apapun, melainkan didasari atas ketertarikan, termasuk cara memandang dan memperlakukan obyek. Dengan demikian ini merupakan suatu upaya dalam mengungkapkan ide dengan melalui proses menggali dan mempertahankan serta mengembangkan obyek-obyek dari seni tradisi itu secara pribadi dalam karyanya. 51 Dalam karya patung unsur-unsur primitif digarap dan ditampilkan melalui proses yang berbeda dibanding dengan penggarapan karya lukis maupun karya grafis. Dalam seni patung unsur-unsur primitif diolah terlebih dahulu dan diselaraskan dengan sifat bahan yang mempunyai unsur tiga dimensional, dan diharapkan tercipta satu kesatuan. Bila dilihat dalam beberapa karya patungnya, tampak unsur-unsur

89 tradisi ataupun unsur-unsur primitif diwujudkan dengan garis-garis yang sangat dominan. Dalam patung kayu garis-garis tersebut diwujudkan dengan pahatanpahatan pada permukaan kayu. Garis-garis tersebut disusun sedemikian rupa sehingga membentuk pola-pola bertekstur. Irama garisnya mendukung bentuk patung secara keseluruhan sehingga mengesankan kekokohan, keanggunan serta kelenturan-kelenturan dari garis yang betemu dengan garis lainnya. Dalam seni lukisnya, garis dan bidang mendominasi. Penggunaan warna dikurangi, bahkan seringkali hanya sedikit warna redup yang muncul dalam lukisan Sunaryo seperti putih, coklat, abu-abu dan hitam. Kritikus terkemuka seni rupa Almarhum Sanento Yuliman memberikan penilaian mengenai lukisan Sunaryo sebagai berikut: Sebagai pelukis, Sunaryo amat kuat kepada tertib rupa. karyanya yang berjudul Baliku memperlihatkan terobosan kepada dimensi konseptual yang kuat. Ia menempelkan obyek yang membawa pikiran kepada Bali yaitu mata uang kepeng, motif poleng dan ijuk. Bujur sangkar dan garis diagonal membawa pikiran kepada bagan jagat Bali. Kerancuan dalam penglihatan antara gambar atau olesan cat dan benda nyata berupa tempelan dan bilah kayu bingkai atau rangka bukan saja memperkaya lukisan ini dalam hal cerapan, tetapi juga dalam hal semantik, menggugah asosiasi kepada mentalitas Bali yang sangat tidak membedakan khayal dalam seni dan mitos dengan kenyataan. 52 Sunaryo menempuh pendidikan seni rupa di ITB, lulus tahun Pada tahun 1975 ia belajar teknik marmer selama tujuh bulan di Carrara, Italia. Selain sebagai perupa, Sunaryo mengajar di studio Seni Patung, Jurusan Seni Murni FSRD ITB. Sejak tahun 1970 ia aktif mengikuti berbagai pameran yangdiselenggarakan di dalam dan di luar negeri. Sunaryo telah menerima berbagai penghargaan atas karya-karyanya dan telah menghasilkan berbagai karya monumental urban diantaranya Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Yogya Kembali, di Yogyakarta dan Monumen Jawa Barat. 51 Handoyo; 1990; Tinjauan Karya Grafis Citra Irian Sunaryo; Skripsi Jurusan Seni Murni FSRD ITB. 52 Yuliman, Sanento; Pemiskinan Seni Lukis; Mingguan Tempo, 11 November 1989; hal 67.

90 T T. Sutanto T. Sutanto adalah seorang karikaturis, penggambar, pegrafis, dan desainer grafis. Karikaturnya secara teratur muncul di harian Pikiran Rakyat. Selain itu sebelumnya ia mengerjakan karikatur untuk majalah Tempo. Dalam karya grafisnya gaya bertutur karikaturis tersebut kerapkali muncul. T. Sutanto telah aktif berkarya grafis sejak tahun 1970-an. Karya-karya grafis yang dihasilkannya sebagian besar dibuat dengan teknik cetak saring. Ruang di dalam gambarnya tampak datar, tanpa konstruksi perspektif. Dalam ruang itu citra manusia, hewan, tumbuhan dan lain-lain digambarkan dengan garis, disederhakan dan digayakan, nampak berupa sosok-sosok datar, tertata berjajar, atau cenderung berjajar berirama. Karya grafis T. Sutanto menyajikan gubahan dekoratif atau cenderung dekoratif. Tetapi sukar ditemukan keberaturan yang ketat, rapi, dan apik. Keleluasaan telah menghasilkan keragaman dan variasi di mana-mana menghasilkan garis nervous, seperti juga bila perlu menghasilkan raut dengan proporsi dan sikap yang canggung dan jenaka. Keleluasaan itu banyak memberikan kesegaran dan kehangatan kepada karya T. Sutanto. 53 Unsur lain yang mudah ditemukan dalam karya-karya T. Sutanto adalah unsur folklore. T. Sutanto nampaknya memiliki keasyikan memungut dan mengolah bahan dari kehidupan populer, dari kebiasaan dan tradisi rakyat. Dalam hal pungut-memungut citra dan menjajarkannya, T. Sutanto sangat terbantu oleh fotografi dan cetak saring. Di antaranya T. Sutanto memungut citraan tentang jamu dan mantera yang merupakan tradisi yang masih hidup. Selain itu juga ada manusia laba-laba yang mengacu kepada pahlawan cerita komik yang populer dan sudah menjadi bagian dari khayal populer. Sedangkan gambar papan tanda tabib gigi dan gambar merk korek api adalah bagian dari dekor kota-kota dan kehidupan sehari-hari tempo dulu. Peri, dewa, naga dan 53 Yuliman, Sanento; Dua Windu Bersama TS; dalam Katalog Pameran Grafis Cetak Saring T. Sutanto; Galeri Hidayat, Bandung; 1990; hal 1-3.

91 sebagainya, seperti juga seni rakyat dan etnik mengacu kepada dunia folklor. Folklor tidak terhindar dari gurau serta lelucon, mengingat kesukaan orang terhadap perilaku itu. Kelucuan yang nampak pada karyanya yang berjudul Wanita, 1980, muncul karena asosiasinya dengan gagasan tentang ketakutan wanita kepada tikus, suatu gagasan klise yang sudah menjadi folklor. 54 Kelucuan yang timbul bisa juga karena kontras rupa. Dalam Bali, 1982, terdapat kontras rupa boneka cili yang mungil dan elok di satu pihak, dan rupa barong babi hutan yang dahsyat dan kasar, dengan mata bulat besar. Terasa lucu apabila ditelusuri lagi bahwa karya yang memungut ikonografi Bali ini menyajikan gambaran lugas tentang Dewi Sri, dewi padi yang diwujudkan dengan boneka cili dan musuhnya babi hutan. 55 Unsur lainnya yang juga penting dalam karya T. Sutanto adalah fantasi, seperti juga telah tersirat dalam folklor. Kecenderungan pada fantasi sejalan dengan kesenangan akan folklor, yang dalam kandungannya terangkum dongeng, legenda, mitos, kepercayaan dan sebagainya. Yang kaya akan fantasi. Dalam karya-karya T. Sutanto terdapat banyak ingatan akan hal-hal yang muncul dalam pengalaman, tetapi terlupakan dan tertata dalam wujud keseluruhan yang fantastik, memperkaya gugahan gagasan. Unsur-unsur dari folklor, yang sudah kaya dengan asosiasi, digubah dalam gabungan baru untuk menggugah makna-makna baru. 56 T. Sutanto lahir 2 Mei 1941 di Klaten. Pendidikannya diperoleh di Bagian Seni Rupa ITB, bidang yang ditekuninya seni grafis, lulus pada tahun Kemudian pada tahun 1986 menyelesaikan master di Pratt Institute, New York. Selain sebagai seniman bebas (menggambar, melukis, dan menggeluti seni grafis), T. Sutanto juga menjadi staf pengajar pada Jurusan Desain ITB, sejak 1970 hingga sekarang. Disamping itu ia juga bekerja sebagai kartunis. T. Sutanto telah berpameran di berbagi tempat dan telah mendapatkan berbagai penghargan atas karya-karyanya. 54 Ibid. 55 Ibid. 56 Ibid.

92 Tisna Sanjaya Tisna Sanjaya adalah seorang pegrafis yang juga aktif bereksperimen dengan bahasa ungkap instalasi. Tisna seringkali terlibat dalam aksi-aksi performance baik secara perorangan maupun dalam bentuk kolaborasi bersama para perupa lainya dan juga para seniman dari disiplin lainnya seperti teater. Karya-karya grafis Tisna seringkali menggambarkan sosok-sosok ganjil dan dalam suasana yang ganjil pula. Karyanya yang berjudul Pesta Pencuri, dibuat pada tahun 1980-an dengan teknik etsa memperlihatkan bermacam ragam mahluk ganjil dan mengerikan tampak sedang berpesta. Bagi mereka yang mengetahui sejarah seni rupa Barat akan mengenali sosok-sosok ciptaan Picasso antara lain dari Guernica dicuri dalam karya Tisna ini. Etsa ini dapat membawa pikiran yang macam-macam dan berbelit. 57 selanjutnya banyak ditemui kritik-kritik sosial. Pada karya-karya Tisna Karya seni grafis yang dibuatnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses karya sebelumnya yang selalu memasukkan prinsip seni grafis baik secara nyata maupun imajiner. Hal tersebut antara lain tampak pada karya Proyek 32 Tahun Berpikir Dengan Dengkul, 1998, Proyek Pembusukan, 1998, Misalkan kita di Sarajevo dari puisi Goenawan Muhammad, , Proyek 32 Etsa yang Membosankan atau Urbanisasi Baru di Ruang Tamu, , Instalasi Tumbuh, 1996, Studi Semiotika Mulut Si Bung, 1996, serta pada karya-karya grafis konvensional yang masih dikerjakannya sampai saat ini. Baginya seni grafis tidak hanya berhenti pada konvensi. Misalnya mencetak dengan cara-cara edisi penomoran saja atau berhenti pada passe part-ot dan berpigura. Tapi bisa dikembangkan pada wilayah proses kreasi lebih lanjut dari kebiasaan tersebut misalnnya penggandaan pikiran, penggandaan benda-benda dengan prinsip seni grafis secara nyata maupun imajinatif. 57 Yuliman Sanento; Memacu Seni Grafis; Mingguan Tempo, 18 Juli 1987, hal 62

93 Tisna Sanjaya lahir di Bandung 28 Januari Pendidikan seni rupa diperolehnya di ITB, selesai pada tahun Kemudian melanjutkan ke Hochschule fur Bildende Kunste di Braunschweig, Jerman. Sampai saat ini Tisna mengajar di studio Seni Grafis di Jurusan Seni Murni FSRD ITB. U Umi Dachlan Umi Dachlan lahir di Cirebon tahun Sebagai murid dari pelukis abstrak terkemuka Achmad Sadali, Umi Dachlan secara lebih jauh mengembangkan gaya yang dikembangkan almarhum gurunya tersebut. Karya Umi Dachlan dipengaruhi oleh tema religius. Umi Dachlan mendapatkan energi spiritual dan keyakinan untuk kemudian menciptakan abstraksi yang mendatangkan respon emosional yang luas. Ia mengamati tekstur dan struktur alam dan kemudian mencipta kembali menurut imajinasinya. Karya lukisan abstrak Umi Dachlan dapat dibandingkan dengan karya para pelukis Eropa Antoni Tapies, maupun Faurtier, dimana mereka memiliki kesamaan dalam hal metafisik dan spiritual seperti yang dilakukan pelukis Amerika Mark Rothko. Umi Dachlan kini telah mencapai kekhasan gaya lukisannya, Umi telah menemukan arahnya sendiri dan beristirahat dari pencarian dan eksperimen. Ia kini lebih suka untuk menyempurnakan apa yang telah dicapainya. Sebagian besar warna dalam lukisannya adalah warna-warna yang bersifat panas dan secara harmonis dipadu dengan coklat tua atau terakota, yang melambangkan bumi. Lukisannya sangat kaya akan kedamaian dan keseimbangan. 58 Ia pernah menyatakan ketertarikanya pada daun-daun kering, retakan pada tembok tua, kulit pohon tua, lumut-lumut tua di batu. Lihatan seperti ini adalah salah satu lihatan penting dalam seni lukis gurunya, almarhum Achmad Sadali. Sadali tertarik kepada rupa di alam seperti retakan, 58 Bollanse, Marc; Esmeralda Bollanse; 1997; Masterpiece of Contemporary Indonesian Painter; Singapore: Times Edition.

94 koyakan, kelupasan torehan, kikisan, lapukan, keriput, dan lain-lain. Juga kepada bercak-bercak emas yang tersisa pada suatu permukaan. Semua itu memperlihatkan ketuaan dan kefanaan, dan mengingatkan kepada Hari Akhir, kepada kebesaran dan kekuasan Tuhan. Lihatan atau gagasan seperti itu adalah bagian inti dari skema perupaan, yaitu seperangkat ciri dasar perupaan, yang tampaknya juga diwarisi Umi dari gurunya Ahmad Sadali. Perlakuan terhadap bidang gambar yang mempertahankannya tetap tampil sebagai bidang dwimatra (tidak beralih ragam menjadi citra ruang trimatra) adalah salah satu unsur pokok skema perupan itu. Rupa (raut, tekstur dan lain-lain) yang tampak acak, seakan-akan hasil proses alam, adalah unsur lainya. Unsur lainnya adalah penataan yang mengikuti azas bentangan, tidak membangkitkan citra bersaf-saf masuk ke dalam ruang trimatra. Umi masuk kedalam skema perupaan seperti itu dalam karyanya Barik Emas di Atas Bidang Merah karya 1987, seperti halnya karya berjudul Komposisi Dengan Torehan Pada Bidang Titanium White dan Torehan di Atas Bidang Merah Tembaga. Judul-judul karya yang mendeskripsikan lukisan seperti seperti itu diperkenalkan Sadali ke dalam seni lukis melalui sejumlah karyanya. Sedangkan Bangunan Tua dan Corrida de Toros keduanya karya tahun 1988, menyimpang banyak dari skema yang dikemukakan di atas. 59 Umi Dachlan menuntut ilmu di Seni Rupa ITB. Setelah lulus pada tahun 1968, ia mengajar di tempat yang sama. Ia kemudian melanjutkan studi ke Belanda. Umi Dachlan telah berpameran di dalam dan luar negeri dan telah menerima penghargaan atas berbagai prestasinya. 59 Yuliman, Sanento; Pameran 11 Wanita Perupa di Bandung: Merebut Keaslian; Harian Kompas, 25 Juni 1989.

95 W Wahdi Sumanta Pelukis pemandangan alam Wahdi Sumanta mempunyai tempat yang istimewa di kalangan perupa Bandung. Sebagai salah seorang pelukis Indonesia Indah pada tahun 1930 an, Wahdi meneruskan gaya ini sampai sekarang. Kesunyian pemandangan alam tanpa sesuatupun yang hidup mengisyaratkan ketenangan suasana dalam berbagai warna dengan irama hijau dan biru. Sketsa-sketsa pegunungan terbuka, danau-danau dan sawah-sawah kemudian diolah menjadi lukisan-lukisan dalam studio Wahdi. Karyanya merupakan penerus dari gaya kolonial lama, terutama seperti hasil karya Abdullah Suriosubroto ( ), yang pernah menjadi guru lukisnya. Wahdi telah aktif berkarya sejak tahun 1930-an. Ungkapan rupa dalam lukisan Wahdi adalah ungkapan rupa realistik dan cenderung untuk menggambarkan kesan suasananya. Suasana itu ditunjang dengan memanfaatkan efek cahaya matahari, sehingga suasananya menyiratkan suatu kesan pagi hari, siang hari, maupun sore hari. Wahdi menangkap suasana ini melalui pengamatan langsung pada alam, prosesnya lebih spontan, antara suasana objek dan suasana hatinya terdapat saling kebergantungan dan pada saat mengerjakan lukisan emosinya bisa terpelihara. Tahun 1960-an merupakan periode yang menandai proses tersebut, dan berlanjut pada tahun 1970-an. Periode tersebut ditandai dengan pengamatan objek yang lebih mendalam. ketika Wahdi telah merasa lebih terampil dalam menggarap teknik, melalui keterampilannya tersebut ia menerjemahkan intuisinya. Perubahan psikologis pada suasana dan lingkungan yang dihadapinya mempengaruhi pula ungkapan-ungkapan itu. Objek pemandangan alam yang terwujud dalam karya tidak hanya sekedar keindahan alam belaka tetapi lebih mempunyai kualitas yang membangkitkan kesukaan dan kecintaan pada alam, dalam hal ini suasananya. Dalam tahun 1960-an dan 1970-an tersebut Wahdi mengembangkan teknik tekstur dan teknik transparan.

96 Teknik tekstur dikembangkanya sekitar tahun 1960-an. Selama tahuntahun ini orientasinya adalah pada lukisan-lukisan impresionis serta kelazimannya dalam melukis pemandangan alam dengan visi naturalnya. Selain itu Wahdi banyak memanfaatkan efek cahaya yang membentuk bayangan warna. Pemakaian warna yang saling bertumpuk yang menghasilkan efek ketebalan warna dan memberikan kesan lebih berani. Hal ini didukung dengan pemakaian warna-warna primer. Dari segi visual tampak tekstur ini muncul dengan sendirinya di permukaan kanvas. Selain itu hal ini merupakan efek yang tidak terduga yang dimanfaatkannya sebagai proses dari bertumpuknya warna cat minyak, berbeda dengan teknik transparan yang merupakan perkembangan selanjutnya. 60 Teknik transparan yang dikembangkan sekitar tahun 1970-an merupakan proses pengembangan warnawarna utama dan lebih menitik beratkan pada kesan cahaya matahari yang jatuh di permukaan objeknya. Selain itu pemakaian warnanya sangat tipis dan berkesan lebih cerah. Hal ini didukung dengan warna-warna yang lebih ringan seperti hijau kekuning-kuningan, kuning dan oker. Warna-warna ini akhirnya dijadikan sebagai formula hingga menghasilkan suatu gambaran dari pemandangan alam yang manis dan berkesan lembut. Lukisan-lukisan Wahdi walaupun tidak sesuai dengan zamannya lagi, masih dinilai tinggi oleh masyarakat Indonesia dewasa ini karena isinya yang realis, pengolahan seninya dan daya kenangan indahnya ke masa lampau Munandar, Aan; 1987; Tekstur dan Transparan dalam Lukisan Pemandangan Alam Wahdi Sumanta; Skripsi Jurusan Seni Murni FSRD ITB; hal 49/ 61 Ibid; hal 62.

97 Y Yustiono Yustiono adalah seorang ahli seni dan kritikus yang juga sering terlibat sebagai juri maupun kurator dalam penyelenggaraan kegiatan seni rupa. Dalam bidang akademik perhatian Yustiono tertuju pada pengembangan studi estetika dan ilmu seni. Perkembangan seni rupa di Indonesia harus didukung pula oleh landasan ilmiah yang dapat menerangkan berbagai permasalahan estetik maupun gejala-gejala kesenian yang muncul di Indonesia. Dalam kaitan dengan hal tersebut di Jurusan Seni Murni FSRD ITB tempatnya mengajar, ia bersama dengan para staf pengajar teori di lingkungan Fakultas Seni Rupa dan Desain memprakarsai didirikannya Kelompok Studi Estetika dan Ilmu Seni. Dalam Kelompok Studi ini, Yustiono bertindak selaku Ketua. Selain pada bidang seni rupa secara umum, ia pun menaruh minat pada permasalahan estetika dan kesenian Islam serta filsafat Islam pada umumnya. Reputasinya selaku ahli seni dapat dilihat dari berbagai pengalamannya berturut-turut yaitu sebagai anggota Tim 7, tim Perancang Konsep Festival Istiqlal I 1991 di Jakarta; Ketua Tim Pengarah Simposium Islam dan Kebudayaan Indonesia, Dulu, Kini dan Esok pada Festival Istiqlal I, di Jakarta pada tahun 1995; Ketua Lembaga Pengkajian Islam YPM Salman ITB; anggota Tim Kurator Pameran Seni Rupa Kontemporer Bernafas Islam Festival Istiqlal II di Jakarta pada tahun 1995; anggota Komisi Penelitian Lembaga Penelitian ITB, periode ; sebagai pengarah pada Kongres Kesenian Indonesia I pada tahun 1995 yang diselenggarakan oleh Direktorat Kebudayaan Depdikbud; sebagai juri pada Indonesian Art Award 1996 yang diselenggarakan Yayasan Seni Rupa Indonesia; selaku penatar dan anggota panitia pengarah pada Panataran Metode Penelitian Seni yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud pada tahun 1996; sebagai juri pada Indonesian Art Award 1997 yang diselenggarakan Yayasan Seni Rupa Indonesia; Ketua Tim Kurator Pameran Seni Rupa Kontemporer

98 Bernafas Islam pada pembukaan Baitul Quran & Museum Istiqlal, di Jakarta pada tahun 1997; Anggota Panitia Penyusun Konsep Pusat Pengembangan Kebudayan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud; Pemimpin Redaksi Jurnal Seni Rupa FSRD ITB; Ketua Kelompok Studi Estetika dan Ilmu Seni; kemudian mengetuai Panitia Tim Kurikulum Jurusan Seni Murni FSRD ITB , pada tahun 1997; serta menjadi Pembicara Utama pada berbagai seminar termasuk Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka Senat ITB, pada 10 Agustus Yustiono telah menulis karya-karya ilmiah yang telah dipresentasikan dalam berbagai seminar. Karya-karya ilmiahnya telah pula diterbitkan dalam beberapa jurnal. Beberapa judul karyanya diantaranya adalah Seni Rupa Kontemporer Indonesia dan Era Asia Pasifik, dalam Jurnal Seni Rupa Volume II tahun 1995; Integrasi dan Disintegrasi antara Seni, Ilmu dan Teknologi, Orasi ilmiah pada Sidang Terbuka Senat Institut Teknologi Bandung dalam rangka Penerimaan Mahasiswa Baru ITB Angkatan 1996, pada tanggal 10 Agustus 1996; Nasionalisme dan Kekuatan-kekuatan Penggerak dalam Seni Rupa Modern Indonesia, makalah seminar Nasionalisme, Sejarah, Seni Rupa Indonesia: Visi dan Identifikasi, yang diselenggarakan di Jakarta 12 Desember 1996; Seni Lukis Indonesia Masa Kini, makalah dalam Seminar Pelukis Indonesia dan Tantangan Berkarya Masa Kini dalam rangka Biennale Seni Lukis X di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada tanggal 21 November 1996; kemudian Spiritualisme Tauhid dalam Seni Rupa Indonesia Sezaman, makalah dalam Sarasehan Seni Rupa Kontemporer Bernafas Islam, yang diselenggarakan oleh Baitul Quran & Museum Istiqlal pada bulan September 1997; serta karya-karya tulis ilmiah lainnya. Disamping itu Yustiono telah pula menjadi editor utama dalam buku Islam dan Kebudayaan Indonesia, Dulu, Kini dan Esok, yang diterbitkan oleh Yayasan Festival Istiqlal, Buku terjemahannya yang telah diterbitkan adalah Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, terjemahan dari M.M. Syarif yang berjudul About Iqbal and His Thought, Penerbit Mizan 1984; dan Seni Di Dalam Peradaban Islam

99 terjemahan dari M. Abdul Jabbar Beg, editor, Fine Art in Islamic Civilization, Penerbit Pustaka, Yustiono dilahirkan di Pati 15 Juli Lulus dari Seni Rupa ITB pada tahun Saat ini ia adalah seorang kandidat doktor bidang seni rupa pada Program Pascasarjana ITB, disamping aktivitasnya memberikan perkuliahan praktika di Studio Seni Lukis serta perkuliahan sejarah, teori dan kritik seni di Jurusan Seni Murni ITB.

100 BAB IV Analisa Mengenai Seni Rupa di Bandung dan Arahan Penyusunan Situs Web Seni Rupa Bandung 4.1 Situasi dan Kondisi Kesenirupaan di Bandung Karena keterbatasan waktu, data mengenai para perupa dalam bab 3 di atas tidak lengkap menyertakan seluruh perupa di Bandung namun mewakili generasi perupa dimulai dari angkatan Wahdi, Barli, Angkama, Mochtar Apin, Achmad Sadali, sampai dengan angkatan jauh sesudahnya seperti Tisna Sanjaya, Diyanto dan Isa Perkasa. Terdapat beberapa segi yang dapat diamati, diantaranya adalah mengenai peranan lembaga pendidikan tinggi seni rupa, kecenderungan umum dalam karya para perupa, dan peranan para akademisi seni rupa di Bandung Peranan Lembaga Pendidikan Tinggi Seni Rupa Dalam segi pendidikan, cukup banyak perupa Bandung yang merupakan lulusan ataupun pernah mengenyam pendidikan di Seni Rupa ITB. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan suatu dominasi dimana hanya terdapat satu gaya ataupun aliran yang dianggap sah yang kemudian tidak memberikan kesempatan bagi munculnya ide-ide baru baik dalam institusi Seni Rupa ITB sendiri maupun di sekitarnya. Sebaiknya yang harus dikembangkan adalah kemampuan institusi pendidikan tinggi seni rupa yang dapat mengakomodasi adanya pergulatan ide-ide maupun konsep-konsep baru bahkan yang saling berlawanan sekalipun. Hal ini dapat menghasilkan berbagai macam bangunan estetik yang teruji melalui proses dialektika. Sebagai institusi pendidikan, Seni Rupa ITB dapat melakukan peran ini. Seni Rupa ITB yang merupakan salah satu institusi penidikan tinggi seni muncul sebagai salah satu pusat perkembangan seni rupa di Indonesia.

101 Pada tahun 1954, pelukis-pelukis generasi baru dari Seni Rupa Bandung memamerkan karya-karya mereka untuk pertama kalinya di ibukota Jakarta. 62 Hasil karya sebelas orang perupa diantaranya Mochtar Apin, Achmad Sadali, Edie Kartasubarna, Srihadi, Angkama, Popo Iskandar dan But Muchtar membawa pengaruh seni modern Barat yang kental, terutama kubisme. Pameran tersebut menyebabkan suatu pertentangan pandangan dalam dunia seni Indonesia. Pameran itu mendapatkan kritik pedas dari seorang kritikus dan pelukis Trisno Sumardjo ( ). Karya-karya yang dipamerkan tersebut membawa pengaruh modernisme yang kuat, khususnya kubisme. Di sinilah terjadi proses dialektika yang tidak hanya berlangsung di dalam lingkungan institusi Seni Rupa ITB, tetapi telah keluar sampai pada pembicaraan mengenai seni rupa di Indonesia. Seiring perjalanan waktu maka modernisme seperti yang diusung oleh para perupa senior di Bandung akhirnya menjadi usang. Kemudian terjadi kembali proses pencarian, bahkan sebelum gaya yang tengah berkembang tesebut usang. Masing-masing perupa dari generasi awal tersebut kemudian muncul dengan gaya dan cara mereka sendiri Kecenderungan Umum dalam Karya Para Perupa di Bandung Terdapat berbagai gaya dan kecenderungan dalam seni rupa di Bandung. Kecenderungan umum yang kerap dijumpai dalam seni rupa di Bandung yang juga terungkap dalam data perupa di atas adalah kecenderungan formalisme. Perupa seperti Mochtar Apin, Achmad Sadali, Srihadi, Popo Iskandar dan But Muchtar ketika telah meninggalkan gaya dengan pengaruh Francois Villon dan muncul dengan gaya masing-masing masih menampakkan pengaruh formalisme yang begitu kuat. Pada perupa yang kemudian bergelut dengan simbolisme dan unsur-unsur tradisi seperti Gregorius Sidharta, pengaruh formalisme menjadi dasar yang kuat baginya untuk bermain dengan bentuk-bentuk dan motif-motif dari seni rupa tradisi. Gaya formalisme juga 62 Spanjaard, Helena; 1990; Bandung, The Laboratory of the West? dalam Modern Indonesian Art: Three Generation of Tradition and Change ; Joseph Fischer, Editor. Jakarta and

102 mendukung ungkapan seni kaligrafis islami. Larangan penggambaran mahluk hidup dalam Islam kemudian dijembatani oleh persoalan-persoalan bentuk, walaupun bentuk bukanlah permasalahan pokok yang sesungguhya hendak diangkat oleh para perupa. Walaupun formalisme dapat memberikan dasar yang baik bagi para perupa dalam berekspresi seni namun kecenderungan ini akan membelenggu apabila dipandang sebagai acuan estetik yang mengikat. Perupa generasi baru seperti Tisna Sanjaya, Herry Dim, Diyanto, Isa Perkasa dan para perupa muda lainnya dapat dikatakan melepaskan diri dari kecenderungan formalisme. Bagi para perupa generasi ini kondisi sosial politik yang terjadi di sekitarnya memberinya kepekaan untuk berolah seni. Sebagai contoh, Tisna Sanjaya seorang perupa yang cukup produktif berkesenian dalam aksi-aksi keseniannya seringkali dikatakan bersifat provokatif dalam merespon gejolak sosial. Tisna turut aktif melibatkan dirinya dengan gerakan moral dalam rangka menumbangkan penguasa represif dan korup di Indonesia. Kemudian Diyanto dan Isa Perkasa berkesenian secara total, bagi mereka seni adalah kehidupannya Peranan Para Akademisi Seni Rupa di Bandung Dunia kesenirupaan di Bandung memiliki daya dorong yang mencukupi untuk dapat berkembang dengan baik. Hal tersebut didukung oleh adanya komunitas akademik dalam hal ini para akademisi seni rupa, penulis seni serta kritikus seni. Sanento Yuliman sebagai salah seorang kritikus mengungkapkan keresahannya di berbagai media massa mengenai pemiskinan seni lukis sehubungan dengan boom seni lukis di tahun 1980-an. Posisi akademisi seni rupa, penulis seni serta kritikus seni diperlukan dalam mencermati situasi dan kondisi yang sedang berkembang dalam kehidupan kesenian dan memberi peringatan apabila terjadi sesuatu yang dianggap tidak sebagaimana mestinya. Peran kontrol dari para akademisi ini harus juga turut mendorong New York: Panitia Pameran KIAS( ) and Festival of Indonesia; hal 204.

103 berkembangnya gejolak ekspresi para perupa sehingga dapat tercipta dinamika dalam tatanan kesenian yang sehat. Para akademisi dituntut untuk senantiasa aktif menulis dan menghasilkan buku-buku mengenai seni. Kondisi yang saat ini terjadi di Bandung seperti juga kondisi umum di Indonesia adalah langkanya penerbitan buku-buku mengenai seni oleh para akademisi seni Indonesia. Jurnal seni rupa yang diupayakan terbit oleh pihak perguruan tinggi seni seringkali menghadapi kendala sehingga terhenti penerbitannya. Tampaknya hal ini sangat berkaitan dengan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Posisi kesenian tidak masuk dalam prioritas utama kebijakan pembangunan yang dikeluarkan pemerintah sehingga tidak masuk prioritas utama pula dalam pandangan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pada kondisi seperti di Indonesia ini upaya-upaya penulisan sejarah maupun kritik seni patut mendapatkan dukungan sehingga berbagai gejolak kesenian dapat terdokumentasi dan pemikiran-pemikiran kritis dari para akademisi dapat secara aktif mendorong gejolak kesenian itu sendiri. 4.2 Dinamika Kehidupan Seni Rupa di Bandung Peranan lembaga pendidikan tinggi seni rupa yang terbuka terhadap tumbuh dan berkembangnya wacana-wacana kesenian, kemudian para perupa yang senantiasa aktif berkesenian dan juga peranan para akademisi seni yang melontarkan pemikiran-pemikiran kritis mengenai kesenian dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat dinamika kehidupan kesenian selain berbagai faktor lainnya. Di Bandung Peranan Seni Rupa ITB sebagai lembaga pendidikan tinggi seni rupa dalam perkembangannya dapat dikatakan cukup terbuka terhadap tumbuh dan berkembangnya wacana-wacana kesenian. Di samping itu di Bandung terdapat pula institusi pendidikan tinggi seni rupa lainnya yang muncul kemudian seperti Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung, Sekolah Tinggi Seni Indonesia atau STISI, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Nasional (ITENAS), dan Fakultas Seni Rupa dan Desain

104 Universitas Pasundan (Unpas) Bandung. Berbagai institusi pendidikan tinggi seni rupa tersebut tumbuh dan berkembang di masyarakat sesuai dengan kebutuhan akan tenaga terdidik bidang seni rupa yang juga kemudian menumbuhkan wacana-wacana kesenian melalui aktivitas akademik maupun penyelenggaraan seminar dan diskusi. Selain itu penyelenggaraan pameran di berbagai institusi tersebut juga mendorong para perupa untuk aktif berkesenian. Di Bandung secara berkala diadakan Pasar Seni ITB yang merupakan peristiwa kesenian sensasional dan melibatkan berbagai ragam kesenian. Pasar seni ini diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Dari sisi para perupa sendiri terlihat adanya gairah dalam berkesenian dan terbentuknya komunitas perupa Bandung. Di antara para perupa terjadi proses komunikasi di mana para perupa saling bertukar pikiran. Dalam pembukaan pameran-pameran seni rupa di Bandung dapat disaksikan pembicaraan-pembicaraan informal di antara para perupa yang sangat boleh jadi merupakan sarana pertukaran gagasan selain sebagai sarana sosialisasi. Dari hal-hal informal tersebut seringkali para perupa mengembangkannya menjadi kerjasama maupun kolaborasi estetik dalam menghasilkan karya-karya seni. Para akademisi seni aktif berbicara dalam berbagai diskusi yang diselenggarakan baik oleh galeri maupun institusi pendidikan tinggi seni. Penerbitan tulisan-tulisan dari para akademisi tersebut umumnya muncul dalam katalog pameran. Dalam komunitas perupa di Bandung sering pula para akademisi ini memposisikan dirinya secara konstruktif bersama-sama dengan para perupa dalam melontarkan gagasan kritisnya. 4.3 Arahan dalam Penyusunan Situs Web Seni Rupa Bandung Sajian informasi mengenai perupa Bandung perlu dilengkapi dengan informasi-informasi lainnya yang sekiranya dapat bermanfaat bagi pengunjung. Sesuai dengan cakupan mengenai dunia kesenirupaan di Bandung seperti yang terdapat dalam ruang lingkup masalah pada Bab 1, maka informasi mengenai

105 ciri atau karakteristik seni rupa di Bandung; kemudian informasi mengenai praktisi perorangan dan kelompok bidang seni rupa; serta informasi mengenai institusi dan lembaga bidang seni rupa di Bandung dapat dimasukkan ke dalam Situs Web Seni Rupa Bandung. Kesemua informasi tersebut perlu diolah sedemikian agar dapat menjadi kesatuan sajian yang menarik bagi pengunjung. Sajian informasi dalam Situs Web Seni Rupa Bandung disusun menjadi bagian-bagian sebagai berikut: Introduksi mengenai seni rupa di Bandung. Bagian ini berisi informasi mengenai ciri atau karakteristik seni rupa di Bandung. Direktori Perupa. Bagian ini berisi informasi mengenai para perupa Bandung seperti pada uraian masing-masing perupa dalam Bab 3. Info Galeri. Bagian ini berisi informasi mengenai galeri dan museum seni rupa yang terdapat di kota Bandung. Kalender Kegiatan. Bagian ini berisi informasi mengenai jadwal kegiatan seni rupa seperti pameran, diskusi dan lain sebagainya. Web Project. Bagian ini berisi informasi menganai karya-karya eksperimental dari para perupa Bandung yang menggunakan WWW atau World Wide Web sebagai media. Selain kelima bagian informasi diatas ditambahkan pula satu bagian berupa buku tamu untuk masukan dan komentar dari pengunjung. Seluruh bagian tersebut merupakan satu kesatuan sajian yang dirangkum ke dalam suatu menu utama sebagai alat bantu navigasi bagi pengunjung.

106 BAB V Perancangan dan Pembuatan Situs Web Seni Rupa Bandung Kegiatan perancangan dan pembuatan situs web memerlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai dasar-dasar Internet menyangkut berbagai komponen Internet dan bagaimana cara kerjanya, kemudian juga mengenai World Wide Web itu sendiri. Untuk itu sebelum masuk ke dalam pembahasan perancangan Situs Web Seni Rupa Bandung terlebih dahulu akan dibahas mengenai Internet dan World Wide Web. 5.1 Internet Internet memiliki banyak definisi. Dari sudut teknis Internet adalah jaringan komputer yang meliputi jutaan komputer di seluruh dunia. Komputerkomputer tersebut bisa saling bertukar informasi. Sedangkan dari segi ilmu pengetahuan, Internet adalah sebuah perpustakaan besar yang di dalamnya terdapat milyaran artikel, buku, jurnal, kliping, foto, dan lain-lain dalam bentuk media elektronik. Banyak hal yang dapat dilakukan melalui Internet. Teknologi Internet masih akan terus berkembang. Fasilitas-fasilitas yang ada sekarang bukanlah fasilitas maksimal yang mungkin disediakan jaringan komputer global ini. Fasilitas-fasilitas lainnya akan terus muncul seiring dengan kreativitas orangorang yang mengembangkan Internet. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan melalui Internet: a. Electronic mail ( ) Internet dapat digunakan untuk mengirim dan menerima pesan-pesan elektronik atau . Selain mengirim dan menerima pesan, dapat

107 juga digunakan untuk mengirim dan menerima segala sesuatu yang dapat disimpan dalam sebuah file, misalnya program, gambar, majalah elektronik, dan lain sebagainya. Melalui sistem mail dapat dikirim dan diterima segala macam tipe data. Sistem mail Internet adalah tulang punggung dan motivasi awal Internet itu sendiri b. Mengakses informasi (Gopher, WWW) Internet adalah sumber informasi raksasa yang menyimpan berbagai informasi. Dengan demikian salah satu hal dasar yang bisa didapat dari Internet adalah mengakses apa saja yang dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, video, maupun file-file program. c. Download/upload file (FTP) File dapat diambil dari komputer lain (download) atau dikirim ke komputer lain (upload). Berbagai jenis file seperti program anti virus, driver, game, demo, atau shareware dapat di-download dan di-upload. d. Chat Chat adalah fasilitas untuk mengobrol dalam Internet. Mengobrol dengan chat tidak dilakukan dengan menggunakan suara tetapi dengan mengetik. Fasilitas ini dapat dilakukan untuk melakukan diskusi. Fasilitas yang lebih maju adalah Internet phone. Internet phone memungkinkan pembicaran seperti halnya bertelepon dengan orang lain di berbagai belahan dunia lain melalui Internet. e. Bermain game (MUD, MOO) Game yang dimainkan melalui Internet adalah game yang mendukung Internet. seperti halnya Internet phone, fasilitas ini masih relatif baru dan akan terus dikembangkan ke arah kualitas yang lebih baik Sejarah Internet Konsep Internet pertama kali digunakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Jaringan yang dikembangkan saat perang dingin ini menghubungkan berbagai instalasi penting militer AS di seluruh dunia.

108 Maksud dari semuanya ini adalah bila terjadi serangan nuklir di suatu tempat, maka jaringan komputer untuk keperluan pertahanan masih bisa beroperasi. Implementasi Internet di dunia non militer dimulai setelah Lab CERN, sebuah pusat riset fisika di Jenewa, Swiss, menemukan cara untuk mempermudah pertukaran informasi. Tahun 1989, Tim Berners-Lee dan kawan-kawan berhasil membuat sekumpulan protokol untuk komunikasi yang memungkinkan akses ke dokumen teks dalam jaringan. Pengguna dapat mengakses dokumen tersebut dengan aplikasi khusus yang disebut browser. Dokumen-dokumen yang diakses dengan menggunakan browser ini memiliki hyperlink, yaitu sarana untuk pindah ke dokumen lain dalam jaringan. Sistem inilah yang kemudian disebut World Wide Web (WWW). Sistem yang dikembangkan Lab CERN tersebut disebarluaskan sehingga banyak pemakai di belahan dunia lainnya yang dapat memanfaatkannya. Namun sistem ini masih berupa teks dan berbasiskan sistem operasi Unix sehingga penggunanya masih terbatas pada komunitas ilmuwan dan akademik. Tahun 1993 merupakan tahun yang penting bagi perkembangan World Wide Web maupun Internet secara umum. NCSA (National Center for Supercomputing Application) pada Universitas Illinois di kota Urbanna- Campaign, Illinois berhasil membuat browser berbasis grafis pertama yang disebut Mosaic. Sistem ini memungkinkan informasi yang tersedia di internet tidak hanya berupa teks, tetapi dilengkapi juga dengan gambar dan warna. Dengan menjamurnya pengguna internet, para pembuat perangkat lunak berlomba-lomba mengembangkan browser dan berbagai program aplikasi untuk keperluan Internet, misalnya animasi, VRML dan lain sebagainya Konsep Internet dan Jaringan Komputer Secara teknis Internet adalah jaringan global yang cakupannya meliputi seluruh dunia. Tetapi sesungguhnya Internet bukanlah sekedar jaringan komputer. Jaringan komputer hanyalah medium yang membawa informasi.

109 Daya guna Internet terletak pada informasi itu sendiri, bukan pada jaringan komputer. Internet adalah suber daya yang berorientasi ke manusia. Pada saat mendatang Internet akan sama pentingnya dengan pos dan telepon. Untuk memahami Internet, sebaiknya dipahami terlebih dahulu pengertian mengenai jaringan komputer. Jaringan komputer adalah gabungan dari berbagai perlengkapan komunikasi dan komputer yang dihubungkan satu sama lain lewat suatu medium komunikasi, sedemikian sehingga semua pemakai jaringan dapat berkomunikasi secara elektronik. Medium komunikasi bisa berupa kabel untuk hubungan jenis LAN (Local Area Network) atau saluran telepon, gelombang mikro dan satelit untuk hubungan WAN (Wide Area Network). Setiap mesin komputer yang turut berpartisipasi dalam jaringan disebut node. Tempat dimana pemakai jaringan berada disebut terminal. Terminal dapat berupa sebuah monitor dan sebuah keyboard saja yang kemudian melakukan aktivitas di host (semua mesin komputer yang menggunakan sistem operasi multi-user seperti Unix) setelah terlebih dahulu melalui sebuah perlengkapan yang bernama terminal server. Terminal jenis ini adalah jenis character base dan tidak mempunyai interface grafis. Selain itu terminal dapat juga berupa workstation (semua mesin komputer yang memiliki tampilan grafis dan memungkinkan pemakai melakukan beberapa pekerjaan sekaligus) dan melakukan emulasi ke sebuah host langsung lewat medium kabel tanpa melalui terminal-server. Workstation sendiri dapat berfungsi sebagai host. Terminal bisa juga sebuah PC atau Personal Computer (semua mesin komputer yang menggunakan sistem operasi single-user seperti DOS) yang menjalankan sebuah perangkat lunak tertentu untuk melakukan emulasi ke host. PC juga dapat bertindak sebagai workstation dengan memakai interface grafisnya. Selain itu antara host, workstation dan PC dapat melakukan hubungan yang disebut client-server, yaitu suatu hubungan dimana client meminta layanan dari server untuk diproses sendiri oleh client. Semua perlengkapan jaringan dapat saling berkomunikasi lewat suatu aturan

110 umum yang disebut protokol. Perlengkapan lain dalam jaringan antara lain router, bridge, terminal-server, concentrator, repeater, transceiver dan lainlain TCP/IP (Transmission Control Protocol dan Internet Protocol) Seperti telah disebutkan di atas, Internet dibentuk dari jaringan komputer-jaringan komputer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini terdiri dari berbagai macam tipe komputer yang berbeda, maka harus ada sesuatu yang dapat mengintegrasikannya yaitu TCP/IP atau Transmission Control Protocol (TCP) dan Internet Protocol (IP). Agar tipe-tipe komputer yang berbeda ini dapat saling berkomunikasi maka program-program yang dibuat harus ditulis berdasarkan protokol standar. Sebuah protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan bagaimana sesuatu semestinya dilakukan. Sebagai contoh, terdapat protokol yang mendefinisikan format yang semestinya digunakan untuk pesan mail. Selanjutnya, semua program mail mengikuti protokol tersebut ketika program-program mail tersebut mempersiapkan sebuah program mail. Dalam Internet, informasi tidak ditransmisikan sebagai satu kesatuan data yang utuh dari host ke host, tetapi sebagai aliran paket-paket data yang kecil-kecil. Cara kerja TCP/IP adalah sebagai berikut: apabila sebuah pesan mail dikirim, TCP membagi pesan tersebut ke dalam paket-paket data yang kecil-kecil. Setiap paket data ditandai dengan nomor urut dan alamat penerima. Selain itu TCP menyertakan informasi untuk mengontrol jika terjadi kesalahan. Selanjutnya paket-paket data dikirim melalui jaringan komputer, di mana dalam tahap ini IP membawa paket-paket data tersebut ke host tujuan. Pada host tujuan, TCP menerima paket-paket data tersebut dan memeriksa jika terjadi kesalahan. Jika terjadi kesalahan TCP meminta host asal mengirim kembali paket-paket data yang mengandung kesalahan. Setelah semua paket data diterima secara benar, TCP menggunakan nomor urut untuk merekonstruksi pesan asli. Maka fungsi TCP adalah mengatur paket-paket data

111 dan memastikan kebenaran paket-paket data, dan fungsi IP adalah membawa paket-paket data dari satu tempat ke tempat yang lain Alamat IP dan Nama Domain Setiap komputer yang terhubung ke Internet meiliki alamat IP (IP Address) yang unik agar dapat saling berkomunikasi. Alamat IP yang digunakan pada saat in adalah IP Address 32 bit dengan bentuk umum penulisan: a.b.c.d dimana a, b, c, dan d semua adalah bilangan bulat desimal dari 0 sampai dengan 255. Contoh IP address misalnya atau Dengan alamat IP, komputer dapat mengetahui kemana ia dapat mengirim data. Walaupun alamat IP mudah dikenali oleh komputer, namun manusia sulit untuk menghafal alamat-alamat tersebut. Oleh karena itu dibuat nama aliasnya yang disebut nama domain (domain name). Misalnya alamat IP adalah host Komputer yang bertugas megubah alamat IP menjadi nama domain serta sebaliknya adalah Domain Name Server atau DNS. Bentuk umum pemberian nama menurut DNS adalah: nama_komputer.nama_subdomain.nama_top_domain Nama_komputer adalah nama komputer yang bersangkutan. Nama_subdomain bisa berupa nama organisasi (dec, ibm), atau nama jenis organisasi (net, go). Nama_top_domain adalah nama domain tingkat atas seperti nama negara (id, us) atau nama-nama seperti com, edu, gov untuk komputer-komputer yang ada di lingkungan Amerika Serikat. Sistem penamaan dengan metode DNS ini bukan saja memberikan berbagai kemudahan seperti pembacaan dan pengelolaannya, namun juga dapat

112 memberikan informasi di mana komputer itu berada dan jenis organisasi yang memilikinya. Beberapa nama top domain berikut ini adalah nama-nama top domain berdasarkan afiliasi organisasional yang berada di AS dan Indonesia: com untuk organisasi komersial. edu, ac untuk institutsi pendidikan. gov, go untuk instansi pemerintah Amerika Serikat. mil net untuk instansi militer. untuk Internet gateway dan jaringan-jaringan utama. org, or semua organisasi yang tidak termasuk salah satu di atas. arpa int ca fr id us khusus untuk ArpaNet. untuk organisasi internasional. Selain itu pemberian nama top domain untuk negara-negara dituliskan dengan dua huruf sebagai nama inisial sesuai aturan yang dikeluarkan oleh ISO Kanada. Perancis. Indonesia. Amerika Serikat URL (Uniform Resource Locator) URL atau Uniform Resorce Locator adalah alamat lengkap untuk menunjukkan suatu bentuk informasi di dalam Internet. Susunan sebuah URL umumnya sebagai berikut: jenis_layanan://nama_domain/direktori/file.ekstensi URL dipakai untuk menunjukkan halaman tertentu atau file tertentu dalam suatu browser. Contoh sebuah URL misalnya:

113 URL di atas mengacu pada file visual_arts.html di direktori departments pada situs web dengan nama domain jenis layanannya adalah http (www). URL dapat pula mengacu pada suatu file di FTP server seperti: ftp://ftp.itb.ac.id/pub/freebsd/2.2.4-release/readme.txt Untuk mengakses World Wide Web digunakan HTTP client yang disebut browser. Browser adalah program yang menggunakan protokol HTTP. Sedangkan untuk mentransfer file pada FTP digunakan program FTP atau FTP client World Wide Web World Wide Web, disingkat WWW, atau sering juga disebut web adalah sarana penyampaian informasi atau layanan yang paling populer dibanding layanan layanan lainnya di Internet. Hal ini disebabkan WWW memberikan tampilan grafis yang baik dan bagus untuk dipandang. Selain itu konsep hyperlink atau link yaitu data yang berisi hubungan ke data yang lain memberikan kemudahan dan kecepatan yang luar biasa. Untuk data teks disebut hypertext. Tampilan grafis yang baik dan konsep hyperlink diinginkan oleh hampir semua orang. WWW digunakan bukan sekedar untuk menampilkan ataupun mencari informasi saja, lebih dari itu, WWW sudah banyak dipakai secara komersial oleh hampir semua perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia untuk mengiklankan produk-produk mereka. Istilah hypertext diilhami pertama kali oleh Ted Nelson pada tahun Hypertext menurut Ted Nelson adalah suatu teks (serangkaian kata) yang mempunyai hubungan (link) dengan teks lainnya. Pada WWW, satu atau serangkaian kata pada suatu dokumen hypertext yang ditampilkan di layar dapat merupakan petunjuk arah (pointer) yang mengacu ke dokumen hypertext lainnya yang mengandung informasi lebih rinci tentang kata atau serangkaian

114 kata yang bersangkutan tersebut. Kata atau rangkaian kata yang mempunyai link tersebut dalam browser biasanya dibedakan dari kata-kata lainnya dengan warna terang atau highlight dengan warna yang berbeda dan biasanya dengan menggunakan garis bawah. Jadi misalnya, seorang pemakai WWW mengakses sebuah situs web dalam sebuah WWW server, ia akan mendapatkan halaman pertama (home page) dari situs web tersebut. Selanjutnya jika pemakai tersebut menggunakan interface grafis, maka dengan menggeser-geser mouse ia dapat memilih sembarang kata atau rangkaian kata yang mempunyai warna berbeda dengan warna pada teks yang lain lalu mengklik salah satu kata atau rangkaian kata tersebut dan selanjutnya ia akan mendapatkan tampilan berikutnya yang berisi informasi lebih jauh tentang kata atau rangkaian kata yang dipilihnya tadi. Saat itu ia mungkin telah berada di situs web dalam WWW server yang lain tanpa ia perlu tahu sebelumnya kemana ia harus pergi untuk mendapatkan informasi tentang kata atau rangkaian kata yang dicarinya itu. Biasanya perangkat lunak pengakses WWW atau browser menyediakan informasi kepada pemakainya dimana si pemakai berada pada saat itu berupa address bar yang menampilkan URL-nya yaitu suatu penunjuk alamat dalam Internet. World Wide Web dikembangkan pertama kali oleh tim WWW yang dipimpin oleh Tim Berners-Lee dari European Particle Physics Laboratory (CERN) di Swiss HTML (Hypertext Markup Language) Setiap dokumen hypertext yang ditulis menggunakan format standar yang disebut HTML atau Hypertext Markup Langauge. HTML bermula dari apa yang disebut SGML atau Standard generalized Markup Language yang dipakai untuk melakukan format standar pada berbagai dokumen. HTML sesungguhnya merupakan kumpulan peraturan untuk memformat (markup) dokumen dibandingkan sebagai bahasa. HTML hanya bisa digunakan untuk memformat teks dan menampilkan grafik. Selebihnya, misalnya perhitungan aritmetika dan animasi diluar jangkauan HTML. Keterbatasan ini sebenarnya

115 menguntungkan di lain pihak. HTML menjadi bahasa yang sederhana. Ukurannya kecil sehingga bisa ditransfer dengan cepat melalui jaringan Internet. Kesederhanaan HTML juga membuat HTML mudah diimplementasikan pada berbagai jenis komputer. Pengguna Internet terdiri dari berbagai macam tipe komputer dan sistem operasi. Dengan hanya menggunakan browser, berbagai komputer tersebut dapat melihat dokumen HTML tanpa perlu proses konversi Organisasi Situs Web Informasi yang disajikan dalam situs web biasanya dipecah menjadi beberapa halaman, yang disebut halaman web (web page). Halaman pertama dalam suatu sajian informasi disebut homepage. Alamat homepage diingat atau dibookmark oleh pengguna Internet. Contoh alamat dari homepage misalnya sedangkan alamat halaman web lainnya yang masih tergabung dalam situs web misalnya sparc.html, dan lain-lain. Gabungan seluruh halaman web yang menyajikan satu informasi utuh disebut situs web (web site). Untuk mengakses informasi di dalam suatu situs web, pengguna Internet biasanya mengakses homepage terlebih dahulu, kemudian mengakses halaman-halaman web di dalamnya. Sebuah halaman web yang paling sederhana biasanya hanya berisi satu halaman web, dan karenanya halaman web tersebut disebut homepage. File-file situs web disimpan dalam sever web (web server atau HTTP server). Sebuah situs web bisa memiliki satu atau beberapa situs web, tergantung dari kapasitas dan alokasi tempat di hard disk server. Untuk lebih jelas mengenai homepage, halaman web dan situs web dapat dilihat pada gambar berikut ini:

116 Homepage Halaman web Situs web Gambar 1. Homepage, halaman web dan situs web Dalam situs web yang terdiri dari banyak halaman, organisasi halaman web harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan pengguna. Hal tersebut penting untuk menghindari pengguna web yang salah arah dalam mencari informasi. Organisasi situs umumnya memiliki bentuk-bentuk hierarki, linier, dan bentuk gabungan hierarki dan linier. A. Bentuk Hierarki Bentuk hierarki diawali oleh halaman master, dari halaman master ini kemudian dipecah menjadi beberapa halaman. Dari masing-masing halaman dipecah lagi menjadi beberapa halaman sampai semua informasi ditampilkan. Halaman master biasanya berisi judul situ web dan daftar isi informasi yang

117 terdapat di dalamnya. Dengan melihat isi master, seorang yang sedang mencari informasi diharapkan mengerti apa isi dari situs web ini. Halaman master Gambar 2. Situs web bentuk hierarki B. Bentuk Linier Halaman-halaman dalam situs web bentuk linier memiliki kedudukan yang sama. Pengguna mengakses situs web ini dengan melihat satu persatu halaman secara berurutan seperti membaca buku. Halaman pertama biasanya berisi judul situs web dan deskripsi singkat mengenai isi informasi dalam situs web. Bentuk linier biasanya digunakan untuk penyampaian informasi yang merupakan suatu proses.

118 Gambar 3. Situs web bentuk linier C. Bentuk Gabungan Hierarki dan Linier Bentuk seperti ini adalah bentuk yang lazim digunakan dalam penyampaian informasi melalui web. Dengan bentuk ini pengguna dapat dengan mudah masuk ke tahap tertentu dalam suatu proses. Bentuk situs web yang kompleks tanpa organisasi yang benar dan memiliki dua titik simpul akan menyulitkan orang yang akan mengakses situs web tersebut. Halaman master Gambar 4. Situs web gabungan bentuk hierarki dan linier 5.2 Perancangan dan Pembuatan Situs Web Seni Rupa Bandung

119 Setelah data dan materi akan ditampilkan dianggap mencukupi maka dimulailah perancangan situs web. Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, tetapi karena pembuatan Situs Web Seni Rupa Bandung untuk sementara ini dititik beratkan pada penyajian content atau isi maka yang kemudian penting adalah merancang penyajiannya itu sendiri. Untuk sebuah situs web maka perlu dipikirkan hal-hal sebagai berikut: Judul situs web, hal ini dapat mencerminkan apa isi keseluruhan situs web Perencanaan dan perancangan organisasi situs web yang berkaitan erat dengan bagaimana menyusun menu utama sebagai alat bantu navigasi, Dimana situs web diletakkan, termasuk dukungan apa saja yang ada pada server tempat meletakkan situs web tersebut, seperti fasilitas database server dan lain sebagainya. Pada sub bab-sub bab berikut akan diuraikan perancangan situs web dan kemudian bagaimana rancangan yang telah dibuat diimplementasikan terhadap content yang ada Judul Situs Web Judul yang dipilih adalah Direktori Perupa dan Kegiatan Seni Rupa di Bandung. Judul tersebut dapat mencerminkan seluruh komponen dalam kesenirupaan di Bandung, tidak hanya mengenai perupa Bandung saja. Karena situs ini juga direncanakan akan dibuat dalam versi Bahasa Inggris, maka judul yang ada ditambah menjadi Bandung Visual Art Directory, Direktori Perupa dan Kegiatan Seni Rupa di Bandung Menu Utama dan Organisasi Situs Web Untuk dapat memberikan petunjuk jalan bagi para pengunjung yang memasuki situs web maka perlu dibuat suatu alat bantu navigasi berupa suatu navigation bar atau disebut juga sebagai menu utama. Menu utama pada situs ini berisi menu menuju informasi utama yang akan ditampilkan yaitu: Introduksi mengenai seni rupa di Bandung

120 Direktori Perupa Info Galeri Kalender Kegiatan Web Project, dan Guestbook atau buku tamu Organisasi situs web dibuat menggunakan bentuk gabungan hirarki dan linier dengan bentuk sebagai berikut. Halaman Depan A B C D E F Keterangan: A = Introduksi mengenai seni rupa di Bandung B = Direktori Perupa C = Info Galeri D = Kalender Kegiatan E = Web Project F = Guestbook atau buku tamu Gambar 5. Organisasi Situs Web Seni Rupa Bandung Alamat Situs Web

121 Situs Web Seni Rupa Bandung mempunyai alamat URL (Uniform Resource Locator): Pengunjung mengetikkan alamat di atas pada address bar yang terdapat dalam browser untuk berkunjung ke Situs Web Seni Rupa Bandung atau melalui link yang terdapat pada situs lain apabila situs tersebut memiliki link ke alamat Situs Web Seni Rupa Bandung. Alamat di atas dapat diartikan bahwa Situs Web Seni Rupa Bandung terletak dalam server web digital.lib.itb.ac.id di Perpustakaan Pusat ITB. Server tersebut memiliki alamat IP Alamat tersebut berada di dalam network ITB yang memiliki network address x.x. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 6. Internet ISP Network ITB ( x.x) Komputer pengunjung Situs Web Perupa Bandung terletak pada Host digital.lib.itb.ac.id Server Unix Perpustakaan ITB Dengan alamat IP Keterangan: ISP: Internet Service Provider (Penyedia Layanan Internet) Gambar 6. Letak fisik dari alamat Situs Web Seni Rupa Bandung Perangkat Lunak yang Digunakan

122 Pembuatan situs web ini menggunakan perangkat lunak sebagai berikut: Pada sisi client yaitu pada beberapa workstation dengan sistem operasi Windows 95 program aplikasi yang digunakan: Frontpage Explorer untuk pengelolaan situs web dan Frontpage Editor untuk pembuatan dan mengedit file-file html Adobe Photoshop untuk mengolah atau mengedit gambar QVT Net untuk melakukan telnet ke server digital.lib.itb.ac.id Pada sisi server dengan sistem operasi Unix FreeBSD: Frontpage Server Extension yang mengorganisir pembuatan situs web secara client-server Apache Web Server MySQL Server, program database PHP untuk mengeksekusi skrip-skrip php yang disisipkan pada file html seperti yang digunakan pada halaman guestbook Editor teks: ee dan vi Gambar 7. menggambarkan bagaimana lingkungan kerja pada network Perpustakaan ITB tempat membangun Situs Web Seni Rupa Bandung pada server digital.lib.itb.ac.id. Pengerjaan situs web ini dilakukan melalui beberapa workstation Windows Perancangan Desain Visual Perancangan desain visual dibuat sedemikian rupa untuk mendukung dikembangkannya situs web ini menjadi sits web yang dinamis. Perancangan dititik beratkan pada kesederhanaan, kemudahan navigasi dan kecepatan akses. Navigation bar atau menu navigasi utama ditempatkan di sisi kiri dari halaman web dan muncul dalam setiap halaman pada situs web ini. Warna-warna yang digunakan adalah putih abu-abu dan merah. Gambar 8, 9, 10 dan 11 merupakan rancangan desain visual Situs Web Seni Rupa Bandung.

123 Internet Network ITB Apache web server, Frontpage server, MySQL server, PHP Server Unix Perpustakaan ITB OS: FreeBSD Unix Network Perpustakaan ITB Frontpage Photoshop QVT Net Frontpage Photoshop QVT Net Workstation Windows 95 Workstation Windows 95 Gambar 7. Lingkungan kerja pada network Perpustakaan ITB Judul Situs Web Navigation bar Ilustrasi Gambar 8. Rancangan desain visual halaman depan

124 Gambar 9. Contoh tampilan desain visual halaman depan Judul Situs Web Isi atau content Navigation bar Gambar 10. Rancangan desain visual pada halaman-halaman dalam

125 Gambar 11. Contoh tampilan desain visual pada halaman-halaman dalam Unsur Pendukung Dalam situs web yang dinamik diperlukan dukungan back-end yang memungkinkan isi situs web dapat terus berubah dan memungkinkan webmaster mengorganisir dan menambah data secara otomatis maupun menerima input dari pengunjung. Untuk menangani keperluan ini digunakan database yang menyimpan data serta program yang menghubungkannya dengan web. Pada tahap awal, penggunaan database dan program hanya digunakan pada buku tamu atau guestbook yang memungkinkan pengunjung menuliskan komentarnya pada form yang tersedia dalam halaman guestbook. Halaman berisi komentar yang telah masuk dapat dilihat oleh para pengunjung lainya. Sedangkan pada tahap selanjutnya penggunaan database dan program ini juga akan digunakan untuk lebih mengotomatisasi penanganan dan pengelolaan keseluruhan isi dari situs web ini.

126 5.3 Isi Situs Web Seni Rupa Bandung Berikut ini uraian untuk masing-masing isi sub web pada Situs Web Seni Rupa Bandung yang diimplementasikan di web server Digital Library Perpustakaan Pusat ITB, Halaman Pembuka/Halaman Depan Halaman Pembuka atau halaman depan adalah halaman utama dimana pengunjung akan masuk ke halaman ini sebelum menelusuri halaman-halaman selanjutnya. Halaman pembuka ini berisi: Judul web dalam dua versi yaitu dalam bahasa Inggris dan Indonesia yaitu Bandung Visual Art Directory, Direktori Perupa dan Kegiatan Seni Rupa di Bandung. Ilustrasi berupa reproduksi beberapa karya perupa Bandung dalam ukuran yang kecil. Menu utama ke halaman-halaman selanjutnya. Menu utama ini merupakan alat navigasi utama yang akan terdapat di semua halaman web berikutnya. Menu utama berisi link ke halaman-halaman berikut ini: halaman Introduksi, halaman Direktori Perupa Bandung, halaman Info Galeri, halaman Kalender Kegiatan, halaman Web Projects, halaman buku tamu/guestbook Berita terbaru mengenai update atatu penambahan informasi terbaru di situs web ini. Berita ini terdiri dari: judul berita yang juga link ke halaman berita dengan keterangan berita yang lebih terperinci, deskripsi singkat mengenai berita atau update terbaru. Counter atau penghitung jumlah pengunjung. Melalui counter ini selain tercatat angka yang menunjukkan jumlah pengunjung yang datang, juga

127 dicatat alamat IP dari pengunjung yang kemudian disimpan dalam database. Pada counter ini hanya jumlah pengunjung saja yang ditampilkan di layar. Keterangan mengenai penanggung jawab situs web atau webmaster berupa link ke alamat webmaster. Pengunjung yang mengalami masalah ketika menelusuri situs web ini atau ingin mendapatkan informasi lain yang lebih terperinci yang tidak terdapat dalam situs web ini dapat menhubungi melalui webmaster dengan mengklik link webmaster. Tampilan halaman depan dapat dilihat pada gambar 12 berikut ini. Gambar 12. Tampilan Halaman Depan Halaman Introduksi Halaman introduksi berisi informasi mengenai ciri atau karakteristik seni rupa di Bandung. Kehidupan kesenian, khususnya seni rupa di kota Bandung memiliki ciri atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan ciri ataupun karakteristik seni rupa di kota-kota besar lainnya di Indonesia yang diidentifikasi melalui pendekatan sejarah dan pendekatan estetik. Pendekatan

128 sejarah sejarah mengkaitkan dunia seni rupa Bandung dengan kurun waktu, sementara itu pendekatan estetik berkaitan dengan masalah-masalah gaya atau aliran, ciri-ciri estetik, dan wujud visual karya seni. Halaman introduksi ini mempunyai sub menu ke halaman-halaman lainnya yang berisi uraian mengenai sejarah dan tinjauan estetik seni rupa di Bandung. Tampilan halaman introduksi dapat dilihat pada gambar 13 berikut ini. Gambar 13. Tampilan halaman Introduksi Halaman Direktori Perupa Bandung Halaman Direktori Perupa Bandung merupakan index nama perupa di Bandung baik yang masih aktif maupun yang telah meningal dunia yang disusun berdasarkan abjad. Masing-masing nama perupa yang dicantumkan mempunyai link ke halaman yang berisi uraian tentang perupa tersebut. Misalnya nama But Muchtar apabila di klik akan menuju halaman yang berisi uraian mengenai But Muchtar. Halaman mengenai uraian masing-masing perupa berisi informasi sebagai berikut:

129 Nama Perupa. Riwayat hidup perupa. Uraian tentang perupa dan karyanya. Link ke file gambar/image karya. Link ke alamat web perupa bila ada. Tampilan halaman Direktori Perupa Bandung dapat dilihat dalam gambar 14. Tampilan halaman informasi salah satu perupa dalam Direktori Perupa dapat dilihat dalam gambar 15. Gambar 14. Tampilan halaman Direktori Perupa.

130 Gambar 15. Tampilan halaman informasi salah satu perupa dalam Direktori Perupa Halaman Info Galeri Halaman Info Galeri berisi daftar nama-nama galeri dan museum seni rupa yang terdapat di kota Bandung yang disusun berdasarkan abjad. Format informasi yang ditampilkan hampir sama dengan direktori perupa. Halaman mengenai uraian masing-masing galeri atau museum berisi informasi sebagai berikut Nama Galeri atau Museum. Uraian mengenai aktivitas galeri atau museum, jenis karya yang ditampilkan. Jadwal buka bagi pengunjung. Informasi mengenai pameran yang sedang dan akan berlangsung di galeri atau museum. Link ke alamat web galeri atau museum bila ada.

131 Tampilan Halaman info galeri dapat dilihat dalam gambar 16. Tampilan halaman informasi salah satu galeri dalam Info Galeri dapat dilihat dalam gambar 17. Gambar 16. Tampilan halaman Info Galeri. Gambar 17. Tampilan halaman informasi salah satu galeri dalam Info Galeri.

132 5.3.5 Halaman Kalender Kegiatan Halaman Kalender Kegiatan berisi informasi mengenai kegiatankegiatan seni rupa yang sedang dan akan dilangsungkan di Bandung yang disusun berdasarkan urutan waktu. Informasi yang diberikan adalah jadwal pameran yang terdiri dari nama kegiatan, waktu dan tempat. Tampilan halaman Kalender Kegiatan dapat dilihat dalam gambar 18 berikut ini. Gambar 18. Tampilan halaman Kalender Kegiatan Halaman Web Projects Halaman Web Projects berisi link ke karya-karya eksperimental dari para perupa Bandung yang menggunakan WWW atau World Wide Web sebagai media. Dalam situs perupa Bandung karya semacam ini dikategorikan sebagai web project atau karya web. Halaman ini berisi daftar masing-masing nama atau judul karya web yang disusun berdasarkan abjad. Apabila di klik salah satu judul karya web akan masuk ke halaman deskripsi yang

133 menerangkan karya web. Deskripsi masing-masing karya berisi informasiinformasi berikut: Judul web project atau karya web Nama Perupa (perorangan maupun kelompok perupa) Uraian mengenai konsep karya. Gambar tampilan halaman depan dari karya web yang juga berupa link ke alamat karya web. Tampilan halaman Web Projects dapat dilihat dalam gambar 19. Tampilan halaman informasi salah satu web project dalam Web Projects dapat dilihat dalam gambar 20. Gambar 19. Tampilan halaman Web Projects.

134 Gambar 20. Tampilan halaman informasi salah satu web project dalam Web Projects Halaman Guestbook/Buku Tamu Halaman Guestbook terdiri dari halaman input yang berisi form isian dimana pengunjung memasukkan komentarnya, kemudian halaman yang berisi komentar-komentar yang telah masuk. Form isian dalam halaman guestbook terdiri dari: Nama pengunjung atau guest Alamat Pekerjaan pengunjung Alamat URL pengunjung bila ada Komentar Apabila seorang pengunjung telah mengisi dengan benar dan kemudian mengirimnya dengan mengklik tombol submit maka akan muncul halaman konfirmasi berupa halaman guestbook result yang memberi tahu bahwa komentar telah masuk. Setelah itu pengunjung dapat melihat pesan yang telah dikirimnya dan komentar-komentar dari pengunjung lainnya dalam halaman

135 guestbook view. Hasil isian dan komentar pengunjung dari form isian di atas ditampilkan berikut alamat IP dari proxy server yang dilalui ketika pengunjung mengakses Internet dan waktu ketika pengunjung mengisi guestbook. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya pencatat berupa skrip PHP yang terdapat pada halaman input atau halaman isian guestbook yang dieksekusi oleh server ketika ada request dari pengunjung yang meminta halaman isian guestbook dan memasukkan datanya pada database. Semua kejadian tersebut berlangsung di server. Pesan-pesan dalam guestbook view adalah data yang diperoleh dari database yang ditampilkan dengan menggunakan skrip PHP yang juga dieksekusi oleh server. Tampilan halaman Guestbook atau buku tamu dapat dilihat dalam gambar 21, 22 dan 23 berikut. Gambar 21. Tampilan halaman Guestbook atau Buku Tamu: form isian guestbook.

136 Gambar 22. Tampilan halaman Guestbook Result: konfirmasi bahwa pesan telah masuk. Gambar 23. Tampilan halaman Guestbook View: melihat dan membaca pesanpesan yang telah masuk.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii. DAFTAR ISTILAH...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii. DAFTAR ISTILAH...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii. DAFTAR ISTILAH...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Dasar Pemikiran......1 1.2 Sejarah Pendidikan Seni Rupa di ITB..2 BAB II ILMU SENI...5 2.1

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia hidup di dunia harus memenuhi lima kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Perkembangan Desain Komunikasi Visual di Dunia Pada awalnya, media desain grafis hanya terbatas pada media cetak dwi matra. Namun, seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian BAB I A. Latar Belakang Penelitian Tingkat apresiasi masyarakat tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rutinitas dari kegiatan Seni Rupa ditengah masyarakat dan pendidikan Seni

Lebih terperinci

PAMERAN (EKSPRESI DAN APRESIASI SENI KRIYA)

PAMERAN (EKSPRESI DAN APRESIASI SENI KRIYA) PAMERAN (EKSPRESI DAN APRESIASI SENI KRIYA) Oleh : Drs. Hery Santosa, M.Sn. Drs. Tapip Bahtiar, M.Ds. SK/KD EKSPRESI DIRI STANDAR KOMPETENSI Mengekspresikan diri melalui karya seni kriya KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

SOLO FINE ART SPACE BAB I PENDAHULUAN

SOLO FINE ART SPACE BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seni rupa merupakan cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

Dokumen Kurikulum Program Studi : Magister Seni Rupa Lampiran III

Dokumen Kurikulum Program Studi : Magister Seni Rupa Lampiran III Dokumen Kurikulum 2013-2018 Program Studi : Magister Seni Lampiran III Fakultas : Seni dan Desain Institut Teknologi Bandung Bidang Akademik dan Kean Institut Teknologi Bandung Kode Dokumen Total Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pada dasarnya adalah suatu bahasa komunikasi yang disampaikan melalui suatu media. Seniman sebagai sumber komunikasi, sedangkan karya seni sebagai media

Lebih terperinci

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : Rr.Ratri Cipto Hening

Lebih terperinci

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

Sejarah umum seni lukis

Sejarah umum seni lukis Sejarah umum seni lukis Zaman prasejarah Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia

Lebih terperinci

Koleksi. Sampul Poster Perangko Tipografi Ilustrasi Iklan Logo

Koleksi. Sampul Poster Perangko Tipografi Ilustrasi Iklan Logo BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Desain Grafis mulai masuk dan dikenal di Indonesia pada awal tahun 1970, pada waktu itu banyak art director atau creative director

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN

BAB III METODE PENCIPTAAN BAB III METODE PENCIPTAAN A. Riset Ide Kemunafikan merupakan salah satu fenomena dalam masyarakat, oleh karena itu riset idenya merupakan forming dari beberapa kasus yang terjadi di masyarakat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek Gambar 1.1. Diagram Kebutuhan Maslow

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek Gambar 1.1. Diagram Kebutuhan Maslow BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Ketika kita mendengar kata atau istilah Seni Rupa, hal pertama yang terniang di benak kita adalah aktifitas menggambar. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

Pelukis-pelukis Modern Indonesia dalam Perspektif Sosiohistoris

Pelukis-pelukis Modern Indonesia dalam Perspektif Sosiohistoris Pelukis-pelukis Modern Indonesia dalam Perspektif Sosiohistoris 1 Pelukis-pelukis Modern Indonesia dalam Perspektif Sosiohistoris 2 M. Agus Burhan Pelukis-pelukis Modern Indonesia dalam Perspektif Sosiohistoris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki kekayaan budaya yang berlimpah dan beragam. Namun dengan kekayaan budaya yang Indonesia miliki ternyata tidak memberikan bukti nyata

Lebih terperinci

SELASAR SENI RUPA KONTEMPORER DI SURAKARTA (Penekanan Desain Arsitektur Morphosis)

SELASAR SENI RUPA KONTEMPORER DI SURAKARTA (Penekanan Desain Arsitektur Morphosis) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SELASAR SENI RUPA KONTEMPORER DI SURAKARTA (Penekanan Desain Arsitektur Morphosis) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

Gambar 1. GUSTAVE COURBET. Anak Pemecah Batu. (1849). Kapur. Gambar 2. GUSTAVE COURBET. Pemecah Batu. (Detail) (1849). Cat Minyak di atas Kanvas.

Gambar 1. GUSTAVE COURBET. Anak Pemecah Batu. (1849). Kapur. Gambar 2. GUSTAVE COURBET. Pemecah Batu. (Detail) (1849). Cat Minyak di atas Kanvas. Apakah lukisan itu? Apa perbedaan lukisan dengan gambar? Perhatikan contoh gambar yang dibuat oleh pelukis Perancis Gustave Courbet (Gambar 1). Gambar itu merupakan sketsa untuk lukisan pada Gambar 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan ujung tombak bagi kemajuan perekonomian negara. Pariwisata juga bertanggung jawab untuk membawa citra bangsa ke dunia Internasional. Semakin tinggi

Lebih terperinci

Nasionalisme S. Sudjojono ( ) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia

Nasionalisme S. Sudjojono ( ) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia Nasionalisme S. Sudjojono (1913-1986) Pembuka Babak Baru Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia Oleh : Irwan Jamalludin M.Sn (Desain Komunikasi Visual - Sekolah Tinggi Teknologi Nusa Putra) Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dunia fotografi pun terus mengalami perkembangan yang luar biasa dari waktu ke waktu. Dewasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. keluar dari kegelisahan tersebut. Ide/gagasan itu muncul didorong oleh keinginan

BAB III METODE PENCIPTAAN. keluar dari kegelisahan tersebut. Ide/gagasan itu muncul didorong oleh keinginan 33 BAB III METODE PENCIPTAAN Setiap orang pasti mempunyai kegelisahan terhadap suatu persoalan yang ada didalam dirinya ataupun dilingkungan sekitar, sehingga menumbuhkan gagasan untuk keluar dari kegelisahan

Lebih terperinci

3. Bagaimana menciptakan sebuah ruangan yang dapat merangsang emosi yang baik untuk anak dengan menerapkan warna-warna di dalam interior?

3. Bagaimana menciptakan sebuah ruangan yang dapat merangsang emosi yang baik untuk anak dengan menerapkan warna-warna di dalam interior? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan globalisasi, kreativitas bangsa sangat berpengaruh didalam perkembangan bangsa terutama bangsa Indonesia yang dapat mempercepat laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERIOR PADA PUSAT KEBUDAYAAN BETAWI DIJAKARTA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR YULI HELVINA

PERANCANGAN INTERIOR PADA PUSAT KEBUDAYAAN BETAWI DIJAKARTA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR YULI HELVINA PERANCANGAN INTERIOR PADA PUSAT KEBUDAYAAN BETAWI DIJAKARTA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR YULI HELVINA 1501204956 SCHOOL OF DESIGN INTERIOR DESIGN DEPARTMENT UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2015 2 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Seni Rupa di Yogyakarta dengan Analogi Bentuk Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Seni Rupa di Yogyakarta dengan Analogi Bentuk Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Pengertian judul Pusat : merupakan Pokok Pangkal atau yang menjadi pumpunan(berbagai, urus hal,dsb) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990) Seni : Keahlian membuat karya yang bermutu

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN SPACE

SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN SPACE LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN SPACE Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI Disusun Oleh : Nama : Kelas : X Mipa 6 Pelajaran : Seni Budaya SMA TAHUN AJARAN 2016/2017 Seni Rupa Seni rupa adalah salah satu cabang seni yang membentuk sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi. Abstrak

BEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi. Abstrak BEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi Abstrak Anak-anak memiliki dunianya sendiri yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Usia anak-anak sering disebut dengan masa bermain.

Lebih terperinci

Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Indonesia, Philipina, dan Thailand

Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Indonesia, Philipina, dan Thailand Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Modernisme Asia P«kernbangan yang Bm.garn di Modernisme Asia Perkembangan yang Beragam di Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [Tokyo) 28 Oktober - 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis 7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis Avant Garde dalam bahasa Perancis berarti "garda terdepan"

Lebih terperinci

TENSION AND HARMONY. Oleh Bambang Subarnas

TENSION AND HARMONY. Oleh Bambang Subarnas TENSION AND HARMONY Oleh Bambang Subarnas 1 Ada semacam perasaan yang tidak genah ketika mengucapkan kata tradisi. Dibalik sebutan tersebut terdapat semacam beban kultural yang berkaitan dengan ihwal sejarah

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis A. Pemilihan Ide Pengkaryaan BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Lingkungan Pribadi Ide Lingkungan Sekitar Kontemplasi Stimulasi Sketsa Karya Proses Berkarya Apresiasi karya Karya Seni Bagan 3.1 Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 (dua) orang Sarjana Arsitektur yaitu Ir. Muhammad Hasan (alm) dan Ir. M.

BAB I PENDAHULUAN. 2 (dua) orang Sarjana Arsitektur yaitu Ir. Muhammad Hasan (alm) dan Ir. M. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 1980-an Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU menerima 2 (dua) orang Sarjana Arsitektur yaitu Ir. Muhammad Hasan (alm) dan Ir. M. Nawawiy Loebis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan

Lebih terperinci

MEMULAI KARIR BERBASIS KEJUJURAN DARI PENDIDIKAN DI ITB

MEMULAI KARIR BERBASIS KEJUJURAN DARI PENDIDIKAN DI ITB SAMBUTAN REKTOR ITB pada PERESMIAN PENERIMAAN MAHASISWA BARU ITB TAHUN AKADEMIK 2009/2010 MEMULAI KARIR BERBASIS KEJUJURAN DARI PENDIDIKAN DI ITB Sasana Budaya Ganesa, Kampus ITB, 12 Agustus 2009 Yang

Lebih terperinci

PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH DI SEMARANG

PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : AFIF WIDODOAJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dari jaman dahulu komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi dapat memberikan suatu informasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang biografi seniman kaligrafi Arab Hendra. Buana dan karya seninya yang tertuang dalam tesis ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang biografi seniman kaligrafi Arab Hendra. Buana dan karya seninya yang tertuang dalam tesis ini 220 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian tentang biografi seniman kaligrafi Arab Hendra Buana dan karya seninya yang tertuang dalam tesis ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Bakat kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia hingga saat ini sudah merdeka selama 69 tahun. Dengan sejarah panjang, Indonesia pula memiliki pahlawan-pahlawan yang berjuang untuk negaranya baik itu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Latar Belakang Pusat Pendidikan Desain Komunkasi Visual Modern di Yogyakarta Desain Komunikasi Visual atau sering disingkat DKV semakin luas dikenal oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik BAB III METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Gagasan atau ide merupakan hal yang harus dimiliki seorang pencipta karya seni dalam proses penciptaan karya seni. Subjektifitas dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian.

Lebih terperinci

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: THREE GIRLS IN THE BEDROOM Judul : Three Girls in the Bedroom Ukuran : 100x100 cm Tahun : 2006 Media : Oil on canvas Dipamerkan pada acara: Pameran Seni Rupa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kartika Dian Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kartika Dian Pratiwi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bahan alam telah dimanfaatkan manusia sejak zaman prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahan alam banyak digunakan untuk menunjang keperluan sehari-hari mulai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 145 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan (Patung Tokoh Seniman Popo Iskandar, Barli Sasmitawinata, Ibing Kusmayatna, Darso, dan Asep Sunandar Sunarya) adalah judul yang penulis buat dalam skripsi

Lebih terperinci

BAB I GALERI SENI RUPA DI YOGYAKARTA

BAB I GALERI SENI RUPA DI YOGYAKARTA BAB I GALERI SENI RUPA DI YOGYAKARTA A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Dalam sejarah kehidupan manusia seni atau karya seni sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. kebutuhan akan seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni lukis adalah karya seni rupa dua dimensional yang menampilkan citra visual melalui unsur titik, garis, bidang, tekstur, dan warna. Sebagai karya seni murni,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Teknik lukisan Affandi berkembang dari teknik yang realistik ke teknik plotot. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan teknik pada lukisan Affandi yang realistik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR Nina Sundari 1 ABSTRAK Tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui langkah-langkah dalam

Lebih terperinci

B. Jumlah Peserta Pameran Guru yang diikutkan dalam kegiatan pameran secara keseluruhan akan

B. Jumlah Peserta Pameran Guru yang diikutkan dalam kegiatan pameran secara keseluruhan akan KETENTUAN PENDAFTARAN DAN KEPESERTAAN PAMERAN SENI RUPA GURU SE-JABODETABEK DI MUSEUM BASOEKI ABDULLAH DALAM RANGKA PERINGATAN KE 59 HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 MEI 2017 I. Bentuk Kegiatan & Tema A. Pameran

Lebih terperinci

PUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA

PUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN OLEH: IGNASIUS

Lebih terperinci

Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia

Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia 1 Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia Sebuah Analisis Jim Supangkat Belakangan meramai pembicaraan tentang Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia yang muncul kontroversial pada 1975 dan bubar pada 1979. Sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO, warisan budaya merupakan warisan yang diturunkan dari generasi ke

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO, warisan budaya merupakan warisan yang diturunkan dari generasi ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik resmi dinyatakan sebagai salah satu warisan budaya tak benda dunia dari Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 yang lalu. Menurut UNESCO, warisan

Lebih terperinci

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 MODUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriya merupakan suatu proses dalam berkesenian dengan berkegiatan mengolah benda-benda dan kekayaan alam lingkungan sekitar kita menjadi suatu benda yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah 14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan

Lebih terperinci

DEWI SINTA SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN MOTIF DENGAN TEKNIK BATIK TULIS PADA KAIN SUTERA

DEWI SINTA SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN MOTIF DENGAN TEKNIK BATIK TULIS PADA KAIN SUTERA DEWI SINTA SEBAGAI SUMBER IDE PERANCANGAN MOTIF DENGAN TEKNIK BATIK TULIS PADA KAIN SUTERA PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK II.1 Tinjauan Umum Proyek II.1.1 Tinjauan Proyek Judul : Pusat Pendidikan Budaya Betawi Tema : Arsitektur Betawi Lokasi : Jalan Bulungan Raya, Jakarta Selatan Luas Lahan : ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TESA APRILIANI, 2015 APLIKASI TEKNIK SABLON DENGAN OBJEK SIMBOL NAVAJO SEBAGAI ELEMENT ESTETIK RUANGAN

BAB I PENDAHULUAN TESA APRILIANI, 2015 APLIKASI TEKNIK SABLON DENGAN OBJEK SIMBOL NAVAJO SEBAGAI ELEMENT ESTETIK RUANGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti perkembangan mode (trend) di dunia. Menurut buku Perancangan Buku Ilustrasi Motif Navajo pada Pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar sebagai media seni rupa. Peninggalan manusia sejak masa prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan pemberontakan artistik terhadap standar umum seni di akhir abad ke 19 di Perancis. Daripada melukis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang ditandai dengan munculnya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat kehidupan manusia menjadi serba mudah. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perancangan Pendidikan formal di universitas memiliki berbagai macam pilihan jurusan, dengan harapan bisa membantu generasi muda agar bisa mencapai cita-citanya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya dihasilkan dari imajinasi dan temporer seniman. Batasan dari cetak tradisional,

BAB I PENDAHULUAN. karya dihasilkan dari imajinasi dan temporer seniman. Batasan dari cetak tradisional, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni grafis tradisional ditengah arus kemajuan dibidang percetakan. Cetak tradisional mampu mempertahankan eksistensinya di masyarakat, karena sebuah karya

Lebih terperinci

RANCAK KECAK PASOLA DI PURA LUHUR ULUWATU PERANG SAMBIL BERKUDA MEMBER OF INFLIGHT MAGAZINE OF BATIK AIR NOVEMBER 2017 NOVEMBER 2017

RANCAK KECAK PASOLA DI PURA LUHUR ULUWATU PERANG SAMBIL BERKUDA MEMBER OF INFLIGHT MAGAZINE OF BATIK AIR NOVEMBER 2017 NOVEMBER 2017 THE Inflight Magazine of Batik Air NOVEMBER 2017 RANCAK KECAK DI PURA LUHUR ULUWATU PASOLA PERANG SAMBIL BERKUDA TIDAK DIBAWA PULANG MEMBER OF i { ART } 40 NATEE UTARIT Kritik untuk Kapitalisme dan Modernisasi

Lebih terperinci

LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA

LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA 2017 Judul : "Kakak dan Adik" Nama seniman : Basuki Abdullah tahun : 1971 ukuran : 65 x 79 cm. Lukisan Basuki Abdullah yang berjudul Kakak dan Adik (1978) ini merupakan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan sumber daya alam mineral. Berbagai macam bahan mineral yang banyak ditemukan diantaranya berupa batuan sedimen,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sebuah karya bangsa yang menyimpan nilai luhur budaya masyarakat Indonesia. Dalam buku Batik Filosofi, Motif & Kegunaan yang ditulis oleh Adi Kusrianto (2014),

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memang sudah umum dilakukan oleh semua orang. Hal ini dilakukan agar

BAB I PENDAHULUAN. memang sudah umum dilakukan oleh semua orang. Hal ini dilakukan agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengabadikan sebuah fenomena yang terjadi di sekitar kita memang sudah umum dilakukan oleh semua orang. Hal ini dilakukan agar memiliki kenangan untuk mengingat kembali

Lebih terperinci

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis?

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Pertemuan III Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Desainer grafis setidaknya adalah individu menguasai suatu keterampilan dan pemahaman konsep yang luas. Pada lazimnya, desainer bekerja dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mode atau fashion merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Kebutuhan akan dunia mode atau fashion termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas lembaga pendidikan dan kurikulum yang digunakan menjadi. lulusan tersebut akan memiliki profesionalitas yang baik pula.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas lembaga pendidikan dan kurikulum yang digunakan menjadi. lulusan tersebut akan memiliki profesionalitas yang baik pula. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kualitas lembaga pendidikan dan kurikulum yang digunakan menjadi tolak ukur kualitas dari lulusannya. Kompetensi lulusan yang baik dari lembaga pendidikan yang terpercaya

Lebih terperinci

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D. Bab 2 Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi (3D) Peta Materi Pengertian Jenis Karya Berkarya Seni Rupa 3 D Simbol Karya Nilai Estetis Proses Berkarya 32 Kelas X SMA / MA / SMK / MAK Setelah mempelajari Bab 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL TRYOUT UJIAN SEKOLAH. Hari/Tanggal : Waktu :

LEMBARAN SOAL TRYOUT UJIAN SEKOLAH. Hari/Tanggal : Waktu : J A Y A R A Y A PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 78 JAKARTA Jalan Bhakti IV/1 Komp. Pajak Kemanggisan Telp. 5327115/5482914 Jakarta Barat LEMBARAN SOAL TRYOUT

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN UMUM

BAB 2. TINJAUAN UMUM BAB 2. TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek 2.1.1 Tinjauan Proyek (1) Gambar 2.1 Peta Jakarta Gambar 2.2 Peta Nama Proyek : Akademi Seni Rupa DI Jakarta Tema Proyek : Arsitektur Ekologis Alamat : Jn.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Setiap penelitian tentu memiliki tujuan. Guna mencapai tujuan tersebut maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Karena pada dasarnya metode merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 110 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah

BAB I PENDAHULUAN. Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah (Situmorang, 1993:67). Secara harfiah, kata kaligrafi berasal dari kata kalligraphia, yang

Lebih terperinci

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN 17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan Program Urusan Wajib Kebudayaan dititikberatkan pada pengembangan seni dan budaya sebagai daya tarik wisata. Hal tersebut didasarkan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan industri fashion Indonesia dalam jangka panjang serta melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan industri fashion Indonesia dalam jangka panjang serta melahirkan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tekstil tradisional yang khas dan kaya ragamnya merupakan salah satu modal dasar pengembangan industri modern berciri Indonesia. Perkembangan tersebut ditambah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain Komunikasi Visual (DKV) yang sebelumnya popular dengan sebutan Desain Grafis selalu melibatkan unsur-unsur seni rupa (visual) dan disiplin komunikasi, Semenjak

Lebih terperinci

Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia, 17 71: Goresan Juang Kemerdekaan Senin, 25 Juli 2016

Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia, 17 71: Goresan Juang Kemerdekaan Senin, 25 Juli 2016 Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia, 17 71: Goresan Juang Kemerdekaan Senin, 25 Juli 2016 Untuk pertama kalinya Istana Kepresidenan akan menampilkan karya-karya seni terbaik

Lebih terperinci