BAB I PENDAHULUAN. juga ada lapisan energi, lapisan mental/emosional, lapisan intelegensia dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. juga ada lapisan energi, lapisan mental/emosional, lapisan intelegensia dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lahir, tubuh manusia terdiri dari berbagai lapisan kesadaran. Tidak hanya lapisan tubuh fisik yang kelihatan oleh mata kasar, namun juga ada lapisan energi, lapisan mental/emosional, lapisan intelegensia dan lapisan kesadaran murni.aspek Psikologis erat kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya fisik: kehilangan barang milik, kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga sosial: kehilangan aktivitas, kehilangan ikatan kekeluargaaan dan lain-sebagainya. Mengingat dampak psikologis bencana sangat besar dalam arti jumlah mereka yang mengalami dampak besar namun jumlah profesional kesehatan mental terbatas (jumlah psikolog klinis dan psikiater sedikit). Belum lagi proses penanganan aspek psikologis bencana tidak singkat melainkan merupakan proses yang relatif panjang. Sehingga perlu dirancang sebuah strategi penanganan bencana untuk mengatasi masalah psikologis yang berkelanjutan dengan menggunakan suatu system teknologi modern. Kehidupan manusia yang dinamis, mengantarkan manusia pada pola kehidupan yang relative kompleks dan semakin mendesak manusia berhadapan dengan kenyataan bahwa manusia memiliki keterbatasan.kondisi tersebut memicu munculnya rasa frustasi dan 1

2 cenderung bersifat agresif.setiap emosi dan sikap agresif tersebut lambat laun akan menumpuk dan harus segera di salurkan. Dalam keadaan tersebut, tidak semua emosi dan agresi tersebut biasa disalurkan secara nyata dan dibutuhkan satu cara aman untuk pelampiasan atau penyaluran. Katharsis yang merupakan penyaluran emosi dan agresi yang bias berupa kekesalan, kesedihan, kebahagiaan, impian dan lainnya. Penyaluran emosi dan agresi tersebut, terkadang didasari oleh sebuah tragedy atau peristiwa yang pernah menimpa seseorang dimasa lalu dan menimbulkan rasa trauma. Pada masa itu, Freud berpikir bahwa pelepasan emosi yang tertahan dapat menjadi suatu efek terapeutik yang menguntungkan, proses katarsis sangat dikenal dalam psikologi, terutama dalam aliran psikoanalisis. Maksudnya adalah adanya pelepasan emosi-emosi yang terpendam. Proses katarsis sangat penting bagi orang-orang yang sedang menghadapi masalah emosional. Teori ini populer pada tahun 1930 hingga 1940, sebelum akhirnya masyarakat secara luas percaya bahwa media memiliki tanggung jawab terhadap penyakit-penyakit sosial yang terjadi didalam masyarakat. Dalam ilmu psikologi sendiri katarsis dikenal dalam dalam proses konseling Freud.( Singgih D.Gunars,1992:106) Melalui katarsis seseorang bisa digali lebih jauh apa yang dialaminya, sehingga klien tersebut bisa menceritakan apapun masalahnya kepada psikolog. Sehingga psikolog di sini berperan sebagai media katarsis yang memberikan sebuah gambaran kepada klien akan masalah 2

3 yang di hadapinya.setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk melakukan katarsis, mungkin dengan berpergian, makan yang banyak, karoke, tidur, sholat, dzikir, puasa ataupun menulis. Hypnoterapi tanpa katarsis sebelumnya akan berpotensi bahaya karena trauma tersebut belum diatasi sehingga dapat berdampak pada trauma lanjutan ketika trauma ini hanya ditumpuk dengan sebuah sugesti saat proses hypnotherapy tanpa menghilangkan atau memperlemah synaps (mengeluarkan emosi/trauma) yang menjadi penyebabnya. Sugesti dari luar tidak akan bertahan lama, dan seorang pasien bisa kambuh kembali (relaps) apabila ada stimulus yang dapat memberi trigger pada memori tentang trauma.(la kahija, 2007 : 33) Proses ini sangat penting bagi orang-orang yang sedang menghadapi masalah-masalah emosional. Dan pada umumnya, mereka juga sedang menghadapi situasi yang menyedihkan, mengecewakan, dan menjengkelkan. Mereka tidak mau bercerita kepada orang lain. Mereka lebih suka memendamnya sendiri atau berusaha untuk melupakan masalahnya meskipun dalam kenyataan, suatu masalah semakin dipendam dan diusahakan untuk dilupakan, maka akan muncul berbagai macam ganguan fisik dan psikologis seperti depresi, kecemasan dan berbagai bentuk penyakit psikologis. (Alkinston, 1991: 50) Dari hasil observasi awal penulis, pada umumnya gejala yang dirasakan klien berupa mengingat kembali segala kejadian yang pernah 3

4 dialami yang membuat klien merasa trauma serta adanya penghindaran terhadap kejadian yang membuat dirinya trauma, perasaan bersalah, pelampiasan yang dilakukan oleh para klien yang ada di Yoga Atma Consulting Pekanbaru mengalami berbagai macam masalah baik dari segi keluarga seperti kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi, pekerjaan dan lain sebagainya yang menyebab klien merasa stress, depresi, dan bisa menjadi trauma dan katarsis digunakan sebagai salah satu terapi dalam konseling terhadap masalah yang dihadapi oleh klien. Melihat kondisi tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian karena ingin masyarakat dan klien mengetahui seberapa besar manfaat terapi katarsis dalam mengatasi trauma. Oleh karena itu, penulis merasa hal ini penting untuk diteliti, dikarenakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan terapi katarsis yang dilakukan oleh konselor yang ada di Yoga Atma Consulting itu dalam mengatasi masalah trauma bagi semua kliennya. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pemanfaatan Terapi Katarsis Dalam mengatasi Traumatis Pada Klien Di Yoga Atma Pekanbaru. B. Alasan Pemilihan Judul 1. Terapi katarsis dalam mengatasi trauma pada klien digunakan dalam proses konseling di Yoga Atma Pekanbaru. 4

5 2. Masalah ini sangat perlu diteliti karena trauma menjadi suatu gangguan psikologis yang bisa merusak pikiran. 3. Penelitian ini dapat di jangkau oleh penulis baik segi waktu, tenaga, dan biaya. C. Penegasan Istilah 1. Pemanfaatan katarsis. Katarsis adalah pelepasan emosi-emosi yang terpendam. Proses katarisis ini sangat penting bagi orang-orang yang sedang menghadapi masalah-masalah emosional. Dan pada umumnya, orang yang sedang menghadapi masalah-masalah emosional. membahas manfaat katarsis dalam membersihkan diri individu terhadap masalah emosional yang menumpuk dan bisa mengganggu kesehatan fisik dan mental emosional.(alvin,2010:53) 2. Traumatis. Trauma psikologis merupakan gangguan pada jiwa yang timbul akibat peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh penderita. Peristiwa tersebut mengalahkan individu untuk mengatasi dan mengintegrasikan ideide dan emosinya. (Davidson 2006:45) D. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah a. Kurangnya pemahaman terapi katarsis terhadap trauma yang ada di Yoga Atma Consulting Pekanbaru. 5

6 b. Seberapa besar pemanfaatan terapi katasis dalam mengatasi traumatis di Yoga Atma Consulting Pekanbaru. c. Adanya masyarakat yang tidak mengetahui tentang lembaga psikologi Yoga Atma Consulting. 2. Batasan Masalah Karena keterbatasan kemampuan dan kesanggupan penullis untuk meneliti permasalahan yang begitu banyak seperti yang telah diungkapkan pada identifikasi masalah diatas, maka penulis memfokuskan kepada Pemanfaatan Terapi Katarsis Dalam Mengatasi Traumatis Pada Klien Di Yoga Atma Consulting. 3. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka pokok rumusan masalahnya adalah bagaimana pemanfaatan terapi katarsis dalam menangani traumatis pada klien yoga atma? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pemanfaatan terapi katarsis dalam mengatasi traumatis pada klien di Yoga Atma Consulting Pekanbaru. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan program sarjana S-1 pada jurusan Bimbingan dan 6

7 Konseling Islam di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Suska Riau. b. Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat dan dapat digunakan sebagai pedoman, bahan pertimbangan, dan arahan untu masa sekarang dan masa yang akan datang. c. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui bagaimana penerapan dan pemanfaatan terapi katarsis dalam mengatasi trauma di yoga atma pekanbaru. F. Karangka Teoritis dan Konsep Oprasional 1. Karangka Teoritis a. Pengertian Katarsis Katarsis atau katharsis, dari bahasa Yunani pertama kali diungkapkan oleh para filsuf Yunani, yang merujuk pada upaya "pembersihan" atau "penyucian" diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari ketegangan. Istilah ini digunakan antara lain: 1. Menurut Aristoteles adalah "Penyucian" yang dihasilkan pada para pemirsa dalam sebuah pentasan sandiwara. 2. Metode psikologi (psikoterapi) yang menghilangkan beban mental seseorang dengan menghilangkan ingatan traumatisnya dengan membiarkannya menceritakan semuanya (JS Badudu, 2003:175). 3. Kelegaan jiwa, ketika seorang penulis berhasil merapungkan tulisannya (Wibisono, 2007: 204). 7

8 Dalam kamus besar bahasa indonesia, katarsis diartikan 1 Kris penyucian diri yg membawa pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan; 2 Psi cara pengobatan orang yg berpenyakit saraf dengan membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dengan bebas; 3 Sas kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis. Teori Katharsis: pemurnian, pembersihan, pembebasan, pertobatan. Menurut Aristoteles, katharsis merupakan puncak dan tujuan karya seni drama dalam bentuk tragedi. Berhasil tidaknya sebuah pementasan drama dapat diukur dari tingkat katarsis yang terjadi. Katarsis ini memiliki makna terapeutik (penyembuhan). (Badudu 2003:177) Katarsis merupakan sebuah metode para filsuf untuk mengobati orang-orang yang pernah mengalami trauma mendalam. Sehingga, perlu diberikan energi baru melalui Katarsis ini.katarsis adalah suatu metode terapi dimana pasien diminta untuk mengingat kembali dan melepaskan emosi yang tidak menyenangkan, mengalami kembali ketegangan dan ketidakbahagiaannya dengan tujuan untuk melepaskan dari penderitaan emosional/gangguan mental. Terapi katarsis ini dikenalkan oleh Sigmund Freud dan kemudian dikembangkan oleh Scheff. Freud mengembangkan katarsis pengobatan untuk orang yang menderita gejala histeris melalui penggunaan hipnosis. (Alvin,2010:21) 8

9 Mereka menghadapi situasi yang menyedihkan, mengecewakan, menjengkelkan, seringkali tidak mau mengungkapkannya kepada orang lain. Mereka lebih suka memendam dalam qalbunya atau berusaha untuk melupakannya. Dalam kenyataannya, suatu masalah makin dipendam dan diusahakan untuk dilupakan, maka akan muncul berbagai macam ganguan fisik dan psikologis seperti depresi, kecemasan dan berbagai bentuk penyakit psikologis. Didalam konseling psikologi, biasanya seorang konselor hanya berperan sebagai media katarsis atau penampung segala macam keluhan klien yang mengungkapkan segala macam perasaan, emosi atau pikiranpikiran yang mengganggunya. Setelah itu, klien akan merasa lebih ringan akan beban yang dipikulnya. Apabila klien itu sampai menangis. Konselor biasanya akan membiarkannya terus menangis sampai puas dan orang tersebut merasa lega. Sebab dengan menangis akan tersalurkan emosi yang mencekam dirinya (Singgih,1992: 31) b. Tujuan Terapi Katarsis. Adapun manfaat dari katarsis ialah untuk membuang segala jenis masalah yang ada dalam diri sesorang dengan cara mereka sendiri selain dari pada itu katarsis juga bertujuan untuk : 1. Problem Solving (Pemecahan Masalah) Sikap manusia yang hidup, pasti mempunyai masalah. Bila masalah yang dirasakan terlalu berat, biasanya ia mencari orang lain 9

10 untuk menolongnya dalam memecahkan masalahnya. Bagi anggota masyarakat yang kurang berpendidikan, akan minta tolong kepada teman, tetangga, keluarganya atau yang lainnya. Tetapi bagi mereka yang berpendidikan tinggi, biasanya akan datang ke seorang psikolog profesional. 2. Individuasi Individuasi adalah suatu proses penemuan seseorang dengan dirinya sendiri (self). Hal ini sebenarnya tidak lepas dari penemuan diri sendiri yang hakiki. Kontrol Diri (Self Control) merupakan salah satu aspek psikologis yang selalu berkembang sejak kanak-kanak hingga dewasa. Pada masa kanak-kanak, seorang anak belum memiliki kontrol diri. Dengan bertambahnya usia maka kontrol diri diperlukan untuk mengendalikan dorongan-dorongan nafsu dan keinginan yang bergejolak. 3. Makna Hidup Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hidupnya bermakna. Hidup yang tidak berarti membuat orang mengalami kehampaan eksistensial dan selanjutnya akan menimbulkan frustasi eksistensial.dalam dunia modern seperti sekarang ini, ternyata banyak orang yang merasa tidak mendapatkan kepuasan batin, sehingga tidak sedikit orang mengalami kehampaan eksistensial. Meskipun mereka memiliki banyak ilmu dan harta, tetapi mereka merasa kosong batinnya. 4. Altered State Of Consciousness ( ASC ) 10

11 Adalah suatu kesadaran yang berubah atau yang berbeda dengan kesadaran orang dalam keadaan normal. Konsep ini banyak dibicarakan dalam Psikologi Transpersonal. Ciri-ciri dari pengalaman ASC (baik yang abnormal maupun supernormal, antara lain ditandai dengan: 1. Adanya Perubahan dalam fungsi pikiran (kognitif) 2. Perubahan dalam suasana hati 3. Perubahan dalam persepsi atau cara memandang sesuatu 4. Perubahan dalam kesadaran diri 5. Perubahan perasaan tentang waktu 6. Dan perubahan fungsi pancaindra.( Elvira,2005: 113) c. Proses Pelaksanaan Terapi Katarsis. Secara garis besar, untuk terapi yang terstruktur, terdapat kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat lebih terarah dan mantap dalam usaha untuk mencapai tujuan terapi yang bermakna. Kerangka kerja umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik), yang dapat mencakup berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses tersebut : 1. Fase Awal: Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas Terapeutik : 1. Memotivasi pasien untuk menerima terapi, 2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila ada), 3. 11

12 Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa terapis mampu membantunya, 4. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi. Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu, 2.Penolakan terhadap arti dan situasi terapi, 3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi yang mendalam, dan 4. Berbagai resistensi lain yang menghambat terjalinnya hubungan yang sehat dan hangat. Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain: 1. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik,2. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis, 3. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan 4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan masalahnya. 2. Fase Pertengahan Tujuannya adalah menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami pasien, menerjemahkan pengertian menentukan langkah korektif. Tugas terapeutik: 1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita 12

13 menilai faktor-faktor yang perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan. 2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan problem kehidupan. Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan, 2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego lemah), menghadapi dan mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan. 3. Fase akhir Tujuannya yaitu terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain: 1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis pasien; 2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri. 3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-tingginya. Resistensi pada pasien dapat berupa: 1. Penolakan untuk melepaskan dependensi; 2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif. Masalah kontratransferensi pada terapis: 1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien; 2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif sebagai terapis.(elvina,2005: 112) d. Katarsis dalam Trauma. Katarsis menurut sudut pandang psikoanalisa merupakan ekspresi dan pelepasan emosi yang ditekan. Kadangkala disinonimkan dengan 13

14 abreaksi yang didefinisikan sebagai mengalami kembali pengalaman emosional yang menyakitkan dalam psikoterapi, biasanya melibatkan kesadaran pada materi yang sebelumnya ditekan. Ketika dia berbicara tentang masalah-masalahnya, ia merasa lebih baik, dan simtom-simtomnya pun menghilang. Freud dan Breuer menyebutnya dengan cathartic method, suatu pembersihan konflik emosional di dalam diri melalui berbicara tentangnya. Metode katarsis ini pelopor psikoterapi, tritmen perilaku abnormal melalui teknik psikologis. Penemuan ini akhirnya membawa Freud untuk mengembangkan psikoanalisis, suatu teori dan sistem praktis yang bersandar pada konsep unconsciuous mind, hambatan impuls-impuls seksual, perkembangan awal, dan penggunaan teknik free asociation dan analisa mimpi.(wibison,2007:56) Tujuan utama tritmen psikoanalisa tradisional yang dikembangkan oleh Freud adalah untuk membawa materi bawah sadar yang ditekan menuju kepada kesadaran. Teori katarsis juga dikemukakan oleh Scheff yang memberikan pandangan alternatif pada proses-proses yang dapat memberikan keuntungan pada kesehatan melalui penyingkapan emosional. Menurut Scheff, penyingkapan secara verbal tidak terlalu penting dan tidak cukup untuk terapi, sedangkan pelepasan emosional merupakan hal yang penting dan mencukupi dalam terapi.(singgih D.Gunars,1992:106) Scheff mengusulkan bahwa penyembuhan dengan pelepasan emosional meliputi jarak optimum dari penekananemosi yang kemudian 14

15 diekspresikan. Pada suatu keadaan jarak optimum, partisipan dapat secara jelas mengalami emosi namun dalam suatu konteks saat sekarang yang aman. Mereka dapat mengakhiri episode emosional sebelum menjadi berlebihan. Oleh karena itu penyembuhan katarsis tidaklah sesederhana pembenaman ke dalam tekanan emosional, akan tetapi meliputi persepsi untuk dapat mengontrol dan menguasai perasaan-perasaan menekan saat ini.(singgih,1992:116) Penyingkapan emosi merupakan proses yang melibatkan perasaan alamiah atau emosi yang sebenarnya dan mengubahnya menjadi bahasa oral atau tertulis Mekanisme proses terapeutik menulis pengalaman emosional sebenarnya sama dengan mekanisme terapi-terapi yang lain. Mekanisme proses terapeutiknya berpusat pada penyingkapan (disclosure) pengalaman-pengalaman emosional. Pengakuan dan penyingkapan diri merupakan proses dasar yang muncul dalam psikoterapi, dan secara alamiah muncul dalam interaksi sosial yang dianggap membawa manfaat secara psikologis dan bahkan mungkin secara fisik.(bruce Goldberg,2007:8) e. Metode dan Teknik Terapi Katarsis. Diihat dari pandangan psikoterapi ada beberapa metode dan teknik terapi yang dapat digunakan dalam terapi katarsis yaitu: 1. Self Hypnosis. 15

16 Self Hypnosis merupakan penanganan kasus seperti membangkitkan motivasi dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri. Dan membutuhkan bantuan konselor atau terapi untuk memasuki tahap relaksasi yang lebih dalam untuk membantu pemberian sugesti. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam self hypnosis yaitu menggunakan pikiran bawah sadar, pemantapan relaksasi, melakukan sugesti terhadap diri sendiri dan yang terakhir kembali ke kondisi normal (terminasi). 2. Meditasi. Meditasi adalah praktek relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mecemaskan dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak arti dalam meditasi yaitu sebagai jalan untuk masuk dalam kesadaran jiwa, intropeksi diri, mengubah hidup dan meraih ketenangan. Manfaat meditasi ini sangat banyak diantaranya adalah mampu mengatur dan mengendalikan orang lain, mampu mengerti orang lain, selalu bertekun dalam hidup yang baik dan mampu menerima suka duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik. 3. Interpretasi Merupakan prosedur dalam menganalisis terapi katarsis dengan cara tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan dan mengajarkan klien tingkah laku dan mempercepat proses pengungkapan 16

17 bawah sadar secara lebih lanjut. Secara terapeutik interpretasi merupakan tahap terakhir dari suatu tahap berkelanjutan yang di mulai dari refleksi perasaan. Selanjutnya hendaknya diperhatikan pula beberapa kemungkinan reaksi klien terhadap interpretasi yaitu menerima, acuh tak acuh, menolak dan protes pada diri klien sendiri. (Fenti,2010: 91) f. Manfaat Terapi Katarsis. Adapun manfaan terapi katarsis yaitu : a. Menghilangkan atau merubah kebiasaan. b. Menghilangkan belief negatif. c. Memasukkan sugesti positif. d. Mengurangi rasa sakit. e. Mengurangi stress pasca trauma. f. Membuat jiwa menjadi tenang. (Elvina, 2005: 123) g. Traumatis. Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang mengubah respon seseorang terhadap stres masa depan. Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat. (Davidson, 2006: 146) 17

18 Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa traumatik.ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang merusak kemampuan seseorang untuk memadai mengatasi stres.trauma psikologis anak didefinisikan sebagai ancaman fisik atau psikologis atau penyerangan kepada fisik anak, integritas, rasa diri, keselamatan atau kelangsungan hidup atau untuk keselamatan fisik orang lain signifikan terhadap anak. Trauma emosional dan psikologis adalah hasil dari peristiwa luar biasa stres yang menghancurkan rasa aman, membuat anak merasa tidak berdaya dan rentan di dunia yang berbahaya.(davidson,2006:156) Namun, tidak demikian dengan trauma. Seseorang disebut mengalami trauma bila ia menunjukkan sejumlah gejala baik fisik maupun psikologis yang terus berlangsung meskipun peristiwa traumatis itu sudah lama berlalu. Mulai dari kehilangan selera makan (atau justru makan berlebihan), jantung berdebar-debar, pusing-pusing, menjadi lebih sensitif dan emosional (gamp ang tersinggung atau menangis), sulit berkonsentrasi, gampang curiga atau membenci seseorang/sesuatu), selalu ketakutan peristiwa buruk yang sama akan terulang, sulit tidur (atau malah tidur terus), hingga menarik diri dari pergaulan dan kehilangan gairah untuk melakukan kegiatan sehari-hari. (Nasir,2010: 53) Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor. Trauma 18

19 multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami. (Abdul, 2009:23) 1. Gejala Gejala trauma dibagi menjadi empat kategori. Seseorang yang mendapat pengalaman traumatis akan memperlihatkan beberapa gejala dan kombinasinya. Gejala-gejala yaitu: a. Memutar kembali peristiwa traumatis seperti. Seseorang yang mengalami trauma sering merasa peristiwanya terulang kembali. Hal ini biasanya disebut flashback, atau menghidupkan kembali peristiwa. Orang ini mungkin mempunyai gambaran mental di kepalanya tentang trauma, mengalami mimpi buruk, atau bahkan mungkin mengalami halusinasi tentang trauma. Gejala ini sering menyebabkan seseorang kehilangan saat sekarang dan bereaksi seolah-olah mereka mengalaminya seperti awal trauma terjadi. 19

20 b. Penghindaran. Seseorang yang mengalami trauma berusaha untuk menghindari segala sesuatu yang mengingatkan mereka kembali pada kejadian traumatis. Mereka mungkin akan menghindari orang-orang, tempat, benda-benda yang mengingatkan, termasuk juga bersikap dingin untuk menghindari rasa sakit, perasaan yang berlebihan. Membekukan pikiran dan perasaan akibat trauma disebut juga disasociation dan merupakan karakteristik trauma. c. Pelampiasan. Seseorang yang menderita trauma kadang mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol atau rokok untuk menghindari ingataningatan dan perasaan yang berhubungan dengan trauma. Dengan mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol atau rokok memang mereka dapat merasa tenang, tetapi hal itu sifatnya hanya sementara. d. Pemicu. Gejala-gejala pemicu psikologis dan fisiologis sangat berbedabeda pada orang-orang dengan trauma. Mereka mungkin sangat cemas, mudah gelisah, mudah tersinggung atau marah, dan mungkin mengalami sulit tidur seperti insomnia, atau mimpi buruk. Mereka akan terlihat terus menerus waspada dan mengalami kesulitan konsentrasi. Sering orang dengan trauma akan mengalami panic attack yang dibarengi dengan nafas yang pendek dan sakit di bagian dada. e. Perasaan bersalah. Sering seseorang merasa bersalah tentang apa yang telah terjadi dan mereka salah meyakini bahwa mereka pantas untuk disalahkan atau pantas mendapatkan hukuman. (Nasir, 2010:153) 2. Macam-macam stressor traumatik : 20

21 a. Menyaksikan peristiwa yang berakibat luka fisik atau kematian yang menakutkan seperti korban tergulung ombak, tertimpa tanah longsor, terlindas kendaraan, penganiayaan, terkena granat atau bom, kepala terpancung, tertembak, pembunuhan masal atau tindakan berutal di luar batas kemanusiaan. b. Pengalaman berada dalam situasi terancam kematian atau keselamatan jiwanya, misalnya huru-hara kerusuhan, bencana, tsunami, air bah atau gunung meletus, peperangan, berbagai tindak kekerasan, usaha pembunuhan, penganiayaan fisik dan mental-emosional, penyanderaan, penculikan, perampokan atau pun kecelakaan. c. Mengalami tindak kekerasan dalam keluarga d. Mengalami secara aktual atau terancam mengalami perkosaan, pelecehan seksual yang mengancam integritas fisik dan harga diri seseorang e. Dipaksa atau terpaksa melakukan tindak kekerasan f. Kematian mendadak atau berpisah dari anggota keluarga atau orang yang dikasihi g. Berhasil selamat dari tindak kekerasan, bencana alam atau kecelakaan hebat h. Terpaksa pindah atau terusir dari kampung halaman i. Mendadak berada dalam keadaan terasing, tercabut dari lingkungan fisik, budaya, kerabat, teman sebaya yang dikenal 21

22 j. Terputus hubungan dengan dunia luar,dilarang melakukan berbagai adat atau kebiasaan k. Kehilangan harta benda, sumber penghidupan, privacy (hak pribadi) l. Berada dalam kondisi serba kekurangan pangan, tempat tinggal, kesehatan.(halgin, 2010: 201) Trauma psikologis biasanya diakibatkan oleh kejadian yang dialami atau dilihat seorang anak. Pada umumnya ini dapat dibagi 4 golongan: 1. Menjadi korban, misalnya diculik, ditodong, diperkosa atau dipaksa untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma. 2. Kehilangan kepercayaan diri sendiri dan kepercayaan akan orang lain, kehilangan rumah, sekolah, pengobatan, keperluan sehari-hari. 3. Persoalan yang berasal dari kehidupan keluarga, misalnya perkosaan oleh ayah tiri, keluarga yang disfunctional, ditinggal orang tua, kemiskinan. 4. Bencana alam, misalnya kebakaran, kebanjiran, dan lain-lain. Berbagai faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu gangguan stres pasca trauma adalah: a. Tingkat keparahan stres/trauma b. Kerentanan pasien Kanak dan usila umumnya lebih rentan dari pada para dewasa muda. Hal ini karena kanak belum memiliki mekanisme pertahanan yang memadai,sedangkan para usia lanjut umumnya sudah terlalu kaku dengan mekanisme pertahanan mereka.(v.mark,2006:153) 22

23 3. Kondisi/fisik pasien : Berbagai faktor yang mempengaruhi keparahan stresor berinteraksi dengan faktor pribadi individu untuk menimbulkan gangguan stres pasca trauma pada orang tertentu. Faktor pribadi ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya gejala psikiatrik sebagai respons terhadap trauma. Faktor ini mencakup : a. Usia pada saat terjadinya trauma b. Ciri keperibadian yang mendasari,seperti obsesef-kompulsif; astenik c. Gangguan psikiatrik sebelumnya d. Predisposisi genetik 5. Dukungan Sosial. a. Faktor organobiologis Pasien dengan gangguan stres pasca trauma pramorbidnya mempunyai kecenderungan bereaksi otonomik secara berlebihan terhadap stres. b. Faktor Psikodinamik Trauma mengaktifkan kembali konflok yang tidak terselesaikan pada masa kanak, termasuk trauma emosional pada masa kana yang tidak disadari.(v.mark,2006:155) g. Gambaran klinis a. Terjadinya suatu stresor menyebabkan gejala distres yang bermakna pada hampir setiap orang 23

24 b. Adanya gejala khas berupa episoda dimana bayangan kejadian traumatik tersebut terulang kembali atau dalam mimpi, terjadi dengan latar belakang yang menetap berupa kondisi perasaan yang beku (numbness) dan penumpulan emosi,menjahi orang lain, tidak responsif terhadap lingkungannya, anhedonia dan menghindari aktifitas dan situasi yang berkaitan dengan traumannya, gangguan ingatan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, kesiagaan berlebihan), survivor guilt (rasa bersalah karena lolos dari bencana), gejala depresi c. Lazimnya ada ketakutan dan menghindari hal-hal yang mengingatkannya kembali pada trauma yang dialami d. Kadang-kadang bisa terjadi reaksi yang dramatik, mendadak ketakutan, panik atau agresif, yang dicetuskan oleh stimulus yang mendadak mengingatkannya kembali pada trauma yang dialaminya serta reaksi asli terhadap trauma itu. e. Onset terjadi setelah trauma dengan masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan (jarang sampai melampaui 6 bulan), Perjalanan keadaan ini berfluktuasi dan pada kebanyakan kasus dapat diharapkan kesembuhan. Pada sejumlah kecil pasien, perjalanan penyakit dapat menjadi kronis sampai beberapa tahun dan terjadi transisi menuju suatu perubahan keperibadian yang berlangsung lama.(davidson, 2006: 142) 24

25 h. Pelaksanaan Pelayanan. Berdasarkan kondisi stres pasca trauma,penyediaan pelayanan dilakukan secara berjenjang,yaitu untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi. Tingkat pelayanan tersebut sebagai berikut : 1. Pelayanan tingkat masyarakat Dilakukan oleh relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat luas terhadap klien yang mengalami trauma, berupa: a. Penyuluhan b. Bimbingan c. Membentuk kelompok tolong diri d. Rujukan 2. Pelayanan tingkat Puskesmas/RSU Kelas C dan D Konseling, dilakukan terhadap penderita yang berpotensi untuk mengalami gangguan stres pasca trauma. Dilakukan secara individu oleh seorang konselor yang sudah terlatih terhadap penderita. Rujukan, pada kasus yang tak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lebih lanjut/psikoterapi atau penanganan lebih lanjut 3. Pelayanan tingkat spesialistik Penderita yang tak dapat ditangani di tingkat Puskesmas akan dirujuk ke RSJ atau Bagian Psikiater RSU Kelas A dan B. Di tingkat ini penderita akan dilayani secara lebih spesialistik oleh seorang tenaga 25

26 terampil (psikiater atau psikolog ) sesuai dengan kebutuhan penderita. Penderita mungkin membutuhkan medikasi sementara untuk membantu mengatasi masalahnya yang mendesak sehingga dapat dilakukan konseling/psikiterapi yang lebih mendalam.( Nasir, 2010: 83) Dari sekian banyak konsep teoritis penulis mengkhususkan teori yang di temukan oleh Sigmund Freud sebelum terkenalnya psikoanalisa yang kemudian katarsis ini kembangkan oleh Scheff yang mengkaji tentang penyembuhan dengan pelepasan emosional dengan dapat mengontrol dan menguasai perasaan-perasaan menekan. Dimana terapi katarsis bisa menbantu klien untuk mebuang atau melepaskan segala jenis dimensi gangguan pikiran dan perasaan yang tertekan dan membuat seseorang menjadi netral kembali. 2. Konsep Oprasional. Konsep oprasional adalah konsep yang digunakan untuk menjelaskan konsep teoritis agar mudah dipahami. Selain itu konsep operasional juga berguna untuk mempermudah mencari data-data di lapangan. Untuk memudahkan dalam memahami teori yang dipaparkan dalam kerangka teoritis diatas, maka penulis merasa perlu menjelaskan maksud dari penggunaan terapi katarsi yaitu menyembuhkan mental diri individu terhadap masalah emosional yang menumpuk yang bisa mengganggu kesehatan fisik dan mental emosional melalui pelaksanaan bimbingan konseling. Maka penulis menetapkan indikator-indikatornya sebagai berikut: 26

27 a. Pelaksanaan terapi katarsis dalam menangani traumatis dan langkahlangkahnya dalam mengatasi trauma. b. Metode atau teknik pelaksanaan terapi katarsis dalam mengatasi trauma. c. Manfaaat katarsis yang dirasakan oleh klien dalam mengatasi trauma. G. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yoga Atma Consulting di Jalan Cik Ditiro Pekanbaru. 2. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu kualitatif, yakni data yang diperoleh dan disajikan dengan apa adanya kemudian data tersebut digunakan dengan menggunakan kalimat-kalimat tidak dalam bentuk angka. 3. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah konselor dan seluruh klien yang mengalami trauma yang ada di yoga atma consulting pekanbaru, sedangkan objek dalam penelitian ini pemanfaatan terapi katarsis dalam mengatasi traumatis di yoga atma consulting pekanbaru. 27

28 4. Sumber Data a. Data primer yaitu yang diperoleh langsung dari konselor dan tarapis yang ada di yoga atma consulting pekanbaru. b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari perpustakaan, dokumen, dan internet. 5. Populasi Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah 2 orang konselor dan 6 orang klien yang mengalami trauma yang ada di Yoga Atma Consulting Pekanbaru, maka peneliti mengambil populasi dengan menggunakan teknik total sampling yaitu sampel yang di teliti secara keseluruhan hingga relevan dengan desain penelitian.( Prof. Ida Bagoes antra. Ph. D. 2008:116) 6. Teknik Pengumpulan Data Untuk data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu : a. Wawancara mendalam ( indept interview). Secara umum wawancara mendalam ( indepth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relative lama.(burhan Bungin :108). Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara mendalam 28

29 dengan konselor di Yoga Atma Counsulting Pekanbaru dengan mengajukan 15 pertanyaan yang mana 11 pertanyaan akan diajukan kepada konselor dan 4 pertanyaan kepada klien. b. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, observasi ini dilakukan di yoga atma consulting pekanbaru. c. Dokumentasi, yaitu mendapatkan fakta-fakta dalam bentuk catatan. 7. Teknik Analisis Data Berjalan dengan sifat penelitian ini adalah kualitatif, maka analisa yang digunakan adalah teknik analisa data yang bersifat trianggulasi. Menurut Denzim ( dalam ida Bagoes Mantra, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa macam teknik trianggulasi diantaranya adalah : pertama, mebandingkan hasil penelitian dengan sumber lain, kedua, membandingkan hasil penelitian dengan hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis yang sama. Dalam teknik trianggulasi penulis menggnakan Trianggulasi dengan Teori, dilakukan dengan menguraikan pola, hubungan dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema atau penjelasan pembanding. Secara induktif dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis dengan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan ini dapat ditunjang dengan data. (Burhan Bungin, 2008:257). 29

30 H. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Berisikan tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, alasan pemilihan judul, rumusan masalah, permasalahan, identifikasi masalah, karangka teoritis dan konsep oprasional dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Adalah mengenai tentang sejarah yoga atma consulting pekanbaru, visi, misi dan target yoga atma consulting, sarana dan prasarana, struktur organisasi, nama-nama petugas yang bertugas. BAB III: PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan tentang pemanfanfaatan terapi katasis dalam mengatasi traumatis pada klien di Yoga Atma Counsulting Pekanbaru. BAB IV: ANALISIS DATA Bab ini berisikan mengenai analisis data pemanfaatan terapi katarsis dalam mengatasi traumatis pada klien di Yoga Atma Counsulting Pekanbaru. BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA 30

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya :

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya : BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan memaparkan data yang penulis peroleh dari lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Adapun data yang penulis paparkan adalah data yang

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DATA PENELITIAN. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 77

BAB IV ANALISIS HASIL DATA PENELITIAN. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 77 BAB IV ANALISIS HASIL DATA PENELITIAN A. Temuan Penelitian Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

Lebih terperinci

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis Traumatik event adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis Postraumatik stress bisa timbul akibat

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan fenomena yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh kecenderungan para pengemudi angkutan umum maupun kendaraan pribadi untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Lebih terperinci

Manfaat Hypnosis 3 JURUS JITU HYPNOLEARNING

Manfaat Hypnosis 3 JURUS JITU HYPNOLEARNING Manfaat Hypnosis Tidak ada seorang pun yang mampu memberikan perhitungan yang tepat dan secara pasti tentang manfaat hypnosis, karena hampir di setiap bidang apa pun dalam kehidupan kita melibatkan pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan lupus merupakan penyakit kronis yang kurang populer di masyarakat Indonesia dibandingkan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa

Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa Dasar Dasar Pelayanan Pemulihan Gangguan Jiwa M enurut Substance Abuse and Mental Health Service Administration (SAMHSA), sebuah badan milik pemerintah Amerika Serikat, pengertian dari pemulihan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek MODEL TERAPI KONSELING Teori dan Praktek Ragam model terapi konseling Terapi Psikoanalitik / Freud, Jung, Adler Terapi Eksistensial humanistik / May, Maslow, Frank Jourard Terapi Client-Centered / Carl

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani hidup, setiap manusia akan menemui berbagai permasalahan. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM Kartika Adhyati Ningdiah 10508117 Latar Belakang Masalah Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi SOLO,2011 KOMPAS.com Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

Konsep Kecemasa n. Oleh : Hapsah

Konsep Kecemasa n. Oleh : Hapsah Konsep Kecemasa n Oleh : Hapsah Pengertian Ketegangan, rasa tak aman atau kekhawatiran yg timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yg tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang paling penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan komunikasi manusia berinteraksi antar satu individu dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasawarsa terakhir ini isu kesehatan terus mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasawarsa terakhir ini isu kesehatan terus mendapat perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasawarsa terakhir ini isu kesehatan terus mendapat perhatian dari ahli medis dan non-medis dunia. Dikatakan demikian karena masalah kesehatan bukanlah persoalan bagi

Lebih terperinci

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN 137 BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Konsep mimpi Sigmund Freud. Mimpi adalah produk psikis yang dianggap sebagai konflik antara daya-daya psikis. Dengan menganalisis mimpi maka dapat mengetahui

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pariwisata. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kota-kota besar di Indonesia, mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang, seperti dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pariwisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138) digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan stres merupakan respon organisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan yang berlangsung. Tuntutan-tuntutan ini bisa jadi berupa hal-hal yang faktual

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

Pengantar Psikologi Abnormal

Pengantar Psikologi Abnormal Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan sekitar kita, seperti gempa bumi yang melanda Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita menyaksikan dan mendengarkan berita-berita di media massa, maka kita akan mendengarkan beberapa peristiwa yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Oleh: Cinintya Dewi, YAYASAN PULIH Untuk Pemulihan dari Trauma dan Penguatan Psikososial Yayasan Pulih 2011 Sekilas program Jurnalisme dan Trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci