BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Definisi Implementasi Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan sangat menentukan dalam proses suatu kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2012). Menurut Akib (2010) yang mengutip pernyataan Edwards III (1984) menyatakan bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat (Akib, 2010). Menurut Winarno (2012) yang mengutip pendapat Ripley dan Franklin (1982) bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi menunjukan pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Menurut Akib (2010) yang mengutip pendapat Grindle (1980) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti

2 pada tingkat program tertentu. Proses implementasi dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegaiatan telah tersusun, dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran (Akib, 2010). Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn (1975) yang dikutip oleh Winarno (2012) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan yang telah digariskan. Dari defenisi-defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan diawali dari adanya tujuan atau sasaran, kemudian proses pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan akhirnya diperoleh hasil atau dampak dari implementasi kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan pandangan Van Meter dan Van Horn (1980) yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktifitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Adapun defenisi implementasi yang dimaksud oleh peneliti adalah tindakan yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan dan implementasi merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif atau pendekatan. Salah satunya ialah implementation problem approach yang

3 diperkenalkan oleh Edwards III. Edwards III mengajukan pendekatan masalah implementasi terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni : 1. Faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan? 2. Faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan? Dapat dirumuskan bahwa empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan (Akib, 2010). Jika divisualisasikan akan terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas yang diformulasikan ke dalam program pelaksanaan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran (output) program berdasarkan tujuan program. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu, kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah adanya perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran (Akib, 2010). Pendapat lain diutarakan oleh Grindle (1980) yang dikutip Subarsono (2010), menyatakan bahwa keberhasilan implementasi pubik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). 1. Variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup : a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups.

4 b. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups. c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan. d. Apakah letak sebuah program sudah tepat. e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. f. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. 2. Variabel lingkungan implementasi (context of implementation) mencakup : a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan dan strategi yang dimiliki para aktor yang terlibat. b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa. c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Mazmanian dan Sabatier (1983) juga mengemukakan pendapatnya yang dikutip oleh Subarsono (2010), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 3 variabel, yakni karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations). 1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) meliputi : a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan b. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

5 2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) meliputi : a. Kejelasan isi kebijakan b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan 3. Lingkungan kebijakan (nonstatutory variables affecting implementations) meliputi : a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan c. Sikap kelompok pemilih d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor Selain faktor-faktor diatas, Korten (1980) menambahkan pendapat yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa suatuprogram akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari 3 unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program denga apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian

6 antara tugas yang dipersyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program. Berdasarkan pola piker Korten dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi kebijakan maka kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran maka jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara 3 unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai rencana yang telah dibuat (Akib, 2010). Hampir sama dengan Korten, Grindle (1980) dan Quade (1984) yang dikutip oleh Akib (2010) juga menyatakan bahwa dalam implementasi kebijakan memerlukan 3 variabel yang bekerja sinergis demi keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Konfigurasi ketika variabel itu disebut hubungan segitiga variabel yaitu variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan kebijakan. Melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan kebijakan. Selanjutnya, ketika

7 sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu diwadahi oleh organisasi pelaksana yang memiliki kewenangan dan sumber daya yang mendukung pelaksanaan program. Penciptaan situasi dan lingkungan kebijakan yang mendukung sangat dibutuhkan dalam pencapaian keberhasilan. Karena diasumsikan bahwa jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka diharapkan akan menghasilkan dukungan positif yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negative akan dapat mengancam kesuksesan implementasi kebijakan (Akib, 2010) Implementasi Model George Edwards III Teori yang dikemukakan oleh Edwards ini disebut juga dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut Edwards, ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yang antara satu faktor dengan faktor lain saling memengaruhi, yaitu : 1. Faktor Komunikasi Suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan (Akib, 2010). Semua hal tersebut dapat diperoleh melalui komunikasi yang efektif. Ada beberapa hal yang mempengaruhi komunikasi, yaitu : a. Transmisi Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi hambatan dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi.

8 Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi antara lain karena adanya pertentangan pendapat antara pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan, penyampaian informasi yang melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi dan adanya persepsi dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan suatu kebijakan (Winarno, 2012). b. Kejelasan Komunikasi yang diterima oleh implementor haruslah jelas, akurat dan tidak membingungkan, sehingga dapat dihindari terjadinya interpretasi yang salah. Menurut Edwards ada 6 faktor yang mendorong ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu : kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya consensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan (Winarno, 2012). c. Konsistensi Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah yang diberikan harus konsistensi dan jelas karena perintah yang tidak konsistensi akan mendorong pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin cermat keputusan dan perintah pelaksanaan diteruskan kepada pelaksana, maka semakin tinggi probabilitas keputusan dan perintah kebijakan tersebut untuk dilaksanakan dengan baik (Winarno, 2012).

9 2. Faktor Sumber Daya Walaupun isi kebijakan sudah di komunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif (Subarsono, 2010). Indicator untuk menilai kecukupan sumber daya adalah : a. Staf Sumber daya yang paling esensial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah staf. Sumber daya yang efektif tidak hanya dinilai dari sisi jumlah staf namun juga kompetensi atau kecakapan sumber daya manusianya. b. Informasi Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, informasi ada dalam 2 bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Kedua, data dalam bentuk peraturan pemerintah. Para implementor mesti mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam mengimplementasikan kebijakan melengkapi undang-undang yang diperlukan sebagai dasar legitimasi. c. Wewenang Kewenangan merupaka otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. 3. Faktor Disposisi Disposisi diartikan sebagai sikap atau perpektif implementor dalam melaksanakan kebijakan. Jika para implementor bersikap baik atau mendukung

10 suatu kebijakan maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Namun sebaliknya, bila tingkah laku atau perspektif implementor berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses diperhatikan berkaitan denga disposisi ini adalah : a. Pengangkatan birokrat Dalam memilih atau mengangkat pejabat pelaksana kebijakan sebaiknya berdasarkan kemampuan atau kapabilitas bukan berdasarkan atas kepentingankepentingan lain. Karena personil yang tidak mendukung akan menghambat dalam pelaksanaan kebijakan. b. Insentif Mengubah personil dalam birokrasi pemerintah merupakan pekerjaan yang sulit dan tidak menjamin proses implementasi dapat berjalan lancer. Salah satu teknik yang dikemukakan Edwards adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan memberikan insentif diharapkan akan menjadi faktor pendorong yang membuat implementor melaksanakan perin tah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi (self-interest), organisasi atau kebijakan substantif. 4. Faktor Struktur Birokrasi Pada dasarnya, para implementor mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan serta mempunyai cukup sumber daya dan keinginan namun terkadang mereka masih terhambat dengan struktur birokrasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut. Menurut Edwards III ada 2

11 karakteristik yang dapat meningkatkan kinerja struktur birokrasi, yaitu membuat Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi (Winarno, 2012). 2.2 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Definisi BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah dana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementrian Kesehatan dan merupakan bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang disalurkan melalui mekanisme tugas pembantuan untuk percepatan pencapaian target program kesehatan prioritas nasional khususnya MDGs bidang kesehatan tahun 2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringanya, serta UKMB khususnya Poskesdes/Polindes, Posyandu, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif (Kemenkes RI, 2015). Pemerintah menyadari bahwa sumber pembiayaan pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara signifikan karena sebagian besar masih dibawah dari kesepakatan Bupati/Walikota seluruh Indonesia yang menetapkan anggaran kesehatan daerah sebesar 10% dari APBD. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan langsung dari pusat ke pusat pelayanan kesehatan berbasis komunitas di tingkat Puskesmas.

12 Upaya pembiayaan ini diwujudkan melalui program Bantuan Operasional Kesehatan (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, 2013) Tujuan Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Adapun tujuannya menurut buku Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun 2015 adalah : 1. Tujuan Umum Mendukung peningkatan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dalam mencapai target program kesehatan prioritas nasional khususnya MDGs bidang kesehatan tahun Tujuan Khusus a. Menyediakan dukungan dana operasional program bagi Puskesmas, untuk pencapaian program kesehatan prioritas nasional. b. Menyediakan dukungan dana bagi penyelenggaraan manajemen Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Provinsi dalam pelaksanaan program kesehatan prioritas nasional. c. Mengaktifkan penyelenggaraan manajemen Puskesmas mulai dari perencanaan, penggerakan/pelaksanaan lokakarya mini sampai dengan evaluasi Ruang Lingkup Kegiatan BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) utamanya digunakan untuk kegiatan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif di Puskesmas dan jaringannya termasuk Posyandu dan Poskesdes, dalam rangka membantu pencapaian target SPM bidang kesehatan di Kabupaten/kota guna mempercepat

13 pencapaian target MDGs. Selain itu dana BOK juga dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan manajemen BOK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Ruang lingkup kegiatan yang boleh didanai dari BOK menurut Buku Petunjuk Teknis BOK 2015, adalah sebagai berikut : 1. Dinas Kesehatan Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi memperoleh dana dukungan manajemen BOK yang digunakan untuk kegiatan antara lain : a. Penyelenggaraan pertemuan koordinasi (perencanaan, penggerakan, evaluasi) tingkat provinsi yang melibatkan Kabupaten/Kota/Puskesmas, lintas program dan lintas sektor. b. Penyelenggaraan rapat teknis pengelolaan BOK. c. Penyelenggaraan pembinaan, monitoring dan evaluasi kegiatan BOK lingkup administrasi dan program ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan jaringannya serta UKMB. d. Pelaksanaan konsultasi/koordinasi teknis program BOK ke pusat. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memperoleh dana dukungan manajemen BOK yang dipergunakan untuk kegiatan antara lain : a. Penyelenggaraan pertemuan koordinasi (perencanaan, penggerakan, evaluasi) tingkat Kabupaten/Kota yang melibatkan Puskesmas, lintas program dan lintas sektor. b. Penyelenggaraan rapat teknis pengelolaan BOK.

14 c. Penyelenggaraan pembinaan, monitoring dan evaluasi kegiatan BOK lingkup administrasi dan program ke Puskesmas dan jaringannya serta UKMB. d. Pelaksanaan konsultasi/koordinasi teknis program BOK ke Provinsi. e. Pelaksanaan konsultasi/rekonsiliasi ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (Kanwil DJPBN). f. Pelaksanaan konsolidasi laporan keuangan BOK ke pusat (berdasarkan undangan) 3. Puskesmas a. Minimal 60% dari total alokasi dana BOK Puskesmas digunakan untuk program kesehatan priorita melalui berbagai kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk pencapaian tujuan MDGs bidang kesehatan. b. Maksimal 40% dari total alokasi dana BOK Puskesmas digunakan untuk program kesehatan lainnya dan manajemen Puskesmas. Rincian ruang lingkup program kesehatan dan manajemen Puskesmas meliputi : 1. Program Kesehatan Prioritas Program kesehatan prioritas yang terkait pencapaian MDGs diarahkan pada pencapaian target : a. MDG 1 Upaya menurunkan prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk.

15 b. MDG 4 Upaya menurunkan angka kematian balita. c. MDG 5 Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua. d. MDG 6 (a) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). (b) Upaya memwujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan. (c) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru malaria dan TB. e. MDG 7 Upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum dan sanitasi dasar yang layak. Adapun kegiatan yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan adalah sebagai berikut : a. Kesehatan Ibu Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB). b. Pelayanan Gizi c. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. d. Pelayanan kesehatan lingkungan.

16 2. Program Kesehatan Lainnya Ruang lingkup kegiatan program kesehatan lainnya meliputi : a. UKM esensial di luar kegiatan prioritas MDGs berdaya ungkit tinggi antara lain pelaksanaan penjaringan kesehatan pada anak sekolah dan tindak lanjutnya dalam UKS, kegiatan kesehatan reproduksi bagi remaja dan calon pengantin, penyuluhan gizi bagi pekerja perempuan termasuk kelompok resiko tinggi, senam nifas, pelaksanaan senam ibu hamil, pelaksanaan pemantauan kebugaran jasmani anak sekolah, remaja dan pekerja, pelaksanaan penyuluhan pemanfaatan tanaman obat keluarga. b. Upaya kesehatan lainnya sesuai dengan UKM pengembangan berdasarkan Permenkes Nomor 75 tahun 2014, pelacakan kasus kematian ibu dan bayi, autopsi verbal kematian ibu dan bayi. c. Penyegaran/refreshing kader kesehatan. d. Upaya kesehatan lainnya yang bersifat local spesifik. 3. Manajemen Puskesmas a. Penyelenggaraan rapat lokakarya mini untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) atau Plan of Action (POA) tahunan setelah Puskesmas menerima alokasi dan BOK dari Kabupaten/Kota. b. Penyelenggaraan rapat lokakarya mini bulanan atau tribulanan untuk membahas evaluasi kegiatan bulan sebelumnya dan menyusun rencana kegiatan bulan yang akan datang. c. Penyelenggaraan rapat-rapat yang diperlukan ditingkat desa untuk membahas pelaksanaan program kesehatan di tingkat desa.

17 d. Pelaksanaan pembinaan/supervise kegiatan kelapangan oleh kepala Puskesmas dan koordinasi program/kegiatan. e. Pelaksanaan konsultasi, pengiriman laporan, menghadiri undangan dan keperluan lainnya terkait dengan BOK ke Kabupaten/Kota Pemanfaatan Dana BOK Puskesmas 1. Dana Manajemen a. Pembelian ATK untuk kegiatan pendukung BOK. b. Biaya administrasi perbankan, apabila sesuai ketentuan bank setempat memerlukan biaya administrasi dalam rangka membuka dan menutup rekening bank Puskesmas. c. Pembelian materai d. Penggadaan/fotocopy laporan e. Pengiriman surat/laporan dan f. Pembelian konsumsi rapat 2. Dana Operasional di Puskesmas a. Perjalanan dinas sampai dengan delapan jam Digunakan untuk membiayai transport bagi : Petugas Kesehatan, Kader Kesehatan, PKK, Dukun, Guru, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama : 1) Pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif ke luar gedung. 2) Pelaksanaan rapat lokakarya mini, musyawarah di desa. 3) Menghadiri pelaksanaan rapat, konsultasi/koordinasi dan kegiatan lain yang berkaitan dengan BOK di Kabupaten/Kota.

18 4) Kegiatan refreshing/penyegaran kader kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas. b. Perjalanan dinas lebih dari delapan jam Membiayai transport, uang harian dan biaya akomodasi (bila diperlukan) petugas kesehatan untuk melakukan kegiatan yang memerlukan waktu perjalanan dan penyelesaian pekerjaan terkait kegiatan BOK. c. Pembelian barang 1) Pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan/pemulihan. 2) Pembelian konsumsi rapat, penyuluhan, refreshing. 3) Penggandaan pedoman/juklak/juknis program, media/bahan penyuluhan pada masyarakat Pengelolaan Keuangan BOK Besaran alokasi dana untuk tiap Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kesehatan, sementara alokasi dana per Puskesmas ditetapkan berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan memperhatikan situasi dan kondisi antara lain : 1. Jumlah penduduk 2. Luas wilayah 3. Kondisi geografis 4. Kesulitan wilayah 5. Cakupan program

19 6. Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas dan jaringannya 7. Jumlah Poskesdes dan Posyandu 8. Situasi dan kondisi yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersangkutan dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengelolaan keuangan dana BOK di Puskesmas : 1. Pembukaan rekening Puskesmas 2. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) atau POA tahunan dan rencana penarikan dana 3. Permintaan dana 4. Pencairan dana dari bank 5. Pertanggungjawaban penggunaan dana BOK 6. Pencatatan/pembukuan Indikator Keberhasilan BOK Untuk mengetahui keberhasilan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas ditetapkan indikator keberhasilan yang meliputi : 1. Indikator Input, presentase Puskesmas yang menerima dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari SKPD. 2. Indikator Proses, presentase Puskesmas yang melaksanakan Lokakarya Mini. 3. Indikator Output, presentase pencapaian target SPM bidang kesehatan, dengan indikator :

20 a. Cakupan kunjungan ibu hamil (K4) b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani. c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan memiliki kompetensi kebidanan. d. Cakupan pelayanan nifas. e. Cakupan neonatus dengan komplikasi ditangani. f. Cakupan kunjungan bayi. g. Cakupan desa UCI. h. Cakupan pelayanan anak balita. i. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan. j. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak 6-24 bulan dari keluarga miskin. k. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat. l. Cakupan peserta KB aktif. m. Cakupan desa siaga aktif. 2.3 Puskesmas Difinisi Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan mayarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes Nomor 75, 2014).

21 2.3.2 Manajemen Puskesmas Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK Model yang digunanakan dalam manajemen Puskesmas adalah Model Manajemen P1-P2-P3 (Kemenkes, 2012). Manajemen Puskemas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian). 1. P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas Microplanning Puskesmas adalah penyusunan rencana lima tahunan dengan tahapan tiap-tiap tahun ditingkat Puskesmas. Tujuan umum microplanning Puskesmas adalah meningkatkan cakupan pelayanan program prioritas yang mempunyai daya ungkit terbesar terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan fertilitas dalam wilayah kerjanya yang pada gilirannya dapat meningkatkan fungsi Puskesmas. Sedangkan tujuan khususnya adalah : a. Mengembangkan dan membina pos-pos pelayanan terpadu KB Kesehatan di desa-desa wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan masalah yang dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien. b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan kemampuan staf Puskesmas dalam berfikir secaran analitik dan mendorong untuk berinisiatif untuk mengembangkan kreasi dan motivasi.

22 2. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) Puskesmas Tujuan penggerakan dan pelaksanaan Puskesmas adalah meningkatkan fungsi Puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga Puskesmas untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas program dan lintas sektor. Komponen P2 Puskesmas dilakukan melalui lokakarya mini Puskesmas yang terdiri dari empat komponen yang meliputi : a. Penggalangan kerjasama tim yaitu lokakarya yang dilaksanakan setahun sekali di dalam rangka meningkatkan kerja sama antara petugas Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas, melalui suatu proses dinamika kelompok yang diikuti dengan analisis beban kerja masingmasing tenaga yang dikaitkan dengan berbagai kelemahan penampilan kerja Puskesmas menurut hasil Stratifikasi Puskesmas. b. Penggalangan kerja sama lintas sektor yaitu dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor terkait melalui suatu pertemuan lintas sektor setahun sekali. c. Rapat kerja atribulanan lintas sektor, sebagai tindak lanjut pertemuan penggalangan kerja sama lintas sektor untuk mengkaji hasil kegiatan kerja sama dan memecahkan masalah yang dihadapi. d. Lokakarya mini bulanan Puskesmas yaitu pertemuan antar tenaga Puskesmas pada setiap akhir bulan untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja bulan yang lalu dan membuat rencana kegiatan di bulan yang akan datang.

23 Adapun tujuan lokakarya mini Puskesmas adalah : a) Disampaikannya hasil rapat dari tingkat Kabupaten, Kecamatan dan lain sebagainya. b) Diketahuinya hasil dan evaluasi kegiatan Puskesmas bulan yang lalu c) Diketahuinya hambatan dan masalah dalam pelaksanaan kegiatan bulan lalu d) Dirumuskannya cara pemecahan masalah e) Disusunnya rencana kerja harian petugas selama satu bulan yang akan datang f) Diberikannya hambatan pengetahuan baru bagi peserta rapat g) Disusunnya Plan of Action (POA) baik POA tahunan maupun bulanan h) Diketahuinya masalah di Puskesmas berdasarkan hasil stratifikasi Puskesmas 3. P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian) Stratifikasi Puskesmas Stratifikasi Puskesmas adalah upaya untuk melakukan penilaian prestasi kerja Puskesmas dengan mengelompokkan Puskesmas dalam tiga strata Puskesmas yaitu Puskesmas dengan prestasi kerja baik (strata I), Puskesmas dengan prestasi kerja cukup (strata II), Puskesmas dengan prestasi kerja kurang (strata III). Aspek yang dinilai dalam stratifikasi Puskemas meliputi hasil kegiatan pokok Puskesmas, proses manajemen, termasuk berbagai lingkungan wilayah kerja Puskesmas yang dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja Puskesmas. Dalam stratifikasi Puskesmaas ada tiga area yang perlu dibina, yaitu : Puskesmas

24 sebagai wadah pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pelaksanaan program-program sektor kesehatan maupun lintas sektoral yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi tanggungjawab Puskesmas dalam pelaksanaannya maupun penunjangnya, dan peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat dan produktif (Sulaeman, 2014) Perencanaan Tingkat Puskesmas Sesuai dengan Pedoman Tingkat Puskesmas (Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI, 2006) penyusunan perencanaan tingkat Puskesmas dilakukan melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini staf Puskesmas yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan tingkat Puskesmas agar memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap-tahap perencanaan. Tahap ini dilakukan dengan cara : a. Kepala Puskesmas membentuk Tim Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas yang anggotannya terdiri dari staf Puskesmas. b. Kepala Puskesmas menjelaskan tentang pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas kepada tim agar dapat memahami pedoman tersebut demi keberhasilan penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas. c. Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

25 2. Tahap Analisis Situasi Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan permaslahan yang dihadapi Puskesmas melalui proses analisis terhadap data yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh Kepala Puskesmas melakukan pengumpulan data, yaitu data umum dan data khusus. a. Data Umum (a) Peta wilayah kerja serta fasilitas pelayanan. Data wilayah mencakup luas wilayah, jumlah desa. (b) Data sumber daya (Puskesmas, termasuk Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa) yang mencakup : ketenagaan, obat dan bahan habis pakai. (c) peralatan, sumber pembiayaan (pusat, daerah, masyarakat dan sumber lainnya) dan sarana prasarana. (d) Data peran serta masyarakat. Data ini mencakup jumlah posyandu, kader, dukun bayi dan tokoh masyarakat. (e) Data penduduk dan sasaran program (f) Data sekolah (g) Data kesehatan lingkungan b. Data Khusus (Hasil Penilaian Kinerja Puskesmas) (a) Status kesehatan terdiri dari : 1. Data kematian 2. Kunjungan kesakitan 3. Pola penyakit

26 (b) Kejadian Luar Biasa (KLB) (c) Cakupan program pelayanan kesehatan 1 (satu) tahun terakhir dari setiap desa (dapat dilihat dari laporan kinerja Puskesmas) (d) Hasil survey (bila ada), dapat dilakukan sendiri oleh Puskesmas atau pihak lain 3. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Menyusun RUK bertujuan untuk mempertahankan kegiatan yang sudah dicapai pada periode sebelumnya dan memperbaiki program yang bermasalah. b. Menyusun rencana kegiatan yang baru dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan diwilayah kerja dan kemampuan Puskesmas. Penyusunan RUK terdiri dari 2 langkah yaitu Analisa Masalah dan Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan. a. Analisa Masalah Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan kelompok tim penyusun perencanaan tingkat Puskesmas dan konsil kesehatan Kecamatan/Badan penyatun Puskesmas melalui tahap : (a) Identifikasi masalah (b) Menetapkan urutan prioritas masalah (c) Merumuskan masalah (d) Mencari akar penyebab masalah

27 (e) Menetapkan pemecahan masalah b. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) meliputi upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan pengembangan. 1. RUK Upaya Kesehatan Wajib (a) Menyusun RUK upaya kesehatan wajib ke dalam matriks. (b) Mengajukan RUK upaya kesehatan wajib ke Dinas Kesehatan Kabupaten untuk mendapat pembahasan pembiayaanya. Apabali sumber pembiayaan berasal dari nol Pemerintah maka diusulkan kepada yang bersangkutan. (c) Waktu penyusunan RUK dilaksanakan dengan memperhatikan siklus perencanaan Kabupaten. RUK harus sudah selesai atau sudah diterima Dinas Kesehatan sebelu dilakukan pembahasan anggaran dengan Tim Anggaran Kabupaten. 2. RUK Upaya Kesehatan Pengembangan (a) Identifikasi upaya kesehatan pengembangan. (b) Menyusun RUK upaya kesehatan pengembangan dalam bentuk matriks. (c) Mengajukan RUK upaya kesehatan pengembangan. 4. Tahap Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Tahap penyusunan RPK baik upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan, upaya kesehatan penunjang maupun upaya inovasi dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan terintegrasi. Hal ini sesuai dengan azas

28 penyelenggaraan Puskesmas yaitu keterpaduan. Langkah-langkah penyusunan RPK adalah : a. Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang telah disetujui. b. Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK. c. Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi pelaksanaan. d. Mengadakan Lokakarya Mini Tahunan untuk membahas kesepakatan RPK. Penyusunan RPK tahunan dilaksanakan pada awal bulan pertama tahun berjalan. e. Membuat RPK yang telah disusun dalam bentuk matriks Sumber Pendanaan Puskesmas Pendanaan di Puskesmas bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan dana di Puskesmas tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memperlihatkan bahwa sebagian besar urusan Pemerintahan telah diserahkan kepada Daerah termasuk Bidang Kesehatan. Konsekuensi logis dari penyerahan ini adalah segala sesuatu yang menyangkut

29 perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Adisaswito, 2014) Pengertian Standar Pelayanan Minamal (SPM) Bidang Kesehatan SPM bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal (SPM) adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator dan nilai. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia sehingga mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan SPM bidang kesehatan (Sulaeman, 2014). 2.4 Kerangka Berpikir INPUT 1. SDM Puskesmas 2. Dana BOK 3. Sarana/Prasarana Penunjang di Puskesmas PROSES 1. Perencanaan Tingkat Puskesmas (P1) 2. Penggerakan Pelaksanaan (P2) 3. Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3) OUTPUT 1. Alokasi Dana 2. Mekanisme Penyaluran Dana 3. Peruntukkan Dana Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bantuan Operasional Kesehatan 2.1.1 Difinisi BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan pencapaian target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013

LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 LAPORAN BOK UPT DINAS KESEHATAN UNIT PUSKESMAS TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Laporan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori dan konsep yang akan menjadi dasar dari penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan kebijakan publik, kebijakan kesehatan, implementasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 2.1.1 Definisi BOK BOK merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung operasional puskesmas dalam rangka pencapaian

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015

PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 PEDOMAN WAWNCARA BAGAIMANA IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI UPT PUSKESMAS HILIDUHO KABUPATEN NIAS TAHUN 2015 A. PERTANYAAN PUSKESMAS I. Identitas Puskesmas 1. Nama Puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bantuan Operasional Kesehatan 2.1.1 Definisi BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kesehatan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan melalui perencanaan yang baik dan efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan 2.1.1 Pengertian Perencanaan Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk mengembangkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) KOTA MOJOKERTO TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TU HAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah program Indonesia sehat dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu meningkatkan status kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Evaluasi a) Pengertian Universitas Sumatra Utara (2012) menerangkang pengertian evaluasi yang mengambil dari berbagai sumber. Berikut kutipannya tentang evaluasi:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU dr. Budihardja, DTM&H, MPH Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Pertemuan Teknis Program Kesehatan Ibu Bandung,

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa A LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

Lebih terperinci

Manajemen Puskesmas 1

Manajemen Puskesmas 1 Manajemen Puskesmas 1 Puskesmas ( Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II/2004 ) Unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN

DAFTAR ISI 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN 1 1. ALUR PIKIR 2. LATAR BELAKANG 3. DEFINISI BOK 4. TUJUAN 5. SASARAN BOK 6. KEBIJAKAN OPERASIONAL 7. DASAR HUKUM 8. INDIKATOR KEBERHASILAN DAFTAR ISI 9. RUANG LINGKUP KEGIATAN BOK 1. UPAYA KESEHATAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELAKSANAAN KOORDINASI DESA SIAGA DAN PHBS

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELAKSANAAN KOORDINASI DESA SIAGA DAN PHBS KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELAKSANAAN KOORDINASI DESA SIAGA DAN PHBS A. PENDAHULUAN Desa siaga kesehatan adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa yang memiliki kesiapan sumber daya potensial dan kemampuan

Lebih terperinci

Review. Bantuan Operasional Kesehatan

Review. Bantuan Operasional Kesehatan Review Bantuan Operasional Kesehatan Latar Belakang Keterbatasan biaya operasional untuk pelayanan kesehatan. Beberapa pemerintah daerah masihsangat terbatas dalam mencukupi kebutuhan biaya operasional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI i Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 351.077 Ind P Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Petunjuk teknis bantuan operasional kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda yang tercantum di dalam Nawa Cita Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar. Kesehatan adalah hak fundamental setiap masyarakat, yang merupakan hak asasi manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman. No.289, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi juga merupakan target sasaran

Lebih terperinci

Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten?

Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten? Sesi 2: Bagaimana posisi BOK dalam perencanaan dan penganggaran KIA di Kabupaten? Isi Pengantar Memahami BOK Analisis Risiko kebijakan BOK Saran Pengantar: Makna Investment Case membuat suatu benang merah

Lebih terperinci

Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan

Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan Lampiran Tabel Konsep Pengamatan/Penilaian Implementasi Kebijakan No. Fokus Penelitian Faktor yang Indikator Teknik Sumber Data dinilai/diamati Penilaian Pengambilan Data 1. Implementasi kebijakan BOK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN LAYANAN SOSIAL DASAR DI POS PELAYANAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU 2.1. Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun Lalu dan Capaian Renstra Evaluasi pelaksanaan RENJA tahun lalu ditujukan untuk mengidentifikasi sejauh mana kemampuan

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang mengacu

Lebih terperinci

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Upaya Pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat semakin meningkat. Penyerahan wewenang urusan pemerintahan kepada Daerah Otonom

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TAMAMAUNG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...... 2 BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS...

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN LAYANAN SOSIAL DASAR DI POS PELAYANAN TERPADU BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa Pos Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Pasal 13 dan 14 huruf j Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan dalam penyelenggaraannya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. derajat kesehatan masyarakat yaitu Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. derajat kesehatan masyarakat yaitu Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intervensi kesehatan Undang-Undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa perencanaan sebagai proses untuk menentukan tindakan masa

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA BUPATI BARITO UTARAA Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 36 T

2011, No Menetapkan Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 36 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.948, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Bantuan Operasional Kesehatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2556/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan. Fatmah Afrianty Gobel

Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan. Fatmah Afrianty Gobel FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Pendanaan Sektor Kesehatan di Indonesia: Studi Kasus Bantuan Operasional Kesehatan Fatmah Afrianty Gobel Mahasiswa S3 Ilmu Kedokteran Unair/ Dosen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKAT/ SASARAN PROGRAM No.

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKAT/ SASARAN PROGRAM No. PUSKESMA IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKAT/ SASARAN PROGRAM Revisi Halaman 1. Pengertian Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat / sasaran program adalah Kegiatan mencari, menemukan,

Lebih terperinci

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI) kesehatan ibu dan anak, penyediaan SDM yang berkulitas dan penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya percepatan penurunan AKI di Kabupaten Bangka Tengah. Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA - 1- PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MURUNG RAYA SEHAT 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 494/Menkes/SK/IV/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 494/Menkes/SK/IV/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN i KATA PENGANTAR Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh agar terwujud derajat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN Asmaripa Ainy Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya HOTEL HORISON

Lebih terperinci

Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Deskripsi: Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Puskesmas merupakan bagian dari sumber data dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). SIK di puskesmas dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan BOK di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi 1 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Input a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi di Kota Bengkulu yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp. 239.990.000,00 (proporsi 0,64%)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

Ind p PETUNJUK TEKNIS B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN

Ind p PETUNJUK TEKNIS B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN PETUNJUK TEKNIS 362.11 Ind p B O K ANTUAN PERASIONAL ESEHATAN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012 362.11 Ind p Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Pendekatan Kebijakan di Hulu Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Permasalahan Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Masih

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Mini Lokakarya Puskesmas

Pedoman Pelaksanaan Mini Lokakarya Puskesmas Pedoman Pelaksanaan Mini Lokakarya Puskesmas I. Pendahuluan Sesuai Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Manajemen Puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang meliputi

Lebih terperinci

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga LEMBAR FAKTA 1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Apa itu Pendekatan Keluarga? Pendekatan Keluarga Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Nama : Umur : Tahun Pendidikan

Lebih terperinci

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 Alimin Maidin Fridawaty Rivai Indahwaty A.Sidin a. Latar Belakang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara (Depkes

Lebih terperinci

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI Adalah : Upaya kesehatan yang memanfaatkan latihan fisik atau

Lebih terperinci

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100. Berdasarkan uraian mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan daerah yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah selama periode 2011-2015, maka telah ditetapkan target agregat untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.05,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bantul. Pedoman Umum, pelaksanaan, program, penyediaan, makanan tambahan, Pendidikan Anak Usia Dini, Pos Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Proses komunikasi kebijakan Proses komunikasi dan sosialiasi kebijakan telah mengantar Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengimplementasikan kebijakan tentang

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PUSKESMAS. Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013

MANAJEMEN PUSKESMAS. Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013 MANAJEMEN PUSKESMAS Rasa Harbakti, SKM, M Kes BPPSDM DEPKES RI BALAI PELATIHAN KESEHATAN SEMARANG 2013 1 Kepmenkes RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas : adalah UPTDinkes Kab/Kota

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Dalam Buku Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (2014) Desa dan Kelurahan Siaga Aktif diartikan sebagai bentuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA 1 BAB. III AKUNTABILITAS KINERJA A. Kinerja Akuntabilitas kinerja pada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar secara umum sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang terukur berdasar Rencana Strategis yang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

SEJARAH PUSKESMAS Puskesmas

SEJARAH PUSKESMAS Puskesmas PUSKESMAS SEJARAH PUSKESMAS Puskesmas : ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat Rakerkesnas th. 1968 di Jakarta Awal puskesmas dibagi beberapa kategori : 1. Tipe A (dipimpin : dokter penuh)

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM

KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM A. Pendahuluan Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG REVITALISASI POSYANDU

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG REVITALISASI POSYANDU BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG REVITALISASI POSYANDU BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 2 BUPATI BANDUNG PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN. Sebuah Panduan Formulasi di Tingkat Puskesmas/Kecamatan

STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN. Sebuah Panduan Formulasi di Tingkat Puskesmas/Kecamatan STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN Sebuah Panduan Formulasi di Tingkat Puskesmas/Kecamatan AGUNG DWI LAKSONO EVIE SOPACUA SUHARMIATI LESTARI HANDAYANI RISTRINI HERTI MARYANI BAMBANG WASITO Diterbitkan

Lebih terperinci

Poliklinik Kesehatan Desa

Poliklinik Kesehatan Desa Poliklinik Kesehatan Desa Oleh : 1. Diyan Mayangsari (090949) 2. Retno (101065) 3. Ayu Andriani (111112) 4. Siti Marfuah (111113) 5. Ewi Susilaningsih (111140) 6. Ummu Halida (111171) 7. Titah Adista (111172)

Lebih terperinci

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN

PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA PP 65/2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN EVALUASI PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN (Perbaikan SK Menkes) Dr Siti Noor Zaenab,M.Kes Dinas Kab. Bantul DASAR HUKUM UU No 32 /2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PP No 38/2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 23 Desember Plt. DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KIA. Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K)

KATA PENGANTAR. Jakarta, 23 Desember Plt. DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KIA. Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Buku Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan (Juknis BOK) tahun 2014. Buku ini disusun sebagai acuan bagi pengelola BOK di

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Dalam mencapai suatu tujuan organisasi diperlukan visi dan misi yang jelas serta strategi yang tepat. Agar lebih terarah dan fokus dalam melaksanakan rencana strategi diperlukan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) DI KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2011 RITA NURCAHYANI, SKM., MKM Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat LATAR BELAKANG Masalah pembiayaan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pemerintah,

Lebih terperinci