BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1 adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2 termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagianbagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Ketentuanketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana : a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan. b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi. c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk 8

2 9 bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan. d. dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan. e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara. f. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang. g. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air. h. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan. i. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah. j. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. k. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang.

3 10 l. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. m. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah. n. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon. o. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis. p. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air. q. diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi. r. lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. 2. Tenaga Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan tenaga kerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja dibedakan menjadi 2 menurut penduduknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : a. Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja, dan

4 11 mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara tahun. b. Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja, mereka yang berusia dibawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. 3. Bahaya Menurut OHSAS 18001:2007, yang dimaksud bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kerugian baik cidera pada manusia maupun penyakit akibat kerja. Menurut pendapat Frank Bird dalam teori Loss Control Management, bahaya ialah sumber yang berpotensi menimbulkan kerugian baik cidera pada manusia, penyakit akibat kerja, kerusakan properti, lingkungan atau kombinasi dari seluruhnya (Ramli, 2010b). Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena adanya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. Bahaya merupakan sifat yang melekat (inherent) dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Bahaya adalah menjadi sumber terjadinya kecelakaan atau insiden baik yang menyangkut manusia, properti dan lingkungan (Ramli, 2010b).

5 12 Bahaya dapat dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori umum atau disebut sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut : a. Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya (Hazardous Substances). b. Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure Hazards). c. Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazards). d. Potensi bahaya kelistrikan (Electrical Hazards). e. Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazards). f. Potensi bahaya gravitasi dan aselerasi (Gravitational and Acceleration Hazards). g. Potensi bahaya radiasi (Radiation Hazards). h. Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazards). i. Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise Hazards). j. Potensi bahaya ergonomi (Hazards relating to human factors). k. Potensi bahaya lingkungan kerja (Environmental Hazards). l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, properti, image publik (Tarwaka, 2008). Untuk lebih memahami tentang adanya potensi bahaya seperti diatas, maka potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut (Tarwaka, 2008) : a. Potensi bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya : terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas dan dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.

6 13 b. Potensi bahaya kimia : yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahanbahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenaga kerja melalui cara inhalation (melalui jalan pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), atau skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi bahaya kimia ini terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya yaitu debu, gas, uap, asap, daya racun bahan (toksisitas), cara masuk ke dalam tubuh. c. Potensi bahaya biologis yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara, yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya Tuberculosis (TBC), Hepatitis A/B, Aids ataupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. d. Potensi bahaya fisiologis yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja termasuk sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan tenaga kerja ataupun ketidaksesuaian antara manusia dan mesin.

7 14 e. Potensi bahaya psiko-sosial yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologi ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen, atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya ketrampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress kerja. f. Potensi bahaya dari proses produksi yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis bahaya dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu sebagai berikut (Ramli, 2010b) : a. Bahaya kimia Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain : 1) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic). 2) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka, air aki dan lainnya.

8 15 3) Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, Liquid Petroleum Gas (LPG) dan lainnya. 4) Polusi dan pencemaran lingkungan. b. Bahaya Biologi Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. c. Bahaya Fisik Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. d. Bahaya Mekanik Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan

9 16 bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, atau terkupas. e. Bahaya Listrik Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik. Potensi bahaya adalah suatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada (Tarwaka, 2008) : a. Manusia baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan. b. Properti termasuk peralatan kerja dan mesin-mesin. c. Lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan. d. Kualitas produk barang dan jasa. e. Nama baik perusahaan (Company s Public Image). 4. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian

10 17 baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Tarwaka, 2012) : a. Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan. b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun material. c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja. Adapun penyebab kecelakaan kerja diantaranya adalah : a. Sebab dasar atau asal mula Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri meliputi faktor (Tarwaka, 2008) : 1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaan 2) Manusia atau para tenaga kerjanya sendiri 3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja b. Sebab Utama Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards). Sebab utama kecelakaan kerja karena (Tarwaka, 2008) :

11 18 1) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Action) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab antara lain: (a) Kekurangan pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge and skill). (b) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (Inadequate Capability). (c) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (Biodilly defect). (d) Kelelahan dan kejenuhan (Fatique and Boredom). (e) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (Unsafe attitude and Habits). (f) Kebingungan dan stres (Confuse and Stress) karena prosedur kerja yang baru dan belum dipahami. (g) Belum menguasai/belum terampil dengan peralatan mesin-mesin baru (Lack of skill). (h) Penurunan konsentrasi (Difficulting in concerting) dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. (i) Sikap masa bodoh (Ignorance) dari tenaga kerja. (j) Kurang adanya motivasi kerja (Improper motivation) dari tenaga kerja. (k) Kurang adanya kepuasan kerja (Low job satisfaction).

12 19 (l) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri. Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut sebagai Human Error dan sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal seringkali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja yang tidak sesuai. 2) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe Condition) yaitu kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama tenaga kerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi 3) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. Satu pendekatan yang holistic (sederhana dan mudah dipahami secara menyeluruh), systemic (secara menyeluruh pada sistem yang

13 20 ada) dan interdisiplinary (antar disiplin pada bidang studi) harus diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal, sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah sedini mungkin. Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat kesenjangan atau ketidak harmonisan interaksi antara manusia tenaga kerja tugas/pekerjaan peralatan kerja. Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan terjadi melalui hubungan mata-rantai sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang saling berhubungan sehingga menimbulkan kecelakaan kerja (cidera ataupun penyakit akibat kerja/pak) serta beberapa kerugian lainnya. Selanjutnya H.W Heinrich menjelaskan, bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai domino tersebut (domino kesalahan manusia) yang meliputi lingkungan, kecerobohan manusia dan potensi bahaya yang disebabkan karena tindakan manusia dan kondisi manusia dan kondisi yang tidak selamat (Tarwaka, 2012). Berdasarkan teori dari H.W Heinrich tersebut, Frank Bird Jr., 1970 dilanjutkan dengan Frank Bird Jr. dan Germain (1986) dalam Tarwaka (2012) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Upaya pencegahan kecelakaan akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja.

14 21 LEMAHNYA KONTROL PENYEBAB DASAR PENYEBAB LANGSUNG INSIDEN KERUGIAN KETIDAK TERSEDIAAN Program & Standar Pemenuhan Standar Faktor Personal dan Pekerjaan Tindakan dan kondisi Tidak sesuai Standar Kontak dengan Energi dan Bahan Berbahaya Kerugian pada manusia, properti dan proses Gambar 1. Model Teori Domino Penyebab Kerugian Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, Sumber : Frank Bird Jr dan Germain (1986) dalam Tarwaka (2012) Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan pada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar-kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi (Tarwaka, 2008) : 1. Kerugian/ Biaya Langsung (Direct Costs) Yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti: a) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan keluarganya. b) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.

15 22 c) Biaya pengobatan dan perawatan. d) Biaya angkut dan biaya rumah sakit. e) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan. f) Upah selama tidak mampu bekerja. g) Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dan lain-lain. 2. Kerugian/Biaya Tidak Langsung (Indirect Costs) Yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan. Biaya tidak langsung ini mencakup antara lain: a) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan. b) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit, dan lain-lain. c) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus, dan lain-lain. d) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya. e) Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti; 1) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan.

16 23 2) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan. 3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan. 4) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru. 5) Timbulnya ketegangan dan stress serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja. Pada umumnya setelah terjadi kecelakaan kerja fokus pada kerugian atau biaya langsung, padahal pada kenyataannya kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan terselubung jauh lebih besar dan mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari Fenomena Gunung Es, dimana puncak gunung es yang nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung es yang terpendam didalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Demikian bahwa disamping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian yang tidak langsung harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi kelangsungan proses produksi perusahaan secara keseluruhan (Tarwaka, 2012).

17 24 Gambar 2. Fenomena Gunung Es Sumber : Tarwaka, Manajemen Risiko Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Ramli, 2010b). Menurut OHSAS : 2007, risiko sebagai kombinasi dari kemungkinan suatu kejadian berbahaya terjadi atau terpapar keadaan berbahaya dan keparahan dari cidera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian berbahaya atau paparan dari keadaan berbahaya. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, risiko K3 konstruksi adalah ukuran kemungkinan kerugian terhadap keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan yang dapat timbul dari sumber bahaya tertentu yang terjadi pada pekerjaan konstruksi.

18 25 Menurut Australlian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS) 4360 manajemen risiko adalah budaya, proses, dan struktur dalam mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem manajemen yang baik. Manajemen risiko adalah bagian integral dari proses manajemen yang berjalan dalam perusahaan atau lembaga. Manajemen risiko juga didefinisikan sebagai suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana, dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik (Ramli, 2010b). Menurut OHSAS 18001:2007, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, manajemen risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko dan mengendalikan risiko. Untuk meraih semua itu maka dibutuhkan sistem manajemen risiko yang sangat baik di dalam perusahaan. Dalam pelaksanaannya untuk mewujudkan sistem manajemen risiko yang baik, maka harus melalui beberapa tahapan, yaitu:

19 26 a. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) Identifikasi bahaya merupakan upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya adalah untuk menjawab pertanyaan apa potensi bahaya yang dapat terjadi atau menimpa organisasi/perusahaan dan bagaimana terjadinya. Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya yang ada dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat di klasifikasikan atas (Ramli, 2010b) : 1) Metode pasif Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung. Seseorang akan mengetahui adanya bahaya lubang dijalan setelah tersandung atau terperosok kedalamnya. Namun metode ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat terlihat. 2) Metode semi proaktif Metode ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu mengalaminya sendiri. Metode ini lebih baik

20 27 karena tidak perlu mengalaminya sendiri setelah itu baru mengetahui adanya bahaya, namun metode ini juga kurang efektif karena : a) Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan. b) Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk diambil sebagai pelajaran. c) Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain. 3) Metode Proaktif Metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan : a) Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cidera. b) Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan. c) Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerjaan setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya. d) Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian.

21 28 Berbagai macam teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain : a) Daftar periksa dan audit atau inspeksi K3 b) Analisis bahaya awal c) Analisis pohon kegagalan d) Analisis what if e) Analisis Modal Kegagalan dan efek f) HAZOPS (Hazard and Operability Study) g) Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis) h) Analisis Risiko Pekerjaan (Task Risk Analysis) Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan antara lain : a) Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan. Dengan identifikasi bahaya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat diketahui dan kemudian dihilangkan, sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan. b) Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (tenaga kerja, manajemen ataupun semua pihak yang terkait) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.

22 29 c) Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif. d) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang dilakukan (Ramli, 2010b). b. Penilaian Risiko (Risk Assessment) Penilaian risiko adalah upaya untuk menghitung besarnya suatu risiko dan menetapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup dua tahapan proses yaitu : 1) Analisis Risiko (Risk Analysis) Analisis risiko (Risk Analysis) adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang mempunyai kombinasi antara kemungkinan terjadinya (kemungkinan atau likelihood) dan keparahan bila risiko tersebut terjadi (severity atau consequences). 2) Evaluasi Risiko (Risk Evaluation) Evaluasi risiko (Risk Evaluation) adalah untuk menilai apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak dan untuk menentukan prioritas risiko (Ramli, 2010b).

23 30 Analisis risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang dicerminkan dari kemungkinan dan keparahan yang ditimbulkannya. Dalam melakukan analisis risiko dapat menggunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut (Ramli, 2010b) : 1) Teknik Kualitatif Metode kualitatif menggunakan matrik risiko yang menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang dinyatakan dalam rentang dari risiko paling rendah sampai risiko tertinggi. Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui risiko suatu kegiatan. Metode ini bersifat kasar, karena tidak jelas perbedaan antara tingkat risiko rendah, medium atau tinggi. Hanya sekedar kata-kata, sehingga pembaca atau pihak terkait masih harus mereka-reka dan menafsirkannya sendiri menurut persepsinya masing-masing. Metode ini digunakan jika potensi konsekuensi rendah, proses bersifat sederhana, ketidakpastian tinggi, biaya yang tersedia untuk kajian terbatas dan fleksibilitas pengambilan keputusan mengenai risiko rendah dan data-data yang tersedia terbatas atau tidak lengkap. 2) Teknik Semi Kuantitatif Metode semi kuantitatif lebih baik dalam mengungkapkan tingkat risiko dibanding teknik kualitatif. Nilai risiko digambarkan dalam angka numerik, namun nilai ini bersifat absolut. Serta dapat

24 31 menggambarkan tingkat risiko lebih konkrit dibanding metode kualitatif. Teknik ini dapat digunakan jika data-data yang tersedia lebih lengkap, dan kondisi operasi atau proses lebih komplek. 3) Teknik Kuantitatif Analisis risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau konsekuensinya dengan data numerik dimana besarnya risiko tidak berupa peringkat. Metode kuantitatif digunakan jika potensi risiko yang dapat terjadi sangat besar sehingga perlu kajian yang lebih rinci (Ramli, 2010b). Dari hasil analisis potensi bahaya tersebut selanjutnya dikembangkan dalam bentuk peringkat risiko dengan nilai tingkat risiko yang beragam yang mengkombinasikan antara kekerapan dan keparahannya. Menurut Standar AS/NZS 4360 yang membuat peringkat risiko sebagai berikut : E : risiko sangat tinggi extreme risk H : risiko tinggi high risk M : risiko sedang moderate risk L : risiko rendah low risk Sedangkan penilaian risiko menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, dapat diketahui langkah untuk menentukan penilaian risiko melalui perhitungan nilai kekerapan dan keparahan yang telah

25 32 disesuaikan dengan tingkatannya maka diperoleh hasil berupa nilai tingkat risiko K3 konstruksi sebagai berikut : Tabel 1. Nilai Kekerapan Terjadinya Risiko K3 Konstruksi Nilai Kekerapan 1 Jarang terjadi dalam kegiatan konstruksi 2 Kadang-kadang terjadi dalam kegiatan konstruksi 3 Sering terjadi dalam kegiatan konstruksi Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014, 2014 Tabel 2. Nilai Keparahan atau Kerugian atau Dampak Kerusakan akibat Risiko K3 Konstruksi. Nilai Keparahan 1 Ringan 2 Sedang 3 Berat Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014, 2014 Tabel 3. Nilai Tingkat Risiko K3 Konstruksi TINGKAT RISIKO Keparahan (Akibat) K3 KONSTRUKSI Kekerapan Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2014, 2014 Keterangan : : Tingkat Risiko K3 Rendah; : Tingkat Risiko K3 Sedang; dan : Tingkat Risiko K3 Tinggi. Tahapan berikutnya setelah melakukan analisis risiko adalah melakukan evaluasi terhadap suatu risiko, dapat diterima atau tidak. Suatu risiko tidak akan memberikan makna yang jelas bagi manajemen atau pengambil keputusan lainnya jika tidak diketahui apakah risiko tersebut signifikan bagi kelangsungan bisnis. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari penilaian risiko dilakukan evaluasi risiko untuk

26 33 menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak dan menetukan prioritas risiko. Untuk mendapat gambaran yang baik dan tepat mengenai risiko, dilakukan penentuan peringkat risiko atau prioritas risiko (Ramli, 2010b). Peringkat risiko sebagai alat manajemen dalam mengambil keputusan melalui skala prioritas penanganannya. Manajemen juga dapat mengalokasikan sumber daya yang sesuai untuk masing-masing risiko sesuai dengan tingkat prioritasnya. Berdasarkan Standar Australia 10014b yang menggunakan tiga kategori risiko yaitu (Ramli, 2010b) : 1) Secara umum dapat diterima (generally acceptable). 2) Dapat ditolerir (tolerable). 3) Tidak dapat diterima (generally unacceptable). c. Pengendalian risiko Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan (Ramli, 2010a) OHSAS : 2007 memberikan pedoman pengendalian yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut (Ramli, 2010b) : 1) Eliminasi 2) Substitusi

27 34 3) Pengendalian teknis (engineering control) 4) Pengendalian administratif 5) Penggunaan alat pelindung diri Menurut AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara umum dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut : 1) Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan atau penggunaan proses, bahan, alat yang berbahaya. 2) Mengurangi kemungkinan (reduce likelihood). 3) Mengurangi konsekuensi kejadian (reduce conce.quences). 4) Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) 5) Menanggung risiko yang tersisa. Penanganan risiko tidak mungkin menjamin risiko atau bahaya hilang seratus persen, sehingga masih ada sisa risiko (residual risk) yang harus ditanggung perusahaan (Ramli, 2010b). Pengendalian risiko sesuai dengan hierarki pengendalian risiko dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Eliminasi Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan, atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui

28 35 Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan. Namun pada praktiknya pengendalian dengan cara eliminasi banyak mengalami kendala karena keterkaitan antara sumber bahaya dan potensi bahaya saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat (Tarwaka, 2008). 2) Substitusi Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahanbahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima. Contohnya penggunaan solar yang bersifat mudah terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih perkakas bengkel digantikan dengan bahan detergen atau sabun (Tarwaka, 2008). 3) Rekayasa teknik Rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi (Tarwaka, 2008).

29 36 4) Isolasi Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek kerja seperti menjalankan mesinmesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control (Tarwaka, 2008). 5) Pengendalian administrasi Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku tenaga kerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administratif ini. Metode ini meliputi rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3 (Tarwaka, 2008). 6) Alat pelindung diri Alat pelindung diri (APD) secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. Alat pelindung diri (APD) merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko di

30 37 tempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan alat pelindung diri (APD) mempunyai beberapa kelemahan antara lain : (a) Alat pelindung diri (APD) tidak menghilangkan risiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima. Bila penggunaan alat pelindung diri (APD) gagal maka secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh tenaga kerja. (b) Penggunaan alat pelindung diri (APD) dirasakan tidak nyaman, karena kekurangleluasaan gerak pada waktu kerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja (Tarwaka, 2008). Hasil manajemen risiko harus dikomunikasikan sehingga dapat diketahui oleh semua pihak. Komunikasi yang digunakan dapat berupa edaran, petunjuk praktis, forum komunikasi, buku panduan atau pedoman kerja. Komunikasi harus mudah dipakai oleh semua pihak sehingga perlu dirancang sesuai dengan sasaran yang diinginkan. Manajemen risiko mengisyaratkan perlunya partisipasi semua pihak dalam pengembangan dan penerapannya. Tanpa partisipasi aktif, manajemen risiko tidak akan dapat berhasil dengan baik. Dalam proses manajemen risiko semua pihak harus dilibatkan sesuai dengan porsinya masing-masing dan lingkup kegiatannya (Ramli, 2010b)

31 38 Bentuk konsultasi atau partisipasi dalam pengembangan manajemen risiko dapat dilakukan melalui berbagai bentuk antara lain (Ramli, 2010b) : a. Membentuk tim manajemen risiko Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan melibatkan banyak pihak. Karena itu, manajemen perlu membentuk tim implementasi yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan dan menerapkan manajemen risiko di lingkungan perusahaan atau organisasi. Tim ini dapat dipilih atau disusun berdasarkan kompetensi atau menurut disiplin sehingga diharapkan dapat mewakili semua unsur sehingga tingkat partisipasi akan lebih tinggi. b. Tim identifikasi bahaya Perusahaan juga dapat membentuk tim khusus untuk menangani aspek tertentu, misalnya tim identifikasi bahaya. Tim ini dapat dibentuk khusus untuk melakukan identifikasi bahaya di seluruh area kegiatan, misalnya tim khusus untuk kajian Hazard and Operability Study (HAZOPS), analisis risiko pekerjaan (Job Safety Analysis). 6. Job Safety Analysis Job Safety Analysis merupakan salah satu teknik analisis bahaya yang sangat banyak digunakan di lingkungan kerja. Teknik ini bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menganalisis bahaya dalam suatu pekerjaan (job). Hal ini sejalan dengan pendekatan sebab kecelakaan yang bermula

32 39 dari adanya kondisi atau tindakan tidak aman saat melakukan suatu aktivitas. Karena itu dengan melakukan identifikasi bahaya pada setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan langkah pencegahan yang tepat dan efektif (Ramli, 2010b). Job Safety Analysis diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan yaitu sebagai berikut : a. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau memiliki angka kecelakaan tinggi. b. Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal misalnya membersihkan kaca dengan gondola. c. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis bahaya yang ada. d. Pekerjaan yang rumit atau komplek dimana sedikit kelalaian dapat berakibat kecelakaan atau cidera (Ramli, 2010b). Dalam menganalisis bahaya suatu pekerjaan dengan metode Job Safety Analysis diperlukan langkah-langkah untuk mengkaji yang terdiri atas 5 langkah sebagai berikut : a. Pilih pekerjaan yang akan dianalisis. b. Pecahkan pekerjaan menjadi langkah-langkah aktivitas. c. Identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah. d. Tentukan langkah pengamanan untuk mengendalikan bahaya. e. Komunikasikan kepada semua pihak berkepentingan (Ramli, 2010b).

33 40 B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja Tenaga Kerja Potensi Bahaya Manajemen Risiko Menerapkan Manajemen Risiko Belum Menerapkan Manajemen Risiko Analisis Potensi Bahaya dengan Job Safety Analysis Zero Accident Fatality dan Peningkatan Produktivitas Kecelakaan Kerja Kerugian Gambar 3. Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

Undang-undang Nomor I Tahun 1970 KESELAMATAN KERJA Undang-undang Nomor I Tahun 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA. TERBITAN UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1970 tentang KESELAMATAN KERJA serta TERJEMAHAN dalam BAHASA INGGRIS, DISYAHKAN untuk DIEDARKAN dan DIPAKAI. Jakarta, 3 Mei 1972. DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) K3 Keselamatan & Kesehatan Kerja Tempat kerja ialah Tiapruanganataulapangan, Tertutupatauterbuka, Bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, terbuka atau tertutup, bergerak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

TENTANG KESELAMATAN KERJA

TENTANG KESELAMATAN KERJA UNDANG.UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1, 1970 KESELAMATAN KERJA. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa. pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa. pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. 30 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Tenaga Kerja Adapun mengenai ketenagakerjaan adalah menyangkut secara keseluruhan dari aspek yang berkaitan dengan tenaga kerja secara umum, sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan Kerja Tarwaka (2008: 4) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO 4. Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Agansa Primatama 1. Profil PT. Agansa Primatama PT. Agansa Primatama

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Pasal 86 UU No.13 Th.2003 1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian K3 Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada dalam

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja a. Definisi Menurut OHSAS 18001:2007 yang dimaksud tempat kerja ialah lokasi manapun yang berkaitan dengan aktivitas kerja di bawah kendali organisasi

Lebih terperinci

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara KECELAKAAN TAMBANG Oleh : Rochsyid Anggara 1. Penjelasan Umum Kecelakaan (Accident) adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan, tidak dikendalikan dan tidak diinginkan yang mengakibatkan cideranya seseorang,

Lebih terperinci

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) Gunung Es kerugian pada kecelakaan kerja kerugian yang "tampak/terlihat" lebih kecil daripada kerugian

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY Pengendalian Bahaya berguna agar terjadinya incident, accident penyakit akibat hubungan kerja ditempat kerja berkurang atau tidak

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Potensi bahaya banyak ditemukan di setiap tempat dimana kita melakukan aktivitas pekerjaan baik dirumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Dalam UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

PT. SAAG Utama PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO No: PK.HSE.01 Berlaku : Revisi : 00 Hal.

PT. SAAG Utama PROSEDUR IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO No: PK.HSE.01 Berlaku : Revisi : 00 Hal. No: PK.HSE.01 Berlaku : 01 04 2009 Revisi : 00 Hal. : 1 dari 6 1. TUJUAN Prosedur ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya, penilaian dan menentukan pengendalian risiko dari seluruh kegiatan rutin dan

Lebih terperinci

K3 Konstruksi Bangunan

K3 Konstruksi Bangunan K3 Konstruksi Bangunan LATAR BELAKANG PERMASALAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

ALAT / MATERIAL / PROSES / LINGKUNGAN Halaman 2 Rp. PENJELASAN CEDERA / KERUSAKAN NAMA KORBAN / KOMPONEN (JIKA ADA) CEDERA / KERUSAKAN....... SKETSA KEJADIAN / DENAH / GAMBAR / FOTO SKETSA / DENAH / GAMBAR

Lebih terperinci

MATERI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (HSE)

MATERI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (HSE) MATERI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (HSE) 1. TEORI DAN KONSEP K3 2. PROSEDUR KERJA AMAN 3. ALAT PELINDUNG DIRI 4. PERMIT SYSTEM 5. JOB SAFETY ANALYSES 6. ERGONOMIC SAFETY 7. INDUSTRIAL HYGIENE 8. MSDS

Lebih terperinci

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU

OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU OVERVIEW KONSEP HAZARD, RISK AND CONTROL PERTEMUAN 1 FIERDANIA YUSVITA PRODI KESEHATAN MASYARAKAT, FIKES UEU VISI DAN MISI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Materi Sebelum UTS Overview konsep hazard, risk dan control

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 pasal 1 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup manusia dan mengurangi sumber kecelakaan, insiden, cidera, kelelahan, dan stres akibat kerja. Kompleksnya teknologi

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Modul ke: Hubungan Industrial KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Tujuan K3 2. Macam-Macam Kecelakaan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu pekerjaan proyek konstruksi tentunya ingin diselesaikan dengan tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sarana kesehatan untuk menangani masalah kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat, rumah sakit mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas pembangunan yang semakin meningkat, seiring oleh pemanfaatan ilmu dan teknologi di berbagai bidang yang lebih maju, telah mendorong pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean BAB V PEMBAHASAN A. Komitmen terhadap Manajemen Risiko Ditinjau dari Kebijakan Mutu dan K3L pada Proyek Jalan Layang Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean PT Adhi Karya (Persero)

Lebih terperinci

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang Judul Resume

Lebih terperinci

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus. Memahami pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Memahami peranan manajemen dalam menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja Memahami cara mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja Memahami

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berdasarkan OHSAS Di PT X (Studi Kasus : Produksi Teh)

Perancangan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berdasarkan OHSAS Di PT X (Studi Kasus : Produksi Teh) Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502 Perancangan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berdasarkan OHSAS 18001 Di PT X (Studi Kasus : Produksi Teh) 1) Miftahul Barokah Farid, 2) Nur Rahman

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam sektor pekerjaan menjadi salah satu fokus utama dari strategi pembangunan Indonesia. Pada Februari 2014 tercatat jumlah penduduk yang bekerja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk membantu kehidupan manusia. Penggunaan mesin-mesin,

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk membantu kehidupan manusia. Penggunaan mesin-mesin, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era industrialisasi modern penggunaan teknologi maju sangat dibutuhkan untuk membantu kehidupan manusia. Penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic

Lebih terperinci

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT. Hazard Identification Pengalaman menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang menjadi landasan atau dasar dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Dari pembahasan bab ini nantinya diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan biji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan biji BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam (Lateks) 2.1.1 Sejarah Karet (Lateks) Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah salah satu tujuan hidup meskipun terdapat resiko didalamnya selama mereka bekerja termasuk resiko

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMNAKER DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI AHLI K3 KONSTRUKSI

KEBIJAKAN KEMNAKER DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI AHLI K3 KONSTRUKSI KEBIJAKAN KEMNAKER DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI AHLI K3 KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I. UTAMAKAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Modul ke: 14 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja 2. Peraturan keseelamatan dan kesehtan kerja 3. Resiko-resiko yang dihadapi dan

Lebih terperinci

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan K3 KONSTRUKSI BANGUNAN Latar Belakang Permasalahan -Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan -Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko

Lebih terperinci

#10 MANAJEMEN RISIKO K3

#10 MANAJEMEN RISIKO K3 #10 MANAJEMEN RISIKO K3 Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya. Selain itu Risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan layout untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Layout BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tata letak pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia industri sehingga setiap perusahaan/pabrik pasti membutuhkan perancangan dan pengaturan layout

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat

Lebih terperinci

FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No. 1 UPAYA MENGURANGI KECELAKAAN KERJA MELALUI PENGENALAN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA. Oleh : Mahmudi, ST.

FORUM TEKNOLOGI Vol. 06 No. 1 UPAYA MENGURANGI KECELAKAAN KERJA MELALUI PENGENALAN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA. Oleh : Mahmudi, ST. UPAYA MENGURANGI KECELAKAAN KERJA MELALUI PENGENALAN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA Oleh : Mahmudi, ST. MT *) ABSTRAK Pada dasarnya setiap kecelakaan kerja yang menimbulkan cedera, bahkan kematian disebabkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. ANTAM Tbk. GMBU Pongkor hal ini Berdasarkan Undang-undang No 1

BAB V PEMBAHASAN. ANTAM Tbk. GMBU Pongkor hal ini Berdasarkan Undang-undang No 1 BAB V PEMBAHASAN A. Tempat Kerja dan Faktor Bahaya Kantor atas, kantor bawah atau kantor tambang, laboratorium, dan tambang underground merupakan tempat kerja yang berada di PT. ANTAM Tbk. GMBU Pongkor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan cidera, sakit, atau kerusakan material. Kecelakaan tidak terjadi begitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

Pengertian (Definisi) Bahaya

Pengertian (Definisi) Bahaya KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 Di Tempat Kerja Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 4.1 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu kerugian baik itu bagi korban kecelakaan kerja maupun terhadap perusahaan (Organisasi),

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3 PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3 Disampaikan pada tanggal 23 November 2017 DIREKTORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3 DIRJEN PENGELOLAAN SAMPAH,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat kerja Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tempat kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Menurut ILO/WHO (1998) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Widodo (2015:234), Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh

PENDAHULUAN. beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh PENDAHULUAN Latar Belakang Pada umumnya kegiatan pemanenan hutan dicirikan oleh kombinasi beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh salah satu faktor dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang konstruksi bangunan merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung perkembangan pembangunan di Indonesia. Dengan banyaknya perusahaan

Lebih terperinci

Dasar Manajemen Lingkungan

Dasar Manajemen Lingkungan Dasar Manajemen Lingkungan Setiap kegiatan / usaha manusia dan pembangunan akan menimbulkan perubahan lingkungan hidup sebagai hasil sampingan pembangunan Pembangunan adalah mutlak diperlukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment)

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Maesaroh, Yayan Harry Yadi, Wahyu Susihono,, Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecelakaan Kerja 1. Pengertian Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. 1)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. UU No. 1 1970 Ttg Keselamatan Kerja Menimbang : a. Bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja Sebuah perusahaan yang beroperasi dalam bidang konstruksi mempunyai kemungkinan terjadi kecelakaan kerja. Setiap orang dimanapun berada, siapapun bisa mengalami

Lebih terperinci

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAGIAN A : beri tanda silang pada lembar jawaban yang tersedia KESELAMATAN KERJA 1. Kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan tidak aman dan kondisi tidak aman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas kontruksi harus memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan konstruksi kecelakaan dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian. Pekerjaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah salah satu aset perusahaan yang utama, oleh karena itu dibutuhkan sdm yang berkualitas, keberhasilan tujuan perusahaan juga didukung

Lebih terperinci

pekerja. 4 Data kasus kecelakaan kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang

Lebih terperinci

Analisis Kecelakaan Kerja di Stasiun Pengisian Tabung LPG

Analisis Kecelakaan Kerja di Stasiun Pengisian Tabung LPG Analisis Kecelakaan Kerja di Stasiun Pengisian Tabung LPG Afan Kurniawan Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta pakafan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja Mesin dapat membuat keuntungan yang cukup besar bagi penggunaannya, namun dapat juga membuat kerugian karena mesin dapat sewaktu-waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses pembuatan kebijakan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA TUJUAN Memelihara lingkungan kerja yang sehat. Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja. Mencegah dan mengobati

Lebih terperinci

Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja

Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1 TAHUN 1970 (1/1970) Tanggal : 12 JANUARI 1970 (JAKARTA) Sumber : LN 1970/1; TLN NO. 2918 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci