KATA PENGANTAR. Bandung, Juni 2007 Tim Survei Terpadu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Bandung, Juni 2007 Tim Survei Terpadu"

Transkripsi

1 SARI Indikasi permukaan daerah panas bumi Bonjol dicirikan oleh adanya fosil alterasi dan pemunculan airpanas di empat lokasi yaitu airpanas Padang Baru yang dikontrol oleh sesar Padang Baru dan airpanas Sungai Limau, Takis dan Kambahan dikontrol oleh sesar Takis dengan temperatur antara 49,7-87,9 ºC. Semua air panas di daerah Bonjol termasuk kedalam tipe air klorida, terletak pada partial equilibrium, sebagai indikasi hot water dominated. Sistem panas bumi di daerah ini, kemungkinan up flow tipe vulkanik, dengan sumber panas berada di dua lokasi dan berada pada suatu zona depresi yang membentuk graben, yaitu Bukit Binuang dengan produk batuan berkomposisi andesitik dan indikasi adanya tubuh intrusi (laccolith?) di bawah air panas S. Takis dari hasil pengukuran gaya berat. Temperatur bawah permukaan yang berhubungan dengan reservoir panas bumi, diperkirakan sekitar 180 o C, termasuk tipe temperatur sedang, menggunakan persamaan geotermometer SiO 2 (168 o C) dan NaK (188 o C). Hasil kompilasi dari geologi, geokimia dan geofisika, diperoleh areal prospek berada di daerah depresi dan di batasi oleh tahanan jenis rendah (< 15 Ohm-m), memanjang mulai dari airpanas Takis, Sungai Limau sampai ke airpanas Padang Baru, dengan luas daerah prospek 7,5 Km². Potensi cadangan terduga di daerah panas bumi Bonjol adalah 50 Mwe, dengan asumsi tebal reservoar 2000 m, pendugaan temperatur bawah permukaan adalah 180 C. i

2 KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan laporan akhir dari kegiatan survei terpadu daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat yang telah dilakukan pada bulan April Mei Tujuan dari survei terpadu ini adalah untuk mengetahui sistem panas bumi daerah penyelidikan yang meliputi karakteristik fluida, luas daerah prospek, dan besarnya potensi panas bumi. Laporan akhir adalah laporan pertanggung jawaban lapangan yang berisi hasil survei terpadu secara lengkap meliputi pengambilan data lapangan, pengolahan data, dan interpretasi dari survei tepadu ini. Hasil penyelidikan ini akan disajikan secara lengkap dalam laporan akhir ini. Bandung, Juni 2007 Tim Survei Terpadu ii

3 DAFTAR ISI Halaman SARI... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v Daftar Foto... vi Daftar Lampiran... vii I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyelidikan Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Lokasi dan Pencapaian Daerah Penyelidikan Keadaan Daerah Penyelidik Terdahulu Geologi Regional Struktur Geologi Regional... 9 II JENIS PENYELIDIKAN Geologi Metode Penyelidikan Teori Dasar Cara Kerja Lapangan Analisis Laboratorium Peralatan Data yang dihasilkan Geokimia Metode Penyelidikan Lapangan Teori Dasar Cara Kerja Lapangan Analisis Laboratorium Data yang Dihasilkan Peralatan Geolistrik dan Head On Metode Penyelidikan Lapangan Teori Dasar Cara Kerja Lapangan Data yang Dihasilkan iii

4 2.3.5 Peralatan Gaya Berat Metode Penyelidikan Lapangan Teori Dasar Cara Kerja Lapangan Data yang Dihasilkan Peralatan Geomagnet Metode Penyelidikan Lapangan Teori Dasar Cara Kerja Lapangan Data yang Dihasilkan Peralatan III HASIL PENYELIDIKAN Geologi Geologi DaerahPenyelidikan Stratigrafi Daerah Penyelidikan Struktur Geologi Daerah Penyelidikan Manifestasi Panas Bumi Perhitungan Kehilangan Panas Hidrogeologi Geokimia Hasil Analisis Air Karakteristik Kimia Air Isotop O18 dan 2 H Sebaran Temperatur Udara Tanah Sebaran ph sampel tanah Sebaran Merkuri (Hg) dari sampel tanah Sebaran CO 2 udara tanah Pendugaan Temperatur Bawah Permukaan Analisis Fluida Sistim Panas Bumi Geolistrik dan Head On Geolististrik Schlumberger Head-On Analisis Keprospekan Gaya Berat Penentuan Titik Base Densitas Batuan Sebaran Anomali Bouguer iv

5 3.4.4 Sebaran Anomali Bouguer Rergional Sebaran Anomali Bouguer Sisa Model Gaya Berat Analisis Struktur Geomagnet Profil Anomali Magnet Sisa Sebaran Anomali Magnet Analisis Anomali Magnet Model Penampang Magnet 2D IV PEMBAHASAN Kondisi Umum Geologi Hidrogeologi Manifestasi Panas Bumi Sistim Panas Bumi Sumber Panas Reservoir Batuan Penudung Peluang dan Kendala Pengembangan Panas Bumi Bonjol Areal Prospek Panas bumi Aspek Lingkungan Potensi Energi Panas Bumi Rekomendasi Lokasi Bor V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Daftar Pustaka v

6 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1 Data komposisi kimia air panas di daerah Bonjol, Sumatera Barat Hasil Perhitungan Panas yang hilang (Heat Loss) Data Lapangan Sampel air Daerah Panas Bumi Bonjol Data hasil analisis Air, Daerah panas bumi Bonjol Data Isotop δd dan δ 18 O Air Panas Bumi Bonjol Densitas Contoh Batuan Daerah Panas Bumi Bonjol Saran Bor Landaian Suhu vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1 Tectonic setting dan jalur gunungapi di Indonesia Peta Penyebaran Panas Bumi di Provinsi Sumatera Barat (Data Base Panas Bumi, 2006) Peta Indek Lokasi Penyelidikan Peta geologi Regional Lembar Lubuk Sikaping Peta Geologi Lembar Padang Konfigurasi Schlumberger Sistem pengukuran Head-On dimana lintasan yang dilalui AB memotong tegak lurus sesar OC Peta Geomorfologi daerah panas bumi Bonjol Peta lokasi titik amat dan pengambilan sampel batuan daerah panas bumi Bonjol Peta geologi daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman Peta sebaran air (resapan, munculan, limpasan) daerah panas bumi Bonjol, Kab. Pasaman Sumbar Peta lokasi pengambilan sampel geokimia Diagram Segitiga Cl-SO 4 -HCO 3, Daerah Panas Bumi Bonjol Diagram Segitiga Na-K-Mg, Daerah Panas Bumi Bonjol Diagram Segitiga Cl-Li-B, Daerah Panas Bumi Bonjol Ploting Isotop δd terhadap δ 18 O Air Panas Bumi Bonjol Peta Sebaran Suhu Tanah daerah panas Bumi Bonjol Peta Sebaran ph Tanah daerah panas Bumi Bonjol Peta Sebaran Hg Tanah daerah panas Bumi Bonjol Peta Sebaran CO 2 Udara Tanah daerah panas Bumi Bonjol Peta Tahanan Jenis Semu AB/2=250 meter Peta Tahanan Jenis Semu AB/2=500 meter Peta Tahanan Jenis Semu AB/2=800 meter Peta Tahanan Jenis Semu AB/2=1000 meter Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan A Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan B Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan C Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan D Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan E Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan F Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan G Penampang Tahanan Jenis Semu Lintasan H Penampang Sounding Lintasan B vii

8 Penampang Sounding Lintasan E Penampang Sounding Lintasan F Penampang Sounding Lintasan A,B,C,D,E,F,G Penampang Head-On Lintasan C Penampang Head-On Lintasan F Grafik untuk mendapatkan nilai estimasi densitas dan regresi linier Peta Anomali Gaya Berat Bouguer Daerah Bonjol Peta Anomali Gaya Berat Bouguer Regional Daerah Bonjol Peta Anomali Gaya Berat Bouguer Sisa Daerah Bonjol Model Gayabera t 2D pada penampang A-B Model Gayabera t 2D pada penampang C-D Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan A Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan B Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan C Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan D Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan E Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan F Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan G Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan A,B,C,D,E,F dan G Peta Anomali Magnet Sisa daerah panas bumi Bonjol Model Geomagnet 2D pada penampang X - Y Model Panas Bumi Tentatif daerah Panas Bumi Bonjol Peta Kompilasi Penyelidikan Terpadu Daerah panas Bumi Bonjol viii

9 DAFTAR FOTO Foto Halaman 3.1 Morfologi berlereng terjal berupa perbukitan memanjang di baian timur daerah penyelidikan dengan latar depan merupakan pedataran yang menempati bagian tengah daerah penyelidikan. 3.2 Morfologi bagian tengah daerah penyelidikan didominasi oleh satuan pedataran dengan latar belakan perbukitan berlereng sedang terjal di bagian barat, diambil dari Bukit Malintang. 3.3 Morfologi kerucut Bukit Binuang bagian selatan, mempunyai kemiringan lereng sedang, merupakan kerucut vulkanik termuda yang ada di daerah penyelidikan. 3.4 Morfologi kerucut Bukit Gajah berlereng sedang di sebelah barat laut 32 daerah penyelidikan. 3.5 Batuan sedimen Fm. Sihapas memperlihatkan dengan bidang Perlapisan relatif tegak, di sebelah timur laut daerah penyelidikan Singkapan batuan konglomerat, padu dari Fm. Sihapas, di tebing sungai, sebelah timur laut daerah penyelidikan Singkapan lensa batubara dalam sedimen Fm. Sihapas, di tebing sungai, sebelah timur laut daerah penyelidikan Singkapan lava tua memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joints), berupa tebing di pinggir jalan raya Bonjol Lubuk Sikaping Singkapan lava dasitik memperlihatkan struktur berlembar (sheeting 38 joints), mineralisasi di sebelah timur laut daerah penyelidikan (Bk. Malintang) Pemisahan emas almagam dari pengotor dengan cara medulang, di 38 lokasi penambangan emas rakyat Bukit Malintang 3.11 Singkapan lava andesitik di lokasi objek wisata ikan banyak, di desa 39 Alahan Mati, sebelah barat daya daerah penyelidikan Singkapan lava afanitik, di sungai Alahan Mati di objek wisata ikan 39 banyak, sebelah barat daya daerah penyelidikan Singkapan lava andesitik, vesikuler didasar sungai, sebelah barat 40 daya daerah penyelidikan Singkapan batuan sedimen berlapis, dengan dip < 5, di pinggir jalan 41 Kp. Lundiang, bagian tengah daerah penyelidikan Fosil ranting kayu dalam batuan sedimen, dibagian tengah daerah 41 penyelidikan Singkapan aliran piroklastik dominan batuapung (pumice flow), 42 berupa tebing bukit di Ds. Kambahan, bagian tengah daerah penyelidikan Singkapan aliran piroklastik kontak dengan batuan sedimen di bawahnya, lokasi tempat pembuatan bata (leo), bagian selatan daerah penyelidikan Lava Bukit Gajah yang memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joint) Lava Bukit Tinggi berjenis andesit-basaltik, struktur sangat vesikuler, di Ds. Watas, pinggir jalan raya Bonjol Lubuk Sikaping, bagian utara daerah penyelidikan Lubang bekas keluarnya gas-gas (vesikuler) pada satuan lava Bukit Tinggi, bagian utara daerah penyelidikan ix

10 3.21 Batuan alterasi pada satuan batuan lava Bukit Tinggi, di bagian barat laut daerah penyelidikan Satuan batuan lava 1 Bukit Simarabun, sheeting joint, lokasi pinggir jalan menuju Ds. Air Abu, di bagian tenggara daerah penyelidikan Satuan batuan lava 2 Bukit Simarabun, sheeting joint, lokasi di Ds. Air Abu, di bagian tenggara daerah penyelidikan Satuan batuan lava Bukit Binuang, berjenis andesit piroksen, Lokasi lereng barat Bukit Binuang Satuan endapan aluvium di aliran S. Alahan Panjang, di bagian tengah daerah penyelidikan Zona sesar di satuan batuan lava Bukit Malintang berupa hancuran batuan dan kekar-kekar, di bagian timur daerah penelidikan Zona sesar di satuan batuan sedimen Fm. Sihapas, berupa hancuran batuan, kekar-kekar, dan lapisan relatif tegak, lokasi di bagian timur laut daerah penelidikan Batuan ubahan sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian barat lereng Bukit Malintang Pemunculan mata air panas Padang Baru sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian mata air panas Padang Baru Batuan ubahan sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian barat laut daerah penyelidikan Zona hancuran batuan di sekitar Ds. Kambahan, lokasi di bagian tengah - utara daerah penyelidikan Lava yang terkekarkan dan pemunculan mata air Panas Bumi Sebagai indikasi zona struktur, lokasi di S. Langkuik, Ds. Kambahan, 3.33 Mata air panas Padang Baru, bertemperatur± 49.7 C,pH= 6.5, terdapat sinter karbonat dan endapan oksida besi Mata air panas Sungai Takis, bertemperatur± 87.9 C, ph= 6.9, beruap, terdapat sinter karbonat cukup tebal dan endapan oksida besi Mata air panas Sungai Takis, bertemperatur± 87.9 C, ph= 6.9, bening, terdapat sinter karbonat cukup tebal dan endapan oksida besi penampungan air panas Takis bekas peninggalan Belanda, digunakan untuk pemandian, lokasi sekitar mata air panas S. Takis Mata air panas S. Limau, muncul pada aluvium sungai, bertemperatur ± 73.5 C, ph= 7.3, jernih, terdapat bualan, beruap, dan terdapat sedikit sinter karbonat (travertin) Mata air panas S. Limau, muncul pada aluvium sungai, bertemperatur ± 73.5 C, ph= 7.3, jernih, terdapat bualan, beruap, dan terdapat sedikit sinter karbonat dan endapan oksida besi Mata air panas Kambahan, muncul pada aluvium sungai Langkuik, ± C, ph= 7.5, jernih, terdapat sedikit bualan Batuan ubahan dan mineralisasi di sekitar Bukit Malintang, di bagian 52 timur daerah penyelidikan Batuan ubahan di sebelah barat kaki Bukit Malintang, di bagian timur 52 daerah penyelidikan Penambangan emas rakyat di daerah mineralisasi Bukit Malintan, 52 Bagian timur daerah penyelidikan Batuan ubahan di sebelah barat laut daerah penyelidikan Batuan ubahan yang didominas mineral lempung dan pirit, Lokasi di 53 sebelah barat laut daerah penyelidikan x

11 xi

12 LAPORAN SURVEI TERPADU DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT Oleh : Tim Survei Terpadu No : 5/PB/BGD/2007 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Nomor : / /-/2007 BANDUNG 2007 xii

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelidikan Sumber daya energi panas bumi secara umum berasosiasi dengan daerah magmatik dan vulkanik sebagai sumber panasnya (heat source) dalam suatu sistem panas bumi. Kepulauan Indonesia yang berada di jalur gunungapi merupakan daerah yang berpotensi bagi terbentuknya energi panas bumi. Jalur gunungapi tersebut membentang sepanjang pantai barat Pulau Sumatera menerus ke daerah selatan Pulau Jawa, memanjang hingga ke Pulau Bali dan Nusa Tenggara, kemudian berbelok ke arah utara ke Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Filipina. Pembentukan busur vulkanik menjadi landasan terhadap besarnya potensi panas bumi di Indonesia (Gambar 1.1). Meskipun di beberapa tempat di Pulau Sulawesi sumber panas terkadang berasosiasi dengan munculnya tubuh-tubuh plutonik. U Gambar 1.1 : Tectonic setting dan jalur gunungapi di Indonesia (Katili, 1973). Dewasa ini, energi panas bumi merupakan salah satu energi alternatif yang cocok dikembangkan di wilayah Indonesia melihat besarnya potensi panas bumi yang terkandung di bawahnya dan tersebar di 256 lokasi panas bumi, dan 16 lokasi tersebar 1

14 di provinsi Sumatera Barat (Gambar 1.2). Selain itu juga energi panas bumi mempunyai keunggulan sebagai energi yang dapat diperbaharui (renewable) dan ramah lingkungan. Gambar 1.2 : Peta Penyebaran Panas Bumi di Provinsi Sumatera Barat, (Data Base Panas Bumi, 2006). Kabupaten Pasaman secara ekonomi termasuk kedalam dua kabupaten tertinggal yang berada di wilayah Propinsi Sumatera Barat, yang saat ini sedang giat-giatnya mengembangkan potensi yang ada di wilayahnya guna mengejar ketinggalan dari daerah lain, salah satunya adalah dengan melakukan eksplorasi di bidang energi khususnya energi panas bumi yang dapat dikembangkan menjadi energi listrik (PLTP) untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik dimasa mendatang. Saat ini kebutuhan listrik di Kabupaten Pasaman disuplai dari pembangit listrik yang berada di Bukit Tinggi. Daerah Bonjol merupakan salah satu lokasi panas bumi yang berada di Kabupaten Pasaman dan berdasarkan manifestasi panas buminya merupakan daerah yang cukup menarik untuk diteliti karena berdasarkan penyelidik terdahulu diketahui bahwa daerah ini memiliki potensi panas bumi sumber daya spekulatif yang cukup besar yaitu sebesar 100 MWe. Untuk mengetahui sistem panas bumi dan besarnya potensi cadangan terduga di daerah ini, maka diperlukan suatu penyelidikan terpadu yang meliputi metode geologi, geokimia, dan geofisika (geomagnet, gaya berat dan geolistrik). 2

15 1.2 Maksud dan Tujuan Penyelidikan tahap rinci/terpadu dengan metode geologi, geokimia dan geofisika secara terpadu oleh Pusat Sumber Daya Geologi di daerah panas bumi Bonjol merupakan realisasi dari program kerja Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi pada tahun anggaran Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui indikasi batuan perangkap panas, suhu fluida di kedalaman, konfigurasi batuan, struktur/patahan, luas daerah prospek, model panas bumi, dan potensi cadangan panas bumi terduga daerah panas bumi Bonjol. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penyelidikan terpadu di daerah panas bumi Bonjol terdiri dari : 1. Lingkup kegiatan geologi meliputi : a) pengamatan bentang alam (morfologi), b) pengeplotan titik ukur, c) pemerian jenis batuan, dan hubungan antar satuan batuan (stratigrafi), d) pengamatan/pengukuran gejala-gejala struktur geologi seperti kekar-kekar (joints), bidang sesar, dan gores garis, dan e) melakukan beberapa jenis pengukuran antara lain temperatur dan debit air panas, serta identifikasi batuan alterasi dan endapan fluida hidrotermal (sinter) di lokasi manifestasi panas bumi (batuan alterasi, fumarola, tanah panas, mata air panas). 2. Lingkup kegiatan geokimia meliputi: a) pemetaan Hg dan CO 2, b) estimasi temperatur fluida reservoir dengan geotermometer, dan c) analisis kimia fluida panas bumi. 3. Lingkup kegiatan geofisika meliputi: a) memetakan sebaran sifat fisis, batuan bawah permukaan, b) melakukan pendugaan bawah permukaan terhadap sifat-sifat fisis yang berkaitan dengan panas bumi, dan c) menghitung potensi energi panas bumi di daerah penyelidikan. 3

16 Lokasi dan Pencapaian Daerah Penyelidikan Secara administratif daerah panas bumi Bonjol termasuk dalam wilayah Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Luas daerah untuk penyelidikan geologi adalah (14 x 14) km 2, berada pada posisi geografis antara 100 o 8 51, o 16 27,48 BT dan 0 o 3 46,08 LU 0 o 3 43,2 LS, (Gambar 1.3 ). Untuk penyelidikan geokimia dan geofisika luas daerahnya kurang lebih 8 x 8 km 2. Daerah penyelidikan termasuk dalam peta topografi (Bakosurtanal) sekala 1 : Daerah penyelidikan dapat dicapai dari Bandung dengan menggunakan pesawat udara rute Bandung-Padang atau Jakarta-Padang, selanjutnya menggunakan kendaraan roda empat jurusan Padang Bonjol (Lokasi). Atau lewat jalan darat dengan jalur Bandung Merak Lampung Padang Bonjol (Lokasi) dilalui jalan raya lintas Sumatera hingga di desa Belimbing (base camp) di Kecamatan Bonjol dengan lama perjalanan menghabiskan waktu sekitar 2 hari. Lokasi Penyelidikan Gambar 1.3 : Peta Indek Lokasi Penyelidikan. 1.5 Keadaan Daerah a) Letak Geografis Kecamatan Bonjol terletak pada koordinat geografis BT dan LU LS dengan ibukotanya Nagari Ganggo Mudiak. Luas wilayah kecamatan sekitar Km 2 dan berada pada elevasi m. Daerah ini di sebelah utara 4

17 berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Sikaping, sebelah selatan dengan Kabupaten Agam, sebelah barat dengan Kecamatan Alahan Mati, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota. Daerah penyelidikan sebagian besar termasuk ke dalam Kecamatan Bonjol dan sedikit meliputi Kecamatan Alahan Mati. b) Curah Hujan Secara umum di Kabupaten Pasaman beriklim tropis basah, dengan suhu udara tertinggi per tahun adalah 31 ºC dan terendah 20 ºC. Sedangkan rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Bonjol relatif tinggi, dengan curah hujan dan hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Nopember-Desember, yaitu sebesar 519 mm dan 392 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 21 hari dan 20 hari. c) Penduduk Berdasarkan data kependudukan dari tahun 2001 sampai 2005 di Kecamatan Bonjol berjumlah , , , , dan orang, dengan rata-rata pertumbuhan 2.48 %. Penyebaran penduduk di Kecamatan Bonjol untuk masing-masing nagari, yaitu: Nagari Ganggo Mudik jiwa, Ganggo Hilir jiwa, Koto Kecil jiwa, dan Limo Koto jiwa. d) Pertanian Kecamatan Bonjol sebagaian penduduknya bertani padi dan palawija dengan produksi padi sawah sebesar ton dengan luas tanam Ha, jagung 376 ton, ubi Kayu 292 ton, ubi jalar 107 ton, kacang tanah 157 ton, kedele 11 ton, dan kacang hijau 10 ton. Sektor perkebunan mempunyai peranan yang besar terhadap perekonomian Kecamatan Bonjol. Produksi perkebunan yang cukup banyak adalah karet ton, coklat ton, dan nilam ton. Sedangkan hasil perikanan hanya sekitar 113 ton dengan luas areal pemeliharaan 137 Ha. e) Ketenaga listrikan Kebutuhan tenaga listrik di Kabupaten Pasaman dipasok oleh PT. PLN (Persero) Bukit Tinggi. Di Kecamatan Bonjol berdasarkan data PLN Ranting Bonjol yang tertuang dalam buku Bonjol dalam angka tahun 2005, banyaknya pelanggan dan daya listrik yang dibutuhkan masing-masing sebesar VA (rumah tangga), VA (Badan Sosial), VA (keperluan usaha), VA (kantor pemerintah), VA 5

18 (penerangan jalan/lainnya). Total daya listrik pelanggan di Kecamatan Bonjol sebesar VA. f) Pertambangan Sektor pertambangan yang ada di Kecamatan Bonjol adalah tambang bahan galian golongan C berupa pasir, batu gunung, dan kerikil. Sedangkan penambangan emas terdapat di sebelah timur dan baratlaut daerah penyelidikan, yaitu di G. Malintang dan sekitar air panas Takis yang dikelola secara tradisioal oleh penduduk setempat. g) Tata Guna Lahan Secara umum penggunaan lahan daerah penelitian dapat dibagi 3 bagian, yaitu: 1) Hutan Lindung 2) Hutan Suaka Alam dan Wisata 3) Areal Penggunaan Lain (Pemukiman dan pertanian/perkebunan rakyat). 1.6 Penyelidikan Terdahulu Beberapa penyelidik terdahulu yang melakukan penyelidikan di daerah Bonjol baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelidikan kepanasbumian antara lain: Van Bemmelen (1949) dalam penelitiannya tentang geologi di seluruh Indonesia, Nikmatul Akbar (1972) dalam rangka kegiatan inventarisasi dan penyelidikan pendahuluan gejala panas bumi di daerah Sumatra Barat serta Nikmatul Akbar (1980) dalam kegiatan penyelidikan Geologi daerah kenampakan panas bumi Pasaman, Sumatera Barat. Nikmatul Akbar (1972) menyebutkan tentang adanya beberapa kelompok sumber air panas yang muncul di daerah Bonjol, antara lain kelompok sumber air panas Padang Baru, kelompok air panas Mudik, kelompok air panas Sungai Limau dan kelompok air panas Air Putih. Kelompok sumber air panas Padang Baru terletak di Padang Baru Jorong Padang Baru Kenegarian Ganggo Hilir, berada di perkampungan. Koordinat sumber air panas tersebut adalah 100º BT dan 00º LS, dari Bonjol berjarak 1 km kearah selatan. Lokasi ini terdapat pada ketinggian 190 meter diatas permukaan laut. Suhu air panas 43 0 C pada kondisi temperatur udara 29,5 0 C, debit mata air panas 1 l/dt dan ph = 7,6. Disekitar sumber air panas dijumpai endapan sinter silika seluas 1250 m 2. Kelompok sumber air panas Mudik, muncul di Mudik Takis Jorong Sungai Hitam, Kenagarian Ganggo Mudiak. Koordinat lokasi adalah dan 00º LU. Lokasi mata air panas berada pada ketinggian 250 meter diatas muka laut, berjarak 6

19 4 km dari Bonjol. Suhu air panas antara C, pada kondisi suhu udara 29 0 C, debit mata air panas 2,5 l/dt, derajat keasaman (ph) antara 5,8 7. Disekitar pemunculan sumber air panas tersebut dijumpai endapan sinter silika dan dijumpai kepulan uap air disertai desis dan tercium bau belerang yang lemah. Kelompok sumber air panas sungai Limau muncul di hulu sungai Limau, Kenagarian Ganggo Mudiak. Koordinat lokasi adalah dan 00º LU. Mata air panas muncul melalui breksi vulkanik pada ketinggian 270 meter diatas muka laut dengan suhu air panas 61 0 C pada kondisi suhu udara 29 0 C, debit air panas 1 l/dt dan ph = 7. Kelompok sumber air panas Air Putih/Kambahan muncul di Jarak Kambahan Kenagarian Ganggo Mudiak. Sumber air panas muncul pada ketinggian 520 m diatas permukaan laut dengan suhu air panas 52 o C pada suhu udara 23 o C dengan debit 0.45 l/det. Data komposisi kimia air panas yang diperoleh pada penyelidikan pendahuluan yang dilakukan oleh Nikmatul Akbar (1972) adalah seperti pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 : Data komposisi kimia air panas di daerah Bonjol, Sumatera Barat Parameter A.P. Mudik A.P. Padang Baharu A.P. Air Putih ph 6,5 6,0 7,0 Ca ,6 133,0 20,3 Mg 2+ 10,2 23,4 10,6 Fe 3+ 0,1 0,1 <0,1 Mn 2+ 0,0 0,0 0,0 K + 24,4 38,1 6,1 Na + 556,4 927,4 78,8 CO 3 - HCO 3 - SO 4 2-0,0 0,0 0,0 137,1 417,9 71,8 180,5 361,0 56,4 Cl , ,9 104,3 NO 2-0,0 0,0 0,0 CO 2 (bebas) 5,2 36,2 5,2 SiO

20 1.6.1 Geologi Regional Informasi geologi daerah penyelidikan diperoleh dari peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping, Sumatera berskala 1 : , yang ditulis oleh Rock,N.M.S., dkk., 1983 dan peta Geologi Lembar Padang, Sumatera berskala 1 : , yang ditulis oleh Kastowo, dkk., Pulau Sumatera terletak pada bagian tepi baratdaya-selatan dari pada lempeng Benua Eurasia, yang berinteraksi dengan lempeng Samudra Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara-timurlaut. Produk interaksi dari lempeng-lempeng tersebut dipengaruhi oleh besarnya sudut interaksi serta kecepatan dari pada konvergensi lempengnya. Gerakgerak tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk gabungan penunjaman (subduction) dan sesar mendatar dextral yang mantap tetapi bervariasi. Penunjaman yang terjadi pada masa Tersier sampai Resen di bawah Pulau Sumatera mengakibatkan terbentuknya jalur busur magma yaitu Pegunungan Bukit Barisan. Penunjaman yang terbentuk secara berkala telah dilepaskan melalui sesar transform yang sejajar dengan tepian Lempeng (Fitch, 1972) dan terpusat di sepanjang Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang Pulau Sumatera. Geologi Tersier dan Kwarter dari P. Sumatera saat ini merupakan pencerminan yang wajar dari gerak tersebut. Busur magmatik dan cekungan belakang busur memotong hampir sepanjang P. Sumatera dari Sumatera Utara sampai ke Sumatera Selatan, adalah sesar mendatar dextral yang dikenal sebagai sesar Semangko atau sesar besar Sumatera. Sesar mendatar ini terbentuk sebagai akibat daipada sifat interaksi lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Mikro Sunda yang menyerong. Sesar ini mempunyai kedudukan tektonik yang penting karena dapat dianggap sebagai batas antara lempeng mikro Sunda dengan lempeng India-Australia di sebelah baratnya. Dengan demikian perkembangan tektonik Tersier dari pada bagian Sumatera yang berada di sebelah timur sesar Sumatera adalah juga perkembangan tektonik Tersier dari pada lempeng mikro Sunda. Secara regional geologi daerah penyelidikan berdasarkan Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping (Rock,N.M.S., dkk., 1983) terdiri dari batuan sedimen dan metasedimen, batuan gunung api serta batuan terobosan yang berumur mulai dari Paleozoikum sampai Holosen. Selanjutnya pada Peta Geologi Lembar Padang (Kastowo, dkk., 1996) 8

21 disebutkan bahwa batuan yang ada di daerah penyelidikan terdiri dari endapan permukaan, batuan sedimen, batuan gunungapi, batuan malihan serta batuan terobosan yang berumur mulai dari Paleozoikum sampai Holosen. Gambar 1.4 Peta Geologi Regional Lembar Lubuk Sikaping (Rock,N.M.S., dkk., 1983) dan Lembar Padang (Kastowo, dkk., 1996). Gambar 1.5 : Peta Geologi Lembar Padang, (Kastowo, dkk., 1996) Struktur Geologi Regional Secara regional struktur geologi daerah penyelidikan terletak pada zona Sistem Sesar Sumatera (SFS), berarah baratlaut tenggara, membentang mulai dari P. Weh hingga Teluk Semangko, Lampung, Panjang zone sesar ini adalah 1650 km (Katili & Hehuwat 1967, Tjia 1970). Pada awalnya para peneliti beranggapan bahwa sistem sesar ini berupa sesar normal/terban yang khas, tetapi kemudian berpendapat bahwa sistem sesar ini berupa kumpulan sesar yang berarah sejajar dengan umur yang berbeda, beberapa sesar tersebut berumur Kapur Tengah, sedangkan yang lainnya mulai aktif pada Paleogen. 9

22 Tjia, 1977 menyatakan bahwa paling sedikit terdapat 18 segmen yang menyusun sistem sesar ini, yang umumnya tersusun dalam pola sesar en-echelon menganan (dextral). Pergerakan sesar ini masih aktif, sebagai akibat dari dorongan lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Eurasia yang membentuk zona penunjaman di sepanjang pantai barat P. Sumatera. Sebagai akibat pergerakan sistem zona struktur ini, di beberapa tempat terjadi depresi-depresi (graben) terutama pada perpotongan enechelon, akibat dari komponen gaya-gaya yang bersifat tarikan (extension) dalam sistem sesar ini. Daerah penyelidikan berada dalam zona depresi ini. 10

23 BAB II JENIS PENYELIDIKAN 2.1 GEOLOGI Metode Penyelidikan Penyelidikan geologi merupakan bagian dari penyelidikan panas bumi terpadu di daerah Bonjol, Kabupaten Pasaman. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk memetakan manifestasi panas bumi, morfologi, satuan batuan, struktur, serta mempelajari semua parameter geologi yang berperan dalam pembentukan sistem panas bumi di daerah tersebut. Terdapat dua tahapan penyelidikan yang dilakukan, yaitu studi literatur dan penyelidikan lapangan. Studi literatur dilakukan sebelum berangkat ke lapangan, bertujuan untuk mempelajari/mengumpulkan data yang relevan dari hasil penyelidik terdahulu sebagai pembanding terhadap hasil penyelidikan terakhir. Dalam tahapan ini dilakukan pula analisis struktur dari citra satelit. Tahapan ini menghasilkan kerangka berpikir dan efisiensi cara kerja di lapangan yang lebih terarah. Penyelidikan lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data hasil pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan terhadap gejala-gejala geologi, manifestasi dan gejala panas bumi di permukaan. Penyelidikan lapangan terdiri dari tahapan pengamatan, pengukuran, pengambilan contoh, pengolahan data, dan pelaporan. 1) Pengamatan a) pengamatan manifestasi panas bumi seperti jenis, luas daerah dan batuan sekitarnya, b) pengamatan morfologi, meliputi keadaan bentangalam, pemanfaatan lahan dan jenis sungai yang melaluinya, c) pengamatan jenis batuan dan penyebarannya, dan d) pengamatan struktur geologi seperti triangulasi, gawir dan air terjun. 2) Pengukuran a) pengukuran koordinat, letak dan posisi serta luas daerah manifestasi, b) pengukuran arah jurus/kemiringan (strike/dip) perlapisan batuan, dan c) pengukuran arah jurus/kemiringan (strike/dip) struktur geologi d) pengukuran heat loss (panas yang hilang) 11

24 3) Pengambilan Contoh Pengambilan contoh batuan dilakukan secara selektif terhadap batuan yang dianggap mewakili setiap satuan batuan dan penting dalam hubungannya dengan kepanasbumian. Contoh batuan berupa batuan segar maupun batuan ubahan hasil proses hidrotermal untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. 4) Pengolahan Data Data yang diperoleh di lapangan kemudian diplot dalam peta kerangka geologi, berupa data lokasi titik pengamatan, pengambilan contoh petrografi, PIMA dan fission track, arah/kemiringan perlapisan batuan, indikasi struktur geologi, dan lokasi serta penyebaran batuan alterasi. 5) Pelaporan Pelaporan berupa laporan tertulis mengenai hasil penyelidikan, baik lapangan maupun studio. Penyelidikan ini menghasilkan peta geologi dan model tentatif hidrologi yang berhubungan dengan pemunculan manifestasi panas bumi dan penyebarannya Teori Dasar Suatu sistem panas bumi (hidrotermal) terdiri dari beberapa parameter geologi, yaitu sumber panas, zona reservoir, zona penudung, struktur/patahan, sumber fluida dan siklus hidrologi. Sumber panas yang dimaksud adalah massa panas pada aliran fluida panas atau pembawa panas ke permukaan yang akan berinteraksi dengan sistem air tanah bawah permukaan dan terperangkap dalam zona reservoir yang permeabel. Pada umumnya massa panas berbentuk aliran konduksi atau konveksi yang berhubungan dengan kontak sentuh hasil kegiatan vulkanisme. Perangkap fluida panas pada umumnya berupa lapisan batuan yang karena pengaruh tektonik atau perubahan gaya gerak struktur geologi (sesar dan perlipatan) akan membentuk rekahan-rekahan (fractures) sebagai permeabilitas batuan reservoir. Aliran fluida panas muncul ke permukaan melalui suatu saluran yang dapat berupa struktur geologi atau bidang perlapisan batuan, membentuk manifestasi panas bumi seperti mata air panas, lapangan solfatara, dan fumarola, serta batuan ubahan hasil interaksi antara fluida panas dengan batuan di sekitarnya. Melalui penyelidikan yang berdasarkan pada konsep geologi, sumber daya panas bumi diharapkan dapat terbentuk dari suatu model geologi dan vulkanisme, model hidrotermal dan sumber panas. Kelengkapan model-model ini dipadukan dengan hasil penyelidikan 12

25 geokimia dan geofisika, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pembuatan model sistem panas bumi dan penentuan lokasi daerah prospek untuk pengembangan energi panas bumi Cara Kerja Lapangan Cara kerja lapangan dengan melakukan pengamatan, penyelidikan dan pengukuran langsung terhadap gejala-gejala geologi, kemudian memplotnya di peta kerja dan mencatatnya di buku lapangan. Dalam kegiatan lapangan ini dilakukan pemerian batuan secara megaskopis untuk penyusunan satuan batuan dan penyebarannya. Selain itu dilakukan pengambilan contoh batuan secara selektif berupa batuan segar maupun batuan yang telah terubah oleh proses hidrotermal untuk dianalisis di laboratorium Analisis Laboratorium Contoh batuan yang diperoleh di lapangan selanjutnya dianalisis di laboratorium. Analisis yang mungkin dilakukan di laboratorium terdiri dari beberapa jenis seperti berikut ini. 1) Pembuatan atau preparasi sayatan tipis untuk selanjutnya dilakukan analisis petrografi untuk mengetahui komposisi mineral penyusun batuan dan penamaan batuannya. 2) Contoh batuan ubahan yang sudah diseleksi kemudian dipersiapkan untuk analisis PIMA, bertujuan untuk mengetahui jenis mineral ubahan yang terbentuk oleh proses hidrotermal. 3) Melakukan pentarikhan umur absolut terhadap batuan terseleksi yang dianggap paling muda (berumur Kuarter) dengan metode jejak belah (fission track) Peralatan Peralatan dan bahan yang dipergunakan dalam penyelidikan lapangan adalah sebagai berikut : a) kompas geologi, b) altimeter, c) Global Positioning System (GPS) receiver, d) palu geologi, e) loupe (perbesaran 20 kali), f) meteran, g) termometer, 13

26 h) larutan HCl, i) plastik contoh, j) kamera, dan k) buku catatan lapangan dan alat tulis Data yang Dihasilkan Penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium menghasilkan data geologi berupa : a) lintasan pengamatan dan pengambilan contoh batuan, b) geomorfologi, c) geologi, yang mencakup : - jenis batuan, - susunan stratigrafi, - penyebaran batuan, - penyebaran struktur geologi, dan - manifestasi panas bumi. d) hidrogeologi, e) model geologi panas bumi tentatif, f) umur absolut batuan, dan g) petrografi batuan. 2.2 GEOKIMIA Metode Penyelidikan Lapangan Kegiatan penyelidikan lapangan secara geokimia terdiri dari dua tahap pekerjaan, yaitu pekerjaan pralapangan dan pekerjaan lapangan. Kegiatan pralapangan meliputi studi literatur dan analisis data sekunder, serta penyiapan peralatan dan pereaksi. Studi literatur dan analisis data sekunder merupakan kegiatan pengumpulan dan analisis data pustaka melalui identifikasi terhadap hasil penyelidikan terdahulu yang berkaitan dengan geokimia, berdasarkan informasi geologi regional, daerah penyelidikan yang ada atau yang pernah dilakukan di daerah yang akan diselidiki. Sedangkan penyiapan peralatan dan pereaksi dilakukan dengan cara kalibrasi peralatan dan standarisasi pereaksi yang akan digunakan. Kegiatan lapangan meliputi pengamatan, pengukuran, pengambilan contoh, pengolahan data, dan pelaporan. 14

27 1) Pengamatan a) pengamatan jenis manifestasi, b) pengamatan jenis endapan pada manifestasi, c) pengamatan jenis gas pada manifestasi, d) pengamatan sifat fisika air pada manifestasi, dan e) pengamatan tanah pada titik amat pengambilan contoh tanah. 2) Pengukuran a) pengukuran temperatur manifestasi dan udara di lokasi, b) pengukuran ph air, c) pengukuran debit air panas/dingin, d) pengukuran daya hantar listrik air panas/dingin, e) pengukuran temperatur udara tanah dan di lokasi titik amat, f) pengukuran koordinat dan ketinggian lokasi pengambilan contoh, dan g) pengukuran CO 2, CO, H 2 S dan NH 3 dilakukan pada manifestasi hembusan uap air, fumarol dan solfatara. 3) Pengambilan Contoh a) pengambilan contoh air, b) pengambilan contoh tanah, dan c) pengambilan contoh CO 2 udara tanah. 4) Analisis Laboratorium a) analisis contoh air: Cl, HCO 3, SO 4, F, CO 3, Na, K, Li, Mg, B, Ca, Fe, Al, As, SiO 2, dan NH 4, selain ph dan daya hantar listrik yang telah dilakukan di lapangan, b) analisis contoh isotop untuk mengetahui konsentrasi 18 O dan deuterium, dan c) analisis contoh tanah dan udara tanah untuk mengatuhi ph, Hg dan CO 2. 5) Pengolahan data dan Interpretasi a) pengolahan data hasil analisis kimia air berupa ploting komposisi kimia air panas pada diagram segitiga: klasifikasi air panas Cl, SO 4 dan HCO 3, kandungan relatif Na/1000, K/100, Mg, kandungan relatif Cl/100, Li, B/4, serta menghitung pendugaan temperatur bawah permukaan, 15

28 b) pengolahan data hasil pengukuran temperatur, hasil analisis ph, Hg, dan CO 2 serta pembuatan peta distribusinya, dan c) pengolahan data hasil analisis laboratorium contoh isotop. 6) Peralatan dan pereaksi a) peralatan dan pereaksi untuk pengamatan jenis manifestasi, b) peralatan dan pereaksi untuk pengambilan contoh air, c) peralatan untuk pengambilan contoh isotop 18 O dan deuterium, serta d) peralatan untuk pengambilan contoh tanah dan contoh CO 2 udara tanah Teori Dasar Komposisi kimia dari beberapa mata air dapat mengindikasikan kemungkinan bentuk alur hidrologi, dan memberikan pola data jenis manifestasi dan karakteristik kimiawi yang diperlukan untuk merefleksikan derajat pencampuran antara air dingin permukaan dengan air panas yang berasal dari reservoir panas bumi (Wohletz, K., dan Heiken, G., 1992). Manifestasi panas bumi yang muncul ke permukaan diantaranya dapat berupa solfatara, fumarol, tanah panas dan mata air panas (Giggenbach, dan Soto, 1992). Sumber panas bumi yang erat kaitannya dengan magma memiliki kapasitas sumber uap relatif tinggi, temperatur tinggi dan tekanan besar, secara alami akan menerobos mengalir melalui bagian yang berpermeabilitas atau berporositas besar sampai ke permukaan yang muncul berupa manifestasi panas bumi. Magma dalam perut bumi memiliki massa panas yang kaya dengan senyawa kimia gas diantaranya CO 2, H 2 S, SO 2, Cl. Komposisi senyawa kimia terlarut dalam air atau uap, serta gas pada manifestasi yang ditemui dapat merupakan produk hasil reaksi yang terjadi antara gas-gas tersebut dengan oksigen (reaksi oksidasi-reduksi) atau hasil interaksi antara fluida panas dengan mineral tertentu yang terkandung dalam batuan (Giggenbach W., 1988). Salah satu cara untuk mengetahui adanya sumber aktifitas panas bumi di bawah permukaan dapat diketahui dengan menganalisis kandungan Hg tanah dan CO 2 udara tanah. Logam Hg mudah menguap dan membentuk sulfida-sulfida dengan adanya aktifitas panas bawah permukaan. Konsentrasi Hg akan terakumulasi tinggi pada lapisan tanah zona B yang pada umumnya distribusi horizontalnya terletak satu meter di bawah permukaan tanah (Kooten, 1987). 16

29 2.2.3 Cara Kerja Lapangan Beberapa jenis kegiatan penyelidikan geokimia terdiri dari pengamatan terhadap kenampakan gejala panas bumi, pengukuran sifat fisika, pengambilan dan preparasi contoh air untuk bahan di laboratorium analisis major element dan isotop, serta pengambilan contoh tanah dan udara tanah pada kedalaman satu meter. Tahapan pengerjaannya dapat dilihat dibawah ini. 1) Melakukan pengamatan terhadap jenis manifestasi panas bumi. 2) Melakukan pengukuran sifat fisika air panas pada manifestasi panas bumi antara lain temperatur, ph, debit dan daya hantar listrik. Pengerjaan yang sama sebagai pembanding, dilakukan terhadap contoh air dingin. 3) Melakukan pengambilan contoh air panas pada manifestasi yang mengindikasikan debit dan temperatur yang paling tinggi, langsung menggunakan botol khusus untuk analisis isotop 18 O dan 2 H. 4) Melakukan pengambilan contoh air panas disaring menggunakan saringan berpori berukuran 0,45 µm, filtrat dibagi dua botol, pertama 500 ml langsung dikemas dan diberi kode lokasi sebagai bahan untuk analisis anion (Cl, HCO 3, SO 4, F), sedangkan botol kedua 500 ml, sebelum dikemas, diasamkan terlebih dahulu dengan HNO 3 1:1 sampai mencapai ph = 2 sebagai bahan untuk analisis kation (Na, K, Li, Mg, Ca, Fe, Al, As), NH 4 dan Silika. Pengerjaan ini diperlakukan juga terhadap mata air dingin. 5) Pengambilan contoh gas dengan tabung vakum berisi larutan NaOH 6 N, dari daerah Bonjol ini, tidak dapat dilakukan karena tidak terdapat manifestasi fumarol ataupun solfatara. 6) Pengambilan contoh tanah, menggunakan bor tangan pada kedalaman satu meter untuk keperluan analisis H 2 O -, Hg dan ph tanah. Selanjutnya menggunakan Kimoto Handy sampler CO 2 udara tanah dilarutkan kedalam larutan NaOH 4 N. Melakukan pengamatan dan mengukur temperatur udara tanah serta udara luar. Contoh tanah dan udara tanah ini pada titik amat mengikuti lintasan yang berjarak secara horizontal antar lokasi sekitar 500 meter dan diperapat dekat lokasi air panas. 17

30 2.2.4 Analisis Laboratorium 1) Analisis kimia air untuk mengetahui konsentrasi tinggi senyawa kimia tertentu, tipe dan klasifikasi air panas, serta latar belakang terbentuknya air panas yang erat hubungannya dengan jenis sumber dan proses kejadiannya mempergunakan diagram segitiga. 2) Analisis isotop 18 O dan 2 H, menggunakan mass spectrophotometer, untuk mengetahui kualitas interaksi fluida dengan mineral batuan yang mungkin telah terjadi. 3) Analisis contoh gas untuk mengetahui komposisi kimia gas terlarut dalam larutan NaOH serta gas-gas terkondensasi dalam tabung vakum, dari daerah Bonjol ini, tidak dapat dilakukan, karena tidak diperoleh contoh gas. 4) Pendugaan temperatur bawah permukaan, berdasarkan perhitungan geotermometer air, tergantung dari hasil analisis contoh air. 5) Analisis contoh tanah dengan alat RA ) mercury analyzer Zeeman(RA ), untuk mengetahui konsentrasi Hg dari tiap-tiap titik lokasi pengambilan contoh, sehingga dapat dibuat peta sebaran Hg. 6) Analisis contoh udara tanah untuk mengetahui konsentrasi CO 2 dari tiap titik lokasi pengambilan contoh, sehingga dapat dibuat peta sebaran dan anomali CO 2 konsentrasi tinggi Data yang Dihasilkan Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan dan hasil analisis di laboratorium akan didapatkan data-data dalam bentuk: a) distribusi dan jenis manifestasi panas bumi, b) hasil analisis contoh air panas dan air dingin, major ion serta isotop 18 O dan 2 H, c) hasil analisis konsentrasi Hg dalam tanah, d) hasil analisis kandungan CO 2 dalam udara tanah, e) kurva diagram segitiga Cl, SO 4, HCO 3, f) kurva diagram segitiga Cl/100, Li, B/4, g) kurva diagram segitiga Na/1000, K/100, Mg, h) peta distribusi temperatur, ph, Hg tanah dan CO 2 udara tanah, serta i) Perkiraan temperatur bawah permukaan berdasarkan geotermometri. 18

31 2.2.6 Peralatan Pelaksanaan kegiatan penyelidikan dilaksanakan dengan pengukuran dan pengamatan terhadap manifestasi panas bumi yang mungkin ditemui, serta pengambilan contoh air, gas, Hg tanah dan Hg udara tanah. jenis peralatan dan bahan kimia yang dibutuhkan di lapangan adalah: 1) Altimeter, 2) Bor Tangan, 3) Botol-botol untuk contoh air, contoh CO 2, dan untuk contoh isotop, 4) Filter Holder, 5) GPS receiver, 6) HCl 0.1 M dan HNO 3 1:1, 7) Kamera, 8) Kertas ph Universal, 9) Kemasan plastik untuk contoh tanah, 10) Kimoto Handy Sampler, 11) Membran filter 0.45 µm, 12) ph meter digital, 13) Syringe plastik, 14) Termometer digital, dan 15) Termometer maksimum. 2.3 GEOLISTRIK DAN HEAD ON Metode Penyelidikan Lapangan Penyelidikan geolistrik ini terdiri atas tiga tujuan yaitu pemetaan tahanan jenis (mapping), pendugaan tahanan jenis (sounding), dan head-on dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger bentangan simetris. Pengukuran dilakukan pada titik-titik ukur yang telah ditentukan. Hasil pengukuran mapping akan berupa peta-peta tahanan jenis semu untuk berbagai bentangan elektroda arus, sedangkan pengukuran sounding akan berupa profil-profil nilai tahanan jenis sebenarnya, pengukuran Head-On akan memberikan nilai tahanan jenis semu ρ AC, ρ BC, dan ρ AB untuk setiap AB/2. Metode penyelidikan ini menggunakan arus bolak-balik yang dialirkan melalui dua buah elektroda arus A dan arus B yang menghasilkan beda potensial diantara kedua titik tersebut dan selanjutnya diukur besar beda potensial MN yang terletak di antara A dan 19

32 B sedang untuk Head-On ditambah satu elektroda arus yaitu C pada jarak 4 km tegak lurus lintasan, di mana terletak elektroda A dan B. Pengukuran didaerah penyelidikan ini dilakukan dalam konfigurasi bentangan AB/2 = 250, 500, 800 dan 1000 meter untuk mapping, sedangkan untuk pengukuran sounding dimulai pada bentangan AB/2 = 1,6 meter sampai AB/2 = 2000 meter dengan jarak elektroda potensial MN < 1/5 AB. Semakin besar AB/2 semakin dalam penetrasi arus ke dalam bumi, yang berarti semakin dalam informasi yang didapat. Untuk Head-On dilakukan pengukuran dengan AB/2 = 200, 400, 500, 600 dan 800 meter dan bentangan MN = 100 meter Teori Dasar Metode Tahanan Jenis Listrik DC konfigurasi Schlumberger Peralatan untuk pengukuran tahanan jenis DC secara prinsip terdiri dari: (a) Satu sumber arus listrik dilengkapi pengukur arus (transmitter) (b) Satu alat untuk mengukur potensial listrik (receiver) (c) Satu set kabel penghubung (d) Satu set elektroda arus dan potensial Untuk Schlumberger, konfigurasi pengukuranya seperti berikut: I ma V A Jarak AB/2 M N Gambar Konfigurasi Schlumberger B Arus listrik (I) dialirkan ke tanah melalui elektroda-elektroda arus (AB). Beda potensial (ΔV) akibat arus tersebut diukur melalui elektroda-elektroda potential (MN). Elektroda potensial berbentuk porous pot yang diisi larutan CuSO 4 dengan sebuah batang tembaga (Cu) kecil didalamnya, bertindak sebagai elektroda potensial non-polarisasi. Elektroda MN ini, melalui kabel, dihubungkan ke voltmeter yang memiliki impedansi diri 20

33 sangat tinggi. Tahanan jenis semu untuk konfigurasi Schlumberger dihitung dengan rumus berikut: ρ a = ( AB ) 2 MN 2 MN ΔV 4 I Dalam perhitungan tahanan jenis semu, dipergunakan rumus berikut ini: dengan V = beda potensial, I = kuat arus, K = konstanta Untuk pengukuran Head-On Konfigurasi yang digunakan masih tetap Schlumberger tetapi perbedaannya terletak pada penempatan elektroda arus, dimana pada pengukuran Head-On elektroda arus ditambah satu elektroda C pada jarak yang relatif jauh di luar lintasan yang berarah tegak lurus terhadap lintasan sehingga OC AB dan OC >> AB. C Zona Sesar A M O N B Gambar Sistem pengukuran Head-On dimana lintasan yang dilalui AB memotong tegak lurus sesar OC 21

34 ρ a AB = π {((AB/2) 2 /MN) - MN/4}(ΔV AB /I) ρ a AC = 2π {((AB/2) 2 /MN) - MN/4}(ΔV AC /I) ρ a BC = 2π {((AB/2) 2 /MN) - MN/4}(ΔV BC /I) Cara Kerja Lapangan a) Pengukuran Mapping Untuk mengetahui variasi tahanan jenis lateral, digunakan cara mapping (traversing), yakni mengukur dengan spasi AB/2 konstan pada setiap stasiun pengukuran (biasanya pada AB/2 = 250, 500, 800 dan 1000m). b) Pengukuran Sounding (VES) VES dilakukan dengan cara menaikkan spasi AB/2 pada setiap stasiun pengukuran. Untuk kepraktisan, AB/2 dinaikkan secara logaritmik. Semakin besar AB/2, semakin dalam jangkauan arus, berarti semakin dalam informasi yang didapat. Namun, semakin besar AB/2, semakin besar arus yang dibutuhkan. Untuk setiap AB/2, dihitung tahanan jenis semunya (ρ a ). Dalam grafik log-log, ρ a diplot terhadap AB/2 untuk menghasilkan kurva sounding tahanan jenis. c) Pengukuran Head-On Untuk mengetahui jurus dan kemiringan dari struktur sesar yang telah diketahui digunakan metode ini dengan cara mengukur tahanan jenis semu ρ AB a, ρ AC BC a, dan ρ a dengan bentangan AB/2 = 200, 400, 500, 600, 800 meter dan MN = 100 meter. d) Lintasan dan Stasiun Pengukuran Untuk memudahkan pengolahan data, analisis, interpretasi dan keterpaduan dengan metode geofisika lainnya, baik titik-titik sounding maupun mapping dibuat dalam lintasan-lintasan pengukuran, lintasan pengukuran harus memotong struktur yang diperkirakan, karena dalam penyelidikan kali ini termasuk konfigurasi Head-On dimana konfigurasi ini tak berguna bila tidak ada struktur yang diperkirakan. Sebaran 8 lintasan dengan 15 titik sounding, 60 titik mapping dan 43 titik Head-On melampaui dari target pada rencana kerja. Sebaran ini dibuat sedemikian sehingga diharapkan mampu melingkupi sebaran sistem panas bumi dengan berpegang pada ketersediaan anggaran dan jalur pencapaian. 22

35 2.3.4 Data yang Dihasilkan Dari hasil pengukuran mapping setelah melalui proses pengolahan data, menghasilkan peta sama tahanan jenis semu AB/2 = 250, 500, 800, dan 1000 meter sedangkan dari hasil sounding menghasilkan penampang tahanan jenis semu serta penampang True Resistivity Dari hasil pengukuran Head-On menghasilkan data berupa grafik tahanan jenis AB/2 = 200, 400, 500, 600, dan 800 meter, serta peta penampang tahanan jenis Peralatan a) Multimeter poly recorder, b) Transmitter units, c) Radio H.T. Icom 1C 2N (9 buah), d) Porous pot (12 buah), e) Konverter (1 buah), f) Generator (1 unit), g) Elektroda Arus (12 buah), h) Kabel Arus (6000 meter), i) Tambang Sounding (2 pasang), j) Carrybone (2 buah), k) Kalkulator (1 buah), l) Terpal plastic, m) Camera. 2.4 GAYA BERAT Metode Penyelidikan Lapangan Perbedaan densitas batuan merupakan acuan didalam penyelidikan gaya berat. Sumber panas dan daerah akumulasinya dibawah permukaan bumi dapat menyebabkan perbedaan densitas dengan masa batuan disekitarnya. Hasil dari penyelidikan gaya berat yang memberikan gambaran bawah permukaan dapat digunakan untuk penafsiran struktur struktur basemen dan sesar yang mungkin digunakan sebagai jalur oleh fluidafluida panas bumi. 23

36 2.4.2 Teori Dasar Metode gaya berat ini didasarkan atas sifat massa dari benda-benda di alam dimana besarnya massa tersebut sangat menentukan besarnya gaya tarik menarik diantara benda tersebut. Berdasarkan hukum Newton besarnya gaya tarik menarik adalah : F = G.m1.m2 / r 2 keterangan F = gaya tarik menarik G = konstanta gravitasi = x 10 (cgs) m1,m2 = massa benda r = jarak antara kedua benda. Hubungan antara konstanta G dengan percepatan gaya tarik bumi andaikan suatu massa (m) berada diatas bumi bermassa M dan radius r, maka: F = G. M.m / r 2 Gaya tarik bumi (g) adalah g = F/m = G.M / r 2 Satuan g dalam cm/det 2 atau gal = 1000 milligal. Kondisi diatas dan dibawah permukaan bumi yang tidak homogen dapat menyebabkan perbedaan gravitasi pada lokasi lokasi tertentu. Gejala perbedaan diantaranya oleh pengaruh alam dan kelainan-kelainan setempat sebagai penyebab terjadinya anomali. Nilai gaya berat normal dihitung dengan mempertimbangkan bumi sebagai suatu benda elip yang berputar. Anomali Bouguer adalah gaya berat pengamatan dikurangi gaya berat normal yang telah dikoreksi oleh efek-efek ketinggian dan topografi Cara Kerja Lapangan Pengukuran gaya berat menggunakan Gravimeter La Coste & Romberg pada titik-titik ukur yang telah diukur koordinat dan ketinggiannya oleh regu topografi sesuai dengan peta rencana kerja (lampiran). Penentuan lintasan dan titik gaya berat dilakukan berdasarkan pada pertimbangan teknis juga menyangkut kemudahan percapaian lokasi, kestabilan tanah dan distribusi titik-titik yang optimum, biaya serta waktu. Pengukuran dilakukan pada jur-jalur lintasan 24

37 dengan interval antara titik meter dan titik-titik amat diluar lintasan dengan jarak antara titik meter yang masih memungkinkan untuk dilakukan pengukuran, sehingga diperoleh distribusi titik amat yang optimum. Contoh batuan diambil dari setiap lokasi yang mempunyai densitas berbeda Data yang Dihasilkan a) Peta anomali Bouguer yaitu peta anomali gaya berat yang mencerminkan pola penyebaran densitas batuan dimana densitas batuan yang digunakan ditentukan berdasarkan rata rata densitas di daerah survei dan dapat dianggap sebagai seperposisi dari 2 komponen anomali yaitu anomali lokal dan regional, b) Peta anomali regional diperoleh dari pemisahan anomali Bouguer menjadi anomali-anomali regional dan residual (lokal). Anomali ini lebih mencerminkan keadaan struktur batuan dasar, c) Peta anomali residual (sisa) mencerminkan struktur-struktur lebih dangkal (lokal), misalnya struktur-struktur sesar dan kaldera, d) Pemodelan gaya berat 2 dimensi merupakan model sebaran densitas dibawah permukaan dari suatu penampang anomali tertentu yang dapat digunakan untuk memperlihatkan bentuk struktur geologi disertai dimensi dan kedalamannya Peralatan a) 1 ( satu ) unit Gravimeter La Coste & Romberg type G 802, b) 1 ( satu ) unit Generator Honda, c) 2 ( dua ) unit Teodolite, d) 2 ( dua ) buah bak ukur, e) 2 ( dua ) buah tripod, f) 1 ( satu ) unit GPS receiver portable tipe navigasi, g) 2 ( dua ) unit Handy talky Icom. 2.5 GEOMAGNET Metode Penyelidikan Lapangan Metoda geomagnet merupakan salah satu cara penyelidikan geofisika yang didasarkan pada sifat kemagnetan atau kerentanan magnet (susseptibilitas) batuan sehingga efektivitasnya sangat bergantung kepada kontras magnetik di bawah permukaan. Larutan hidrotermal dapat menyebabkan perubahan terhadap sifat kimia dan fisika 25

38 batuan bawah permukaan daerah panas bumi. Perubahan fisis ini antara lain adalah sifat kemagnetan batuan yang akan turun atau hilang (demagnetisasi) akibat kenaikan temperatur, sehingga eksplorasi geomagnet juga dapat melokalisir daerah anomali magnet rendah yang diduga berkaitan erat dengan manifestasi panas bumi Eksplorasi panas bumi dengan metoda geomagnet digunakan untuk mendeteksi struktur bawah permukaan sebagai pembentuk sistem panas bumi Teori Dasar Penelitian magnet adalah pengukuran intensitas dari medan magnetik bumi, sedangkan anomali yang didapat merupakan hasil dari distorsi pada medan magnetik yang di akibatkan oleh material magnetik dari kerak bumi. Intensitas dari anomali induksi sangat tergantung pada kerentanan batuan (susseptibilitas) magnetik dan magnetisasi medan magnit. Anomali magnit yang dihasilkan tergantung pada geometri dan sifat-sifat magnetik dari batuan dan arah dari intensitas medan magnetik bumi. Pengukuran kerentanan magnit (susseptibilitas) batuan merupakan ukuran kemampuan dari suatu batuan untuk mengetahui kandungan magnetisasi didalam batuan itu pada waktu ada medan magnetik bumi. Dimana batuan yang termagnetisasi ditentukan oleh kerentanan magnetik, dapat didefinisikan sebagai berikut : I = k x H, dimana : I = intensitas magnetik H = kuat medan magnetik bumi K = kerentanan magnet (susseptibilitas) batuan dalam cgs Intensitas magnetik (Mi) sangat tergantung pada k yaitu kerentanan magnetik batuannya (susseptibilitas batuannya). Perubahan pada kuat medan magnet bumi sangat kecil dan memerlukan waktu yang dapat mencapai ratusan hingga ribuan tahun, sehingga dalam penyelidikan geomagnet selalu dianggap konstan. Besarnya intensitas magnet bumi karena itu hanya akan tergantung pada variasi kerentanan magnet batuan. Asumsi ini menjadi dasar dalam penyelidikan geomagnet 26

39 2.5.3 Cara Kerja Lapangan Data penyelidikan geomagnet diperoleh dengan menggunakan 2 unit alat magnetometer, 1 set alat magnetometer tipe G-826 dengan ketelitian 1 nt digunakan untuk pengambilan data di Base Station dan 1 set alat magnetometer tipe G856 untuk mengukur variasi harian di Lapangan dengan ketelitian 0,1 nt. Pengukuran dilakukan di lintasan-lintasan : A,B,C,D,E,F,G,H, Regional dan di B.S (Base Station). Pengukuran di B.S adalah untuk mengukur variasi kemagnetan (variasi harian) untuk setiap selang waktu tertentu (15 menit). Base Station untuk penyelidikan panas bumi ini ditentukan dekat Base Camp di desa Bonjol. Data intensitas magnet total diperoleh dari pencatatan langsung, secara numerik nt digunakan sebagai dasar perhitungan data anomali magnet di daerah penelitian. Besarnya nilai harga variasi harian dipengaruhi antara lain oleh matahari, bulan, badai magnet dan perubahan kelistrikan pada atmosfer. Pengaruh badai magnet sangat eratik dan amplitudonya cukup besar sehingga tidak dapat dikoreksikan pada perhitungan anomali magnet. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pengukuran ulang pada titiktitik ukur yang termasuk dalam perioda waktu badai magnet. Pengukuran magnet pada lintasan dilakukan setiap jarak 250 m dan pada lintasan regional jarak antar titik pengukuran sejauh 500 m, pengukuran diperapat disekitar daerah manifestasi dan di lintasan-lintasan yang menarik untuk diukur, terutama jika terjadi lonjakan-lonjakan harga pengukuran yang kemungkinan disebabkan oleh pengaruh struktur atau perubahan litologi batuan hingga 50 m. Kegiatan ini selalu diawali dan diakhiri di B.S dengan tujuan untuk mengetahui besarnya koreksi yang diperlukan dalam perhitungan anomali magnet. Perhitungan intensitas anomali magnet total dilakukan dengan mengkoreksikan harga setiap titik ukur terhadap variasi harian, apungan (drift) dan penyesuaian. Harga anomali magnet total itu kemudian di plot untuk pembuatan profil dan peta anomali magnet. Selain pengukuran magnet juga dilakukan pengambilan conto batuan yang diperkirakan dapat mewakili daerah dengan kerentanan magnet yang berbeda. Conto batuan diukur kerentanan magnetnya dengan Susceptibilitymeter-Scintrex untuk mengetahui harga dan kontrast kerentanan magnetnya yang dapat membantu dalam interpretasi data geomagnet. 27

40 2.5.4 Data Yang Dihasilkan Dari hasil pengukuran nilai magnetik di lapangan, setelah melalui proses pengolahan akan dihasilkan: a) Harga Kerentanan Magnetik Batuan, b) Profil Anomali Magnet, c) Peta Anomali Magnet, dan d) Penampang Model Magnet 2-D Peralatan Peralatan untuk penyelidikan : a) Magnetometer, b) Susceptibilitymeter, c) G.P.S receiver, d) Kompas. 28

41 BAB III HASIL PENYELIDIKAN 3.1 GEOLOGI Geologi Daerah Penyelidikan Morfologi daerah penyelidikan Berdasarkan pengamatan bentang alam dan kemirigan lerengnya, maka morfologi di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan morfologi, yaitu: 1). Morfologi perbukitan berlereng terjal, 2). Morfologi perbukitan berlereng sedang, dan 3). Morfologi pedataran, (Gambar 3.1-1). 1) Morfologi Perbukitan Berlereng Terjal Satuan morfologi ini menempati bagian timur dan sedikit di sebelah barat daerah penyelidikan yang meliputi sekitar 40% luas daerah penyelidikan. Diwakili oleh Bukit Malintang dan Bukit Karang. Umumnya berupa perbukitan berelif kasar dan berlereng terjal dan memanjang, lembah sungai umumnya berbentuk V yang menandakan makin ke bagian dasar lembah batuan lebih lunak dibandingkan dinding lembah sungai, pola aliran sungai berbentuk radial hingga trellis. Satuan morfologi ini tersusun dari batuan vulkanik berjenis lava andesitik dan sedimen Formasi Sihapas (konglomerat, batupasir dll.) dengan elevasi antara meter di atas permukaan air laut (dpl.). 2) Morfologi Perbukitan Berlereng Sedang Satuan morfologi ini menempati daerah yang luas, yaitu sekitar 50% daerah penyelitian, terebar di bagian tengah sampai sebelah barat daerah penyelidikan. Diwakili oleh kerucut Binuang dan bukit-bukit vulkanik serta sedimen. Lembah-lembah sungai berbentuk V sampai U terutama di bagian topografi rendah dengan pola aliran sungai bertipe radial, trellis sampai subparalel. berbentuk V sampai U terutama di bagian topografi rendah. Satuan morfologi ini umumnya rsusun dari batuan vulkanik berjenis lava andesitik dan sedimen Formasi Sihapas (konglomerat, batupasir dll.) dengan elevasi antara meter di atas permukaan air laut (dpl.). 3) Morfologi Pedataran Satuan morfologi ini terdapat di bagian tengah dan selatan daerah penyelidikan yaitu di sepanjang Sungai Alahan Panjang, menempati luas ± 10% daerah penyelidikan, kemiringan lereng antara 0-5 o. Lembah sungai lebar dan berbentuk U, lereng sungai 29

42 datar hingga landai, mulai dijumpai bentuk aliran sungai meander, hal ini menunjukan tahapan eros pada stadium lanjut dan beberapa tempat terdapat gundukan pasir. Gambar Peta Geomorfologi daerah panas bumi penyelidikan. Satuan ini tersusun oleh satuan batuan endapan permukaan (alluvium) terdiri dari material lepas hasil rombakan batuan di bagian hulu sungai, dengan bentuk fragmen membundar hingga membundar tanggung. Elevasi satuan ini berkisar antara m di atas permukaan laut. 30

43 Foto 3.1 : Morfologi perbukitan berlereng terjal berupa perbukitan memanjang di bagian timur daerah penyelidikan dengan latar depan merupakan pedataran yang menempati bagian tengah daerah penyelidikan. Foto 3.2 : Bagian tengah daerah penyelidikan didominasi oleh Morfologi pedataran dengan latar belakang perbukitan berlereng sedang terjal di bagian barat, diambil dari Bukit Malintang. 31

44 Foto 3.3 : Morfologi perbukitan berlereng sedang (kerucut Bukit Binuang bagian selatan), merupakan kerucut vulkanik termuda yang ada di daerah penyelidikan. Foto 3.4 : Morfologi perbukitan berlereng sedang (kerucut Bukit Gajah) di sebelah barat laut daerah penyelidikan. 32

45 3.1.2 Stratigrafi daerah penyelidikan Pengamatan batuan telah dilakukan di 67 lokasi titik amat (Gambar 3.1-2). Pengambilan contoh batuan (sampel) dilakukan di 28 lokasi, 10 sampel diantaranya dianalisis petrografi, 5 sampel dianalisis PIMA, dan 1 sampel batuan andesit dianalisis untuk penentuan umur absolut batuan dengan metode jejak belah (fision track) dari mineral Zirkon. Stratigrafi daerah Bonjol disusun berdasarkan hubungan relatif antara masing-masing satuan batuan. Penamaannya didasarkan kepada pusat erupsi, mekanisme, dan genesa pembentukan batuan. Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, batuan di daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi 13 satuan batuan, yang terdiri dari 2 satuan batuan sedimen, 10 satuan batuan vulkanik, dan 1 satuan endapan permukaan (aluvium). Batuan-batuan vulkanik tersebut diperkirakan berasal dari 7 titik erupsi yang berbeda, yaitu: Bukit Malintang, Bukit Gajah, Maninjau, Bukit Tinggi, Gunung Beringin, Bukit Simarabun, dan Bukit Binuang serta 1 satuan batuan yang tidak diketahui sumber erupsinya. Batuan sedimen di daerah enyelidikan terdiri dari endapan sedimen Formasi Sihapas dan sedimen danau, sedangkan endapan permukaan terdiri dari material lepaslepas yang termasuk dalam satuan batuan aluvium. Urutan-urutan batuan atau stratigrafi di daerah penyelidikan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 3.1-3) : Satuan Sedimen Formasi Sihapas (Tms), Lava Bukit Malintang (Tmlm), Lava Tua (Tmv), Lava-1 Gunung Beringin (Ql 1 br), Lava-2 Gunung Beringin (Ql 2 br), Sedimen Tua (Qs), Aliran Piroklastika Maninjau (Qapm), Lava Bukit Gajah (Qlg), Lava Bukit tinggi (Qlbt), Lava-1 Bukit Simarabun (Ql 1 s), Lava-2 Bukit Simarabun (Ql 2 s), Lava Bukit Binuang (Qlb), dan Endapan Aluvium (Qa). 33

46 Gambar Peta lokasi titik pengamatan dan pengambilan contoh batuan di daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman Sumatera Barat. 34

47 Gambar Peta Geologi panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman Sumatera Barat. 35

48 1) Satuan Sedimen Formasi Sihapas (Tms) Satuan batuan ini berada di bagian timur laut daerah penyelidikan dengan luas sekitar 15% dari luas daerah penyelidikan. Litologi satuan ini terdiri dari konglomerat, serpih berkarbon, batulanau, dan batupasir kuarsa. Singkapan batuannya sangat kompak, keras, dan dibeberapa tempat dijumpai adanya sisipan batubara. Umumnya satuan ini telah terkena struktur kuat yang ditandai oleh banyaknya kekar-kekar dengan bidang perlapisan (strike) yang acak dan kemiringan (dip) yang relatif besar. Satuan ini diperkirakan berumur Miosen. Foto 3.5 : Batuan sedimen Fm. Sihapas memperlihatkan dengan bidang Perlapisan relatif tegak, di sebelah timur laut daerah penyelidikan. Foto 3.6 : Singkapan batuan konglomerat, padu dari Fm. Sihapas, di tebing sungai, sebelah timur laut daerah penyelidikan. Foto 3.7 : Singkapan lensa batubara dalam sedimen Fm. Sihapas, di tebing sungai, sebelah timur laut daerah penyelidikan. 36

49 2) Satuan Aliran Lava Tua (Tmv) Satuan ini berada di bagian tengah-utara daerah penyelidikan pada satuan morfologi perbukitan berlereng sedang. Singkapan batuannya sebagian telah mengalami pelapukan yang cukup kuat dan dibeberapa tempat telah mengalami ubahan/mineralisasi, terdapat penambangan emas rakyat di sekitar Ds. Pemacikan. Satuan batuan ini terkena struktur sesar yang berarah barat daya-timur laut, yaitu sesar Takis yang mengontrol pemunculan mata air panas Takis, Sungai Limau, dan Sungai Langkuik/Kambahan. Satuan ini merupakan batuan vulkanik tertua di daerah penyelidikan berupa aliran lava berkomposisi andesitik, sebagian memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joint) yang batuannya tersingkap baik di sekitar kawasan hutan lindung Bukit Baringin. Secara megaskopis batuan berwarna abu-abu sedang, porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas dan piroksen tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Sedangkan batuan ubahannya berwarna putih-kecoklatan, terdapat urat-urat kuarsa, silifikasi, piritisasi. Berdasarkan analisis petrografi terhadap contoh batuan BJL-7, batuan ini berjenis Andesit Piroksen. Satuan aliran lava tua ini diperkirakan berumur Miosen. Foto 3.8 : Singkapan lava tua memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joints), berupa tebing di pinggir jalan raya Bonjol Lubuk Sikaping. 3) Satuan Aliran Lava Bukit Malintang (Tmbm) Satuan ini menempati bagian timur daerah penyelidikan berupa perbukitan memanjang berlereng terjal yang diwakili oleh Bukit Malintang. Satuan batuan ini disusun oleh aliran lava dasitik yang berumur relatif sama dengan satuan lava tua. Batuannya sebagian besar telah mengalami pelapukan yang intensif dan ubahan/mineralisasi, juga terdapat penambangan emas yang dikelola secara tradisional oleh penduduk setempat. 37

50 Singkapan batuan yang relatif masih segar dijumpai di bagian lereng barat Bk. Malintang, berwarna abu-abu terang, masif, terkekarkan, banyak dijumpai urat-urat yang terisi kuarsa, porfiritik halus. Berdasarkan hasil analisis sayatan tipis contoh batuan BJL-37, diperoleh jenis batuannya adalah Dasit. Satuan batuan ini terpotong oleh dua struktur sesar normal yang berarah relatif barat laut-tenggara, yaitu sesar Malintang dan sesar Bonjol membentuk sesar tangga (step fault). Satuan aliran lava Bukit Malintang ini diduga berumur Miosen. Foto 3.9 : Singkapan lava dasitik memperlihat-kan struktur berlembar (sheeting joints), mineralisasi di sebelah timur laut daerah penyelidikan (Bk. Malintang). Foto 3.10 : Pemisahan emas amalgam dari pengotor dengan cara medulang, di lokasi penambangan emas rakyat Bukit Malintang. 4) Satuan Aliran Lava 1 Gunung Baringin (Ql 1 br) Satuan batuan ini berada di bagian barat daya daerah penyelidikan. Batuannya tersingkap baik di sekitar lokasi objek wisata ikan banyak, Desa Alahan Mati yang membentuk punggungan memanjang berlereng sedang, relatif segar (fresh), masif, keras, di beberapa tempat dijumpai kekar-kekar dan pelapukan yang cukup kuat. Satuan batuan ini terkena struktur sesar normal Alahan Mati yang berarah barat laut-tenggara yang diduga merupakan dinding barat zona depresi di daerah penyelidikan. Pengamatan megaskopis batuan di lapangan, satuan ini merupakan aliran lava, berjenis andesitik, abu-abu sedang, porfiritik halus-sedang, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Berdasarkan analisis petrografi conto batuan BJL-17, satuan batuan lava 1 Gunung Baringin ini, batuannya berjenis Andesit Piroksen. Pusat erupsi diperkirakan berasal dari G. Baringin yang berada di sebelah luar bagian barat daerah penyelidikan dan diduga berumur kuarter Awal. 38

51 Foto 3.11 : Singkapan lava andesitik di lokasi objek wisata ikan banyak, di desa Alahan Mati, sebelah barat daya daerah penyelidikan. Foto 3.12 : Singkapan lava afanitik, di sungai Alahan Mati di objek wisata ikan banyak, sebelah barat daya daerah penyelidikan. 5) Satuan Aliran Lava 2 Gunung Baringin (Ql 2 br) Satuan batuan ini menempati bagian barat-barat daya daerah penyelidikan berupa punggungan memanjang berlereng sedang yang disusun oleh batuan lava andesitik. Kondisi batuannya (outcrop) relatif segar, masif dan di beberapa tempat telah mengalami pelapukan cukup kuat serta terkekarkan. Berdasarkan pengamatan batuan di lapangan litologinya mempunyai kemiripan dengan lava 1 Gunung Baringin, hanya bertekstur relatif lebih kasar dan di beberapa tempat dijumpai struktur vesikuler yang diperkirakan merupakan bagian atas dari aliran lava 2 Gunung Baringin. Berdasarkan hasil analisis petrografi contoh batuan BJL-29, satuan batuan aliran lava 2 Gunung Baringin berjenis Andesit Piroksen. Satuan batuan ini sebagian menutupi selaras satuan aliran lava 1 Gunung Baringin yang diperkirakan produk erupsi Gunung Baringin yang bersifat efusif dan diperkirakan berumur Kuarter Awal. 39

52 Foto 3.13 : Singkapan lava andesitik, vesikuler di dasar sungai, sebelah barat daya daerah penyelidikan. 6) Satuan Sedimen Danau (Qs) Satuan batuan ini menempati bagian tengah daerah penyelidikan dan menempati morfologi pedataran, yang merupakan sedimen danau/depresi dengan litologi terdiri perselingan batu pasir dengan lempung. Batuannya umumnya masih tersingkap baik, berwarna putih, abu-abu, kuning-kecoklatan, berlapis, kemiringan lapisan relatif datar (<5 ), kadang-kadang terdapat sisipan karbonan, terdapat fragmen-fragmen sisa-sisa ranting pohon yang ikut terendapkan. Satuan batuan ini diperkirakan mengisi zona depresi di bagian tengah daerah penyelidikan dan proses pengendapan atau sedimentasi mulai berlangsung pada kala Kuarter menutupi produk vulkanik yang relatif lebih tua. 40

53 Foto 3.14 : Singkapan batuan sedimen berlapis, dengan dip < 5, di pinggir jalan Kp. Lundiang, bagian tengah daerah penyelidikan. Foto 3.15 : Fosil ranting kayu dalam batuan sedimen, di bagian tengah daerah penyelidikan. 7) Satuan Aliran Piroklastika Maninjau (Qapm) Satuan batuan ini tersebar di bagian selatan daerah penyelidikan, mengisi celah dan membentuk morfologi perbukitan memanjang berlereng sedang. Batuannya banyak tersingkap di tebing-tebing bukit yang oleh penduduk setempat ditambang untuk pembuatan/campuran batu bata. Satuan batuan ini berupa aliran piroklastika yang didominasi oleh batuapung (pumice), berwarna putih, cukup padu, pemilahan baik, kemas tertutup, porositas baik, berukuran mulai dari abu hingga kerikil. Satuan batuan ini menutupi satuan sedimen danau (Qs) dan diperkirakan produk dari erupsi maninjau yang berada di selatan luar daerah penyelidikan. Satuan aliran piroklastika ini diduga berumur Kuarter. 41

54 Foto 3.16 : Singkapan aliran piroklastik dominan batuapung (pumice flow), berupa tebing bukit di Ds. Kambahan, bagian tengah daerah penyelidikan. Foto 3.17 : Singkapan aliran piroklastik kontak dengan batuan sedimen di bawahnya, lokasi tempat pembuatan bata (lio), bagian selatan daerah penyelidikan. Foto 3.18 : Lava Bukit Gajah yang memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joint). 8) Satuan Aliran Lava Bukit Gajah (Qlg) Satuan batuan ini terletak di bagian barat laut daerah penyelidikan membentuk bukit tersendiri berdiameter sekitar 1 km. Batuannya di lapangan berupa lava berjenis andesitik dan sebagian telah mengalami pelapukan kuat. Secara megaskopis batuan disusun oleh lava, berwarna abu-abu, struktur berlapis (sheeting joint), dibeberapa tempat terkekarkan, bertekstur porpiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Satuan batuan ini produk erupsi efusif Bukit Gajah dan diperkirakan berumur Kuater. 42

55 9) Satuan Aliran Lava Bukit Tinggi (Qlbt) Satuan batuan ini menempati bagian barat laut daerah penyelidikan dengan penyebaran yang cukup luas membentuk punggungan berlereng sedang. Singkapan batuannya banyak dijumpai di sekitar Ds. Watas, Koto Tangah, dan Pinang. Batuannya relatif masih segar dan sebagian dijumpai telah mengalami ubahan lampau (fosil alterasi) menjadi lempung (montmorilonit) berwarna abu-abu dan mineral pirit. Secara megaskopis satuan ini disusun oleh lava, berwarna abu-abu gelap, sangat vesikuler, porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblende yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Berdasarkan hasil analisis petrografi contoh batan BJL-10, batuannya berjenis Andesit Basaltis. Satuan batuan ini diperkirakan produk efusif Bukit Tinggi yang berada disebelah barat laut di luar daerah penyelidikan dan diperkirakan berumur Kuarter. Foto 3.19 : Lava Bukit Tinggi berjenis andesit-basaltik, struktur sangat vesikuler, di Ds. Watas, pinggir jalan raya Bonjol Lubuk Sikaping, bagian utara daerah penyelidikan. Foto 3.20 : Lubang bekas keluarnya gasgas (vesikuler) pada satuan lava Bukit Tinggi, bagian utara daerah penyelidikan. Foto 3.21 : Batuan alterasi pada satuan batuan lava Bukit Tinggi, di bagian barat laut daerah penyelidikan. 43

56 10) Satuan Aliran Lava Bukit Simarabun (Ql 1 s) Satuan batuan ini menempati bagian tenggara daerah penyelidikan, yaitu di sekitar jalan menuju Ds. Air Abu yang membentuk pungungan bukit berlereng sedang. Penyusun batuannya berupa bongkah-bongkah lava dan di beberapa tempat memperlihatkan struktur berlembar (sheeting joint), sebagian telah mengalami pelapukan kuat. Secara megaskopis batuannya berupa lava andesitik, berwarna ab-abu, porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Berdasarkan hasil analisis petrografi untuk contoh batuan BJL-47, jenis batuannya adalah Andesit Piroksen Satuan batuan ini diperkirakan hasil erupsi Bukit Simarabun yang terletak disebelah tenggara di luar daerah penyelidikan dan diduga berumur Kuarter. 11) Satuan Aliran Lava 2 Bukit Simarabun (Ql 2 s) Satuan batuan ini terletak di bagian tenggara daerah penyelidikan yang merupakan kelanjutan punggunan atas dari aliran lava 1 Bukit Simarabun. Singkapan batuannya dijumpai di sekitar Ds. Air Abu yang disusun oleh lava andesitik dengan struktur berlembar (sheeting joint) dan sebagian terlapukan. Secara megaskopis batuannya berupa lava andesitik, berwarna abu-abu, porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Berdasarkan hasil analisis petrografi untuk contoh batuan BJL-48, jenis batuannya adalah Andesit Piroksen. Satuan batuan ini menutupi satuan aliran lava 1 Bukit Simarabun dan diduga berasal dari pusat erupsi yang sama, yaitu Bukit Simaragun. Satuan ini diperkirakan berumur Kuarter. 44

57 Foto 3.23 : Satuan batuan lava 2 Bukit Simarabun, sheeting joint, lokasi di Ds. Air Abu, di bagian tenggara daerah penyelidikan. Foto 3.22 : Satuan batuan lava 1 Bukit Simarabun, sheeting joint, lokasi pinggir jalan menuju Ds. Air Abu, di bagian tenggara daerah penyelidikan. 12) Satuan Aliran Lava 1 Bukit Binuang (Qlb) Satuan batuan ini menempati bagian selatan-tengah daerah penyelidikan membentuk kerucut Bukit Binuang yang berelereng sedang. Singkapan batuannya relatif segar dan sebagian berupa bongkah-bongkah lava andesitik. Batuannya berwarna abu-abu, porfiritik, fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam masa dasar mikrokristalin dan gelas vulkanik. Berdasarkan analisis petrografi contoh batuan BJL-21, jenis batuannya adalah Andesit Piroksen. Satuan batuan ini berdasarkan hasil dating dengan metode fision track diperoleh umur absolut 1,3 ± 0,1 juta tahun yang lalu atau pada kala Plistosen dan diduga sumber panas berasal dari kantung-kantung sisa magma di bawah kerucut Bukit Binuang dengan kedalaman yang tidak dketahui. 45

58 Foto 3.24 : Satuan batuan lava Bukit Binuang, berjenis andesit piroksen, Lokasi lereng barat Bukit Binuang. Foto 3.25 : Satuan endapan aluvium di aliran S. Alahan Panjang, di bagian tengah daerah penyelidikan. 13) Satuan Aluvium (Qa) Satuan batuan ini merupakan endapan skunder hasil rombakan batuan yang sebelumnya diendapkan, terdiri dari material lempung, pasir, bongkah-bongkah lava, konglomerat yang bersifat lepas-lepas. Batuannya tersebar di sepanjang tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan aluvial ini berumur Kuarter hingga sekarang Struktur Geologi Daerah Penyelidikan Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, analisis citra landsat, dan peta topografi terhadap gejala-gejala struktur di permukaan seperti pemunculan mata air panas, kelurusan lembah dan puggungan, kekar-kekar, bidang sesar, dan zona hancuran batuan dll., maka di daerah penyelidikan terdapat lima struktur sesar, yaitu: 1) Sesar Malintang Struktur sesar ini berarah relatif barat laut-tengara indikasi di lapangan menunjukkan adanya kelurusan punggungan bukit memanjang, kekar-kekar, hancuran batuan, dan jalur mineralisasi sepanjang Bukit Malintang. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bagian turun berada di sebelah barat daya dan bagian naik berada di sebelah timur laut, sesar ini terjadi akibat gaya yang bersifat tarikan (extension) yang berarah timurlautbaratdaya. Struktur sesar Malintang ini melibatkan batuan sedimen Formasi Sihapas, Satuan batuan, dan Satuan Bukit Malintang yang berumur Miosen. 46

59 Foto 3.26 : Zona sesar di satuan batuan lava Bukit Malintang berupa hancuran batuan dan kekar-kekar, di bagian timur daerah penelidikan. Foto 3.27 : Zona sesar di satuan batuan sedimen Fm. Sihapas, berupa hancuran batuan, kekar-kekar, dan lapisan relatif tegak, lokasi di bagian timur laut daerah penyelidikan. Foto 3.28 : Batuan ubahan sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian barat lereng Bukit Malintang. 2) Sesar Bonjol Struktur sesar ini berarah relatif sama dengan sesar Malintang, yaitu barat laut-tenggara dan merpakan sesar normal. Indikasi di lapangan terhadap keberadaan sesar ini adalah adanya kelurusan punggungan bukit memanjang, kekar-kekar, hancuran batuan, dan batuan ubahan/alterasi. Sesar Bonjol ini membentuk sesar tangga (step fault) dengan 47

60 sesar Malintang, yang keduanya berperan dalam terbentuk jalur mineralisasi di daerah penyelidikan. 3) Sesar Alahan Mati Sesar ini berada di bagian barat daya daerah penyelidikan yang mempunyai arah barat laut-tenggara berupa sesar normal dengan bagian sebelah timur laut relatif turun terhadap bagian barat daya. Bukti-bukti di lapangan yang dijumpai berupa zona hancuran batuan, kekar-kekar, kelurusan punggungan, dan belokan sungai. Sesar ini membentuk graben dengan struktur sesar Bonjol yang berada di sebelah timur daerah penyelidikan. 4) Sesar Padang Baru Struktur sesar berarah barat laut-tenggara, berada di bagian tengah daerah penyelidikan. Sesar ini berupa sesar normal dengan blok barat daya relatif bergerak turun terhadap blok timur laut. Indikasi sesar ini di permukaan dicirikan oleh adanya mata air panas Padang Baru, daerah hancuran, kekar-kekar, dan kelurusan punggungan. Foto 3.29 : Pemunculan mata air panas Padang Baru sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian mata air panas Padang Baru. Foto 3.30 : Batuan ubahan sebagai salah satu indikasi zona struktur, lokasi di bagian barat laut daerah penyelidikan. 5) Sesar Takis Struktur sesar ini berarah barat daya-timur laut yang menempati bagian tengah daerah penyelidikan. Indikasi adanya sesar ini di permukaan sangat jelas sekali diantaranya adanya kelurusan pemunculan mata air panas, yaitu air panas Takis, air panas sungai Limau, dan air panas sungai Langkuik/Kambahan, adanya zona hancuran, kekar-kekar, air terjun (bidang sesar), dan batuan ubahan/mineralisasi. Struktur sesar ini dinamakan 48

61 sesar Takis berupa sesar normal dengan bagian tenggara relatif bergerak turun terhadap bagian barat laut. Foto 3.31 : Zona hancuran batuan di sekitar Ds. Kambahan, lokasi di bagian tengah - utara daerah penyelidikan. Foto 3.32 : Lava yang terkekarkan dan pemunculan mata air panas bumi sebagai indikasi zona struktur, lokasi di S. Langkuik, Ds. Kambahan, Manifestasi Panas Bumi Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan tersebar di bagian tengah yang didominasi oleh pemunculan mata air panas di Padang Baru, Sungai Takis Sungai Limau, dan Sungai Langkuik/Kambahan. Selain mata air panas juga di jumpai batuan alterasi di sekitar Ds. Blimbing dan di bagian barat laut daerah penyelidikan yang keduanya merupakan alterasi lampau (fosil alterasi). Secara lebih detil manifestasi di atas akan di bahas sebagai berikut Mata Air Panas 1) Mata air panas Padang Baru Mata air panas ini di jumpai di Kp. Padang Baru atau pada koordinat UTM x= mt dan Y= ms, muncul pada satuan batuan sedimen danau/depresi, hadir secara berkelompok di sepanjang pinggiran jalan desa, di halaman rumah dan bahkan di dalam rumah penduduk, sebagian ditampung untuk pemandian. Temperatur air panas ± 49.7 C, ph= 6.5, jernih, terdapan endapan air panas/sinter karbonat (travertin). Pemunculan mata air panas ini dikontrol oleh sesar Padang Baru. 49

62 Foto 3.33 : Mata air panas Padang Baru, bertemperatur± 49,7 C, ph= 6,5, terdapat sinter karbonat dan endapan oksida besi. 2) Mata air panas Sungai Takis Mata air panas ini muncul di lembah Sungai Takis atau pada koordinat UTM x= mt dan Y= mu, hadir berkelompok dengan temperatur ± 87,9 C, ph= 6,9, jernih, beruap di permukaannya, banyak dijumpai endapan travertin di sekitar mata air panas dan dijumpai endapan travertin yang sudah memfosil, berwarna hitam, keras dengan ketebalan beberapa meter. Pemunculan mata air panas ini dikontrol oleh sesar Takis dan membentuk kelurusan mata air panas yang berarah barat daya-timur laut. Foto 3.34 : Mata air panas Sungai Takis, bertemperatur± 87,9 C, ph= 6,9, beruap, terdapat sinter karbonat cukup tebal dan endapan oksida besi. Foto 3.35 : Mata air panas Sungai Takis, bertemperatur± 87,9 C, ph= 6,9, bening, terdapat sinter karbonat cukup tebal dan endapan oksida besi. 50

63 Foto 3.36 : Bak penampungan air panas Takis bekas peninggalan Belanda, digunakan untuk pemandian, lokasi sekitar mata air panas S. Takis. 3) Mata air panas Sungai Limau Mata air panas ini terletak sekitar 1 km di sebelah timur laut mata air panas Takis pada koordinat UTM x= mt dan Y= mu, muncul di aluvium sungai Limau, hadir berkelompok dengan temperatur ± 73,5 C, ph= 7,3, jernih, terdapat bualan, beruap, dan terdapat sedikit sinter karbonat (travertin). Pemunculan mata air panas sungai Limau ini dikontrol oleh struktur geologi yang sama dengan mata air panas sungai Takis, yaitu: sesar Takis. Foto 3.37 : Mata air panas S. Limau, muncul pada aluvium sungai, bertemperatur ± 73,5 C, ph= 7,3, jernih, terdapat bualan, beruap, dan terdapat sedikit sinter karbonat (travertin). Foto 3.38 : Mata air panas S. Limau, muncul pada aluvium sungai, bertemperatur ± 73,5 C, ph= 7,3, jernih, terdapat bualan, beruap, dan terdapat sedikit sinter karbonat dan endapan oksida besi. 51

64 4) Mata air panas Sungai Langkuik/Kambahan Mata air panas sungai Langkuik/Kambahan muncul di pinggir sungai Langkuik di Kp. Kambahan atau pada koordinat UTM x= mt dan Y= mu. Temperatur air panas ± 73,4 C, ph= 7,5, jernih, tidak dijumpai endapan travertin. Seperti halnya pemunculan mata air panas sungai Takis dan Sungai Limau, mata air panas sungai Langkuik/Kambahanpun dikontrol oleh struktur sesar Takis. Foto 3.39 : Mata air panas Kambahan, muncul pada aluvium sungai Langkuik, ± 73,4 C, ph= 7,5, jernih, terdapat sedikit bualan. Foto 3.41 : Batuan ubahan di sebelah barat kaki Bukit Malintang, di bagian timur daerah penyelidikan. Foto 3.42 : Penambangan emas rakyat di daerah mineralisasi Bukit Malintan, Bagian timur daerah enyelidikan. Foto 3.40 : Batuan ubahan dan mineralisasi di sekitar Bukit Malintang, di bagian timur daerah penyelidikan. 52

65 Batuan Ubahan (alteration rock) Batuan ubahan karena pengaruh hidrotermal ditemukan di bagian barat laut daerah penyelidikan atau sebelah utara Bukit Gajah, sekitar kelompok mata air panas Takis, dan di lereng barat punggungan memanjang Bukit Malintang atau di sekitar penambanan emas rakyat. Singkapan batuannya berwarna putih, abu-abu, sedikit kuning-kecoklatan, dominan mineral lempung dan dijumpai sedikit mineral pirit, dengan intensitas alterasi sangat kuat. Berdasarkan analisis PIMA untuk contoh BJL-13, BJL-40, BJL-58, BJL-62, dan BJL-66 diperoleh mineralogi sebagai berikut : montmorilonit, halosit, muskovit, paragonit, ilit, dan teflon. Foto 3.43 : Batuan ubahan di sebelah barat laut daerah penyelidikan. Foto 3.44 : Batuan ubahan yang didominas mineral lempung dan pirit, Lokasi di sebelah barat laut daerah penyelidikan Perhitungan Kehilangan Panas Besar kehilangan energi panas yang berasal dari mata air panas S. Takis, mata air panas S. Limau. Mata air panas S. Langkuik /Kambahan disajikan dalam Tabel di bawah ini : Table Hasil Penghitungan Panas yang Hilang (Heat loss). Manifestasi Panas bumi Kehilangan Panas (Heat Loss) (Watt) Kelompok mata air panas S. Takis 718,83 Kelompok mata air panas S. Takis 363,02 Kelompok mata air panas S. Takis 94,25 Kelompok mata air panas S. Takis 45,50 Total energi panas yang hilang = 1.221,6 Total energi panas yang hilang (heat loss) di daerah panas bumi Bonjol sebesar ± 1.221,6 Watt. 53

66 3.1.6 Hidrogeologi (Sistem Air Tanah) Wilayah air tanah daerah penyelidikan terbagi tiga, yaitu: wilayah resapan air, limpasan dan munculan air tanah, dan wilayah aliran permukaan (Gambar 3.1-4). a) Daerah resapan air (re-charge area) mencakup ± 55 % dari luas daerah penyelidikan. Pada areal ini air hujan meresap ke bumi melalui permeabilitas batuan. Selanjutnya terakumulasi menjadi air tanah dalam dan air tanah dangkal (catchment/reservoir area) dan daerah akumulasi air tanah. b) Daerah munculan air tanah mencakup ± 30 % dari luas daerah penyelidikan. Air hujan (meteoric water) yang turun di daerah resapan air (re-charge area) tersebut meresap ke bumi melalui zona permeabilitas batuan, sebagian besar masuk ke bumi dan terkumpul menjadi air tanah dalam dan dangkal. Selanjutnya di elevasi rendah (morfologi pedataran) akan muncul berupa mata air panas dan mata air dingin. c) Daerah aliran air limpasan (run-off water area) mencakup ± 15 % luas daerah penyelidikan. Aliran air permukaan merupakan air hujan yang mengalir di permukaan tanah dan membentuk sungai. Aliran air di sungai secara gravitasi mengalir dari elevasi tinggi ke rendah, seperti halnya Sungai Alahan Panjang, Sungai Kambahan, dan Sungai Limau dll. d) Manifestasi panas bumi yang terdapat di daerah penyelidikan terdapat pada daerah limpasan dan munculan air tanah (discharge area). Air hujan yang meresap ke dalam bumi melalui zona permeabilitas batuan, kemudian mengalami proses pemanasan oleh gejala vulkanisme atau batuan penghantar panas secara konveksi, konduksi atau radiasi, selanjutnya muncul ke permukaan berupa mata air panas. re-charge area re-charge area discharge area discharge area re-charge area re-charge area U Morfologi perbukitan berlereng Morfologi perbukitan berlereng Morfologi Gambar : Peta sebaran air (resapan, munculan, limpasan) daerah panas bumi Bonjol, Kab. Pasaman Sumbar. 54

67 3.2 GEOKIMIA Titik pengambilan sampel geokimia baik sampel air, tanah maupun udara tanah di daerah penyelidikan Bonjol dapat dilihat seperti pada peta gambar Analisis kimia dilakukan terhadap empat mata air panas dan satu mata air dingin, yaitu: Air Panas Takis (APT), Air Panas Sungai Limau (APL), Air Panas Padang Baru (APPB), dan Air Panas Kambahan (APK), serta sampel air dingin Batu Ampa (ADB), sedangkan sampel tanah dan udara tanah pada kedalaman satu meter yang telah diukur temperatur udara tanah dan temperatur udara di lokasi titik amatnya, untuk analisis ph, Hg dan CO 2, diperoleh 123 sampel dari titik amat 8 lintasan, yaitu pada lintasan A, B, C, D, E, F, G dan lintasan H, serta titik amat secara random. Data lapangan yang diperoleh seperti dicantumkan pada tabel 3, Hasil Analisis Air Hasil analisis kimia di lapangan dan laboratorium dari lima sampel air, yaitu empat mata Air Panas Takis (APT), Air Panas Sungai Limau (APL), Air Panas Padang Baru (APPB), dan Air Panas Kambahan (APK), serta sampel air dingin Batu Ampa (ADB), yang tertera pada tabel 3.2-2, seperti berikut. a) Air panas Takis (APT), ph netral (ph = 6,90), debit 3 L/detik terletak di bagian tengah pada daerah penyelidikan. Bualan air panas temperaturnya 87,9.2 o C, pada temperatur udara di lokasi 28,6 o C, Ion balance (IB = -3.76%). Daya hantar listrik 5300 μs/cm, konsentrasi senyawa kimia terlarut yang signifikan dalam satuan mg/l diantaranya ditunjukkan: SiO 2 = 200,50; Ca = 79.70; Na = 917,00; K = 50,00; Li = 2,70; Mg = 1,41; Fe = 0,12; NH 4 = 1,09; B = 12,60; HCO 3 = 127,14; SO 4 = 213,57; Cl = 1.512,12; F = 2,00; As = 0,20; sedangkan Al dan CO 3 tidak terdeteksi. b) Air panas Sungai Limau (APL), muncul sekitar 1 km di sebelah timur dari lokasi Air panas Takis, menunjukkan temperatur air 73,5 o C, pada temperatur udara di lokasi 30,6 o C, dengan ph netral (7,3). Daya hantar listrik 4040 μs/cm, konsentrasi senyawa yang cukup signifikan dalam satuan mg/l diantaranya: SiO 2 = 190,60; Ca = 32,40; Na = 698; K = 36,36; Li = 1.75; Mg = 4,17; SO 4 = 114,15; HCO 3 = 120; Cl = 1.118,10; F = 1,0; B = 9,46; Fe = 0,08 dan NH 4 = 0,73; As = 0,40, sedangkan Al dan CO 3 tidak terdeteksi. c) Air panas Padang Baru (APPB), muncul sekitar 3 km ke arah tenggara dari lokasi Ap. Takis, menunjukkan temperatur air 49,7 o C, pada temperatur udara di lokasi 29,0 o C, dengan ph netral (6,50). Daya hantar listrik 5430 μs/cm, konsentrasi yang cukup signifikan dalam satuan mg/l diantaranya: Cl = 1.336,86; Na = 964,0; K = 50,90; Li = 55

68 S. T a la n g Kotata ngah Su gung Sikumbang Pasar R11 Bancah kur u R4 Ka mpung pa nja ng BT. BATAS SIAMPANG PETA LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL DAERAH PANASBUMI BONJOL KAB. PASAMAN, SUMATERA BARAT Paritpadang Pinang Lubukber dangung Simpang Tambak Pada ng R25 Batukangkung Bukitmalincang R61 R64 Durianbu ngkuk A1000 Tinng al B. S am p a s Sungaitimber ak R17 BT. GAJAH Bancabt awas Sungailasih R15 R16 B1500 Laharma ti Pamicikan Tanahto ban R13 C2500 D1500 Muar atonang Mudiktakis S. H ar u muk APT TAT H3500 APL TAL A8000 ADB Kambahao Ilalang Pu laupating BC1 BC2 Sung ailimau Sungailimau tengah H4500 Medan culik L ubukambacang ADB Pandan Doggok H5500 Sianok R2 TAK APK R1 Belimbing H6500 B8500 Lubuk g udang Kampu ng tebing Lubuktinggayo BASE CAMP Kampungb atu Gangg u Bonjol APPB C8500 A. T an d u Pa dangbaha ro A. La p o A. Pa ram a nc gak D8500 E8000 BT. RIMBOKUMAJAN B. Alaha npanjang F8000 G7000 BT. KARANG BT. BATAHURUK BT. BATASMURUK Keterangan: F Mata air panas Titik Pengamatan Mata air dingin Daerah Perkampungan Kamp ungibur A. Lu bu k B u nda Pisang Sungkur Duku La mpato BT. BINUANG E2000 F1500 Pada ngkalo Ha tabaru Padan gla was Su ngailandai Cu badak Muaro BA. Mus u lka s uh BT. PANINJAUAN Jalan Raya Sungai dan anak sungai Bata ssar ik Kap alobandar Kubu gadang Hang us Pa rakdalam Pag argadan g G1000 Kotokunci Kalang Kompulan PADANGBALI NDUNG Kontur topografi selang 25 meter BT. GADANG Pandagi Akab u BT. PONJONG Gambar Peta Lokasi Pengambilan Sampel Geokimia daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat 56

69 Tabel Data Lapangan Sampel Air daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat No. Nama Kode T. Koordinat (UTM) Elevasi T.manif debit EC Keterangan ud ph X (m) Y (m) (meter) ( o C) ( o C) (L/detik) (μs/cm) 1 AP. TAKIS APT AP. SUNGAI LIMAU AP. PADANG BARU 28,6 87,9 6,90 3, map. tak berwarna, agak asin, sinter karbonat APL ,6 73,5 7,30 2, map. tak berwarna, dekat sungai Limau APPB ,0 49,7 6,50 0, map.tak berwarna, agak asin, endapan coklat. 4 AP. KAMBAHAN APK ,8 73,4 7,50 0, map. tak berwarna, di sungai Langkui 5 AD. BATU AMPA ADB ,2 25,2 6,60 2,0 17 mad. tak berwarna, kebun karet Sampel Tanah Line A, B, C, D, E, F, G, H dan random Sampel CO 2 Line A, B, C, D, E, F, G, H dan random 57

70 Tabel Data Analisis Air Daerah Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat AP. TAKIS AP.SUNGAI LIMAU AP. PADANG BARU AP. KAMBAHAN AD. BATU AMPA Kode Contoh APT APL APPB APK ADB Elev.(m) T( o C) air 87,9 73,5 49,7 73,4 25,2 T( o C) udara 28,6 30,6 29,0 27,4 25,2 ph 6,90 7,30 6,50 7,50 6,60 EC (μs/cm) SiO 2 (mg/l) 200,50 190,60 94,00 101,00 3,40 Al 0,00 0,00 0,19 0,00 0,00 Fe 0,12 0,08 3,91 0,06 0,01 Ca 79,70 32,40 161,80 20,1 0,00 Mg 1,45 4,17 39,60 0,09 0,10 Na , ,47 K 50,00 36,36 50,90 19,20 0,35 Li 2,70 1,75 4,10 1,05 0,00 As 0,20 0,40 0,30 0,20 0,00 NH 4 1,09 0,73 0,73 0,73 0,00 B 12,60 9,46 12,18 4,63 0,00 F 2,00 1,00 1,00 0,00 0,00 Cl 1512, , ,86 580,48 0,00 SO 4 213,57 114,15 327,97 61,73 0,00 HCO 3 127,14 120,00 906,39 93,83 2,51 CO 3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 meq cat 45,73 33,57 55,42 18,15 0,04 meq an. 49,29 35,93 59,44 19,20 0,04 % IB -3,75-3,41-3,50-2,81-3, ; Mg = 39.6; K = 50.90; SiO 2 = 94.00; Ca = ; SO 4 = ; HCO 3 = ; F = 1.00; Fe = 3.91; As = 0.30, Al = 0.19, sedangkan CO 3 tidak terdeteksi. 58

71 d) Air panas Kambahan (APK), muncul sekitar 5 km ke arah utara dari kantor kecamatan Bonjol, menunjukkan temperatur air 73.4 o C, pada temperatur udara di lokasi 27,4 o C dengan ph netral (7,5). Daya hantar listrik 2020 μs/cm, konsentrasi yang cukup signifikan dalam satuan mg/l diantaranya: Cl = ; Na = 378; K = 19.20; Li = 1.05; Mg = 0.09; K = 19.20; SiO 2 = ; Ca = 20.10; SO 4 = 61.73; HCO 3 = 93.83; Fe = 0.06; As = 0.20, sedangkan Al, F dan CO 3 tidak terdeteksi. e) Satu sampel mata air dingin Batu Ampa (ADB), menunjukkan ph netral (6.60), daya hantar listrik sangat rendah, hanya 17 μs/cm, konsentrasi senyawa kimianya lebih rendah dari konsentrasi yang terkandung dalam sampel air panas, diantaranya konsentrasi SiO 2 = 3.40 mg/l, dan HCO 3 = 2.51 mg/l). tidak ada indikasi kemungkinan adanya mata air panas, di dekat lokasi pengambilan sampel air dingin tersebut Karakteristik Kimia Air Keakuratan proses analisis major kation dan anion dari mata air panas, ditunjukkan dengan harga Ion balance (IB) kurang dari 5 % untuk semua sampel air panas dan air dingin, hal ini merupakan indikasi hasil analisis ph netral tersebut dapat digunakan dalam interpretasi selanjutnya. Untuk mengetahui karakteristik dan tipe air panas dari data yang diperoleh pada tabel 3.2-2, di evaluasi melalui plotting komposisi kimia dari mata air panas tersebut pada diagram segi tiga Cl - SO 4 -HCO 3, Na-K-Mg, dan Cl-Li-B yang mengacu kepada Giggenbach (1988). Berdasarkan pada gambar Mata air panas di daerah Bonjol yaitu Air panas Takis. Air panas Sungai Limau, Air panas Kambahan dan Air panas Padang Baru, terletak pada posisi klorida. Konsentrasi klorida yang lebih tinggi dari pada konsentrasi SO 4 ataupun HCO 3, air panas ini kemungkinan merupakan indikasi deep water. Fluida uap panas tersebut, berhubungan dengan sumber panas bumi berinteraksi dengan batuan disekitarnya terjadi pencampuran dengan air permukaan membentuk pemunculan mata air panas bersifat netral (ph = 6,50-7,50). Berdasarkan diagram segi tiga Na-K-Mg (gambar 3.2-3), posisi mata air panas Takis, mata air panas Sungai Limau, dan dan mata air panas Padang Baru, terletak pada partial equilibrium, sebagai indikasi bahwa manifestasi yang muncul ke permukaan dipengaruhi oleh interaksi antara fluida dengan batuan dalam keadaan panas sebelum bercampur dengan air permukaan (meteoric water). Kecuali air panas Kambahan yang terletak pada immature water, Namun dari keempat posisi mata air panas pada diagram tersebut, terdapat pada garis lurus ke sekitar temperatur Na-K 180 o C, dan bila ditarik sejajar garis K-Mg, akan jatuh pada temperatur yang berbeda-beda, yang nilainya lebih kecil dari pada nilai dari Na-K. Berdasarkan diagram segi tiga Cl, Li, B (gambar 3.2-4) posisi keempat mata air panas terletak mengarah ke posisi tengah diagram, di bawah Cl. Pada 59

72 pembentukan manifestasi berupa mata air panas yang netral pada daerah penyelidikan Bonjol. Adanya interaksi antara fluida panas dengan batuan panas bumi, perlu didukung oleh hasil analisis isotop. Gambar Diagram Segitiga Cl SO 4 HCO 3, Daerah Panas Bumi Bonjol 60

73 Gambar Diagram Segitiga Na K Mg, Daerah Panas Bumi Bonjol Gambar Diagram Segitiga Cl Li B, Daerah Panas Bumi Bonjol 61

74 3.2.3 Isotop 18 O dan 2 H Konsentrasi Isotop 18 O dan 2 H (D) dari empat sampel air panas (APT, APL, APPB dan APK) serta satu sampel air dingin (ADB). Hasil analisis pada tabel 3.2-3, Nilai δ 18 O berkisar 9.22 sampai 7.06 o/oo sedangkan nilai δd berkisar 61.0 sampai 53.0 o/oo. Nilai rasio dari sampel air di plot pada grafik δd terhadap δ 18 O, dengan garis air mteorik δd = 8δ 18 O +14. Gambar memperlihatkan posisi sampel air panas, terletak pada posisi sebelah kanan yang sangat siginifikan dari garis meteoric water line ( 18 O shift), indikasi adanya pengkayaan oksigen 18 dari air panas tersebut, akibat reaksi substitusi oksigen 18 dari batuan dengan oksigen 16 dari fluida panas pada saat terjadi interaksi fluida panas dengan batuan sebelum muncul ke permukaan berupa mata air panas. Sedangkan air dingin Batu Ampa terletak pada garis meteoric water line, sesuai indikasi air permukaan. Tabel 3.2-3, Data Isotop δd dan δ 18 O Air Panas Bumi Bonjol No, Kode Sampel δ 18 O (oo/o) δd (oo/o) 1 AP Takis (APT) AP Limau (APL) AP Padang Baru (APPB) AP Kambahan (APK) AD Batu Ampa (ADB) δ 18 O δd=8δ 18 O+14 δ D AP Takis AP S. Limau AP Padang Baru AP Kambahan AD Batu Ampa Gambar Ploting Isotop δd terhadap δ 18 O Air Panas Bumi Bonjol 62

75 3.2.4 Sebaran Temperatur udara tanah Temperatur tanah sangat bervariasi dengan nilai terendah 23.7 o C (D8500) sampai tertinggi 44.0 o C (kode titik amat TAT). Variasi temperatur, memberikan nilai background 28.4 o C, nilai thereshold 30.5 o C, dan nilai rata-rata 26.4 o C. Peta distribusi temperatur (gambar 3.2-6), memperlihatkan anomali tinggi > 28,5 o C, terletak di sekitar lokasi air panas Takis yang tersebar kearah utara. Nilai temperatur 26,5-28,5 o C tersebar pada sebagian besar bagian selatan, timur dan tenggara, Nilai temperatur yang kurang dari 26,5 o C terdistribusi pada sebagian utara dan barat daerah penyelidikan. Nilai temperatur udara tanah pada kedalaman satu meter ini, sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan temperatur udara di lokasi Sebaran ph sampel tanah ph tanah didominasi oleh nilai lebih dari 6, dengan nilai terendah 3.3 (R17) sampai tertinggi 7.2 (kode titik amat TAT). Variasi ph tanah, memberikan nilai background 6.26, nilai thereshold 6.77, dan nilai rata-rata Peta distribusi ph tanah (gambar 3.2-7), memperlihatkan nilai rendah < 5,75 terletak di sebagian besar bagian barat, utara dan timur daerah penyelidikan. Nilai ph 5,75-6,25 terletak di bagian barat daya dan utara daerah penyelidikan, sedangkan ph lebih dari 6,25 terletak pada sebagian kecil di bagian selatan daerah penyelidikan. Kondisi kelembaban tanah diindikasikan oleh konsentrasi hasil analisis H 2 O - dalam tanah, digunakan untuk mengkoreksi konsentrasi Hg tanah hasil proses analisis. Konsentrasi H 2 O - tanah rendah diindikasikan oleh titik amat F6000, dengan nilai 1.50 % sedangkan tanah terlembab ditunjukkan oleh nilai H 2 O - tertinggi 37.09% (E2000) Sebaran Merkuri (Hg) dari sampel tanah Konsentrasi Hg tanah setelah dikoreksi oleh nilai konsentrasi H 2 O -, bervariasi mulai dari konsentrasi terendah 4 ppb (B2000) sampai dengan konsentrasi tertinggi 586 ppb (F1500). Variasi Hg tanah, memberikan nilai background 245 ppb, nilai thereshold 363 ppb, dan nilai rata-rata 128 ppb. Peta distribusi nilai Hg tanah (gambar 3.2-8), memperlihatkan anomali tinggi > 240 ppb terletak di lokasi mata air panas Takis yang berada di bagian tengah daerah penyelidikan dan disekitar lokasi bukit binuang bagian selatan daerah penyelidikan. Nilai Hg ppb tersebar pada bagian tengah ke bagian timur laut daerah penyelidikan. Nilai Hg yang kurang dari 125 ppb tersebar pada sebagian besar daerah penyelidikan. 63

76 3.2.7 Sebaran CO 2 udara tanah Konsentrasi CO 2 tanah bervariasi dari terendah 0,03 % (A4500) sampai dengan konsentrasi tertinggi 8.79 % (E5500). Variasi CO 2 Udara tanah, memberikan nilai background 2.03 %, nilai thereshold 3.05 %, dan nilai rata-rata 1.00 %. Peta distribusi nilai CO 2 Udara tanah (gambar 3.2-9), memperlihatkan anomali tinggi > 2 % terletak dekat air panas Padang baru melebar ke bagian utara, Konsentrasi CO 2 antara 1-2 %, terdistribusi pada sebagian lokasi di bagian utara dan barat daerah penyelidikan, sedangkan nilai rendah atau kurang dari 1.0 % terletak di sebagian besar daerah penyelidikan Pendugaan Temperatur Bawah Permukaan Dalam memperkirakan temperatur bawah permukaan berdasarkan data geokimia manifestasi panas bumi dari suatu daerah penyelidikan, dapat dipertimbangkan beberapa faktor, diantaranya adalah: manifestasi panas bumi, temperatur air panas relatif tinggi, ph air netral, dan tipe air panas termasuk air klorida. Pada kondisi demikian diasumsikan bahwa konsentrasi senyawa kimia terlarut secara kualitatif dan kuantitatif dalam air panas merupakan produk akhir dari proses yang alami, dimana pada umumnya aliran fluida panas pada temperatur tinggi berinteraksi dalam keseimbangan dengan jenis mineral tertentu pada batuan panas bumi, sehingga akan memberikan indikasi konsentrasi tinggi untuk senyawa Silika, Na, K yang erat kaitannya dengan temperatur mata air panas yang terukur di lapangan tersebut. Manifestasi panas bumi di daerah Bonjol, berhubungan dengan karakteristik fluida panas bertemperatur relatif tinggi, diantaranya berupa mata air panas Takis (87.9 o C), debit air panas 3 L/detik, ph netral, tipe klorida, terletak pada partial equilibrium, perlu didukung oksigen 18 shift dari isotop, sebagai indikasi telah terjadinya interaksi fluida panas dari dalam, sebelum muncul ke permukaan berupa mata air panas. Untuk memperkirakan temperatur bawah permukaan berdasarkan geotermometer SiO 2 Mengacu kepada Fournier 1981, menggunakan persamaan: T o C = (1309)/(5.19 log SiO 2 ) dan geotermometer NaK mengacu kepada Giggenbach, 1988 menggunakan persamaan berikut: T o C = (1390)/(log Na/K + 1,75) Berdasarkan persamaan geotermometer SiO 2 dan NaK diatas diperoleh nilai temperatur 168 o C dan 188 o C, maka temperatur bawah permukaan di daerah Penyelidikan Bonjol adalah sekitar 180 o C yang termasuk kedalam tipe temperatur sedang. 64

77 3.2.9 Analisis Fluida Sistem Panas Bumi Manifestasi panas bumi di daerah Bonjol berupa mata air panas dengan temperatur relatif tinggi (87.9 o C), terdapat sinter karbonat, ph netral, tipe klorida sebagai indikasi deep water. Mata air yang muncul ke permukaan sebagai manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan, diduga berasal dari fluida panas yang mengandung H 2 S, CO 2, Cl -, di bukit binuang membentuk pocket sumber panas di bawah lokasi munculnya air panas takis, mengalir secara vertikal menuju permukaan berinteraksi dengan batuan albite dan adularia mengandung mineral Na dan K yang dilewatinya, sebagian lagi batuan sedimen, mengalami pencampuran dengan air permukaan sehingga terjadi penurunan temperatur (didukung oleh posisi air panas pada partial equilibrium). Terjadinya penurunan temperatur tersebut, pada permukaan telah menyebabkan terbentuknya sinter karbonat disekitar manifestasinya. Namun pengenceran dan penurunan temperatur tersebut, tidak terlalu menyebabkan penurunan konsentrasi yang signifikan untuk beberapa senyawa kimia, diantaranya SiO 2 yang diindikasikan oleh hasil geotermometer SiO o C, tidak jauh berbeda dengan hasil geotermometer NaK 188 o C, yang berhubungan dengan kemungkinan sistem panas bumi up flow di daerah penyelidikan Bonjol. 65

78 S. T al a n g Ko tatan gah Sugu ng Pa sar Banca h kur u Kampu ng p anjan g BT. BATAS SIAMPANG PETA SEBARAN SUHU TANAH DAERAH PANASBUMI BONJOL KAB. PASAMAN, SUMATERA BARAT Sikum ban g S. H a r um uk Mu ara tonan g BT. KARANG Pinang Banca btawas ADB A8000 TAK R1 R2 Kam bah ao B8500 L ubu k guda ng Kampung tebing A. Pa ra m a nc ga k B. Alah anpa njang Par it pada ng BT. GAJAH Ila la ng C8500 Lub uktingg ayo Keterangan: Lu bukbe rda ngun g Simpang Ta mba k Pad ang Dur ia nbun gkuk R25 Batu kangku ng Bukitmalincang Tinng al A1000 B1500 Lah armati Su ngait imber ak B. S a m pa s Pamicikan C2500 Tanah toba n TAL BC2 TATBC1 H3500 Mudiktakis H4500 Su ngailimau Pulau pating Su ngailimau te ngah Pa ndan L ubuk amba cang Med anculik Doggo k H5500 Siano k H6500 Be lim bing BASE CAMP Kamp ungb atu Gang gu Bonjol Pa dan gbah aro D8500 A. T a n d u A. L a p o E8000 BT. RIMBOKUMAJAN F8000 G7000 BT. BATAH URUK BT. BATASMURUK F3500 > 28.5 C C < 26.5 C Mata air panas Titik Pengamatan Sun gailasih D1500 BT. BINUAN G Pada nglawa s BT. PANINJAUA N Mata air dingin Kampung ibur A. Lu b u k Bu nd a Lampato Pisang Sungkur Duku E2000 F1500 Padan gkalo Ha taba ru Su nga ila ndai Cu bada k Muar o BA.M usul Kasuh Daerah Perkampungan Jalan Raya Kub ugad ang Hangus Ba tassar ik Par akdala m Kapa lo ban dar Paga rgad ang BT. GADAN G G1000 Kotokunci Panda gi Kalang Kompulan PADANGBALINDUNG Aka bu BT. PONJO NG Sungai dan anak sungai Kontur topografi selang 25 meter Gambar Peta Sebaran Suhu Tanah daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat 66

79 Kota tang ah Su gung Pasar Banc ah kur u Kampu ng p anjang BT. BATAS SI AMPANG PETA SEBARAN ph TANAH DAERAH PANASBUMI BONJOL KAB. PASAMAN, SUMATERA BARAT Sikumbang Mu ara tonan g BT. KARANG Bancab tawas Pina ng BT. GAJAH Paritp adang Lub ukber dang ung Sim pang Tambak Pa dang Dur ianbu ngkuk R25 Ba tukan gkung A1000 B1500 Bu kitmalinca ng Tinng al Laha rma ti Sunga itimber ak Pamicikan C2500 Tan ahtob an TAL TAT BC2 BC1 H3500 Mu diktakis H4500 A8000 Sung ailimau Sungailimau tengah H5500 Medan culik TAK R1 R2 ADB Ka mbah ao I la lang Pulaupatin g H6500 B8500 Pa ndan C8500 Belimbing Lub ukambacan g Gangg u Dogg ok Sianok A. Par am ancgak Lu buk g udan g B. Alahanp anjang Ka mpu ng te bing Lubu ktingga yo BASE CAMP Kampu ngba tu Bonjol Pa dang baha ro D8500 E8000 F8000 G7000 BT. RI MBOKUMAJAN BT. BATAHU RUK BT. BATASMURUK Keterangan: ph > 6.25 ph ph < 5.75 Mata air panas F3500 Titik Pengamatan Mata air dingin Kamp ungibu r Sung ailasih D1500 Pisang Sungkur Duku Lampato E2000 F1500 Hangu s Bata ssarik Parakdalam BT. BINUANG Ha taba ru Pada ngkalo Padan glawas Su ngailan dai Cub adak Muaro BA. M us ul Ka s uh BT. PANINJ AUAN Daerah Perkampungan Jalan Raya Sungai dan anak sungai Kap aloba ndar Kubug adan g G1000 Pagar gad ang Koto kunci Kalang Kompulan PADANGBA LINDUNG Kontur topografi selang 25 meter BT. G ADANG Pan dagi Akabu BT. PONJO NG Gambar Peta Sebaran ph Tanah daerah panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat 67

80 S. T a l an g Kota tanga h Su gung Pasar Bancah kuru Kampung panjang BT. BATAS SIAMPANG PETA SEBARAN Hg TANAH DAERAH PANASBUMI BONJOL KAB. PASAMAN, SUMATERA BARAT Sikumb ang S. H ar u mu k M uar aton ang BT. KARANG Pinang Pa ritpa dang Bancabtawas BT. GAJ AH A8000 TAK R1 R2 ADB Kamb ahao B8500 Ilalang C8500 Lub uk gu dang Kampun g teb ing L ubukt in ggay o A. Paramancgak B. Alahan panjang KETERANGAN: Lubu kber dang ung Sim pang Tam bak Padang Du rianb ung kuk R25 Batukan gkun g A1000 B1500 Bukitma lin cang L ahar mati Sung aitimb era k B. Sampas Tinngal Pamicikan C2500 Tan ahto ban TAL BC2 TATBC1 H3500 Mud ikt akis H4500 Sungailimau Sungailimau tengah Lub ukam bacan g Dog gok H5500 Medanculik Pulaupating Sia nok Pandan H6500 Belimbing BASE CAMP Kampun gbat u Ga nggu Bonjol Pada ngb ahar o D8500 A. Tandu A. Lapo E8000 F8000 G7000 BT. RI MBO KUMAJ AN BT. BATAHURUK BT. BATASMU RUK F3500 > <125 Mata air panas Titik Pengamatan Ka mpu ngibu r A. Lubu k Bunda Sunga ila sih D1500 Pisang Sungkur Du ku La mpat o E2000 F1500 BT. BINUANG Hatab aru Padangkalo Pa dang lawas Sung ailand ai Cuba dak Mua ro BA. Musul Kasuh BT. PANINJ AUAN Mata air dingin Daerah Perkampungan Jalan Raya Ku bug adan g Hang us Bata ssarik Pa rakd alam Ka palob anda r Pa garg ada ng BT. GADANG G1000 Kotokunci Pan dagi Kalang Kom pulan PADANG BALINDU NG Akabu BT. PONJ ONG Sungai dan anak sungai Kontur topografi selang 25 meter Gambar Peta Sebaran Hg Tanah Daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat 68

81 S. T a l an g Kotat anga h Sug ung Pasar Bancah kuru Kampung panjang BT. BATAS SI AMPANG PETA SEBARAN CO2 UDARA TANAH DAERAH PANASBUMI BONJOL KAB. PASAMAN, SUMATERA BARAT Sik umbang S. H a ru m u k Muar aton ang BT. KARANG Pina ng Ban cabta was A8000 TAK R1 R2 ADB Kamba hao B8500 Lub uk gu dang Kampung tebing A. Par am a nc ga k B. Ala han panjan g KETERANGAN: Pa ritpa dang BT. GAJ AH Ilalang C8500 Lu buktinggayo >2 % Lubu kber dang ung Simp ang Tambak Padan g Du rianb ungk uk R25 Ba tukan gkung A1000 B1500 Bu kitmalin cang La har mati Sung aitimb erak B. S am p as Tinn gal Pamicika n C2500 Tan ahto ban TAL BC2 TATBC1 H3500 Mudiktakis H4500 Sung ailimau Sungailimau tengah Lub ukambacan g Dogg ok H5500 Me danc ulik Pu la upat ing Sian ok Panda n H6500 Belimbing BASE CAMP Kampung batu Gan ggu Bonjol Pada ngba har o D8500 A. T a n d u A. La p o E8000 F8000 G7000 BT. RI MBOKUM AJAN BT. BATAHURUK BT. BATASMURU K F % <1 % Mata air panas Titik Pengamatan Mata air dingin Ka mpu ngibu r A. L ub uk B un da Su nga ila sih D1500 Pisan g Sung kur Du ku Lampato E2000 F1500 Hang us Bata ssarik Pa rakd alam BT. BINUANG Hatabaru Pada ngka lo Pad ang la was Sung ailanda i Cubad ak Mua ro B A. Mu s u l Ka su h BT. PANINJ AUAN Daerah Perkampungan Jalan Raya Sungai dan anak sungai Kap aloba ndar Ku buga dan g G1000 Pag arg adan g Ko tokun ci Ka lang Kompulan PADANGBALINDUNG Kontur topografi selang 25 meter B T. G ADANG Pand agi Akabu BT. PONJ ONG Gambar Peta Sebaran CO2 Udara Tanah Daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat 69

82 41

83 3.3 GEOLISTRIK DAN HEAD-ON Hasil pengukuran geolistrik (mapping) yang dilakukan di 8 lintasan (A, B, C, D, E, F, G dan H) umumnya berarah timurlaut-baratdaya dengan jumlah titik ukur sebanyak 60 titik ukur, dari hasil tersebut di atas akan diperoleh peta tahanan jenis semu untuk bentangan AB/2=250, 500, 800 dan 1000 m. Pendugaan tahanan jenis (sounding), dilakukan pada lintasan A (A-4500), lintasan B (B-4000, B-4500, B-5000, B-5500, dan B-6000), lintasan C (C-5500), lintasan D (D-5500), lintasan E (E-4000, E-5000 dan E-6050), lintasan F (F- 4500, F-5200 dan F-6000) lintasan G (G-4000 ) sedangkan di lintasan H tidak dilakukan sounding disebabkan sudah terwakili oleh sounding pada lintasan A sampai dengan G; jumlah titik ukur sounding seluruhnya berjumlah 15 titik ukur. Hasil pengukuran Head-On yang dilakukan pada lintasan C (C-4200 sampai C-6000) dan pada lintasan F (F-4200 sampai dengan F-5800), interval antara titik 100 meter dengan jumlah titik ukur 33 titik ukur; hasil yang diperoleh berupa penampang perpotongan kurva tahanan jenis semu dan penampang tahanan jenis semu Geolistrik Schlumberger Sebaran Tahanan Jenis Semu Hasil pengukuran mapping diplot ke dalam peta dasar, kemudian dibuat kontur tahanan jenis semu, maka akan di peroleh peta tahanan jenis semu untuk masing-masing bentangan AB/2 sebagai berikut. Tahanan jenis mapping ini dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: a. kelompok tahanan jenis < 15 Ohm-m b. kelompok tahanan jenis Ohm-m c. kelompok tahanan jenis Ohm-m d. kelompok tahanan jenis > 250 Ohm-m 1) Bentangan AB/2=250 m Pada bentangan AB/2=250 m, kelompok tahanan jenis tinggi >250 Ohm-m terdapat di bagian selatan dan barat yang terbagi menjadi dua kelompok, diduga tahanan jenis ini berkaitan dengan lava produk Gunungapi Kwarter dari Bukit Binuang dan lava dari G. Pasaman 1 dan 2. Kelompok tahanan jenis antara Ohm-m terdapat disekitar tahanan jenis tinggi dan kemungkinan kelompok bersatu dengan kelompok tahanan jenis tinggi sebelumnya dan berasosiasi dengan produk Gunungapi Kwarter. Kelompok tahanan jenis Ohm-m diduga berasosiasi dengan lava tua dengan penyebaran 70

84 cukup luas, tahanan jenis ini mengitari tahanan jenis yang lebih rendah dengan kontur membuka ke arah timurlaut. Kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m berada disekitar airpanas Takis dan airpanas Sungai Limau dengan pola kontur menutup, kontur tersebut memotong lintasan C pada titik amat C-5000, C-7000 kemudian melingkar pada lintasan D yaitu D-5750, D-6000, D Tahanan jenis ini diduga berasosiasi dengan fosil alterasi atau lempung dari batuan sedimen. Di bagian lain tahanan jenis rendah ini dijumpai di sebelah utara airpanas Padang Baru pada titik amat E-5000 dan E-5500, H dan F ) Bentangan AB/2=500 Penyebaran kelompok tahanan jenis tinggi (> 250 Ohm-m) masih tetap berada di bagian baratlaut dan di sekitar Bukit Binuang dengan luas penyebarannya makin menyempit. Kelompok tahanan jenis Ohm-m penyebarannya ke arah baratdaya mengikuti tahanan jenis yang lebih tinggi dan berasosiasi dengan aliran piroklastik. Tahanan jenis Ohm-m penyebarannya memanjang baratlaut-tenggara, dengan luas daerah menyempit ke arah tenggara, diperkirakan berhubungan dengan lava tua atau batuan sedimen (batu pasir) di daerah ini. Kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m pada bentangan AB/2=500 m mempunyai penyebaran yang cukup luas dengan arah baratlaut-tenggara, memotong hampir semua lintasan kecuali lintasan G dengan kontur tahanan jenis membuka ke arah timurlaut di ujung lintasan D, E dan F. Seperti halnya tahanan jenis rendah pada bentangan AB/2 sebelumnya, pada bentangan ini asosiasi tahanan jenis tersebut sama yaitu batuan sedimen berupa batu lempung atau fosil alterasi (gambar 3.3-2). 3) Bentangan AB/2=800 m Kelompok nilai tahanan jenis yang paling tinggi pada bentangan AB/2=800 m adalah >250 Ohm-m yang di sekitar Bukit Binuang dengan luas yang makin menyempit, sedangkan di bagian baratlaut tahanan jenis tinggi ini sudah tidak terlihat lagi. Kelompok tahanan jenis berikutnya adalah Ohm-m, yang diperkirakan berupa aliran piroklastik yang terdapat di dua lokasi yaitu pertama dengan kontur tertutup terletak di sekitar Bukit Binuang dan lokasi ke dua di sebelah baratlaut Bukit Binuang dengan kontur membuka ke arah baratlaut. Kelompok tahanan jenis antara Ohm-m penyebarannya makin luas pada arah utara-selatan, terutama sebaran yang membuka ke arah utara. Pada bentangan ini tahanan jenis rendah <15 Ohm-m mempunyai luas yang 71

85 hampir sama dengan luas tahanan jenis pada bentangan AB/2=500 m sebelumnya akan tetapi kontur tahanan jenis membuka makin meluas ke arah timurlaut (gambar 3.3-3). 4) Bentangan AB/2=1000 m Kelompok tahanan jenis tinggi (>250 Ohm-m) pada bentangan AB/2=1000 m masih terlihat di sekitar Bukit Binuang, mempunyai kontur tertutup dengan luas yang makin menyempit, diikuti oleh kelompok tahanan jenis Ohm-m yang terbagi menjadi dua kelompok dengan kontur tertutup yaitu di sekitar Bukit Binuang dan di bagian baratlaut Bukit Binuang (juga dengan kontur tertutup). Kelompok tahanan jenis Ohm-m penyebarannya cukup luas dengan kontur membuka ke arah baratlaut. Luas sebaran kelompok tahanan jenis rendah <15 Ohm-m pada gambar di bawah ini lebih kecil bila dibandingkan dengan peta sebelumnya dengan kontur yang masih membuka ke arah timurlaut, kemungkinan tahanan jenis tersebut masih bekaitan dengan fosil alterasi atau batuan sedimen (gambar 3.3-4). 72

86 Sugung Ko tatan gah Siku mbang Bancah kuru Pasar Mu ara ton ang Ka mpu ng p anjan g BT. B ATAS S IAMPAN G BT. K ARA NG PETA TAHANAN JENIS SEMU DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT AB/2 = 250 M Paritpadang Pinang BT. GAJAH Ban cabtawa s BT. G AD ANG B T. BI NUA NG A Ka 8000 mba hao B Ilalang Lub uk gud ang Kam pun g te bing C L300 ubu5 kt in gga yo A. Paramancgak PA DAN GB ALIND UNG B. Alahanpanjang Lubukberdangung A 5000 B 6000 C 3 004B elim bing P ulaup ating D Simpang A 4000 Tambak B 5000 Sungailimau Kam pu ngba tu Sungailimau C H tengah D 7000 Pa dan g P and an A B E D uria nbu ngku k Pam icikan C 3002 Lu bukam baca ng D Ga nggu BT. RIM BO KU MA JA N A 2000 H E 7000 B 3000 F C 3001 D Batu kangku ngtin ngal D oggo k A 1000 E 6000 B H 5500 F C D 4000 Sian ok Mu dikt akis M ed anculik Bukitm alincang Lah armat i E Bonjol C F D H G 7000 Tanahtoban Pada ngb aha ro BT. BATA HUR UK Sun gaitimb erak E 4000 F 5000 Ka mp ungibu r S ung aila sih Lam pato Pisang Sungku r Du ku D E 2000 F 2000 A 6000 E F Batassarik H an gus G 2000 Parakdalam Ka palob and ar Paga rg adan g G Kotokunci 1000 Ku bug ada ng Pandagi A 7000 B 7000 F 4000 G 3000 Pad ang kalo Kalang Ko mpulan Pad G 500 angla 0 was Sung ailand ai Hat aba ru G Cub ada k G 6000 M uaro Akabu B T. BA TA SMURU K BA. Musul Kasuh BT. PA NIN JA UAN BT. PONJONG 0 m m m m KETERA NGA N > 250 Ohm-m 100 s/d 250 Ohm-m 15 s /d 100 Ohm-m < 15 Ohm-m Mata air panas A 5000 Titik pengukuran geolistrik Kontur tahanan jenis semu Kontur ketinggian selang 50 meter Sungai dan anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Gambar Peta Tahanan Jenis semu AB/2=250 m 73

87 Sugung Kota tan gah Sikumbang Banca h kuru Pasar Mua ra tona ng Kam pun g p anjan g B T. BA TAS SI AMPANG BT. KARANG PETA TAHANAN JENIS SEMU DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT AB/2 = 500 M Paritpad ang Pinan g BT. GA JA H Bancabtawas BT. G ADA NG B T. BI NUAN G A Kam 80 00bah ao B Ila la ng L ubu k gud ang Kam pung teb in g C Lu bukting gayo A. Paramancgak PAD ANG BA LI NDU NG B. Alah anp anjan g Lub ukberda ngu ng A B C 3 004Belimbing Pu la upa ting D S im pan g A 4000 Tambak B 5000 Sungailimau Kam pun gba tu Sung ailim C 3au 003 H t eng ah D Padang Pandan A B E 8000 D uria nbun gkuk Pamicikan C Lub ukam bacan g D Gan ggu BT. R IM BO KUMA JAN H A 2000 E B 3000 F C D Batukangkung Do ggo k Tinn A 10gal 00 E 6000 B H 5500 F C D Siano k Mudikta kis M eda nculik Bukitmalincang Lah arm ati E Bonjol C F 6000 H 6500 D G Tana hto ban P ada ngb aharo BT. BATAH URU K Sungaitimberak E F Ka mpu ngibu r Su nga ilasih Lampato Pisang Su ngkur Duku D E F A E 3000 F 3000 Batassarik Hang us G P ara kdalam Kap aloba nda r P agarga dan g G Kotokunci Ku buga dan g Pandagi A 7000 B F 4000 G Pad ang ka lo K alang Kompulan Pada G nglaw as S ung aila nda i H ata baru G C ub ada k G Muaro Akabu BT. BATA SMU RUK BA. Musul Kasuh BT. PA NIN JAU AN BT. PONJONG 0 m m m m KETERANGAN > 250 Ohm-m 100 s/d 250 Ohm-m 15 s/d 100 Ohm-m < 15 Ohm-m Kontur tahanan jenis semu A 5000 Titik pengukuran geolistrik Kontur ketinggian selang 50 meter Mata air panas Sungai dan anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Gambar Peta Tahanan Jenis semu AB/2=500 m 74

88 Sugung Kota tan gah Sikumbang Pa sa r Bancah kuru Muaratonang Kam pun g p anjan g B T. BA TAS SI AMPANG BT. KARANG PETA TAHANAN JENIS SEMU DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT AB/2 = 800 M Paritpad ang Pinang BT. GA JA H Bancabtawas BT. G ADA NG B T. BI NUAN G A Kam 80 00bah ao B Ila la ng L ubu k gud ang Kampung tebing C Lu bukting gayo A. Paramancgak PAD ANG BA LI NDU NG B. Alah anp anjan g Lub ukberda ngu ng A 5000 B 6000 C Be lim bing Pulaupating D Simpang A 4000 Tambak B 5000 Sungailimau Kam pun gba tu Sung ailim C 3au 003t eng ah H D Pa dang Pa ndan A B E 8000 Durianbungkuk P amicikan C 3002 Lub ukam bacan D 600 g 0 Ganggu BT. RIMBOKUMAJAN A 2000 H 4500 E 7000 B 3000 F 8000 C D Batukangkung Do ggo k A Tinn 10 gal 00 E 6000 B 2000 H 5500 F 7000 C D Sianok Mud ikta kis M eda nculik Bukitmalincang Lah arm ati E 5000 Bonjol F 6000 C D H G 7000 Tana hto ban P ada ngb aharo BT. BATAH URU K Sungaitimbera k E 4000 F Ka mpu ngibur Sunga ilasih Lampato Pisang Su ngkur Duku D 2000 E 2000 F 2000 A 6000 E 3000 F 3000 Hangus Ba tassarik G 2000 P ara kdalam Kap aloba nda r P agarga dan g G Ko1000 tokunci Ku buga dan g Pandagi A 7000 B 7000 F 4000 G Padangkalo Kalang Kompula n Padanglawas G 5000 S ung aila nda i Hatabaru G Cubadak G 6000 Muaro Akabu BT. BATA SMU RUK BA. Musul Kasuh BT. PA NIN JAU AN BT. PONJONG 0 m m m m KETERANGAN > 250 Ohm-m 100 s/d 250 Ohm-m 15 s /d 100 Ohm-m < 15 Ohm-m Kontur tahanan jenis semu A 5000 Titik pengukuran geolistrik Kontur ketinggian selang 50 meter Mata air panas Sungai dan anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Gambar Peta Tahanan Jenis semu AB/2=800 m 75

89 Su gun g Kotatangah Sikum bang Ba ncah ku ru Pasar M uarato nan g Kamp ung pa njang BT. BATA S SIA MP ANG B T. KA RAN G PETA TAHANAN JENIS SEMU DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT AB/2 = 1000 M Pina ng Paritpadang BT. G AJ AH Ba ncab tawas BT. GA DAN G BT. B INU ANG A K800 amb 0 aha o B 8000 Ilalan g Lu buk g uda ng Ka mp ung tebing C Lub 3005 uktingg ayo A.Paramancgak PADA NG BALIN DUN G B. Alaha npa njang Lu bukb erd ang ung A B Belimbing C Pulau pating D Simp ang A Tambak Sung ailim au B K amp ung batu Su nga ilima C 30u 03te ngah H D 7000 Pada ng Pandan A B E Pam icikan C L ubu ka mb acang Durianb ung ku k D Gang gu B T. RI M BOK UM AJ AN A H E B F C 3001 D Bat ukang kung Dog gok A Tinngal E B H F 7000 C D 4000 Sia nok Me dan cu lik Bukitmalincang M udiktakis E La harma ti Bonjol F 6000 C 2000 D 3000 H G Ta nah toba n Pa dan gba haro BT. B ATAHU RUK Su nga it im berak E F K amp ung ib ur Sun gailasih D Lam pa to Pisang Sungkur Duku E F A E F 3000 Batassarik Ha ngu s G 2000 Parakd alam K apa lo ban dar Pag argad ang G Kot 10okunci 00 Kubu gad ang Pand agi A B F 4000 G 3000 P ada ngkalo Kalang Kom pulan Padanglawas G Su nga ilan dai Hatabaru G 4000 Cuba dak G Muaro Akabu BT. BATASM U RUK BA. Musul Kasuh B T. PAN INJ AU AN BT. PON JO NG 0 m m m m KETERANGAN > 250 Ohm-m 100 s/d 250 Ohm-m 15 s/d 100 Ohm-m < 15 Ohm-m Kontur tahanan jenis semu A 5000 Titik pengukuran geolistrik Kontur ketinggian selang 50 meter Mata air panas Sungai dan anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Gambar Peta Tahanan Jenis semu AB/2=1000 m 76

90 Penampang Tahanan Jenis Semu Penampang tahanan jenis semu di daerah panas bumi Bonjol terdiri dari lintasan A, B, C, D, E, F, G dan H. Penampang-penampang ini disesuaikan dengan jumlah titik amat pada setiap lintasan ditambah dengan data titik amat pengukuran sounding. Lintasan A Pada penampang A, kelompok tahanan jenis tinggi >250 Ohm-m di bagian baratdaya diikuti oleh kelompok tahanan jenis dengan perlapisan tidak begitu tebal, diduga tahanan jenis tersebut berhubungan dengan adanya batuan lava dari G. Pasaman 1. Bagian tengah sampai ke timurlaut pada penampang lintasan ini ditempati oleh kelompok tahanan jenis Ohm-m dengan penyebaran ke arah bawah makin meluas. Di bagian timurlaut penampang ini terdapat tahanan jenis <15 Ohm-m berupa spot di bawah titik amat A-5500 dan A PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN A Baratdaya Timurlaut 500 A 2000 A A 3000 A A 4000 A A A 5500 A 6000 A A A Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan A Lintasan B Pada lintasan B ini, tahanan jenis tinggi >250 Ohm-m dan Ohm-m menempati bagian baratdaya yang diperkirakan ditempati oleh lairan piroklastik dan lava dari produk G.Pasaman 1, sedangkan di bagian timurlaut didominasi oleh batuan sedimen yang terdiri dari batu lempung dan pasir. Tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m penyebarannya hanya disekitar titik amat B-5000 dan B-5500 di permukaan, hampir tiga perempat lintasan ini didominasi oleh tahanan jenis sedang Ohm-m, dengan penyebarannya cukup luas ke arah bawah. 77

91 PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN B Baratdaya Timurlaut 0 B B 3000 B 3500 B 4000 B B B B B 6500 B B 7500 B Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan B Lintasan C Penampang lintasan C, kelompok tahanan jenis tinggi Ohm-m dan >250 Ohm-m masih tersebar di bagian baratdaya, kemudian kelompok tahanan jenis dengan nilai Ohm-m berada dibawah titik amat C-3500 sampai C-5000 bagian bawah ke arah baratdaya tahanan jenis berangsur naik dengan lapisan yang tidak begitu tebal. Kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m menyebar cukup luas dibawah amat C-5000 sampai C-7000 dan diselingi oleh sedikit tahanan jenis sedang di bagian tengah (di permukaan) dan timurlaut. Baratdaya C 3000 C C PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN C C C 5000 C 5500 C 6000 C 6500 C C Timurlaut C Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan C Lintasan D Profil lintasan D, kelompok tahanan jenis tinggi semakin mengecil, hanya terdapat di permukaan di bawah titik amat D-3000, D-3500 dan D-4000 dan didominasi oleh kelompok tahanan jenis Ohm-m. Tahanan jenis < 15 Ohm-m berada di bagian timur laut lintasan dibawah titik amat D-5000, D-5500, D-6000 dan D-6500 dengan 78

92 penyebaran menujam ke arah baratdaya, tahanan jenis rendah tersebut kemungkinan adalah batuan sedimen berupa lempung dan pasir. PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN D Baratdaya D 2500 D 3000 D 3500 D 4000 D 4500 D 5000 D 5500 D 6000 D 6500 D 7000 D 7500 Timurlaut D Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan D LINTASAN E Seperti halnya lintasan D, profil lintasan mempunyai kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m berada di bagian timurlaut dibawah titik amat E-5500, E-6050, E-6500 dan E- 7000, semua blok ditempati oleh tahanan jenis rendah tersebut mulai dari permukaan sampai di kedalaman pada harga tahanan jenis bentangan AB/2=1000 m, tahanan jenis rendah tersebut kemungkinan berasosiasi dengan batuan sedimen. Terdapat kontras antara tahanan jenis rendah di bagian timurlaut dan tahanan jenis tinggi di bagian baratdaya dengan kelompok tahanan jenis antara Ohm-m dan Ohm-m diduga disebakan oleh adanya perbedaan litologi. Kelompok tahanan jenis tinggi > 250 Ohm-m di bagian baratdaya tersebut diduga berasosiasi dengan batuan vulkanik atau lebih tepatnya lava dari Bukit Binuang. Baratdaya E E E 4000 E PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN E E 5000 E 5500 E 6050 E 6500 E 7000 E Timurlaut Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan E 79

93 Lintasan F Pada lintasan F kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m masih berada di bagian tengah - timurlaut yaitu di bawah titik amat F-5200, F-5500, F-6000, F-6500 dan F-7000 dengan penyebaran dan diduga berasosiasi dengan batuan sedimen yaitu batu lempung dan pasir. Selanjutnya kelompok tahanan jenis yang lebih besar yaitu ohm-m, mengapit tahanan jenis < 15 Ohm-m dengan penyebaran ke arah bawah makin luas. Di bagian baratdaya ditempati oleh kelompok tahanan jenis tinggi dan >250 Ohm-m yang diduga menurut geologi adalah produk lava Bukit Binuang. PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN F Baratdaya F F 3000 F F 4000 F F 5200 F 5500 F 6000 F 6500 F Timurlaut F Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan F Lintasan G Kelompok tahanan jenis sedang Ohm-m mendominasi hampir seluruh lintasan G, kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m hanya sedikit berada di bawah titik amat G dan G Pada penampang ini tahanan jenis rendah dan sedang tersebut membentuk perlapisan yang hampir homogen dan seperti pada lintasan sebelumnya masih berasosiasi dengan batuan sedimen yaitu batu lempung dan pasir. 80

94 PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN G Baratdaya 0 G2000 G2500 G G3500 G4000 G4500 G5000 G5500 G Timurlaut G Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan G Lintasan H Penampang lintasan H adalah penampang yang memotong lintasan B, C, D, E, dan F, dibuat melalui titik amat A-5000, B-5000, H-3500, C-5000, H-4500, D-5000, H-5500, E- 5000, H-6500, dan F Kelompok tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m terdiri dari tiga kelompok yaitu pertama tahanan jenis rendah yang terdapat dekat permukaan dengan ketebalan sampai bentangan AB/2=250 m di bagian baratlaut, kedua tahanan jenis yang berada di bawah titik amat H-4500 pada kedalaman bentangan AB/2=500, 800 meter dan kelompok ketiga berada di bagian tenggara mulai dibawah titik amat E-5000, H-6500 dan F-5200, mulai dari permukaan sampai kedalaman tak terhingga. Korelasinya geologi dari lapisan tahanan jenis tersebut hampir sama dengan pembahasan di atas. PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU LINTASAN H Timurlaut 500 A B 5000 H C 5000 H 4500 D 5000 H 5500 E 5000 H 6500 F Tenggara Gambar Penampang Tahanan Jenis semu Lintasan H 81

95 Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya Penampang sounding dibuat pada lintasan B (B-4000, B-4500, B-5000, B-5500, dan B- 6000), lintasan E (E-4000, E-5000 dan E-6050), lintasan F (F-4500, F-5200 dan F-6000), kemudian penampang yang memotong semua lintasan yaitu A-4500, B-5000, C-5500, D- 5500, E-5000, F-5200, G Gambar dan bahasan dari masing-masing penampang adalah sebagai berikut: A. Penampang Sounding Lintasan B Penampang B hasil dari pengukuran sounding dapat dikelompokkan menjadi empat lapisan yaitu : lapisan pertama adalah lapisan permukaan dengan kelompok tahanan jenis antara terdiri dari percampuran antara batuan sedimen dan lava tua. Lapisan ke dua adalah lapisan dengan tahanan jenis antara Ohm-m, diduga merupakan lapisan dari batuan sedimen yang terdiri dari lempung dan pasir. Lapisan ke tiga dengan tahanan jenis antara Ohm-m, diduga merupakan lapisan dari rombakan batuan vulkanik tua dan lapisan yang paling bawah dengan tahanan jenis < 15 yang diduga merupakan lapisan penudung di daerah ini berada pada kedalaman 550 m dari permukaan dengan ketebalan tidak diketahui?. PENAMPANG SOUNDING B DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Meter Baratdaya B 4000 B Skala = H = 1 : V B B Timurlaut B KETERANGAN : 100 Tanah Penutup Ohm-m 3-12 Ohm-m Ohm-m Gambar Penampang Sounding Lintasan B B. Penampang Sounding Lintasan E C. Penampang tahanan jenis pada lintasan E terdiri dari empat lapisan dengan tahanan jenis di permukaan antara Ohm-m di bagian timurlaut dan di bagian baratdaya dengan tahanan jenis tinggi antara Ohm-m yang diduga merupakan lava 82

96 Kuarter dari Bukit Binuang. Lapisan ke dua dengan tahanan jenis antara 3 10 Ohmm seperti pada lintasan B diduga merupakan batuan sedimen dan lapisan ke tiga adalah tahanan jenis Ohm-m, diduga merupakan lava tua atau aliran piroklastik. PENAMPAMG SOUNDING E4000- E 6050 DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMTERA BARAT Meter Baratdaya 400 E Skala = H V = 1 : Timurlaut E E KETERANGAN : Tanah Penutup 3-10 Ohm-m Ohm-m Ohm-m Gambar Penampang Sounding Lintasan E C. Penampang Sounding Lintasan F Penampang lintasan F ini terdiri dari tiga titik amat yaitu pada titik F-4500, F-5200 dan F Hasil interpretasi sounding pada penampang ini menunjukkan 3 lapisan tahanan jenis, pada lapisan pertama adalah lapisan permukaan yang ditempati oleh tahanan jenis yang bervariasi antara tahanan jenis Ohm-m kemungkinan lapisan ini adalah batuan lava yang berumur Kwarter dan sisipan tahanan jenis Ohm-m. Lapisan ke dua menunjukkan tahanan jenis antara 5 16 Ohm-m, kemungkinan ditempati oleh batuan aliran piroklastik atau lava tua, selanjutnya pada lapisan ke tiga dengan tahanan jenis antara Ohm-m, diasumsikan sebagai batuan lava tua. 83

97 PENAMPANG SOUNDING F4500-F6000 DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Skala = H = 1 : V Meter F4500 F F KETERANGAN : Tanah Penutup 5-16 Ohm-m Ohm-m Gambar Penampang Sounding Lintasan F D. Penampang A-4500, B-5000, C-5500, D-5500, E-5000, F-5200, G-4000 Penampang ini merupakan penampang yang mewakili titik amat sounding untuk setiap lintasan dari A sampai G, seperti pada penampang lainnya terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan permukaan dengan tahanan jenis antara Ohm-m, batuan penyusun lapisan ini berupa campuran dari batuan sedimen, lava tua, dan lava kuater. Lapisan ke dua dengan tahanan jenis antara 3 25 Ohm-m merupakan batuan sedimen yaitu lempung dan pasir, lapisan ke tiga dengan tahanan jenis antara Ohm-m diduga batuannya sama dengan penampang lainnya terdiri dari lava tua, batuan sedimen dan aliran piroklastik. Penyebaran kedalaman dari penampang ini memperlihatkan ke arah tenggara makin menebal. Lapisan paling bawah dari penampang ini adalah tahanan jenis Ohm-m, diduga merupakan lapisan konduktif yaitu batuan penudung yang mempunyai kedalaman m dari permukaan. 84

98 PENAMPANG SONDING ABCDEFG DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN,PROVINSI SUMATERA BARAT Baratlaut A Skala = H V = 1 : : Tenggara B C D 5500 E F G KETERANGAN : Tanah Penutup 3-25 Ohm-m Ohm-m Ohm-m Gambar Penampang Sounding Lintasan A, B, C, D, E, F, G Head-On Hasil perhitungan tahanan jenis menghasilkan penampang tahanan jenis dan profil perpotongan tahanan jenis pada setiap bentangan AB/2 untuk lintasan head-on C dan F. a. Lintasan Head-On C Pada profil head-on lintasan C terdapat tiga buah struktur pada bentangan AB/2=200 m dan 1 buah struktur pada bentangan AB/2=400 m, pada bentangan AB/2 lainnya tidak ditemukan struktur. Tahanan jenis pada penampang head-on, memperlihatkan dominasi tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m dan tahanan jenis antara Ohm-m. Ke arah timurlaut di permukaan tahanan jenis makin tinggi sampai > 100 ohm-m. Terlihat jelas adanya kontras tahanan jenis di bagian timurlaut kemungkinan menandakan adanya perbedaan litologi. b. Lintasan Head-On F Profil head-on lintasan F memperlihatkan struktur yang menerus dari permukaan sampai di kedalaman, pada bentangan AB/2=200 m terlihat adanya struktur pada titik amat F (Airpanas Padang Baru) menerus ke bentangan AB/2=400 m, masih di sekitar titik amat F-5000, kemudian ke bawah lagi ditemui pada bentangan AB/2=500 m rekahan 85

99 berkembang menjadi dua buah yaitu disekitar titik amat F-5000 dan F Struktur ini menerus ke bawah sampai bentangan AB/2=800 m. Berdasarkan hasil head-on tersebut terbukti bahwa struktur hanya ditemukan pada lintasan F, tidak menerus ke lintasan C (airpanas Takis) seperti yang diduga pertama. Airpanas Padang Baru keluar ke permukaan melalui sesar normal dengan kemiringan hampir tegak lurus. Air panas Takis dikontrol oleh struktur lain yaitu sesar normal Takis yang berarah timurlaut-baratdaya. Di bagian baratdaya dan timurlaut terdapat kerapatan kontur antara kontur 15 sampai 100 Ohm-m yang menandakan adanya perbedaan litologi di daerah tersebut. 86

100 C 4300C 4400 C 4500C 4600C 4700C 4800C 4900C 5000 C 5100 C 5200 C 5300 C 5400C 5500 C 5600C 5700 C 5800C 5900 C 6000 PENAMPANG HEAD-ON LINTASAN C 400 PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU HEAD ON LINTASAN C AB/2 = 200 M AB/2 = 400 M AB/2 = 500 M AB/2 = 600 M AB/2 = 800 M Gambar Penampang Head-On Lintasan C 87

101 PENAMPANG HEAD-ON LINTASAN F PENAMPANG TAHANAN JENIS SEMU HEAD ON LINTASAN F Baratdaya Timurlaut Ap. Padang Baru F 5700 F 4300 F 4400 F 4500 F 4600 F 5500 F 5800 F 5600 F 4700 F 4800 F 4900 F 5000 F 5100 F 5200 F 5300 F AB/2 = 200 M AB/2 = 400 M AB/2 = 500 M AB/2 = 600 M AB/2 = 800 M Gambar Penampang Head-On Lintasan F 88

102 3.3.3 Analisis Keprospekan Sebaran tahanan jenis semu pada bentangan AB/2=250 m memperlihatkan pola kontur tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m yang hampir menutup di sekitar airpanas S. Limau dan Takis dengan sebaran baratlaut-tenggara, akan tetapi pada bentangan AB/2=400, AB/2=500, dan AB/2=800 m tahanan jenis rendah tersebut sebarannya makin melebar, hal ini menandakan tahanan jenis tersebut berasosiasi dengan tahanan jenis rendah hasil dari alterasi hidrotermal atau berhubungan dengan batu lempung dari batuan sedimen yang menutupi sebagian daerah penyelidikan. Kemungkinan tahanan jenis rendah < 15 Ohm-m ini merupakan daerah prospek yang mempunyai luas sekitar 7,5 Km², diambil dari peta tahanan jenis pada bentangan AB/2=800 m. Potensi cadangan terduga dihitung berdasarkan rumus, dengan asumsi tebal reservoar 1000 m, pendugaan temperatur bawah permukaan berdasarkan segitiga Na, K, Mg adalah 180 C. Q = x A x (T Res T cut off ) C Q = x 7,5 ( ) C Q = 0,1158 x 7,5 (60) C Q = 50 MWe 3.4 GAYA BERAT Penentuan Titik Base Pengukuran gaya berat dilakukan dengan menggunakan alat gravitimeter merk La Coste & Romberg type G-802 pada titik ukur yang telah tersedia dengan interval 250 m pada lintasan, dan berkisar antara 500 m dan 1000 m pada lintasan regional. Data yang didapatkan dalam pengukuran adalah nilai gaya berat yang dibaca pada alat Gravitimeter berupa harga skala. Nilai pengukuran yang diperoleh diikatkan ke nilai gaya berat Internasional (IGSN 71) DG0 Bandung. Grid pengukuran gaya berat di daerah Panas Bumi Bonjol terdiri atas Grid Lintasan A, B, C, D, E, F, G, dan H sebanyak 199 titik ukur, dan Lintasan Regional (Random) sebanyak 64 titik ukur. Jumlah keseluruhan titik ukur yang telah dilaksanakan pengukurannya sebanyak 263 titik ukur. Sebelum melakukan pengukuran gaya berat, dilakukan penentuan titik base yang merupakan titik acuan sebelum maupun sesudah pengukuran lapangan, penentuan ini dilakukan pada lokasi yang letaknya stabil dan diusahakan pada posisi mendatar dengan tidak terpengaruh oleh perbedaan ketinggian topograpi. Untuk menentukan lokasi titik base dilakukan pada lokasi yang mudah dijangkau dan tidak terganggu oleh hilir mudik manusia maupun kendaraan, untuk daerah ini penempatan titik base berada di depan 89

103 base camp. Nilai titik base yang telah diikatkan ke nilai gaya berat Internasional (IGSN 71) DG0 Bandung mempunyai nilai G abs = mgal. Regu topografi terlebih dahulu melakukan pengukuran topografi untuk membuat titik-titik ukur (Grid pengukuran) pada lokasi yang telah direncanakan sesuai dengan pola grid yang telah ditentukan. Penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan Wild T0 buatan Switzerland. Pengikatan titik ke peta dasar menggunakan Global Positioning System (GPS) tipe navigasi pada proyeksi UTM WGS Densitas Batuan Untuk menentukan densitas ditentukan dengan dua cara yaitu cara yang pertama adalah analisa batuan di laboratorium terhadap 6 buah sampel batuan yang dianggap mewakili seluruh daerah penyelidikan dan cara kedua adalah analisis grafik hubungan g-h yang disebut juga dengan metode Parasnis a Densitas Sampel Batuan Untuk perhitungan anomali Bouguer, anomali Regional, anomali Sisa maupun untuk Model dua dimensi dilakukan pengukuran densitas batuan terhadap 6 buah sampel batuan yang representatif yang diambil pada litologi yang berbeda. Hasil pengukuran densitas batuan tersebut dilakukan di laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 3.4-1: Hasil Densitas Sampel Batuan Daerah Panas Bumi Bonjol, Pasaman No Nomor Sampel Nama Batuan Densitas gr/cm 3 1 BJL-7 Lava Tua BJL-10 Lava Bukit Tinggi BJL-29 Lava Baringin BJL-47 Lava 1 Bukit Simarabun BJL-48 Lava 2 Bukit Simarabun BJL-58 Lava Malintang 2.63 Hasil yang didapat dari pengukuran tersebut terlihat bahwa densitas tertinggi terdapat pada batuan lava Beringin, dengan nilai 2.87 gr/cm 3, sedangkan densitas terendah terdapat pada batuan andesit (telah mengalami pelapukan) dengan nilai 2.51 gr/cm 3. 90

104 Variasi harga densitas batuan di daerah panas bumi Bonjol berkisar antara gr/cm 3. Dari sample-sampel tersebut didapat densitas batuan rata-rata hasil dari analisis laboratorium untuk daerah panas bumi Bonjol adalah 2.65 gram/cm b Densitas Metode Parasnis Metode ini memanfaatkan anomali Bouguer dan terrain yang dilakukan dengan metode korelasi g-h. Formula anomali Bouguer dapat ditulis kembali menjadi : (gobs gn h) = ( h Terrain)σ. Jika : (gobs gn h) di plot terhadap ( h Terrain), maka gradiennya adalah densitas. Dari gambar memperlihatkan grafik untuk mendapatkan nilai estimasi densitas dan regresi linier menggunakan seluruh data pengukuran gaya berat yang memberikan nilai densitas 3.1 gram/cm 3 (gambar 3.4-1). Dari hasil metode Parasnis dan hasil analisa laboratorium yang memperlihatkan perbedaan nilai agak jauh, maka penulis menggunakan nilai densitas untuk daerah ini memakai hasil dari analisis laboratorium sedangkan metode Parasnis hanya sebagai pembanding. Dan selanjutnya perhitungan-perhitungan untuk mendapatkan anomalianomali gaya berat yang berikut ini menggunakan koreksi densitas sebesar 2.65 gr/cm 3. Y gobs-gn+fac (mgal) 0-20 Y = * X X BC-Terrain (mgal) Gambar 3.4-1: Grafik untuk mendapatkan nilai estimasi densitas dan regresi linier, menghasilkan nilai densitas 3.1 gram/cm 3 91

105 3.4.3 Sebaran Anomali Bouguer Nilai sebaran anomali Bouguer yang diperlihatkan berkisar antara -24 mgal sampai -58 mgal, dimana pola anomalinya memiliki suatu rentang anomali Bouguer dan gradien anomali yang relatief besar. Gambar memperlihatkan sebaran anomali Bouguer daerah panas bumi Bonjol untuk densitas 2.65 gr/cm 3. Pola lineasi anomali Bouguer memperlihatkan arah umum baratlaut tenggara, serta di beberapa tempat seperti di bagian tengah, timur, barat, dan selatan terjadi pembelokan dan pengkutuban anomali rendah dan tinggi. Peta ini memperlihatkan kecenderungan pola regional berarah baratlaut - tenggara dengan nilai gayaberat yang meninggi ke arah barat, baratlaut, dan baratdaya. Arah pola regional ini sesuai dengan arah struktur geologi yang membentang dari barat laut ke tenggara. Beberapa kelurusan dengan pola yang kuat dan tegas, terutama di bagian tengah, timur, dan selatan daerah penyelidikan, mempertegas keberadaan struktur-struktur berarah baratlaut-tenggara, utara-selatan, dan baratdaya - timurlaut, yang secara geologi dapat dikenali di permukaan dan merupakan struktur-struktur tua di daerah ini. Gradien kontur anomali memberikan kontras anomali yang cukup jelas. Sebaran nilai anomali Bouguer dapat dibagi menjadi empat kelompok berikut ini. 1). Kelompok nilai 26 mgal sampai dengan -30 mgal dikelompokkan sebagai anomali tinggi dan terdapat dibagian baratlaut, baratdaya, dan tengah. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang umumnya masih segar dan masif. 2). Kelompok nilai -32 sampai dengan -38 mgal dikelompokkan sebagai anomali sedang dan terdapat dibagian tengah, barat, baratdaya, baratlaut, utara, dan tenggara daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan sedang. 3 Kelompok nilai -40 s/d -48 mgal dikelompokkan sebagai anomali rendah dan terdapat dibagian selatan, timur dan utara daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan sedang sampai tinggi dan/atau batuan sedimen. 4) Kelompok nilai 50 mgal sampai dengan -48 mgal dikelompokkan sebagai anomali paling rendah dan terdapat dibagian selatan, dan timur daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan tinggi dan/atau batuan sedimen dan aluvial. 92

106 S. Talang Sug ung Ko tatan gah Siku mb ang Bancah kuru Pasar S. Harumuk Mu ara ton ang Ka mpu ng panjan g BT. B ATAS SIAMPAN G BT. K ARA NG PETA ANOMALI BOUGUER DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT densiti 2, A. Paramancgak Lub uk gu dang Pina ng Paritpad ang Bancabtawas BT. GAJAH Ka mba hao Ilalang Kam pun g te bing Lubuktinggayo B. A la han panja ng 0 m 1000 m 2000 m 3000 m 4000 m KETERANGAN Lub ukbe rda ngu ng Simpang Tam bak Padang D uria nbu ngku k Pamicikan P ulaup ating Sungailimau Sungailimau tengah Pandan Lu bukam baca ng Belimbing Ka mpu ngb atu Ganggu A. Tandu A. Lapo BT. RIMBOKUMAJAN B T. BA TASM URU K Batu kangku ngtinn gal D ogg ok Bu kitm alincang Lah armat i Sun gaitimb erak B. Sa mpas Tanahtoban Mu diktakis Sian ok M ed anculik Bonjol Padangbaharo B T. BA TA HUR UK Kontur anomali bouguer Ka mpu ngibu r A. Lubuk Bunda S ung aila sih Lam pato Pisang Su ngku r Du ku B T. BI NUA NG Pad ang la wa s Sungailandai Ha taba ru Pa dang kalo Cu bada k Muaro BA. Musul Kasuh BT. PANI NJA UAN F5000 Titik pengukuran gaya berat Mata air panas Kontur ketinggian selang 50 meter Hangus Batassarik Parakdalam Ka palob and ar Pagargadang Kotokunci Ku bug ada ng BT. GAD ANG Pandagi Kalang Ko mp ulan PA DAN GB ALIND UNG Akab u BT. PO NJ ON G Sungai da n anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupat en dan jalan lokal Gambar : Peta Anomali Bouguer daerah Bonjol, Kab.Pasaman, Prov.Sumatera Barat 93

107 3.4.4 Sebaran Anomali Bouguer Regional Sebaran Anomali Bouguer Regional memperlihatkan anomali permukaan polinomial (trend surface) orde-2 sebelum dilakukan pemfilteran. Untuk mendapatkan nilai anomali Regional ini banyak caranya, diantaranya yang dilakukan disini adalah dengan metode Polynomial Fitting. Gambar memperlihatkan peta anomali Bouguer Regional daerah penyelidikan Bonjol-Pasaman dengan densitas 2.65 gr/cm 3. Nilai anomali regional ini dibagi menjadi empat kelompok anomali yaitu : 1) Kelompok nilai 27 mgal sampai dengan -31 mgal dikelompokkan sebagai anomali tinggi dan terdapat dibagian ujung barat sampai baratlaut. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang umumnya masih segar dan masif. 2) Kelompok nilai -32 sampai dengan -36 mgal dikelompokkan sebagai anomali sedang dan terdapat dibagian barat menuju arah tengah sampai kebagian utara daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan sedang. 3) Kelompok nilai -37 sampai dengan -41 mgal dikelompokkan sebagai anomali rendah dan terdapat dibagian baratdaya menuju tengah sampai kearah utara daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan sedang sampai tinggi dan/atau batuan sedimen. 4) Kelompok nilai 42 mgal sampai dengan -46 mgal dikelompokkan sebagai anomali paling rendah dan terdapat dibagian selatan, timur sampai menuju kearah timurlaut daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan lava yang telah mengalami pelapukan tinggi dan/atau batuan sedimen dan aluvial. Untuk mendapatkan informasi gaya berat yang berkaitan dengan target prospeksi panas bumi (lokal), dilakukan pemisahan anomali Bouguer dari kecenderungan regionalnya (struktur dalam/regional). Pemisahan dilakukan dengan cara mensubtraksi anomali Bouguer dengan permukaan polinom yang dianggap mewakili kecenderungan permukaan regional. Polinom orde-2 dianggap paling mewakili daerah penyelidikan mengingat tidak terlalu luasnya daerah penyelidikan dan kecenderungan pola regional yang dapat dikenali pada anomali Bouguer yang menunjukkan bidang sederhana orde-2. Dari permukaan anomali regional ini cenderung berarah baratlaut - tenggara dengan nilai rendah kearah 94

108 tinggi yaitu dari tenggara ke arah baratlaut. Nilai yang meninggi ke arah baratlaut ini mungkin disebabkan oleh karena daerah di bagian timurlaut, tengah, timur, tenggara, dan sampai ke selatan daerah penyelidikan dominan diisi oleh batuan vulkanik tua, aluvial dan sedimen yang telah mengalami pelapukan dibandingkan dengan daerah barat dan baratlaut yang diisi oleh batuan lava yang densitasnya lebih tinggi. Daerah manifestasi panas bumi pada umumnya ditempati oleh anomali rendah dan anomali sedang. Pada sebaran anomali Bouguer Regional ini memperlihatkan arah kelurusan yang pada umumnya berarah baratlaut tenggara sesuai dengan arah struktur besar Sumatra. 95

109 S. Talang Sugung Kotatangah Sikumbang Bancah kuru Pasar S. Harumuk Mu ara ton ang Ka mpu ng panjan g BT. B ATAS SIAMPAN G BT. K ARA NG PETA ANOMALI BOUGUER REGIONAL DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT densiti 2, A. Par amancgak Lub uk gu dang Bancabta wa s Pina ng BT. GAJAH Paritpad ang Lubukberdangung Simpang Tambak Pa dan g Duria nbu ngku k Pamicikan Ka mba hao Ilalang P ulaup ating Sungailimau Sungailimau tengah Pand an Lu bukam baca ng Belim bing Kam pun g te bing Lubuktinggayo Ka mpu ngb atu Ga ngg u A. Tandu A. Lapo BT. RIMBO KU MA JA N B. A la han panja ng BT. BATASMURUK 0 m 1000 m 2000 m 3000 m 4000 m KETERANGAN BatukangkungTinn gal Bukitm alincang Lah armati Sun gaitimb erak B. Sa mpas Tanahtoban Mu diktakis D ogg ok Sian ok M ed anculik Bonjol Padangbaharo BT. BATAHURUK Kontur anomali bouguer regional Ka mpu ngibu r A. Lubuk Bunda Sungailasih Lam pato Pisang Su ngku r Du ku BT. BINUANG Padanglawas Sun gailand ai Ha taba ru Pa dang kalo Cu bada k Muaro BA. Musul Kasuh BT. PANI NJA UAN F5000 Titik pengukuran gaya berat Mata air panas Kontur ketinggian selang 50 meter Hangus Batassarik Parakdala m Ka palob and ar Paga rg ada ng Kotokunci Ku bug ada ng BT. GAD ANG Pa ndagi Kalang Ko mp ulan PADANGBALINDUNG Akab u BT. PO NJ ON G Sungai da n anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Gambar : Peta Anomali Bouguer Regional daerah Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat 96

110 3.4.5 Sebaran Anomali Bouguer Sisa (Residual) Dari sebaran anomali Bouguer Sisa (3.4-4) memperlihatkan kelurusan-kelurusan gaya berat berarah baratdaya-timurlaut, dan baratlaut - tenggara yang secara tegas terlihat di bagian barat, tengah, dan timur daerah penyelidikan sangat cocok dengan keberadaan struktur-struktur geologi yang dapat dikenali di permukaan dan dari kelurusan kontur topografi. Kompleksitas kelurusan di daerah tengah, dan timur tidak dapat dikenali dari geologi permukaan mungkin karena tingkat erosi yang kuat di daerah tersebut. Selain itu juga memperlihatkan pengkutuban anomali positif dan anomali negatif dengan kerapatan serta pembelokan kontur yang tajam. Kondisi demikian mengindikasi-kan adanya strukturstruktur sesar yang dominan berarah baratdaya-timurlaut dan baratlaut- tenggara searah dengan struktur utama Pulau Sumatera. Peta ini memperlihatkan struktur yang agak kompleks, namun pola anomali ini relatif memiliki persamaan dengan pola anomali Bouguernya, hal ini diperkirakan karena pola anomali Bouguer di daerah penyelidikan secara dominan diakibatkan oleh struktur dalam. Anomali Sisa ini lebih mempertegas lagi keberadaan kelurusan-kelurusan yang dikenali dari anomali Bouguer. Kelurusankelurusan baratdaya-timurlaut, baratlaut tenggara, secara tegas terlihat di bagian barat, tengah, dan timur daerah penyelidikan. Di bagian tengah ke arah barat, bagian timur ke arah tengah, dan bagian tengah ke arah selatan pola anomali yang komplek dan dikenali dari anomali Bouguer terlihat lebih tegas lagi. Secara umum, di bagian daerah tengah, selatan, dan timurlaut dari daerah penyelidikan dimana manifestasi panas bumi Bonjol berada didominasi oleh kelurusan-kelurusan berarah baratdaya-timurlaut, baratlauttenggara, dan hampir utara-selatan. Kompleksitas kelurusan di sekitar komplek manifestasi Bonjol mencerminkan kompleksitas struktur geologi di daerah tersebut. Sebaran anomali Bouguer sisa ini yang merupakan hasil ekstraksi anomali Bouguer dengan bidang polimomial orde-2, lebih mempertegas lagi keberadaan kelurusankelurusan dan anomali rendah tadi. Secara umum, di daerah tengah daerah penyelidikan dimana manifestasi air panas Limau berada didominasi oleh kelurusan berarah baratlauttenggara, begitu pula manifestasi airpanas Padang Baru yang berada di bagian selatan daerah penyelidikan mempunyai kelurusan yang sama. Zona anomali rendah yang terletak di sebelah timur, baratlaut, dan utara semakin terisolasi, begitu pula yang berada di sebelah selatan daerah penyelidikan. Anomali rendah ini sebagian menunjukkan kesamaannya dengan anomali Bouguer, hal ini mengisyaratkan kondisi struktur lokal searah dengan struktur dalamnya. Zona anomali tinggi yang berada di sekitar manifestasi air panas Takis semakin terfokus, ini 97

111 memperlihatkan bahwa anomali sisa ini kemungkinan ditimbulkan oleh struktur-struktur dalam dan sangat kompleks. Jika hal ini memang benar, maka ada hal yang menarik dari zona anomali tinggi tadi, apakah zona tinggi ini ditimbulkan oleh blok batuan dengan densitas yang relatif lebih tinggi dari pada batuan yang ada disekitarnya atau berupa batuan intrusi (?) yang berumur lebih muda dari pada batuan disekitarnya dan berperan sebagai sumber panas dari sistem panas bumi di daerah penyelidikan ini. Sebaran anomali Bouguer Sisa ini dapat dibagi menjadi empat kelompok anomali yaitu ; 1. Kelompok nilai -14 mgal sampai dengan 20 mgal dikelompokkan sebagai anomali paling rendah. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan yang telah mengalami pelapukan tinggi dan/atau batuan yang sedang mengalami proses hydrothermal atau batuan sedimen/alluvial. 2. Kelompok nilai 12 mgal sampai dengan 6 mgal dikelompokkan sebagai anomali rendah terletak di bagian selatan, dan timur daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan yang telah mengalami pelapukan sedang sampai tinggi dan/atau batuan sedimen dan alluvial. 3. Kelompok nilai 4 mgal sampai dengan 2 mgal dikelompokkan sebagai anomali sedang yang terletak dibagian selatan menyebar ke arah baratlaut, timur, dan timurlaut daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang masih didominasi oleh batuan lava yang mengalami pelapukan rendah. 4. Kelompok nilai 3 mgal sampai dengan 10 mgal dikelompokkan sebagai anomali tinggi yang terletak dibagian tengah, selatan, barat, dan baratlaut daerah penyelidikan. Kelompok ini ditafsirkan sebagai respon batuan yang didominasi oleh batuan beku (lava) yang kompak dan massif. 98

112 S. Talang Sugung Kotatangah Sikumbang Bancah kuru Pasar S. Harumuk Mu ara ton ang Ka mpu ng panjan g BT. B ATAS SIAMPAN G BT. K ARA NG PETA ANOMALI BOUGUER SISA DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT densiti 2, A. Par amancgak Lub uk gu dang Bancabta wa s Pina ng BT. GAJAH Paritpad ang Lubukberdangung Simpang Tambak Pa dan g Duria nbu ngku k Pamicikan D Ka mba hao Ilalang P ulaup ating Sungailimau Sungailimau tengah Pand an Lu bukam baca ng Belim bing Kam pun g te bing Lubuktinggayo Ka mpu ngb atu Ga ngg u A. Tandu B A. Lapo BT. RIMBO KU MA JA N B. A la han panja ng BT. BATASMURUK 0 m 1000 m 2000 m 3000 m 4000 m KETERANGAN BatukangkungTinn gal D ogg ok Bukitm alincang Lah armati Tanahtoban Sun gaitimb erak B. Sa mpas A Mu diktakis Sian ok M ed anculik Bonjol Padangbaharo D BT. BATAHURUK Kontur anomali bouguer sisa Ka mpu ngibu r A. Lubuk Bunda Sungailasih Lam pato Pisang Su ngku r Du ku C BT. BINUANG Padanglawas Sun gailand ai Ha taba ru Pa dang kalo Cu bada k Muaro BA. Musul Kasuh BT. PANI NJA UAN F5000 Titik pengukuran gaya berat St ruktur Mata air panas Hangus Batassarik Parakdala m Ka palob and ar Paga rg ada ng Kotokunci Ku bug ada ng BT. GAD ANG C Pa ndagi Kalang Ko mp ulan PADANGBALINDUNG Akab u BT. PO NJ ON G Ko ntur ketingg ian selang 50 meter Su ngai dan an ak sungai Jalan pro vinsi, jalan kabupaten d an jalan lokal Pe nampang Model 2 D Gambar : Peta anomali Bouguer Sisa daerah Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat 99

113 3.4.6 Model Gaya Berat Dari hasil sebaran anomali sisa diatas dicoba dibuat dua buah model dua dimensi yaitu yang pertama mempunyai arah baratdaya timurlaut (penampang A B) dan yang kedua berarah hampir utara selatan (penampang C D) Penampang A - B Model gaya berat 2-Dimensi dari irisan/penampang A B pada sebaran anomali sisa dengan menggunakan densiti rata-rata 2.65 gram/cm 3 dan panjang penampang ± meter, yang terletak di bagian tengah daerah penyelidikan mempunyai arah baratdaya timurlaut. Model ini memperlihatkan bodi dari mulai baratdaya sampai timurlaut dengan uraian sebagai berikut. 1) Bodi yang berada paling baratdaya mempunyai densitas 2,73 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 2000 meter diperkirakan batuan lava gunung Pasaman. 2) Disampingnya terdapat bodi dengan densitas 2,53 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1300 meter diperkirakan sebagai batuan sedimen. 3) Selanjutnya terdapat bodi dengan densitas 2,70 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 2000 meter diperkirakan merupakan batuan lava Tua. 4) Bodi berikutnya mempunyai densitas 2,59 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1900 meter diperkirakan batuan lava yang telah mengalami pelapukan atau merupakan daerah zona alterasi/mineralisasi. 5) Bodi ini mempunyai densitas paling tinggi diantara yang lainnya yaitu 2,75 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 2000 meter diperkirakan merupakan batuan lava yang massif. Diantara bodi nomer 4) dengan bodi nomor 5) diperkirakan telah terjadi struktur sehingga muncul mata air panas Takis dipermukaan. 6) Bodi yang terletak paling ujung timurlaut mempunyai densitas 2,55 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1900 meter diperkirakan merupakan batuan lava yang telah mengalami pelapukan. Diantara bodi nomer 5 dengan bodi 6 diperkirakan telah terjadi patahan sehingga muncul mata air panas Limau dipermukaan. 7) Bodi yang paling terbawah terletak diantara kedalaman 2000 meter sampai 3000 meter merupakan densitas basement. 100

114 Gambar : Model-2D gayaberat pada penampang A B daerah panas bumi Bonjol Penampang C D Model gaya berat 2-Dimensi dari irisan/penampang C D pada sebaran anomali sisa dengan menggunakan densiti rata-rata 2,65 gram/cm 3 dan panjang penampang ± meter, yang terletak di bagian tengah daerah penyelidikan mempunyai arah hampir utara selatan. Model ini memperlihatkan bodi dari mulai selatan sampai utara dengan uraian sebagai berikut. 1) Bodi yang berada paling selatan mempunyai densitas 2,56 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1300 meter diperkirakan aliran piroklastik Maninjau. 2) Disampingnya terdapat bodi yang terdapat dibagian atas dengan densitas 2,67 gram/cm 3 dengan ketebalan sekitar 150 meter diperkirakan sebagai batuan lava bukit Binuang, dibagian bawahnya terdapat bodi dengan densitas 2,17 gram/cm 3 101

115 dengan ketebalan sekitar 2200 meter dan diperkirakan sebagai batuan lava bukit Binuang yang mungkin sedang dalam proses hydrothermal. 3) Selanjutnya terdapat bodi dengan densitas 2,58 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 350 meter diperkirakan merupakan batuan sedimen, dibagian bawahnya terdapat bodi dengan densitas 3.05 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1200 meter diperkirakan merupakan batuan lava Binuang yang masih massif 4) Bodi berikutnya mempunyai densitas 2,79 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1800 meter diperkirakan batuan lava Tua. 5) Bodi selanjutnya mempunyai densitas 2,69 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1800 meter diperkirakan merupakan batuan lava Tua yang telah mengalami pelapukan. Diantara bodi nomer 4) dengan bodi nomer 5) diperkirakan telah terjadi struktur/patahan sehingga muncul mata air panas Limau dipermukaan. 6) Bodi yang terletak paling ujung utara merupakan densitas basement yang menyebar sampai kebawah dan menerus sampai ke ujung selatan. Gambar : Model-2D gayaberat pada penampang C D daerah panas bumi Bonjol 102

116 3.4.7 Analisis Struktur Dari hasil sebaran anomali Bouguer, Bouguer Regional, dan Bouguer Sisa memperlihatkan arah umum kelurusan baratlaut tenggara. Dari hasil anomali Bouguer Sisa memperlihatkan di bagian barat terdapat dua buah struktur yang diperkirakan dengan arah yang sama yaitu baratlaut tenggara. Di bagian tengah kearah selatan terdapat tiga buah struktur yang diperkirakan yaitu baratdaya timurlaut, dan hampir utara selatan. Untuk daerah tengah kearah bagian timur ada tiga buah struktur yang diperkirakan yaitu berarah baratdaya timurlaut, baratlaut tenggara, dan hampir utara selatan, dari ketiga buah struktur tersebut terdapat struktur yang memotong manifestasi airpanas Limau dan airpanas Padang Baru yaitu struktur yang berarah baratlaut tenggara. Dari model dua dimensi pada penampang A B terdapat beberapa struktur yaitu dibagian tengah penampang dan dibagian tengah kearah timurlaut, serta merupakan struktur yang memunculkan airpanas Takis dan airpanas Limau. Selain itu terdapat bodi yang mempunyai densitas tinggi dari bodi yang ada disekitarnya, Dari model dua dimensi pada penampang C D terdapat sebuah struktur yang memotong manifestasi airpanas Limau, dan terdapat bodi dengan densitas 3.05 gram/cm 3 dengan kedalaman sekitar 1200 meter yang diperkirakan merupakan batuan lava Binuang dan masih massif serta merupakan batuan yang paling tinggi densitasnya, atau merupakan batuan intrusi (?) yang muncul di bagian bawah dan samping Bukit Binuang. Diperkirakan merupakan sumber panas dari manifestasi panas bumi Bonjol ini. 3.5 GEOMAGNET Pengambilan data magnet di daerah manifestasi panas bumi Bonjol adalah sebanyak 7 lintasan (lintasan A,B,C,D,E,F,G) dan lintasan untuk titik regional (lihat tabel 2). Adapun panjang dari masing masing lintasan bervariasi yaitu : Lintasan A dibuat sepanjang 7500 meter ( ), lintasan B 7000 meter ( ), lintasan C 6500 meter ( ), lintasan D 7000 meter ( ), lintasan E 6000 meter ( ), lintasan F 6750 meter ( ) dan lintasan G 6250 meter ( ),. Arah (+ N52 o E) dan panjang lintasan dibuat berdasarkan struktur sesar ( secara geologi ), situasi lapangan, dan kondisi topografi. Hasil pengukuran dilapangan adalah sebanyak 270 titik Ukur dengan rincian sebagai berikut : 64 titik ukur regional dengan jarak antar titik 500 m dan 206 titik ukur di lintasan dengan jarak bervariasi antara 50 m hingga 250 m. 103

117 Rincian dari 206 titik ukur di lintasan adalah sebagai berikut; Lintasan A (30 titik), Lintasan B (36 titik), Lintasan C (27 titik), Lintasan D (32 titik), Lintasan E (25 titik), Lintasan F (30 titik), Lintasan G (26 titik) dengan jarak antar masing masing lintasan m. Data yang berhasil diperoleh dan telah selesai dihitung pada penyelidikan ini disajikan pada lampiran Profil Anomali Magnet Sisa (Sisa Total) Hasil pengukuran di lapangan diolah dan disajikan dalam bentuk penampang dari masing masing lintasan untuk kemudian digunakan untuk menginterpretasi jenis litologi dan kemungkinan kemungkinan struktur yang memotong lintasan pengukuran a. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan A Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan A yang diukur sepanjang 7500 meter (gambar 4) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan A berada di nt (A-2500) hingga nt (A-8000) A A-1250 A-1500 A-1750 A-2000 A-2250 A-2500 A-2750 A-3000 A-7000A-7250 A-7500A-7750 A-6500A-6750 A-5000A-5250 A-5500A-5750 A-6250 A-6000 A-3500 A-3750A-4000A-4250A-4500 A-4750 A-3250 A-8000 A-7900 A-8100 A-8250 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan A Nilai anomali magnet di bagian barat daya jauh lebih rendah dari pada yang dibagian tengah dan timurlaut. Pola gergaji pada anomali sangat rendah merefleksikan bongkahbongkah lava yang dibawahnya ditempati oleh batuan sedimen. Kenaikan anomali yang cukup tajam terdapat antara A1000 (0nT) - A 1500 (-1053 nt), A3000 (-1030 nt) A3500 (-375 nt), A 6000 (-259 nt) A6500 (-32nT) dan A7750 (11nT) A 8000 (416 nt). Batuan lava diperkirakan antara A3000 hingga A8250. Berdasarkan data-data ini yang dikaitkan dengan morfologinya maka dapat diinterpretasikan adanya struktur /sesar di lokasi tersebut. b. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan B Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan B yang diukur sepanjang 7000 meter (gambar 5) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan B berada di kisaran nt (di titik B-2500) hingga nt (di titik B-8000). 104

118 450 B B-1750 B-2250 B-2750 B-3250 B-3750 B-4250 B-4750 B-5050B-5250 B-5750B-6000 B-6100 B-6500 B-7000 B-7500 B B Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan B Nilai anomali magnet dibagian baratdaya relatif juga lebih rendah dari yang dibagian tengah dan timurlaut tetapi dengan intensitas magnet yang secara umum lebih tinggi daripada anomali di lintasan A. Penurunan nilai anomali yang cukup tajam antara A2400 (-72 nt) A2500 (876 nt) diduga akibat pengaruh batuan sedimen yang teralterasi di sekitar A 2500, sedangkan antara B8500 (550 nt) B 8500 (0 nt) karena kerentanan magnetnya lebih rendah. Kenaikan anomali yang cukup tajam terlihat antara B2500 ( 896 nt) - B2750 (-37nT), B4500 (-25nT) B4750 (160nT), B7500 (-12nT) B8000 (550 nt). Batuan-batuan sedimen, lava dan piroklastik diperkirakan antara B1500-B3000, B3000- B8000 dan B8000-B8500. Berdasarkan data-data ini yang dihubungkan dengan morfologinya maka dapat diinterpretasikan terdapatnya struktur/sesar di lokasi perubahan anomali tersebut. c. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan C Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan C yang diukur sepanjang 6500 meter (gambar 6) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan C berada di kisaran nt (di titik C-7250) hingga nt (di titik C-3000) C-2250 C-2750 C-3250 C-3750 C-4250 C-4750 C-5250 C-5750 C-6250 C-6750 C-7750 C C-7250 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan C 105

119 Nilai anomali magnet umumnya hampir sama dengan anomali pada lintasan B terkecuali pada ujung baratdaya dan timurlaut dimana terdapat kenaikan dan penurunan anomali yang cukup tajam. Kenaikan dan penurunan anomali yang cukup tajam terlihat antara C2250 (86 nt) C2750 (-185nT), C2750 (185 nt) C3000(606 nt) C3750 (80nT), C7000 (31 nt) C7250 (-623nT) C7750 (66nT). Batuan sediment dan piroklastik menempati C2000 C 8000 dan C8000 C8500. Struktur/sesar diinterpretasikan terdapat pada lokasi perubahan anomali tersebut. d. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan D Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan D yang diukur sepanjang 7000 meter (gambar 7) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan D berada di kisaran nt (di titik D-2500) hingga nt (di titik D-3700). D D-1500 D D-2000 D-2250 D-2350 D-2750 D-3000 D-3750 D-3250D-3500 D-3650 D-6500 D-4250 D-6750D-7000 D-4000 D-4500 D-4750D-5000D-5250 D-5500 D-5750D-6000D-6250 D-7250 D-7500 D-7750D-8000 D-8250 D D-2500 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan D Nilai anomali magnet lebih bervariasi dengan intensitas magnet yang lebih kuat daripada lintasan C khususnya dibagian tengah. Kenaikan dan penurunan anomali yang cukup tajam terlihat antara D2000(184 nt) D2500(954 nt) D3000(95 nt), D3500 (-82 nt) D3750 (983 nt) D4250 (315 nt) dan D7000 (353 nt) D7250 (-140 nt) D7500 (108 nt). Batuan batuan di daerah ini diperkirakan : piroklastik (D ), lava (D , D2750-D3750), sedimen (D2500-D2750, D3750-D7500), piroklastik (D7500-D8000) dan lava (D8000-D8500). Zona-zona sesar diinterpretasikan pada lokasi naik turunnya anomali magnet. e. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan E Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan E yang diukur sepanjang 6000 meter (gambar 8) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan E berada di kisaran nt (di titik E-7750) hingga nt (di titik E-3000). 106

120 E E-2500 E E E E-3250 E-3500 E-3750 E-4000 E-5000 E-4500 E-5250 E-5500 E-4750 E-5750 E-4250 E-6000E-6250 E-6500 E-6750 E-7000 E-7250 E-7500 E-7750 E-8000 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan E Nilai anomali magnet secara umum mempunyai intensitas yang lebih kuat daripada anomali di lintasan D. Kenaikan dan penurunan anomali yang cukup tajam terlihat antara E2000 (0 nt) E3000(1498 nt) E3500 (35nT) E4000(930nT) E4250 (478nT) dan E4750 (432nT) E5000(635nT) E5250 (488nT). Batuan-batuannya diperkirakan: lava (E2000-E5100), sedimen (E5100-E6250,E7500-E7750), piroklastik (E6250-E7500) dan lava (E7750-E8000). Zona sesar diinterpretasikan terdapat pada lokasi perubahan anomali yang menyolok tersebut. f. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan F Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan F yang diukur sepanjang 6750 meter (gambar 9) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan F berada di kisaran nt (di titik F-3750) hingga nt (di titik F-2250). F F F-1500 F F-2500F-2750 F-3000 F-3250 F-3500 F-6250F-6500 F-6750 F-7000 F-4750 F-5050 F-5000 F-4950 F-5250 F-5500F-5750 F-6000 F-7250 F-7500 F-7750 F-8000 F-8250 F-4000 F-4250 F F-3750 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan F Nilai anomali magnet umumnya memperlihatkan intensitas yang lebih lemah jika dibandingkan lintasan E. Peningkatan dan penurunan nilai anomali yang menyolok terdapat antara F-1750 (-132nT) F2250(720 nt) F2750(-218nT), F3000(189nT)- F3750(-980nT) F4750(29nT). Setelah itu anomali relatip stabil terkecuali antara F

121 F7500 dengan nilai maksimum di F6750 (218nt) Batuannya diperkirakan : piroklastik (F1500-F1750, E5250-F7750), Lava (F1750-F5250), Lava (F7750-F8250) Posisi mataair panas Padang Baru terletak dekat F5000. Zona sesar diperkirakan pada lokasi perubahan nilai anomali tersebut. g. Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan G Dari Penampang anomali magnet sisa lintasan G yang diukur sepanjang 6250 meter (gambar 10) diketahui bahwa nilai anomali magnet sisa di lintasan G berada di kisaran (di titik G-4000) hingga nt (di titik G-3750). G G-2250G-2500G-2750 G-1000 G-1250 G-1500G-1750 G-3000G-3250 G G-3750 G-4000 G-4750 G-4250G-4500 G-5000 G-5250 G-5500 G-5750 G-6000 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan G G-6250 G-6500 G-7000 G-6750 G-7250 Nilai anomali magnet umumnya memiliki intensitas yang lebih lemah daripada anomali di lintasan F. Peningkatan dan penurunan anomali yang cukup tajam terlihat antara G3250 G7000 dengan nilai-nilai maksimum di G3750 (325nT), G5000(214 nt), G6250 (186 nt) dan G7000 (237 nt). Batuan di daerah ini diperkirakan : Piroklastik (G1000-G5250, G5750-G6000), Lava (G5250-G5750), sedimen (G6000-G7000) dan Lava (G7000-G 7250). Zona sesar diperkirakan pada lokasi perubahan anomali tersebut. Dengan menggabungkan data Profil Anomali Magnet Sisa dari ketujuh lintasan, maka dapat ditarik perkiraan struktur yang menghubungkan antar lintasan berdasarkan hasil pengukuran geomagnet (gambar 3.5-8). Berdasarkan gambar profil anomali magnet sisa gabungan tersebut tim geomagnet menginterpretasikan adanya 4 buah struktur/sesar yang memanjang dari barat laut hingga tenggara dan dari timurlaut hingga baratdaya. Struktur/sesar yang paling berperan dalam memunculkan manifestasi mata air panas di daerah Takis, Sungai limau dan Padang baru adalah struktur sesar takis yang muncul mulai dari lintasan B-4000 hingga G

122 nt A nt Baratdaya A A-1500 A-1750 B-1750 A-2000 A-2250 B-2250 A-2500 A-2750 A-3000 B-2750 Profil Anomali Magnet A-7000A-7250 A-7500A-7750 A-6500A-6750 A-5000A-5250 A-5500A-5750 A-6250 A-6000 A-3500 A-3750A-4000A-4250A-4500 A-4750 A-3250 B-3250 B-3750 B-4250 A B B-4750 B-5050B-5250 B-5750B-6000 B-6100 B-6500 B-7000 B-7500 Timurlaut A-8000 A-7900 A-8100 B-8000 A-8250 B nt C-2250 B-2450 C-2750 C-3250 C-3750 C-4250 C C-4750 C-5250 C-5750 C-6250 C-6750 C-7750 C D-3700 C-7250 nt D-1500 D D-2000 D-2250 D-2350 D-2750 D-3000 D-3750 D-3250D-3500 D-3650 D D-4000 D-4250D-4500 D-4750D-5000D-5250D-5500 D-5750D-6000D-6250 D-6500 D-6750D-7000 D-7250 D-7500 D-7750D-8000 D-8250 D D-2500 E-3000 nt E-2500 E E E E-3250 E-3500 E-3750 E-4000 E E-5000 E-4500 E-5250 E-5500 E-4750 E-5750 E-4250 E-6000E-6250 E-6500 E-6750 E-7000 E-7250 E-7500 E-7750 E-8000 F-2250 nt nt F-1500 F F-2000 F-2500F-2750 F-3000 F-3250 F-3500 G G-2250G-2500G-2750 G-1500G-1750 G-3000G-3250 G-1000G-1250 G F-3750 G-3750 F-4000 F-4250 G-4000 F-4500 G F G-4750 G-4250G-4500 F-6250F-6500 F-6750 F-7000 F-4750 F-5050 F-5000 F-4950 F-5250 F-5500F-5750 F-6000 F-7250 F-7500 F-7750 F-8000 F-8250 G-5000 G-5250 G-5500 G-5750 G-6000 G-6250 G-7000 G-6750 G-6500 G-7250 Gambar Profil Anomali Magnet Sisa Lintasan A,B,C,D,E,F dan G. 109

123 3.5.2 Sebaran Anomali Magnet Peta anomali magnet (Gambar 3.5-9) menggambarkan pola dan karakteristik dari sebaran nilai anomali magnet, perlapisan batuan dan struktur/sesar di daerah penyelidikan. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, nilai anomali magnet berada pada kisaran 1200 nt hingga 1450 nt. Dari pola sebaran dan karakteristik dari pembacaan peta anomali magnet dapat diketahui bahwa nilai anomali magnet yang rendah (-1200 nt hingga -250 nt) berada di baratlaut daerah penelitian tepatnya pada zona alterasi di lintasan A-1250 hingga A-4500 di sebelah utara Alahanmati di lintasan D-2250 hingga D di sebelah selatan Mudiktakis dan sebelah timur dari Tanahtoban, dilintasan F-3000 hingga F-4500 di sebelah tenggara bukit Binuang dan disebelah timurlaut daerah penyelidikan Analisis Anomali Magnet Secara umum nilai anomali rendah di daerah penyelidikan ini diakibatkan oleh adanya struktur yang sangat kuat disekitar daerah penyelidikan namun nilai anomali rendah disekitar Bukit Binuang selain oleh struktur yang bekerja juga diakibatkan adanya efek intrusi dari bukit Biniuang itu sendiri. Nilai anomali rendah di sebelah timurlaut dan timur kemungkinan disebabkan alterasi oleh adanya mineralisasi emas. Kelompok nilai anomali antara > -250 nt s.d 150 nt mendominasi daerah penyelidikan yang meliputi bagian tengah, timur, utara, barat dan selatan yang ditempati oleh batuan alluvial, sedimen, piroklastik dan lava. Mata air panas Takis, Sungai Limau dan Padang Baru termasuk dalam daerah anomali ini. Anomali yang lebih tinggi yaitu >150nT s.d 650 nt menempati bagian utara, barat, baratdaya, lintasan E serta beberapa lokasi di lintasan C, D, F dan G. Mata air panas Kambahan berada pada daerah anomali ini. Kelompok nilai anomali tertinggi > 650 nt s.d 1450 nt terdapat di daerah Bk. Binuang, Bk. Gajah, dan titik regional R1, R12-R13. merupakan daerah yang merefleksikan batuan beku yang dalam hal ini didominasi oleh batuan andesit segar. Berdasarkan seluruh hasil analisis tersebut diatas, maka tim geomagnet menentukan perkiraan daerah prospek panasbumi di Bonjol. Prospek pertama disebelah utara, yang berkaitan dengan daerah manifestasi Takis dan Sungai Limau sedangkan prospek kedua berada di bagian tenggara disekitar manifestasi Padang Baru (gambar 3.5-9). 110

124 R R 22 R 20 R 19 Paritpad ang Pinang Lub ukberdang ung Simpang Ka mpungibur R 18 R 61 R 62 A. B. S am pa s L ub u k B u nd a S. T a l an g R 17 R 42 R 16 BT. GAJA H Ba ncabtawas Sun gailasih R 43 R 15 Kot atangah R 48 R 44 R 45 Sugung Sikumbang Pisan g Sungkur Duku R 10 R 11 Lampato R 09 R 12 R 13 R 14 R 31 R 08 Pasar Bancah kuru Mu aratona ng R 32 E 2000 R 33 R 34 S. H a r u m u k BT. BINUANG R 07 R 06 A 7000 R 05 R 04 R 03 B Ilalang 8000 Pa dangkalo Kampung panjang R 01 Kamba hao R 02 Hatabar u Pad anglawas A. T a nd u BT. BATAS SI AMPANG Lu buk gudang Kampung tebing Sungailandai R 53 Cubadak A. L ap o R 54 R 55 A. Paramancgak A 6000 B 7000 Lubuktingg ayo C 8000 R 63 BASE CAMP A 5000 Beli mbi ng R 64 B 6000 Y Pulaupating C 7000 D 8000 R 23 Tambak Sungailimau A 4000 Kampu ngbatu B 5000 Su ngailimau tengah C 6000 Padang PandanD 7000 R 24 R 50 A 3000 Pamicikan B 4000 E 8000 Lubukamb acang Dur ia nbungkuk R 51 C 5000 Ga nggu D 6000 R 25 R 52 A 2000 E 7000 B 3000 C 4000 F 8000 Ba tukangkung X D 5000 Doggo k Tin ngal R 26 A 1000 B 2000 E 6000 Sianok C 3000 F 7000 Me danculik Mudiktakis Bukitmalincang D 4000 R 27 Bonjol Lahar mati E 5000 R 28 C 2000 F 6000 Tan ahtoban D 3000 Padangba haro G7000 Sungaitimbe rak R 49 R 29 E 4000 F 5000 R 41 R 30 D 2000 G6000 E 3000 F 2000 F 3000 F 4000 G3000 G4000 G5000 BT. RIMBOKUMAJAN Mua ro B. Alahanpanjang BT. KARANG BT. BATAHURUK BT. BATASM URUK B A.M us u l Kas u h BT. PANINJAUAN PETA ANOMALI MAGNET DAERAH PANAS BUMI BONJOL KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT m KETERANGAN: F s/d -250 nt >-250 s/d 150 nt >150 s/d 650 nt > 650 s/d 1450 nt Kontur anomali magnet Titik pengukuran geomagnet Struktur Mata air panas Kontur ketinggian selang 50 meter R 46 R 47 Kubugadang Batassarik Kapalobanda r R 35 BT. GADANG Hangus Parakdalam Pagarga dang Kotokunci G1000 R 36 R 37 G2000 R 38 PADANGBALINDUNG Kalang R 39 Kompulan R 57 Pan dagi R 56 R 58 R 59 R 60 R 40 Akabu BT. PO NJ ONG Sungai dan anak sungai Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal Penampang Model 2 - D Gambar Peta anomali magnet daerah panas bumi Bonjol, Sumatera Barat. 111

125 Model Penampang Magnet 2-D Penampang model magnet 2D (Gambar ) dibuat dengan arah hampir barat timur yang memotong lintasan A, B dan C. Pada Lintasan A, garis penampang model 2d memotong titik A-3500, mata air panas Takis di sekitar B 5000 dan bagian timurlaut lintasan C pada titik C Pada permukaan bagian barat kearah timur ditempati oleh batuan lava, sedimen, lava andesit tua dan piroklastik. Berdasarkan Interpretasi model penampang 2D yang dibuat dengan menggunakan software mag2dc terlihat adanya batuan dengan nilai kerentanan rendah yaitu di bagian atas dan nilai yang agak tinggi (0.005) di bawahnya merupakan lava yang telah mengalami demagnetisasi. Proses demagnetisasi terjadi dengan sangat kuat ketika kita baca ke kearah timur terlihat jelas adanya kontras susceptibility antara batuan diatasnya (0,0000= mendekati nol) dengan batuan dibawahnya (0.075) yang kemungkinan merupakan batuan lava segar. Terlihat juga adanya struktur yang memisahkan antara batuan dengan nilai kerentanan dan dengan batuan dengan nilai kerentanan 0 dan yang diperkirakan merupakan sesar naik Proses demagnetisasi berkurang kearah timur dari lintasan, hal ini dapat dibaca dari nilai kerentanan yang membesar antara dan Namun proses demagnetisasi terjadi kembali disekitar titik 5000 dari awal titik penampang yang kemungkinan diakibatkan intrusi lava pada sekitar titik 7000 yang menyebabkan proses alterasi di kiri kanannya. Namun tubuh intrusi tidak muncul di permukaan. 112

126 X Y Gambar Model-2D Geomagnet pada penampang X Y daerah panas bumi Bonjol 113

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA IV.1 TINJAUAN UMUM Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah manifestasi panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. Penelitian dikhususkan kepada aspek-aspek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

Penyelidikan Head On di Daerah Panas Bumi Jaboi Wilayah Kota Sabang - Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Penyelidikan Head On di Daerah Panas Bumi Jaboi Wilayah Kota Sabang - Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Penyelidikan Head On di Daerah Panas Bumi Jaboi Wilayah Kota Sabang - Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Oleh : Sri Widodo, Edi Suhanto Subdit Panas Bumi - Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Badan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB Mochamad Nur Hadi, Anna Yushantarti, Edi Suhanto, Herry Sundhoro Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI

Lebih terperinci

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu di Program Studi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA Sri Widodo, Bakrun Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI Daerah panas bumi - yang secara

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA PULAU WETAR, PROVINSI MALUKU Robertus S.L.S, Herry S, Andri Eko A. W. Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara umum Pulau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSEMBAHAN...iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv KATA PENGANTAR...vi SARI...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xv BAB

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON 4.1 Tinjauan Umum Pada metoda geokimia, data yang digunakan untuk mengetahui potensi panasbumi suatu daerah adalah data kimia

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kepulauan Indonesia merupakan salah satu daerah dengan kegiatan vulkanisme yang aktif. Suatu hubungan yang erat antara vulkanisme dan tektonik dicerminkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.038 MW atau setara dengan 40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tektonik Sumatera Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas. Diapir-diapir

Lebih terperinci

BAB 3 TATANAN GEOLOGI

BAB 3 TATANAN GEOLOGI BAB 3 TATANAN GEOLOGI Secara administratif, daerah penyelidikan berada di wilayah Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Pasaman merupakan kabupaten paling utara di Provinsi

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Dedi Kusnadi 1, Anna Y 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Penyelidikan geokimia

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT 4.1 Tinjauan Umum Manifestasi permukaan panas bumi adalah segala bentuk gejala sebagai hasil dari proses sistem panasbumi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA Lano Adhitya Permana, Andri Eko Ari Wibowo, Edy Purwoto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Dudi Hermawan, Sri Widodo, Robertus S, Dedi K, M.Kholid, A.Zarkasyi, Wiwid J Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI Dedi Kusnadi, Lano Adhitya Permana, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 13-5012-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN LATAR BELAKANG Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran

Lebih terperinci

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR. iv SARI... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL xiv BAB I. PENDAHULUAN. 1 I.1.

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuanno Rezky, Andri Eko Ari. W, Anna Y. Kelompok Program Peneylidikan Panas Bumi SARI Daerah panas

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap Sarjana

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH.

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari

Lebih terperinci

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, Harapan Marpaung KPP Bawah Permukaan Survei magnetotellurik (MT) telah dilakukan didaerah

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya harga dan kebutuhan beberapa mineral logam pada akhirakhir ini telah menarik minat para kalangan investor tambang untuk melakukan eksplorasi daerah prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Oleh : Sri Widodo, Edi Suhanto Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Sari Daerah penyelidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SITARO PROVINSI SULAWESI UTARA Oleh: Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro terdiri dari gabungan 3 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Panas bumi (Geotermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA III.1 Data Geokimia Dengan menggunakan data geokimia yang terdiri dari data kimia manifestasi air panas, data kimia tanah dan data udara tanah berbagai paramater

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan tugas akhir merupakan hal pokok bagi setiap mahasiswa dalam rangka merampungkan studi sarjana Strata Satu (S1) di Institut Teknologi Bandung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik. Indonesia dilalui sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan perekonomian secara global dapat mempengaruhi kondisi ekonomi pada suatu negara. Salah satunya adalah nilai tukar uang yang tidak stabil, hal tersebut dapat

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Daerah panas bumi Danau Ranau berada pada koordinat 4 o 52 00 LS - 4 o 58 30 LS dan 103 o 55 00 BT - 104 o 01 30 BT, dengan luas daratan sekitar 144 km 2 dan terletak antara Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH. Dendi Surya K., Bakrun, Ary K.

PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH. Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH Dendi Surya K., Bakrun, Ary K. Kelompok Penyelidikan Panas Bumi PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SARI Keberadaan

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA 6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA G. Ambang (Kunrat, S. L. /PVMBG/2007) KETERANGAN UMUM Nama : G. Ambang Nama Lain : - Nama Kawah : Kawah Muayat, Kawah Moyayat Lokasi : a. Geografi : 0 o 44' 30" LU dan 124

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat dengan penggunaan tertinggi urutan ketiga setelah bahan bakar minyak dan gas. Kebutuhan energi listrik

Lebih terperinci

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751) PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat) Arif

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Eddy Mulyadi dan Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat sarjana strata satu (S1). Tugas Akhir dilakukan dalam bentuk penelitian yang mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang TAHUN 26, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA Eddy Sumardi, Timor Situmorang Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI 4.1 LATAR BELAKANG Lembah Sungai Cimandiri telah diketahui banyak peneliti merupakan daerah yang dipengaruhi oleh struktur geologi atau lebih dikenal dengan Zona

Lebih terperinci