ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ANALYSIS OF PADDY IRRIGATION REQUIREMENT BASED ON KP-01 METHOD AND CROPWAT 8 Indah Dwi Sukma Anggraeni Departemen of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, Indonesia indah_lelonk@yahoo.co.id ABSTRACT There are two different methods for determining irrigation water requirement for paddy, KP-01 and CROPWAT 8, by using climate data. The object of this research was irrigation water requirement. The purpose of this research was to analyse paddy irrigation requirement based on KP-01 method and CROPWAT 8. Those methods have different criterias to determine irrigation water requirement. That can be shown from parameters used such as reference crop evapotranspiration (ETo), effective rainfall, land preparation, crop coefficient and physical soil data. According to the two methods, the average ETo value in KP-01 method was higher than in Penman-Monteith method (CROPWAT 8), %. Ratio of effective rainfall percentage KP-01 to CROPWAT 8 was 42.91%. Water requirement for land preparation using CROPWAT 8 was calculated from the water requirement during scheduling pre puddling and puddling, while KP-01 used a method developed by Van de Goor and Zijlstra. Water requirement for land preparation using CROPWAT 8 method was larger than KP-01. Paddy irrigation water requirement from CROPWAT 8 calculation was generally lower than that of KP-01, because the effective rainfall (in CROPWAT 8) have fulfilled crop water requirement. Key words: CROPWAT 8, effective rainfall, ETo, KP-01, paddy irrigation

3 Indah Dwi Sukma Anggraeni. F Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP- 01 dan CROPWAT 8. Di bawah bimbingan Dedi Kusnadi Kalsim RINGKASAN Air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan makhluk hidup, sehingga diperlukan pengendalian dalam pemanfaatannya agar digunakan secara optimal. Salah satu bentuk pengendalian dan pengelolaan air adalah pengaturan dalam memenuhi kebutuhan air irigasi padi. Dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi sawah digunakan dua metode yang berbeda, yaitu metode yang didasarkan pada Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01) dan CROPWAT 8. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebutuhan irigasi padi berdasarkan metode KP-01 dan CROPWAT 8. Kedua metode tersebut memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan. Parameter yang membedakan kedua metode tersebut adalah cara menentukan besarnya evapotranspirasi tanaman acuan (ETo), hujan efektif, pengolahan tanah, data tanah dan tanaman. Dalam menentukan ETo, CROPWAT 8 menggunakan metode Penman-Monteith, sedangkan KP-01 menggunakan metode Penman Modifikasi. Rata-rata nilai ETo yang dihitung berdasarkan metode Penman Modifikasi lebih besar dibandingkan Penman-Monteith (123.61%). Dalam menentukan hujan efektif, CROPWAT 8 menggunakan beberapa pilihan (persentase hujan bulanan tertentu, hujan andalan, rumus empiris, USBR). Perhitungan hujan efektif berdasarkan KP-01 ditentukan dengan peluang hujan terlewati 80% (R 80 ) dengan mengurutkan data dari nilai terbesar hingga terkecil serta memperhitungkan besarnya koefisien hujan tanaman padi. Besarnya R 80 dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data, pengurutan data dan penggunaan RAINBOW. Perbandingan R 80 dengan menggunakan RAINBOW menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan kedua metode perhitungan lainnya. Hujan efektif dengan metode KP-01 nilainya lebih kecil, hanya 42.91% dibandingkan dengan metode CROPWAT 8. Perbedaan hasil hujan efektif ini disebabkan oleh penggunaan metode perhitungan yang berbeda dan penggunaan koefisien hujan tanaman padi pada KP-01. Perhitungan kebutuhan air untuk pengolahan tanah pada CROPWAT 8 mencakup kebutuhan air pada masa pra pelumpuran dan masa pelumpuran, sedangkan pada KP-01 pengolahan tanah ditentukan dengan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra. Metode CROPWAT 8 memperhitungkan kedalaman pelumpuran, waktu pemberian irigasi dan banyaknya air irigasi yang akan diberikan, sehingga kebutuhan air untuk pengolahan tanah jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan metode KP-01. Pada KP-01 pengolahan tanah dipengaruhi oleh perkolasi, evaporasi, air untuk penjenuhan dan penggenangan. Data tanah yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi padi baik CROPWAT 8 maupun KP-01 mempergunakan data tanah umum, yaitu tanah lempung. Data tanaman yang dibutuhkan dalam CROPWAT 8 meliputi koefisien tanaman, kedalaman perakaran, kedalaman pelumpuran, deplesi kritis dan faktor respon hasil, sedangkan KP-01 hanya memperhitungkan besarnya koefisien tanaman sesuai dengan ketetapan FAO. Koefisien tanaman padi yang digunakan dalam CROPWAT 8 meliputi koefisien basah (K wet ) dan koefisien kering (K dry ). Dari hasil perhitungan CROPWAT 8, air irigasi padi yang dibutuhkan umumnya jauh lebih rendah dari KP-01, karena hujan efektif yang terjadi (dengan metode CROPWAT 8) telah memenuhi

4 kebutuhan air tanaman, sehingga tidak dibutuhkan irigasi. Faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu adanya periode pemberian irigasi yang dilakukan setiap setengah bulanan. Pada metode KP-01, ada kebutuhan untuk mengganti kehilangan air akibat kebutuhan konsumtif tanaman, perkolasi dan penggenangan, sehingga total kebutuhan untuk irigasi padi dari tahap awal hingga tahap akhir menjadi lebih banyak dibandingkan dengan metode CROPWAT 8. Contoh perhitungan kebutuhan air irigasi padi sawah pada stasiun Dabo Singkep golongan 4 MT1 dan MT2. Pada MT1 air irigasi yang dibutuhkan untuk tahap awal, perkembangan, pertengahan musim dan tahap akhir pada CROPWAT 8 masing-masing 83.4 mm, 0 mm, 20.3 mm, dan 60 mm. Pada KP-01 air yang dibutuhkan untuk masa vegetatif, generatif (pembungaan), dan pengisian biji (pematangan) masing-masing sebesar mm, mm dan mm. Total air yang dibutuhkan untuk irigasi padi sawah pada CROPWAT 8 dan KP-01 adalah mm dan mm. Dengan metode CROPWAT 8 pada MT2, air irigasi yang dibutuhkan dari tahap awal hingga akhir periode penanaman masing-masing sebesar 0 mm. Pada KP-01 air yang dibutuhkan untuk masa vegetatif, generatif (pembungaan), dan pengisian biji (pematangan) masing-masing sebesar mm, mm dan 81.3 mm. Total air yang dibutuhkan untuk irigasi padi sawah pada CROPWAT 8 dan KP-01 adalah 0 mm dan 367 mm.

5 ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP-01 dan CROPWAT 8 : Indah Dwi Sukma Anggraeni : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik (Ir. Dedi Kusnadi Kalsim, M.Eng.,Dip.HE) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (Prof.Dr.Ir. Asep Sapei, MS) NIP Tanggal Ujian: 6 Juli 2012 Tanggal Lulus:

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP-01 dan CROPAT 8 adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan Indah Dwi Sukma Anggraeni F

8 Hak cipta milik Indah Dwi Sukma Anggraeni, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Indah Dwi Sukma Anggraeni. Lahir di Balikpapan, 19 September 1989 dari ayah I Made Surata dan ibu Suhartatik, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Negeri 004 Balikpapan, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Balikpapan dan lulus pada tahun Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Balikpapan dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan. Penulis juga memperoleh prestasi dibidang olahraga diantaranya Juara I Bola Voli Putri Olimpiade Fateta Tingkat Fakultas 2010 dan 2012, juara III Bulutangkis Beregu Olimpiade Mahasiswa IPB Tingkat IPB 2010 dan Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun peserta dalam kegiatan departemen dan himpunan profesi. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2011 di Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, Bandung. Dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP- 01 dan CROPWAT 8 di bawah bimbingan Ir. Dedi Kusnadi Kalsim, M.Eng.,Dip.HE.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME karena dengan kehendak dan limpahan karunianya laporan skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP- 01 dan CROPAT 8 dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari hingga Juli Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, ingin disampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Dedi Kusnadi Kalsim, M.Eng.,Dip.HE selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan nasehat, sehingga selesainya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Sutoyo, S.TP.,M.Si selaku dosen penguji. 3. Bapak, Ibu, Kakak dan Adik serta keluarga besar yang banyak memberikan dukungan dan motivasi serta doa selama proses pembuatan skripsi ini. 4. Sahabat terbaik Diana Rahmawati yang selalu memberikan semangat dan dukungan. 5. Lusiana Manik, Melisa Sidabutar, Christine Mahardhika, Yuli Herdiani dan Fadilatul Husna, teman seperjuangan TPB yang bersama-sama melakukan penyusunan tugas akhir. 6. Nina Tri Lestari, Amalia Prima Putri dan Burhannudin Fallah, teman sebimbingan skripsi. 7. Syifa Nurani, Sekar Dwi Rizki, Melinda Carolina, serta temen-temen seperjuangan SIL 45 yang bersama-sama berjuang selama melewati periode penyusunan tugas akhir. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Disadari laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Juli 2012 Penulis iii

11 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Analisis Data Iklim Analisis Data Curah Hujan III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penelitian Kerangka Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Perbandingan Hujan Efektif Perbandingan Pengolahan Tanah Perbandingan Data Tanah dan Tanaman Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

12 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Padi Sawah Tabel 2. Koefisien Tanaman Padi v

13 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Diagram Alir Metode KP Gambar 2. Diagram Alir CROPWAT Gambar 3. Perbandingan ETo di Stasiun Darmaga Gambar 4. Perbandingan R 80 Stasiun Darmaga Gambar 5. Perbandingan Re Stasiun Darmaga Gambar 6. Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan 1 Masa Tanam Gambar 7. Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan 1 Masa Tanam Gambar 8. Kebutuhan Air Irigasi Padi Golongan 4 Masa Tanam Gambar 9. Kebutuhan Air Irigasi Padi Golongan 4 Masa Tanam vi

14 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Perbandingan Parameter Metode KP-01 dan CROPWAT Lampiran 2. Evapotranspirasi Tanaman Acuan, ETo (mm/hari) Lampiran 3. Perbandingan R 80 dengan Plot Data, KP-01 dan RAINBOW Lampiran 4. Hujan Efektif, Re (mm/bulan) Lampiran 5. Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan Lampiran 6. Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan Lampiran 7. Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan Lampiran 8. Kebutuhan Air Irigasi Padi Golongan Lampiran 9. Kebutuhan Air Irigasi Padi Golongan Lampiran 10. Kebutuhan Air Irigasi Padi Golongan vii

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, hewan dan tanaman. Oleh karena itu diperlukan pengendalian dalam pemanfaatannya. Dengan adanya pengendalian, penggunaan air dapat dilakukan secara optimal sehingga pada musim hujan air dapat disimpan dalam bendung dan dapat dimanfaatkan kembali pada musim kemarau. Salah satu bentuk pengendalian air, yaitu pengaturan air di bidang irigasi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekurangan air pada musim kemarau sehingga dapat memenuhi kebutuhan air irigasi dan tidak terjadi kelebihan air pada musim hujan yang mengakibatkan air terbuang percuma tanpa adanya pemanfaatan sehingga menjadi aliran permukaan. Curah hujan merupakan unsur yang berpengaruh dan memiliki peran penting dalam siklus hidrologi. Hujan berasal dari kondensasi uap air yang jatuh kembali ke permukaan bumi sehingga dalam analisis siklus hidrologi selalu dipertimbangkan. Sosrodarsono (2006) menyatakan bahwa air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuhtumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahandahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang lebih rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali ke sungai-sungai. Sebagian besar air akan tersimpan sebagai air tanah yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah. Menurut Asdak (2007) presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan berlangsungnya daur hidrologi dan dipandang sebagai faktor pendukung sekaligus pembatas bagi usaha pengelolaan sumberdaya air. Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit air yang mengalir pada suatu sungai dan besarnya debit air tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, salah satunya pemanfaatan dalam irigasi. Besarnya air irigasi yang dibutuhkan oleh tanaman juga dipengaruhi oleh keadaan iklim di daerah tersebut, sehingga perlu diketahui besarnya kebutuhan air irigasi dengan jumlah air yang tersedia agar terjadi keseimbangan. Faktor iklim yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman adalah suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin, sinar matahari dan curah hujan. Faktor iklim sebagian besar bergantung pada letak geografi pada suatu tempat di permukaan bumi (Wilson 1969). Dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi sawah digunakan dua metode yang berbeda, yaitu metode yang didasarkan pada Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01) dan CROPWAT 8. Kedua metode tersebut memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter yang digunakan dalam penerapannya. Dengan adanya perbedaan 1

16 parameter, maka besarnya kebutuhan air irigasi padi yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut juga berbeda. Oleh sebab itu diperlukan analisis dari parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi padi sawah. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebutuhan irigasi padi berdasarkan metode KP-01 dan CROPWAT 8, meliputi: 1. Mengidentifikasi parameter-parameter yang digunakan dalam metode KP-01 dan CROPWAT Membandingkan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dan hujan efektif berdasarkan metode KP-01 dan CROPWAT Menghitung kebutuhan air untuk pengolahan tanah dengan metode KP-01 dan CROPWAT Menghitung kebutuhan air irigasi dari tahap penanaman hingga panen dengan metode KP-01 dan CROPWAT 8. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan air untuk irigasi adalah kebutuhan air tanaman dikurangi hujan efektif. Hujan efektif adalah bagian dari hujan total yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, setelah beberapa hilang akibat intersepsi, limpasan dan perkolasi. Gray (1961) dalam Seyhan (1990) menyatakan intersepsi adalah bagian dari presipitasi yang tetap berada pada permukaan vegetasi, sebagian air yang diintersepsi ini menguap dan sebagian mencapai tanah secara langsung. Menurut Pekerjaan Umum (1986) menghitung besarnya kebutuhan air irigasi padi ditentukan oleh faktor-faktor pengolahan tanah, penggunaan konsumtif tanaman, perkolasi, pergantian lapisan air dan hujan efektif. Dalam menentukan kebutuhan bersih air di sawah (Net Field Water Requirement) harus memperhitungkan faktor kebutuhan konsumtif tanaman dan hujan efektif. Kebutuhan total air di sawah (Gross Water Field Requirement) harus memperhitungkan tingkat efisiensi irigasi. Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau liter/det/ha. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah pada umumnya menentukan kebutuhan air minimum pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanah adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah dan jumlah air yang diperlukan untuk pengolahan tanah. Untuk daerah-daerah proyek baru, diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan masa pengolahan tanah. Bila menggunakan peralatan mesin secara luas, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah adalah 1 bulan. Dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi didasarkan pada Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01) yang mengacu pada ketetapan Pekerjaan Umum tahun Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Kebutuhan air untuk pengolahan tanah menentukan kebutuhan minimum air irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air, yaitu besarnya air untuk penjenuhan, pelumpuran, genangan air, lamanya pengolahan tanah, evaporasi dan perkolasi yang terjadi. Dalam KP-01 waktu untuk pekerjaan pengolahan tanah adalah selama satu bulan. Kebutuhan air yang diperlukan untuk pengolahan tanah bertekstur berat (lempung) adalah 200 mm, setelah selesai lapisan genangan air di sawah ditambah 50 mm. Hal ini dilakukan sebagai cadangan air yang akan dipakai akibat kehilangan air karena perkolasi dan evaporasi. Jadi kebutuhan air yang diperlukan untuk pengolahan tanah dan lapisan air awal seluruhnya menjadi 250 mm. Air yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah setelah dibiarkan bera atau kering lebih dari 2.5 bulan adalah 300 mm. Metode yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan irigasi selama pengolahan tanah yang diterapkan dalam KP-01 dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra. 3

18 Keterangan: LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah, mm/hari M : Mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi: M = Eo + P, mm/hari Eo : Evaporasi air terbuka 1.1ETo (FAO) atau 1.2ETo (Prosida), mm/hari P : Perkolasi, mm/hari k : MT/S T : Jangka waktu pengolahan tanah, hari S : Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm Untuk memudahkan perhitungan pengolahan tanah, digunakan tabel Van de Goor dan Zijlstra pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Padi Sawah. Eo + P (M) mm/hari T = 30 hari T = 45 hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm Sumber: Pekerjaan Umum, Penggunaan Konsumtif Tanaman Pada KP-01 besarnya ETo dihitung dengan menggunakan metode Penman yang dimodifikasi oleh Food and Agriculture Organization (FAO). ETo dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan memperhatikan faktor-faktor meteorologi, yaitu suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Keterangan: ETc : Evapotranspirasi tanaman, mm/hari ETo : Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari Kc : Koefisien tanaman 4

19 Besarnya koefisien tanaman tergantung dari jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Nilai ETo dari rumus Penman menunjuk pada tanaman acuan apabila digunakan albedo (koefisien pemantulan) 0.25 (rerumputan pendek). Koefisien yang digunakan dalam perhitungan ETc harus didasarkan pada ETo dengan albedo Rumus Penman dimodifikasi dengan metode Nedeco/Prosida dan metode FAO dapat dilihat pada Tabel 2. Bulan Perkolasi Varietas Biasa Tabel 2. Koefisien Tanaman Padi. Nedeco/Prosida Varietas Unggul Varietas Biasa FAO Varietas Unggul Sumber: Pekerjaan Umum, 1986 Perkolasi adalah gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah (Pekerjaan Umum 1986). Besarnya perkolasi dipengaruhi sifat-sifat tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman air dan sistem perakaran. Perkolasi dibedakan berdasarkan kemiringan dan tekstur tanah. Berdasarkan kemiringan, lahan dibedakan menjadi lahan datar dengan perkolasi 1 mm/hari dan lahan miring > 5% dengan perkolasi 2-5 mm/hari. Berdasarkan tekstur, tanah dibedakan menjadi tanah berat (lempung) perkolasi 1-2 mm/hari, tanah sedang (lempung berpasir) perkolasi 2-3 mm/hari dan tanah ringan dengan perkolasi 3-6 mm/hari Pergantian Lapisan Air Pergantian lapisan air dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (3.3 mm/hari) selama sebulan dan 2 bulan setelah penanaman bibit. Pergantian lapisan air dilakukan untuk menggenangi lapisan tanah yang berfungsi sebagai cadangan air untuk perkolasi dan evapotranspirasi tanaman. Tujuan lain adanya genangan tersebut, yaitu untuk menekan pertumbuhan gulma Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya curah hujan efektif dipengaruhi oleh cara pemberian air irigasi, laju pengurangan air genangan, kedalaman lapisan air yang dipertahankan, jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Pada KP-01 untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif 5

20 diambil 80% kemungkinan curah hujan terlewati (Pekerjaan Umum 1986). Dalam menentukan R 80 dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data, pengurutan data hujan dari yang terbesar hingga terkecil dan dapat ditentukan dengan menggunakan RAINBOW. Koefisien hujan efektif untuk tanaman padi adalah 0.7. R 80 : Peluang hujan terlewati 80% : Peringkat hujan efektif 80% dari urutan curah hujan terkecil R 80 adalah curah hujan ke-a dari urutan terkecil dan n merupakan jumlah tahun pengamatan Kebutuhan Bersih Air Di Sawah (NFR) Dalam menentukan kebutuhan bersih air di sawah harus memperhitungkan hujan efektif yang terjadi. Kebutuhan bersih air di sawah adalah jumlah air yang dibutuhkan setelah kebutuhan total air di sawah dikurangi dengan hujan efektif yang terjadi di daerah tersebut Kebutuhan Total Air Di Sawah (GFR) Kebutuhan total air di sawah adalah jumlah air total yang dibutuhkan dari tahap pengolahan tanah hingga akhir dengan memperhitungkan efisiensi irigasi. Kebutuhan air ini meliputi kebutuhan komsumtif tanaman, pengolahan tanah dan perkolasi. Jika lebih dari satu golongan maka jumlah air yang dibutuhkan dirata-ratakan tiap tahap pertumbuhannya Kebutuhan Pengambilan Air (DR) Kebutuhan pengambilan air irigasi padi adalah kebutuhan air irigasi dalam l/det/ha, sehingga dapat ditentukan kebutuhan air dalam berapa kali penanaman dalam setahun dan penetapan golongan yang telah dipilih. Kebutuhan pengambilan air ditentukan untuk mengetahui besarnya air yang diambil dari sumber air (inlet) setelah memperhitungkan efisiensi irigasi Analisis Data Iklim Tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung terinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan. Sebagian secara langsung atau setelah penyimpanan bawah permukaan hilang dalam bentuk evaporasi, yaitu proses dimana air menjadi uap, transpirasi, yaitu proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Seyhan 1990). Analisis data iklim diperlukan untuk menghitung besarnya nilai evapotranspirasi. Faktor-faktor lingkungan yang mengendalikan evapotranspirasi adalah radiasi, pasokan air, karakteristik tanaman, defisit penjenuhan di udara dan gerakan udara horizontal dan vertikal. Karakteristik tanaman yang berperan penting, yaitu albedo permukaan tanaman, perkembangan akar, struktur tegakan dan struktur fisiologi tanaman. 6

21 Evapotranspirasi tanaman acuan adalah kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanam dengan kondisi air mencukupi, tinggi tanaman sekitar 12 cm dan tanaman tumbuh dengan baik. Iklim memiliki peran penting dalam penentuan karakteristik tersebut. Data iklim yang dibutuhkan untuk menentukan besarnya ETo, yaitu suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Menurut Evaporation Symposium (1959) dalam Seyhan (1990) rumus yang paling sering digunakan dalam menentukan evapotranspirasi tanaman acuan adalah yang diajukan oleh Penman. Pendekatan Penman merupakan suatu kombinasi metode-metode transfer massa dan neraca energi. Dalam KP-01 penetapan ETo digunakan metode Penman Modifikasi, sedangkan penetapan ETo pada CROPWAT 8 digunakan metode Penman-Monteith. Nilai ETo yang dihasilkan dari metode Penman Modifikasi menghasilkan nilai perkiraan yang terlalu tinggi sehingga pada akhirnya dikembangkan metode Penman-Monteith yang hasilnya mendekati nilai setempat. Evapotranspirasi tanaman acuan yang diterapkan dalam KP-01 dapat dihitung menggunakan persamaan Penman Modifikasi FAO: Keterangan: c : Faktor pergantian kondisi cuaca akibat siang dan malam W : Faktor berat yang mempengaruhi penyinaran matahari (1-W) : Faktor berat sebagai pengaruh angin dan kelembaban ea : Tekanan uap jenuh, mbar RH : Kelembaban relatif, % ed : Tekanan uap nyata, mbar (ea-ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap nyata, mbar Rn : Radiasi penyinaran matahari, Rns-Rnl, mm/hari Rns : Radiasi netto gelombang pendek, Rs(1-α), mm/hari Rnl : Radiasi netto gelombang panjang T 4 ( ed 0.5 ) ( n/N), mm/hari Rs : Radiasi gelombang pendek, ( (n/N))Ra, mm/hari α : Koefisien pemantulan (albedo), 0.25 n/n : Lamanya penyinaran relatif Ra : Radiasi extraterestrial, mm/hari f(u) : Fungsi pengaruh angin, 0.27 (1+U 2 /100), km/hari U 2 : Kecepatan angin di ketinggian 2 meter, km/jam Dalam CROPWAT 8, penetapan ETo menggunakan metode Penman-Monteith. Rumus yang menjelaskan ETo secara teliti adalah rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Allen et al.,1998) yang diuraikan dengan persamaan: Keterangan: ET 0 : Evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari Rn : Radiasi netto pada permukaan tanaman, MJ/m 2 /hari G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (fluks panas tanah), MJ/m 2 /hari 7

22 T : Suhu harian rata-rata pada ketinggian 2 meter, 0 C U 2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter, m/det es : Tekanan uap jenuh, kpa ea : Tekanan uap aktual, kpa Δ : Kurva kemiringan tekanan uap, kpa/ 0 C γ : Konstanta psycrometric, kpa/ 0 C Dalam penyelesaian persamaan tersebut, terlebih dahulu didapatkan nilai-nilai dari beberapa variable dan konstanta yang berkaitan: a. Kontanta psychrometric (γ) Konstanta psychrometric diberikan oleh panas spesifik pada tekanan konstan, yaitu energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu satu derajat pada tekanan konstan. Konstanta psychrometric dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: Keterangan: γ : Konstanta psychrometric, kpa/ 0 C P : Tekanan atmosfer, kpa λ : Laten heat of vaporization, 2.45 MJ/kg Cp : Panas spesifik pada tekanan konstan, 1.013x10-3, MJ/kg/ 0 C : Perbandingan berat molekul uap air/ udara kering, b. Suhu rata-rata (Tmean) Keterangan: Tmean : Suhu udara harian rata-rata, 0 C Tmak : Suhu udara harian maksimum, 0 C Tmin : Suhu udara harian minimum, 0 C c. Kelembaban relatif (RH) Kelembaban relatif yang digunakan adalah nilai rata-rata dari kelembaban relatif maksimum (RHmak) dan kelembaban relatif minimum (RHmin) yang dinyatakan sebagai kelembaban relatif rata-rata (RHmean). 8

23 Keterangan: RH : Kelembaban relatif, % ea : Tekanan uap aktual, kpa e 0 (T) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara T, kpa T : Suhu udara, 0 C d. Tekanan uap jenuh (es) Tekanan uap jenuh adalah jumlah molekul air yang tersimpan di udara pada suhu tertentu. Semakin tinggi suhu, maka kapasitas penyimpanan molekul air dalam udara juga semakin tinggi. Tekanan uap jenuh dapat dihitung dengan persamaan: es e 0 (Tmak) e 0 (Tmin) : Tekanan uap jenuh, kpa : Tekanan uap jenuh pada suhu udara maksimum, kpa : Tekanan uap jenuh pada suhu udara minimum, kpa e. Tekanan uap aktual (ea) Tekanan uap aktual adalah tekanan uap air di udara. Ketika udara tidak jenuh, tekanan uap aktual akan lebih rendah dari tekanan uap jenuh. Perbedaan antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual merupakan defisit tekanan uap jenuh. Tekanan uap aktual dihitung dengan beberapa rumus berdasarkan data yang tersedia, diantaranya data suhu titik embun (Tdewpoint), psychrometric dan kelembaban relatif (RH). Suhu dewpoint adalah suhu dimana udara membutuhkan pendinginan untuk membuat udara dalam kondisi jenuh. Tekanan uap aktual adalah kejenuhan tekanan uap pada suhu dewpoint. Atau Keterangan: ea : Tekanan uap aktual, kpa e 0 (Tmak) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara maksimum, kpa e 0 (Tmin) : Tekanan uap jenuh pada suhu udara minimum, kpa RHmak : Kelembaban relatif maksimum, % RHmin : Kelembaban relatif minimum, % Menurut FAO, apabila data kelembaban relatif tidak tersedia, maka pendekatan lain yang dapat diambil adalah ea = e 0 (Tmin). f. Kurva kemiringan tekanan uap (Δ) Kurva kemiringan tekanan uap dapat dihitung dengan persamaan: 9

24 Keterangan: Δ : Kurva kemiringan tekanan uap jenuh pada suhu T, kpa/ 0 C T : Suhu udara, 0 C g. Radiasi netto (Rn) Radiasi netto (Rn) adalah perbedaan antara radiasi netto gelombang pendek (Rns) dengan radiasi netto gelombang panjang (Rnl). Radiasi ekstraterestrial (Ra) adalah radiasi yang mencapai permukaan atmosfer bumi. Radiasi matahari atau radiasi gelombang pendek (Rs) adalah radiasi yang menembus permukaan atmosfer yang beberapa telah tersebar, dipantulkan atau diserap oleh awan, gas dan debu (radiasi yang mencapai permukaan bumi dalam periode tertentu). Pada hari tak berawan Rs sekitar 75% dari radiasi ekstraterestrial dan pada hari berawan radiasi tersebar di atmosfer, tapi dengan keadaan yang berawan sekitar 25% radiasi masih dapat mencapai permukaan bumi. Rso adalah radiasi yang mencapai permukaan bumi dalam periode yang sama tapi dalam kondisi tidak berawan. Lamanya penyinaran matahari relatif (n/n) adalah rasio dari lama penyinaran sebenarnya dengan lama penyinaran matahari maksimum. Radiasi netto dihitung dengan persamaan: Bila nilai n tidak tersedia pada data klimatologi, maka dapat diganti dengan: Keterangan: Rn : Radiasi netto, MJ/m 2 /hari Rns : Radiasi matahari netto gelombang pendek, MJ/m 2 /hari α : Koefisien albedo Rs : Radiasi matahari yang datang, MJ/m 2 /hari Rso : Radiasi matahari (clear-sky), MJ/m 2 /hari n : Durasi aktual penyinaran matahari, jam N : Durasi maksimum yang memungkinkan penyinaran matahari, jam as+bs : Fraksi radiasi ektraterestrial yang mencapai bumi pada hari cerah K RS : Koefisien tetapan, 0.16 daerah tertutup dan 0.19 daerah pantai 10

25 z Ra Gsc dr w s : Elevasi stasiun di atas permukaan laut, meter : Radiasi ektraterestrial, MJ/m 2 /hari : Konstanta matahari, MJ/m 2 /hari : Inverse jarak relatif bumi-matahari : Sudut jam matahari terbenam : Garis lintang, rad δ : Deklinasi matahari, rad J : Nomor hari dalam tahun, 1 (1 januari) sampai 365 atau 366 (31 Desember) Rnl : Radiasi netto gelombang panjang yang pergi, MJ/m 2 /hari σ : Konstanta Stefan-Boltzmann, MJ/K 4 /m 2 /hari T mak, K : Suhu absolut maksimum selama periode 24 jam, K = C T min, K : Suhu absolut minimum selama periode 24 jam, K = C h. Kerapatan panas terus-menerus (G) Kerapatan panas terus-menerus pada tanah atau fluks panas tanah adalah energi yang digunakan dalam pemanasan tanah. G bernilai positif ketika tanah mengalami pemanasan dan G bernilai negatif ketika tanah mengalami pendinginan. Nilai fluks panas tanah kecil jika dibandingkan dengan Rn, sehingga sering diabaikan. Fluks panas tanah didapat dengan persamaan: Keterangan: G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah, MJ/m 2 /hari c s : Kapasitas pemanasan tanah, MJ/m 3 / C T i : Suhu udara pada waktu i, C T i-1 : Suhu udara pada waktu i-1, C Δt : Panjang interval waktu, hari Δz : Kedalaman tanah efektif, meter Untuk periode harian, 10 harian dan bulanan, nilai G sangat kecil mendekati nol sehingga nilai G tidak diperhitungkan. i. Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (U 2 ) Kecepatan angin biasanya diukur pada ketinggian tertentu di atas permukaan tanah, sehingga untuk menentukan kecepatan angin pada ketinggian 2 meter menggunakan persamaan: Keterangan: U 2 : Kecepatan angin 2 meter di atas permukaan tanah, m/det Uz : Kecepatan angin terukur z meter di atas permukaan tanah, m/det 11

26 2.3. Analisis Data Curah Hujan Hujan berperan dalam memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Selama musim hujan sebagian besar kebutuhan air tanaman dipenuhi oleh hujan dan pada musim kering dipenuhi oleh kebutuhan air irigasi. Hujan dalam tahun basah, tahun normal dan tahun kering merupakan hujan andalan, yaitu hujan dengan kemungkinan terlampaui 20% untuk tahun basah, 50% tahun normal dan 80% untuk tahun kering. Ketiga nilai tersebut berguna untuk merencanakan pemberian air irigasi. Hujan yang terjadi pada suatu wilayah akan mengalami proses infiltrasi. Menurut Seyhan (1990) infiltrasi merupakan air yang diterima permukaan bumi jika permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah karakteristik hujan, kondisi permukaan tanah, kondisi penutupan permukaan dan karakteristik air yang terinfiltrasi. Hujan efektif adalah bagian hujan yang secara efektif digunakan oleh tanaman setelah beberapa hilang karena limpasan permukaan dan perkolasi. Hujan efektif ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Pemahaman mengenai hujan sangat diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada saat terjadi hujan, air yang jatuh tidak semua dimanfaatkan oleh tanaman. Hujan yang jatuh hanya sebagian yang terserap tanaman disebut hujan efektif dan sisanya terbuang dalam bentuk penguapan, perkolasi atau limpasan. Dalam menentukan hujan efektif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam panduan penggunaan CROPWAT 8 hujan efektif dapat ditentukan dengan nilai persentase hujan bulanan tertentu, hujan andalan, rumus empiris dan USBR. Dalam simulasi perencanaan irigasi pada CROPWAT 8 digunakan hujan andalan untuk menentukan besarnya hujan efektif. Pada KP-01 hujan efektif dapat ditentukan dengan peluang hujan terlewati 80% (R 80 ) dan memperhitungkan besarnya koefisien hujan tanaman padi. R 80 dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data dengan menentukan R 80 tahunan kemudian ditentukan R 80 bulanan, pengurutan data dari nilai terbesar hingga terkecil dan dengan menggunakan RAINBOW. 12

27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Analisis Kebutuhan Irigasi Padi Berdasarkan Metode KP-01 dan CROPWAT 8 dilaksanakan selama 7 bulan, dimulai pada bulan Januari hingga Juli Penelitian dengan data sekunder dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan air irigasi padi, yaitu data iklim sekunder 10 tahun (suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin, sinar matahari dan curah hujan), komputer Intel (R) Core (TM)2 Duo, program Microsoft Excel, CROPWAT 8, RAINBOW, FAO Irrigation dan Drainage Paper no 56 (guidelines for computing crop water requirements), peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan standar perencanaan kebutuhan air irigasi dan panduan program CROPWAT Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan air irigasi padi meliputi tahap pengumpulan dan pengolahan data serta tahap analisis data. Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan perbandingan parameter dari kedua perhitungan tersebut baik dengan menggunakan KP-01 maupun CROPWAT Pengumpulan Dan Pengolahan Data Data yang diperlukan dalam penelitian, yaitu data iklim yang terdiri dari data suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan curah hujan selama 10 tahun yang didapat dari stasiun pengukur. Data iklim 10 stasiun yang diambil selama 10 tahun, yaitu tahun meliputi stasiun Darmaga, Japura Rengat, Dabo Singkep, Beranti Tanjung Karang, Surabaya Maritim, Curug Tangerang, Solerejo, Sempor, Cilacap dan Semarang Maritim. Data suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari diolah untuk menentukan besarnya nilai ETo baik dengan metode Penman Modifikasi maupun Penman-Monteith. Data curah hujan digunakan untuk menentukan besarnya hujan efektif yang terjadi Analisis Data Analisis data dalam penelitian meliputi beberapa parameter yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi, yaitu evapotranspirasi tanaman acuan, hujan efektif, pengolahan tanah, data tanah dan tanaman. Parameter tersebut diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air irigasi padi berdasarkan metode 13

28 yang diterapkan dalam KP-01 dan CROPWAT 8 dari tahap pengolahan tanah hingga tahap akhir. Perhitungan kebutuhan air irigasi dalam KP-01 dilakukan secara manual dengan program Microsoft excel. 3.4 Kerangka Penelitian Dalam menyelesaikan penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi sawah pada KP-01 dan CROPWAT 8. Kemudian dilakukan pencarian berbagai literatur yang terkait dengan penelitian kebutuhan air irigasi. Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul kemudian dilakukan perbandingan antara beberapa parameter yang digunakan pada KP-01 dan CROPWAT 8. Setelah dilakukan perbandingan dari parameter-parameter yang dibutuhkan, kemudian dilakukan perhitungan dan analisis kebutuhan air irigasi padi sawah. Penjelasan mengenai parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam memudahkan pengolahan data dibuat diagram alir penelitian dengan metode KP-01 dan CROPWAT 8 seperti yang dijelaskan pada Gambar 1 dan Gambar 2. 14

29 Pengumpulan Data Data Tanaman (Kc) Data Iklim Data Tanah Suhu Maksimum Suhu Minimum Kelembaban Udara Kecepatan Angin Lama Penyinaran Curah Hujan Evapotranspirasi Tanaman Acuan (ETo) Metode Penman Modifikasi Hujan Efektif (Re) Evapotranspirasi Tanaman Pengolahan Tanah (LP) Metode Van de Goor dan Zijlstra Kebutuhan Irigasi Tahap Awal hingga Akhir Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Gambar 1. Diagram Alir Metode KP-01 15

30 Pengumpulan Data Data Tanaman (Kc) Data Iklim Data Tanah Suhu Maksimum Suhu Minimum Kelembaban Udara Kecepatan Angin Lama Penyinaran Curah Hujan Evapotranspirasi Tanaman Acuan (ETo) Metode Penman- Monteith Hujan Efektif (Re) Hujan Andalan Evapotranspirasi Tanaman Pengolahan Tanah (LP) Pra Pelumpuran dan Pelumpuran Kebutuhan Irigasi Tahap Awal hingga Akhir Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Gambar 2. Diagram Alir CROPWAT 8 16

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode irigasi. Sebagian besar penyerapan air tanaman dari tanah hilang sebagai proses evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman adalah sejumlah air yang hilang sebagai bentuk penguapan dari tanah dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman dapat diukur berdasarkan pendekatan Kc (koefisien tanaman) dimana evapotranspirasi tanaman dihitung menggunakan evapotranspirasi tanaman acuan dan koefisien tanaman spesifik. Dalam pengukuran evapotranspirasi tanaman acuan secara langsung dengan menggunakan lisimeter bertimbang dibutuhkan biaya kerja yang mahal, sulit dan pengukuran ini hanya berlaku pada kondisi tempat yang diukur. Karena metode langsung tidak praktis digunakan dalam skala besar, maka dikembangkan metode dari persamaan Penman. Persamaan Penman tidak relatif pada tanaman karena penguapan yang dihasilkan didasarkan pada permukaan yang basah (jenuh) sehingga taksiran kebutuhan air tanaman menjadi tinggi. Model Penman kemudian dimodifikasi berdasarkan konsep perlawanan (resistensi) dan dikembangkan oleh Monteith dengan konsep big leaf surface mengenai resistensi kanopi dan aerodinamis. Menurut hipotesis, kanopi dapat dianggap sebagai daun tunggal yang besar dengan menganggap sumber panas dan fluks uap ditemukan pada lapisan yang sama. Kombinasi persamaan sebelumnya mengarah pada perkiraan evapotranspirasi tanaman acuan yang dikenal dengan persamaan Penman-Monteith. Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) adalah parameter iklim yang dapat diketahui dari data cuaca. ETo yang diukur pada lokasi dan musim yang berbeda dapat dibandingkan karena mengacu pada evapotranspirasi dari permukaan referensi yang sama dengan asumsi tinggi tanaman 12 cm, permukaan resistansi tanaman tetap (70 det/m), albedo 0.23, menyerupai evapotranspirasi rumput dengan ketinggian yang seragam, tumbuh subur dengan ketersediaan air yang cukup. Setelah dilakukan perhitungan ETo dari parameter-parameter yang dibutuhkan dalam metode Penman-Monteith dan Penman Modifikasi, maka didapatkan nilai ETo dari kedua metode tersebut. Nilai ETo yang dihasilkan pada CROPWAT 8 dan KP-01 memiliki nilai yang berbeda dengan perbandingan persentase ETo Penman Modifikasi terhadap Penman-Monteith sebesar %. Pada CROPWAT 8 digunakan metode Penman-Monteith dan KP-01 menggunakan metode Penman Modifikasi. Selain menggunakan metode tersebut, nilai ETo dapat ditentukan dengan metode lain, yaitu Blaney-Criddle, Panci evaporasi dan radiasi. Sejak tahun 1990 umumnya dalam menentukan ETo para peneliti menggunakan metode Penman-Monteith. Hal ini dikarenakan nilai taksiran yang dihasilkan metode tersebut tidak jauh berbeda dari kondisi di lapangan dibandingkan dengan metode lainnya. Parameter yang digunakan dalam metode ini cukup lengkap, meliputi data iklim (suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari), sedangkan metode lain seperti metode radiasi digunakan apabila hanya tersedia data suhu dan penyinaran matahari. Metode Blaney- Criddle diusulkan untuk daerah dimana hanya tersedia data suhu udara saja, sehingga berdasarkan keterangan parameter yang dibutuhkan metode Penman-Monteith menghasilkan nilai yang mendekati 17

32 kondisi di lapangan. Sejak tahun 1990, penggunaan metode ini sudah banyak diterapkan dalam merencanakan perencanaan irigasi. Contoh perbandingan ETo Penman-Monteith dan Penman Modifikasi pada stasiun Darmaga terdapat pada Gambar 3. Perbandingan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) Penman Monteith dan Penman Modifikasi stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari kedua metode tersebut dapat dilihat perbedaan nilai ETo yang dihasilkan dari perhitungan 10 stasiun yang diamati. Rata-rata nilai ETo yang dihitung berdasarkan metode Penman Modifikasi menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan Penman-Monteith (123.61%). Hal ini dikarenakan Penman-Monteith merupakan pengembangan dari Penman Modifikasi karena nilai taksiran ETo yang dihasilkan dengan Penman Modifikasi nilainya lebih tinggi (overestimate). Perbedaan dari hasil perhitungan ETo juga disebabkan oleh ketetapan penggunaan albedo pada kedua metode tersebut. Albedo atau koefisien pemantulan adalah bagian dari radiasi matahari ektraterestrial yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Albedo dipengaruhi oleh penutupan tanah oleh vegetasi dan tingkat kebasahan permukaan tanah. Albedo dari permukaan tanah dan tanaman mempengaruhi penyerapan radiasi bersih (Rn) dengan permukaan yang merupakan sumber pertukaran energi untuk proses evaporasi. Salju yang baru turun memiliki albedo sekitar 0.95, sedangkan tutupan vegetasi hijau memiliki albedo sekitar Pada tanaman referensi rumput hijau, Penman-Monteith menggunakan nilai albedo 0.23 dan Penman Modifikasi digunakan albedo ETo (mm/hari) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Bulan Penman-Monteith Penman Modifikasi Gambar 3. Perbandingan ETo di Stasiun Darmaga Dari kedua metode tersebut, besarnya perkiraan nilai ETo yang didapat dari penggunaan data iklim yang sama menghasilkan nilai yang berbeda. Tahun 1990 pakar FAO mencapai kesepakatan dalam merekomendasikan pendekatan Penman-Monteith sebagai metode yang paling tepat untuk memperkirakan ETo berdasarkan pengaruh data iklim. Standarisasi penggunaan metode Penman-Monteith dilakukan untuk memberikan rekomendasi ketika data meteorologi yang tersedia terbatas. Pendekatan Penman- Monteith adalah metode yang dapat dipercaya dengan pencapaian nilai yang mendekati kondisi sebenarnya, menggambarkan faktor fisik dan fisiologi yang mengatur proses evapotranspirasi. Konsep 18

33 ETo telah direvisi selama dekade terakhir sehingga dihasilkan prosedur komputasi standar oleh para ahli FAO dan kelompok revisi metodelogi FAO mengenai kebutuhan air tanaman yang diterbitkan dalam paper Irigasi dan Drainase no Perbandingan Hujan Efektif Sumber utama pasokan air untuk pertanian dalam memenuhi kebutuhan air irigasi padi adalah curah hujan. Curah hujan bervariasi dipengaruhi topografi dan kondisi iklim pada suatu daerah. Tidak semua curah hujan yang jatuh di permukaan bumi dapat terinfiltrasi ke dalam tanah. Jika intensitas hujan tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi yang terjadi, maka air yang tidak masuk ke dalam tanah akan mengalir sebagai aliran permukaan (runoff) dan bila lengas tanah telah mencapai kondisi kapasitas lapang, dengan intensitas hujan yang tinggi maka air akan mengalir sebagai perkolasi dalam. Dalam penilaian sumberdaya air, intersepsi sering diabaikan. Intersepsi adalah air yang tertahan yang akan mengalami penguapan kembali ke atmosfer sebelum air tersebut mengalami proses infiltrasi dan menjadi aliran permukaan. Bagian dari curah hujan yang tidak tersedia untuk infiltrasi dan menjadi limpasan ini disebut kehilangan awal (initial loss). Pada CROPWAT, hujan efektif ditentukan dengan hujan yang terjadi dikurangi dengan kehilangan awal. Dalam menentukan kehilangan awal dapat digunakan dua persamaan, yaitu persamaan FAO dan USDA. Pada persamaan USDA, kehilangan awal sebanding dengan kuadrat curah hujan bulanan dimana banyaknya curah hujan dianggap sebagai peningkatan kehilangan awal hujan. Pada persamaan FAO, banyaknya curah hujan dianggap penurunan kehilangan awal dengan meningkatnya curah hujan. Hujan efektif adalah bagian dari hujan total yang digunakan oleh akar tanaman selama masa pertumbuhan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sesuai dengan yang dijelaskan pada Lampiran 1 dalam menentukan hujan efektif, CROPWAT 8 dan KP-01 menggunakan cara yang berbeda. Pada CROPWAT 8, hujan efektif ditentukan dengan menggunakan hujan andalan (FAO) dengan peluang terlewati 80% yang menggambarkan kondisi tahun kering. Dalam KP-01 hujan efektif ditentukan dengan peluang hujan terlewati 80% (R 80 ) dan koefisien hujan untuk tanaman padi. Besarnya R 80 dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data dengan peluang hujan terlewati tahunan 80% kemudian ditentukan peluang hujan bulanannya, pengurutan data dari nilai terbesar hingga terkecil dan penggunaan RAINBOW. Peluang hujan terlewati 80% (R 80 ) yang didapat dari ketiga metode tersebut memiliki variasi nilai yang berbeda. Rata-rata R 80 yang didapat dari RAINBOW menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan pengeplotan data dan pengurutan data. Contoh perbandingan R 80 stasiun Darmaga dengan tiga metode tersebut terdapat pada Gambar 4. Perbandingan R 80 pada stasiun lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah didapatkan besarnya R 80, maka dapat ditentukan hujan efektif dengan memperhitungkan koefisien hujan tanaman padi (0.7) sesuai dengan ketetapan KP-01. Hujan efektif pada KP-01 memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan hujan efektif pada CROPWAT 8, seperti contoh perbandingan hujan efektif pada stasiun Darmaga pada Gambar 5. Hal ini dikarenakan hujan efektif yang ditentukan dalam KP-01 harus memperhitungkan koefisien hujan untuk tanaman padi dari peluang hujan terlewati 80%. Hujan efektif pada CROPWAT 8 memperhitungkan besarnya kehilangan awal akibat intersepsi sesuai dengan ketetapan FAO. Perbandingan hujan efektif pada stasiun lainnya dijelaskan pada Lampiran 4. Hasil hujan efektif dengan KP-01 hanya 42.91% dari hasil perhitungan dengan CROPWAT 8. 19

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **) PERBANDINGAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN IRIGASI PADI METODA DENGAN CROPWAT-8.0 (CALCULATION OF PADDY IRRIGATION REQUIREMENT RATIO ON WITH CROPWAT-8.0 METHOD) Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **) Departement

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Kompetensi dasar Mahasiswa mampu melakukan analisis evapotranspirasi pengertian dan manfaat faktor 2 yang mempengaruhi evapotranspirasi pengukuran evapotranspirasi pendugaan evapotranspirasi JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Kajian Evapotranspirasi Potensial Standar Pada Daerah Irigasi Muara Jalai KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Djuang Panjaitan Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A Standar Nasional Indonesia Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN

ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN TUGAS AKHIR Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III oleh: KHARDE MANIK

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI PRAKTKUM V PERENCANAAN RGAS Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan keperluan irigasi perimbangan antara air yang dibutuhkan dan debit sungai dipelajari dengan cara menganalisis data yang tersedia

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung pada bulan Juli - September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL ANALISIS POLA TANAM DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DI DAERAH IRIGASI KALIBAWANG Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : JAKKON

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan Analisa Kebutuhan Air Irigasi Kabupaten Kampar Abstrak Tujuan dari penelitian adalah menganalisa kebutuhan air irigasi di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi Dave Steve Kandey Liany A. Hendratta, Jeffry S. F. Sumarauw Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop) Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER TUGAS AKHIR - RC 091380 STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER JUAN TALITHA NRP 3106 100 086 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Nadjadji Anwar, MSc Ir. Sudiwaluyo,

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri 1 Evapotranspirasi adalah. Evaporasi (penguapan) didefinisikan sebagai peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

OPTIMASI DISTRIBUSI AIR PADA TIAP MUSIM TANAM SISTEM JARINGAN IRIGASI AIR TANAH DAERAH IRIGASI MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

OPTIMASI DISTRIBUSI AIR PADA TIAP MUSIM TANAM SISTEM JARINGAN IRIGASI AIR TANAH DAERAH IRIGASI MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR OPTIMASI DISTRIBUSI AIR PADA TIAP MUSIM TANAM SISTEM JARINGAN IRIGASI AIR TANAH DAERAH IRIGASI MAGEPANDA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Umum Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house FAKTOR PENYESUAI UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN TOMAT YANG DITANAM SECARA HIDROPONIK DI GREEN HOUSE 1 (Adjustment Factor for Predicting Hydroponic Tomato Evapotranspiration Grown in a Green House)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. TINJAUAN UMUM Irigasi adalah pemberian air secara buatan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, air minum, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG)

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG) ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG) ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi pertanian tersebut sangat besar, namun masih diperlukan penanganan yang baik agar kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha tersebut terutama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Si Sc 2 0 1 3 Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila PRESIPITASI Presipitasi it iadalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer kepermukaan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Pengelolaan Air Tanaman Jagung

Pengelolaan Air Tanaman Jagung Pengelolaan Air Tanaman Jagung M. Aqil, I.U. Firmansyah, dan M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP : Disusun Oleh : NurCahyo Hairi Utomo NRP : 3111.030.061 Rheza Anggraino NRP : 3111.030.080 Dosen Pembimbing Ir. Saptarita NIP : 1953090719842001 LOKASI STUDI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Rumusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

Gambar 1. Daur Hidrologi

Gambar 1. Daur Hidrologi 5 3) Evapotranspirasi Pada daerah aliran sungai (catchment area) dengan tanamantanaman yang tumbuh didalamnya, juga akan mengalami penguapan, baik penguapan dari tanaman ( transpirasi) ataupun penguapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) BERDASARKAN METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI PENMAN DI KABUPATEN GORONTALO Widiyawati, Nikmah Musa, Wawan Pembengo ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka TINJAUAN PUSTAKA Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT Endang Andi Juhana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 3 Jurnal Konstruksi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR ISSN 2407-733X E-ISSN 2407-9200 pp. 35-42 Jurnal Teknik Sipil Unaya ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR Ichsan Syahputra 1, Cut Rahmawati

Lebih terperinci

ARBITEK ISSN : Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur EISSN :

ARBITEK ISSN : Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur EISSN : ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI D.I BATANG SINAMAR LINTAU BUO SUMATERA BARAT Rizky Franchitika Staff Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Medan Area Jl Kolam No 1 Medan Estate-Medan. Kampus Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas Viralsia Ivana Kundimang Liany A. Hendratta, Eveline M. Wuisan Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Umum 2.1.1 Definisi Irigasi Berikut ini dipaparkan definisi irigasi menurut para ahli: Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhanlengas tanaman bagi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

STUDI KESEIMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI DELTA BRANTAS (SALURAN MANGETAN KANAL) UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DAN INDUSTRI

STUDI KESEIMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI DELTA BRANTAS (SALURAN MANGETAN KANAL) UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DAN INDUSTRI TUGAS AKHIR - RC 091380 STUDI KESEIMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI DELTA BRANTAS (SALURAN MANGETAN KANAL) UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DAN INDUSTRI GILANG IDFI NRP 3106 100 024 Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem irigasi berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

KONTROL KAPASITAS POMPA UNTUK MODEL IRIGASI MIKRO DI KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN PROYEK AKHIR

KONTROL KAPASITAS POMPA UNTUK MODEL IRIGASI MIKRO DI KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN PROYEK AKHIR KONTROL KAPASITAS POMPA UNTUK MODEL IRIGASI MIKRO DI KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) IV. PENGUAPAN (EVAPORATION) Penguapan (E) merupakan suatu proses berubahnya molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap besarnya penguapan,

Lebih terperinci

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA TUGAS AKHIR DIPLOMA III Disusun Oleh : IKHWAN EFFENDI LUBIS NIM : 101123003 NURRAHMAN H. NIM : 101123006 PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya jumlah curah hujan di bawah normal pada suatu periode atau biasa disebut dengan kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama yang selanjutnya mulai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT Ida sartika Nuraini 1), Nurdeka Hidayanto 2), Wandayantolis 3) Stasiun Klimatologi Kelas II Mempawah Kalimantan Barat sartikanuraini@gmail.com, nurdeka.hidayanto@gmail.com,

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci