BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri Definisi Konsep Diri Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar, ketika sebagian dari pengalamannya menjadi personalisasi, dan dibedakan ke dalam kesadaran sebagai pengalaman saya atau aku. Bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri, dikarenakan mereka mulai belajar tentang apa yang mereka rasakan baik dan apa yang mereka rasakan buruk, apa yang mereka rasakan menyenangkan dan apa yang mereka rasakan tidak menyenangkan, kemudian mereka akan mulai mengevaluasi pengalamannya sebagai suatu yang positif atau negatif (dalam Feist & Feist, 2009). Rogers (1959) juga mengemukakan bahwa konsep diri mencakup semua aspek-aspek untuk menjadi individu, dan pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai suatu kesadaran (meskipun tidak selalu akurat) oleh individu (dalam Feist & Feist, 2009). Menurut Rogers (1959 dalam Feist & Feist, 2009), begitu orang membentuk konsep dirinya, ia menemukan perubahaan, dan pembelajaran yang cukup signifikan kesulitannya, dimana pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri, biasanya ditolak ataupun diterima dalam bentuk terdistorsi. Rogers (1959, dalam Mischel, Shoda, & Smith, 2004), mengemukakan bahwa konsep diri itu mempengaruhi persepsi dan perilaku seseorang.

2 Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi individu dari dan perasaan terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep diri individu terdiri dari sikap individu terhadap diri yang individu itu pegang (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007). Senada dengan pendapat diatas, Papalia, Olds, dan Feldman (2007 : 279), berpendapat bahwa the self concept is our total image of ourselves. Hal ini dimaksud adalah hal yang kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang dikatakan sebagai gambaran dari kemampuan dan sifat, dan hal ini juga merupakan a cognitive construction, yang merupakan sebuah sistem representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, self concept adalah rasa terhadap diri, dimana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap kemampuan dan sifat-sifat seseorang (Papalia, Olds, dan Feldman (2007). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Johnson-Pynn, dkk (2003 dalam Beheshtifar & Nezhad, 2012), memyatakan bahwa seseorang menggambarkan individu tertentu dalam berbagai karakter kepribadian, ketika karakter ini diterapkan secara konsisten, maka individu tersebut menerima dirinya sebagai deskripsi tentang dirinya (Kimani, dkk (2009) dalam Beheshtifar & Nezhad, 2012). Sementara itu, Santrock (2008 dalam Zastrow & Ashman, 2010), mengemukakan bahwa konsep diri merujuk pada perasaan positif dan negatif, dimana perasaan ini menunjukkan dirinya. Konsep diri dikenal dengan istilah citra diri (self image), kesadaran diri (sense of self), harga diri (Self esteem), identitas diri (Self identity) (Zastrow & Ashman, 2010),.

3 Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan suatu konsep yang dimiliki oleh seorang individu tentang dirinya sendiri, serta menjadi pedoman seseorang dalam bertindak. Konsep diri menjadi faktor yang mendorong seseorang dalam memutuskan suatu pembelian, dimana dalam diri seseorang memiliki kebutuhan, dan kepuasaan yang dimilikinya, sehingga hal ini membentuk perilaku konsumtif individu Pembentukan Konsep Diri Murmanto (2007), menjelaskan bahwa proses pembentukan konsep diri dimulai sejak masih kecil, dan masa kritis pembentukan konsep diri seseorang berada saat anak masuk sekolah dasar. Individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan hidup individu. Konsep diri merupakan suatu faktor yang dipelajari oleh seseorang, yang terbentuk dan pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sumber informasi mengenai konsep diri seseorang dapat diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain, yaitu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat (Isabella, 2011). Menurut Subadi, dkk (1986 dalam Pardede 2008) konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu tersebut dalam berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Pendapat yang dikemukakan diatas, serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Wong, dkk., (2002), bahwa konsep diri tidak ada saat lahir, tetapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik diri sendiri. Kasih (2008:38), juga berpendapat bahwa konsep diri itu terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi orang lain mengenai diri seseorang tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang individu, dimana struktur, peran, dan status

4 sosial merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi individu yang satu dengan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dan kelompok. Konsep diri dibentuk dari kepercayaan dan sikap yang dipegang, yang berkaitan dengan diri sendiri, dimana konsep diri menentukan siapakah diri kita seperti yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, dan apa yang akan terjadi pada diri kita dimasa depan (Yahaya, 2008). Rasa terhadap diri sendiri juga memiliki aspek sosial: anak menggabungkan pertumbuhan citra diri (self image) mereka dengan pemahaman mereka terhadap apa yang mereka lihat dalam bentuk lainnya. Gambaran diri mulai muncul ketika pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri. Konsep diri menjadi lebih jelas dan lebih menarik, apabila dilihat sebagai keuntungan yang dicapai seseorang dalam kemampuan kognitif dan dalam berhubungan dengan tugas-tugas pada masa perkembangan kanak-kanak, remaja, dan hingga dewasa (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Sedangkan McClun dan Merrell (1998) menyatakan bahwa konsep diri juga tidak ada dalam ruang hampa, dikarenakan perkembangan konsep diri ini dipengaruhi secara signifikan oleh keluarga (dalam Henderson, Dekof, Schwartz, & Liddle, 2006), akan tetapi konsep diri seseorang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar keluarga, seperti teman-teman (Harter 1999 dalam Henderson, Dekof, Schwartz, & Liddle, 2006). Hal ini senada dengan Beheshtifar & Nezhad (2012), mereka menjelaskan bahwa faktor utama yang menentukan pembentukan konsep diri individu adalah lingkungan serta dengan siapa individu hidup, dimana mereka memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri seseorang.

5 Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anakanak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri negatif. Jadi, anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan apa yang diperoleh dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga, sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif (Murmanto, 2007). Hal ini senada dengan yang kemukakan oleh Yahaya (2004) bahwa Konsep diri ada positif maupun negatif dan tidak terbentuk secara turun-temurun, dimana kepribadian yang dibentuk merupakan suatu hal yang setara dengan kepercayaan yang ditanam semasa kecil, dan sebagai pegangan ketika pada masa remaja dan dewasa Penting untuk diketahui bahwa konsep diri tidak terbatas pada saat ini, tetapi mencakup diri individu di masa lalu dan masa depan, dimana masa depan mewakili ide-ide seseorang (individu ingin menjadi), akan tetapi ada kemungkinan bahwa individu dapat berfungsi sebagai insentif bagi perilaku di masa depan, juga memberikan evaluatif dan interpretative dalam konteks yang aktif terhadap diri sendiri (Adetoro 2011 dalam Beheshtifar & Nezhad, 2012) Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, Hurlock (1994 dalam Kasih, 2008) mengemukakan beberapa kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa kanak-kanak, yaitu: kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan kegagalan, seks dan inteligensi, sedangkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa remaja, yaitu: usia kematangan,

6 penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, dan cita-cita Komponen Konsep Diri Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), percaya bahwa konsep diri terbagi menjadi 3 komponen, antara lain: 1. The View you have of yourself (Self image) Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), bagaimana kita melihat diri kita sendiri, dimana ini penting dan baik untuk kesehatan psikologi seseorang. Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa ini bukan kebutuhan untuk merefleksikan diri. Pada level sederhana, kita mungkin mengenali diri kita sendiri sebagai pribadi yang baik atau buruk, cantik atau jelek. Citra diri mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berprilaku didunia ini (McLeod, 2007). Citra diri adalah cara seseorang melihat dirinya sendiri, dan berpikir mengenai dirinya sendiri (Gunawan, 2003). Sedangkan Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010) menunjukkan cara individu dalam membayangkan dirinya sendiri, dan menentukan cara individu bertingkah laku dalam situasi tertentu. Khun (1960 dalam McLeod, 2008), membagi citra diri menjadi 4 sub dimensi, yaitu: a) Physical Description (keterangan fisik): saya tinggi, saya mempunyai mata berwarna biru, dan lain-lain b) Social Roles (peran sosial): kita semua adalah makhluk sosial yang perilakunya dibentuk sampai batas tertentu oleh peran yang kita mainkan. Peran seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, atau anggota tim sepak bola, ini tidak hanya membantu orang lain untuk mengenali kita, tetapi

7 juga membantu kita untuk mengetahui apa yang diharapkan dari kita dalam berbagai situasi (Mcleod, 2008). c) Personal Traits (sifat pribadi): ini adalah dimensi ketiga dari deskripsi tentang diri kita: Saya impulsif.. Saya murah hati.. Saya cenderung khwatir dengan banyak hal, dan lain-lain (Mcleod, 2008). d) Existential Statements (laporan eksistensial atau yang abstrak): seperti Saya anak alam semesta untuk Saya sesorang manusia untuk Saya makhluk spiritual, dan lain-lain (Mcleod, 2008). 2. How much value you place on yourself (Self esteem or self worth) Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, dan perasaan harga diri (self worth) berkembang pada awal masa kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak dengan ibu dan ayah nya. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), harga diri mengacu pada sejauh mana kita suka, menerima, atau menyetujui diri kita sendiri atau seberapa banyak kita menghargai diri kita sendiri. Menurut Tracy (1993 dalam Salihudin, 2010), harga diri adalah seberapa besar seseorang menyukai dirinya sendiri. Menurut Gunawan (2003), Semakin seseorang menyukai dirinya, menerima dirinya, dan hormat pada dirinya sendiri sebagai seseorang yang berharga dan bermakna, maka semakin tinggi harga diri seseorang. Semakin seseorang merasa sebagai manusia yang berharga, maka seseorang akan semakin bersikap positif dan merasa bahagia. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), self esteem tinggi, yaitu seseorang memiliki pandangan yang positif tentang diri kita sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan: 1. Keyakinan pada kemampuan kita sendiri 2. Penerimaan diri

8 3. Tidak khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan 4. Optimisme Sedangkan Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa self esteem rendah, yaitu seseorang memiliki pandangan negatif terhadap diri kita sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan: 1. Ketidakpercayaan 2. Ingin menjadi atau terlihat seperti orang lain 3. Selalu mengkhawatirkan apa yang orang lain mungkin pikirkan 4. Pesimisme 3. What you wish you were really like (Ideal self) Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), diri ideal ini adalah seseorang yang ingin kita tiru, dimana ini terdiri dari tujuan dan ambisi dalam hidup, dan dinamis. Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas, serta ciri kepribadian orang yang sangat dikagumi atau gambaran dari sosok yang sangat diinginkan, dan apabila dapat menjadi seperti apa yang diinginkan (Gunawan, 2003). Diri ideal berisi semua atribut, biasanya positif seperti setiap orang bercitacita untuk menjadi yang diinginkan. Sebuah kesenjangan yang besar antara diri ideal dan konsep diri menunjukkan ketidaksesuaian dan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis memandang perbedaan kecil antara konsep diri mereka dengan apa yang mereka idealnya ingin menjadi (Feist & Feist, 2009). Menurut Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010), bentuk diri ideal akan menuntun individu dalam membentuk perilaku. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), diri ideal seseorang mungkin tidak konsisten dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan, dan pengalaman dari orang tersebut,

9 sehingga perbedaan ini mungkin ada diantara diri ideal seseorang dengan pengalaman aktual, maka ini disebut ketidaksesuaian (incongruence). Gambar 2.1 Incongcruence and congcruence self image Sumber: Rogers (1951 dalam Mcleod, 2007) Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan jika terdapat ketidaksesuaian antara bagaimana seseorang melihat dirinya (misalnya citra dirinya), dan apa yang seseorang ingin tiru atau menjadi (misalnya diri ideal), maka ini kemungkinan akan mempengaruhi seberapa banyak seseorang itu menghargai dirinya sendiri Dimensi Konsep Diri Konsep diri dapat dibagi menjadi empat bagian dasar, antara lain: actual versus ideal, and private versus social. Perbedaan actual ideal mengacu pada persepsi individu tentang siapa dirinya sekarang (actual self concept) dan yang saya ingin menjadi (ideal self concept). Private self mengacu pada bagaimana saya atau ingin menjadi diri saya (private self concept), dan social self adalah bagaimana saya dilihat oleh orang lain atau bagaimana saya ingin dilihat oleh orang lain (social self concept) (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

10 Tabel 2.1 Dimesions of a Consumer s Self Concept Dimensions of Self- Concept Private self Social self Actual Self-Concept How I actually see my self How others actually see me Ideal Self Concept How I would like to see myself How I would like others to see me Sumber: Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) Jenis Konsep Diri Calhoun dan Acocella (1995 dalam Isabella, 2011), membedakan konsep diri menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu. Dengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat dilihat dari tingkah lakunya. Apabila seseorang memiliki konsep diri positif, maka perilaku yang muncul pun cenderung positif, dan sebaliknya, seseorang yang menilai dirinya negatif, maka perilaku yang muncul pun cenderung negatif (dalam Isabella, 2011) Konsep Diri Positif Santoso (2010:71), mengemukakan bahwa konsep diri positif merupakan sebuah sistem operasi yang mempengaruhi mental dan kemampuan berpikir positif seseorang. Semakin positif konsep diri seseorang, maka akan semakin mudah mengarahkan perasaan dan pikirannya kearah positif. Seseorang yang memiliki konsep diri positif dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan seseorang dalam kehidupannya. Calhoun dan Acocella (1995) Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menerima kekurangan dalam dirinya. Ia akan mampu mengintrospeksi dirinya, dan mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih baik,

11 mampu menata masa depannya dengan sikap optimis sehingga dapat diterima di tengah masyarakat. Konsep diri yang positif akan menjadi modal individu dalam merancang kehidupannya dimasa kini maupun masa mendatang. Dengan konsep diri positif, individu akan memandang positif dirinya maupun orang lain, sehingga ia akan mendapat umpan balik yang positif pula dari lingkungannya (dalam Isabella, 2011) Konsep Diri Negatif Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri negatif menjadi 2, yaitu: 1. Individu memandang dirinya secara acak, tidak teratur, tidak stabil, dan tidak ada keutuhan diri. Ia tidak mengetahui siapa dirinya, kelemahannya, kelebihannya, serta apa yang dihargai dalam hidupnya (dalam Isabella, 2011), 2. Kebalikan dari jenis konsep diri negatif yang pertama, individu yang memiliki konsep diri negatif memandang dirinya terlalu stabil dan terlalu teratur. Dengan demikian, individu menjadi seorang yang kaku, dan tidak bisa menerima ide-ide baru yang bermanfaat baginya Murmanto (2007), konsep diri seseorang dapat dilihat dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal-hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya. Sebaliknya, orang yang konsep dirinya baik, akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias,

12 merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal Konsep Diri Independent dan Interdependent Konsep diri adalah penting dalam semua budaya. Namun, aspek-aspek diri yang paling berharga dan paling pengaruh pada konsumsi dan perilaku lainnya bervariasi di seluruh budaya. Para peneliti telah menemukan itu berguna untuk mengkategorikan konsep diri menjadi dua jenis, independen dan interdependen, juga disebut sebagai keterpisahan seseorang dan keterhubungan (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007). Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), konsep diri independen dan interdependen tidak dikategori secara diskrit, melainkan, mereka adalah konstruksi yang digunakan untuk menggambarkan ujung-ujung sebuah kontinum sepanjang yang kebanyakan kebohongan budaya Konsep Diri Independent Independent construal of the self didasarkan pada dominan budaya Barat yang menyatakan bahwa individu terpisah secara inheren. Konsep diri Independen menekankan tujuan pribadi, karakteristik, prestasi, dan keinginan. Individu dengan konsep diri yang independen cenderung individualistik, egosentris, otonom, mandiri, dan mandiri. Mereka mendefinisikan diri mereka dalam hal apa yang mereka lakukan, apa yang mereka miliki, dan karakteristik pribadi mereka (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007) Konsep Diri Interdependent Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), interdependent construal of the self lebih didasarkan pada keyakinan budaya yang umum di Asia dalam keterhubungan dasar manusia. Konsep diri interdependen menekankan hubungan keluarga, budaya, profesional, dan sosial. Individu dengan konsep diri

13 interdependen cenderung patuh, sociocentric, holistik, terhubung, dan hubungan yang terorientasi. Mereka mendefinisikan diri mereka dalam hal peran sosial, hubungan keluarga, dan kesamaan dengan anggota lain dari kelompok mereka (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007). 2.2 Perilaku Konsumtif Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku lebih mengacu pada tindakan dan respon, dimana kita dapat mengamatinya secara langsung (Passer dan Smith, 2007). Fromm (1955) perilaku konsumtif dapat berakibat consumption hungry, yaitu dalam diri individu memiliki faktor keinginan untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan demi memenuhi rasa puas dalam dirinya sehingga ini dapat membuat individu itu menjadi konsumtif. Titik awal konsumsi didasarkan pada apa yang disebut "simbolisme konsumen." Motivasi untuk pembelian produk tidak lagi dibatasi oleh fungsinya, namun implikasi produknya (Nayyab, Javed, Ibraheem, & Safdar, 2011). Sementara itu, Kardes, dkk (2001; 2004b) mengemukakan bahwa konsumen membuat kesimpulan melampaui apa yang mereka baca, pengetahuan, kebutuhan mereka, shingga mereka membuat kesimpulan dalam proses pembelian yang dapat berdampak pada penilaian (Loken, 2006) Sedangkan Sumartono (2002 dalam Hotpascaman, 2009), perilaku konsumtif diartikan sebagai suatu tindakan dalam menggunakan suatu produk secara tidak tuntas, dimana dimaksudkan bahwa suatu produk belum habis dipakai, akan tetapi seseorang itu telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karna adanya iming-iming hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang menggunakannya.

14 Menurut Soegito (1996) perilaku konsumtif masyarakat Indonesia tergolong berlebihan, apabila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, dimana keadaan ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Philipina dan Singapura. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang mengunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif (dalam Parma, 2007). Van Boven dan Gilovich (2003), menjelaskan bahwa suatu pengalaman dalam proses pembelian harus dibuat berdasarkan tujuan untuk memperoleh suatu barang yang baik, maka perlu disesuaikan dengan pola kebutuhan hidup. Mantel dan Kardes (1999) juga mengatakan bahwa konsumen itu tidak selalu termotivasi untuk mempertimbangkan dan membandingkan barang tersebut bermerek atau tidak, sekalipun mereka mendapatkan informasi akan barang itu (Wang & Wyer (2002) dalam Loken, 2006). Sedangkan menurut Posavac, dkk (2004); Hsee & Leclerc (1998), ketika konsumen menbandingkan suatu merek, pada umumnya mereka berada pada kondisi psikologis dimana ia memiliki motivasi tinggi dalam menilai merek tersebut (relatif berfokus pada satu merek) (dalam Loken, 2006). Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dijelaskan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan pembelian secara berlebihan. Dalam artian, perilaku konsumtif ini tidak hanya merupakan perilaku pembelian kebutuhan individu tetapi juga tindakan pemuasaan diri. Setiap individu cenderung memiliki kepuasaan dirinya masing-masing.

15 2.2.2 Indikator Perilaku Konsumtif 1. Pemenuhan keinginan (wants) It relieves anxiety, because what one has cannot be taken away; but it is also requires one to consume even more, because previous consumption soon losses its satisfactory character (Fromm, 1976 dalam Woodward, 2007). Fromm (1976) menjelaskan bahwa konsumen modern itu di identifikasikan dalam rumusan: saya= apa yang saya punya dan apa yang saya konsumsi (dalam Woodward, 2007). Rasa puas manusia tidak berhenti pada satu titik saja, akan tetapi rasa puas itu akan terus meningkat, sehingga manusia tergolong selalu ingin memenuhi rasa puas itu, meskipun individu itu harus mengkonsumsi suatu barang atau produk yang tidak memiliki fungsi, manfaat dan kebutuhan bagi diri individu itu (Fromm, 1955). Ketika individu dapat memenuhi rasa puas nya atau memenuhi perilaku konsumsi nya akan suatu produk atau barang, maka hal ini dapat mengurangi rasa kecemasan dalam diri individu itu dimana kegiatan konsumsi nya telah tercapai (Fromm, 1976 dalam Woodward, 2007). 2. Barang diluar jangkauan Acquisition transitory having and using throwing away (or if possible, profitable exchange for a better mode) new acquisition = constitutes the vicious circle of consumer-buying and today s motto could indeed be: new is beautiful Fromm (1976 : 59) Jika manusia menjadi konsumtif (menggunakan atau mengkonsumsi secara berlebihan), maka tindakan konsumsi ini menjadi kompulsif dan tidak rasional. Oleh karena itu, dalam diri individu akan muncul perasaan belum lengkap dan selalu mencari kepuasan dengan mendapatkan barang atau produk baru (Fromm, 1976).

16 3. Barang tidak produktif...regard to many things, there is not even the prefense of use we acquire them to have:them. We are satisfied with useless possession Fromm (1955)... Menganggap banyak hal, tidak ada bahkan prefense penggunaan kita mendapatkan mereka untuk memiliki: mereka. Kami puas dengan kepemilikan tidak berguna " Jika pengkonsumsian barang atau berlebihan, maka kegunaan konsumsi itu sendiri menjadi tidak jelas atau tidak sesuai dengan fungsinya, sehingga hal ini mengakibatkan barang atau tersebut menjadi tidak produktif. Ketika individu merasa terpuaskan dengan memiliki barang atau produk yang diinginkan, akan tetapi pada kenyataan nya bahwa preferensi dalam pengunaan barang atau produk tersebut sebenarnya tidak ada (Fromm, 1955). 4. Status Perilaku individu dapat digolongkan sebagai konsumtif, apabila ia mengkonsumsi barang atau produk secara berlebihan serta hanya mementikan status sosial nya di tengah masyarakat. Pada saat ini, perilaku konsumsi bukan lagi merupakan pengalaman produktif, akan tetapi telah menjadi suatu pengalaman pemuasan angan-angan saja dalam mencapai sesuatu (seperti status sosial, kelas sosial, gaya hidup) yang diinginkannya (Fromm, 1955).

17 2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif EXTERNAL INFLUENCES Culture Subculture Demograhics Social Status Reference Group Family Marketing Activities Needs INTERNAL INFLUENCES Perception Learning Memory Motives Personality Emotions Atitudes Experiences & acquitions Self-Concept and Lifestyle Needs Desires Experiences & acquitions DECISION PROCESS Situation Problem Recognition Information Search Alternative Evaluation and Selection Outlet Selection and Purchase Postpurchase Processes Gambar 2.2 Overall Model of Consumer Behavior Sumber: Hawkins, Motherbaugh, dan Mookerjee (2010) Hawkins, Motherbaugh dan Mookerjee (2010) menyatakan bahwa setiap individu memiliki pandangan akan dirinya sendiri (konsep diri), dan individu itu juga mencoba untuk bertahan hidup dengan berbagai cara yang diberikan oleh sumber daya individu itu sendiri (gaya hidup). Pandangan kita akan diri kita sendiri dan cara kita untuk bertahan hidup ditentukan oleh faktor internal (seperti kepribadian kita, nilai, emosi dan memori) dan faktor eksternal (seperti budaya, usia, pertemanan, keluarga dan sub-budaya). Pandangan kita akan dirii kita sendiri, serta cara kita untuk bertahan hidup menghasilkan hasrat dan kebutuhan yang kita bawa untuk orang banyak pada situasi sehari-hari yang dihadapi. Banyak situasi yang menyebabkan kita sebagai individu untuk mempertimbangkan perilaku pembelian, dimana keputusan kita dan proses pembentukan itu akan menjadikan sebuah pembelajaran dan efek yang banyak

18 akan faktor internal dan eksternal yang akan merubah atau memperkuat konsep diri dan gaya hidup kita sebagai individu. 2.3 Perkembangan Dewasa Muda Pada tahapan Erikson (1963), mahasiswa/i termasuk dalam tahap perkembangan dewasa muda (early adulthood). Dewasa adalah saat seseorang mengambil tanggung jawab dalam pekerjaan dan hubungan sosial (dalam Lahey, 2007). Dewasa bukanlah satu fase kehidupan. Tantangan cinta dewasa, bekerja, dan bermain berubah jauh selama masa dewasa. Dengan kata lain, dewasa ini bukan akhir dari proses pembangunan. Perubahan pembangunan terus terjadi sepanjang masa dewasa (Lahey, 2007). Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007), perkembangan dewasa dibagi menjadi tiga bagian, antara lain: dewasa muda (young adulthood), yang berada pada rentan usia tahun; dewasa menengah (middle adulthood), yang berada pada rentan usia tahun; dan dewasa akhir (late adulthood), yang berada pada rentan usia diatas 65 tahun. Arnett (dalam Santrock, 2002), menjelaskan bahwa kedewasaan itu muncul dari proses transisi remaja ke dewasa (sekitar usia tahun) yang melibatkan eksperimen dan eksplorasi. Menurut Mappiare (1982 dalam Nugroho, 2003), karakteristik yang khas pada remaja akhir, pada umumnya ditandai dengan stabilitas fisik dan psikis yang mulai timbul dan meningkat, citra diri, dan sikap pandangan yang lebih realitas dalam menghadapi masalah secara lebih matang dan perasaan lebih tenang. Transisi dari remaja ke dewasa menurut Santrock (2002), antara lain:

19 Tabel 2.2 The Transition from Adolescence to adulthood Concept Processes/Related Ideas Characteristics/Description Transisi dari remaja ke dewasa Kriteria untuk menjadi dewasa Transisi dari sekolah menegah ke perguruan tinggi Sumber: Santrock, J. W. (2002) Selama proses transisi, sering muncul pribadi dan ekonomi yang sifatnya sementara (temporary). Dua kriteria untuk status dewasa adalah kebebesan ekonomi, dan pengambilan keputusan secara independen. Ada kesinambungan dan perubahan dalam transisi, dan transisi dapat melibatkan fitur positif dan negatif. Peningkatan jumlah mahasiswa dikembalikan lagi ke siswa-siswa. 2.4 Mahasiswa/i Menurut Nugroho (2003), individu yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, dimana pada umumnya berada pada rentan usia remaja akhir, dan dewasa awal.. Beberapa jenis kebutuhan mahasiswa dapat diklasifikasikan menjadi kelompok kebutuhan, antara lain: kebutuhan organik, seperti makan, minum, bernafas, dan seks; kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati, dan pengakuan dari pihak lain, dikenal dengan need of affiliation; kebutuhan berprestasi (need of achievement); kebutuhan untuk mempertahankan diri, dan mengembangkan jenis (Nugroho, 2003). Mahasiswa memiliki citra (image), sebagai trend setter pada kaum remaja, hal ini bertujuan untuk menunjukkan status sosial dan simbol yang telah menjadi citra (image) dalam masyarakat, maka perilakunya selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan mode pakaian dan teknologi, misalnya saja kecenderungan mahasiswi membeli dan bergonta-ganti mode pakaian, handphone, dan kendaraan (Nugroho, 2003).

20 2.5 Kerangka Berpikir Mahasiswa/i pendatang Konsep diri mahasiswa/i pendatang Konsep diri positif Konsep diri negatif Konsep Diri Positif: - Kemampuan berpikir positif Santoso (2010 : 71) - Mampu menerima kekurangan-kekurangannya - Mampu menginstropeksi dirinya - mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih baik, sehingga dapat diterima di tengah masyarakat Calhoun dan Acocella (1995) Konsep Diri Negatif: - Rasa tidak percaya diri - Tidak berani mencoba halhal baru, menantang - Takut gagal, - Merasa diri bodoh, rendah diri dan tidak berharga - Pesimis (Murmanto, 2007) Perilaku Konsumtif Mahasiswa/i Pendatang Gambar 2.3 Hubungan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang angkatan 2009 Universitas Bina Nusantara dengan perilaku konsumtif pada produk fashion Sumber: Data Pengolahan Peneliti

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson: 2011:422).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt, LePine, dan Wesson: 2011:422). 27 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep-Konsep Dasar Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Komunikasi adalah proses dengan nama informasi dan arti atau makna ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian disonansi kognitif Teori disonansi kognitif mengemukakan bahwa orang terdorong untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Variabel adalah suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi atau Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Variabel adalah suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi atau Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis Variabel adalah suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi atau macam-macam nilai (Nisfiannoor, 2009:7). 3.1.1 Variabel Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen,

Lebih terperinci

KONSEP PASAR. Dapat menghasilkan skala ekonomi Investasi kecil Hasil besar Resiko kecil C & C 2

KONSEP PASAR. Dapat menghasilkan skala ekonomi Investasi kecil Hasil besar Resiko kecil C & C 2 KONSEP PASAR KONSEP PASAR Pasar : tdd pelanggan potensial dengan kebutuhan atau keinginan i tertentu t t yang mungkin mau dan mampu untuk ambil bagian dalam jual beli guna memenuhi kebutuhan atau keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

36 Hubungan Antara Efikasi Diri dan Konsep Diri Akademik dengan Prestasi Belajar Mahasiswa FKIP Unbari

36 Hubungan Antara Efikasi Diri dan Konsep Diri Akademik dengan Prestasi Belajar Mahasiswa FKIP Unbari HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DAN KONSEP DIRI AKADEMIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FKIP UNBARI Yurni 1 Abstract This study was aimed to found out the relationship between academic self efficacy and

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Hawkins (2004) mendefinisikan gaya hidup (lifestyle) sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI. Hawkins (2004) mendefinisikan gaya hidup (lifestyle) sebagai BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Gaya Hidup (Lifestyle) 2. 1.1. Definisi Gaya Hidup Hawkins (2004) mendefinisikan gaya hidup (lifestyle) sebagai ekspresi dari situasi, pengalaman hidup, nilai, sikap dan harapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI Disusun Oleh: Aprilia Fajriati H0814013 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak belajar tentang banyak hal, sejak lahir ke dunia ini. Anak belajar untuk mendapatkan perhatian, memuaskan keinginannya, maupun mendapatkan respon yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al,

BAB 2 LANDASAN TEORI. manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goets et al,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.10, tahun 1964, Jakarta dinyatakan sebagai Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Perilaku Konsumtif A.Perilaku Konsumtif Konsumtif merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pada permasalahan, berkaitan dengan perilaku konsumen dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Keputusan Pembelian 1. Pengertian Keputusan Membeli Untuk mendapat gambaran mengenai keputusan membeli, berikut ini akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan perilaku konsumsi, konsumen harus mampu untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang, dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu pula sedemikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erikson (Hurlock, 1980:208) berpendapat, identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Teori

Bab II Tinjauan Teori Bab II Tinjauan Teori 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep pusat (central construct) untuk dapat memahami manusia dan tingkah lakunya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif dan Remaja Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif dan Remaja Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif dan Remaja 2.1.1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif Budaya Konsumtif merupakan fenomena yang kerap terjadi. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 12) menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat Beli Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat, bahkan mengalami perubahan yang pesat. Perkembangan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat, bahkan mengalami perubahan yang pesat. Perkembangan teknologi informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman saat ini menyebabkan ilmu dan teknologi berkembang dengan cepat, bahkan mengalami perubahan yang pesat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dengan pemenuhan yang maksimal. Keanekaragaman barang yang diinginkan pun

BAB 2 LANDASAN TEORI. dengan pemenuhan yang maksimal. Keanekaragaman barang yang diinginkan pun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Konsumen Setiap konsumen selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan pemenuhan yang maksimal. Keanekaragaman barang yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jung menyatakan, bahwa terdapat dua prinsip dan aspek yang utuh dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat universal). Logos adalah

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI akhir. Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai harga diri, perilaku konsumtif, dan remaja 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Menurut Coopersmith (dalam Pohan, 2006) harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association (Peter dan Olson, 2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia remaja terbagi dalam tiga fase, yaitu fase remaja awal (usia 12 tahun sampai 15 tahun), fase remaja tengah (usia 15 tahun sampai 18 tahun), dan fase remaja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu

Lebih terperinci