ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2011 Gian Y. Wilo Harlan H

4 Judul Skripsi : Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Nama : Gian Yuniarto Wilo Harlan NRP : H Mengetahui, Pembimbing Ir. Nindyantoro, MSP NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP:

5 RINGKASAN GIAN YUNIARTO WILO HARLAN. Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINDYANTORO Barang tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam sektor pertambangan merupakan salah satu usaha guna memenuhi kebutuhan tersebut. Stok lahan yang tetap, mengharuskan pemanfaatan untuk pertambangan akan terbatas jumlahnya. Interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dan sumberdaya alam yang tidak seimbang menimbulkan masalah lingkungan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah (1) menghitung nilai guna ekonomi dari aktivitas penambangan pasir (2) menelaah dan mengestimasi kerusakan yang diakibatkan kegiatan penambangan pasir. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku potensi desa dan kecamatan, jurnal-jurnal terkait, dan hasil penyusuran data melalui internet. Perhitungan nilai guna ekonomi dan estimasi kerusakan dilakukan dengan menggunakan microsoft excel Kegiatan penambangan pasir ini memberikan manfaat berupa pendapatan kepada pihak-pihak yang terlibat. Dari 13 pengusaha pasir dan 34 penambang diperoleh nilai manfaat sebesar Rp /tahun, dan Rp / tahun dari rata-rata pendapatan 25 supir dan buruh pengangkut. Diperkirakan pasir habis dalam 2,5 tahun, sehingga total pendapatan sebagai nilai guna dari kegiatan penambangan pasir adalah Rp Lahan sawah yang dikonversikan menjadi lahan untuk kegiatan penambangan pasir mengakibatkan hilangnya fungsi dan multifungsi lahan sawah. Manfaat yang hilang meliputi aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya. Nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir di desa Sukaresmi seluas 1,064 ha, diperoleh dari nilai kerugian ekologi dan nilai kerugian ekonomi, termasuk hilangnya produksi padi yaitu sebesar Rp ,6. Berdasarkan total nilai guna dan estimasi nilai kerusakan, diperlukan pengendalian dari kegiatan penambangan pasir tersebut.

6 KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Sumberdaya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan. Penentuan nilai ekonomi suatu sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka. Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Bogor, Mei 2011 Penulis

7 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji utama. 3. Bapak Novindra, SP sebagai dosen penguji wakil departemen. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 5. Pemerintah Kecamatan Tamansari dan Desa Sukaresmi serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu selama penelitian. 6. Para pengusaha dan penambang pasir yang telah memberikan informasi guna penyelesaian penelitian. 7. Ibunda, Ayah, dan kakak tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus. 8. Gita Herdiani, atas semua bantuan dan dukungannya. 9. Teman-teman seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan angkatan Semua pihak yang telah membantu dalam membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juni Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Dedi Hendarmawan dan Gede Aswatuti. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Mutiara Bekasi pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Raflesia Raya sampai kelas 2 SD, dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar nya di SD Negeri Bangka 3 Bogor. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor, dan masuk dalam program IPA pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan saat pemilihan jurusan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai staf divisi Musik Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (UKM MAX!!) periode 2005/2006 yang kemudian menjadi Manager divisi Musik Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture Expression (MAX!!) periode 2006/2007, dan staf divisi Coorporate Social Responsible (CSR), Himpunan Mahasiswa Resources and Environmental Economic Student Association (REESA) periode 2007/2008.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat Pertambangan Pasir Dampak Kegiatan Pertambangan Pasir Alih Fungsi Lahan Faktor Penyebab Konversi Lahan Dampak Konversi Lahan Produktifitas Lahan Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam Metode Biaya Pengganti Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengolahan dan Analisis Data Perhitungan Nilai Ekonomi Penilaian Pendapatan dari Kegiatan Penambangan Biaya Kerugian Ekologis Biaya Kerugian Ekonomi Analisis Hilangnya Produksi Padi V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor Kecamatan Tamansari Kondisi Geografis Kondisi Demografi Kondisi Sosial Budaya Kondisi Pendidikan Kondisi Ekonomi Desa Sukaresmi x xi xii viii

10 Letak dan Keadaan Geografis Keadaan Demografi Karakteristik Responden Responden Pengusaha Pasir Responden Penambang Pasir VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Proses Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir Identifikasi Dampak Positif dan Negatif dari Kegiatan Penambangan Pasir Identifikasi Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir Identifikasi Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Penilaian Dampak Positif dan Negatif Kegiatan Penambangan Pasir Penilaian Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nama Desa di Kecamatan Tamansari Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Tamansari Data Jumlah Sekolah Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pemanfaatan/Penggunaan Lahan di Desa Sukaresmi Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Karakteristik Responden Pengusaha Pasir Karakteristik Responden Penambang Pasir Pendapatan Pengusaha Pasir Pendapatan Penambang Pasir x

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Nilai Ekonomi Total Alur Kerangka Operasional Proses Penambangan Pasir Sketsa Relief Dinding Galian yang Disyaratkan Sketsa Relief Dinding Galian pada Lokasi Penelitian xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Dokumentasi Penelitian xii

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam meliputi air, udara, tanah, tumbuhan, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia tetapi juga merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional. Sumberdaya alam tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Pengelolaan sumberdaya alam dengan baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Barang tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut dengan sumberdaya terhabiskan (depletable) adalah sumberdaya yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya ini dibentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai (Fauzi, 2006). Sumberdaya yang memiliki jumlah stok yang tetap, seperti lahan, merupakan sumberdaya yang sangat penting karena merupakan komponen dasar dari lingkungan alam. Keseimbangan fungsi lahan perlu dilestarikan guna menjaga keseimbangan ekosistem. Pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan

15 aspek lingkungan dapat menjadi pendorong terjadinya berbagai bencana yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan (Rani, 2004). Jumlah penduduk yang semakin tinggi mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan. Peningkatan penyediaan kebutuhan manusia dipenuhi dengan mengelola sumberdaya yang ada. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam sektor pertambangan merupakan salah satu usaha guna memenuhi kebutuhan tersebut. Stok lahan yang tetap, mengharuskan pemanfaatan untuk pertambangan akan terbatas jumlahnya. Banyak konflik mengenai perebutan hak atas lahan menggambarkan berbagai permasalahan sumberdaya lahan akan timbul seiring pertumbuhan penduduk. Masalah lingkungan timbul dari hasil interaksi antara aktivitas ekonomi manusia dan sumberdaya alam, atau adanya mekanisme permintaan akan lingkungan dan suplai/penawaran lingkungan. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan terjadinya permasalahan lingkungan. Tingginya permintaan sumberdaya alam yang tidak bisa didukung oleh ketersediaan dan suplai sumberdaya alam, akan menyebabkan terjadinya pengurasan sumberdaya alam yang akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan (Yakin, 1997). Keuntungan secara ekonomi dari upaya pelestarian dan pengendalian masalah lingkungan adalah nilai uang dari peningkatan kualitas lingkungan atau terhindarnya biaya yang besar akibat timbulnya kerusakan lingkungan. Valuasi ekonomi merupakan komponen penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengaitkan dimensi-dimensi ekonomi dan lingkungan secara integratif. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan atau pengelola 2

16 sumberdaya perlu mengetahui betapa pentingnya valuasi ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (dalam jangka panjang) daerahnya dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada dan tetap menjaga kualitas lingkungan. Penentuan nilai ekonomi suatu sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka, sekaligus bermanfaat dalam menciptakan penilaian yang tepat dalam menentukan keberlanjutannya (Suparmoko 2002 UdalamU Ansahar 2005). Berdasarkan tujuan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mampu mencapai efisiensi dan manfaat yang maksimal, maka penambangan pasir di Kecamatan Tamansari diperlukan suatu valuasi ekonomi. 1.2 Perumusan Masalah Daya regenerasi setiap jenis sumberdaya adalah berbeda dengan jenis sumberdaya yang lain. Laju pemanfaatan atau ekstraksi suatu sumberdaya tidak semestinya melebihi daya regenerasinya, sehingga sumberdaya tersebut dapat sustainable baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Perbedaan daya regenerasi sumberdaya menyebabkan harus adanya perbedaan pula dalam memperlakukan pengelolaan dan pengambilan manfaatnya. Sumberdaya yang memiliki waktu regenerasi yang lama atau tidak memiliki daya regerasi secara biologis disebut sebagai sumberdaya alam yang terhabiskan sehingga tidak boleh dimanfaatkan secara berlebihan. Belum adanya penegakkan peraturan di Indonesia yang secara tegas mengatur pemanfaatan sumberdaya terhabiskan ini, menyebabkan banyak pemanfaatan yang dilakukan secara ilegal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 3

17 Jenis sumberdaya terhabiskan yang banyak dimanfaatkan secara ilegal adalah barang tambang, salah satunya yaitu pasir. Semakin meningkatnya kebutuhan bahan galian industri khususnya pasir seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, maka kegiatan penambangan pasir ilegal semakin meluas. Hal ini juga terjadi di salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Tamansari. Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, baik itu untuk pekerja penambangan (secara langsung) maupun sebagai supir kendaraan pengangkut pasir (secara tidak langsung). Masyarakat tidak memerlukan keahlian khusus dan hanya dengan menggunakan peralatan penggalian sederhana, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan ini. Selain dampak positif, kegiatan pertambangan pasir juga menimbulkan dampak negatif. Pada umumnya, segala macam kegiatan pertambangan, termasuk penambangan pasir, mengakibatkan dampak negatif kepada lingkungan. Sifat penambangan yang mengambil/mengeksploitasi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan tidak terelakkan lagi. Lahan bekas galian pasir yang dibiarkan terlantar oleh pengusaha menjadi tidak produktif dan tanahnya rusak. Terlihat perubahan bentang lahan, perubahan iklim mikro, terutama suhu di sekitar daerah pertambangan yang dirasakan masyarakat semakin meningkat, terdapat gundukan-gundukan batu dan bongkahan tanah, terdapat cekungan-cekungan sedalam 5-10 meter, hilangnya vegetasi, struktur tanah yang rusak, tanah menjadi miskin hara. Produktivitas lahan di sekitar lahan pasca pertambangan menurun akibat penurunan tingkat 4

18 kesuburan tanah (Rani, 2004). Tentu saja hal ini merupakan dampak negatif dari kegiatan pertambangan pasir yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang harus diterima oleh penduduk sekitar. Pertambangan pasir dilakukan secara terbuka. Pada tahap awal pertambangan dilakukan pembersihan lahan (land clearing) yang merupakan tahap pembersihan lahan dari semak-semak, pepohonan kemudian pembuangan lapisan top soil. Setelah lahan tersebut selesai digali, lapisan top soil tersebut tidak dikembalikan lagi ke asalnya. Hal ini menyebabkan tanah menjadi tidak subur. Tanah berpasir tidak mempunyai kemampuan menyerap air dan hara sehingga tanah berpasir tidak subur dan mudah kering. Tanah berpasir juga mengandung liat, kapasitas kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus (Soepardi 1983 UdalamU Rani 2004). Upaya menjaga kelestarian lingkungan merupakan keuntungan ekonomi, yang dapat dimoneterkan (diuangkan), dari peningkatan kualitas lingkungan atau terhindarnya biaya dalam menangani kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki lingkungan dapat dikatakan sebagai keuntungan yang hilang. Jadi estimasi keuntungan lingkungan melibatkan penilaian moneter (uang) untuk menggambarkan nilai sosial dari perbaikan kondisi lingkungan atau biaya sosial dari kerusakan lingkungan (Ansahar, 2005). Nilai ini adalah jumlah dari nilai-nilai yang ditentukan oleh seluruh individu baik secara langsung maupun tidak langsung, namun kebanyakan masyarakat belum dapat menghargai/menilai sumberdaya alam dan lingkungan secara benar dan semestinya. Nilai yang diberikan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hanya sebatas nilai pasarnya dan nilai pasar ini pada umumnya didasarkan atas kegunaan dari sumberdaya alam 5

19 dan lingkungan tersebut. Akibatnya sumberdaya alam dan lingkungan yang belum diapresiasi pasar memiliki nilai yang rendah, bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada akhirnya masyarakat menjadi kurang peduli atas sumberdaya alam beserta lingkungannya. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan secara objektif dan kuantitatif bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal yang memberikan nilai ekonomis. Penilaian ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan sangat penting karena menyangkut keputusan pengembangan dan pengaturan pemanfaatannya bagi kepentingan peningkatan ekonomi masyarakat, daerah, maupun tingkat nasional. Dengan demikian, maka diharapkan upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan akan mendapat dukungan dari berbagai pihak. Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian di atas kemudian timbul beberapa rumusan pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, seperti : 1. Bagaimana proses kegiatan penambangan pasir ilegal di Kecamatan Tamansari berlangsung? 2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan pasir? 3. Berapa nilai guna dan nilai kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan pasir? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan proses dan pihak-pihak yang terlibat dengan kegiatan penambangan pasir. 6

20 2. Menelaah dampak positif dan negatif yang terjadi akibat penambangan pasir. 3. Mengestimasi nilai guna dan nilai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan pasir. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian mengenai dampak kegiatan penambangan pasir ini antara lain: 1. Memberikan informasi terhadap masyarakat sekitar serta pihak-pihak lain yang terkait mengenai dampak kegiatan pertambangan pasir, baik dampak positif maupun dampak negatif. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukkan bagi pemerintah daerah setempat dalam menerapkan kebijakan mengenai kegiatan pertambangan pasir, khususnya penambangan pasir di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. 3. Sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis. 1.5 Batasan Penelitian Hal-hal yang menjadi batasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Wilayah dan objek penelitian adalah kawasan penambangan pasir di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. 2. Kerusakan lingkungan sebagai dampak negatif dari kegiatan penambangan pasir berupa rusaknya dan hilangnya fungsi dan multifungsi lahan sawah. 3. Nilai kerusakan dilihat dari biaya kerugian ekologis dan biaya kerugian ekonomis termasuk hilangnya produktifitas lahan sawah. 7

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat Kegiatan pertambangan adalah secara aman dan menguntungkan mengambil bahan mineral dari dalam tanah (Acton 1973 UdalamU Rani 2004). Berdasarkan definisi sumber daya alam tidak terbarukan adalah sumber daya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, maka barang tambang dapat dikatakan sebagai sumber daya tidak terbarukan. Karena sifatnya yang tidak terbarukan ini, maka dalam kurun waktu tertentu cadangan sumberdayanya akan habis dan dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan lingkungan sosial. Pada dasarnya kegiatan pertambangan akan menyebabkan perubahan bentang alam sehingga berpotensi mengubah tatanan ekosistem suatu wilayah. Permasalahan pembangunan ekonomi adalah bagaimana pemenuhan kebutuhan pembangunan dapat dilakukan seiring dengan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan. Pada dasarnya kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam akan mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan ke arah yang lebih buruk, sedangkan lingkungan merupakan fondasi dasar bagi kegiatan pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan konsep keberlanjutan dalam kegiatan pembangunan. Pembangunan yang berkelanjutan merupakan upaya agar generasi saat ini dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus mengurangi kemampuan dan kesempatan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Haris (2000) UdalamU Fauzi (2006) menyatakan bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu: 8

22 Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Lingkungan, sosial, dan ekonomi merupakan suatu kesatuan dan dengan pemahaman dari ketiga aspek ini maka pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kegiatan pertambangan, sebagai salah satu pendukung dalam mempertahankan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga perlu memperhatikan aspek lingkungan. Dengan terjaganya kelestarian lingkungan kegiatan pertambangan dapat berjalan secara berkelanjutan. Selain itu, pengelola harus memperhatikan tingkat ekstraksi dalam penambangannya agar kegiatan pertambangan dapat dilakukan selama mungkin. Menurut Djajadiningrat (2007) ciri-ciri praktek pertambangan yang baik, secara umum adalah sebagai berikut: 9

23 1. Mematuhi kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Mempunyai perencanaan yang menyeluruh tentang teknik pertambangan dan mematuhi standar yang telah ditetapkan; 3. Menerapkan teknologi pertambangan yang tepat dan sesuai; 4. Menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan di lapangan; 5. Menerapkan prinsip konservasi, peningkatan nilai tambah, serta keterpaduan dengan sektor hulu dan hilir; 6. Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawan; 7. Melindungi dan memelihara fungsi lingkungan hidup; 8. Mengembangkan potensi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat; 9. Menghasilkan tingkat keuntungan yang memadai bagi investor dan karyawannya; 10. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang. 2.2 Pertambangan Pasir Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, penambangan pasir termasuk salah satu jenis pertambangan mineral. Pertambangan pasir merupakan pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak, dan gas bumi, serta air tanah. 10

24 Menurut Soedarmo dan Hadiyan (1980), terdapat dua pasir kwarsa, yaitu pasir kwarsa putih dan pasir kwarsa hitam. Pasir kwarsa putih, yang kita sebut sehari-hari sebagai pasir putih, adalah batuan yang terbentuk karena pengendapan dari hasil pelapukan batuan, dan akhirnya dicuci oleh alam misalnya oleh air atau angin. Oleh karena itu, pasir putih banyak terdapat di tepi sungai, pantai-pantai laut dan dasar laut. Adanya warna yang abu-abu disebabkan karena adanya kotoran: seperti oksida logam dan bahan organik. Jenis dan banyaknya kotorankotoran yang melekat pada pasir kwarsa merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu dan tujuan pemakaiannya. Pasir kwarsa hitam adalah pasir biasa yang kita kenal sehari-hari, yang berwarna kehitam-hitaman dan biasa dipakai bahan bangunan. Pasir ini terutama terdiri dari kristal-kristal silikat (SiO 2 ). Terbentuknya pasir ini sama dengan terbentuknya pasir kwarsa putih akan tetapi berhubung banyaknya berbagai macam kotoran-kotoran yang melekat padanya, terutama kotoran-kotoran yang terdiri dari oksida-oksida logam dan bahan organik, maka warnanya tidak putih bersih lagi, tapi menjadi kehitam-hitaman. Pasir kwarsa hitam yang terdapat di tepi-tepi sungai, danau dan laut, bentuknya agak bulat dan licin, sedangkan di daratan umumnya runcing-runcing dengan permukaan yang agak besar. Mutu dari pasir kwarsa hitam bergantung dari bentuk butiran-butiran dan banyaknya kotoran-kotoran yang melekat padanya. Kotoran-kotoran yang dianggap berbahaya untuk keperluan bangunan adalah lempung, bahan-bahan organik, dan garam sulfat. Pasir kwarsa digunakan sebagai bahan utama atau bahan pelengkap dalam industri-industri gelas, barang-barang tahan api, keramik, pengecoran logam, 11

25 semen, dan sebagainya. Pasir kwarsa juga digunakan sebagai bahan baku untuk fero silicon/silicon karbit dan bahan baku pembuatan amplas. Dalam pertambangan umum kita mengenal beberapa macam cara penambangan yaitu penambangan dalam (under-ground mining), penambangan terbuka (open-pit mining), penambangan hydrolis (hydraulic mining), dan pengerukan (dredging), yang dapat dilakukan di darat maupun di laut (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1976). Shenyakov (1970) UdalamU Rani (2004) menyatakan bahwa pertambangan bahan bangunan pasir dan batu menggunakan sistem pertambangan terbuka (open-cut mining). Hal ini dilakukan karena jenis bahan galian tersebut berada di permukaan tanah atau dalam kedalaman yang tidak terlalu dalam. Penambangan pasir dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara mekanis. Menurut Handoyo et al. (1999) UdalamU Rani (2004), penambangan pasir dengan alat mekanis menggunakan peralatan Back Hoe, Excavator, Loader, dan Bulldozer. Penambangan pasir secara mekanis meliputi kegiatan: 1. Pengupasan, yaitu kegiatan memindahkan lapisan tanah penutup (over burden) yang tebalnya sekitar 0,5-5 meter dengan menggunakan alat berat Back Hoe dan Excavator. 2. Penggalian dan pemuatan, yaitu kegiatan penggalian lasir dari sumber lapisan dan sekaligus memuatnya ke dalam truk. Alat yang digunakan adalah Back Hoe, Excavator, dan Wheel Loader. 3. Pengangkutan, yaitu kegiatan mengangkut/memindahkan bahan galian pasir dari tempat penggalian ke tempat penimbunan atau langsung kepada konsumen dengan menggunakan truk berkapasitas ± 6m 3. 12

26 Cara penambangan konvensional dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti linggis, cangkul, dan sekop. Penambangan dilakukan dengan cara berkelompok terdiri dari 4-5 orang. 2.3 Dampak Kegiatan Penambangan Pasir Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, pengangkutan dan penjualan tidaklah menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan hidup yang berarti untuk dipersoalkan. Penambangan, pengolahan dan pemurnian dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan lingkungan hidup yang cukup besar, apabila tidak dilakukan pengaturan-pengaturan sebagaimana mestinya. Kegiatan penambangan dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan permukaan tanah. Usaha pengolahan dan pemurnian dapat mengakibatkan pencemaran air (sungai, danau, laut) dan pencemaran udara akibat adanya bahanbahan kimia atau kotoran-kotoran sisa yang terjadi dalam pengolahan dan pemurnian atau sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia tertentu dalam proses pengolahan dan pemurnian. Beberapa cara penambangan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Menurut Barrow (1991) UdalamU Rani (2004), pertambangan permukaan terbuka (open-cut mining) akan mengakibatkan gangguan seperti menimbulkan lubang besar pada tanah, penurunan muka tanah atau cekungan pada sisa bahan galian 13

27 yang dikembalikan ke dalam lubang galian. Bahan galian apabila ditumpuk/disimpan dapat mengakibatkan bahaya longsor atau senyawa beracun tercuci ke daerah hilir, serta kebisingan suara, debu, getaran, dari mesin-mesin dan ledakan bahan peledak. Sedangkan BPHN (1976) menyatakan bahwa penambangan dalam dapat mengakibatkan tanah runtuh apabila pengisian ruang-ruang kosong di bawah tanah tidak dilakukan. Penambangan dalam dapat juga mengakibatkan turunnya permukaan air tanah (ground water level). Penambangan terbuka dapat mengakibatkan tanah longsor, genangan-genangan air, dan mengakibatkan tanah menjadi gersang sehingga sukar untuk dihijaukan kembali. Dengan demikian maka masalah lingkungan hidup di pertambangan terutama berada dalam kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pengolahan. Dan menurut cara penambangannya, masalah yang besar akan timbul pada penambangan dalam dan penambangan terbuka, termasuk cara pengerukan (dredging), jika kegiatan penambangan ini dilakukan tanpa menerapkan prinsip konservasi dan upaya rehabilitasi lahan. Menurut Wardoyo et al. (1999) UdalamU Rani (2004), dampak fisik akibat pertambangan pasir adalah: 1. Perubahan bentang alam Perubahan bentang alam merupakan dampak pertambangan yang terlihat jelas. Permukaan lahan ini akan mengakibatkan tingginya run off. Kondisi bentang alam sebelum pertambangan merupakan perbukitan yang rata-rata Kemiringannya adalah Setelah adanya kegiatan pertambangan kemiringan akan mencapai disertai lubang-lubang bekas galian. 14

28 2. Perubahan iklim mikro Kegiatan pertambangan pasir akan mengakibatkan perubahan arah angin, kecepatan angin, dan suhu. 3. Terganggunya habitat biologi Perubahan lahan dan hilangnya vegetasi akan mengakibatkan terganggu dan hilangnya habitat flora dan fauna. 4. Terganggunya jalur akuifer air tanah Pemotongan bukit akan mengganggu jalur akuifer air tanah. Akuifer air tanah merupakan sumber air tanah bagi masyarakat. 5. Berkurangnya produktivitas tanah Penurunan kualitas tanah akibat hilangnya lapisan top soil akan mengakibatkan kesuburan tanah berkurang. 2.4 Alih Fungsi Lahan Utomo, et al. (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 15

29 Kelurahan Mulyaharja, Sihalaho (2004) memaparkan bahwa konversi lahan dipengaruhi dua faktor utama, yakni (1) faktor pada aras makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan marginalisasi ekonomi atau kemiskinan ekonomi, (2) faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan ekonomi) Faktor Penyebab Konversi Lahan Konversi lahan pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan perumahan. Secara umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian sangat sulit dihindari (Kustiawan, 1997). Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Rusli (1995) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekalipun 16

30 pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakan. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya persediaan lahan rata-rata per orang Dampak Konversi Lahan Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indicator kesejahteraan masyarakat desa (Furi, 2007). Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (sektor informal). Menurut Munir (2008), dampak konversi lahan pertanian menjadi penambangan pasir dan batu di Desa Candimulyo, Wonosobo dapat dilihat pada berbagai kehidupan masyarakat berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat adalah meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani, tingkat keamanan yang meningkat, serta berkurangnya tingkat pengangguran karena banyaknya masyarakat yang pada awalnya menganggur ikut bekerja menjadi buruh penambangan pasir dan batu. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah perubahan sikap sebagian masyarakat selalu ingin mengambil bagian keuntungan dari orang lain dan dampak lingkungan yang menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak Produktifitas Lahan Produktifitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya. Semakin rendah produktifitas lahan sawah, maka produk yang 17

31 dihasilkan oleh lahan sawah tersebut semakin rendah dan selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani akan semakin rendah. Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktifitas lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktifitas rendah (Utama, 2006). 2.5 Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam Indonesia memilki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, namun bangsa Indonesia belum dapat menghargai/menilai sumberdaya alam ini secara benar dan semestinya. Nilai yang diberikan terhadap sumberdaya alam hanya sebatas nilai pasarnya dan nilai pasar ini pada umumnya didasarkan atas kegunaan dari sumberdaya alam tersebut. Akibatnya sumberdaya alam yang belum diapresiasi pasar memiliki nilai yang rendah, bahkan tidak bernilai sama sekali. Dan pada akhirnya masyarakat Indonesia menjadi kurang peduli atas sumberdaya alamnya,termasuk kondisi lingkungan. Pengelolaan sumberdaya alam selalu ditujukan untuk memperoleh manfaat, baik manfaat nyata (tangible benefits) maupun manfaat tidak nyata (intangible benefits). Untuk memahami manfaat sumberdaya alam ini, perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya alam tersebut. Nilai dari suatu barang atau jasa lingkungan sangat membantu seorang individu, masyarakat atau organisasi dalam mengambil keputusan (Ansahar, 2005). Sedangkan menurut Kramer et al. (1994) UdalamU 18

32 Handayani (2002), penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka. Penilaian merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan tertentu manusia atau masyarakat. Penilaian mencakup kegiatan akademis untuk pengembangan konsep dan metodologi untuk menduga nilai manfaat. Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu obyek, bagi orang tertentu, pada waktu dan tempat tertentu. Persepsi tersebut berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat itu. Untuk menilai berapa besar nilai sumberdaya alam ini sangat bergantung pada sistem nilai yang dianut. Sistem nilai tersebut antara lain mencakup: apa yang dinilai, kapan dinilai, dimana dan bagaimana menilainya, kelembagaan penilai dan sebagainya (Davis dan Johnson UdalamU Ansahar 2005). Terdapat hubungan timbal balik yang erat antara aktivitas ekonomi/pembangunan dan lingkungan. Kegiatan ekonomi/pembangunan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Diperlukan apresiasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, agar daya dukung lingkungan terhadap pembangunan tidak menurun. Sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) menghasilkan barang yang dapat dikonsumsi langsung sebagai energi dan merupakan penyedia jasa lingkungan yang memberi bentuk manfaat lain yang berasal dari fungsi ekologis sistem lingkungan. Selain itu, SDAL memiliki manfaat potensial yang kemungkinan baru diketahui di masa yang akan datang dan perlu dipertahankan 19

33 keberadaannya agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya alam dan lingkungan memiliki fungsi ekonomis dan ekologis dan keduanya perlu diapresiasi untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Nilai dari sumberdaya alam dan lingkungan merupakan total dari barang dan jasa yang perlu diapresiasi tersebut. Untuk kemudahan dalam menentukan nilai tersebut, diperlukan tolak ukur yang relatif mudah dan relatif dapat diterima dari berbagai sudut pandang keilmuan, yaitu harga. Ada tiga langkah yang dikemukakan oleh Ruitenbeek (1991) UdalamU Wawo (2000) dalam menilai suatu ekosistem secara ekonomi, yaitu: (1) identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem, (2) kuantifikasi segenap manfaat ke dalam nilai uang, dan (3) pilihan dan evaluasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam yang terkandung dalam ekosistem itu. Seperti dijelaskan sebelumnya, penentuan harga/nilai SDAL ini pada umumnya didasarkan pada nilai pasar. Nilai pasar untuk SDAL dapat dikatakan masih terlalu rendah. Oleh karena itu, penilaian ekonomi terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan biasanya dicerminkan dengan nilai ekonomi total. Nilai ekonomi total dianggap sama dengan manfaat bersih yang diterima individu dari sumberdaya alam dan lingkungan. 20

34 Nilai Ekonomi Total Nilai Penggunaan Nilai Non-Penggunaan Nilai guna langsung Nilai guna tidak langsung Nilai pilihan Nilai keberadaan Nilai warisan Gambar 1. Nilai ekonomi total Penjelasan mengenai komponen-komponen nilai ekonomi total: 1. Nilai Kegunaan Konsumtif (use value) Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumber daya alam. Use value, seperti terlihat dalam gambar 1. terdiri dari : a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan. b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Nilai Kegunaan Non Konsumtif ( non-use value) Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value, seperti terlihat dalam gambar terdiri dari: 21

35 a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya SDA tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan SDAL tersebut. b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap SDAL agar dapat diwariskan pada generasi mendatang. Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value), yaitu nilai pemeliharaan SDAL untuk kemungkinan dimanfaatkan pada masa yang akan datang. Manfaat dari penentuan nilai ekonomi total adalah: (1) apresiasi yang tinggi terhadap SDAL, (2) merupakan data/informasi penting untuk menentukan kebijakan pengelolaan SDAL, (3) sebagai bahan analisis dalam menentukan proyek pemanfaatan SDAL. 2.6 Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Methode) Menurut Dewi (2006), metode ini didasarkan kepada biaya ganti rugi asset produktif yang rusak karena penurunan kualitas sumberdaya atau kesalahan pengelolaan. Biaya ini diperlukan sebagai estimasi minimum dari nilai peralatan yang dapat mereduksi limbah atau perbaikan cara pengelolaan praktis sehingga dapat mencegah kerusakan. Nilai minimum ini akan dibandingkan dengan biaya peralatan yang baru. Contoh yang relevan adalah konversi hutan bakau menjadi bangunan. Kenyataan menunjukkan perubahan tersebut tidak hanya menyangkut keseimbangan rantai makanan biota-biota yang hidup dalam ekosistem tersebut, akan tetapi juga menyangkut aspek lain, misalnya pengurangan luas hutan berdampak pada pengurangan unsur hara dan penurunan nilai populasi udang tangkap sebagai akibat : Hilangnya tempat bertelur (spaning ground) 22

36 Rusaknya daerah asuhan (nursery ground) Penurunan produktivitas primer diperairan. Setelah dihitung jumlah kerugian, serta kerugian karena unsur hara yang berkurang akibat berkurangnya luas hutan bakau dalam bentuk nilai uang, maka hasil perhitungan merupakan jumlah biaya pengganti yang harus dikeluarkan jika kebijakan pengelolaan hutan bakau tersebut dilaksanakan. 2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai penambangan pasir masih relatif sedikit jumlahnya. Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ansahar (2005), mengenai valuasi ekonomi dan dampak lingkungan pada penambangan pasir darat di Tarakan. Dalam penelitiannya, Ansahar juga mencoba mengidentifikasi dampak dari kegiatan penambangan pasir darat dan menilainya. Terdapat perbedaan komponen biaya pengganti yang digunakan sebagai penilaian kerusakan lingkungan antara penelitian yang dilakukan Ansahar dengan penelitian ini. Ansahar menggunakan tiga komponen biaya pengganti, yaitu biaya dampak kualitas udara dan partikel debu; biaya penurunan tanaman produktif; dan biaya dampak erosi tanah, sedimentasi dan kerusakan lahan. Selain itu, penambangan pada penelitian Ansahar bersifat legal, sedangkan penambangan pasir di Kecamatan Tamansari bersifat liar dan tidak memiliki izin. Hasil dari penelitian Ansahar menunjukan bahwa nilai ekonomi dari aktifitas penambangan pasir lebih besar dibandingkan nilai kerusakan lingkungannya. Penelitian yang dilakukan Rani (2004) lebih menunjukan kepada pengaruh fisik akibat penambangan pasir, yaitu bagaimana kualitas tanah dan produktivitas lahan. Nilai dampak akibat penambangan pasir tidak diperhitungkan. 23

37 III. KERANGKA PEMIKIRAN Terdapat hubungan timbal balik yang erat antara aktivitas ekonomi/ pembangunan dan lingkungan. Peningkatan kebutuhan bahan galian industri khususnya pasir meningkat seiring dengan laju pembangunan dan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, menyebabkan kegiatan penambangan pasir semakin meluas. Walaupun kegiatan pertambangan pasir memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah dan masyarakat setempat, tetapi dampak negatif dari kegiatan ini pun tidak bisa diabaikan terutama dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan sehingga menimbulkan masalah lingkungan diantaranya yaitu : 1) berkurangnya atau hilangnya pasir, 2) menurunnya kualitas udara, 3) menurunnya kualitas air, 4) terjadinya erosi tanah, 5) terjadinya longsor, 6) kerusakan lahan, 7) terganggunya vegetasi dan satwa di sekitar bantaran sungai, 8) kurangnya estetika, 9) terjadi polusi akibat mobilisasi kendaraan pengangkut pasir. Tentu saja dampak negatif dari kegiatan pertambangan pasir ini harus diterima oleh penduduk sekitar. Dalam memahami manfaat sumberdaya alam ini, perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya alam tersebut. Nilai dari suatu barang atau jasa lingkungan sangat membantu seorang individu, masyarakat atau organisasi dalam mengambil keputusan (Ansahar, 2005). Menurut Kramer et al UdalamU Handayani 2002, penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya alam yang semakin langka. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penilaian untuk mengetahui manfaat dari kegiatan penambangan pasir dengan mambandingkan nilai manfaat dari kegiatan 24

38 penambangan pasir dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya untuk mengetahui apakah kegiatan penambangan pasir ini lebih banyak memberikan dampak positif ataukah dampak negatifnya. Jika berdasarkan penelitian yang dilakukan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan pasir lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya maka penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah setempat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam kegiatan pertambangan ini. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan secara objektif dan kuantitatif bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal yang memberikan nilai ekonomis. Penilaian ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan sangat penting karena menyangkut keputusan pengembangan dan pengaturan pemanfaatannya bagi kepentingan peningkatan ekonomi masyarakat, daerah, maupun tingkat nasional. Dengan demikian, maka diharapkan upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan akan mendapat dukungan dari berbagai pihak. 25

39 Pemanfaatan Sumberdaya Alam Penambangan Pasir Identifikasi kegiatan dan pihak-pihak dalam penambangan pasir Tata Niaga: Produksi-Distribusi-Konsumsi Dampak terhadap Ekonomi : - Penyerapan tenaga kerja - Pemenuhan kebutuhan sumberdaya pasir Dampak terhadap Lingkungan: - Kerusakan lahan - Hilangnya sumberdaya pasir, batu, dan tanah - Hilangnya fungsi dan multifungsi sawah Penilaian Ekonomi : - Nilai Guna Langsung - Nilai Guna Tidak Langsung Penilaian Dampak Lingkungan: Nilai Kerusakan Lahan Pertanian - Hilangnya produksi padi - Kerugian ekologi dan kerugian ekonomi Penentuan kebijakan penambangan pasir Gambar 2. Alur Kerangka Operasional. 26

40 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 dan dilaksanakan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai dampak penambangan pasir di lokasi tersebut. Wilayah ini telah cukup lama menjadi tempat penambangan pasir. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mencoba melakukan penelitian dan menilai sejauh mana penambangan pasir di wilayah tesebut dapat memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar maupun perekonomian daerah serta dampak lingkungan yang menyertainya. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang terkait kegiatan penambangan pasir dan jawaban yang bersumber dari responden melalui wawancara serta pengukuran langsung di lokasi penelitian. Wawancara dengan tokoh masyarakat mengenai pengaruh adanya kegiatan penambangan pasir terhadap kehidupan masyarakat dan terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan jawaban yang bersumber dari responden melalui wawancara digunakan untuk memperoleh informasi mengenai nilai guna langsung dan tidak langsung yang diperoleh responden dengan adanya kegiatan penambangan pasir serta dampak yang mereka terima (baik dampak positif maupun negatif). Data sekunder adalah data yang relevan sebagai informasi tambahan untuk mendukung penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini 27

41 meliputi data lokasi yang merupakan wilayah penambangan pasir di Kecamatan Tamansari dan jumlah penambang pasir yang relevan untuk dijadikan responden dalam penelitian ini. 4.3 Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analasis deskriptif, kuantitatif, dan kualitatif. Analisis deskriptif dan kualitatif digunakan untuk mengetahui sistem pengelolaan yang menunjang aktivitas penambangan pasir rakyat (tambang inkonvensional) baik termasuk lembaga pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Sementara analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung serta nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir dengan menggunakan microsoft excel Perhitungan Nilai Ekonomi Nilai ekonomi total merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas sumberdaya alam yang merupakan barang publik atau kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek pembangunan sebagai dampak lingkungan. Dalam penelitian ini, nilai ekonomi yang dihitung dibatasi pada nilai penggunaan (use value), yaitu hasil yang dapat dikonsumsi secara langsung, dan nilai penggunaan tidak langsung, yaitu keuntungan yang bersifat fungsional. Berdasarkan Panduan Perhitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan yang disusun oleh kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Institut Pertanian Bogor (2006), perhitungan ganti rugi pada kasus galian C (pertambangan batu, pasir, dan tanah) yang telah disederhanakan menggunakan dua komponen, yaitu biaya kerugian ekologis dan biaya kerugian ekonomi. 28

42 4.4.1 Penilaian Pendapatan dari Kegiatan Penambangan Hasil yang didapat dari aktifitas penambangan berupa pasir yang tersedia dan pasir yang dapat langsung dijual kepada konsumen disebut dengan nilai guna lansung. Nilai pasir diperoleh dari besarnya pendapatan yang diperoleh pengusaha dan panambang pasir. Dengan asumsi 300 hari kerja dalam satu tahun, maka diperoleh persamaan sebagai berikut : 300 Dimana: NP = Nilai pasir/tahun (Rp) Pp = Pendapatan dari kegiatan penambangan pasir (Rp) Jp = Jumlah penambang Biaya Kerugian Ekologis Berdasarkan KLH (2006), penambangan galian C (penambangan batu, pasir, dan tanah) mengakibatkan kerusakan ekologis sehingga diperlukan biaya pengganti yaitu biaya pembuatan reservoir, biaya pengaturan tata air, biaya pengendalian erosi dan limpasan, biaya pembentukan tanah, biaya pendaur ulang unsur hara, biaya pengurai limbah, biaya keanekaragaman hayati, biaya sumberdaya genetik dan biaya pelepasan karbon. 1. Biaya fungsi penampungan air CR = KA x 2 x 10 3 (m 3 /ha) x CR (Rp/m 3 ) x LA (ha) x MR (Rp/100th) Dimana : CR : Biaya pembuatan reservoar (Rp/m 3 ) LA : Lahan yang hilang/tidak berfungsi karena dirusak (ha) MR : Biaya pemulihan reservoar (Rp/100th) KA x 2 x 10 3 : Kadar air x 2 x

43 Biaya pemeliharaan reservoir sampai lahan terdegradasi (lahan terbuka) pulih selama 100 tahun CPMR = BPMR x 100 x LA Dimana : CPMR : Biaya pemeliharaan reservoar (Rp) BPMR : Baseline biaya reservoar (Rp /ha) LA : Luas lahan yang dirambah (ha) Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara reservoar sebesar : CFPA = CR + CPMR 2. Biaya pengaturan tata air Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air untuk keperluan budi daya dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya, dan Purwowidodo (1999) UdalamU KLH (2006) untuk budidaya tanaman Rp / ha dan penyediaan air minum (PAM) Rp / ha. CTA = BTA (Rp/ha) x IHK1/IHK99 x LA CTA : Biaya pengaturan tata air BTA : Baseline biaya pengaturan tata air (Rp ) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK99 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1999) 3. Biaya pengendalian erosi dan limpasan Biaya pengendalian erosi dan limpasan dalam daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya, dan Purwowidodo (1999) UdalamU KLH (2006) sebesar Rp / ha. CEI = BEI (Rp/ha) x IHK1/IHK99 x LA 30

44 CEI : Biaya erosi dan limpasan BEI : Biaya erosi dan limpasan baseline (Rp ) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK99 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1999) 4. Biaya pembentukan tanah Pembentukan tanah menurut Hardjowigeno (1993) UdalamU KLH (2006) sebesar 30 ton/ha sehingga biaya pembentukan tanah Rp / ha dikalikan dengan solum tanah yang hilang (STH) dibagi 2,5 mm. CPT = SLH / 2,5 mm x BPT (Rp/ha) x IHK1/IHK93 x LA CPT : Biaya pembentukan tanah SLH/2,5 mm : Solum tanah yang hilang BPT : Biaya pembentukan tanah baseline (Rp / ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK93 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1993) 5. Biaya hilang unsur hara Biaya hilangnya unsur hara menurut Wasis (2005) UdalamU KLH (2006) akibat penambangan galian C Rp / ha CUH = BUH (Rp/ha) x IHK1/IHK05 x LA CUH : Biaya hilangnya unsur hara BUH : Baseline biaya hilangnya unsur hara (Rp ) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK05 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 2005) 31

45 6. Biaya fungsi pengurai limbah Biaya hilangnya fungsi pengurai limbah menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp CPL = BPL (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA CPL : Biaya pengurai limbah BPL : Baseline biaya pengurai limbah (Rp /ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 7. Biaya pemulihan biodiversity Biaya pemulihan biodiversity menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp / ha. CPB = BPB (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana : CPB : Biaya pemulihan biodiversity BPB : Baseline biaya pemulihan biodiversity (Rp /ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 8. Biaya pemulihan genetik Biaya pemulihan genetik menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp / ha. Cgen = Bgen (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana : Cgen : Biaya pemulihan genetik Bgen : Baseline biaya pemulihan genetik (Rp /ha) 32

46 IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) 9. Biaya pelepas karbon Biaya pelepas karbon menurut Pangestu dan Achmad (1998) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp / ha. Ccar = Bcar (Rp/ha) x IHK1/IHK98 x LA Dimana : Ccar : Biaya pemulihan carbon Bcar : Baseline biaya pemulihan carbon (Rp /ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK98 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 1998) Total kerugian ekologis CKEg = CFPA + CTA + CEI + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen + Ccar Dimana : CKEg : Biaya total kerugian ekologis Biaya Kerugian Ekonomi Biaya kerugian ekonomi terdiri atas 2 hal yaitu nilai batu, pasir, dan tanah dan hilangnya umur pakai lahan. 1. Nilai batu, pasir, dan tanah Menurut Wasis (2005) UdalamU KLH (2006) nilai batu, pasir, dan tanah sebesar Rp /m 3 CBPT = BBPT x LTH m / 0,2 m x m 3 /ha x IHK1/IHK05 x LA Dimana : CBPT : Biaya batu, pasir, dan tanah 33

47 BBPT : Baseline biaya batu, pasir, dan tanah (Rp /m 3 ) LTH : Lapisan tanah hilang (m) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK05 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 2005) 2. Umur pakai lahan Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan selama 100 tahun. Hal ini disebabkan pemulihan fungsi lahan diperkirakan memerlukan waktu sekitar 100 tahun, walaupun pada kenyataan secara umum tidak akan kembali. Untuk itu seandainya lahan tersebut digunakan untuk budi daya tanaman. Menurut penelitian Tim Demfarm IPB (2002) pada 1 ha tanah nilai pakai lahan untuk budi daya tanaman sebesar Rp / ha. CUPL = 100 x BUPL x IHK1/IHK02 x LA Dimana : CUPL : Biaya hilangnya umur pakai lahan BUPL : Baseline biaya hilangnya umur pakai lahan (Rp /ha) IHK1 : Indeks harga konsumen pada tahun terjadi galian C IHK02 : Indeks harga konsumen baseline (tahun 2002) Total kerugian ekonomi CKEk = CBPT + CUPL Dimana : CKEk : Biaya total kerugian ekonomi Sehingga, biaya total ganti rugi kerusakan lingkungan akibat galian C yaitu : CTGC = CKEg + CKEk 34

48 4.4.4 Analisis Hilangnya Produksi Padi Salah satu dampak dari konversi lahan pertanian adalah hilangnya kesempatan memproduksi pangan dari lahan pertanian yang terkonversi dan lahan pertanian yang terganggu di sekitar lahan pertanian yang terkonversi. Hasil usahatani yang utama di lokasi penelitian adalah padi. Kehilangan produksi sebagai dampak kegiatan penambangan pasir diukur dengan menggunakan model yang digunakan oleh Utama (2006) untuk menjelaskan kehilangan produksi padi di Kabupaten Cirebon. Model tersebut kemudian diadaptasi oleh penulis dengan beberapa perubahan yang dapat menggambarkan kondisi yang terjadi pada lokasi penelitian, model tersebut dituliskan sebagai berikut: Dimana: Q = Produksi padi per tahun yang hilang (kg) S = Luas lahan yang terkonversi (m 2 ) H = Produktifitas lahan rata-rata pada kawasan lahan yang terkonversi (kg per m 2 ) Produksi padi yang hilang sebagai dampak kegiatan penambangan pasir dihitung berdasarkan pada luas lahan dan produktifitas lahan rata-rata dari lahan pertanian di kawasan tersebut. 35

49 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Penambangan pasir juga dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Tamansari, namun penambangan pasir dengan skala terbesar dilakukan di Desa Sukaresmi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terletak antara 6 o 18 6 o LS dan 106 o o BT. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi di utara; Kabupaten Karawang di timur; Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan; serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah sebesar 2.237,09 Km 2 dan merupakan salah satu wilayah administratif terluas (ke 6) di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan dengan jumlah total desa/kelurahan terbanyak di Provinsi Jawa Barat yaitu berjumlah 428 desa/kelurahan (200 desa/kelurahan termasuk dalam klasifikasi perkotaan sedangkan 228 desa lainnya berstatus perdesaan. Sumber : BPS Tahun 2008). Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di kecamatan Cibinong, yang berada di sebelah utara Kota Bogor (HUhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_BogorUH) diakses pada 17 Maret 2011.

50 Wilayah Timur Kabupaten Bogor merupakan kawasan favorit pengembangan wilayah pemukiman Jakarta saat ini. Alasan utama hal tersebut adalah karena telah dibukanya jalur jalan baru dari Cibubur menuju Bandung melewati Gunung Putri dan Cileungsi. Jalur ini belum memiliki nama resmi, sedangkan nama yang secara umum digunakan masyarakat adalah Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi. Sejak dibukanya Jalan Alternatif tersebut, kompleks pemukiman modern dengan skala besar segera bermunculan sehingga harga tanah di kawasan ini menjadi salah satu yang termahal di daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kemunculan kompleks-kompleks pemukiman ini menyebabkan sangat banyak penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki pekerjaan di Jakarta Kecamatan Tamansari Berdasarkan hasil wawancara, nama Tamasari memiliki arti sebagai sebuah tempat atau taman yang indah dalam artian kerajaan. Tamansari merupakan tempat sakral bagi kerajaan Padjajaran dengan legenda gunung Salak. Dalam geografis kewilayahan, Kecamatan Tamansari merupakan suatu daerah yang berada di wilayah perbukitan dengan karakteristik wilayah dataran tinggi yang terkenal dengan keindahan alam serta udaranya yang sangat sejuk. Wilayah ini merupakan hasil pemekaran dengan Kecamatan Ciomas pada tahun Kondisi Geografis Wilayah Kecamatan Tamansari berada pada ketinggian 700 meter diatas permukaan laut, merupakan kawasan yang berbukit di bawah kaki Gunung Salak, kondisi ini menyebabkan udara sejuk dengan suhu rata-rata 25 o C 30 o C, luas lahan Wilayah Kecamatan Tamansari 2630,963 Ha. Kecamatan Tamansari 37

51 berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Bogor Selatan di sebelah utara, Gunung Salak di sebelah selatan, Kecamatan Tenjolaya dan Kecamatan Dramaga di sebelah barat, dan Kecamatan Cijeruk di sebelah Timur. Kecamatan Tamansari terdiri dari delapan desa, 25 lingkungan/dusun, 88 RW, 358 RT. Jarak kantor Kecamatan Tamansari ke Ibukota Kabupaten Bogor adalah 27,5 km, ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah 130 km, sedangkan ke Ibukota Negara adalah 65 km. Tabel 1. Nama Desa di Kecamatan Tamansari No Nama Desa Luas Wilayah (Ha) Persentase (%) 1 Sirnagalih 200,592 7,62 2 Pasireurih 210,88 8,02 3 Sukamantri ,29 4 Sukaresmi 306,31 11,64 5 Tamansari 181,2 6,89 6 Sukaluyu ,44 7 Sukajaya 288,65 10,97 8 Sukajadi 503,304 19,13 Jumlah 2630, Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari, 2009 Dalam program Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor dengan mempertimbangkan wilayah karakteristik dan pola interaksi dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Tamansari termasuk ke dalam Wilayah Pembangunan selatan (Zona 3) yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon). Sebagai Wilayah pengembangan pertanian dan wisata Kecamatan Tamansari yang menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, dan sayur-sayuran, disamping itu juga 38

52 sebagai sentra tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa lokal, regional, dan mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industri sedang berjumlah 27 buah dengan tenaga kerja 77 orang, industri kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang, dan industri rumah tangga 74 buah dengan pekerja 400 orang. Masalah perdagangan sangat dipengaruhi oleh perkembangan Kota Bogor karena berbatasan langsung Kondisi Demografi Secara administratif kependudukan per bulan Desember 2009 jumlah penduduk Kecamatan Tamansari sebanyak jiwa yang terdiri dari laik-laki jiwa dan perempuan jiwa. Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Tamansari No Desa Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah KK 1 Sukajadi Sukaluyu Sukajaya Sukaresmi Pasireurih Tamansari Sukamantri Sirnagalih Jumlah Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari, Kondisi Sosial Budaya Pembangunan daerah bidang sosial budaya dan kehidupan beragama berkaitan dengan kualitas manusia dan masyarakat Kabupaten Bogor. Kondisi tersebut tercermin pada kuantitas dan kualitas penduduk seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, pemuda, olah raga, seni budaya, dan keagamaan. 39

53 Berkenaan dengan pembangunan kualitas hidup penduduk Kabupaten Bogor, perkembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) Kabupaten Bogor menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dihitung berdasarkan tiga indikator, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, dan Indeks Daya Beli. Pada tahun 2007, IPM Kabupetan Bogor meningkat sebesar 2,37 dari angka 67,81 pada tahun 2003 menjadi 70,18 pada tahun Kondisi pemberdayaan perempuan dan penanggulangan masalah sosial di Kabupaten Bogor sebagai berikut: (1) masih kurangnya pemahaman di semua kalangan akan konsep dan kesetaraan gender; (2) masih adanya tindak kekerasan terhadap perempuan, perdagangan dan eksploitasi perempuan dan anak; (3) belum optimalnya fasilitas dan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi perempuan lansia, perempuan penyandang cacat, dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) lainnya; (4) masih tingginyajumlah fakir miskin. Pada bidang olah raga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana olah raga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan di Kecamatan Tamansari ditujukan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya global. Pengembangan seni dan budaya di Kecamatan Tamansari diselenggarakan secara terintegrasi dengan pembangunan kepariwisataan. Pada tahun 2009 telah dilakukan berbagai macam kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya daerah sebagai upaya mengelola kekayaan dan keragaman budaya serta mempromosikan, 40

54 menjalin kemitraan dan mengembangkan destinasi pariwisata di Kecamatan Tamansari Kondisi Pendidikan Minat dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia sekolah sudah cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh keberadaan dan peran Program Kejar Paket, program beasiswa bagi siswa berprestasi, PKBM yang sudah cukup mampu memberikan andil dalam penanganan masalah pendidikan. Bahkan di beberapa sekolah, daya tampung murid telah melampaui batas, sehingga ditanggulangi dengan sistem shift. Namun dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh UPTK Pendidikan diketahui bahwa ternyata angka drop out usia sekolah tingkat sekolah dasar masih ada. Hal ini cukup menghambat penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun. Sarana prasarana pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM mempunyai peran yang cukup penting. Sarana dan prasarana pendidikan di Kecamatan Tamansari keadaan Desember 2009 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Data Jumlah Sekolah No Nama Sekolah Jumlah 1 PAUD 17 Buah 2 Taman Kanak-kanak 5 Buah 3 Sekolah Dasar Negeri 29 Buah 4 Sekolah Dasar Swasta 3 Buah 5 SMP Negeri 2 Buah 6 SMP Swasta 5 Buah 7 SMA Negeri 1 Buah 8 SMA/K Swasta 5 Buah 9 Perguruan Tinggi 1 Buah Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari,

55 Kondisi Ekonomi Perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh saran dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perkotaan diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan pemukiman. 1. Jaringan Transportasi Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Kondisi lalu lintas di Kecamatan Tamansari cukup padat pada saat menjelang jam masuk kantor dan sekolah serta pada saat usai kantor dan sekolah. Titik kemacetan tersebar terutama pada lingkungan sekolah, ditambah pula adanya ketidak disiplinan para pengguna jalan umum yang sering berhenti pada tempat rawan macet. 2. Jaringan Air Bersih/Irigasi Masyarakat Kecamatan Tamansari memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali dan pembuatan jet pump dalam pemenuhan kebutuhan air bersih. Ketersediaan air tanah sejauh ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. 3. Jaringan Listrik dan Telekomunikasi Pelayanan jaringan listrik PLN telah menjangkau seluruh wilayah yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman, perkantoran, sekolah, industri, 42

56 perdagangan dan jasa. Sebagian besar wilayah Tamansari telah dilengkapi dengan Penerangan Jalan Umum (PJU) dan setiap tahun selalu diadakan penambahan untuk peningkatan sarana umum perlistrikan. Beberapa lokasi pemukiman dan perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari genset untuk mengimbangi tingginya penggunaan daya listrik PLN. Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT. Telkom sebagian dengan sarana handphone yang dimiliki oleh masyarakat. Keperluan pos dan giro dilayani langsung oleh Kantor Pos dan Giro Ciomas. 4. Perekonomian Masyarakat Krisisi ekonomi telah membawa dampak yang cukup serius bagi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) masyarakat. Kondisi ini berpengaruh terhadap perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditandai dari menurunnya kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah, menurunnya derajat kesehatan masyarakat dan jumlah penduduk miskin meningkat dengan tajam, daya beli masyarakat menurun dan pengengguran meningkat mewarnai pelaksanaan penyelenggaraan tugas pemerintah. Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian masyarakat telah banyak dilakukan seperti penciptaan lapangan kerja baru dan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selain itu, pembangunan perekonomian di Kecamatan Tamansari diarahkan secara merata pada setiap bidang pembangunan penyebarannya. Perencanaan pembangunan yang ditetapkan dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan konsep pengembangan potensi yang dimiliki wilayah. 43

57 Kecamatan Tamansari memiliki wilayah yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Di kawasan tersebut terdapat berbagai objek, baik wisata alam ataupun wisata lainnya yang tak kalah indahnya dengan objek wisata Puncak, Cisarua seperti Bumi Perkemahan (Buper) yang berada di Desa Sukamantri, Kampung Budaya Sunda yang ada di Desa Pasireurih, Pura Jagatkartta yang berlokasi di Desa Tamansari, dan keberadaan 57 situs peninggalan kerajaan Padjajaran yang tersebar di seluruh wilayah Tamansari. Kecamatan Tamansari juga merupakan pintu gerbang bagi wisatawan yang akan berkunjung ke objek wisata alam Curug Nangka yang masuk dalam teritori Kecamatan Tenjolaya. Maka dari itu berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara pemerintah Tamansari, wilayah ini masuk program visit Bogor Hal ini perlu diterapkan, karena wilayah Kecamatan Tamansari berada di kaki gunung Salak yang kaya akan potensi alamnya. Sebagai contoh lain, adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di bidang Pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari (luas 2,4 ha) dan Situ Jadi di Desa Sukajadi (luas 1,5 ha). Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai pekerjaan yang beraneka ragam. Secara garis besar sebagian penduduk bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha/wiraswasta, karyawan swasta, PNS, Polri, dan buruh. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Tamansari bermata pencaharian buruh. 44

58 Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah 1 Karyawan swasta PNS TNI/Polri Pengusaha/Wiraswasta Petani/Peternak Buruh Sumber: Data Monografi Kecamatan Tamansari, 2009 Mayoritas perekonomian warga kecamatan Tamansari sekarang ini lebih cenderung kepada pengrajin sepatu dan petani. Sebagai wilayah hasil pemekaran dari Kecamatan Ciomas yang terkenal sebagai penghasil sepatu sandal, sebagian warga Tamansari juga handal membuat sepatu sandal dengan kualitas yang tak jauh berbeda dengan produk buatan Ciomas, namun keberadaan para perajin sepatu dan sandal belum terkoordinir dan masih bersifat sendiri-sendiri. Tapi secara alamiah, para pengrajin membentuk kelompok dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan pasar Desa Sukaresmi Penambangan pasir di Kecamatan Tamansari dengan skala terbesar terjadi di Desa Sukaresmi. Penambangan ini dilakukan diatas lahan pertanian (sawah) sedangkan penambangan di desa lainnya sebagian besar dilakukan di sungai dengan skala yang lebih kecil Letak dan Keadaan Geografis Desa Sukaresmi merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Kelurahan Sukaresmi berbatasan dengan Kecamatan Ciomas di sebelah utara, Kelurahan Tamansari di sebelah selatan, Kelurahan Sukaluyu di sebelah barat, dan Kelurahan Pasireurih di sebelah Timur. Kelurahan Sukaresmi memiliki luas areal sebesar 306,310 ha terbagi dalam tiga 45

59 dusun, 13 Rukun Warga (RW) dan 52 Rukun Tetangga (RT). Jarak kantor desa ke Ibukota Kecamatan Tamansari adalah dua km, Ibukota Kabupaten Bogor adalah 29,5 km, Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah 132 km, sedangkan Ibukota Negara adalah 67 km. Persentase pemanfaatan lahan di Desa Sukaresmi paling banyak terlihat pada penggunaan ladang (53,21%) dan sawah (26,12%). Hal ini dikarenakan mayoritas mata pencaharian penduduk Sukaresmi adalah petani. Persentase penggunaan lahan untuk bangunan pendidikan hanya sebesar 0,65%, ini merupakan indikasi rendahnya tingkat pendidikan penduduk Sukaresmi. Tabel 5. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan di Desa Sukaresmi No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman dan Pekarangan 42 13,71 2 Sawah 80 26,12 3 Ladang/Huma ,21 4 Jalan 8,31 2,71 5 Pemakaman/Kuburan 2 0,65 6 Perkantoran 2 0,65 7 Lapangan Olah Raga 1 0,33 8 Tanah/Bangunan Pendidikan 2 0,65 9 Tanah/Bangunan Peribadatan 3 0,98 10 Kolam 3 0,98 Jumlah 306, Sumber: Laporan Akhir Tahun Desa Sukaresmi, Keadaan Demografi Jumlah penduduk desa akhir Desember 2010 tercatat jiwa terdiri dari laki-laki 5768 jiwa dan perempuan 5701 jiwa dengan 3203 jumlah kepala keluarga. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. 46

60 Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin No Kelompok Umur Jenis Kelamin (Tahun) Laki-Laki Perempuan Total (orang) Total (orang) Sumber: Laporan Akhir Tahun Desa Sukaresmi, Karakteristik Responden Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu responden pengusaha pasir dan responden penambang pasir. Data responden diperoleh dengan cara wawancara langsung para penambang dan pangusaha pasir. Data responden merupakan karakteristik umum seperti jenis kelamin, usia, dan pendidikan formal Responden Pengusaha Pasir Pengusaha pasir adalah orang yang meyewa lahan dari pemilik lahan, kemudian memanfaatkan lahan tersebut untuk penambangan pasir. Terdapat 13 pengusaha pasir pada lokasi penelitian. Mayoritas pengusaha pasir berjenis kelamin laki-laki, hanya satu pengusaha pasir berjanis kelamin perempuan. Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar pengusaha pasir berumur antara tahun (84,62%). Tingkat pendidikan responden pengusaha pasir 47

61 bervariasi, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), tetapi terdapat satu responden yang tidak bersekolah. Sebagian besar responden menempuh pendidikan sampai jenjang SD yaitu sebanyak 8 responden (61,54%). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka akan pendidikan tergolong rendah, selain itu faktor lemahnya kondisi ekonomi juga menjadi alasan sehingga tidak ada biaya untuk sekolah. Mengenai status kepemilikan lahan, hampir seluruh responden pengusaha pasir menggunakan lahan sewaan sebagai usaha mereka. Berdasarkan hasil wawancara, pemilik lahan dengan sengaja memyewakan lahannya kepada beberapa pengusaha dengan alasan pemerataan pembagian karena banyak orang yang bergantung pada usaha ini untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tabel 7. Karakteristik Responden Pengusaha Pasir Karakteristik Responden Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Kurang dari ,69 Usia (tahun) , ,69 Tidak tamat SD 1 7,69 Tingkat Pendidikan SD 8 61,54 SMP 3 23,08 SMA 1 7,69 Status Lahan Pemilik 1 7,69 Sewa 12 92,31 Sumber: Data Primer, diolah Maret Responden Penambang Pasir Penambang pasir merupakan orang yang dipekerjakan oleh pengusaha pasir. Pada lokasi penelitian terdapat 34 orang penambang yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang tidak cocok dilakukan oleh gender perempuan, karena berdasarkan 48

62 observasi lapang, pekerjaan menambang pasir memang tidak memerlukan keahlian khusus tetapi memerlukan kekuatan fisik. Berdasarkan tabel, sebagian besar penambang berumur antara tahun (44,12%) dan hanya terdapat 3 orang penambang yang berumur antara Sedikitnya penambang yang berusia lanjut juga menunjukkan bahwa pekerjaan menambang memerlukan kekuatan fisik. Tingkat pendidikan tertinggi penambang pasir hanya sebatas jenjang Sekolah Dasar (SD), tetapi sebagian besar responden penambang tidak tamat SD atau dapat dikatakan tidak menempuh pendidikan formal. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ini diminati oleh orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah, karena pekerjaan ini tidak memerlukan keahlian khusus. Tingkat pendidikan yang rendah dari para penambang juga menyebabkan kurangnya perhatian mereka terhadap dampak lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir ini. Tabel 8. Karakteristik Responden Penambang Pasir Karakteristik Responden Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Kurang dari , ,47 Usia (tahun) , ,82 Tidak tamat SD 25 73,53 Tingkat Pendidikan Tamat SD 9 26,47 Sumber: Data Primer, diolah Maret

63 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Proses dan Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir Kegiatan penambangan galian C di Kecamatan Tamansari sudah berlangsung sejak sekitar 50 tahun yang lalu. Pada tahun 1960-an, pembangunan di daerah Ancol, Jakarta Utara, menggunakan pasir dan batu sebagai bahan dasar pembangunan yang berasal dari Kecamatan Tamansari. Semakin meningkatnya kebutuhan akan pasir dan batu sebagai bahan dasar pembangunan, menyebabkan terus meningkatnya kegiatan penambangan galian C. Saat ini, Desa Sukaresmi menjadi salah satu lokasi penambangan pasir dengan skala terbesar dibandingkan dengan lokasi penambangan di desa lainnya di Kecamatan Tamansari. Penambangan pasir di Desa Sukaresmi sudah dilakukan sejak tahun 1970-an yang pada awalnya merupakan perusahaan pemecah batu milik swasta. Setelah perusahaan tersebut ditutup, masyarakat sekitar melanjutkan kegiatan penambangan pasir dan batu. Penambangan pasir yang dikelola masyarakat ini merupakan penambangan pasir ilegal karena tidak adanya izin atas kegiatan tersebut. Lahan yang digunakan untuk usaha ini merupakan lahan milik warga. Sebagian besar lahan yang dijadikan usaha penambangan pasir pada awalnya merupakan lahan persawahan. Para penambang tidak mengurus izin usaha dengan alasan pajak pemerintah yang harus mereka tanggung atas usaha tersebut dapat mempengaruhi pendapatan. Pemilik lahan, penyewa lahan/pengusaha pasir, penambang pasir, supir truk pengangkut pasir, dan buruh pengangkut pasir merupakan pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penambangan pasir ini. Pemerintah sebagai pihak luar tidak banyak terlibat dalam kegiatan penambangan dikarenakan kegiatan 50

64 tersebut bersifat ilegal/tidak memiliki izin. Berdasarkan wawancara dengan pemerintah setempat, upaya penutupan kegiatan penambangan ini telah dilakukan namun selalu gagal. Masalah ekonomi selalu dijadikan alasan para penambang untuk tetap melakukan kegiatannya. Pelatihan dan pembinaan keterampilan sebagai alternatif pengganti mata pencaharian juga tidak mampu menghentikan kegiatan penambangan tersebut. Pemberian izin usaha penambangan memang sengaja tidak diberikan dikarenakan wilayah Kecamatan Tamansari tidak diperuntukkan sebagai wilayah pertambangan, selain itu untuk menghindari eksploitasi sumberdaya yang berlebih. Jika izin diberikan, maka perusahaan/badan/perorangan sebagai pemegang izin usaha cenderung melakukan kegiatan penambangan dengan orientasi keuntungan semaksimal mungkin yang berimplikasi pada eksploitasi sumberdaya pasir secara berlebihan, dan pada akhirnya kerusakan lingkungan menjadi lebih besar. Penambangan pasir ilegal ini dapat dikategorikan sebagai pertambangan rakyat dengan cara konvensional, dengan anggapan kerusakan lingkungan lebih minimal sebagai dampak dari kegiatan penambangan tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan dari pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penambangan pasir ilegal di Desa Sukaresmi, Kecamatan Tamansari: a. Pemilik lahan adalah tuan tanah dimana usaha penambangan pasir ini dilakukan. Lahan yang mereka miliki berupa lahan sawah dan kebun. Lahan- lahan dalam lokasi penelitian merupakan milik warga sekitar desa. Lahan tersebut disewakan dengan harga Rp /m 2 kemudian dialih fungsikan menjadi lahan untuk usaha penambangan pasir. Masa sewa 51

65 habis jika seluruh luasan lahan yang disewa telah digarap sampai kedalaman dua belas meter. b. Penyewa lahan dalam penelitian ini merupakan para pengusaha pasir. Mereka menyewa lahan pertanian kepada pemilik lahan dan memanfaatkan lahan tersebut dengan cara mengeksploitasi atau mengambil pasir. Luasan lahan yang disewa para pengusaha pasir bervariasi, tetapi pada umumnya setiap pengusaha pasir menyewa antara 100 m 2 sampai 300 m 2 karena alasan saling berbagi dengan pengusaha pasir lainnya. Kedalaman lahan garapan untuk eksploitasi pasir adalah 12 meter. Dapat disimpulkan, setiap meter persegi lahan yang disewa dengan harga Rp sama dengan 12 m 3 lahan garapan dan setiap pengusaha pasir menyewa lahan sebesar luasan dikalikan kedalaman setinggi 12 meter. Luasan permukaan tebing dengan tinggi 12 meter dan lebar 7 meter disebut 1 kobak, dan setiap pengusaha pasir memiliki jumlah kobak yang bervariasi. c. Penambang pasir merupakan orang yang dipekerjakan oleh pengusaha pasir. Tugas mereka adalah mengambil pasir. Satu pengusaha pasir biasanya mempekerjakan dua penambang. Satu penambang bertugas mengeruk tanah dengan cara konvensional dengan menggunakan linggis, penambang yang lain mecuci runtuhan tanah untuk memisahkan pasir dari batu dan kerikil. d. Buruh merupakan kenek pengangkut pasir atau disebut juga kadal. Mereka diberikan upah atas jasanya yaitu menaikan pasir ke dalam truk pasir. 52

66 Penyewa lahan/pengusaha pasir, penambang pasir, dan buruh pengangkut pasir merupakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi pasir. Sedangkan supir pengangkut pasir merupakan pembeli pertama. Setiap supir datang ke lokasi penelitian untuk membeli pasir. Ukuran truk pasir terbagi dua yaitu, truk engkel berukuran 2,5 m 3 dan truk dobel berukuran 5 m 3. Pembelian pasir untuk truk engkel dikenakan biaya Rp , sedangkan Truk dobel Rp Produksi: pengusaha, panambang pasir Distribusi: supir truk pengangkut pasir/pembeli pertama Konsumsi: pembeli kedua Buruh/ kadal Gambar 3. Proses Penambangan Pasir Lahan sawah yang telah disewa oleh pengusaha pasir dialih fungsikan menjadi lahan penambangan pasir dengan bentuk tebingan. Setiap pengusaha memiliki luasan tebing/ kobak yang bervariasi tetapi pada umumnya setiap pengusaha hanya memiliki 1 kobak yaitu luasan tebing dengan lebar 7 meter dan tinggi 12 meter. Setiap harinya, 1 kobak rata-rata menghasilkan 5 m 3 pasir dengan pekerja penambang sebanyak 2 orang. Penambang merupakan orang yang menghasilkan/memproduksi pasir. Proses produksi pasir dari setiap kobak biasanya dilakukan oleh 2 orang penambang dan rata-rata per hari menghasilkan 5 m 3 pasir. Setelah pasir terkumpul, buruh pengangkut pasir atau yang mereka sebut kadal bertugas memindahkan pasir tersebut kedalam truk pasir. Supir truk merupakan pembeli pertama. Terdapat dua jenis truk di lokasi penelitian, yaitu 53

67 truk berukuran 2,5 m 3 yang disebut truk engkel dan truk berukuran 5 m 3 yang disebut truk dobel. Supir harus membayar sebesar Rp untuk mendapatkan pasir sebanyak 2,5 m 3 atau Rp untuk pasir sebanyak 5 m 3. Uang tersebut kemudian dibagikan kepada pengusaha pasir, penambang, dan buruh pengangkut. Setiap 2,5 m 3 pasir, pengusaha mendapatkan bagian sebesar Rp , penambang Rp (dibagikan dengan jumlah penambang), dan buruh pengangkut Rp (dibagikan dengan jumlah buruh). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 mengenai kriteria kerusakan lingkungan bagi usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di dataran, dinding galian adalah pinggiran lubang secara menyeluruh dari permukaan sampai dasar lubang dan untuk menjaga stabilitas dinding galian, kemiringan lereng dinding galian secara umum dibatasi maksimum 50% dan harus dibuat berteras-teras. Setiap teras terdiri dari tebing teras dan dasar teras sebagai parameter yang diamati. Batas tinggi tebing teras adalah maksimun 3 meter sebagai batas toleransi bagi keamanan lingkungan disekitarnya, sedangkan lebar batas teras minimum 6 meter untuk mempertahankan agar kemiringan dinding galian tidak lebih curam dari 50%. Pada lokasi penelitian, batas tinggi tebing maksimun tidak berlaku karena tinggi tebing teras galian mencapai 12 meter. Hal ini terjadi karena para penambang tidak mengetahui tata cara dan batas maksimun yang ditetapkan, selain itu mereka hanya memikirkan keuntungan sebesar-besarnya. Semakin tinggi tebing galian, semakin besar volume pasir yang diperoleh dan semakin besar juga keuntungan yang diperoleh. 54

68 Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43, 1996 Gambar 4. Sketsa Relief Dinding Galian yang Disyaratkan permukaan tanah 12 M dasar galian Gambar 5. Sketsa Relief Dinding Galian pada Lokasi Penelitian Menurut Mangkoesoebroto (2001), terdapat beberapa faktor yang menjadi sumber timbulnya kegagalan pemerintah: 1. Campur tangan pemerintah terkadang menimbulkan dampak yang tidak diperkirakan terlebih dahulu. 55

69 2. Campur tangan pemerintah memerlukan biaya yang tidak murah, oleh karena itu campur tangan pemerintah harus dipertimbangkan manfaat dan biayanya secara cermat. 3. Adanya kegagalan dalam pelaksanaan program pemerintah. 4. Perilaku pemegang kebijakan pemerintah yang bersifat mengejar keuntungan pribadi atau rent seeking behaviour. Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Kecamatan Tamansari mengalami kegagalan dalam menangani kegiatan penambangan pasir. Program-program penyuluhan untuk menggantikan kegiatan penambangan tersebut belum berhasil dilakukan. 6.2 Identifikasi Dampak Positif dan Negatif dari Kegiatan Penambangan Pasir Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Dampak yang diterima berupa dampak positif dan negatif. Penyediaan mata pencaharian dan penyerapan tenaga kerja merupakan manfaat yang diterima masyarakat yang diidentifikasi sebagai dampak positif. Kerusakan lingkungan yang terdiri dari hilangnya lahan sawah, pencemaran air sungai, longsor, estetika lingkungan, rusaknya jalan yang mengakibatkan pencemaran udara dianggap sebagai dampak negatif Identifikasi Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, baik itu untuk pekerja penambangan (secara langsung) maupun sebagai supir kendaraan pengangkut pasir (secara tidak langsung). Masyarakat tidak memerlukan keahlian khusus dan 56

70 hanya dengan menggunakan peralatan penggalian sederhana, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan ini. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan pasir yang merasa diuntungkan, baik pihak yang terlibat secara langsung dalam proses penambangan maupun pihak diluar kegiatan penambangan seperti penjaga pos pungutan tidak resmi sepanjang jalan yang dilewati truk pengangkut pasir. Sumber penghasilan harian dinikmati oleh masyarakat dengan adanya kegiatan penambangan pasir ini. Pendapatan harian yang diperoleh penambang, pengusaha pasir, buruh pengangkut, dan supir truk pengangkut pasir sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari. Pos pintu gerbang tidak resmi di sepanjang jalan menuju lokasi penambangan secara langsung juga mendapatkan keuntungan berupa pungutan-pungutan. Berdasarkan wawancara dengan supir truk pasir, pungutan tidak resmi yang harus mereka bayar mencapai Rp Identifikasi Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Penambangan yang bersifat mengambil atau eksploitatif menyebabkan penurunan kualitas lingkungan tidak terelakkan lagi. Terutama kegiatan penambangan pasir yang dilakukan dengan cara mengkonversi lahan pertanian. Alih fungsi lahan pertanian menjadi penambangan pasir akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan, seperti hilangnya lahan resapan air yang akan mengakibatkan terjadinya banjir, berkurangnya aliran air dalam tanah, erosi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara responden bahwa dampak lingkungan seperti banjir dan erosi sering terjadi setelah turun hujan. Pengalihfungsian lahan pertanian menjadi bentuk lainnya merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam sektor pertanian. Kegiatan penambangan pasir 57

71 yang dilakukan di atas lahan pertanian sawah menyebabkan hilangnya kesempatan lahan pertanian tersebut untuk memproduksi pangan sebagai komoditas utama. Lokasi penambangan pasir terletak di perbatasan Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang merupakan daerah pemukiman warga. Akses untuk menuju lokasi penambangan pasir melewati pemukiman warga. Perumahan Alam Tirta merupakan salah satu pemukiman penduduk dan memiliki jarak terdekat dengan lokasi penambangan pasir. Setiap harinya tidak kurang dari 25 truk pengangkut pasir melintasi jalan perumahan yang menyebabkan kualitas udara menurun. Kendaraan berukuran besar seperti truk pengangkut pasir juga menyebabkan rusaknnya jalan perumahan. Kualitas aspal yang digunakan untuk jalan umum dan jalan perumahan berbeda. Jalan perumahan tidak seharusnya dilalui oleh kendaraan berukuran besar. Berdasarkan hasil pengamatan, kerusakan jalan perumahan Alam Tirta sebagian besar disebabkan oleh truk pengangkut pasir. Padi merupakan komoditas penting di Indonesia yang mampu mampengaruhi ekonomi bahkan keadaan politik negara. Pengalihfungsian lahan pertanian merupakan salah satu masalah yang dihadapi sektor pertanian saat ini. Konversi lahan pertanian menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memproduksi padi. Setelah terjadi alih fungsi lahan pertanian, hampir tidak mungkin dilakukan proses pengembalian fungsi lahan tersebut. Kegiatan penambangan pasir yang dilakukan di lahan persawahan ini menyebabkan hilangnya fungsi dan multifungsi sawah. Perubahan paradigma pembangunan yang mengemuka sejak periode an telah melahirkan konsep pembangunan berkelanjutan, dimana aspek distribusi 58

72 dan kelestarian lingkungan maupun sosial-budaya memperoleh perhatian yang proporsional seiring dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi (Munasinghe, 1993 UdalamU Rahmanto, 2006). Kaitannya dengan hal itu, berbagai klasifikasi mengenai nilai ekonomi lahan pertanian telah dikemukakan, di antaranya oleh Munasinghe (1992), Callaghan (1992), dan Sogo Kenkyu (1998). Meskipun terdapat beberapa perbedaan mengenai klasifikasi manfaat lahan pertanian yang dikemukakan oleh narasumber tersebut, tetapi secara garis besar penilaian ekonomi lahan pertanian harus dilihat berdasarkan manfaat penggunaan (use values) dan manfaat bawaannya (intrinsic values). Kedua manfaat tersebut meliputi aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya. Manfaat langsung lahan sawah dapat dikaitkan dengan sepuluh unsur berikut (Nasoetion dan Winoto, 1996 UdalamU Rahmanto, 2006): (1) penghasil bahan pangan, (2) penyedia kesempatan kerja pertanian, (3) sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak lahan, (4) sumber PAD melalui pajak lainnya, (5) mencegah urbanisasi melalui kesempatan kerja yang diciptakan, (6) sebagai sarana bagi tumbuhnya kebudayaan tradisional, (7) sebagai sarana tumbuhnya rasa kebersamaan atau gotongroyong, (8) sebagai sumber pendapatan masyarakat, (9) sebagai sarana refreshing, dan (10) sebagai sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung mencakup fungsi-fungsi pelestarian lingkungan yang terdiri dari unsur-unsur berikut (Nasoetion dan Winoto, 1996 UdalamU Rahmanto, 2006): (1) mengurangi peluang banjir, (2) mengurangi peluang erosi, (3) mengurangi peluang tanah longsor, (4) menjaga keseimbangan sirkulasi air, terutama di musim kemarau, (5) mengurangi pencemaran udara akibat polusi industri, dan (6) mengurangi pencemaran lingkungan melalui pengembalian 59

73 pupuk organik pada lahan sawah. Sementara itu, manfaat bawaan terdiri dari dua unsur berikut: (1) sebagai sarana pendidikan, dan (2) sebagai sarana untuk mempertahankan keragaman hayati. 6.3 Penilaian Dampak Positif dan Negatif Kegiatan Penambangan Pasir Penilaian merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan tertentu manusia atau masyarakat. Penilaian mencakup kegiatan akademis untuk pengembangan konsep dan metodologi untuk menduga nilai manfaat. Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu obyek, bagi orang tertentu, pada waktu dan tempat tertentu. Persepsi tersebut berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat itu. Untuk menilai berapa besar nilai sumberdaya alam ini sangat bergantung pada sistem nilai yang dianut. Sistem nilai tersebut antara lain mencakup: apa yang dinilai, kapan dinilai, dimana dan bagaimana menilainya, kelembagaan penilai dan sebagainya (Davis dan Johnson UdalamU Ansahar 2005). Penilaian dampak positif dari kegiatan penambangan merupakan penilaian manfaat yang diterima pihak-pihak dalam kegiatan penambangan pasir di lokasi penelitian, yaitu berupa besaran rupiah yang diterima dengan adanya kegiatan tersebut. Sedangkan penilaian dampak negatif merupakan penilaian kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir. Kerusakan lingkungan dalam penelitian ini berupa hilangnya fungsi dan multifungsi sawah. Padi yang merupakan hasil utama dari sawah dinilai uangkan agar diperoleh besaran nilai yang hilang akibat adanya kegiatan penambangan pasir. 60

74 6.3.1 Penilaian Manfaat dari Kegiatan Penambangan Pasir Hasil dari penelitian menunjukan manfaat atau dampak positif dari kegiatan penambangan pasir ini berupa penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan sumberdaya pasir sebagai bahan dasar untuk pembangunan. Manfaat dari kegiatan penambangan pasir ini dapat dievaluasikan kedalam nilai ekonomi sebagai nilai pendapatan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan pasir. Terdapat 13 responden pengusaha pasir dan 34 penambang pasir dalam lokasi penelitian. Dari 13 pengusaha pasir, 8 orang yang masing-masing memiliki 1 kobak menghasilkan pendapatan sebesar Rp /orang per hari, 4 orang masing-masing memiliki 2 kobak dan menghasilkan Rp /orang per hari, dan 1 orang memiliki 3 kobak yang menghasilkan Rp per hari. Diasumsikan 300 hari kerja dalam satu tahun. Tabel 9. Pendapatan Pengusaha Pasir Pendapatan (Rp) Jumlah responden (orang) Pendapatan/hari (Rp) Pendapatan/tahun (Rp) Total Sumber: Data primer, diolah Maret 2011 Dari 34 penambang pasir di lokasi penelitian, 28 penambang masingmasing memiliki penghasilan Rp /hari dan 6 penambang lainnya masingmasing berpenghasilan Rp /hari. Diasumsikan dalam satu tahun adalah 300 hari kerja. Penghasilan total penambang pasir dapat dilihat pada tabel

75 Tabel 10. Pendapatan Penambang Pasir Pendapatan (Rp) Jumlah responden (orang) Pendapatan/hari (Rp) Pendapatan/tahun (Rp) Total Sumber: Data primer, diolah Maret 2011 Berdasarkan pendapatan dari 13 pengusaha pasir dan 34 penambang pasir, penilaian manfaat dari kegiatan penambangan pasir menghasilkan angka Rp /tahun. Pendapatan pengusaha dan penambang pasir merupakan nilai guna langsung dari kegiatan penambangan pasir. Hasil yang didapatkan dari wawancara dan pengamatan lapang, rata-rata 25 supir mendapatkan keuntungan masing-masing Rp per harinya sebagai pembeli pertama. Sementara itu, buruh pengangkut pasir setiap hari memperoleh pendapatan Rp Rata-rata dalam satu hari diperoleh estimasi nilai guna tidak langsung sebesar Rp Asumsi hari kerja dalam satu tahun adalah 300 hari kerja, sehingga nilai guna tidak langsung dari kegiatan penambangan pasir di Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari adalah sebesar Rp per tahun. Nilai guna (langsung dan tidak langsung) dari kegiatan penambangan pasir adalah Rp per tahun. Penambangan pasir di lokasi penelitian diperkirakan akan habis dalam 2,5 tahun, sehingga total nilai guna dari kegiatan penambangan pasir adalah sebesar Rp Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Berdasarkan panduan perhitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan, terdapat dua komponen konsep ganti rugi pada kasus 62

76 galian C (penambangan batu, pasir, dan tanah) yaitu biaya kerugian ekologis dan biaya kerugian ekonomi. Biaya pada panduan perhitungan merupakan biaya yang ditetapkan pada tahun 2006, sedangkan penelitian dilakukan pada tahun 2010 sehingga tetapan biaya yang digunakan untuk menilai kerusakan lingkungan disesuaikan dengan konsep future value. F = P (1 + i) n Dimana: F : biaya di tahun 2010 P : tetapan biaya di tahun 2006 i : suku bunga yang digunakan pada saat penelitian, yaitu 6,5% n : lama waktu, yaitu 4 tahun 1. Biaya kerugian ekologi a. Biaya pembuatan reservoir Lahan sawah yang dialih fungsikan menjadi pertambangan pasir mengakibatkan hilangnya fungsi tanah sebagai penyimpan air. Pembangunan tempat penyimpanan air buatan diperlukan untuk menggantikan fungsi tanah yang hilang tersebut. Menurut BPT Bogor (2005) UdalamU KLH (2006), diketahui bahwa lahan sawah dapat menyerap air sekitar 900 m 3 (900 ribu liter) per hektar, sehingga reservoir tersebut harus memiliki kapasitas air sebanyak 900 m 3. Untuk menampung air sebanyak 900 m 3 diperlukan reservoir berukuran lebar 15 m, panjang 20 m, dan tinggi 3 m. Biaya pembangunan diasumsikan Rp per m 2 (pada tahun 2006), dengan konsep future value, asumsi biaya pada tahun 2010 adalah Rp Per hektar lahan sawah yang rusak diperlukan biaya : 63

77 = {(2 x 3 x 15) + (2 x 3 x 20) + (15 x 20)} x Rp /m2 = 510 m2 x Rp /m2 = Rp Luas lokasi penambangan adalah 1,064 ha, maka biaya pembuatannya (CR) adalah : = 1,064 ha x Rp /ha = Rp Biaya pemeliharaan reservoir sampai lahan terdegradasi pulih (CPMR) yaitu selama 100 tahun dengan biaya Rp per tahun (pada tahun 2006) atau Rp (pada tahun 2010): = Rp /th/ha x 100 th x 1,064 ha = Rp Biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara reservoir buatan untuk 1,064 ha (CFTA) adalah sebesar Rp b. Pengaturan tata air Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air untuk keperluan budi daya dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) menurut Manan, Wasis, Rusdiana, Arifjaya, dan Purwowidodo (1999) UdalamU KLH (2006) untuk tanaman budidaya Rp /ha (Rp /ha di tahun 2010) dan penyediaan air minum (PAM) Rp /ha (Rp /ha di tahun 2010), sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk pengaturan tata air untuk luas 1,064 ha dengan asumsi perbaikan lahan selama 100 tahun sebesar : CTA = 1,064 ha x (Rp Rp ) x 100 th = Rp c. Pengendalian erosi dan limpasan Biaya pengendalian erosi dan limpasan akibat konversi hutan alam menjadi hutan sekunder dan tanah terbuka dengan pembuatan teras dan rorak 64

78 didasarkan perhitungan Manan et al (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp per ha (Rp per ha di tahun 2010). Biaya yang dibutuhkan untuk pengendalian erosi dan limpasan seluas 1,064 ha adalah : CEL = 1,064 ha x Rp /ha = Rp d. Pembentukan tanah Biaya pembentukan tanah menurut Hardjowigeno (1993) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp /ha (Rp di tahun 2010) dikalikan dengan solum tanah yang hilang dibagi 2,5 mm. Tanah yang hilang adalah 50 cm dan luas lahan penambangan 1,064 ha. CPT = 500 mm/2,5 mm x Rp /ha x 1,064 ha = Rp e. Pendaur ulang unsur hara Biaya hilangnya unsur hara menurut Wasis (2005) UdalamU KLH (2006) akibat penambangan galian C adalah Rp /ha (Rp di tahun 2010), sehingga dengan lokasi penambangan seluas 1,064 ha diperlukan biaya sebesar : CUH = 1,064 ha x Rp /ha = Rp f. Pengurai limbah Biaya pengurai limbah yang hilang karena kerusakan lahan menurut perhitungan Pangestu dan Ahmad (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp per ha (Rp di tahun 2010). Biaya yang dibutuhkan untuk pengurai limbah pada lahan seluas 1,064 ha adalah: CPL = 1,064 ha x Rp /ha = Rp ,6 65

79 g. Pemulihan biodiversity Biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan keanekaragaman hayati yang hilang akibat rusaknya lahan karena galian C menurut perhitungan Pangestu dan Ahmad (1998) UdalamU KLH (2006) yaitu sebesar Rp /ha (Rp pada tahun 2010), sehingga untuk lahan seluas 1,064 ha adalah : CPB = 1,064 ha x Rp /ha = Rp h. Sumberdaya genetik Biaya pemulihan akibat hilangnya sumberdaya genetik adalah sebesar Rp /ha (Pangestu dan Ahmad, 1998 UdalamU KLH, 2006), dengan konsep future value maka pada tahun 2010 biaya pemulihan adalah sebesar Rp /ha, sehingga untuk lahan seluas 1,064 ha biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan adalah sebesar: Cgen = 1,064 ha x Rp /ha = Rp ,6 i. Pelepasan karbon Biaya pelepasan karbon menurut Pangestu dan Ahmad (1998) UdalamU KLH (2006) adalah sebesar Rp /ha (Rp /ha di tahun 2010). Biaya yang dibutuhkan untuk pemulihan lahan seluas 1,064 ha adalah sebagai berikut: Ccar = 1,064 ha x Rp /ha = Rp ,4 Total biaya ekologi (CKEg) : CKEg = CFTA + CTA + CEL + CPT + CUH + CPL + CPB + Cgen + Ccar = Rp Rp Rp Rp Rp Rp ,6 + Rp Rp ,6 + Rp ,4 = Rp ,6 66

80 2. Biaya Kerugian Ekonomi a. Nilai batu, pasir, dan tanah Akibat adanya pengambilan tanah dan batu di penambangan pasir Desa Sukaresmi pada lahan seluas 1,064 ha dengan kedalaman 12 m (volume = m 3 ), dimana nilai batu, pasir, dan tanah sebesar Rp /m 3 (KLH, 2006) atau Rp /m 3 pada saat penelitian, maka biaya kerusakan akibat pengambilan batu dan pasir adalah sebesar : CBPT = m 3 x Rp /m 3 = Rp b. Umur pakai lahan Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting yang patut dipertimbangkan yaitu hilangnya umur pakai lahan selama 100 tahun. Alih fungsi lahan dari sawah menjadi penambangan pasir menyebabkan hilangnya fungsi lahan tersebut dalam memproduksi padi. Penilaian hilangnya produksi padi dilakukan untuk mengetahui berapa besar kerugian yang diterima akibat alih fungsi lahan tersebut. Luas lahan persawahan yang dikonversi menjadi panambangan pasir adalah sebesar 1,064 ha. Produksi rata-rata padi di lokasi penelitian adalah 12 ton/ha/tahun, sehingga padi yang seharusnya dihasilkan adalah 12,768 ton/tahun. Harga yang diterima petani setempat adalah Rp 2.900/kg padi. Sehingga perhitungan hilangnya penerimaan petani akibat hilangnya produksi padi adalah sebesar Rp /tahun atau selama 100 tahun sebesar Rp Estimasi biaya total kerugian ekonomi pada lokasi penambangan seluas 1,064 ha adalah Rp

81 Dengan menjumlahkan biaya total kerugian ekologi dan biaya total kerugian ekonomi, maka diperoleh estimasi nilai kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan penambangan pasir seluas 1,064 ha yaitu Rp ,6. Nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai guna yang diperoleh dari kegiatan penambangan pasir. Berdasarkan nilai tersebut maka diperlukan pengendalian kegiatan penambangan pasir di Desa Sukaresmi. Pengendalian tersebut seharusnya juga diterapkan di desa-desa lainnya, meskipun kegiatan penambangan yang dilakukan memiliki skala yang lebih kecil. 68

82 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengusaha pasir, penambang pasir, supir truk pengangkut pasir, dan buruh pengangkut pasir merupakan pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penambangan pasir ini. Pemerintah sebagai pihak luar tidak banyak terlibat dalam kegiatan penambangan dikarenakan kegiatan tersebut bersifat ilegal/tidak memiliki izin. 2. Lahan sawah yang dikonversikan menjadi lahan untuk kegiatan penambangan pasir mengakibatkan hilangnya fungsi dan multifungsi lahan sawah. Manfaat yang hilang meliputi aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya. 3. Total nilai guna dari kegiatan penambangan pasir adalah sebesar Rp Terdiri dari nilai guna langsung (pendapatan pengusaha pasir dan penambanga pasir) dan nilai guna tidak langsung (pendapatan supir dan buruh pengangkut pasir). 4. Nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir diperoleh dari nilai kerugian ekologi dan nilai kerugian ekonomi, termasuk hilangnya produksi padi yaitu sebesar Rp ,6. 69

83 7.2 Saran 1. Diperlukan peran pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam pengendalian kegiatan pasir tersebut. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penilaian ekonomi total dari kegiatan penambangan pasir agar estimasi nilai guna dan nilai kerusakan akibat kegiatan tersebut lebih akurat. 70

84 DAFTAR PUSTAKA Anonim Geografi Kabupaten Bogor. Uhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_BogorU. diakses pada tanggal 17 Maret Laporan Pertanggung Jawaban Akhir Tahun Kepala Desa Sukaresmi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Data Monografi Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun Laporan Tahunan Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Mengenai Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Penambangan Bahan Galian Golongan C. Ansahar Valuasi Ekonomi dan Dampak Lingkungan pada Penambangan Pasir Darat di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pembinaan Hukum Nasional Segi-segi Hukum dari Pengelolaan Lingkungan Hidup. Binacipta. Champ, P. A., K. J. Boyle & T. C. Brown A Primer Non-market Valuation. Kluwer Academic Publisher, New York. Dewi, E. S Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djajadiningrat, S. T Paper Seminar Nasional Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi, Manado. Fachruddin, K Pendekatan Analisa Cost Benefit sebagai Alat Pengambilan Keputusan dalam Menentukan Konservasi Daerah Lahan Basah. Pengantar ke Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Fauzi, A Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Furi, D. R Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksesibilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa (Kasus Pembangunan Perumahan Dramaga Pratama di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 71

85 Handayani, T Nilai Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kementerian Lingkungan Hidup Panduan Perhitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. KLH, Jakarta. Kustiawan, I Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara dalam Prisma No.1. Pustaka LP3ES, Jakarta. Mangkoesoebroto, G Ekonomi Publik Edisi Ketiga. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Munir, M Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejarteraan Rumahtangga Petani (Kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah). Skripsi pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahmanto, B., Irawan B., Agustin N. K Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap Alih Fungsi ke Penggunaan Non Pertanian, Bogor. Rani, I Pengaruh Kegiatan Pertambangan Pasir Terhadap Kualitas Tanah, Produktivitas Lahan, dan Vegetasi serta Upaya Rehabilitasinya. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rusli, S Pengantar Ilmu Kependudukan. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Sihaloho, M Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus di Kelurahan Mulyaharjo, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Tesis Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soedarmo dan Hadiyan Petunjuk Bahan Praktek Galian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Utama, D. F Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Sawah di Kabupaten Cirebon. Skripsi pada Departemen Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Utomo, et al Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Universitas Lampung, Lampung. Wawo, M Penilaian Ekonomi Terumbu Karang : Studi Kasus di Desa Ameth Pulau Nusalaut Propinsi Maluku. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yakin, A Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan : Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo, Jakarta. 72

86 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 73

87 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian 74

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN

ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN ANALISIS NILAI GUNA EKONOMI DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR GIAN YUNIARTO WILO HARLAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat. Kegiatan pertambangan adalah secara aman dan menguntungkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat. Kegiatan pertambangan adalah secara aman dan menguntungkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan, Lingkungan, dan Kesejahteraan Masyarakat Kegiatan pertambangan adalah secara aman dan menguntungkan mengambil bahan mineral dari dalam tanah (Acton 1973 UdalamU Rani

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN DAS CIDANAU (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) ANI TRIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Proses dan Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Proses dan Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Proses dan Pihak-Pihak Terlibat dalam Kegiatan Penambangan Pasir Kegiatan penambangan galian C di Kecamatan Tamansari sudah berlangsung sejak sekitar 50 tahun

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN SEBAGAI INFORMASI BAGI UPAYA PENINGKATAN NILAI PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (Kasus Desa Citaman DAS Cidanau) ADE FAHRIZAL DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Banjir Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, dengan ketinggian melebihi batas normal. Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batu Bara Kegiatan penambangan merupakan proses ekstraksi bahan mineral yang bernilai ekonomis dari lapisan bumi demi memenuhi kebutuhan manusia (Gregory, 1983 disitasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya alam tambang di kawasan hutan telah lama dilakukan dan kegiatan pertambangan dan energi merupakan sektor pembangunan penting bagi Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral tentang alam, panas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang, baik itu dalam hal politik maupun perkembangan ekonomi. Sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI

ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI ESTIMASI MANFAAT DAN KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR: Studi Kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi YUDI BUJAGUNASTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law. Pengertian Istilah bahasa inggris ; Mining law. Hukum pertambangan adalah hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan biji-biji dan mineralmineral dalam tanah. (ensiklopedia indonesia). Hukum

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: -2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan

Lebih terperinci

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri. Restorasi Organik Lahan Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri Ex-Tambang Restorasi Perubahan fungsi lahan pada suatu daerah untuk pertambangan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN DI PENAMBANGAN PASIR DARAT DI KOTA TARAKAN, KALIMANTAN UTARA. Oleh : Ansahar 1

PENILAIAN EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN DI PENAMBANGAN PASIR DARAT DI KOTA TARAKAN, KALIMANTAN UTARA. Oleh : Ansahar 1 PENILAIAN EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN DI PENAMBANGAN PASIR DARAT DI KOTA TARAKAN, KALIMANTAN UTARA Oleh : Ansahar 1 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak ekonomis dan dampak lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, air bersih dan energi. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineralnya

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBERDAYA ALAM

MANAJEMEN SUMBERDAYA ALAM MANAJEMEN SUMBERDAYA ALAM PENGAJAR : Dr.Ir. GUNAWAN BUDIYANTO LIS NOER AINI,SP,M.Si AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PEMAHAMAN DASAR Sumberdaya alam (SDA) adalah sesuatu yang berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN (Studi Kasus : Pertambangan Kapur dan Tanah Liat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci