PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR
|
|
- Sucianty Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR T E S I S TENGKU MIRDA ZULAICHA /IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
2 PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR T E S I S Untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TENGKU MIRDA ZULAICHA /IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
3 Judul Tesis : Pengaruh Suplementasi Besi Sekali Seminggu dan Sekali Sehari Terhadap Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Nama Mahasiswa : Tengku Mirda Zulaicha Nomor Induk Mahasiswa : Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak Menyetujui Komisi Pembimbing: (Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K)) KETUA (Dr. Johannes H.Saing, SpA) ANGGOTA Ketua Program Studi, Ketua TKP PPDS, (Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) Tanggal lulus: 11 November 2008 (Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))
4 Telah diuji pada Tanggal: 11 November 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua: Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) Anggota: 1. Dr. Johannes H.Saing, SpA 2. Prof. Dr. Darwin Dalimunthe, PhD 3. Prof. Dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) 4. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K)
5 UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya karena dengan izin dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pembimbing utama Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K), Dr. Johannes H.Saing,SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. Prof.Dr.H.Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis ini. 3. Prof.Dr.H.Guslihan Dasa Tjipta,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode dan Dr.H.Ridwan M.Daulay,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode , yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. 4. Prof.Dr.H.Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Dr.Muhammad Ali,SpA(K) yang telah banyak membantu dalam koreksi dan penyempurnaan tesis ini. 5. Pembimbing lainnya, Dr.Hj.Ani Ariani, SpA(K), Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) dan Dr.Yazid Dimyati,SpA yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan
6 sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU. 8. Pimpinan beserta karyawan PTPN III dan Rumah Sakit PTPN III Aek Nabara yang telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini. 9. Para Kepala Sekolah Dasar di kawasan Aek Nabara Utara atas partisipasi dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini. 10. Teman-teman seangkatan: Dina, Rina, Nora, Leon, Beby, Natasha, Zulkarnain, Nancy dan Nur Iman atas kebersamaan, dukungan, semangat dan menjadi teman terbaik untuk penulis selama mengikuti pendidikan dan penelitian. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga pada suami tercinta, Baihaqki, SKM yang selama ini dengan doa, kasih sayang, kesabaran, dorongan dan pengertiannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kepada orang tua tercinta, H.T.Mirza Aminullah dan Hj. Shalfachrida Harahap, serta mertua, (almarhum) Ruskam dan Hj.Ruslina, adik-adik, abang dan kakak ipar serta keponakan yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb. Medan, 5 November 2008 (Tengku Mirda Zulaicha)
7 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan Tesis Halaman Penetapan Panitia Penguji Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Singkatan dan Lambang Abstrak iii iv v vii ix x xi xii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Zat Besi Jumlah Total Besi Dalam Makanan Bioavaibilitas Besi Mukosa Usus Distribusi Besi Peranan Zat Besi Kebutuhan Zat Besi Pencegahan Defisiensi Besi Penilaian Status Gizi Kerangka Konseptual 16 BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian Tempat dan Waktu Populasi Penelitian Perkiraan Besar Sampel Kriteria Penelitian Persetujuan/Informed Consent Etika Penelitian Cara Kerja dan Alur Penelitian 20
8 3.9. Identifikasi Variabel Definisi Operasional Pengolahan dan Analisis Data 24 BAB 4. HASIL 25 BAB 5. PEMBAHASAN 30 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran 41 Ringkasan 42 Daftar Pustaka 48 Lampiran 1. Lembar Penjelasan Surat Pernyataan Kesediaan Lembar Kuesioner Lembar Daftar Makanan Persetujuan Komite Etik Riwayat Hidup 61
9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan 6 Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi di saluran pencernaan 7 Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 26 Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi 27 Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin 28 Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi 28 Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah suplementasi besi 29
10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Absorbsi besi di usus halus 8 Gambar 2.2 Distribusi besi dalam tubuh 10 Gambar 2.3 Kerangka konseptual 16 Gambar 3.1 Alur penelitian 20 Gambar 4.1. Profil penelitian 25
11 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG Adebe : Anemia Defisiensi Besi ASI : Air susu ibu AAP : American Academy of Pediatric ATP : Adenosine Triphosphate BB : Berat badan CDC : Centers for Disease Control DNA : Deoxiribo Nucleic Acid DMT1 : Divalent Metal Transporter 1 Fe : ferrum Hb : hemoglobin HCP1 : Heme Carrier Protein 1 IL-1 : Interleukin 1 MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration NCHS : National Center for Health Statistics RDA : Recommended Daily Allowance SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga SD : Standar Deviasi TB : Tinggi badan WHO : World Health Organization cm : centimeter d : Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna g : gram IK : Interval kepercayaan kg : kilogram kgbb : kilogram berat badan mg : miligram n : Jumlah subyek / sampel P : Tingkat kemaknaan Sd : Simpang baku dari rerata selisih zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β % : Persen > : Lebih besar atau sama dengan > : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari < : Lebih kecil atau sama dengan
12 ABSTRAK Latar belakang. Pengaruh suplementasi besi untuk meningkatkan berat badan dan tinggi badan anak telah banyak diteliti sebelumnya bahwa suplementasi besi memberi konstribusi dalam pertumbuhan dan mencegah anemia defisiensi besi (Adebe). Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi tentang cara pemberian suplementasi besi tersebut, mingguan atau harian. Tujuan. Membandingkan pengaruh suplementasi besi sekali seminggu dan sekali sehari terhadap status gizi pada anak yang tidak menderita anemia. Metode. Suatu penelitian dengan uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Aek Nabara Utara, kabupaten Bilah Hulu, Sumatera Utara pada November 2006 sampai April Anak yang tidak menderita anemia didiagnosis jika kadar Hb > 12 g/dl. Murid sekolah dasar dipilih secara acak dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dengan dosis Ferrum (Fe) mg/minggu dan kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali sehari dengan dosis Fe mg/hari selama 16 minggu. Status gizi dievaluasi dengan pengukuran antropometri sebelum dan sesudah intervensi. Hasil. Seratus anak yang tidak menderita anemia diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata z-score berat badan/usia sesudah intervensi pada kelompok sekali seminggu dan setiap hari adalah -1,83 (SD 1,02) dan -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Peningkatan z-score berat badan/tinggi badan sesudah intervensi pada kedua kelompok adalah -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) menjadi -0,30 (SD 1,08) dan -0,40 (SD 1,26) menjadi -0,09 (SD 1,25) (P = 0,0001). Kesimpulan. Suplementasi besi sekali seminggu dan setiap hari samasama dapat meningkatkan berat badan dan perubahan status nutrisi. Suplementasi besi sekali seminggu untuk meningkatkan berat badan dan status gizi perlu dipertimbangkan. Kata kunci. suplementasi besi, status gizi.
13 ABSTRACT Background. The effects of iron to gain body weight and height in children have been investigated can improve growth and prevent iron deficiency anemia (IDA). There are some controversions of giving iron supplementation, weekly or daily. Objective. To compare the effects of once weekly and once daily iron supplementation on nutritional status in non anemia children. Methods. A single blind randomized controlled trial study was conducted at North Aek Nabara, Bilah Hulu district, North Sumatera Province on November 2006 until April Nonanemic children were diagnosed if Hb > 12 g/dl. Elementary school children were randomly assigned to a once weekly supplementation group with mg Fe/week and once daily supplementation group with mg Fe/day for 16 weeks. The nutritional status was evaluated with antropometric assessment before and after intervention. Results. There were 100 nonanemic children recruited in this study. Mean of weight-for-age z score after intervention of once weekly group and daily group were -1,83 (SD 1,02) and -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Increase of weight-for-height z-score after supplementation in both groups were -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) to -0,30 (SD 1,08) and -0,40 (SD 1,26) to -0,09(SD 1,25) (P = 0,0001). Conclusion. Weekly and daily iron supplementation will increase weight and changes nutritional status equally. Considering of giving weekly iron supplementation to gain weight and nutritional status needed. Key Words. iron supplementation, nutritional status.
14 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besi merupakan mineral yang penting bagi tubuh manusia. Walau hanya diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tubuh, namun peran besi untuk pertumbuhan sangat penting. Defisiensi besi merupakan defisiensi mikronutrien terbanyak di dunia, yang ditemukan pada kurang lebih 4 sampai 5 milyar manusia di seluruh dunia dan 90% terjadi di negara sedang berkembang. 1 Anemia Defisiensi Besi (Adebe) adalah masalah utama di negara sedang berkembang. Hal ini terjadi oleh karena masukan zat besi melalui makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis atau menderita infeksi kronis yang menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal, pertumbuhan fisik yang lemah, daya tahan terhadap infeksi menurun dan penurunan kemampuan kognitif. 2 Prevalensi Adebe di Amerika Serikat tahun pada anak kelompok usia 1 sampai 2 tahun 7%, 3 sampai 5 tahun 5% dan 6 sampai 11 tahun 4%. 3 Studi yang dilakukan di Indonesia pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi Adebe pada masyarakat status ekonomi rendah di Indonesia pada kelompok usia bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun adalah 24% sampai 85% dan kelompok anak usia 5 sampai 14 tahun adalah 20% sampai 67%. 4 Pertemuan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi melaporkan prevalensi 1
15 anemia pada bayi dan anak yang dikaji oleh Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 pada kelompok umur < 6 bulan 61,3%, bayi 6 sampai 11 bulan 64,8%, anak usia 12 sampai 23 bulan 58%, anak usia 0 sampai 4 tahun 48,1% dan anak usia 5 sampai 14 tahun berkisar 48% sampai 57%. 5 Pemberian suplemen besi adalah usaha yang paling sering digunakan untuk mencegah Adebe terutama pada bayi dan anak. Hal ini penting diketahui bahwa banyak penelitian yang relevan dilakukan untuk melihat efek yang potensial dalam mengobati dan mencegah Adebe pada balita, anak maupun orang dewasa. 6 Beberapa penelitian memperlihatkan hasil bahwa pemberian suplemen besi selama 12 bulan pada bayi memberikan efek pertumbuhan dan perkembangan psikomotor. Penelitian di Jawa Tengah mendapatkan hasil bahwa efek pemberian suplemen besi dan zinkum selama 6 bulan membantu pertumbuhan dan perkembangan psikomotor pada bayi. 7 Penelitian lain melaporkan efek pemberian suplemen besi digabung dengan kombinasi mineral lainnya dapat mencegah gagal tumbuh, anemia dan defisiensi mikronutrien pada bayi di Vietnam, Peru, Indonesia, Jerman dan Amerika. 8 Penelitian di Semarang melaporkan adanya perbaikan yang signifikan terhadap status hematologi, kecepatan tumbuh dan morbiditas pada 119 anak usia 8 sampai 13 tahun yang diberikan suplemen besi tunggal selama 12 minggu. 9
16 Cara pemberian suplemen besi harian banyak didiskusikan di negara sedang berkembang. Beberapa penelitian didapati adanya kontroversi tentang pemberian suplemen besi yang lebih baik, apakah harian atau mingguan serta berapa lama dikonsumsi agar didapati absorbsi besi dalam tubuh yang potensial, mengurangi efek samping dan efisien dalam hal biaya tetapi memberikan hasil yang baik. 6 Penelitian di Thailand mendapatkan hasil bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu selama 16 minggu memberikan efek penambahan tinggi badan pada anak prasekolah yang menderita anemia dibandingkan dengan pemberian suplemen besi harian. 10 Penelitian di Vietnam melaporkan pemberian suplemen besi harian dan mingguan selama 12 minggu samasama berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan pertumbuhan pada anak gizi kurang yang menderita anemia ringan dan yang tidak menderita anemia pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. 11 Penelitian di Kenya melaporkan bahwa pemberian suplemen besi harian lebih efektif dibandingkan mingguan selama 12 minggu khususnya status hematologi pada anak prasekolah yang menderita anemia ringan dan yang tidak menderita anemia Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan status gizi pada anak
17 sekolah dasar yang mendapat suplemen besi sekali sehari dan sekali seminggu? 1.3. Hipotesis Pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari memberikan pengaruh yang sama terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah dasar Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan status gizi setelah pemberian suplemen besi sekali seminggu dengan sekali sehari pada anak sekolah dasar Manfaat penelitian Untuk mengetahui perbedaan status gizi setelah pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari pada anak yang tidak menderita anemia. Mendapatkan gambaran status gizi anak SD dan faktor yang berhubungan dengan status gizi sehingga berguna dalam upaya pencegahan serta penanggulangan gangguan gizi yang terjadi. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk menunjang program pemerintah dalam mengentaskan masalah gizi.
18 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Zat Besi Besi adalah elemen yang sangat penting, merupakan komponen Hb yang berguna untuk transportasi oksigen ke jaringan. Besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin berperan dalam pembentukan Hb. 13 Besi merupakan nutrisi mikro yang paling penting bagi tubuh. Total kadar besi tubuh dewasa 55 mg/kgbb atau sekitar 4 gram, kira-kira 67% sebagai pembawa oksigen (hemoglobin), 3% terdapat pada mioglobin, 30% pada ferritin dan hemosiderin, 0,07% sebagai besi transferin dan 0,2% sebagai hem enzim. Bayi baru lahir mengandung besi 0,5 gram. 14 Absorbsi besi memegang peranan penting pada regulasi homeotasis besi. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah besi yang diabsorbsi dari makanan, yaitu jumlah total besi dari makanan, bioavaibilitas besi dan kontrol absorbsi besi pada sel mukosa usus. Besi kemudian didistribusikan ke seluruh organ tubuh Jumlah Total Besi dalam Makanan Jumlah total besi menentukan jumlah besi yang diabsorbsi di usus. Semakin banyak jumlah zat besi dalam suatu makanan, maka zat besi yang diabsorbsi akan bertambah banyak. Pada Adebe jumlah besi yang 5
19 diabsorbsi dapat meningkat maksimal sampai 3,5 mg/hari. 15 Kadar besi pada setiap jenis makanan berbeda-beda seperti tertera pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan 15 Jenis makanan Jumlah besi/100 g Persentase absorbsi (%) Tepung beras 0,9 1 Roti 2,0 5 Tepung gandum 2,3 5 Minyak ikan 0,9 10 Ikan makarel 1,0 10 Ikan sarden 1,5 10 Kerang 7,1 10 Daging sapi 2,4 >10 Daging ayam 3,0 >10 Daging babi 3,0 >10 Daging sapi (ginjal) 6,5 >10 Daging sapi (hati) 12,1 > Bioavaibilitas Besi Ada 2 bentuk besi dalam usus, yaitu dalam bentuk non hem (sekitar 90% dari makanan). Besi non hem dalam bentuk garam ferri yang tidak terlarut. Agar dapat diabsorbsi, bentuk garam ferri ini diubah menjadi bentuk ferro sehingga dapat berikatan dengan protein transpor dalam usus halus yaitu apotransferin, kemudian membentuk transferin serum. Bentuk yang kedua yaitu bentuk hem (sekitar 10% dari makanan). Besi hem dapat langsung diabsorbsi oleh reseptor khusus pada membran mukosa usus halus tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi. 2,13
20 Bioavaibilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan. Beberapa jenis makanan terdapat kandungan yang dapat meningkatkan absorbsi besi dan menghambat absorbsi besi seperti yang tertera pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi di saluran pencernaan Meningkatkan absorbsi Menghambat absorbsi Vitamin C (buah dan sayur) Asam hidroklorida Gula Asam amino (daging, hati, ikan) Bahan yang difermentasi (kedelai) Antasida Sekresi pankreas Hipoklorhidria Fitat (sereal) Fosfat (sayuran) Tanin (teh dan kopi) Polyphenol (coklat, teh, kopi) Kalsium(susu dan produk susu) Mukosa Usus Mukosa usus memegang kontrol utama pada proses absorbsi besi. Besi hem di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi hem mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa apikal dari enterosit dan memasuki sel dengan utuh. Besi hem diangkut oleh alat transpor heme carrier protein 1 (HCP1). HCP1 adalah membran protein dalam usus bagian proximal, tempat terbesar di mana besi diabsorbsi. Adanya HCP1 pada sel mengaktifkan pengambilan hem dalam bentuk besi protoporfirin dan zink protoporfirin. Kemudian besi hem akan dipecah oleh enzim hemeoxigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin dalam enterosit
21 duodenum. Ion feri bebas ini akan bergabung dalam jalur intraselular sebagai besi inorganik yang kemudian diangkut ke peredaran darah oleh ferroportin. 13,18 Sementara besi non hem di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh alat transpor divalent metal transporter 1 (DMT1). DMT1 adalah membran protein yang terdapat pada bagian apikal dan basolateral membran enterosit. Besi non hem akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum (Gambar 2.1). 14,18 Gambar 2.1. Absorbsi besi di usus halus 18
22 Distribusi Besi Distribusi besi ke seluruh jaringan tubuh dijelaskan pada Gambar 2.2. Saat tubuh dalam keadaan seimbang, 1 sampai 2 mg besi memasuki dan meninggalkan tubuh setiap harinya. Setelah diabsorbsi dalam enterosit duodenum, besi bersirkulasi dalam plasma untuk berikatan dengan transferrin. Besi dalam tubuh terbanyak dalam bentuk hemoglobin yang merupakan prekursor eritroid dan sel darah merah yang matang. Diperkirakan 10% sampai 15% berada dalam otot (bentuk mioglobin) dan beberapa jaringan (dalam bentuk enzim dan sitokrom). Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk hem dan persenyawaan globulin dengan hem membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus kembali seperti yang disebutkan di atas atau akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoesis. 19
23 Gambar 2.2. Distribusi besi dalam tubuh 19 Cadangan besi terdiri dari 2 bentuk, yang pertama ferritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut yang ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh, apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar Hb Peranan Zat Besi Selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim, seperti peroksidase, ribonukleotida reduktase dan
24 katalase, komponen sitokrom yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang kerjanya membutuhkan ion besi. 1,14,19 Dalam sistem imunologi, besi berperan melawan infeksi dengan cara meregulasi produksi interleukin 1 (IL-1) atau dengan menghambat induksi nitrik oksidasintetase. 20 Besi juga berpengaruh terhadap perkembangan otak yang prosesnya berjalan sejak trimester 2, sebagian besar selesai pada usia 3 tahun dan sebagian kecil berlanjut sampai masa remaja. Otak menyerap zat besi dari plasma melalui reseptor transferin yang terdapat di sel endotel pembuluh darah otak dan mekanisme mobilisasi besi. 21 Apabila terjadi defisiensi besi maka akan terjadi gangguan pembentukan myelin, gangguan metabolisme neurotransmiter dan gangguan metabolisme energi protein yang akan mengakibatkan gangguan kognitif pada masa bayi dan anak. 22 Besi berperan dalam masa tumbuh kembang bayi dan anak. Mekanisme peranan besi dalam pertumbuhan belum jelas. Ada beberapa pendapat ahli tentang peran besi sebagai komponen enzim dan komponen sitokrom yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Antara lain yaitu sebagai komponen enzim ribonukleotida reduktase yang berperan dalam sintesis DNA yang bekerja secara tidak langsung terhadap pertumbuhan jaringan yang kemudian dapat berpengaruh pada
25 pertumbuhan. 1 Selain itu besi sebagai komponen sitokrom berperan dalam produksi Adenosine Triphosphate (ATP) dan sintesis protein yang juga berpengaruh pada pertumbuhan jaringan. 19 Beberapa teori berkembang melalui penelitian yang ada. Suatu penelitian mengemukakan teori pada pertumbuhan fetus, bahwa peranan besi dapat merangsang ekspansi volume plasma sebagai adaptasi maternal terbesar sehingga perfusi uteroplasenta meningkat. Sehingga selain terjadi peningkatan Hb, berat badan dan tinggi badan lahir bertambah selama dalam kandungan. 23 Penelitian di Kenya melaporkan tentang peranan besi pada anak sekolah dasar, ternyata dapat meningkatkan nafsu makan sehingga terjadi peningkatan status gizi. 24 Penelitian lain mengemukakan teori peranan besi sebagai prooksidan yang dapat merusak radikal bebas melalui reaksi oksidasi DNA dan aktivasi enzim lipid peroksidase. Reaksi ini merangsang respon sitokin selular yang kemudian meregulasi faktor pertumbuhan Kebutuhan Zat Besi Kebutuhan besi perhari berbeda tergantung usia. Menurut Recommended Daily Allowance (RDA) kebutuhan besi perhari: pada bayi usia 0-5 bulan 6 mg, bayi usia 5 bulan-1 tahun 10 mg, anak usia 1-10 tahun 10 mg, laki-laki usia tahun 12 mg, laki-laki usia diatas 19 tahun 10 mg, perempuan usia tahun 15 mg, perempuan usia diatas 51 tahun 10 mg, wanita
26 hamil dan menyusui mg/hari. 26 Rekomendasi AAP bahwa kebutuhan besi perhari: pada anak usia 4-9 tahun 10 mg ditambah RDA, sedangkan untuk usia tahun adalah 18 mg ditambah RDA Pencegahan Defisiensi Besi Di bawah ini adalah langkah utama untuk mencegah terjadinya defisiensi besi pada bayi dan anak : 1. Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat yaitu mempertahankan pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan penjelasan tentang jenis makanan yang mengandung zat besi serta faktor yang menghambat dan meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh Pemberian fortifikasi besi 6-12 mg/l pada susu formula sampai usia 1 tahun dan fortifikasi pada sereal dari usia 6 bulan sampai 1 tahun. 28 Fortifikasi tidak harus diberikan dalam bentuk susu dan sereal. Penelitian di Jakarta mencoba pemberian fortifikasi besi pada permen untuk anak usia 4 sampai 6 tahun dengan hasil adanya peningkatan status besi dalam darah selama 12 minggu. 29 Peneltian lain di Afrika mencoba pemberian fortifikasi besi pada biskuit untuk anak prasekolah dengan hasil adanya perbaikan pertumbuhan dan peningkatan kemampuan kognitif. 30
27 3. Makanan padat pertama yang kaya besi diberi pada usia 6 bulan dan memberikan makanan yang mengandung zat gizi yang dapat meningkatkan absorbsi besi, makanan yang mengandung besi hem dan mengurangi makanan yang dapat menghambat absorbsi besi Menghindari susu sapi sampai usia 1 tahun Skrining Adebe yang dimulai usia 9-12 bulan, kemudian pada usia 1 sampai 5 tahun pada komunitas dengan prevalensi Adebe tinggi Bila skrining menunjukkan hasil positif, diberikan besi sebagai terapi percobaan selama 1 bulan dengan dosis 3 mg/kgbb/hari Kontrol infeksi virus, bakteri dan parasit Suplementasi besi dapat dimulai pada usia 6 bulan pada bayi cukup bulan dengan dosis 1 mg/kgbb/hari dan dimulai pada usia 2 bulan pada bayi kurang bulan dengan dosis 2 mg/kgbb/hari Penilaian Status Gizi Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak yang penting. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen surveilans kesehatan anak yang penting karena hampir semua masalah dalam hal fisiologis, interpersonal dan sosial dapat mempengaruhi pertumbuhan. 32
28 Penilaian status gizi anak merupakan bagian yang integral dalam penatalaksanaan pasien karena status gizi akan mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit. Status gizi juga sangat penting karena anak sedang mengalami proses yang kompleks dalam pertumbuhan dan perkembangan, yang dipengaruhi oleh faktor genetik anak dan penyakit yang diderita. Oleh sebab itu, penilaian status gizi dan status pertumbuhan anak adalah bagian yang penting dari evaluasi klinis dan penatalaksanaan. 32,33 Grafik pertumbuhan digunakan secara luas untuk memonitor pertumbuhan anak. Tinggi dan berat badan merupakan pengukuran antropometri yang banyak digunakan. Indeks berat badan/umur (BB/U) digunakan untuk melakukan monitoring pertumbuhan. Pengukuran antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi di Indonesia. Informasi yang dihasilkan dari pengukuran antropometri telah banyak dimanfaatkan dalam memantau pertumbuhan anak. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut NCHS-WHO, dengan menggunakan z score atau SD-score (standar deviasi) sebagai batas ambang yang dihitung berdasarkan rumus: 34 Z-score atau SD-score = ( observed value) ( median reference value ) standard deviation of reference population
29 Berdasarkan baku rujukan antropometri menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2000 untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan z-score sebagai batas ambang Kerangka Konseptual BESI Proses enzimatik Metabolisme oksidatif Sintesis DNA Neurotransmiter Proses katabolisme Proses imunologi Kognitif Fetus ANAK Melawan infeksi - Ekpansi volume plasma - Perfusi uteroplsenta Nafsu makan - Hb - BB - TB Komponen enzim Ribonukleotida reduktase sintesis DNA Pertumbuhan jaringan Komponen Sitokrom produksi ATP & sintesis protein Perusak radikal bebas Respon sitokin seluler - Reaksi oksidatif DNA - Aktivasi lipid peroksidase STATUS GIZI : - BB - TB Regulasi faktor pertumbuhan Gambar 2.3. Kerangka konseptual
30 BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui respons pemberian suplemen besi sekali seminggu dibandingkan dengan sekali sehari terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah dasar yang tidak menderita anemia Tempat dan Waktu Tempat penelitian adalah di lokasi PT Perkebunan III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan yaitu November 2006 sampai April Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah anak SD yang berusia 6 sampai 13 tahun yang tidak menderita anemia. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan cara randomisasi sederhana dan kemudian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1 yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dan kelompok 2 yang mendapat suplementasi besi sekali sehari. 17
31 3.4. Perkiraan Besar Sampel Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap rerata 2 populasi berpasangan. 36 n 1= n 2 = 2 (Zα + Zβ) Sd d 2 n = jumlah sampel Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka: Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96 Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka: Zβ = deviat baku normal untuk β = 0,842 Sd = Simpang baku dari rerata selisih = 1,0 10 d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgement) = 0,4 Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel masing-masing kelompok= Kriteria Penelitian Kriteria inklusi 1. Anak usia 6 sampai 13 tahun yang tidak menderita anemia 2. Mendapat persetujuan tertulis dari orangtua
32 Kriteria eksklusi 1. Anak menderita infeksi berat, gangguan neurologis yang nyata dan gizi buruk. 2. Tidak mengikuti penelitian sampai akhir 2.6. Persetujuan/Informed Consent Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia defiesiensi besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping besi. Formulir persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir dalam tesis ini Etika Penelitian Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
33 2.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Anak tidak-anemia - BB - TB Anak tidak-anemia - BB - TB Fe 1x sehari Fe 1x seminggu STATUS GIZI - BB - TB Ruang lingkup penelitian Gambar 3.1. Alur penelitian Sebelum dilakukan pengumpulan data, kami melakukan penyuluhan sekaligus menyebarkan formulir informed consent kepada orang tua murid. Setelah mendapat persetujuan orang tua, seluruh anak diberikan Albendazole 400 mg untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi cacing. Setelah 4 minggu dilakukan pengambilan darah kapiler dari ujung jari pada semua anak SD yang berumur 6 sampai 13 tahun untuk memisahkan anak yang anemia dan tidak anemia. Penentuan anemia menurut kriteria WHO untuk anak 6 sampai 14 tahun, bila Hb < 12 g/dl. 37 Pada anak dengan Hb > 12 g/dl dimasukkan dalam penelitian. Kami juga mengumpulkan data-data asal sekolah, kelas, jenis kelamin, usia dan status sosioekonomi orang tua sebelum intervensi.
34 Anak yang dimasukkan dalam penelitian kemudian dilakukan pengukuran antropometri : berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang dilakukan sebelum dan setelah 16 minggu pemberian besi. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,5 kg), anak hanya memakai pakaian minimal dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi (microtoise ) merek MIC (sensitivitas 0,5 cm), tanpa alas kaki. Kemudian dilakukan randomisasi dengan cabut nomor sehingga didapat 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok 1 dengan pemberian besi sekali seminggu dan kelompok 2 dengan pemberian besi sekali sehari (Gambar 3.1). Besi diberikan dalam bentuk kapsul yang berisi sulfas ferosus. Dosis Fe yang digunakan berdasarkan AAP yaitu kebutuhan besi perhari pada anak usia 6 sampai 9 tahun adalah sesuai dengan RDA ditambah 10 mg/hari sehingga didapat 20 mg elemental besi/hari dan untuk usia di atas 10 tahun adalah RDA ditambah 18 mg/hari sehingga didapat kebutuhannya 30 mg elemental besi/hari. 2,26 Kelompok 1 diberikan 2 botol kapsul, dimana botol pertama berisi preparat Fe dengan dosis 40 mg elemental besi/minggu elemental besi untuk usia 6 sampai 9 tahun dan 60 mg elemental besi/minggu untuk usia diatas 10 tahun yang dikonsumsi setiap hari Senin, sementara botol kedua diberikan kapsul yang berisi sakarin laktis sebagai plasebo yang dikonsumsi setiap hari Selasa sampai Minggu. Pada kelompok 2 juga diberikan 2 botol kapsul, dimana botol pertama berisi preparat Fe yang dikonsumsi setiap hari
35 Senin dan botol kedua berisi preparat Fe yang dikonsumsi setiap hari Selasa sampai Minggu. Dosis Fe yang diberikan untuk usia 6 sampai 9 tahun adalah 20 mg elemental besi/hari dan usia di atas 10 tahun adalah 30 mg elemental besi/hari yang dikonsumsi setiap hari. Kapsul yang mengandung besi dan plasebo mempunyai ukuran dan warna yang sama yang diminum setiap hari di hadapan guru dan orang tua selama 16 minggu. Sebelum dilakukan intervensi, kami memberikan lembar daftar makanan untuk diserahkan kepada orang tua tentang bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti kulit padi (fitat), tanin (terdapat dalam teh, kopi) dan kuning telur, juga bahan makanan yang dapat menambah penyerapan zat besi seperti makanan yang mengandung asam askorbat, asam sitrat dan asam amino (daging, ikan) Hal ini dilakukan untuk edukasi bagi para orangtua. Pemantauan efek samping dan pemberian obat selama 16 minggu dilakukan setiap 1 bulan sekali. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri CDC tahun 2000 yang direkomendasikan oleh WHO ( NCHS WHO ) dengan menggunakan z score sebagai batas ambang. 35 Klasifikasi status gizi berdasarkan z-score yang dibagi menjadi 5 dengan batas ambang sebagai berikut : Status Gizi Buruk dengan batas atas < -3 SD
36 2. Status Gizi Kurang dengan batas bawah > -3 SD dan batas atas < -2 SD 3. Status Gizi Sedang dengan batas bawah > -2 SD dan batas atas < -1 SD 4. Status Gizi Baik dengan batas bawah > -1 SD 5. Status Gizi Lebih dengan batas bawah > +1 SD dan batas atas < +2 SD 6. Kegemukan dengan batas bawah > +2 SD 3.9. Identifikasi Variabel Variabel Bebas Jenis obat Variabel Tergantung Skala Nominal Skala - Berat Badan Numerik - Tinggi Badan Numerik 3.10 Definisi Operasional - Usia anak: usia anak dari tanggal lahir sampai ulang tahun berikutnya dihitung dalam tahun. - Tidak menderita anemia : kadar Hb > 12 g/dl - Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut CDC 2000 dengan menggunakan z score sebagai batas ambang.
37 3.11. Pengolahan dan Analisis Data Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13.0 (SPSS Inc, Chicago) z- score dihitung menggunakan software Epi Info version. Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil antropometri pada kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi dengan uji t-independent dan uji t- paired. Hasil dinyatakan bermakna bila P<0,05 dan Interval Kepercayaan (IK) 95%.
38 BAB 4. HASIL Selama periode penelitian, 339 murid SD yang bersedia mengikuti penelitian diperiksa dan didapati 100 anak yang tidak menderita anemia (29,5%). Dari 100 anak ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 50 anak untuk kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu (kelompok 1) dan 50 anak untuk kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali sehari (kelompok 2). (Gambar 4.1.) Pemberian Albendazole Dievaluasi selama1 bulan Sampel mengikuti penelitian (n = 339) Anak tidak menderita anemia (n = 100) Pengukuran BB,TB Dievaluasi sesudah 16 minggu Suplementasi besi sekali seminggu (kelompok 1) Suplementasi besi sekali sehari (kelompok 2) 6-9 tahun : 40 mg Fe/minggu >10 tahun : 60 mg Fe/minggu 6-9 tahun : 20 mg Fe/hari >10 tahun : 40 mg Fe/hari Dianalisis lengkap (n = 50) Dianalisis lengkap (n = 50) Gambar 4.1. Profil penelitian 25
39 Dari pemeriksaan darah dan pengukuran antropometri sebelum intervensi didapatkan data awal yang tertera pada Tabel 1. Rata-rata penghasilan orang tua kurang dari Rp ,- sebanyak 42,1% dan diatas Rp ,- sebanyak 57,9% pada kedua kelompok. Tingkat pendidikan ibu terbanyak pada kedua kelompok adalah tamat SD (55,8% dan 44,2%). Status gizi pada kelompok rata-rata baik, masing-masing 52,6% dan 47,4%. Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian Variabel Intervensi Sekali seminggu Sekali sehari N Umur (thn);rerata (SD) 10,42 (1,40) 9,68 (1,61) Jenis kelamin (n;%) - Laki-laki - Perempuan Pendidikan Ibu (n;%) - Tidak sekolah - Tidak tamat SD - Tamat SD - SLTP - SLTA - Perguruan Tinggi Penghasilan orang tua (n;%) - < Rp ,- - Rp ,- -- Rp ,- - Rp ,- -- Rp ,- - Rp ,- -- Rp ,- - Rp ,- -- Rp ,- - Rp ,- -- Rp ,- - > Rp ,- Status Gizi (n;%) - Baik - Sedang - Kurang - Lebih - Kegemukan - Buruk 26 (51) 24 (49) 1 (100) 8 (40) 29 (55,8) 5 (41,9) 7 (53,8) 0 4 (57,1) 10 (62,5) 9 (47,4) 8 (42,1) 6 (50) 7 (58,3) 6 (40) 30 (52,6) 5 (62,5) 11 (54,9) 3 (37,5) 1 (14,3) 0 25 (49) 25 (51) 0 12 (60) 23 (44,2) 7 (58,3) 6 (46,2) 2 (100) 3 (42,9) 6 (37,5) 10 (52,6) 11 (57,9) 6 (50) 5 (41,7) 9 (60) 27 (47,4) 3 (37,5) 9 (45,1) 5 (62,5) 6 (85,7) 0
40 Perbedaan data antropometri dan Hb pada kedua kelompok sebelum pemberian suplemen besi dapat dilihat pada Table 4.2. Dari hasil uji statistik didapati tidak adanya perbedaan data antropometri baik pada kelompok sekali seminggu dan sekali sehari. Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi Suplementasi besi P IK 95% Variabel Sekali seminggu (n=50) Sekali sehari (n=50) Berat badan (kg) 26,48 (5,80) 27,67 (7,72) 0,388 (-3,90)-(1,53) Tinggi badan (cm) 130,74 (8,45) 129,13 (10,70) 0,406 (-2,20)-(5,43) Z-score BB/usia -1,97 (1,08) -1,31 (1,11) 0,083 (-1,11)-(3,25) Z-score TB/usia -1,81 (0,89) -0,40 (1,26) 0,183 (-0,66)-(0.13) Z-score BB/TB -0,83 (1,08) -0,40 (1,26) 0,069 (-0,90)-(0,03) Hb (g/dl) 12,90 (0,92) 12,80 (0,85) 0,591 (-0,26)-(0,45) Nilai dalam rerata (SD) Tabel 4.3 menunjukkan gambaran kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin. Pada kelompok suplementasi besi sekali seminggu, rerata kadar Hb anak perempuan lebih tinggi dibandingkan kadar Hb anak laki-laki. Sementara pada kelompok suplementasi besi sekali sehari, rerata kadar Hb anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan kadar Hb anak perempuan.
41 Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Suplementasi besi sekali seminggu (n=50) Suplementasi besi sekali sehari (n=50) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Laki-laki 12,77 (0,46) 12,90 (0,45) 12,84 (0,92) 12,95 (0,87) Perempuan 13,05 (1,24) 13,19 (1,19) 12,78 (0,80) 12,90 (0,80) Nilai dalam rerata (SD) Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan data antropometri dan kadar Hb pada kedua kelompok setelah diberikan suplementasi besi selama 16 minggu. Uji statistik juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kedua kelompok terhadap z-score BB/U, dengan angka rerata z-score pada kelompok suplementasi besi sekali sehari lebih tinggi dibandingkan kelompok suplementasi besi sekali seminggu (P=0,002). Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi Suplementasi besi P IK 95% Variabel Sekali seminggu (n=50) Sekali sehari (n=50) Berat badan (kg) 27,07 (5,80) 28,23 (7,72) 0,398 (-3,87)-(1,55) Tinggi badan (cm) 130,82 (8,47) 129,20 (10,69) 0,405 (-2,21)-(5,44) Z-score BB/usia -1,83 (1,02) -1,17 (1,08) 0,002 (-1.08)-0,24) Z-score TB/usia -1,81 (0,89) -0,40 (1,26) 0,182 (-0,66)-(0,13) Z-score BB/TB -0,30 (1,08) 0,09 (1,24) 0,1 (-0,85)-(0,08) Hb (g/dl) 13,04 (0,89) 12,93 (0,83) 0,518 (-0,23)-(0,45) Nilai dalam rerata (SD)
42 Pada penelitian ini kami juga menguji perbedaan data status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah supplementasi besi antar kedua kelompok. Didapati status gizi dan kadar Hb yang bermakna pada semua komponen antropometri sebelum dan sesudah pemberian suplemen besi selama 16 minggu (P = 0,0001). Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah suplementasi besi Variabel Suplementasi besi Sekali seminggu (n=50) P IK 95% Sekali sehari (n=50) P IK 95% Berat badan (kg) - Sebelum 26,48 (5,80) 0,0001 (-0,64)-(-0,52) 27,07 (7,73) 0,0001 (-0,65)-(-0,47) - Sesudah 27,07 (5,80) 28,23 (7,72) Tinggi badan (cm) - Sebelum 130,74 (8,45) 0,0001 (-0,11)-(-0,05) 129,13 (10,70) 0,0001 (-0,10)-(-0,05) - Sesudah 130,82 (8,47) 129,20 (10,69) Z-score BB/usia - Sebelum -1,99 (1,06) 0,0001 (-0,19)-(-0,14) -1,32 (1,11) 0,0001 (-0,17)-(-0,12) - Sesudah -1,83 (1,02) -1,17 (1,08) Z-score TB/usia - Sebelum -1,81 (0,89) 0,0001 (-0,02)-(-0,01) -1,54 (1,10) 0,0001 (-0,02)-(-0,01) - Sesudah -1,80 (0,89) -1,53 (1,10) Z-score BB/TB - Sebelum -0,83 (1,08) 0,001 (-0,63)-(-0,43) -0,40 (1,26) 0,0001 (-0,56)-(-0,41) - Sesudah -0,30 (1,08) -0,09 (1,25) Hb (g/dl) - Sebelum - Sesudah 12,90 (0,92) 13,04 (0,89) 0,0001 (-0,17)-(-0,10) 12,81 (0,86) 12,81 (0,83) 0,0001 (-0,16)-(-0,15) Nilai dalam rerata (SD) Selama 16 minggu pemberian suplemen besi, hanya 2 anak yang mengalami konstipasi (0,02%). Tidak didapati keluhan lain ataupun efek samping lainnya selama pemberian suplementasi besi.
43 BAB 5. PEMBAHASAN Anemia defisiensi besi merupakan masalah global. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi. Data dari WHO menurut survei pada tahun menunjukkan proporsi prevalensi anemia pada usia pra sekolah di Indonesia mencapai 74,3% (IK 73,4-85,1) dan dikategorikan sebagai masalah berat. 37 Dari data penelitian ini kami dapati persentase anak anemia lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak anemia. Penelitian ini juga dilakukan sebagai usaha pencegahan serta penanggulangan gangguan gizi, dalam hal ini Adebe dengan pemberian suplemen besi. Penelitian di Boston melaporkan bahwa pemberian suplemen besi setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb/hari dapat mencegah terjadinya kejadian anemia pada bayi. 38 Penelitian ini kami lakukan di 5 SD yang terletak di kawasan perkebunan milik PTPN III, Labuhan Batu. Rerata pekerjaan orang tua anak-anak SD ini adalah karyawan dan buruh kebun yang memiliki penghasilan di bawah rerata dan tingkat pendidikan yang rendah. Dengan keadaan seperti ini biasanya dijumpai status gizi anak kurang ataupun buruk. Prevalensi gizi kurang di Indonesia pada anak usia 5 sampai14 tahun dengan tingkat ekonomi rendah adalah 38% sampai 67%. 4 Status gizi yang kurang terjadi akibat asupan energi, protein dan besi yang tidak cukup terpenuhi dan dapat menyebabkan Adebe. 39 Pada awal penelitian 30
44 didapati status gizi anak baik dibandingkan gizi kurang, juga didapati status gizi obes pada kedua kelompok. Penelitian di Amerika melaporkan bahwa status gizi obes merupakan risiko tinggi menderita Adebe. 40 Hal ini didukung oleh penelitian di Inggris, bahwa asupan lemak yang berlebihan pada anak gizi lebih dan obes membatasi asupan dan absorbsi mineral (dalam hal ini besi) sehingga mengakibatkan Adebe. 41 Status gizi subjek penelitian pada data awal penelitian kami dijumpai rerata baik. Dari data kami dijumpai status gizi kurang pada 32% anak di kelompok sekali seminggu dan 24% anak di kelompok setiap hari, begitu juga anak dengan gizi lebih yang kami jumpai 6% pada kelompok sekali seminggu dan 10% pada kelompok setiap hari dan status gizi obes pada 2% di kelompok sekali seminggu dan 12% pada kelompok setiap hari. Persentase gizi kurang, sedang, lebih dan obes memang lebih rendah dibandingkan gizi baik, namun pada data kami anak-anak tersebut tidak menderita anemia yang mungkin disebabkan asupan besi perhari dan cadangan besi masih tercukupi. 13 Pada penelitian ini kami mendapati hasil yang berbeda dari penelitian-penelitian yang telah disebut sebelumnya. Data antropometri yang kami kumpulkan pada penelitian ini dengan menggunakan pengukuran BB dan TB. Pengukuran BB dan TB untuk menilai pertumbuhan masih merupakan parameter yang penting dan mudah dilakukan untuk mengetahui status pertumbuhan dan gizi pada anak. 42 Kami menggunakan z-score untuk mengetahui status gizi
45 anak pada penelitian ini, sesuai baku rujukan antropometri CDC Pada penelitian terdahulu metode z-score paling banyak digunakan sebagai standar pengukuran status nutrisi secara global. Penggunaan z- score adalah dengan cara, yaitu data antropometri yang hendak diukur, misalnya z-score BB/TB, disesuaikan pada -2 sampai +2 standar deviasi pada nilai rerata BB/TB yang mana nilai ini tertera pada tabel yang sudah ditetapkan. Setelah itu didapati nilai z-score yang ada. 34,43 Pada penelitian ini, kami memberikan suplemen besi pada anak SD yang tidak menderita anemia selama 4 bulan untuk mencegah Adebe. Dari hasil penelitian ini, didapati adanya peningkatan status gizi yang bermakna serta kadar Hb sesudah diberikan suplementasi besi pada kedua kelompok. Pemberian suplemen besi untuk mencegah dan mengobati Adebe, memperbaiki status gizi dan perbaikan kognitif pada bayi dan anak sudah banyak dilaporkan, namun masih terdapat perbedaan hasil. Suplementasi yang diberikan bisa berbentuk tunggal ataupun kombinasi dengan mineral dan vitamin lainnya. Hasil penelitian kami didukung oleh beberapa penelitian, terutama di negara berkembang dengan prevalensi anemia yang juga tinggi. Penelitian di Colorado melaporkan pemberian makanan yang mengandung besi dan zink pada bayi usia 6 bulan, ternyata memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif. 44 Penelitian di Bogor meneliti pengaruh suplementasi besi 10 mg/hari dan zink 10 mg/hari
46 pada bayi usia 4 bulan selama 6 bulan ternyata memperbaiki status gizi dan meningkatkan kadar Hb. 45 Penelitian di Vietnam tentang pemberian suplemen mikronutrien yang lebih lengkap pada bayi usia 6 sampai 12 bulan selama 6 bulan melaporkan adanya peningkatan z-score data antropomentri dan peningkatan kadar Hb dan ferritin plasma. 46 Penelitian anak prasekolah yang menderita anemia di Jakarta melaporkan adanya penurunan angka gizi kurang setelah diberikan suplemen besi 30 mg/hari dikombinasi dengan vitamin C 20 mg/hari selama 2 bulan. 47 Interaksi besi dengan zink sudah banyak dianalisis bahwa ternyata zink dan besi mempunyai efek sinergis sehingga membantu absorbsi besi lebih baik. 48 Beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi besi tunggal ataupun kombinasi tidak berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi dan anak dalam meningkatkan kadar Hb. Penelitian di Tanzania melaporkan bahwa suplementasi besi dosis rendah 10 mg/hari dan mebendazole 500 mg setiap 3 bulan selama 12 bulan meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan berat badan yang tidak bermakna. 49 Suatu penelitian meta-analisis mengatakan bahwa intervensi besi dosis tunggal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. 50 Penelitian lain membahas tentang kerugian pemberian suplemen besi agar menjadi pertimbangan saat diberikan. Risiko suplementasi besi antara lain yaitu terjadinya penumpukan besi pada jaringan yang akan mengakibatkan
47 pelepasan radikal hidroksida sehingga terjadi hemokromatosis dan berdampak terhadap kerusakan jaringan. 51 Besi merupakan komponen esensial untuk seluruh jaringan tubuh dan dibutuhkan terutama pada awal kehidupan. Suplementasi besi lebih dikonsentrasikan pada anak usia < 5 tahun oleh karena pada usia ini kebutuhan besi meningkat untuk proses tumbuh kembang. Sehingga jika diberikan pada usia ini absorbsi besi lebih baik dan bekerja sinergis terhadap mikronutrien lainnya. Pada usia > 5 tahun suplementasi besi tetap dibutuhkan untuk terus menjaga cadangan besi tidak berkurang sehingga proses tumbuh kembang yang berlangsung tidak terganggu. Sampai saat ini suplementasi tetap menjadi program terbaik sebagai usaha preventif terhadap Adebe. 51 Cara pemberian suplemen besi mingguan sudah banyak diteliti pengaruhnya terhadap peningkatan kadar Hb, status besi dalam darah, kognitif dan juga perbaikan status gizi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi besi harian yang pada saat itu mulai dianggap kurang efektif karena pasien kurang patuh melakukan konsumsi besi setiap hari baik untuk suplementasi ataupun terapi. 52 Pada penelitian ini didapati hasil bahwa rerata BB/U pada kelompok sekali sehari lebih tinggi dibandingkan sekali seminggu, sesudah pemberian suplementasi besi (Tabel 4.4). Hasil penelitian kami ini didukung oleh penelitian yang ada bahwa pengaruh pemberian suplemen besi sekali sehari terhadap
48 peningkatan berat badan adalah hasil yang banyak dijumpai. Suatu penelitian di Amerika membandingkan efikasi suplementasi besi sekali sehari dan seminggu sekali, mendapatkan hasil bahwa suplementasi besi setiap hari lebih baik dalam meningkatkan kadar Hb, status besi dalam darah juga berat badan. 53 Penelitian di Nepal membandingkan pemberian gabungan besi dan asam folat yang diberikan sekali sehari dan gabungan besi dan asam folat yang diberikan sekali seminggu pada anak prasekolah selama 12 minggu. Penelitian ini juga memberi hasil bahwa suplementasi besi sekali sehari masih merupakan cara terbaik untuk meningkatkan status gizi dan status besi dalam darah. 54 Penelitian kami juga menganalisa kadar Hb sesudah pemberian suplemen besi pada kedua kelompok. Hasil dari analisa ini ternyata terjadi peningkatan kadar Hb pada kedua kelompok yang bermakna (Tabel 4.5). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang memberi hasil bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu juga merupakan cara alternatif untuk mencegah dan mengobati Adebe namun memberi hasil yang baik. Penelitian di Jakarta melaporkan bahwa suplementasi besi 2 kali seminggu memberi efek peningkatan status besi dalam darah lebih baik dibandingkan suplementasi besi sekali sehari pada anak prasekolah. 55 Penelitian di Jawa Barat melaporkan efektivitas suplementasi besi sekali seminggu pada anak prasekolah dengan hasil peningkatan kadar Hb yang lebih baik. 56 Penelitian di Peru melaporkan peningkatan kadar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk
Lebih terperinciMANFAAT AMITRIPTILIN DALAM PENGOBATAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA
MANFAAT AMITRIPTILIN DALAM PENGOBATAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA TESIS INDRA MUSTAWA O87103031/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah
5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Pertumbuhan Pertumbuhan terjadi akibat adanya hiperplasia sel (bertambahnya jumlah sel), hipertrofi sel (bertambahnya ukuran sel) dan apoptosis (kematian sel).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di
Lebih terperinciMetabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin
Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA LAMA MENONTON TELEVISI DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH
HUBUNGAN ANTARA LAMA MENONTON TELEVISI DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH TESIS ARMILA RAMADHANI IKA /067103004 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini
Lebih terperincimembutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami
PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan
Lebih terperinciKORELASI ANTARA KADAR TIMBAL DARAH DENGAN NILAI IQ PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
TESIS KORELASI ANTARA KADAR TIMBAL DARAH DENGAN NILAI IQ PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR NOPITA HIDAYAH 127041009 / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
Lebih terperinciPERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL
TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI
HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun
Lebih terperinciPEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS
Media Gizi Pangan, Vol. IX, Edisi, Januari Juni PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN RUMBIA KABUPATEN MAROS Sukmawati, Sitti Fatimah, Lydia Fanny Jurusan Gizi,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang
Lebih terperinciSiti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni
PERBANDINGAN EFEK SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH DENGAN DAN TANPA VITAMIN C TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DENGAN USIAKEHAMILAN 16-32 MINGGU DI DESA KENITEN KECAMATAN MOJO KABUPATEN KEDIRI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101
Lebih terperinciPENILAIAN STATUS GIZI SETELAH TERAPI BESI PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS
PENILAIAN STATUS GIZI SETELAH TERAPI BESI PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS LEON AGUSTIAN 047103011/IKA PROGRAM MAGISTER KLINIS-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Besi 2.1.1. Fungsi Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh WHO (2013). Di Indonesia sendiri, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi yaitu 28%.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia kini menjadi masalah kesehatan serius yang terjadi di hampir seluruh Negara di dunia, baik di Negara yang tergolong berkembang maupun yang tergolong ke dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik serta Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan
Lebih terperinciFAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS
FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS MEGA OKTARIENA SYAFENDRA 107103038/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan kurang lebih 2,15 milyar orang di dunia menderita anemia dengan prevalensi kejadian anemia dengan prosentase bayi dan anak < 2 tahun (48%), anak sekolah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Intik gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap kekurangan gizi makro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi
Lebih terperinciMAKALAH GIZI ZAT BESI
MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN
Lebih terperinci3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
Lebih terperinciTESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA
TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA ROSE GRAND CHEN 117041003/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciMETODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2
17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciLampiran. 1 Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
54 Lampiran. 1 Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Kepada Yth Bapak/ Ibu Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa
Lebih terperinciBab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian nefrologi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang Lingkup Tempat Semarang.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 36 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan kelompok
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA
HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Rowosari, Semarang.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi 2. Ilmu Gizi, khususnya perhitungan asupan energi dan pengukuran status gizi antropometri 3.2 Tempat
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. status gizi antropometri. Pengumpulan data dilakukan di TK-PAUD Alhidayah dan Pos PAUD
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 2. Ilmu Gizi, khususnya perhitungan asupan energi dan pengukuran status gizi
Lebih terperinciPERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL
TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja wanita usia subur (WUS) selama ini merupakan sumber daya manusia (SDM) yang utama di banyak industri, terutama industri pengolahan pangan yang pekerjaannya masih banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)
anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
Lebih terperinciTESIS PERBANDINGAN DIAMETER INDURASI UJI MANTOUX PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA BTA POSITIF DAN NEGATIF WARDAH / IKA
TESIS PERBANDINGAN DIAMETER INDURASI UJI MANTOUX PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA BTA POSITIF DAN NEGATIF WARDAH 097103006 / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciKehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.
Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besinya lebih besar daripada orang dewasa normal di dunia, terutama di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan pada anak yang sedang tumbuh dan wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada
Lebih terperinciEFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015
EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 Dhita Kris Prasetyanti, Lia Eforia Asmarani Ayu Putri Program
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI
HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III Oleh: YURI SHABRINA SUSANI 120100355 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN
Lebih terperinci