BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik,"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori dan konsep yang akan menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik, kebijakan kesehatan, implementasi kebijakan, model implementasi George Edwards III, evaluasi kebijakan, efektifitas program, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) yang dikutip Winarno (2012) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (whatever government choose to do or not to do). Defenisi ini menunjukkan bahwa kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah dan kebijakan publik juga menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Segala keputusan yang diambil pemerintah adalah kebijakan, namun tidak mengambil keputusan pun adalah suatu kebijakan. Sebelumnya, Rose (1969) yang dikutip oleh Winarno (2012) mendefenisikan kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan. Selanjutnya, menurut James Anderson (1979) yang dikutip oleh Subarsono (2009), kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud 11

2 12 yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Defenisi lain diungkapkan Nugroho (2008) yang dikutip oleh Hidayah (2011), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan untuk mengantar masyarakat menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. Sementara menurut William Dunn (1995) kebijakan publik adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya. Kebijakan publik muncul dari adanya permasalahan publik dan kebijakan yang dihasilkan merupakan upaya penyelesaian masalah tersebut. Namun tidak semua permasalahan menjadi permasalahan publik yang dianggap membutuhkan suatu kebijakan. Lahirnya suatu kebijakan akan melalui suatu proses yang disebut siklus kebijakan publik. William Dunn membagi siklus pembuatan kebijakan dalam 5 tahap yaitu : (1) Penyusunan agenda (agenda setting) yaitu agar suatu proses masalah bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah; (2) Formulasi Kebijakan (Policy Formulation), merupakan proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah; (3) Pembuatan kebijakan (decision making) merupakan proses ketika pemerintah membuat pilihan untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan; (4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu

3 13 proses melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil; (5) Evaluasi kebijakan yaitu proses untuk menilai hasil atau kinerja kebijakan yang telah dibuat. James Anderson (1979) yang dikutip Subarsono (2009), juga menetapkan bahwa proses kebijakan publik dibagi atas 5 tahapan yaitu: 1) Formulasi masalah (problem formulation), 2) Formulasi kebijakan (formulation), 3) Penentuan kebijakan (adoption), 4) Implementasi (implementation) dan 5) Evaluasi (evaluation). Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu kebijakan dihasilkan melalui suatu proses yang kompleks dan saling berkaitan serta saling memengaruhi Kebijakan Kesehatan Pengertian Kebijakan Kesehatan Ilmu kebijakan adalah ilmu yang mengembangkan kajian tentang hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi, kewenangan dan tanggung jawab antar berbagai level pemerintah, hubungan antara penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya ( Buse, 2009). Ada banyak pendapat mengenai defenisi kebijakan kesehatan, misalnya di bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara kebijakan kesehatan menurut seorang perencana adalah cara untuk memengaruhi faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas

4 14 kesehatan masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan (Buse, 2009). Menurut Walt (1994) yang dikutip oleh Buse (2009), kebijakan kesehatan serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh pada penyusunan kebijakan dan bagaimana mereka memanfaatkan pengaruh tersebut. Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena sektor kesehatan sangat berperan bagi perekonomian suatu negara, kesehatan juga mempunyai posisi yang lebih istimewa dibanding masalah sosial yang lain. Kebijakan kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan layanan kesehatan, misalnya kemiskinan, pencemaran udara, kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang buruk (Buse, 2009) Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan Untuk menganalisis suatu kebijakan kesehatan dapat dilakukan melalui segitiga analisis kebijakan. Konteks Isi/Konten Aktor Individu/grup /organisasi Proses Sumber: Buse, K (2009) Gambar 2.1. Segitiga Kebijakan

5 15 Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks dan bukan saling terpisah. Misalnya pelaku dapat dipengaruhi dalam konteks dimana mereka tinggal dan bekerja. Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ketidakstabilan atau ideologi, sejarah dan budaya serta proses penyusunan kebijakan. Bagaimana suatu isu dapat menjadi suatu agenda kebijakan dan bagaimana isu tersebut dapat berharga sangat dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan dan struktur kekuatan, norma dan harapan mereka. Dari isi kebijakan menunjukkan sebagian atau seluruh bagian ini. Jadi, segitiga tidak hanya mampu membantu dalam berpikir sistematis tentang pelaku yang berbeda yang mungkin memengaruhi kebijakan tetapi juga berfungsi sebagai peta yang menunjukkan jalan (Buse, 2009). Melalui analisis kebijakan akan diketahui mengenai apa dan bagaimana hasil (outcome) kebijakan dan sekaligus sebagai piranti untuk membuat model kebijakan yang akan datang dan mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan lebih efektif (Buse, 2009). Selanjutnya, Buse (2009) juga mengemukakan bahwa kebijakan kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor kontekstual, antara lain: a. Faktor situasional, merupakan faktor yang tidak permanen atau khusus yang dapat berdampak pada kebijakan, misalnya sedang terjadi peperangan atau bencana.

6 16 b. Faktor struktural, merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah. Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan, kondisi demografi atau kemajuan teknologi. c. Faktor budaya juga berpengaruh seperti hierarki, gender, stigma terhadap penyakit tertentu, dan lain-lain. d. Faktor internasional atau eksogen, faktor ini menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam bidang kesehatan Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan sangat menentukan dalam proses suatu kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno,2012). Menurut Akib (2010) yang mengutip pernyataan Edwards III (1984) menyatakan bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat (Akib,2010).

7 17 Menurut Winarno (2012) yang mengutip pendapat Ripley dan Franklin (1982) bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Menurut Akib (2010) yang mengutip pendapat Grindle (1980) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses implementasi dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun, dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran (Akib,2010). Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn (1975) yang dikutip oleh Winarno (2012) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan yang telah digariskan. Dari defenisi-defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan diawali dari adanya tujuan atau sasaran, kemudian proses pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan akhirnya diperoleh hasil atau dampak dari implementasi kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan pandangan Van Meter dan Van Horn (1980) yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik

8 18 direalisasikan melalui aktifitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Jika divisualisasikan akan terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas yang diformulasikan ke dalam program pelaksanaan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran (output) program berdasarkan tujuan program. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu, kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah adanya perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran (Akib, 2010) Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Ada banyak faktor yang dinyatakan oleh para ahli, diantaranya menurut Edwards III (1984) yang dikutip oleh Tangkilisan (2003), bahwa ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan yakni faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Pendapat lain diutarakan oleh Grindle (1980) yang dikutip Subarsono (2009), menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 2 variabel besar yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan mencakup : 1) Kepentingan kelompok sasaran atau target groups, 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target groups (masyarakat), 3) Perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. 4)

9 19 Letak pengambilan keputusan, 5) Pelaksanaan program, dan 6) Sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan variabel lingkungan (context) mencakup : 1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, 2) Karakteristik lembaga dan penguasa, 3) Kepatuhan dan daya tanggap. Mazmanian dan Sabatier (1983) juga mengemukakan pendapatnya yang dikutip oleh Subarsono (2005), bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu : 1) Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), 2) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue to structure implementation), 3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation). Karakteristik masalah mencakup 1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, 2) Keragaman perilaku kelompok sasaran, 3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, 4) Cakupan perubahan perilaku. Karakteristik kebijakan mencakup 1) Kejelasan isi kebijakan, 2) Dukungan teoritis, 3) Besarnya alokasi sumber daya, 4) Keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana, 5) Kejelasan dan konsistensi aturan, 6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, dan 7) Akses formal. Sementara variabel lingkungan meliputi : 1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat, 2) Dukungan publik terhadap kebijakan, 3) Sikap dari kelompok pemilih, 4) Tingkat komitmen dan keterampilan implementor. Selain faktor-faktor di atas, Korten (1980) menambahkan pendapat yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari 3 unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian

10 20 antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang dipersyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program. Berdasarkan pola pikir Korten dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi kebijakan maka kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran maka jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara 3 unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai rencana yang telah dibuat ( Akib, 2010). Hampir sama dengan Korten, Grindle (1980) dan Quade (1984) yang dikutip oleh Akib (2010) juga menyatakan bahwa dalam implementasi kebijakan memerlukan 3 variabel yang bekerja sinergis demi keberhasilan implementasi

11 21 kebijakan tersebut. Konfigurasi ketiga variabel itu disebut hubungan segitiga variabel yaitu variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan kebijakan. Melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan kebijakan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu diwadahi oleh organisasi pelaksana yang memiliki kewenangan dan sumber daya yang mendukung pelaksanaan program. Penciptaan situasi dan lingkungan kebijakan yang mendukung sangat dibutuhkan dalam pencapaian keberhasilan. Karena diasumsikan bahwa jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka diharapkan akan menghasilkan dukungan positif yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif akan dapat mengancam kesuksesan implementasi kebijakan (Akib, 2010) Implementasi Kebijakan Model George Edwards III Teori yang dikemukakan oleh Edwards ini disebut juga dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut Edwards, ada 4 (empat) faktor yang memengaruhi implementasi suatu kebijakan yang antara satu faktor dengan faktor lain saling memengaruhi, yaitu: a. Faktor Komunikasi Suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan (Akib,

12 ). Semua hal tersebut dapat diperoleh melalui komunikasi yang efektif. Ada beberapa hal yang memengaruhi komunikasi, yaitu : 1). Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi hambatan dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi antara lain karena adanya pertentangan pendapat antara pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan, penyampaian informasi yang melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi dan adanya persepsi dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan suatu kebijakan (Winarno, 2012) 2). Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh implementor haruslah jelas, akurat, dan tidak membingungkan, sehingga dapat dihindari terjadinya interpretasi yang salah. Menurut Edwards ada 6 faktor yang mendorong ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu: kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan (Winarno,2012). 3). Konsistensi; perintah-perintah yang diberikan harus konsisten dan jelas karena perintah yang tidak konsisten akan mendorong pelaksana

13 23 mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin cermat keputusan dan perintah pelaksanaan diteruskan kepada pelaksana, maka semakin tinggi probabilitas keputusan dan perintah kebijakan tersebut untuk dilaksanakan dengan baik (Winarno,2012). b. Faktor Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif ( Subarsono,2009). Indikator untuk menilai kecukupan sumberdaya adalah: 1). Staf; sumber daya yang paling esensial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah staf. Sumberdaya yang efektif tidak hanya dinilai dari sisi jumlah staf namun juga kompetensi atau kecakapan sumber daya manusianya. 2). Informasi; dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, informasi ada dalam 2 bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Kedua, data dalam bentuk peraturan pemerintah. Para implementor mesti mengetahui apakah orang lain yang terlibat didalam mengimplementasikan kebijakan melengkapi undang-undang yang diperlukan sebagai dasar legitimasi.

14 24 3). Wewenang; kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. c. Faktor Disposisi Disposisi diartikan sebagai sikap atau perspektif implementor dalam melaksanakan kebijakan. Jika para implementor bersikap baik atau mendukung suatu kebijakan maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Namun sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif implementor berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan sulit. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan disposisi ini adalah : 1). Pengangkatan birokrat; dalam memilih atau mengangkat pejabat pelaksana kebijakan sebaiknya berdasarkan kemampuan atau kapabilitas bukan berdasarkan atas kepentingan-kepentingan lain. Karena personil yang tidak mendukung akan menghambat dalam pelaksanaan kebijakan. 2). Insentif; mengubah personil dalam birokrasi pemerintah merupakan pekerjaan yang sulit dan tidak menjamin proses implementasi dapat berjalan lancar. Salah satu teknik yang dikemukakan Edwards adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan memberikan insentif diharapkan

15 25 akan menjadi faktor pendorong yang membuat implementor melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi (self-interest), organisasi atau kebijakan substantif. d. Faktor Struktur Birokrasi Pada dasarnya, para implementor mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan serta mempunyai cukup sumber daya dan keinginan namun terkadang mereka masih terhambat dengan struktur birokrasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut. Menurut Edwards III ada 2 karakteristik yang dapat meningkatkan kinerja struktur birokrasi, yaitu membuat Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi ( Winarno, 2012 dan Tangkilisan, 2003) 2.5. Evaluasi Program Pengertian Evaluasi Menurut pendapat sebagian ahli kebijakan, evaluasi dimasukkan dalam tahap akhir siklus (proses) kebijakan. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir namun masih ada tahap selanjutnya dari hasil evaluasi tersebut. Sejatinya, kebijakan publik lahir mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan, namun seringkali terjadi kebijakan tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian suatu kebijakan dan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan

16 26 dilakukan evaluasi. Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan ( Winarno, 2012). Menurut Harris (2010) yang mengutip pendapat Rossi et al (2004) bahwa evaluasi adalah penggunaan metode pengujian atau penelitian sosial untuk mengetahui efektifitas suatu program. Sementara menurut Tuckman (1985) yang dikutip oleh Sopha Julia (2010), evaluasi adalah suatu proses untuk mengetahui / menguji apakah suatu kegiatan,proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kegiatan yang telah ditentukan. Suatu program tidak hanya sekedar dirancang dan dilaksanakan melainkan harus diukur pula sejauh mana efektifitas dan efisiensinya. Selanjutnya, menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Perhimpunan Kesehatan Masyarakat Amerika, bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan memformulasikan tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan mengukur keberhasilan, menentukan dan menjelaskan derajat keberhasilan dan rekomendasi untuk kelanjutan aktifitas program. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hikmat (2004) yang dikutip oleh Julia (2010) bahwa evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja proyek.

17 27 Lebih khusus lagi evaluasi program adalah upaya penelitian yang dilakukan secara sistematis dan objektif dengan tujuan mengkaji proses dan hasil dari suatu kegiatan/program/kebijakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk menentukan sejauhmana hasil atau nilai yang telah dicapai program (Julia, 2010) Tujuan Evaluasi Menurut Subarsono (2009), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Menentukan tingkat kinerja (efektifitas) suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan. c. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. d. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. e. Untuk mengetahui adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

18 Jenis Evaluasi Azwar (2010) membagi penilaian menjadi 3(tiga) jenis penilaian yaitu : a. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation), bermaksud untuk mengukur kesesuaian program dengan masalah yang ada atau penjajakan b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program (promotive evaluation) dengan tujuan apakah program yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana atau tidak, disebut juga dengan monitoring. c. Penilaian pada tahap akhir program (summative evaluation) dengan tujuan utama untuk mengukur dampak yang dihasilkan. Kategori mengenai evaluasi dikemukakan juga oleh Erville F.Poland (2000), yaitu: a. Effectiveness evaluation, yaitu evaluasi terhadap keberhasilan program. b. Efficiency evaluation yaitu evaluasi terhadap efisiensi pelaksanaan. c. Eclectic evaluation, yaitu evaluasi yang meneliti pemasukan,proses, kriteria-kriteria hasil kegiatan yang dianggap ada kaitannya dengan hasil program. Menurut Notoatmodjo (2003), evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap tiga hal,yakni: a. Evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, ditujukan terhadap pelaksanaan program yang menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana dan fasilitas lain.

19 29 b. Evaluasi program ditujukan untuk menilai sejauhmana program tersebut berhasil, yakni sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. c. Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana program tersebut mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat Tahapan Evaluasi Menurut Notoatmodjo (2003), kegiatan evaluasi mencakup langkahlangkah sebagai berikut: a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi. b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang akan dievaluasi. c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan. d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan evaluasi tersebut. e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan. f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Sementara menurut Winarno (2012) yang mengutip pendapat Suchman yang mengemukakan bahwa ada 6 langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu: a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. b. Analisis terhadap masalah.

20 30 c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan. d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi. e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain. f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.. Hasil evaluasi akan dianalisa sebagai pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk melakukan penyesuaian atau perubahan demi penyempurnaan kebijakan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa suatu kebijakan publik tidaklah permanen tetapi membutuhkan penyesuaian, karena kebijakan sangat dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan informasi yang senantiasa dinamis Indikator Evaluasi Untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator. Indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn (1994) yaitu: a. Efektifitas : apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? b. Kecukupan : seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah? c. Pemerataan: apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda?

21 31 d. Responsivitas: apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan? e. Ketepatan: apakah hasil yang dicapai bermanfaat? 2.6. Efektifitas Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang artinya berhasil, tepat, mengesankan atau mencapai hasil dengan baik. Jadi efektifitas pada dasarnya mengarah pada sebuah keberhasilan pencapaian tujuan. Menurut M. Fazhrin (2012) yang mengutip pendapat Hidayat (1986), efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. Sedangkan menurut Mahmudi (2005) efektifitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektifitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan. Menurut Schemerhon John R. Jr. (1986) yang dikutip oleh M.Fazhrin (2012), bahwa efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika OS > OA disebut efektif. Jika output aktual

22 32 dibanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 maka akan tercapai efektifitas. Namun jika output aktual dibanding output yang ditargetkan kurang daripada 1, maka efektifitas tidak tercapai. Berdasarkan berbagai pengertian efektifitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu efektifitas melalui suatu siklus input,proses dan output yang akan menghasilkan suatu dampak sesuai yang diharapkan. Efektifitas seringkali disamakan dengan efisien padahal kedua kata ini berbeda artinya. Markus Zahnd (2006) menyatakan bahwa efektifitas berfokus pada akibatnya, pengaruh atau efeknya, sedangkan efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Efisiensi berarti melakukan sesuatu dengan benar atau doing things right sedangkan efektifitas berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran atau doing the right things. Efektif lebih mengarah kepada pencapaian tujuan atau target sementara efisien mengarah kepada pengelolaan sumber daya secara cermat. Penilaian efektifitas suatu program perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh program tersebut, karena efektifitas merupakan gambaran keberhasilan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Melalui penilaian efektifitas juga dapat menjadi pertimbangan kelanjutan suatu program. Pendekatan efektifitas dalam mengukur efektifitas menurut Martani dan Lubis (1987) ada 3(tiga) yaitu:

23 33 a) Pendekatan Sumber (Resource Approach) yakni mengukur efektifitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya untuk memperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga akan ditujukan pada lingkungannya. Dalam mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektifitas. Secara sederhana efektifitas sering diukur dengan jumlah atau kuantitas berbagai jenis sumber yang berhasil diperoleh dari lingkungan. Pengukuran efektifitas dengan pendekatan sumber ini mampu memberikan alat ukur yang sama dalam mengukur efektifitas berbagai lembaga yang jenis dan programnya berbeda dan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran. b) Pendekatan Proses (Process Approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektifitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh lembaga.

24 34 c) Pendekatan Sasaran (Goals Approach) memusatkan perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai output yang sesuai dengan rencana. Pendekatan ini mencoba mengukur sejauhmana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai Bantuan Operasional Kesehatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan salah satu program unggulan Kementerian Kesehatan. BOK merupakan upaya pemerintah untuk membantu daerah dalam mencapai target nasional bidang kesehatan yang menjadi kewenangan wajib daerah (Petunjuk Teknis BOK, 2012). Pemerintah menyadari bahwa sumber pembiayaan pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara signifikan karena sebagian besar masih di bawah dari kesepakatan Bupati/Walikota seluruh Indonesia yang menetapkan anggaran kesehatan daerah sebesar 10% dari APBD. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan langsung dari Pusat ke pusat pelayanan kesehatan berbasis komunitas di tingkat Puskesmas. Upaya pembiayaan ini diwujudkan melalui program Bantuan Operasional Kesehatan (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, 2010).

25 35 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan menuju Millenium Development Goals (MDGs) Bidang Kesehatan tahun 2015 melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif ( Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Petunjuk Teknis BOK tahun 2012). Adapun tujuannya menurut buku Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah: a) Menyediakan dukungan biaya untuk upaya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif bagi masyarakat. b) Meningkatkan kualitas manajemen Puskesmas, terutama dalam perencanaan tingkat Puskesmas dan lokakarya mini Puskesmas. c) Meningkatkan upaya untuk menggerakkan potensi masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. d) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu Ruang Lingkup Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) utamanya digunakan untuk kegiatan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif di Puskesmas dan

26 36 jaringannya termasuk Posyandu dan Poskesdes, dalam rangka membantu pencapaian target SPM Bidang Kesehatan di kabupaten/kota guna mempercepat pencapaian target MDGs. Selain itu dana BOK juga dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan manajemen BOK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Ruang lingkup kegiatan yang boleh didanai dari BOK menurut buku Petunjuk Teknis BOK 2012, adalah: A. Kegiatan di Puskesmas 1. Upaya Kesehatan di Puskesmas Utamanya digunakan untuk mendukung upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang meliputi: a. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana. b. Imunisasi c. Perbaikan Gizi Masyarakat d. Promosi Kesehatan e. Kesehatan Lingkungan f. Pengendalian Penyakit Selain 6 upaya prioritas tersebut, Puskesmas juga dapat menggunakannya untuk melaksanakan upaya kesehatan lainnya sesuai dengan resiko dan masalah kesehatan utama di wilayah setempat. Sesuai dengan buku Petunjuk Teknis BOK tahun 2012, maka kegiatan upaya kesehatan yang dapat dibiayai dari dana BOK secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :

27 37 a. Biaya transportasi petugas kesehatan untuk kegiatan kesehatan luar gedung. b. Biaya transportasi kader kesehatan dalam rangka mendukung kegiatan Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu. c. Biaya transportasi dukun beranak dalam rangka mendukung kegiatan terkait kemitraan bidan dan dukun. d. Biaya pembelian bahan/ makanan untuk kegiatan PMT penyuluhan dan/atau PMT pemulihan untuk balita 6-59 bulan dengan gizi kurang, gizi buruk pasca perawatan atau rawat jalan dan ibu hamil KEK dengan mengutamakan bahan/makanan lokal. Dari 6 upaya tersebut, kegiatan yang dapat didanai dari BOK adalah: a. Pendataan sasaran (ibu hamil, ibu bersalin, bayi,balita, kasus resiko tinggi, rumah tangga, siswa,sekolah, pasangan usia subur, wanita usia subur, tempat-tempat umum, dll) b. Surveillans (gizi, KIA, imunisasi, penyakit menular, penyakit tidak menular, vektor, dll) c. Kunjungan rumah / lapangan (kasus drop out, kasus resiko tinggi, perawatan kesehatan masyarakat, pendampingan minum obat, pemasangan stiker P4K, dll) d. Pelayanan di Posyandu (penimbangan, penyuluhan, pelayanan KIA, KB, imunisasi, gizi, dll)

28 38 e. Kegiatan sweeping, penjaringan, pelacakan, dan penemuan kasus. f. Pengembalian spesimen g. Pengendalian dan pemberantasan vektor (fogging, spraying, abatisasi, pemeriksaan jentik, pembagian kelambu, dll) h. Kegiatan promosi kesehatan termasuk untuk mendukung program prioritas (penyuluhan, konseling, luar gedung, pembinaan Poskesdes dan Posyandu, dll). i. Kegiatan pemantauan (sanitasi air bersih, rumah, tempat-tempat umum, pengelolaan sampah, dll). j. Pengambilan vaksin k. Rujukan dari Poskesdes ke Puskesmas dan atau dari Puskesmas ke Rumah Sakit terdekat untuk kasus KIA resiko tinggi dan komplikasi kebidanan bagi peserta Jampersal. l. PMT penyuluhan dan PMT pemulihan untuk balita 6-59 bulan dengan gizi kurang. 2. Kegiatan Penunjang Upaya Kesehatan Kegiatan ini merupakan kegiatan yang mendukung upaya kesehatan dan penyelenggaraan manajemen BOK di Puskesmas, misalnya untuk kegiatan di Posyandu atau Poskesdes, rapat koordinasi dengan lintas sektor, tokoh masyarakat,tokoh agama dan/atau kader kesehatan, Survey Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa, penyuluhan kesehatan,

29 39 studi banding antar Puskesmas, orientasi kader kesehatan dan/atau tokoh masyarakat serta untuk kegiatan pengelolaan administrasi BOK. Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut maka dana BOK menurut Petunjuk Teknis BOK, dapat dimanfaatkan untuk: a. Pembelian ATK b. Penggandaan c. Transportasi petugas kesehatan dan/atau kader kesehatan d. Transportasi peserta rapat e. Konsumsi penyuluhan 3. Penyelenggaraan Manajemen Puskesmas Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan di Puskesmas secara optimal, tepat sasaran, efisien dan efektif perlu dilaksanakan manajemen Puskesmas yang mencakup : a. Perencanaan Tingkat Puskesmas (P1) Kegiatan perencanaan tingkat Puskesmas yang dimaksud adalah penyusunan perecanaan kegiatan Puskesmas yang akan dilaksanakan selama 1 tahun dan berbagai sumber daya termasuk salah satunya adalah BOK. b. Penggerakan Pelaksanaan (P2) melalui Lokakarya Mini Puskesmas Lokakarya Mini Puskesmas merupakan proses penyusunan rencana kegiatan yang direncanakan selama 1 tahun menjadi kegiatan bulanan

30 40 yang disepakati (POA bulanan) untuk dilaksanakan, termasuk kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dari BOK. c. Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3) atau evaluasi Penilaian pencapaian program dan kegiatan Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun dari yang direncanakan tersebut di atas. Dalam pelaksanaan kegiatan manajemen tersebut menurut Petunjuk Teknis BOK 2012 maka dana BOK dapat dimanfaatkan untuk: a. Biaya pembelian ATK dan penggandaan bahan. b. Biaya transportasi dan konsumsi untuk peserta rapat dalam rangka P1,P2,P3 sesuai ketentuan yang berlaku. c. Biaya petugas Puskesmas untuk mengikuti orientasi manajemen BOK di Kabupaten/Kota (biaya transportasi, biaya akomodasi dan uang saku). d. Biaya transportasi dan /atau biaya pos untuk pengiriman laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. e. Biaya transportasi dalam rangka konsultasi kegiatan BOK di lingkup/wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 4. Barang Penunjang Upaya Kesehatan Untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas dan jaringannya, maksimal 10% dari dana alokasi BOK di Puskesmas dapat dimanfaatkan untuk penyediaan Barang Penunjang Upaya Kesehatan di

31 41 Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu. Barang penunjang upaya kesehatan tersebut meliputi: a. Pemeliharaan ringan Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu termasuk ongkos tukang b. Barang penunjang untuk tujuan penyuluhan: 1) Pencetakan /penggandaan media KIE; 2) Bahan untuk interaksi penyuluh kepada masyarakat. c. Barang fisik yang tidak menjadi aset tetap. Dana BOK di Puskesmas tidak boleh dimanfaatkan untuk: a. Upaya kuratif dan rehabilitatif b. Gaji,uang lembur, insentif c. Pemeliharaan gedung (sedang dan berat) d. Pemeliharaan kendaraan (sedang dan berat) e. Biaya listrik, telepon dan air f. Pengadaan obat,vaksin dan alat kesehatan g. Biaya transportasi rujukan pasien. B. Kegiatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Selain di Puskesmas, dana BOK juga dapat digunakan untuk membiayai kegiatan di Dinas Kesehatan, seperti: 1. Perencanaan a. Pertemuan sosialisasi BOK tingkat kabupaten/kota.

32 42 b. Pertemuan koordinasi perencanaan BOK tingkat kabupaten/kota (misal rapat koordinasi perencanaan, rekapitulasi Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)/POA Puskesmas, orientasi manajemen BOK bagi Puskesmas, dll). 2. Pelaksanaan a. Perjalanan dinas petugas dari Tim Pengelola BOK Tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka koordinasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (Kanwil DJPB) dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) terkait. b. Pertemuan pembinaan dan penggerakan manajemen BOK (misal rapat koordinasi evaluasi, desk verifikasi RPK/POA Puskesmas, verifikasi pertanggungjawaban keuangan, dll). 3. Monitoring dan Evaluasi a. Perjalanan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu (misal mengikuti lokakarya mini Puskesmas, pembinaan dan pemantauan BOK,dll) b. Penyusunan dan pengiriman laporan ke Dinas Kesehatan Provinsi Pengelolaan Keuangan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan dana APBN Kementerian Kesehatan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam rangka Tugas Pembantuan. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan penyaluran dana BOK

33 43 tahun 2010 yang menggunakan mekanisme Bantuan Sosial. Perubahan ini dilakukan karena ditemukannya banyak kendala dalam pelaksanaannya.tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan / atau desa. Dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan atau desa, serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Besaran alokasi dana untuk tiap Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kesehatan, sementara alokasi dana per Puskesmas ditetapkan berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan memperhatikan situasi dan kondisi antara lain: 1. Jumlah penduduk; 2. Luas wilayah; 3. Kondisi geografis; 4. Kesulitan wilayah; 5. Cakupan program; 6. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringannya; 7. Jumlah Poskesdes dan Posyandu; 8. Situasi dan kondisi yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersangkutan dengan mempertimbangkan kearifan lokal.

34 44 Menurut buku Petunjuk Teknis BOK tahun 2012 bahwa untuk dapat menyelenggarakan kegiatan BOK di Puskesmas secara optimal, tepat sasaran, efisien, dan efektif perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan mencakup: 1. Tahap Persiapan a. Penyusunan RPK tahunan berdasarkan Rencana Usulan Kegiatan (RUK), dengan penyesuaian hasil pencapaian sampai dengan Desember H-1, melihat ketersediaan sumber daya (tenaga,sarana,fasilitas, dll). b. Penyusunan RPK tahunan dilaksanakan pada awal bulan pertama tahun berjalan melalui lokakarya mini bulanan yang pertama untuk menyusun rencana kegiatan Puskesmas dalam 1 tahun, dengan mengundang seluruh staf Puskesmas termasuk Puskesmas Pembantu dan bidan di desa. c. Output adalah RPK tahunan Puskesmas. 2. Tahap Pelaksanaan Puskesmas menyusun perencanaan bulanan melalui lokakarya mini dengan tetap memperhatikan RPK tahunan. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan sesuai ruang lingkup kegiatan BOK. a. Lokakarya mini bulanan (lintas program) yang diselenggarakan setiap bulan, dengan mengundang seluruh staf Puskesmas termasuk Puskesmas Pembantu dan bidan di desa. Output adalah POA bulanan Puskesmas.

35 45 b. Lokakarya mini tribulanan (lintas sektor) diselenggarakan setiap 3 bulan dengan mengundang camat, kepala desa, kader dan sektor lain sesuai tema/topik. Output adalah kesepakatan kegiatan lintas sektor. c. Kegiatan lokakarya mini dilakukan untuk membahas capaian program/kegiatan bulan sebelumnya yang dianalisis dengan menggunakan PWS dan merencanakan kegiatan bulan berikutnya. d. Kegiatan BOK dilaksanakan sesuai dengan POA bulanan Puskesmas dan pemanfaatan dananya berdasarkan rencana kegiatan yang telah disetujui oleh Tim Pengelola BOK Kabupaten/Kota. 3. Tahap Monitoring, Evaluasi, dan Penilaian Kinerja a. Monitoring pencapaian program/kegiatan dan penyerapan keuangan BOK dilakukan pada saat lokakarya mini bulanan dan tribulanan. b. Pembinaan oleh Kepala Puskesmas, bidan koordinator dan pengelola program ke Puskesmas Pembantu, UKBM dan bidan di desa berdasarkan hasil lokakarya mini Puskesmas. c. Penilaian kinerja Puskesmas dilaksanakan oleh pengelola program, dikoordinasikan oleh Kepala Puskesmas dan dilaksanakan pada akhir tahun, atau sesuai dengan kesepakatan/penetapan oleh Dinas

36 46 Kesehatan Kabupaten/Kota. Outputnya adalah dokumen Penilaian Kinerja Puskesmas. Pengusulan dan pencairan anggaran untuk setiap Puskesmas harus mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Puskesmas membuat Plan of Action yang merupakan satu kesatuan dengan POA Puskesmas. b. Berdasarkan POA tersebut, Puskesmas mengusulkan kebutuhan dana untuk kegiatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. c. Bendahara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mencairkan permintaan dana Puskesmas berdasarkan persetujuan atas hasil verifikasi Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota. d. Untuk pencairan dana berikutnya dapat dilakukan dengan tetap membuat POA dari hasil lokakarya mini dan melampirkan laporan pemanfaatan dana sebelumnya serta Laporan Pelaksanaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) oleh Puskesmas di kabupaten/kota (Sistem Informasi Kesehatan Nasional online) e. Untuk Puskesmas terpencil/sangat terpencil, periode pencairan dana dapat diatur berdasarkan kesepakatan Puskesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota. Dalam rangka tertib administrasi pengelolaan dana BOK dipuskesmas, pengelola dana BOK melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:

37 47 a. Mencatat dan membukukan dalam buku kas tunai, mempertanggungjawabkan dan melaporkan dalam format Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB). b. Tata cara dan syarat pengajuan dana: 1. Menyampaikan rencana kegiatan sesuai POA hasil Lokakarya Mini. 2. Dalam pengajuan dana, atasan langsung pengelola dana BOK dalam hal ini kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan dana kepada Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen dengan melampirkan Kerangka Acuan Kerja atau Term of Reference (TOR). 3. Dana diberikan kepada pengelola dana paling cepat 2 hari sebelum kegiatan dimulai Indikator Kinerja Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK maka untuk mengukur kinerja kabupaten/kota dan Puskesmas dalam pemanfaatan BOK ditetapkan indikator sebagai berikut: a. Indikator Monitoring Indikator yang sensitif yakni persentase (%) penyerapan dana BOK tiap kabupaten /kota. Monitoring/pemantauan indikator ini dilakukan oleh tiap level administrasi pemerintahan termasuk Setditjen Bina Gizi dan KIA.

38 48 b. Indikator Evaluasi Sebagai upaya pengawasan dan untuk mengevaluasi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas, ditetapkan indikator evaluasi yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan BPKP. Indikator Input: 1) 100% defisit anggaran POA dipenuhi oleh BOK. 2) 100% dana BOK yang dicairkan Dinkes Kabupaten/Kota disalurkan kepada Puskesmas yang mengajukan surat permintaan uang (SPU). Indikator Proses : 100% dana BOK tersalurkan tepat waktu sesuai POA Indikator Output: 1) 100% dana BOK digunakan untuk upaya promotif dan preventif sesuai mini lokakarya. 2) 100% dana BOK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimanfaatkan untuk pengelolaan BOK Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

39 49 setiap warga negara secara minimal.(petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota, 2008). Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 adalah merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah Kabupaten/Kota. Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota.Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah ini merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab, yang pada intinya merupakan pengakuan/pemberian hak dan kewenangan Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul daerah. Maka untuk menjamin terselenggaranya urusan wajib daerah yang berhubungan dengan hak dan pelayanan dasar setiap warga negara, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Meskipun telah menjadi urusan wajib daerah dalam pelaksanaan pembangunan, namun Pemerintah Pusat tetap bertanggungjawab secara nasional atas keberhasilan pelaksanaan otonomi. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Propinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang merumuskan peran pemerintah pusat di era desentralisasi ini lebih banyak bersifat menetapkan kebijakan makro, norma, standarisasi, pedoman, kriteria,

40 50 serta pelaksanaan supervisi, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pemberdayaan ke daerah, sehingga otonomi dapat berjalan secara optimal. Maka dalam rangka memberikan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan dasar di bidang kesehatan kepada masyarakat di daerah, pemerintah pusat menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/ MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Peraturan ini diharapkan dapat memberikan panduan kepada daerah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota. Dalam penerapannya SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah sesuai dengan ukuranukuran yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas pencapaian yang dapat diselenggarakan secara bertahap sehingga kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya penanganan bidang kesehatan tetap sejalan dengan tujuan nasional (Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan Kabupaten/ Kota,2008). Selanjutnya di dalam petunjuk teknis SPM bidang kesehatan ini juga disebutkan bahwa SPM Bidang Kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip.

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Laporan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) KOTA MOJOKERTO TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TU HAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Review. Bantuan Operasional Kesehatan

Review. Bantuan Operasional Kesehatan Review Bantuan Operasional Kesehatan Latar Belakang Keterbatasan biaya operasional untuk pelayanan kesehatan. Beberapa pemerintah daerah masihsangat terbatas dalam mencukupi kebutuhan biaya operasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Definisi Implementasi Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan sangat

Lebih terperinci

Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten?

Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten? Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten? Isi Pengantar Memahami BOK Analisis Risiko kebijakan BOK Saran Pengantar: Makna Investment Case membuat suatu benang merah

Lebih terperinci

Ind p PETUNJUK TEKNIS B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN

Ind p PETUNJUK TEKNIS B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN PETUNJUK TEKNIS 362.11 Ind p B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012 362.11 Ind p Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 36 T

2011, No Menetapkan Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 36 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.948, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Bantuan Operasional Kesehatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2556/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Evaluasi a) Pengertian Universitas Sumatra Utara (2012) menerangkang pengertian evaluasi yang mengambil dari berbagai sumber. Berikut kutipannya tentang evaluasi:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN

DAFTAR ISI 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN 1 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN DAFTAR ISI 9. RUANG LINGKUP KEGIATAN BOK 1. UPAYA KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan 2.1.1 Pengertian Perencanaan Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. Kesehatan adalah hak fundamental setiap masyarakat, yang merupakan hak asasi manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Upaya Pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat semakin meningkat. Penyerahan wewenang urusan pemerintahan kepada Daerah Otonom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah program Indonesia sehat dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu meningkatkan status kesehatan dan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TAMAMAUNG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...... 2 BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS...

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN Asmaripa Ainy Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya HOTEL HORISON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi juga merupakan target sasaran

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.69, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Bantuan Operasional Kesehatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 210/MENKES/PER/I/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KEGIATAN DAN BESARAN PENGGUNA DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), DANA

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa A LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan

Lebih terperinci

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI Adalah : Upaya kesehatan yang memanfaatkan latihan fisik atau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 494/Menkes/SK/IV/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 494/Menkes/SK/IV/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN i KATA PENGANTAR Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh agar terwujud derajat

Lebih terperinci

BUKU SAKU. lantuan T JENDERAL. N KESEHATAN m. KG.IiI.tan

BUKU SAKU. lantuan T JENDERAL. N KESEHATAN m. KG.IiI.tan 1 BUKU SAKU T JENDERAL. N KESEHATAN lantuan -224 m J KG.IiI.tan ~------- DAFTAR lsi 1. ALUR PIKIR 3 2. LATAR BELAKANG 4 3. DEFINISI 5 4. TUJUAN 6 5. SASARAN 7 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 8 7. DASAR HUKUM

Lebih terperinci

Ind P. Bantuan. Operasional. Kesehatan

Ind P. Bantuan. Operasional. Kesehatan 362.11 Ind P Bantuan Operasional Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di Indonesia,

Lebih terperinci

RANCANGAN INDIKATOR RIFAKES PUSKESMAS RIF

RANCANGAN INDIKATOR RIFAKES PUSKESMAS RIF RANCANGAN INDIKATOR RIFAKES PUSKESMAS 2011 Horison, 18 21 Agustus 2010 Pengantar UU Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan pelayanan kesehatan dasar (al. Puskesmas) SKN tahun 2009 : Upaya kesehatan perorangan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan BOK di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010

Lebih terperinci

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan BUPATI PAMEKASAN PERATURAN BUPATI PAMEKASAN NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELI\KSANAAIT PEMBAITGUNAIT PERDESAAIT SEIIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ketertiban dunia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan UUD 1945, mencantumkan tujuan nasional bangsa Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga LEMBAR FAKTA 1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Apa itu Pendekatan Keluarga? Pendekatan Keluarga Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 3.1 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bantuan Operasional Kesehatan 2.1.1 Difinisi BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan pencapaian target

Lebih terperinci

B A B P E N D A H U L U A N

B A B P E N D A H U L U A N 1 B A B P E N D A H U L U A N I A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintah yang berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab telah diterbitkan Instruksi Presiden No.

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan. Fatmah Afrianty Gobel

Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan. Fatmah Afrianty Gobel FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan Fatmah Afrianty Gobel Mahasiswa S3 Ilmu Kedokteran Unair/ Dosen

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011

EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 EVALUASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2011 Erna Fidyatun Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ABSTRAK Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU dr. Budihardja, DTM&H, MPH Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Pertemuan Teknis Program Kesehatan Ibu Bandung,

Lebih terperinci

Manajemen Puskesmas 1

Manajemen Puskesmas 1 Manajemen Puskesmas 1 Puskesmas ( Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II/2004 ) Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI) kesehatan ibu dan anak, penyediaan SDM yang berkulitas dan penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya percepatan penurunan AKI di Kabupaten Bangka Tengah. Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal,

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN R I TAHUN 2008 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan

Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan Lampiran Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan No. Fokus Penelitian Faktor yang Indikator Teknik Sumber Data dinilai/diamati Penilaian Pengambilan Data 1. Implementasi kebijakan BOK

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA - 1- PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MURUNG RAYA SEHAT 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU 2.1. Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun Lalu dan Capaian Renstra Evaluasi pelaksanaan RENJA tahun lalu ditujukan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR : 1I TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) 01 KABUPATEN BATANG TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR : 1I TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) 01 KABUPATEN BATANG TAHUN 2012 BUPATI BATANG PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR : 1I TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) 01 KABUPATEN BATANG TAHUN 2012 BUPATI BATANG, Menimbang a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 A. PERTANYAAN PUSKESMAS I. Identitas Puskesmas 1. Nama Puskesmas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI 6.1 Gambaran Umum Struktur Monev Sanitasi Tujuan utama strategi Monev ini adalah menetapkan kerangka kerja untuk mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi,

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DAN PEMANFAATAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Pendekatan Kebijakan di Hulu Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Permasalahan Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Masih

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI SERANG,

TENTANG BUPATI SERANG, BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 Alimin Maidin Fridawaty Rivai Indahwaty A.Sidin a. Latar Belakang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya penurunan angka kematian anak salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA A. Kinerja Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.469, 2015 KEMENDIKBUD. Dana Alokasi Khusus. Bidang Pendidikan. Penggunaan. Pencabutan PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda yang tercantum di dalam Nawa Cita Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 329/MENKES/PER/III/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 329/MENKES/PER/III/2010 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 329/MENKES/PER/III/2010 TENTANG BANTUAN SOSIAL UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN, DAN KEPULAUAN (DTPK) TAHUN 2010 MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dana Pendidikan 2.1.1 Pengertian Dana Pendidikan Menurut Mulyasa (2011:167) menyatakan bahwa dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan

Lebih terperinci

Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). SIK di puskesmas dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen

Lebih terperinci

MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN

MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN Dominirsep O. Dodo, S.KM., M.PH Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang (dominirsepdodo@gmail.com/081339216559)

Lebih terperinci

MANAJEMEN PUSKESMAS. Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013

MANAJEMEN PUSKESMAS. Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013 MANAJEMEN PUSKESMAS Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013 1 Kepmenkes RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas : adalah UPTDinkes Kab/Kota

Lebih terperinci

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan.

BAB 7 : PENUTUP. pelaksanaan Program Keluarga Harapan Khususnya Bidang Kesehatan. BAB 7 : PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Komponen Input 1. Kebijakan berpedoman dari Kementerian Sosial RI, Kementerian Kesehatan RI dan Surat Keputusan Walikota Padang. Kebijakan ini belum maksimal disosialisasikan

Lebih terperinci

Poliklinik Kesehatan Desa

Poliklinik Kesehatan Desa Poliklinik Kesehatan Desa Oleh : 1. Diyan Mayangsari (090949) 2. Retno (101065) 3. Ayu Andriani (111112) 4. Siti Marfuah (111113) 5. Ewi Susilaningsih (111140) 6. Ummu Halida (111171) 7. Titah Adista (111172)

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era reformasi saat ini, terdapat kecenderungan penurunan perhatian masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Masyarakat menganggap bahwa program keluarga

Lebih terperinci