BAB I PENDAHULUAN. pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ramayana dikenal sebagai cerita kepahlawanan (epik) dari India, karya pujangga Valmiki/Walmiki. Ramayana Valmiki digubah dalam bahasa Sansekerta dengan jumlah stanza mencapai dua puluh empat ribu stanza (Narayan, 2004:ix). Sebagai salah satu cerita suci bagi umat Hindu, Ramayana tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai moral dalam Ramayana menjadi pedoman hidup. Kepopuleran Ramayana juga memunculkan banyaknya versi-versi, antara lain versi yang ditulis oleh Kamban, seorang pujangga dari India Selatan. Kamban membaca Ramayana Valmiki kemudian menuliskannya lagi dalam bahasa Tamil. Ramayana versi Kamban ditulis pada sekitar abad ke-11 Masehi. Di India sendiri Ramayana ditulis dalam berbagai bahasa, antara lain Hindi, Bengali, Asam, Oriya, Tamil, Kannada, Kashmir, Telugu, dan Malalayam (Narayan, 2004:xi). Kepopuleran Ramayana sampai ke luar India tidak lepas dari campur tangan para saudagar India. Mereka membawa naskah Ramayana ke mana pun mereka pergi berniaga, termasuk ke Indonesia. Namun bisa juga yang terjadi adalah para saudagar India ini pergi ke Indonesia, Pulau Jawa tepatnya karena dalam Ramayana terdapat nama Yavadvipa, nama Sansekerta untuk pulau Jawa (Lombard, 2005:16). 1

2 Di Jawa, teks Ramayana dihadirkan pertama kali dalam bentuk kakawin. Kakawin merupakan puisi yang aturan-aturannya mengadopsi metrum kavya India. Kakawin Ramayana digubah oleh Yogiswara, seorang pendeta, setelah ia membaca Bhattikavya Ravana-vadha (Somvir, 1998:18). Kakawin Ramayana merupakan kakawin terpanjang pada masa Jawa-Hindu. Kakawin ini juga sangat populer, terbukti dari banyaknya naskah yang berhasil diselamatkan (Zoetmulder, 1983:277). Pada masa Islam masuk ke Jawa, pengaruh-pengaruh Hindu tidak sepenuhnya hilang. Masyarakat yang berpindah dari Hindu ke Islam, tetap menikmati kisah Ramayana. Ramayana juga digunakan sebagai sarana penyampaian ajaran Islam. Salah satu bukti Ramayana yang diwarnai Islam adalah kemunculan teks-teks Serat Rama. Serat surat menjadi penanda bahwa teks tersebut merupakan teks Islam. Serat Rama tidak hanya disalin di wilayah pedalaman Jawa, namun juga di wilayah pesisir Utara Jawa dan Madura. Salah satu teks Serat Rama yang disalin di wilayah Pesisir Utara Jawa dan Madura adalah Serat Rama M (selanjutnya ditulis SR). SR merupakan naskah koleksi Museum Mpu Tantular Sidoarjo. Teks SR dipilih sebagai objek material dengan beberapa alasan, yaitu penggunaan bahasa Jawa dalam teks dan isi yang langsung masuk pada cerita peperangan antara Rama, Laksmana, dan pasukan kera melawan Rahwana, Indrajit, dan pasukan raksasa. Dalam korpus teks Serat Rama yang besar, teks SR dipilih karena masih jarangnya penelitian berobjek teks Rama Pesisir Jawa Timur dan Madura. Keterangan mengenai asal-usul teks berdasarkan informasi petugas museum 2

3 memang menyebut wilayah Madura sebagai asal teks. Namun Teks SR mewakili suatu kelompok masyarakat dan budaya tertentu, yaitu masyarakat dan budaya Madura. Penelitian yang pernah dilakukan dengan mengambil objek material teks Rama Madura, yaitu penelitian skripsi di Universitas Airlangga yang dilakukan tahun 2008 silam. Namun, penelitian tersebut menggunakan ilmu bantu linguistik. Penelitian ini menggunakan ilmu bantu sastra, khususnya resepsi sastra yang digagas oleh Wolfgang Iser. Penjelasan lebih mendalam mengenai objek formal penelitian ini dan cara pengaplikasiannya pada teks SR akan dipaparkan pada subbab mengenai teori dan metode. 1.2 Rumusan Masalah Teks SR ditulis menggunakan aksara Jawa, berbahasa Jawa, dan berbentuk tembang macapat. Berdasarkan kondisi di atas, teks hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja yang mengerti aksara dan bahasa Jawa. Namun tidak menutup kemungkinan, orang yang mengerti aksara dan bahasa Jawa pun tidak dapat menikmati teks SR karena tulisan aksara Jawa dalam teks agak berbeda dengan tulisan aksara Jawa pada umumnya. Begitu pula dengan bahasa Jawa yang digunakan dalam teks SR, beberapa kosakata nya tidak dijumpai dalam kamuskamus bahasa Jawa. Aksara dan bahasa merupakan kendala awal bagi sebagian orang yang ingin membaca teks SR. Teks dengan aksara dan bahasa Jawa hanya dapat dijangkau dan dinikmati oleh orang yang mengerti aksara dan bahasa Jawa. tidak dapat dibaca dengan mudah oleh banyak orang sehingga diperlukan penelitian 3

4 filologi. Penelitian filologi berusaha memfasilitasi teks dari masa lampau, khususnya teks SR agar terbaca oleh banyak orang. Penelitian filologi meliputi suntingan teks dan terjemahan. Dalam penelitian ini naskah yang digunakan sebagai objek material berjumlah satu buah sehingga tidak diperlukan tahap perbandingan naskah. Langkah awal penelitian dimulai dengan menguraikan secara detail mengenai naskah dan teks SR. Penjelasan detail naskah meliputi segala sesuatu yang dapat dan harus dicatat yang berhubungan dengan kondisi fisik naskah. Selanjutnya, untuk menghindari pemutlakan salah satu bidang ilmu saja, yaitu ilmu filologi, maka dalam penelitian ini dipergunakanlah ilmu sastra, teori respon estetik Wolfgang Iser, yaitu repertoire. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini diuraikan menjadi: 1. Bagaimanakah deskripsi naskah dan teks SR? 2. Bagaimanakah suntingan dan terjemahan teks SR yang representatif? 3. Bagaimana perwujudan norma budaya dalam SR sebagai repertoire? 4. Bagaimana perwujudan norma sosial dalam SR sebagai repertoire? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian teks SR memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis berkenaan dengan masalah dalam penelitian. Dan tujuan praktis berkenaan dengan kontribusi hasil penelitian bagi masyarakat Tujuan Teoritis Tujuan teoritis dalam penelitian ini, antara lain: 4

5 1. Menjelaskan deskripsi naskah dan teks SR, 2. Menghadirkan suntingan dan terjemahan teks SR yang representatif, 3. Menjelaskan perwujudan norma budaya dalam teks SR sebagai repertoire, 4. Menjelaskan perwujudan norma sosial dalam teks SR sebagai repertoire Tujuan Praktis 1. Menambah dan memperluas varian teks Serat Rama, khususnya teks Serat Rama yang disalin di wilayah pesisir Jawa dan Madura, 2. Membuka peluang penelitian lanjutan dengan memanfaatkan hasil penelitian ini oleh peneliti lain yang tertarik meneliti teks Rama dalam berbagai aspek yang berbeda. 1.4 Tinjauan Pustaka Kepopuleran cerita Ramayana membuat setiap orang di masa lampau ingin memilikinya. Keinginan memiliki ini berimbas pada intensitas penyalinan teks yang tinggi. Dari penyalinan yang dilakukan memunculkan varian-varian baru teks Rama. Hasil penyalinan teks yang melimpah merupakan bahan garapan para peneliti yang tertarik pada teks Rama. Penelitian menggunakan teks Rama sebagai objek material banyak dilakukan oleh para ahli baik dari Indonesia maupun dari mancanegara. Hasilhasil penelitian yang berobjek material teks Rama, yaitu The Old Javanese Ramayana: An Exemplary Kakawin as to Form and Content (1958). Penelitian ini 5

6 membandingkan Kakawin Ramayana dengan Bhatti Kavya Ravana-vadha. Hasil penelitian ini berupa perbandingan bait-bait yang memiliki kesamaan isi cerita antara Kakawin Ramayana dengan Bhatti Kavya, bagian-bagian Kakawin Ramayana yang disingkat isinya maupun diperluas isinya, bagian-bagian Kakawin Ramayana yang tidak dijumpai dalam Bhatti Kavya. Kemudian hasil perbandingan yang telah dilakukan, diuji menggunakan teori Dandin dan Bhamaha. Pengujian tersebut meliputi penggunaan metrum dan asonansi bunyi. Penelitian ini dilakukan oleh Hooykas. Hooykas berhasil menyimpulkan bahwa Kakawin Ramayana merupakan pengulangan Bhatti Kavya dalam bentuk yang lebih singkat, tetapi dalam Kakawin Ramayana tidak terjadi penghilangan bagian-bagian yang dianggap esensial. Kakawin Ramayana disalin dengan sangat hati-hati serta tidak ditemukan kesalahan salin. Dari hasil membandingkan dengan Bhatti Kavya menunjukkan bahwa penyalinan Kakawin Ramayana juga menerapkan aturan yang ada dalam persajakan India. Sebelumnya, pada tahun 1955, Hooykas juga meneliti tentang Ramayana dengan judul penelitian The Old Javanese Ramayana Kakawin with Special Reference to the Problem of Interpolations in Kakawins (Kakawin Ramayana Jawa Kuna dengan Referensi Khusus untuk Masalah Penyisipan (Interpolasi) dalam Kakawin). Selain Hooykas, masih ada beberapa peneliti lain yang menggunakan objek cerita Ramayana, antara lain: H. Kern (1900) dengan judul penelitian Ramayana Oud Javaansch Heldendicht (Kakawin Ramayana) yang dilanjutkan dan diselesaikan oleh Juynboll antara tahun 1922 dan

7 (Voorhoeve dalam Ikram, 1980:1). R. M. Ng Poerbatjaraka (1932) Het Oud Javaansche Ramayana (Ramayana dalam Bahasa Jawa Kuna), Poerbatjaraka juga melakukan penelitian lainnya dengan menggunakan objek Ramayana (1939), yaitu Onbegrepen Ontkenningen in het Oud Javaansche Ramayana. Setelah penelitian yang dilakukan Hooykas, tentunya ada banyak lagi penelitian dengan objek Ramayana. Penelitian yang berhasil ditemukan penulis antara lain, G. J Resink (1975) dengan judul penelitian From the Old Mahabharata to the New Ramayana Order (Dari Mahabharata Kuna ke Ramayana dengan Sistem Baru), Achadiati Ikram (1980) dengan judul Hikayat Sri Rama: Suntingan Naskah Disertai Telaah Struktur dan Amanat. Objek penelitian tersebar di Museum Pusat Jakarta sebanyak 7 naskah, di perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 6 naskah, di perpustakaan London University sebanyak 2 naskah, di perpustakaan Royal Asiatic Society sebanyak 1 naskah, di Bodleian Library Oxford sebanyak 1 naskah, di Universitas Cambridge sebanyak 1 naskah, di perpustakaan Universiti Malaya sebanyak 3 naskah, serta 1 naskah merupakan koleksi Stiftung Preussischer Kulturbesitz Tubingen. Titik berat penelitian ini adalah amanat dalam alur dan perwatakan tokoh. Menurut Ikram, amanat merupakan unsur dominan dalam memberi arti seluruh cerita. Tokohtokoh dalam Hikayat Sri Rama diceritakan lengkap dan mempunyai kisah sendiri. Tapi tokoh-tokoh tersebut baru bermakna jika berkaitan dengan amanat. Amanat merupakan kerangka untuk meletakkan unsur-unsur pembentuk cerita lainnya. Dalam tulisannya, Ikram juga menyertakan nama-nama peneliti yang pernah meneliti Ramayana, yaitu: Sarkar, Berg, Van Naerssen, dan Aichele yang 7

8 meneliti penanggalan kakawin Ramayana. Manomohan Gosh meneliti adanya hubungan India antara Ravananadha, sebagai contoh kakawin Ramayana. Penelitian tentang Hikayat Sri Rama pernah dilakukan Roorda van Eijsinga pada tahun Maxwell menerbitkan kisah penglipur lara yang berintikan cerita Rama. Shellabear menerbitkan edisi naskah Laud dalam huruf Arab. Gerth van Wijk membicarakan beberapa versi dalam naskha-naskah Hikayat Sri Rama. Nama-nama lainnya, yaitu Winstedt, Overbeck, Stutterheim, Zieseniss, Rassers, Hazeu, Kulkarni, Ras, Worsley, dan Sweeney (1980). Sumarsih (1985) melakukan penelitian yang diberi judul Tinjauan Serat Bathara Rama (Cirebon). Teks Serat Bathara Rama merupakan koleksi Museum Sana Budaya. Teks Serat Bathara Rama terdapat dalam naskah Serat Carik Panti Budaya dengan nomer naskah (P.B) A Teks Serat Bathara Rama selanjutnya dibandingkan dengan teks Hikayat Sri Rama Laud. Or 291 yang merupakan objek penelitian untuk disertasi Achadiati Ikram. Perbandingan yang dilakukan meliputi kisah Sri Rama yang meninggalkan negerinya sampai Sri Rama mengadakan persiapan pembuatan tambak. Selain membandingkan isi cerita, dilakukan juga perbandingan nama-nama tokoh dan tempat pada kedua teks tersebut. Hasil penelitian ini adalah: teks Serat Bathara Rama digubah dengan mengikuti kaidah tembang macapat serta penulisan nama-nama tokoh dan tempat pada teks Serat Bathara Rama merupakan hasil pembacaan penulis teks atas teks Hikayat Sri Rama yang ditulis dalam aksara Arab. Penelitian dengan judul Ramayana Versi Madura: Suntingan Teks disertai Analisis Morfologis (2008) dilakukan oleh Mardhayu Wulan Sari. Penelitian 8

9 tersebut merupakan skripsi di Departemen Sastra Indonesia Universitas Airlangga. Naskah yang digunakan berjudul Kitab Ramayana koleksi Museum Mpu Tantular. Penelitian ini lebih menekankan pada perubahan morfologis yang meliputi afiksasi (pengimbuhan) dan reduplikasi. Selanjutnya di tahun 2009 peneliti yang sama menggunakan naskah koleksi Museum Mpu Tantular, yaitu Serat Ramayana M dan menghasilkan suntingan dan terjemahan teks. Objek material dalam penelitian ini adalah naskah koleksi Museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo dengan judul yang terdapat pada katalog museum adalah Serat Ramayana dengan kode naskah M. Isi teks secara garis besar, naskah SR memiliki kesamaan alur cerita dengan naskah Kitab Ramayana, namun perbedaan yang nampak dari keduanya, yaitu dalam naskah SR M terdapat pembuka teks berupa bacaan basmalah dalam lafaz Jawa, sedangkan naskah Kitab Ramayana tidak disertai kalimat pembuka. Perbedaan berikutnya, pada naskah SR M tidak ditemukan tulisan persembahan teks, sedangkan dalam Kitab Ramayana terdapat kalimat persembahan yang terdapat di akhir teks. Isi teks yang langsung masuk pada kisah peperangan Rama, Laksmana, dan pasukan kera melawan Rahwana, Indrajit, dan pasukan raksasa hanya peneliti temukan pada naskah Kitab Ramayana. Dari segi bahasa, meskipun antara SR M dan Kitab Ramayana sama-sama menggunakaan bahasa Jawa, namun dalam SR M ditemukan beberapa kosakata bahasa Madura. Selanjutnya pemilihan objek formal yang digunakan untuk menganalisis objek material juga berbeda, penelitian ini menggunakan teori sastra, sedangkan penelitian dengan objek material Kitab Ramayana menggunakan teori linguistik, yaitu morfologi. 9

10 Berdasarkan beberapa aspek yang telah dikemukakan, peneliti memilih naskah SR M sebagai objek material karena terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan dalam penggunaan teori, yaitu repertoire sebagai alat analisis tentunya akan menghasilkan temuan-temuan yang berhubungan dengan penciptaan teks SR, suatu hal yang belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan objek material naskah Rama yang memiliki kesamaan isi cerita dengan naskah SR. 1.5 Landasan Teori Penelitian ini menggabungkan dua disiplin ilmu, yaitu filologi dan sastra. Filologi digunakan untuk meneliti naskah dan teks SR yang merupakan produk masa lampau dengan langkah kerja meliputi suntingan teks dan terjemahan sehingga teks terbaca oleh masyarakat luas. Fokus penelitian filologi adalah naskah dan teks. Penelitian naskah dikenal dengan kodikologi dan penelitian teks dikenal dengan tekstologi. Hasil suntingan dan terjemahan teks SR agar lebih dipahami kandungan maknanya, maka diperlukan ilmu sastra sebagai ilmu bantu. Pemaparan teori pada penelitian ini disesuaikan dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Teori yang dianggap relevan sebagai sarana untuk menganalisis teks SR ialah teori respon estetik Wolfgang Iser yang terdapat pada buku The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response (1987). Kajian respon estetik Iser pada penelitian ini mengkhususkan pada repertoire. 10

11 1.5.1 Teori Filologi Naskah dan teks merupakan dua istilah yang sering digunakan dalam penelitian ataupun studi filologi. Naskah dimaknai sebagai media atau bahan yang digunakan untuk menuliskan teks. Sifat naskah adalah konkret. Teks dimaknai sebagai isi dari naskah atau ide yang dituangkan dalam bentuk tulisan pada naskah. Teks mempunyai sifat abstrak. Titik berat penelitian filologi adalah suntingan teks. Suntingan teks dibedakan menjadi dua, suntingan teks untuk naskah tunggal dan suntingan teks untuk naskah jamak. Suntingan teks untuk naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, 1. Metode diplomatik dan 2. Metode perbaikan bacaan, sedangkan suntingan teks untuk naskah jamak dilakukan dengan dua metode, 1. Metode landasan dan 2. Metode gabungan (Djamaris, 2002:24 25). Suntingan teks diplomatik dideskripsikan sebagai kegiatan menyunting teks dengan setelititelitinya tanpa mengadakan perubahan. Teks disajikan persis seperti yang terdapat dalam naskah, tanpa mengubah satu hal pun seperti ejaan dan pungtuasi (tanda baca) (Djamaris, 2002:25). Wiryamartana berpendapat bahwa penyuntingan teks dengan metode diplomatik mempunyai maksud agar pembaca sedekat mungkin mengikuti teks seperti pada naskah sumber (1990:30). Robson juga menuliskan tentang keuntungan menyunting teks dengan metode diplomatik, yaitu metode ini memperlihatkan secara tepat cara mengeja kata-kata dari naskah itu, yang merupakan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu dan tempat tertentu, dan juga memperlihatkan secara tepat cara penggunaan tanda baca di dalam teks itu, suatu hal yang dapat membawa 11

12 konsekuensi bagi interpretasi dan apresiasi terhadap cara naskah itu digunakan, untuk dinyanyikan atau dibacakan, misalnya (h.25). Selain memaparkan tentang keuntungan metode diplomatik, Robson juga memaparkan kelemahan yang terkandung dalam metode tersebut, yaitu pembaca tidak dibantu padahal mungkin ia tidak kenal dengan gaya atau isinya sehinggaia harus berjuang sendiri dengan keanehan, kesulitan, atau perubahan apa saja yang mungkin dikandung teks itu (1990:25). Setelah melalui tahap penyuntingan teks maka diperlukan langkah berikutnya, yaitu penerjemahan. Kegiatan penerjemahan yang dilakukan dalam penelitian filologi bertujuan agar teks yang telah disunting dapat dinikmati oleh pembaca yang lebih luas lagi jangkauannya. Kegiatan menerjemahkan juga disertai dengan penjelasan yang akhirnya menghubungkan antara masalah tekstual dengan kultural (Robson, 1990:59) Teori Terjemahan Penerjemahan dengan fokus yang lebih terdahulu menekankan pada bentuk dari pesan. Penerjemah mengerjakan hal-hal kecil yang khususnya berkaitan dengan reproduksi gaya bahasa. Dalam fokus yang lebih baru, terjadi perubahan dari yang berorientasi pada bentuk menjadi berorientasi pada pesan yang merupakan respon dari pengirim sehingga yang menentukan adalah respon pengirim berupa pesan yang akan diterjemahkan (Nida, 1982:1). Lebih lanjut, Nida menyebut terjemahan sebagai kegiatan yang tujuan utamanya adalah mereproduksi pesan. Kesalahan dasar seorang penerjemah adalah melakukan hal selain itu, namun untuk mereproduksi pesan diperlukan 12

13 penyesuaian leksikal dan gramatikal yang baik (1982:12). Kata atau istilah yang tertulis dalam bahasa sumber terkadang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa tujuan sehingga untuk mengkomunikasikannya diperlukan penjelasan yang sedekat mungkin dengan kata atau istilah tersebut. Penerjemahan terbaik tidak terdengar seperti terjemahan, maksudnya terjemahan yang dihasilkan harus sealami mungkin sehingga kejadian yang terdapat dalam teks tidak dapat dengan mudah diidentifikasi. Penerjemahan terbagi menjadi penerjemahan budaya dan penerjemahan linguistik (1982:13). Dalam kegiatan penerjemahan, makna harus dijadikan prioritas Teori Respon Estetik Teori respon estetik yang digagas oleh Wolfgang Iser (1987) merupakan teori yang memfokuskan perhatian pada hubungan dialektik antara teks, pembaca, dan interaksi keduanya sebagai suatu bentuk komunikasi. Peran sentral dalam pembacaan setiap karya sastra adalah interaksi antara struktur karya dengan pihak resipien (1987:20). Pertanyaan mendasar menyangkut proses pemaknaan teks yang dihasilkan melalui komunikasi antara teks dengan pembacanya, yakni bagaimana dan dalam kondisi apa sehingga sebuah teks menjadi bermakna bagi pembaca. Kita tidak akan pernah berhadapan dengan teks yang murni dan sederhana, melainkan secara tak terelakkan mengaplikasikan satu kerangka referensi yang dipilih secara khusus untuk analisis. Kesusasteraan dipandang secara umum sebagai tulisan fiksi dan sesungguhnya istilah fiksi mengimplikasikan bahwa katakata di halaman cetak tidak dimaksudkan untuk mendenotasikan realitas tertentu 13

14 di dunia empiris, melainkan dimaksudkan untuk merepresentasikan sesuatu yang tersaji. Kebingungan pun muncul ketika pembaca mencoba mendefinisikan realitas kesusasteraan, sekali waktu dipandang otonom dan pada saat yang lain dipandang sebagai heteronom. Apa pun kerangka referensi tetap ada asumsi dasar dan menyesatkan bahwa fiksi adalah antonim realitas. Kebingungan yang dihasilkan dari definisi rumit ini memerlukan argumen pengganti yang sifatnya fungsional karena yang terpenting bagi pembaca, kritikus, dan penulis adalah apa fungsi kesusasteraan dan bukan apa yang maksud kesusasteraan. Hubungan fiksi dan realitas haruslah dalam lingkup komunikasi, bukan oposisi karena fiksi merupakan alat yang dapat mengatakan pada pembaca tentang suatu realitas (1987:53). Fokus pendekatan ini terletak pada dua bidang dasaryang saling bergantung, yaitu pertemuan antara teks dengan realitas dan teks dengan pembaca (1987:54). Menurut Austin (via Iser, 1987:69), ada tiga syarat utama untuk keberhasilan ucapan performatif, yaitu, (1) konvensi-konvensi yang sama bagi pembaca dan penerima, (2) prosedur-prosedur yang sudah disepakati bersama antara pembaca dan penerima, serta (3) keinginan keduanya untuk berpartisipasi dalam tindak komunikasi. Konvensi-konvensi yang diperlukan untuk membangun situasi dalam teks adalah repertoire, prosedur-prosedur yang diterima disebut strategi, sedangkan partisipasi pembaca adalah realitas sehingga dapat dikatakan bahwa teks tidak sekedar menyajikan sarana retoris atau teknik naratif saja, tetapi juga background dan foreground. Repertoire terdiri atas keseluruhan lingkup yang ada dalam teks. Keseluruhan lingkup dalam teks bisa berupa referensi-referensi 14

15 terhadap karya-karya terdahulu atau terhadap norma-norma sosial dan historis atau terhadap keseluruhan kultur tempat teks lahir. Yang oleh para strukturalis Praha disebut sebagai realitas ekstratekstual. Determinasi repertoire menyajikan satu titik pertemuan antara teks dengan pembaca, namun sebagaimana komunikasi selalu menghendaki penyampaian sesuatu yang baru, maka tentu titik pertemuan ini tidak dapat sama sekali mencakup lingkup bidang yang familiar. Pembaca Efek Teks Implied reader Strategi Indeterminasi/lersteleen (Wilayah tidak pasti) Konkretisasi (Realisasi makna) Bagan 1. Alur Teori Respon Estetik Wolfgang Iser Implied reader merupakan pembaca yang diperlukan agar teks yang dibaca dapat memberikan efeknya karena efek dari sebuah teks yang terbaca tidak berasal dari realitas luar yang empiris, tetapi dari dalam teks itu sendiri. Implied reader mempunyai dua aspek dasar yang saling terkait, yaitu peran pembaca 15

16 sebagai satu struktur teks dan peran pembaca sebagai satu aksi terstruktur. Seorang pembaca implisit dituntun oleh strategi-strategi pada pemahaman teks. Strategi merupakan berbagai teknik-teknik naratif yang dapat dikatakan prosedurnya sama dengan speech act. Dalam suatu teks sastra terdapat tempat kosong yang harus diisi oleh pembaca. Tempat kosong tersebut memberi peluang bagi pembaca untuk memaknainya secara kreatif dan menyeluruh, namun bukan berarti membebaskan pembaca pada kesemena-menaan pemaknaan. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode filologi dan metode sastra. Metode filologi meliputi suntingan dan terjemahan teks. Metode sastra yang digunakan adalah metode respon estetik Wolfgang Iser Metode Pengumpulan Data Studi katalog dilakukan untuk menginventarisisasi naskah-naskah yang memuat teks Rama. Katalog yang digunakan terdiri atas lima katalog yang sudah diterbitkan dan enam katalog yang belum diterbitkan. Kelima katalog tersebut meliputi (1) Descriptive Catalogue On The Javanese Manuscripts and Printed Books In The Main Library In Surakarta and Yogyakarta yang terbit pada tahun Dalam katalog tersebut terdapat 52 naskah yang memuat teks Rama; (2) Katalog Induk naskah-naskah Nusantara Museum Sono Budoyo dengan tahun terbit Di dalam katalog terdapat 24 naskah yang memuat teks Rama; (3) Katalog Naskah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1994 dengan 56 naskah) yang memuat teks Rama; (4) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A dan 3B Fakultas Sastra Universitas Indonesia 16

17 (1997) dengan 24 naskah yang memuat teks Rama; (5) Katalog Naskah Pura Pakualaman tahun 2005 dengan 11 naskah yang memuat teks Rama. Enam katalog yang belum diterbitkan merupakan katalog yang dibuat oleh Museum Negeri Mpu Tantular Sidoarjo, yaitu (1) Dokumentasi Koleksi Filologika Program Penunjang Pendidikan dan Kebudayaan Museum Negeri Mpu Tantular; (2) Dokumentasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jatim Bagian Naskah; (3) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur Mpu Tantular : Koleksi Naskah Filologika; (4) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur Mpu Tantular : Koleksi Naskah Filologika; (5) Dokumentasi/Inventarisasi Koleksi Museum Negeri Provinsi Jawa Timur Mpu Tantular : Koleksi Naskah Filologika; dan (6) Dokumentasi Koleksi Filologika Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan inventarisasi naskah dengan studi katalog, ditentukanlah pembatasan-pembatasan yang dikaitkan dengan penentuan objek material. Pembatasan yang dilakukan meliputi wilayah naskah yang diperoleh dari informasi dalam katalog. Naskah wilayah pesisir belum banyak diteliti, terutama naskah yang tersimpan di Museum Mpu Tantular Sidoarjo karena menilik dari katalog yang ada, katalog Museum Mpu Tantular belum diterbitkan, berbeda dengan lima katalog lainnya yang telah diterbitkan. Naskah yang memuat teks Rama yang tersimpan di Museum Mpu Tantular diperkirakan wilayah penyalinannya berada di pesisir Utara Jawa Timur. Perkiraan lokasi penyalinan naskah didasarkan pada bahasa yang digunakan dalam menuliskan teks, yaitu 17

18 bahasa Jawa yang mendapat pengaruh bahasa Madura. Kondisi masyarakat dengan sarana komunikasi demikian dapat dijumpai di wilayah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, pembatasan yang dilakukan berupa wilayah penulisan atau penyalinan teks, yaitu wilayah pesisir Utara Jawa Timur dan Madura dan berikutnya didasarkan pada kondisi naskah. Naskah yang kondisinya sangat rusak dieliminasi. Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka naskah yang terpilih untuk dijadikan objek material penelitian adalah Serat Ramayana dengan kode naskah M Metode Analisis Data Teks terpilih, yaitu SR merupakan karya sastra masa lampau yang ditulis dalam aksara Jawa menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan aksara dan bahasa Jawa dalam teks mempersempit ruang lingkup pembacanya sehingga agar teks SR dapat dibaca oleh lebih banyak orang, maka diperlukan penelitian filologis yang meliputi suntingan teks dan terjemahan Metode Suntingan Teks Metode suntingan teks dibedakan menjadi dua, suntingan teks untuk naskah tunggal dan suntingan teks untuk naskah jamak. Suntingan teks untuk naskah tunggal dapat dilakukan dengan dua metode, 1. Metode diplomatik dan 2. Metode perbaikan bacaan. Sedangkan suntingan teks untuk naskah jamak dilakukan dengan dua metode, 1. Metode landasan dan 2. Metode gabungan (Djamaris, 2002:24-25). Metode suntingan teks diplomatik, yaitu penyajian suatu teks seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Teks disajikan persis seperti 18

19 yang terdapat dalam naskah, tanpa mengubah satu hal pun, seperti ejaan dan pungtuasi (tanda baca) (Djamaris, 2002: 25). Tujuan penggunaan metode diplomatik agar hasil suntingan bisa sedekat mungkin dengan teks aslinya sehingga pada hasil suntingan nampak kekhasan teks yang meliputi penulisan kata dan juga ejaannya. Namun, keterangan-keterangan yang dibuat sehubungan dengan kegiatan penyuntingan dicatat pada bagian tersendiri. Keterangan ini murni dibuat oleh peneliti yang menggunakan berbagai kamus sebagai acuan penulisan Metode Terjemahan Kegiatan menerjemahkan dilakukan agar teks dapat dibaca oleh lebih banyak orang. Hasil suntingan teks yang tidak mengubah bahasa, sebenarnya sudah dapat dinikmati pembaca, namun lingkupnya masih kecil karena tidak semua pembaca menguasai bahasa teks. Kegiatan penerjemahan merupakan reproduksi teks dalam bahasa yang lebih luas jangkauan penggunanya. Kegiatan penerjemahan dalam penelitian ini menggunakan bantuan kamus, namun tidak serta-merta makna dalam kamus yang dituliskan. Terjemahan disesuaikan dengan konteks kalimat dalam teks berbahasa sumber Metode Respon Estetik Hasil suntingan dan terjemahan teks yang telah dilakukan selanjutnya dianalisis dengan pembacaan, kategorisasi, dan inferensi. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada teori respon estetik Wolfgang Iser. Teori Iser mengenai repertoire yang digunakan memusatkan perhatian pada proses interaksi antara teks dengan pembaca sehingga menimbulkan respon. Suatu teks hanya akan 19

20 memberikan makna bila dibaca (Iser, 1987). Kegiatan pembacaan perlu dilakukan untuk menguak repertoire dalam teks. Kegiatan pembacaan secara tidak langsung telah dilakukan bersamaan dengan kegiatan menyunting dan menerjemahkan teks. Pembacaan yang dilakukan tidak terbatas pada suntingan dan terjemahan. Diperlukan pula kegiatan mengkritisi teks yang telah disunting sehingga hasil pembacaan berupa suntingan dan terjemahan juga disertai kritik teks dan catatan terjemahan. Proses kerja penelitian dapat diamati pada bagan berikut. Serat Rama Teori Respon Estetik Wolfgang Iser Repertoire Wirkung/Efek Perwujudan Repertoire dalam Serat Rama Norma Budaya Norma Sosial Serat Rama sebagai wujud budaya masyarakat pesisir Jawa yang berbentuk puisi/tembang macapat Masyarakat Pesisir Jawa Timur Bagian Timur Teks SR sebagai objek material dianalisis menggunakan teori resepsi Iser untuk mengungkap perwujudan repertoire-nya. Berdasarkan hasil pembacaan teks berupa suntingan teks dan terjemahan, perwujudan repertoire teks SR meliputi 20

21 norma budaya dan sosial. Perwujudan norma budaya dikaitkan dengan bentuk teks, yaitu puisi atau tembang macapat. Norma budaya yang tercermin dalam teks juga dapat diketahui dari adanya teks-teks yang digunakan penulis untuk menulis teks SR. Perwujudan norma sosial dapat diketahui dengan memanfaatkan bentuk teks, yaitu puisi atau tembang macapat. Melalui tembang macapat yang digunakan dalam teks nantinya akan diketahui kondisi masyarakat di mana teks SR ditulis. 1.7 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam enam bab yang sistematika penyajiannya sebagai berikut; Bab I Pendahuluan berisi tujuh subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II Pernaskahan dan Perteksan SR berisi dua subbab, yaitu deskripsi naskah dan teks SR M. Bab III Suntingan dan Terjemahan SR berisi lima subbab, yaitu pengertian suntingan teks diplomatik, pedoman suntingan teks dan terjemahan, suntingan teks SR dengan metode diplomatik, terjemahan teks, dan catatan terjemahan. Bab IV Perwujudan Norma Budaya sebagai Repertoire dalam Serat Rama berisi tiga subbab, yaitu materi repertoire, teks-teks Jawa Kuna sebagai repertoire, dan tujuan penulisan teks SR. 21

22 Bab V Perwujudan Norma Sosial sebagai Repertoire dalam Serat Rama berisi dua subbab, yaitu masyarakat Pesisir Jawa Bagian Timur dan masyarakat Pesisir Jawa Bagian Timur sebagai repertoire. Bab VI Kesimpulan berisi kesimpulan hasil penelitian. 22

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah pikir manusia demi menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat pesat, hal ini tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang dapat dikatakan merupakan buah pikir dari warisan leluhur. Warisan leluhur dapat berupa artefak yang tidak hanya

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI. Oleh MUHAMMAD HASAN NIM

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI. Oleh MUHAMMAD HASAN NIM SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI Oleh MUHAMMAD HASAN NIM 121111077 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut dilestarikan. Kita juga perlu mempelajarinya karena di dalamnya terkandung nilainilai luhur

Lebih terperinci

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pernasakahan di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang peminat, dalam hal ini penelitian yang dilakukan terhadap naskah. Sedikitnya penelitian terhadap

Lebih terperinci

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan. PATHISARI Skripsi punika asil saking panaliten filologi tumrap Sěrat Pangracutan ingkang kasimpěn ing Perpustakaan Pura Pakualaman Ngayogyakarta mawi kode koleksi 0125/PP/73. Skripsi punika awujud suntingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kepustakaan yang relevan 1.1.1 Transliterasi Transliterasi merupakan salah satu tahap/langkah dalam penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan tulisan tangan berupa benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004:34).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu

Pokok Bahasan Rincian Pokok Bahasan Waktu 1. Fakultas/ Program Studi 2. Mata Kuliah dan Kode : Fakultas Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Jawa : FILOLOGI JAWA I 3. Jumlah SKS : Teori : 2 SKS Praktik : - SKS 4. Kompetensi : Mahasiswa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya-karya peninggalan masa lampau merupakan peninggalan yang menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam pemerintahan. Seperti yang terdapat pada kerajaan-kerajaan di Indonesia yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Naskah-naskah yang terdapat di Nusantara memiliki isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa karya sastra lama. Nilai-nilai budaya suatu bangsa yang dalam kurun waktu tertentu sangat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah naskah Masaaila Aqiidatu `l-islam ( MAI ) hasil pemikiran Abu Laits As-Samarqandi. Data atau objek penelitian ini adalah teks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek moyang

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai khasanah sastra klasik yang beraneka ragam, yang terdiri dari sastra-sastra daerah. Sastra klasik adalah sastra dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel Higurashi no Ki merupakan salah satu karya penulis terkenal bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya sebagai penulis pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan suatu bangsa pada masa sekarang ini merupakan suatu rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin memahami lebih dalam mengenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian pada novel Pulang karya Leila S. Chudori sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian itu bisa dimanfaatkan sebagai studi pustaka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai peninggalan tulisan, naskah menyimpan berbagai informasi tentang kehidupan, berbagai buah pikiran, gagasan, ajaran, cerita, paham dan pandangan hidup yang

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, dan adat istiadat. Berbagai suku bangsa tersebut mewarisi kebudayaan yang telah

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu maupun oleh kelompok masyarakat, sehingga melalui ritus kehidupan, kebudayaan dapat dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang banyak masyarakat yang berburu naskah-naskah kuna untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan pada masa itu. Naskah yang dijumpai saat ini, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya. Salah satu kekayaan yang dimiliki yaitu kebudayaan.koentjaraningrat (1985) menyebutkan bahwa kebudayaan terdiri dari tujuh

Lebih terperinci

METODE EDISI: STEMMA

METODE EDISI: STEMMA METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh

BAB I PENDAHULUAN. sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan adalah suatu karya sastra tradisional yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh pupuh, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks dibagi menjadi tiga yaitu teks lisan, teks tulisan tangan dan teks cetakan

BAB I PENDAHULUAN. teks dibagi menjadi tiga yaitu teks lisan, teks tulisan tangan dan teks cetakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mempelajari naskah tidak hanya melihat naskah dari segi fisik namun juga harus dilihat dari segi isi naskah yang disebut teks. Menurut sifat penurunannya, teks dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA Skripsi Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Humaniora Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Fitrianna Arfiyanti

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya. BAB 2 DATA DAN ANALISIS 2.1. Legenda Hanoman 2.1.1 Perang Wanara dan Raksasa Setelah lakon Hanoman Obong. Hanoman kembali bersama Sri Rama dan Laskmana beserta ribuan pasukan wanara untuk menyerang Alengka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Filologi 1. Pengertian Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata. Dengan demikian, kata filologi membentuk

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA

TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA TINJAUAN FILOLOGI DAN AJARAN MORAL DALAM SÊRAT DRIYABRATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN

BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN PRINSIP Simbiosis Mutualisme ILMU BANTU FILOLOGI Titik mula pada OBJEK FILOLOGI Objeknya apa ta? Objeknya naskah yang merupakan cerminan masyarakat penulisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu karya yang sifatnya estetik. Karya sastra merupakan suatu karya atau ciptaan yang disampaikan secara komunikatif oleh penulis

Lebih terperinci

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung

KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung KESASTRAAN MELAYU KLASIK oleh Halimah FPBS UPI Bandung Nama Melayu pertama kali dipakai sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi sungai Batang hari. Peninggalan paling tua dari bahasa Melayu adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal berpikir kritis peserta didik dimulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal berpikir kritis peserta didik dimulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang penting dalam perkembangan pengetahuan dan dalam hal berpikir kritis peserta didik dimulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya di dunia manusia mengalami banyak peristiwa baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Terkadang beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta 1 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta imajinasi adalah alat. Sastrawan menggunakan media lingkungan sosial sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dinilai sebagai identitas kepribadian dan penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak bisa di ukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra Bali merupakan bagian dari kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat memperkaya warisan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

MANFAAT STUDI FILOLOGI

MANFAAT STUDI FILOLOGI MANFAAT STUDI FILOLOGI Manfaat Studi Filologi Manfaat studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu manfaat umum dan manfaat khusus. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam penerapan pendekatan, metode, dan teknik dalam pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam penerapan pendekatan, metode, dan teknik dalam pengajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa sebagai suatu proses yang sistematik selalu mengarah kepada kegiatan perencanaan, dan penilaian (evaluasi). Kemampuan guru bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA

PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA Oleh Drs. Djoko Nugroho Witjaksono, MA Kepala Taman Budaya Jawa Tengah disampaikan

Lebih terperinci

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi 1 NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA (Kajian Filologis) Proposal Skripsi Oleh : Reza Sukma Nugraha 206500034 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah merupakan obyek material filologi yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan hasil budaya bangsa pada masa lalu (Baried, 1985:54). Naskah yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam interaksi tersebut, terjadi adanya proses komunikasi dan penyampaian pesan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran karakter menjadi orientasi pengajaran di sekolah saat ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan

BAB I PENDAHULUAN. hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Melayu Klasik merupakan bukti konkret kebudayaan berupa hasil pemikiran orang-orang terdahulu yang dituangkan ke dalam sastra dan bahasa. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS  SKRIPSI RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS WWW.SRITI.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah naskah Wawacan Pandita Sawang yang beraksara Arab (Pegon) dan berbahasa Sunda, teks di dalamnya berbentuk puisi/wawacan. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor

BAB V PENUTUP. ditemukan dua varian naskah, yaitu naskah Sêrat Driyabrata dengan nomor BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan telah diuraikan dalam bab IV. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Inventarisasi naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dilakukan melalui bahasa atau tuturan yang diucapkan oleh alat

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dilakukan melalui bahasa atau tuturan yang diucapkan oleh alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sangat erat hubungannya dengan berkomunikasi. Komunikasi dilakukan melalui bahasa atau tuturan yang diucapkan oleh alat indera yaitu mulut. Tanpa adanya

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2014 KEMENSESNEG. Penerjemah. Fungsional. Standar Kompetensi. PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

SKRIPSI BABAD DEMAK: SUNTINGAN TEKS DAN TINJAUAN UNSUR SASTRA SEJARAH

SKRIPSI BABAD DEMAK: SUNTINGAN TEKS DAN TINJAUAN UNSUR SASTRA SEJARAH BABAD DEMAK: SUNTINGAN TEKS DAN TINJAUAN UNSUR SASTRA SEJARAH Oleh NIM 121111032 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 i BABAD DEMAK: SUNTINGAN TEKS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS BAHASA DAN SENI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) MATA KULIAH :...

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS BAHASA DAN SENI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) MATA KULIAH :... : Sem : GASAL III : 100 MENIT 4. Standar Kompetensi : Mahasiswa memahami silabus filologi 5. Kompetensi Dasar : Mahasiswa menjelaskan silabus & Pengertian filologi 6. Indikator Ketercapaian : Mahasiswa

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci