PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA"

Transkripsi

1 PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRAK ANDRE BRAMANDITA. Pengendapan Kromium Heksavalen dengan Serbuk Besi. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan ZULHAN ARIF. Kromium adalah unsur golongan transisi dan banyak dijumpai di alam dalam bentuk trivalen dan heksavalen. Kromium heksavalen memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan dengan bentuk trivalennya. Keberadaan kromium heksavalen pada limbah cair industri tekstil memerlukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu metode yang murah dan efektif dalam mengendapkan kromium heksavalen pada limbah tekstil. Penelitian ini meliputi: penentuan pengaruh ph, penentuan pengaruh kecepatan pengocokan, penentuan pengaruh waktu pengocokan, dan penentuan pengaruh jumlah serbuk besi; serta penerapannya pada limbah tekstil. Metode yang digunakan dalam penerapan pada limbah tekstil meliputi: penentuan konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah tekstil, penentuan konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah tekstil dengan metode penambahan standar, dan pengendapan kromium heksavalen larutan limbah tekstil dengan serbuk besi. Pengukuran konsentrasi kromium heksavalen dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Kondisi optimum ph, kecepatan pengocokan, jumlah serbuk besi, dan waktu pengocokan berturut-turut adalah ph 3, 450 rpm, 5 gram, dan 10 menit yang memberikan nilai konsentrasi kromium heksavalen tersisa berturut-turut sebesar ppm, ppm, 0.24 ppm, dan 0.14 ppm. Serbuk besi sangat baik digunakan untuk mengendapkan kromiumium heksavalen dari larutan limbah tekstil karena mampu mengendapkan kromiumium heksavalen dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Nilai serapan kromium heksavalen larutan limbah tekstil setelah direaksikan dengan serbuk besi pada kondisi optimum adalah sebesar untuk larutan limbah proses pewarnaan tekstil, dan sebesar untuk larutan limbah akhir tekstil.

3 ABSTRACT ANDRE BRAMANDITA. Removal of Hexavalent Chromium with Scrap Iron Filling. Supervised by ETI ROHAETI dan ZULHAN ARIF Chromium is a transition element commonly found in the environment as trivalent and hexavalent forms. Apparently, the hexavalent form is much more toxic than the trivalent form. Textile wastewater treatment is required in order to prevent hexavalent chromium to contaminate the environment. The methods of this research consisted of effect of ph determination, effect of agitating rate determination, effect of agitating time determination, and effect of iron level determination; and its application in textile wastewater sample. The methods used in textile wastewater application are: determination of textile wastewater hexavalent chromium concentration, determination of textile wastewater hexavalent chromium concentration with standard addition method, and removal of hexavalent chromium in textile wastewater with scrap iron filling. Concentration of hexavalent chromium was determined using visible light spectrophotometry method. Optimum conditions of ph, agitating rate, iron amount, and agitating time obtained were ph 3, 450 rpm, 5 grams, and 10 minutes giving concentrations of hexavalent chromium ppm, ppm, 0.24 ppm, and 0.14 ppm, respectively. Iron filling could effectively remove hexavalent chromium ions from textile wastewater in a relatively short time. Absorbance of hexavalent chromium in textile coloring process wastewater after the addition of iron filling was 0.002, whereas in textile final wastewater was

4 PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul Nama NIM : Pengendapan Kromium Heksavalen dengan Serbuk Besi : Andre Bramandita : G Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Eti Rohaeti, MS NIP Zulhan Arif S.Si Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pengendapan Kromium Heksavalen dengan Serbuk Besi. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dari bulan Maret sampai Desember 2008 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, MS, Bapak Zulhan Arif, S.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS (alm) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan materi. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman kimia IPB (Steve, Budi Asti, Budi Putra, Yuyun, Henny, Sari, Cumi dkk, Away dkk, Tesar dkk), teman-teman asrama C2 (Ichsan, Sigit, Fajar, Faisal, Fadli, Fahmi), teman-teman cba8 (Angga, Noni, Penny, Ria, Iqbal, Bian, Aris) atas persahabatan yang telah dijalani selama penulis berkuliah di IPB. Selain itu juga penulis berterima kasih kepada Mas Heri, Mas Eko, seluruh dosen dan staf pengajar di lingkungan IPB, serta para staf dan laboran di laboratorium kimia analitik (Pak Eman, Pak Ridwan, Pak Kosasih, Pak Dede, Bu Nunung) yang telah banyak memberikan nasihat dan arahan kepada penulis dalam menjalankan kuliah dan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2009 Andre Bramandita

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan Martin Luther Linting dan Yulin Linting. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 1 Depok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Spektrofotometri pada tahun ajaran Pada tahun 2005 penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Indomilk, Jakarta.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kromium... 1 Kromium Heksavalen... 2 Limbah Industri Tekstil... 2 Pengendapan Kromium Heksavalen dengan Serbuk Besi... 3 Pengukuran Kromium... 3 Metode Penambahan Standar... 4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 4 Lingkup Penelitian... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Panjang Gelombang Maksimum... 6 Pengaruh ph... 7 Pengaruh Kecepatan Pengocokan... 7 Pengaruh Jumlah Serbuk Besi... 8 Pengaruh Waktu Pengocokan... 8 Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil... 9 Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil dengan Metode Penambahan Standar... 9 Pengendapan Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil dengan Serbuk Besi SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 13

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Larutan dan peralatan metode penambahan standar Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan kompleks DPC-Cr(VI) Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan kompleks DPC-Cr(VI) dengan penambahan Ce(IV) Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan Ce(IV) Hubungan ph larutan dengan konsentrasi kromium heksavalen Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan kecepatan pengocokan Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan jumlah serbuk besi Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan waktu pengocokan Hubungan konsentrasi dengan serapan larutan standar dan larutan limbah proses pewarnaan tekstil dengan penambahan standar Hubungan konsentrasi dengan serapan larutan standar dan larutan limbah akhir tekstil dengan penambahan standar... 10

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian 14 2 Serapan larutan Cr(VI) pada panjang gelombang nm Serapan larutan kompleks DPC-Cr(VI) dengan penambahan Ce(IV) pada panjang gelombang nm Serapan larutan Ce(IV) pada panjang gelombang nm Kurva standar penentuan pengaruh ph, jumlah serbuk besi, kecepatan pengocokan dan waktu pengocokan Pengukuran serapan larutan hasil penentuan pengaruh ph Pengukuran serapan larutan hasil penentuan kecepatan pengocokan Pengukuran serapan larutan hasil penentuan pengaruh jumlah serbuk besi Pengukuran serapan larutan hasil penentuan pengaruh waktu Pengocokan Plot Penyebaran Tiga Dimensi Pengukuran serapan larutan limbah tekstil Kurva standar pengukuran konsentrasi krom heksavalen larutan limbah tekstil dengan metode penambahan standar Pengukuran serapan larutan limbah tekstil dengan penambahan standar Contoh perhitungan konsentrasi krom heksavalen larutan limbah proses pewarnaan tekstil dengan metode penambahan standar Hasil pengukuran konsentrasi krom heksavalen dan krom total dengan metode AAS Perhitungan kemiringan kurva standar dan kurva penambahan standar limbah akhir tekstil... 24

11 PENDAHULUAN Kromium merupakan logam transisi golongan VI B yang dapat memiliki tingkat valensi yang bervariasi antara -2 dan +6. Pada kadar yang rendah, kromium tergolong logam esensial bagi manusia yang berguna terutama dalam metabolisme karbohidrat karena bersama-sama dengan insulin menjaga kadar gula darah. Kekurangan kromium dapat mengganggu metabolisme karbohdrat, lemak, dan protein serta mengganggu pertumbuhan (Kusnoputranto 1996). Namun, kromium pada jumlah yang tinggi dapat menyebabkan reaksi alergi, peradangan, keracunan, kerusakan organ tubuh, penyakit kanker, bahkan kematian (King 1994). Kromium banyak digunakan oleh berbagai macam industri, salah satunya adalah industri tekstil. Industri tekstil merupakan industri yang mengolah serat menjadi bahan pakaian dengan kromium sebagai zat pengoksidasi pada proses penyempurnaan tekstil. Karena itu pula limbah cair dari industri tekstil mengandung kromium dengan konsentrasi tinggi. Limbah tersebut dapat membahayakan lingkungan karena kromium, terutama kromium heksavalen, merupakan jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) (Wahyuadi 2004). Keberadaan kromium pada limbah cair industri tekstil memerlukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Sejumlah metode telah digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung kromium trivalen, dengan penekanan pada penyingkiran dan daur ulang. Metode-metode tersebut di antaranya adalah pengendapan, pertukaran ion, ekstraksi pelarut, penjerapan, dan teknik osmosis balik. Metode pengendapan merupakan metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah biaya yang rendah dan proses yang sederhana. Sebagian besar metode pengendapan kromium yang murah dan efektif adalah metode pengendapan kromium trivalen. Metode-metode tersebut hanya mengendapkan kromium trivalen saja, sedangkan di dalam limbah tekstil, selain terdapat kromium trivalen, juga terdapat kromium heksavalen yang jauh lebih toksik, mutagenik dan karsinogenik dibandingkan dengan kromium trivalen. Beberapa metode telah ditemukan untuk menyingkirkan kromium heksavalen dari suatu larutan, salah satunya adalah dengan metode adsorpsi fisiko kimia (Hideaki et al 2002; Bowman 2003). Namun metode tersebut membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Metode lainnya adalah dengan menggunakan kultur bakteri (Chen dan Hao 1998) yang tidak membutuhkan biaya tinggi. Namun zat-zat beracun pada lokasi pembuangan limbah dapat mengurangi pertumbuhan dan efektivitas bakteri tersebut. Untuk itu diperlukan suatu metode yang murah dan efektif dalam mengendapkan kromium heksavalen pada limbah tekstil. Junyapoon dan Weerapong (2006) telah mengendapkan kromium heksavalen pada limbah kromium sintetis menggunakan serbuk besi. Serbuk besi dipilih karena besi sebagai Fe(0) merupakan reduktor yang sangat kuat. Selain itu serbuk besi juga mudah didapatkan. Metode yang digunakan pun berbiaya rendah. Penelitian ini bertujuan mengkaji ulang metode pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi (Junyapoon dan Weerapong 2006), yang meliputi: penentuan pengaruh ph, penentuan pengaruh kecepatan pengocokan, penentuan pengaruh waktu pengocokan, dan penentuan pengaruh jumlah serbuk besi; serta penerapannya pada limbah tekstil. TINJAUAN PUSTAKA Kromium Dalam lingkungan hidup, kromium ditemukan dalam bentuk kromium logam, bivalen, trivalen, dan heksavalen. kromium logam memilki massa jenis (20 o C) sebesar 7,19 g/cm 3, titik leleh sebesar 1875 o C, titik didih sebesar 2658 o C, dan tergolong logam yang mengkilap, keras serta tahan karat sehingga sering digunakan sebagai pelindung logam lain. Logam kromium larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tidak terkena udara, akan terbentuk ion-ion kromium(ii) atau kromium bivalen. Kromium bivalen termasuk senyawa pereduksi kuat. Dengan adanya oksigen dari atmosfer, kromium sebagian atau seluruhnya menjadi teroksidasi ke dalam trivalen. Dalam bentuk heksavalen, kromium terdapat sebagai CrO 4 2- dan Cr 2 O 7 2-, sedangkan bentuk trivalen terdapat sebagai Cr 3+, [Cr(OH)] 2+, [Cr(OH) 2 ] +, dan [Cr(OH) 4 ] - (Clesceri et al. 1998). Kedua bentuk kromium tersebut mempunyai karakteristik kimiawi yang sangat berbeda. kromium heksavalen hampir semuanya berbentuk senyawaan anionik, sangat larut dalam perairan dan relatif stabil meskipun senyawaan ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat di dalam larutan asam. kromium trivalen stabil, dan berasal dari dikromium trioksida atau kromium

12 trioksida, Cr 2 O 3. Di alam, baik kromium trivalen maupun heksavalen bergabung dengan unsur-unsur lain membentuk senyawasenyawa yang stabil, misalnya kromium trivalen ditemukan dalam bentuk senyawa kromium oksida dan kromium sulfat, sedangkan kromium heksavalen dalam bentuk senyawaan dikromiumat dan kromiumat (Kusnoputranto 1996; Manahan 2003). Kromium dapat membentuk senyawasenyawa dengan berbagai macam warna yang mempunyai kegunaan dalam industri. Timbal kromiumat (PbCrO 4 ), juga dikenal dengan kromium kuning, telah digunakan sebagai pigmen kuning dalam cat. Kromium trioksida (Cr 2 O 3 ), juga dikenal dengan kromium hijau, adalah senyawa terbanyak ke-9 yang ada di kulit bumi dan biasa digunakan sebagai pigmen hijau. Senyawa kromium juga biasa digunakan untuk melapisi alumunium agar terlindungi dari karat (Jefferson Lab 2006). Dalam sistem biologis, kromium trivalen termasuk logam esensial bagi manusia (Massaro 1997, Manahan 2003). Dalam dosis µg per 100 g bobot badan, kromium memiliki fungsi yang baik dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, sintesis protein, dan metabolisme asam nukleat (Mertz 1987). Dalam metabolisme karbohidrat, kromium memiliki fungsi mempengaruhi kemampuan reseptor insulin dalam berinteraksi dengan insulin sehingga insulin dapat aktif bekerja mengatur kadar gula darah. Insulin yang aktif akan meningkatkan pengambilan glukosa yang kemudian mungkin terolah menjadi lemak. Dalam sintesis protein, keberadaan kromium mempengaruhi pembentukan asam amino glisin, serin dan metionin, sedangkan dalam metabolisme asam nukleat, kromium yang mampu berikatan dengan asam nukleat dapat melindungi RNA dari denaturasi oleh panas dan menjaga struktur tersier asam nukleat. Kekurangan kromium trivalen dalam tubuh menyebabkan penurunan kerja hormon insulin yang kemudian dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus, hiperglisemia, dan glukosuria, menyebabkan penurunan bobot badan, kadar asam lemak tinggi, gangguan proses pernafasan, dan kelainan dalam metabolisme nitrogen (King 1994). Selain digolongkan sebagai logam esensial, kromium juga digolongkan dalam kelompok logam berat dengat sifat sangat beracun dan dalam kelompok senyawa yang karsinogen terhadap manusia. Keracunan oleh kromium menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam waktu singkat (Sutamihardja 2002). Kromium Heksavalen Kromium heksavalen memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan dengan bentuk trivalennya. kromium heksavalen dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, pendarahan di dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran pernafasan dan kanker paru-paru, walaupun kasus keracunan kromium relatif sudah jarang karena peningkatan keselamatan di daerah industri. Bahaya jangka panjang terhadap saluran pernapasan dan kulit dapat menyebabkan perforasi (pelubangan) dan ulkus septumnasi, peradangan rongga hidung, perdarahan hidung yang sering, dan ulkus jaringan kulit. Respon yang lebih umum terjadi adalah reaksi alergi kulit terhadap kromium yang berasal dari berbagai produk seperti kulit samak kromium, semen, ragi bir, pengawet kayu, cat, lem, dan pewarna kayu. (Kusnoputranto 1996). Kromium Heksavalen digolongkan sebagai karsinogenik terhadap manusia. Oleh United States Enviromental Protection Agency (USEPA). Percobaan laboratorium membuktikan bahwa senyawa-senyawa kromium heksavalen atau hasil-hasil reaksi antaranya di dalam sel dapat menyebabkan kerusakan pada materi genetik. Studi lain pada binatang percobaan menunjukkan bahwa bentuk kromium tersebut dapat menyebabkan masalah reproduksi. Efek yang sangat berbahaya dari kromium heksavalen menyebabkan pemerintah memasukkan kromium heksavalen dalam kriteria nilai baku mutu air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001, air golongan A, B, dan C hanya boleh mengandung kromium heksavalen maksimum 0.05 ppm. Sedangkan air golongan D hanya boleh mengandung maksimum 0.1 ppm. Limbah Industri Tekstil Industri tekstil adalah industri yang menghasilkan pakaian dan bahan pakaian dari bahan baku serat. Secara umum, pembuatan tekstil pada industri meliputi 3 tahap, yaitu pembuatan benang, pembuatan kain, dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan tekstil adalah suatu pengolahan tekstil yang untuk meningkatkan mutu bahan tekstil tersebut. Penyempurnaan bahan tekstil dapat dilakukan pada bentuk serat, benang, maupun kain. Proses penyempurnaan tekstil melibatkan pemakaian senyawa kromium dalam jumlah besar. Senyawa kromium tersebut adalah kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) yang digunakan

13 untuk mengoksidasi zat warna belerang (Sugiharto 1987). Dengan asam sulfat, kalium dikromat dapat melepaskan oksigen dengan reaksi: K 2 Cr 2 O 7 + 4H 2 SO 4 K 2 SO 4 + Cr 2 (SO 4 ) 3 + 4H 2 O + 3O n Dengan asam klorida tidak mengeluarkan oksigen, tetapi gas klor karena asam klorida mudah dioksidasi menjadi gas klor K 2 Cr 2 O HCl 2KCl + 2CrCl 3 + 7H 2 O + 3Cl 2 (Sugiharto 1987). Karena adanya pemakaian kromium di dalam industri tekstil, maka Sugiharto (1987) menyarankan parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan air limbah industri tekstil adalah BOD, COD, ph, padatan tersuspensi, padatan terlarut total, minyak dan lemak, warna, suhu, kandungan fenol, sulfida, dan kromium. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kep 51/MENLH/10/1995) tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, ambang batas kromium total dalam limbah cair industri tekstil adalah sebanyak 1 mg/l. Pengendapan Kromium Heksavalen dengan Serbuk Besi Besi adalah logam transisi golongan VIII B bernomor atom 28 dengan simbol Fe. Besi memiliki massa atom sebesar 55,845 g/mol, memiliki tingkat valensi bervariasi, yaitu +2, +3, +4, dan +6,. Besi memiliki massa jenis sebesar 7.86 g/cm 3, titik leleh sebesar 1538 o C dan titik didih sebesar 2861 o C. Besi merupakan unsur logam yang sangat melimpah di alam. Besi diyakini sebagai unsur yang paling melimpah ke-6 di alam semesta dan unsur paling melimpah ke-4 di bumi. Di bumi bagian dalam, konsentrasi besi lebih besar dari 80%. Berat besi secara keseluruhan di bumi menyumbang hampir 35% massa bumi. Di alam, besi terdapat sebagai biji besi (Fe 2 O 3 ) dan hampir tidak pernah ditemukan sebagai unsur bebas. Untuk mendapatkan besi murni dari bijih besi, maka perlu dilakukan reduksi kimia untuk menyingkirkan senyawasenyawa pengotor. Besi merupakan bahan dasar pembuatan baja. Selain itu, besi juga digunakan sebagai campuran logam (King 1994). Logam besi valensi nol merupakan reaktan yang sangat menjanjikan karena harganya murah, mudah didapatkan, serta efektif dalam menghilangkan kontaminan. Sebagai pereduksi yang kuat, besi sering dipakai dalam reaksi dehalogenasi, mengurangi senyawa nitro aromatik, menghilangkan larutan pewarna, dan menyingkirkan logam-logam berat (Junyapoon & Weerapong 2006). Menurut Junyapoon & Weerapong (2006), pengendapan kromium heksavalen (Cr (VI)) dengan serbuk besi (besi bervalensi nol/fe (0)) berdasar pada perubahan kromium dari bentuk toksik ke bentuk kurang toksik. Kromium heksavalen, yang merupakan oksidator kuat, diubah menjadi kromium trivalen yang kurang berbahaya dan kelarutannya dalam air lebih rendah sehingga mudah untuk diendapkan. Reduksi Cr(VI) oleh Fe(0) menghasilkan ion ferrat (Fe(III)) dan ion-ion kromium trivalen (Persamaan 1 atau 2). Kromium trivalen dapat dihilangkan dengan cara presipitasi atau ko-presipitasi sebagai campuran Fe(III) dan Cr(III) hidroksida seperti yang tertera pada persamaan 3 atau persamaan 4. Cr 6+ + Fe 0 Cr 3+ + Fe 3+ (1) CrO Fe H + Cr 3+ + Fe H 2 O (2) (1-x)Fe 3+ + (x)cr H 2 O (Cr x Fe (1-x) (OH) 3 (s) + 3 H + (3) (1-x)Fe 3+ + (x)cr H 2 O Fe (1-x) Cr x OOH (s) + 3 H + (4) Pengukuran Kromium Beberapa metode telah digunakan untuk pengukuran kromium total dan kromium heksavalen pada berbagai material. Salah satunya adalah spektrofotometri sinar tampak. Kromium heksavalen bila ditambah 1,5- difenilkarbazida (DPC) dalam larutan asam membentuk kompleks berwarna merah violet yang intensitasnya sebanding dengan banyaknya kromium heksavalen dalam contoh. Pewarnaan dengan DPC cukup sensitif dengan nilai absorptivitas molar kirakira Lmol -1 cm -1 pada 540 nm (Clesceri 1989). Untuk mendapatkan kromium heksavalen dari sampel limbah tekstil, terlebih dahulu sampel dioksidasi dengan oksidator kuat yang akan mengoksidasi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen. Menurut Noroozifar (2003), serium sangat efektif untuk mengoksidasi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen. Kemampuan serium (Ce(IV)) dalam mengkonversi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen sebesar 100 % (Wijayanti 2005). Nilai ini lebih baik bila dibandingkan dengan KMnO 4 yang mampu mengkonversi 91% (Martha 2004).

14 Metode Penambahan Standar Menurut Zellmer (1998), metode penambahan standar perlu dilakukan apabila matriks dari suatu sampel dapat mempengaruhi sensitivitas pengukuran sampel tersebut. Dengan kata lain, kemiringan dari kurva standar yang berpelarut air destilasi berbeda dengan kemiringan kurva yang berpelarut air rawa (atau matriks apapun yang kebetulan dipakai). Untuk melakukan penambahan standar, kita perlu menyiapkan larutan dan peralatan sebagai berikut. V labu Gambar 1 Larutan dan peralatan metode penambahan standar Volume yang konstan (V unk ) dari larutan yang tidak dketahui ditambahkan ke dalam masing-masing labu ukur dengan volume V flask. Kemudian ditambahkan larutan stok dengan variasi volume yang semakin meningkat (V std ). Terakhir, semua labu ukur ditera dan dikocok. Konsentrasi dan volume larutan stok yang ditambahkan sebaiknya sedemikian rupa sehingga konsentrasi larutan yang tidak diketahui tersebut bertambah sebesar 30% pada masing-masing labu ukur. Konsentrasi krom heksavalen pada setiap labu ukur (C unk ) dapat diketahui dengan persamaan: V labu Karena nilai R=(K) x (konsentrasi), maka: V labu Larutan standar V labu V labu Jika C sa = C std V std / V labu V labu, maka: Larutan sampel pelarut Setelah mengukur nilai dari seperangkat larutan penambahan standar tersebut, hasilnya diplot, lalu diteruskan ke y=0 untuk mendapatkan nilai C sa. Nilai negatifnya dapat digunakan untuk mendapatkan konsentrasi kromium heksavalen sampel limbah (C o ). V labu V labu BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah pengocok Heidolph Titramax 101 dan spektrofotometer UV-VIS Spectronic 20 D +. Bahan-bahan yang digunakan adalah Ce(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 3, 1,5-difenilkarbazida (DPC), larutan Cr(VI) 30 ppm, serbuk besi, limbah proses pewarnaan tekstil dan limbah akhir teksil yang diambil dari pabrik tekstil PT Unitex. Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi serbuk besi, preparasi larutan bahan (larutan Cr(VI) 30 ppm, larutan DPC 0.25%, dan larutan Ce(IV) 0.4%), penentuan konsentrasi kromium total dan kromium heksavalen larutan sintetik, penentuan pengaruh ph, pengaruh kecepatan pengocok, pengaruh waktu pengocokan, pengaruh jumlah serbuk besi, penentuan konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah tekstil, penentuan konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah tekstil dengan metode penambahan standar, dan pengendapan kromium heksavalen larutan limbah tekstil dengan serbuk besi. Preparasi Serbuk Besi Serbuk besi direndam dalam HCl 3% dan dikocok dengan pengocok pada kecepatan 150 rpm selama 30 menit. HCl dibuang, kemudian serbuk besi dicuci dengan akuades lalu dibilas dengan aseton. Setelah itu, serbuk besi dikeringkan di dalam oven dengan suhu o C sampai bobotnya konstan. V labu V labu y = b + mx

15 Preparasi Larutan Bahan Larutan Cr(VI) 30 ppm dibuat dengan cara melarutkan g K 2 Cr 2 O 7 ke dalam akuades sehingga diperoleh satu liter larutan. Larutan DPC 0.25% dibuat dengan cara melarutkan 0.25 g DPC ke dalam aseton PA sehingga diperoleh 100 ml larutan. Larutan Ce(IV) 0.4% dibuat dengan cara melarutkan 0,1207 g Ce(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 3 dalam HNO 3 0,5 M sehinga diperoleh 100 ml larutan. Pembuatan Kurva Standar Pembuatan kurva standar menggunakan larutan standar Cr 6+ dengan konsentrasi Cr 6+ 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.75 ppm. Sebanyak 1 ml larutan kromium pada berbagai konsentrasi tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambah 7 tetes H 2 SO 4 18 N dan 1 ml DPC. Labu ditera, lalu dikocok dan dibiarkan 10 menit sebelum diukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran juga dilakukan pada larutan blanko. Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan. Penentuan Konsentrasi Kromium Heksavalen dan kromium Total Larutan kromium Sebanyak 1 ml larutan kromium dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambah 7 tetes H 2 SO 4 18 N dan 1 ml DPC. Labu ditera, lalu dikocok dan dibiarkan 10 menit sebelum diukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi Cr 6+ ditentukan dengan kurva standar. Agar konsentrasi kromium total dapat dianalisis dengan spektrofotometer, maka Cr 3+ perlu dioksidasi menjadi Cr 6+. Oksidator yang digunakan adalah larutan Ce(IV) 0,4 %. Penentuan konsentrasi kromium heksavalen menggunakan kurva standar. Sebanyak 1 ml larutan kromium dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambahkan 1 ml larutan Ce(IV), 7 tetes H 2 SO 4 18 N dan 1 ml DPC. Labu ditera, lalu dikocok dan dibiarkan 10 menit sebelum diukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Penentuan Pengaruh ph Larutan kromium sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi sebanyak 1 g. Setelah itu disesuaikan ph-nya dengan variasi 2, 3, 4, 5, 6 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan pengocok pada kecepatan 150 rpm selama 30 menit. Setelah itu larutan disaring menggunakan saringan vakum untuk menghilangkan serbuk besinya. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml kemudian ditambahkan 7 tetes H 2 SO 4 18 N, dan 1 ml DPC, lalu ditambahkan akuades hingga tanda batas. Larutan dikocok dan didiamkan selama 5-10 menit sebelum diukur dengan spektrofotometer. Penentuan Pengaruh Kecepatan Pengocokan Larutan kromium sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi sebanyak 1 g. Setelah itu diatur ph-nya menjadi 3 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan variasi kecepatan 150, 300, 450, 600 rpm selama 30 menit. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan pengaruh ph. Penentuan Pengaruh Jumlah Serbuk Besi Larutan kromium sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi yang telah dicuci dengan variasi 0.1, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 4, 5, dan 6 gram. Setelah itu diatur phnya menjadi 3 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan pengaruh ph. Penentuan Pengaruh Waktu Pengocokan Larutan kromium sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi yang telah dicuci sebanyak 5 g. Setelah itu diatur ph-nya menjadi 3 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan kecepatan 150 rpm selama waktu yang bervariasi (2, 4, 6, 8, dan 10 menit). Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan pengaruh ph. Penentuan Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Sebanyak 1 ml larutan limbah proses pewarnaan tekstil dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan konsentrasi kromium heksavalen dan kromium total larutan sintetik. Sebanyak 1 ml larutan limbah akhir tekstil dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan konsentrasi kromium heksavalen dan kromium total larutan sintetik.

16 Penentuan Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Dengan Metode Penambahan Standar Larutan standar Cr 6+ sebanyak 12,5 ml dengan variasi konsentrasi Cr 6+ 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.75 ppm masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur. Ke dalam setiap labu ukur ditambahkan limbah proses pewarnaan tekstil sebanyak 12,5 ml. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan konsentrasi kromium heksavalen. Pengukuran juga dilakukan pada larutan blanko. Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan. Larutan standar Cr 6+ sebanyak 12,5 ml dengan variasi konsentrasi Cr 6+ 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.75 ppm masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur. Ke dalam setiap labu ukur ditambahkan limbah akhir tekstil sebanyak 12,5 ml. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan konsentrasi kromium heksavalen. Pengukuran juga dilakukan pada larutan blanko. Kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan. Pengendapan Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Dengan Serbuk Besi Larutan limbah proses pewarnaan tekstil sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi sebanyak 5 g. Setelah itu disesuaikan ph-nya menjadi 3 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan pengocok pada kecepatan 450 rpm selama 10 menit. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan pengaruh ph. Larutan limbah akhir tekstil sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml kemudian ditambahkan serbuk besi sebanyak 5 g. Setelah itu disesuaikan ph-nya menjadi 3 dengan cara menambahkan 0,5 M HNO 3 atau 0,5 M NaOH. Campuran lalu dikocok dengan pengocok pada kecepatan 450 rpm selama 10 menit. Prosedur selanjutnya sama dengan prosedur penentuan pengaruh ph. HASIL DAN PEMBAHASAN Panjang Gelombang Maksimum Pengukuran serapan larutan kompleks DPC-kromium heksavalen 1.2 ppm pada berbagai panjang gelombang memberikan hasil serapan maksimum (λ maks) pada 540 nm. Serapan pada 540 nm untuk larutan kompleks DPC-kromium heksavalen 1.2 ppm adalah sebesar (Lampiran 2). Kurva hubungan serapan pada berbagai panjang gelombang tertera pada Gambar 2. Gambar 2 Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan kompleks DPC- Cr(VI). Pengukuran serapan larutan kompleks DPC-kromium heksavalen 1.2 ppm dengan penambahan larutan Ce(IV) pada berbagai panjang gelombang memberikan hasil λ maks sebesar 540 nm. Serapan pada 540 nm untuk larutan kompleks DPC-kromium heksavalen 1.2 ppm dengan penambahan larutan Ce(IV) adalah sebesar (Lampiran 3). Kurva hubungan serapan pada berbagai panjang gelombang tertera pada Gambar 3. Gambar 3 Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan kompleks DPC-Cr(VI) dengan penambahan Ce(IV) Pengukuran larutan kromium heksavalen selanjutnya hanya dilakukan pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran serapan larutan pada panjang gelombang maksimum memiliki ketelitian yang tinggi dan dapat mengurangi kesalahan pengukuran dalam menentukan konsentrasi suatu senyawa secara spektrofotometri karena pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan meningkatkan kepekaan analisis. Penambahan Ce(IV) menyebabkan terjadinya perbedaan nilai serapan antara larutan kompleks DPC-kromium tanpa penambahan larutan Ce(IV) dan larutan kompleks DPC-kromium dengan penambahan larutan Ce(IV). Hal ini terjadi karena larutan Ce(IV) mempunyai warna kuning yang menyerap sinar pada wilayah panjang gelombang nm (Gambar 4), sehingga

17 menganggu pengukuran serapan larutan kompleks DPC-kromium heksavalen yang berwarna ungu dan penyerapan warnanya berada pada wilayah panjang gelombang nm (Day & Underwood 2002). Namun penambahan Ce(IV) tidak menggeser panjang gelombang serapan maksimum karena warna larutan tetap menjadi ungu sehingga panjang gelombang 540 nm juga dipakai untuk penentuan konsentrasi kromium heksavalen total. dan terlihat lebih bening dibandingkan pada ph lainnya. Ini menunjukkan bahwa pada ph 3, konsentrasi kromium heksavalen yang tersisa paling kecil. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Junyapoon & Weerapong (2006) yaitu nilai ph optimum pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi adalah pada ph 3. Gambar 5 Hubungan ph larutan dengan konsentrasi kromium heksavalen Gambar 4 Hubungan panjang gelombang dengan serapan larutan Ce (IV) Pengaruh ph Kondisi keasaman memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap reaksi reduksi Cr(VI) oleh Fe(0). Menurut persamaan (2), reduksi Cr(VI) dapat terjadi pada suasana asam, yaitu pada ph rendah. Bertambahnya jumlah H + akan menggeser kesetimbangan reaksi reduksi Cr (VI) ke arah kanan sehingga jumlah Cr(VI) yang tereduksi bertambah banyak (Junyapoon & Weerapong 2006). Nilai serapan pada larutan kromium heksavalen yang telah direaksikan dengan sebuk besi menunjukkan jumlah kromium heksavalen yang tersisa pada larutan. Semakin kecil nilai serapan, maka konsentrasi kromium heksavalen yang tersisa semakin kecil. Nilai ph optimum adalah nilai ph yang menunjukkan konsentrasi terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konsentrasi terkecil diberikan oleh larutan yang memiliki ph 2, yaitu sebesar ppm (Gambar 5 dan Lampiran 6). Namun hal tersebut tidak menunjukkan bahwa ph 2 adalah ph yang optimum karena secara fisik dapat terlihat bahwa pada ph 2 larutan menjadi keruh setelah direaksikan dengan serbuk besi, sedangkan warna larutan kromium heksavalen pada ph yang lainnya adalah jingga. Seiring dengan kenaikan ph, warna jingga larutan semakin pudar. Pada ph 3, warna jingga larutan menjadi sangat pudar Nilai konsentrasi yang kecil pada ph 2 disebabkan oleh kekeruhan larutan. Kekeruhan tersebut mengganggu pembentukan warna ungu kompleks DPCkromium heksavalen. Kekeruhan tersebut disebabkan oleh ph larutan yang terlalu rendah yang berakibat pada proses pengkaratan besi yang meningkat dengan sangat cepat (Junyapoon & Weerapong 2006). Tidak terbentuknya warna jingga pada ph 2 dapat disebabkan oleh karena tidak adanya kesetimbangan ion kromiumat-dikromiumat sehingga yang ada pada larutan tersebut hanyalah ion-ion kromiumat (HCrO 4 - ) yang tidak menghasilkan warna jingga (Cotton & Wilkinson 1989). Pengaruh Kecepatan Pengocokan Produk reaksi akan terbentuk jika: molekul-molekul reaktan saling bertumbukan, tumbukan tersebut memiliki cukup energi, dan molekul-molekul tersebut bertumbukan pada orientasi yang tepat (Kotz et al. 2006). Salah satu cara agar molekul-molekul reaktan dapat bertumbukan adalah dengan melakukan pengocokan. Variasi pengocokan pada larutan kromium heksavalen yang telah ditambahkan dengan besi menunjukkan nilai serapan yang berbeda. Pada pengocokan dengan kecepatan 150 rpm, nilai konsentrasi kromium heksavalen yang tersisa adalah sebesar ppm. Nilai konsentrasi kromium heksavalen menurun menjadi ppm pada kecepatan

18 pengocokan 300 rpm. Nilai konsentrasi kromium heksavalen kembali meningkat pada kecepatan 450 rpm, yaitu sebesar ppm. Nilai tersebut menurun pada kecepatan 600 rpm, yaitu sebesar ppm (Gambar 6 dan Lampiran 7). dan (3) atau (4). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan konsentrasi kromium heksavalen seiring dengan bertambahnya jumlah serbuk besi sampai dengan 5 gram. Pada jumlah serbuk besi lebih dari 5 gram, terjadi kenaikan kembali konsentrasi kromium heksavalen (Gambar 7 dan Lampiran 8). Ini menunjukkan bahwa jumlah optimum serbuk besi pada pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi adalah sebesar 5 gram. Gambar 6 Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan kecepatan pengocokan Ketidakteraturan perubahan nilai konsentrasi kromium heksavalen pada variasivariasi kecepatan pengocokan berkaitan dengan kesetimbangan reaksi. Nilai konsentrasi kromium heksavalen pada kecepatan pengocokan 450 rpm menunjukkan nilai yang tinggi. Hal ini karena pada kecepatan tersebut, reaksi pengendapan berada pada keadaan setimbangnya. Nilai konsentrasi kromium heksavalen pada kecepatan pengocokan 600 rpm menunjukkan nilai yang paling rendah.. Hal ini terjadi karena pada kecepatan tersebut reaksi dapat lebih cepat mencapai tahap kesetimbangannya, sehingga pada saat pengocokan telah selesai, reaksi telah melewati tahap kesetimbangannya. Ketika reaksi telah melewati tahap kesetimbangan, reaksi akan cenderung berbalik arah (Hargis 1998). Hal ini menyebabkan reaksi menjadi berbalik arah menuju pembentukan Cr(VI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan pengocokan optimum pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi adalah pada kecepatan 450 rpm. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Junyapoon & Weerapong (2006) yang tidak dapat menemukan kondisi optimum kecepatan pengocokan karena peralatan pengocok yang digunakan pada penelitian Junyapoon & Weerapong (2006) memiliki kecepatan pengocokan maksimum pada 250 rpm. Pengaruh Jumlah Serbuk Besi Jumlah serbuk besi akan mempengaruhi konsentrasi kromium heksavalen yang mengendap, menurut persamaan (1) atau (2) Gambar 7 Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan jumlah serbuk besi Penurunan konsentrasi kromium heksavalen seiring dengan bertambahnya jumlah serbuk besi sesuai dengan penelitian Junyapoon & Weerapong (2006). Dengan bertambahnya jumlah serbuk besi, maka jumlah sisi aktif reaksi dari serbuk besi akan meningkat sehingga jumlah kromium heksavalen yang bereaksi pun akan meningkat. Namun kenaikan kembali konsentrasi kom heksavalen pada jumlah serbuk besi sebanyak 6 gram tidak sesuai dengan penelitian Junyapoon & Weerapong (2006), yaitu bahwa setelah mencapai jumlah optimum, konsentrasi kromium heksavalen tidak akan meningkat. Hasil penelitian Junyapoon & Weerapong (2006) juga menunjukkan perbedaan pada jumlah optimum serbuk besi, yaitu sebesar 1 gram. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan sumber dan ukuran serbuk besi, dan kondisi peralatan laboratorium yang digunakan. Pengaruh Waktu Pengocokan Pengocokan larutan kromium dengan serbuk besi memerlukan waktu agar kromium heksavalen dapat tereduksi oleh besi. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan penurunan konsentrasi kromium heksavalen seiring bertambahnya waktu pengocokan. Hal ini dapat terjadi karena bertambahnya waktu akan menjaga keberlangsungan reduksi Cr(VI) sampai titik kesetimbangannya

19 tercapai. Pada waktu pengocokan 10 menit, konsentrasi kromium heksavalen berada pada nilai terendahnya, yaitu 0.14 ppm. Setelah 10 menit, konsentrasi kromium heksavalen kembali meningkat (Gambar 8 dan Lampiran 9). Hal ini dapat disebabkan oleh kesetimbangan reaksi yang telah melewati titik kesetimbangannya sehingga kromium heksavalen akan kembali terbentuk. Ketika reaksi telah melewati tahap kesetimbangan, reaksi akan cenderung berbalik arah (Hargis 1998). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Junyapoon & Weerapong (2006), yaitu bahwa waktu pengocokan optimum pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi adalah 180 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah serbuk besi yang dipakai. Junyapoon & Weerapong (2006) memakai serbuk besi sebanyak 1 gram, berdasarkan pada jumlah optimum serbuk besi pada penelitian tersebut, sedangkan penelitian ini menggunakan serbuk besi sebanyak 5 gram, berdasarkan pada jumlah optimum serbuk besi pada penelitian ini. spektrofotometri karena larutan tersebut memiliki banyak matriks pengotor. Pengotor tersebut dapat mengganggu respon instrumen dalam mengukur analat, atau bahkan dapat menghasilkan respon instrumen sendiri (Harris 2003). Karena itu perlu dilakukan metode penambahan standar. Hasil pengukuran serapan larutan limbah proses pewarnaan tekstil menunjukkan nilai (Lampiran 11). Namun nilai tersebut tidak dapat dikatakan akurat karena larutan tersebut sudah berwarna ungu sebelum direaksikan dengan DPC. Hal ini mengganggu pengukuran karena hasil pembentukan kompleks DPC-kromium juga menghasilkan warna ungu. Karena itu perlu dilakukan metode penambahan standar. Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Dengan Metode Penambahan Standar Kurva penambahan standar larutan limbah proses pewarnaan tekstil mempunyai kemiringan yang berbeda dengan kurva standar (Gambar 9). Ini menunjukkan bahwa matriks dari larutan limbah tersebut mempengaruhi pengukuran sampel. Gambar 8 Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan waktu pengocokan Hubungan konsentrasi terhadap berbagai macam kondisi (kecepatan pengocokan, jumlah serbuk besi, ph, dan waktu pengocokan) yang digambarkan ke dalam bentuk plot penyebaran tiga dimensi dapat dilihat pada Lampiran 10. Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Hasil pengukuran serapan kromium heksavalen larutan limbah akhir tekstil menunjukkan nilai (Lampiran 11). Nilai tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi kromium heksavalen pada larutan tersebut sangat kecil. Hal ini karena proses pengolahan limbah pabrik tekstil tempat limbah ini berasal berjalan dengan baik. Namun pengukuran konsentrasi kromium heksavalen yang akurat tidak dapat dilakukan pada larutan tersebut dengan menggunakan metode Gambar 9 Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan serapan larutan standar dan larutan limbah proses pewarnaan tekstil dengan penambahan standar Dengan meneruskan kurva hingga menyentuh sumbu x (y=0) maka didapatkan konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah proses pewarnaan tekstil, yaitu sebesar 0.42 ppm (Lampiran 14). Hasil ini berbeda dengan hasil pengukuran konsentrasi kromium heksavalen dengan memakai metode AAS, yaitu <0.01 ppm (Lampiran 15). Nilai konsentrasi yang kecil dari hasil metode AAS menunjukkan bahwa konsentrasi kromium heksavalen pada limbah proses pewarnaan

20 tekstil tersebut tidak melewati ambang batas maksimum kromium heksavalen di dalam air, yaitu sebesar 0.05 ppm (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001). Sedangkan jika mengacu pada metode penambahan standar, konsentrasi kromium heksavalen pada limbah proses pewarnaan tekstil tersebut telah melewati ambang batas maksimum kromium heksavalen di dalam air. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketepatan kedua metode tersebut. Kurva penambahan standar larutan limbah akhir tekstil mempunyai kemiringan yang sama dengan kurva standar (Gambar 10). Hal ini juga ditunjukkan oleh slope kedua kurva yang memiliki nilai yang hampir sama, yaitu 0.88 pada kurva standar dan 0.90 pada kurva penambahan standar (Lampiran 16). Ini menunjukkan bahwa matriks pada larutan limbah akhir tekstil tersebut tidak terlalu mengganggu pengukuran konsentrasi kromium heksavalen pada larutan limbah tersebut. Pengukuran konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah akhir tekstil dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan kemiringan kurva (Brewer 1980). Gambar 10 Hubungan konsentrasi kromium heksavalen dengan serapan larutan standar dan larutan limbah akhir tekstil dengan penambahan standar Serapan yang terukur pada setiap penambahan standar merupakan jumlah dari serapan standar dan serapan sampel (Brewer 1980). Dari nilai serapan sampel larutan limbah akhir tekstil, dapat diketahui konsentrasi sampel tersebut dengan metode kemiringan kurva, yaitu sebesar 0.04 ppm (Lampiran 17). Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi kromium heksavalen larutan limbah tersebut tidak melebihi ambang batas maksimum kromium heksavalen di dalam air. Pengendapan Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Dengan Serbuk Besi Kondisi yang dipakai untuk pengendapan kromium heksavalen larutan limbah tekstil dengan serbuk besi adalah kondisi optimum yang telah didapatkan melalui penentuan pengaruh ph, penentuan kecepatan pengocokan, penentuan jumlah serbuk besi, dan penentuan waktu pengocokan. Kondisi optimumnya adalah pada ph 3, kecepatan 450 rpm, jumlah besi 5 gram, dan waktu pengocokan 10 menit. Pengukuran serapan setelah pengendapan menghasilkan nilai serapan sebesar pada larutan limbah proses pewarnaan tekstil, dan sebesar pada larutan limbah akhir tekstil (Lampiran 18). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi optimum yang telah didapatkan sebelumnya dapat dipakai pada larutan limbah tekstil asli. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi optimum ph, kecepatan pengocokan, jumlah serbuk besi, dan waktu pengocokan pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi berturut-turut adalah ph 3, 450 rpm, 5 gram, dan 10 menit yang memberikan nilai konsentrasi kromium heksavalen tersisa berturut-turut sebesar ppm, ppm, 0.24 ppm, dan 0.14 ppm. Serbuk besi sangat baik digunakan untuk mengendapkan kromium heksavalen dari larutan limbah tekstil karena mampu mengendapkan kromium heksavalen dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Nilai serapan kromium heksavalen larutan limbah tekstil setelah direaksikan dengan serbuk besi pada kondisi optimum adalah sebesar untuk larutan limbah proses pewarnaan tekstil, dan sebesar untuk larutan limbah akhir tekstil. Saran Sebaiknya digunakan larutan sampel limbah yang lebih banyak mengandung kromium heksavalen daripada limbah yang digunakan pada penelitian ini sehingga efektifitas serbuk besi dalam megendapkan kromium heksavalen dapat ditelaah lebih jauh. Perlu dicari metode pengukuran konsentrasi kromium heksavalen selain metode spektrofotometri yang tidak menghasilkan warna ungu agar pengukuran tidak terganggu

21 oleh warna ungu larutan limbah proses pewarnaan tekstil. DAFTAR PUSTAKA Bowman RS Applications of surfactant-modified zeolites to environmental remediation. Microporous and Mesoporous Materials 61: Brewer S Solving Problems in Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons. Cotton FA, Wilkinson G Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Basic Inorganic Chemistry. Chen JM, Hao OJ Microbial Chromium(VI) Reduction. Critical Rev. Environ Sci Technol 28: Clesceri LS, Greenberg AE, Eaton AD Standard Methods for the the Examination of Water and Wastewater. Ed ke-20. Washington DC: Apha Awwa Wes. Day RA, Underwood AL Analisis Kimia Kuantitatif. Sopyan I, penerjemah; Simarmata L, editor. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis. Hargis LG Analytical Chemistry: Principles and Techniques. New Jersey: Prentice Hall. Harris DC Quantitative Chemical Analysis. Ed ke-6. New York: W.H. Freeman. Hideaki Y, Toshiiyuki Y, Takashi T Adsorption of chromate and arsenate by amino-functionalized MCM-41 and SBA-1. Chem Mater 14: Jefferson Lab. Chrome Element. ele024.html [31 Des 2006]. Junyapoon S, Weerapong S Removal of Hexavalent Chromium from Aqueos Solutions by Scrap Iron Filings. KMITL Sci Tech J 6:1-12. King RB Encyclopedia of Inorganic Chemistry. Chicester: John Willey and Sons. Kotz JC, Treichel MP, Weaver CG Chemistry and Chemical Reactivity. Ed ke-6. Belmont: Thomson Brooks/Cole. Kusnoputranto H Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3. Jakarta: UI-Press. Manahan SE Toxicology Chemistry and Biochemistry. Ed ke-3. New York: Lewis Publishers. Martha F Penetapan Limit Deteksi dan Limit Respon Linear serta Pengaruh Oksidasi terhadap Pengukuran kromium dengan Spektrofotometri Sinar Tampak [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Massaro EJ Handbook of Human Toxicology. New York: CRC Press. Mertz W Trace Element in Human and Animal Nutrition. Ed ke-5. San Diego: Academic Press. Noroozifar M, Khorasani-Motlagh M Specific Extraction of Chromium as Tetrabutylammonium-Chromate and Spectrophotometric Determination by Diphenylcarbazide: Speciation of Chromium in Effluent Streams. Anal Sci 19: Peraturan Pemerintah PP No 82 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sugiharto Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Cetakan ke-1. Jakarta: UI- Press. Sutamihardja, RTM Toksikologi Lingkungan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wahyuadi SJ Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Industri Penyamakan Kulit.

22 ng/puskim/protek_kim/ttg_kim_li mbah_kulit.html [17 Mar 2007]. Wijayanti E Ekstraksi kromium Heksavalen sebagai Tetrabutil Amonium-kromiumat dan Pengukuran secara Spektrofotometri Sinar Tampak [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zellmer DL Standard Addition. Chem106/StdAddn/StdAddn.html [6 Jan 2009].

23 LAMPIRAN

24 14 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Sampel Larutan Krom Penentuan kadar krom heksavalen dan total awal Preparasi serbuk besi Ragam ph Ragam kecepatan pengadukan Ragam waktu pengocokan Ragam dosis serbuk besi Saring Filtrat Penentuan kadar krom heksavalen dan total akhir Optimasi Penerapan kondisi optimum pada limbah tekstil

PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA

PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA PENGENDAPAN KROMIUM HEKSAVALEN DENGAN SERBUK BESI ANDRE BRAMANDITA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK ANDRE BRAMANDITA. Pengendapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. hubungan serapan pada berbagai panjang gelombang tertera pada Gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. hubungan serapan pada berbagai panjang gelombang tertera pada Gambar 2. Penentuan Konsentrasi Kromium Heksavalen Larutan Limbah Tekstil Dengan Metode Penambahan Standar Larutan standar Cr 6+ sebanyak 12,5 ml dengan variasi konsentrasi Cr 6+ 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, dan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, termasuk di Yogyakarta, selain membawa dampak positif juga menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya peningkatan jumlah limbah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Perolehan Organicremoval Hasil pembuatan organicremoval dari kulit singkong dan kulit kacang tanah dari 100 gram kulit mentah diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini telah banyak industri kimia yang berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kebanyakan industriindustri

Lebih terperinci

Nurul Khanifah, Hermin Sulistyarti*, Akhmad Sabarudin

Nurul Khanifah, Hermin Sulistyarti*, Akhmad Sabarudin KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. - 7, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 2 February 2015, Accepted 6 March 2015, Published online 9 March 2015 PEMBUATAN TES KIT KROMIUM BERDASARKAN PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

Penurunan Kadar Cr (VI) Pada Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Serbuk Besi Limbah Industri Elektroplating

Penurunan Kadar Cr (VI) Pada Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Serbuk Besi Limbah Industri Elektroplating Penurunan Kadar Cr (VI) Pada Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Serbuk Besi Limbah Industri Elektroplating Titik Indrawati 1,2*, Anwar Ma ruf 2, Endar Puspawiningtiyas 2 1 Laboratorium Lingkungan,Fakultas

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA

EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA EKSTRAKSI KROM HEKSAVALEN SEBAGAI TETRABUTIL AMONIUM KROMAT DAN APLIKASINYA PADA AIR SUNGAI CILUAR DI BOGOR HERWIN GOTAWA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat

Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... i ii

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Maret 2011 di Laboratorium Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan di Laboratory of Applied

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN (Muhammad Rizki Romadhon )35 EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT THE EFFECTIVITY RATE OF THE TYPE OF COAGULANT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN I. JUDUL PERCOBAAN : TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN II. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Membuat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH

PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENGARUH PENGASAMAN

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

VALIDASI PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS VALIDASI PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Wiranti Sri Rahayu, Asmiyenti Djaliasrin Djalil, Fauziah Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr) ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

Proses Klorinasi untuk Menurunkan Kandungan Sianida dan Nilai KOK pada Limbah Cair Tepung Tapioka

Proses Klorinasi untuk Menurunkan Kandungan Sianida dan Nilai KOK pada Limbah Cair Tepung Tapioka Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 3(C) 13307 Proses Klorinasi untuk Menurunkan Kandungan Sianida dan Nilai KOK pada Limbah Cair Tepung Tapioka Fahma Riyanti, Puji Lukitowati, Afrilianza Jurusan Kimia

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di 31 III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Universitas

Lebih terperinci

kondisi analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) yaitu konsentrasi kuersetin sebesar 2,95 x 10-3 M, konsentrasi surfaktan

kondisi analisis kuantitatif simultan Cr(III) dan Cr(VI) yaitu konsentrasi kuersetin sebesar 2,95 x 10-3 M, konsentrasi surfaktan ABSTRAK MOHAMAD RAFI. Potensi Metode Penambahan Standar Titik-H Untuk Penentuan Simultan Kromium(III) dan Kromium(VI). Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS UD dan MUHAMMAD BACHRI AMRAN Metode penambahan standar

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN FeCl 3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT RETNO SUDIARTI

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN FeCl 3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT RETNO SUDIARTI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN FeCl 3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT RETNO SUDIARTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon

Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula dengan pesat bidang industri yang berdampak positif guna untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH ION Na +, K +, Mg 2+, dan Ca 2+ PADA PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT LAMPUNG RITA FEBRIANTI

PENGARUH ION Na +, K +, Mg 2+, dan Ca 2+ PADA PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT LAMPUNG RITA FEBRIANTI PENGARUH ION Na +, K +, Mg 2+, dan Ca 2+ PADA PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT LAMPUNG RITA FEBRIANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA

SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK LINA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Nilai TPH diukur menggunakan metode gravimetri. Sebanyak 5 gram limbah minyak hasil pengadukan dibungkus dengan kertas saring. Timbel yang telah dibuat tersebut dimasukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fe 3+ + H 2 O 2 Fe 2+ + HOO + H + (2) Fe 3+ + H 2 O 2 (Fe...O 2 H) +2 + H + (3) (Fe...O 2 H) +2 Fe 2+ + HO 2 (4)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fe 3+ + H 2 O 2 Fe 2+ + HOO + H + (2) Fe 3+ + H 2 O 2 (Fe...O 2 H) +2 + H + (3) (Fe...O 2 H) +2 Fe 2+ + HO 2 (4) 5 reaksi Fenton (Lampiran 2), dilanjutkan presipitasi bahan anorganik dengan sulfida (Lampiran 3). Apabila nilai COD rendah, maka akan langsung dilakukan presipitasi bahan anorganik dengan sulfida. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 36 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan januari hingga maret 2008 percobaan skala 500 mililiter di laboratorium kimia analitik Institut Teknologi Bandung. III.2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri Serapan Atom I. Tujuan Menentukan kepekaan dan daerah konsentrasi analisis logam Cu pada panjang gelombang 324.7 nm Menentukan pengaruh spesi lain, matriks, dan nyala api pada larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI KROMOGENIK CAMPURAN MIRAH SUMINAR

PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI KROMOGENIK CAMPURAN MIRAH SUMINAR PENCARIAN KONDISI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS Cr(III & VI) DENGAN PEREAKSI KROMOGENIK CAMPURAN MIRAH SUMINAR DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perkembangan industrialisasi tidak dapat terlepas dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik dalam bentuk padatan, cairan, maupun

Lebih terperinci

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori PERCOBAAN III A. Judul : Penetapan Besi secara Spektrofotometri B. Tujuan : dapat menetapkan kandungan besi dalam suatu sampel dengan teknik kurva kalibrasi biasa dan teknik standar adisi. C. Dasar Teori

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013 i ANALISIS KADAR LOGAM BERAT KROMIUM (Cr) DENGAN EKSTRAKSI PELARUT ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS) DI SUNGAI DONAN (CILACAP) PADA JARAK 2 KM SESUDAH PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI A. Tujuan Menentukan kadar besi dalam sampel air sumur secara spektrofotometri. B. Dasar Teori Kimia analitik dibagi menjadi dua bidang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR IODIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI BERDASARKAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS IOD-AMILUM MENGGUNAKAN OKSIDATOR PERSULFAT ABSTRAK ABSTRACT

PENENTUAN KADAR IODIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI BERDASARKAN PEMBENTUKAN KOMPLEKS IOD-AMILUM MENGGUNAKAN OKSIDATOR PERSULFAT ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 1, No. 1, pp. 85-90 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received, 7 January 2013, Accepted, 14 January 2013, Published online, 1 February 2013 PENENTUAN KADAR IODIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Lebih terperinci

Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif dari Kulit Singkong terhadap Ion Logam Timbal

Kapasitas Adsorpsi Arang Aktif dari Kulit Singkong terhadap Ion Logam Timbal 66 Adsorption Capacity of Activated Carbon from Cassava Peel Toward Lead Ion Diana Eka Pratiwi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar, Jl. Dg Tata Raya

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 28 September 2012 Tanggal Laporan : 5 Oktober 2012 Asisten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK KI-2122 PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA Nama Praktikan : Anggi Febrina NIM : 13010107 Kelompok : 5 (Shift Pagi) Tanggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 2- ) Resume Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kimia Analitik I Oleh: Dhoni Fadliansyah Wahyu NIM. 109096000004 PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR BESI DALAM TABLET MULTIVITAMIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM DAN UV-VIS

PENENTUAN KADAR BESI DALAM TABLET MULTIVITAMIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM DAN UV-VIS PENENTUAN KADAR BESI DALAM TABLET MULTIVITAMIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM DAN UV-VIS Norma Nur Azizah 1, Mulyati a, Wulan Suci Pamungkas a, Mohamad Rafi a a Departemen Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah terhadap Kadar Chrom pada Limbah Batik Pabrik di Kabupaten Pekalongan

Analisa Pengaruh Adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah terhadap Kadar Chrom pada Limbah Batik Pabrik di Kabupaten Pekalongan Analisa Pengaruh Adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah terhadap Kadar Chrom pada Limbah Batik Pabrik di Kabupaten Pekalongan Tri Minarsih Akademi Analis Kesehatan Pekalongan Email: triminarsih@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air, tanah, dan udara. Banyak industri yang tidak menyadari bahwa

Lebih terperinci

SPESIASI Cr(III) DAN Cr(VI) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

SPESIASI Cr(III) DAN Cr(VI) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING SPESIASI Cr(III) DAN Cr(VI) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING Dian Windy Dwiasi, Dwi Kartika Program Studi Kimia, Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS O L E H: NAMA : HABRIN KIFLI HS STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : SARTINI, S.Si LABORATORIUM KIMIA ANALITIK FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci