PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN BERBASIS MINYAK NABATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN BERBASIS MINYAK NABATI"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN ADITIF PELUMAS Zinc-difattyalkyldithiocarbamate BERBASIS MINYAK NABATI KOMAR SUTRIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul pengembangan proses pembuatan aditif pelumas Zinc-difattyalkyldithiocabamate berbasis minyak nabati adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Desember 2011 Komar Sutriah NIM F

3 ABSTRACT KOMAR SUTRIAH. Development of Vegetable Oil-based Zincdifattyalkyldithiocarbamate lubricant additive Production Process. Under supervision of Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas ud and Irawadi Jamaran. Dithiocarbamate is an organosulfur compound which has many functions and applications in the various industries. In the field of automotive and metal working, these compounds are used as additives lubricants, in agriculture as pesticides, in pharmaceuticals as an antioxidant. In this study, we synthesized Zinc-difattyalkyldithiocarbamates compounds using materials which were derived from vegetable oil. Furthermore, performance test of the synthesized product as antioxidant and antiwear-antifriction in lubrication system was carried out. Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes were synthesized by reacting primary fatty amines with acyl chlorides formed secondary fatty amides, continued with reducing the corresponding product to secondary fatty amines using LiAlH 4, and finally secondary fatty amines were reacting with ZnCl 2 and CS 2, to formed Zinc-difattyalkyldithiocarbamates. Each corresponding of product were successfully synthesized with range of yield were 10 to 87, 17 to 96, and 77 to 87% respectively. The synthesis of primary fatty amines to secondary fatty amides, secondary fatty amides to secondary fatty amines, and secondary fatty amines to Zincdifattyalkyldithiocarbamates complexes were evaluated from fourier transformation infra red (FTIR) spectrum quality with the wave number of 3300 cm -1 for NH vibration, 1639 cm -1 for C=O vibration, 1454 cm -1 for tioureida C-N vibration, 968 cm -1 for C-S vibration, and in the far infra-red area with the wave number of 387 cm -1 that showed the maximum absorption of M-S bond (sulfur metal). Besides using the FTIR spectrum, Zinc-difattyalkyldithiocarbamates complexes formation were also evaluated by Zinc-recovery test using atomic absorption spectrophotometer (AAS), and conformity purity test using high performance liquid chromatography (HPLC). All variants of Zinc-difattyalkyldithiocarbamates synthesized were done using rancimat test method and four ball test method to determine the antioxidant activity and antiwear-antifriction activity. At the same concentration of 125 ppm, all variants of product showed the antioxidant activity higher than the BHA, BHT, and commercial additives control. The highest antioxidant activity was obtained by three variants of the Zinc-bis(dilauryl)dithiocarbamate, Zincbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, and Zinc-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate. At

4 the same concentration of 1.2%, all variants of product showed the welding point higher than the lube base oil HVI 60 as base lubricants, and US Steel 136 as extreme pressure standard additive, but only Zincbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate and Zinc-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate showed load wear index higher than both of these base lubricants and standard. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate was the best of antioxidant and antiwearantifriction additive compared to others homologous compounds of product. Conversion of crude palm oil to palmityc acid, palmytic acid to hexadecylamine, and hexadecylamine to Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate additive can increase the value of the product. With assumption, the cost of raw material as Rp.8.520,-/kg and the product value Rp ,-/kg, therefore industry will able to generate added value with Rp.8.135,-/kg, and Rp.6.290,-/kg of company profit. Keywords: fattyamines, fattyamides, Zn-difattyalkildihtiocarbamates, antioxidant, antiwear-antifriction, added value.

5 RINGKASAN KOMAR SUTRIAH. Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zincdifattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati, dibawah bimbingan Tun Tedja Irawadi, Zainal Alim Mas ud dan Irawadi Jamaran. Ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang telah lama dikenal, dan diketahui banyak memiliki fungsi dan kegunaan. Di bidang pertanian, senyawa ini diantaranya digunakan sebagai pestisida, di bidang farmasi digunakan sebagai antioksidan, sedangkan di bidang industri otomotif dan pengerjaan logam digunakan sebagai aditif pelumas. Dalam penelitian ini dibuat senyawa Zincdifattyalkyldithiocarbamate menggunakan bahan baku fattyamina primer berbasis minyak nabati dan dikarakaterisasi fungsinya sebagai aditif antioksidan dan aditif antiaus-antifriksi dalam sistem pelumasan. Jalur proses pembuatan dimulai dari bahan baku fattyamine primer yang dikonversi ke fattyamide sekunder sebagai produk antara. Fattyamide sekunder selanjutnya direduksi menjadi fattyamine sekunder. Senyawa terakhir ini selanjutnya dikonversi menjadi kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate. Pembuatan fattyamide sekunder dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamine sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Konversi fattyamine primer ke fattyamide sekunder, dan fattyamide sekunder ke fattyamine sekunder dievaluasi dari mutu spektrum infra merah (IR) pada bilangan gelombang 3300 cm -1 untuk vibrasi gugus N-H, dan 1639 cm -1 untuk vibrasi gugus C=O, sedangkan konversi fattyamine sekunder ke senyawa kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dievaluasi dari mutu spektrum IR pada bilangan gelombang 1454 cm -1 untuk vibrasi tioureida (C-N), pada bilangan gelombang 968 cm -1 untuk vibrasi C-S, dan pada kawasan infra merah jauh pada bilangan gelombang 387 cm -1 untuk vibrasi serapan ikatan M-S (logam-sulfur). Terbentuknya kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate juga dievaluasi dengan uji temu balik dengan mengukur kandungan Zn pada produk kompleks Zincdifattyalkyldithiocarbamate menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS), sedangkan konfirmasi kemurniannya dievaluasi dari waktu retensi dan luas pita kromatogram pada kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Metode uji rancimat

6 dan fourball digunakan untuk mengkarakterisasi daya antioksidan dan antiwearantifriksi dari kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan. Fattyamide sekunder, dan Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berhasil dibuat dengan tingkat rendemen rerata yang beragam berturut-turut dari 10-87%, dan 77-87% tergantung panjang rantai karbon asam lemak dalam fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku. Sementara itu, dari ketiga cara pembuatan fattyamine sekunder yang dilakukan, teknik reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan cara terbaik dibanding dua cara lainnya, dengan rendemen rerata yang beragam dari 17-96% tergantung panjang rantai karbon asam lemak fattyamine primer yang digunakan sebagai bahan baku. Mengacu pada hasil seleksi rendemen produk, maka dihasilkan 7 (tujuh) varian produk Zincdifattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai karbon alkil asam lemak dan kejenuhan ikatan pada bahan baku fattyamine yang digunakan. Pada konsentrasi yang sama 125 ppm, seluruh varian Zincdifattyalkyldithiocarbamate menunjukkan daya antioksidan yang tinggi, lebih tinggi dibanding BHT, BHA, dan aditif pelumas komersil. Daya antioksidan tertinggi diperoleh oleh varian produk yang dibentuk dari dodesillaurilamin, oktadesillaurilamin, dan heksadesillaurilamin masing-masing dengan waktu induksi berturut-turut sebesar 16,67; 16,54; dan 16,11 jam, lebih lama dibandingkan blanko refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) 13,17 jam. Uji kinerja sebagai aditif antiaus-antifriksi dengan metode fouball ASTM- D2783 pada konsentrasi yang sama 1.2%, menunjukkan bahwa seluruh varian produk memiliki angka welding point yang lebih tinggi dari pelumas dasar lube base oil HVI 60, dan dari standar US Steel 136 untuk pelumas hydraulik, tetapi hanya dua varian aditif Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dan Zincbis(lauryloleyl)dithiocarbamate yang memiliki angka load wear index yang lebih besar dari kedua standard tersebut, dan memenuhi kriteria sebagai aditif extreme pressure menurut standar US steel 136. Zinc-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiwearantifriksi optimal, yang sekaligus merupakan temuan baru dari penelitian ini, dan merupakan prototype aditif yang potensil untuk dikomersialisasi. Konversi crude palm oil ke asam palmitat, asam palmitat ke hexadecylamine yang dilanjutkan ke produk agroindustri hilir aditif Zincdifattyalkyldithiocarbamate memberikan nilai tambah dan rasio nilai tambah sebesar Rp.8,135,-/kg dan 9.4%, dengan keuntungan Rp.6.290,-/kg dan tingkat

7 keuntungan 7.23%, pada tingkat asumsi harga bahan baku Rp.8.520,-/kg dengan harga jual produk Rp ,-/kg. Tingkat nilai tambah dan tingkat keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8% Kata kunci: fattyamina, fattyamida, Zn-difattyalkylditiocarbamate, antioksidan, antiaus-antifriksi, nilai tambah produk..

8 PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN ADITIF PELUMAS Zinc-difattyalkyldithiocarbamate BERBASIS MINYAK NABATI KOMAR SUTRIAH Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Ujian Tertutup pada Hari : Senin Tanggal : 10 Oktober 2011 Pukul : Tempat : Ruang Ujian Sekolah Pascasarjana Lantai 2 Gedung Rektorat Kampus IPB Darmaga Bogor Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA 2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor Ujian Terbuka pada Hari : Selasa Tanggal : 27 Desember 2011 Pukul : Tempat : Auditorium Toyib Hadiwijaya FAPERTA IPB Penguji Luar Komisi : 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA (Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB) 2. Dr. Zulkifli Rangkuti (PT.Moga Internasional, Dosen ABFI Perbanas)

10 HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP Program Studi : Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati : Komar Sutriah : F : Teknologi Industri Pertanian (TIP) Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA Anggota Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Machfud, MS Tanggal Ujian: 27 Desember 2011 Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Lulus:

11 @ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan ridho-nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Judul disertasi ini adalah Pengembangan Proses Pembuatan Aditif Pelumas Zinc-difattyalkyldithiocarbamate Berbasis Minyak Nabati yang merupakan bagian dari Penelitian Hibah Tim Pascasarjana dengan Ketua Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA. Meskipun topik penelitian ini mengenai aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap produksinya dimulai dari fattyamine primer yang merupakan produk turunan intermediet minyak nabati yang sudah dikomersialisasi. Fattyamine primer ditransformasi menjadi produk hilir Zincdifattyalkyldithiocarbamate melalui jalur produksi fattyamide sekunder, dan fattyamine sekunder. Kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate diuji kinerjanya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi menggunakan RBDPO dan Lube Base Oil HVI-60 produksi Pertamina sebagai pelumas dasar. Analisis nilai tambah produk dilakukan terhadap varian aditif terpilih yang memiliki kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi optimum. Penulis menyadari bahwa terwujudnya disertasi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terimakasih yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA, dan Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi, dorongan motivasi, dan kesabarannya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. 2. Dr. Zainal Alim Mas ud, DEA, sebagai Ketua Peneliti Hibah Tim Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk terlibat dalam proyek tersebut sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. 3. Pengelola program pascasarjana IPB: Dekan dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana, Dekan dan Wakil Dekan FATETA, Ketua dan Sekretaris

13 Program Studi TIP atas dorongan semangat, kesempatan, kemudahan dan fasilitasi yang diberikan selama penulis melaksanakan studi. 4. Kepala Laboratoium Terpadu IPB, atas fasilitas tempat, bahan, dan peralatan sehingga penulis sangat dibantu selama melakukan penelitian dan penulisan disertasi. 5. Dekan FMIPA IPB dan Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3. 6. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA., dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA., dan Dr. Zulkifli Rangkuti sebagai penguji pada ujian terbuka atas kesediaannya meluangkan waktu serta koreksinya. 7. Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi, dan Dr. dr. Irma H.Suparto, atas kesediannya mengkoreksi naskah jurnal dan abstract. 8. Khotib, Mila, Ratna, Vicky, Maya, Rita, Anna, Ani, Muti, Ibu Nur atas segala bantuan dan kerjasama yang diberikan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 9. Rekan-rekan TIP 2003: Sarifah Nurjanah, Edy Mulyono, Sulistyo Sidik Purnomo, Srigunani Partiwi, Ismiyati, Kurnia Harlina Dewi, Acep Muhib, R.Acep Jaya Prawira, Pak Soufjan Awal, Pak Tommy, dan Firman Noer TA (alm) atas kebersamaannya selama belajar dan penelitian. 10. Rekan-rekan staf pengajar Departemen Kimia FMIPA IPB atas dukungannya selama penulis melaksanakan pendidikan S3 ini. 11. Keluarga tercinta: istri, anak, ema, bapa (alm), mertua (alm/almh) dan saudarasaudaraku, atas dorongan motivasi, dan doanya. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2011 Komar Sutriah

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 05 Juli 1963 sebagai anak ke enam dari dua belas bersaudara dari pasangan H.Sutarma (alm) dan Hj.Ioh Sariah. Pada tahun 1991, penulis menikah dengan Kiki Ulfah Sriwulan puteri dari pasangan Sukardi(alm) dan Nyimas Siti Kuraesin (almh), dan dikaruniai satu orang puteri bernama Nurul Maulida. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun Pada tahun 1994, penulis melanjutkan di program S2 Kimia Universitas Indonesia dengan bantuan beasiswa TMPD Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan menyelesaikannya pada tahun Kesempatan melanjutkan program Doktor di program studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2003 dengan bantuan beasiswa BPPS Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar honorer di Departemen Kimia Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1989, dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di tempat yang sama pada tahun Sejak tahun 1998, penulis juga ditugaskan di UPT Laboratorium Terpadu IPB dan terlibat dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO/IEC dan akreditasi Laboratorium Terpadu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Penulis aktif sebagai asesor KAN untuk akreditasi Laboratorium Penguji sejak tahun Tahun , penulis menjadi anggota tim teknis Biro Kepegawaian Departemen Pendidikan Nasional dalam pembentukan, pengembangan, dan sosialisasi jabatan fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan. Tahun , penulis menjadi anggota tim juri pemilihan pengelola laboratorium berprestasi nasional yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Selama mengikuti program S3, penulis menulis beberapa artikel ilmiah, antara lain: Pengaruh Teknik Sintesis Terhadap Kualitas Produk Fattyamina Sekunder yang diterbitkan dalam Jurnal Kimia Terapan Indonesia Vol 13 No 1 Juni 2011 Pusat Penelitian Kimia, LIPI Bandung, dan The Synthesis of Zincdifattyalkyldithiocarbamates and Their Antioxidant Activities dalam Indonesian Jurnal of Chemistry (in press). Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.

15 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Ruang Lingkup Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian... 4 Kerangka Pemikiran... 4 TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak... 7 Fattyamida... 9 Fattyamina Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant Pelumas dan Aditif Pelumas Ditiokarbamat Analisis Nilai Tambah METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tatalaksana Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Pembuatan dan Pemisahan Fattyamina Sekunder Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk... 46

16 Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate 55 Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate 60 Seleksi Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate Analisis Nilai Tambah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

17 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi Asam Lemak Dominan pada Beberapa Lemak Hayati Perbandingan Produksi Negara Penghasil Utama Minyak Sawit dan Minyak Kelapa Perbandingan Tingkat Produksi Tanaman Penghasil Minyak Pita Serapan Penting Spektrum IR pada Senyawa Alkylditiocarbamate Model Perhitungan Nilai Tambah dari Hayami dan Kawagoe Rendemen Produk antara Fattyamida Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pengaruh Kuantitas N 2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Rendemen Produk Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk pada Suhu 75 0 C Waktu reaksi 24 Jam Rendemen Produk Aditif Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Hasil Uji Temu Balik Zn dalam aditif Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Data Aktifitas Antioksidan dan Antiwear-antifriksi Aditif Zn-difattyalyilditiocarbamate Hasil Perhitungan Nilai Tambah Produk Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)ditiocarbamate pada Tingkat Harga Produk 100% dan 110% iii

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Neraca Bahan Proses Pengolahan Minyak Sawit Reaksi Pembentukan Amida Reaksi Pembentukan Fattyamida dari Trigliserida Jalur Sintesis Garam Ammonium Posfatida dari Gliserida Nabati Jalur Sintesis Sorbitan Monooleat dari Asam oleat Sintesis Dinatrium Monoalkil Sulfoksinat dari Fatty Alkohol Detergen untuk Aditif Bahan Bakar dengan Prekursor C 12 Alkil Fenol Tetronic Tetraoleat suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai Reaksi Pembentukan Kompleks Zn-dialkylditiocarbamate Diagram Alir Pembuatan Aditif Pelumas Zn-difattyalkylditiocarbamate Hasil yang Diharapkan dari Setiap Tahapan Penelitian Pembuatan Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Reaktor Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Spektrum Serapan IR Asilklorida dan Fattyamida Sekunder Skema Reduksi Fattyamida Sekunder menjadi Fattyamina Sekunder Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1633 cm -1 Produk Fattyamina Sekunder metode Tumpak Tertutup Gelombang Mikro Spektrum Serapan IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Purging Kontinyu dan Bertahap Spektrum IR Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi C=O pada 1639 cm -1 Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Intensitas Serapan Vibrasi NH pada 3334 cm -1 Produk Fattyamina Sekunder Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk iv

19 21 Spektrum serapan IR produk Fattyamina Sekunder pada Kondisi Optimum Tiga Metode yang Diujikan Profil Perubahan Intensitas serapan Spektrum Vibrasi C=O dan NH Produk Fattyamina Sekunder pada Tiga Metode Pembuatan Reaksi Pembentukan Senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate Spektrum IR Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate Spektrum IR jauh Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalyilditiocarbamate Rentang Kemampuan Ukur Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat Daya Antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Rancimat Model Metrhom Model Orientasi Adsorpsi Molekul Zn-difattyalkilditiocarbamate pada Antarmuka Logam-Cairan Minyak Pelumas Rentang Pengukuran Daya Antiwear Zn-difattyalkylditiocarbamate Metode Four Ball Welding Point Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Four Ball Load Wear Index Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan Metode Four Ball Kontur Permukaan Kinerja Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate v

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur pengujian FTIR, AAS, dan HPLC Data rendemen fattyamida sekunder Data rendemen fattyamina sekunder Data rendemen Zn-difattyalkyldithiocarbamate Kurva standar dan data uji temu balik Zn dengan AAS Kromatogram HPLC fattyamina sekunder Zn-difattyalkyldithiocarbamate Data hasil pengujian aktifitas antioksidan Data dan grafik hasil verifikasi kemampuan rentang ukur uji antiwearantifriksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam mesin four ball Data hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Sertifikat hasil uji four ball aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Data uji statistika aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Dengan metode SPSS Data uji statistika aktivitas antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl ditiocarbamate dengan metode SPSS Biaya tenaga kerja tak langsung dan tenaga kerja langsung produksi aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Jenis dan jumlah input lain di luar bahan baku dan tenaga kerja produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate Nilai penyusutan investasi produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate dengan metode garis lurus Komponen investasi dan biaya investasi produksi aditif pelumas Zn- difattyalkylditiocarbamate Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 100% Perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga produk 110% Jenis, jumlah kebutuhan dan biaya bahan kimia pembantu untuk produksi aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate Neraca bahan pembuatan aditif Zn- difattyalkylditiocarbamate vi

21 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara, kemakmuran bagi pengusaha, serta sumber penghidupan bagi ribuan petani dan buruh yang terlibat didalamnya. Indonesia memberikan kontribusi sekitar 51% terhadap total produksi minyak sawit dunia, dan merupakan negara terbesar penghasil minyak sawit dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 87% produksi minyak sawit dunia, atau sekitar 23% dari total produksi minyak hayati dunia (USDA.2011). Saat ini ekspor minyak sawit Indonesia adalah sekitar 75% dari total produksi nasional, dan sebagian besar (77%) masih berupa crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO), dan sebagian kecil lagi dalam bentuk produk intermediet seperti fattyacid, dan fattyalkohol (Sulistyanto A.I, Akyuwen R.2011) Meskipun potensi pengembangan minyak nabati (sawit) Indonesia sangat tinggi, namun strategi pengembangan agroindustrinya dianggap masih lemah. Persoalan klasik dan struktural mengenai pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit Indonesia yang masih membelit dan belum teratasi diantaranya adalah penyediaan input produksi (seperti bibit yang berkualitas baik, pupuk, dan pestisida), dan buruknya infra struktur. Selain itu, unsur kelembagaan yang bertugas menangani dan bertanggungjawab dalam menetapkan kebijakan terhadap perkelapasawitan di Indonesia dianggap belum terorganisasi dengan baik. Berbeda dengan Malaysia, potensi pengembangan produksi minyak nabati (sawit) di Indonesia masih sangat besar terutama dengan ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, ketersediaan sumberdaya yang berkualitas, dan tenaga kerja yang melimpah. Dengan potensi yang demikian menjanjikan, sebaiknya upaya peningkatan jumlah produksi minyak nabati (minyak sawit) tersebut juga diiringi dengan kebijakan pengembangan industri hilir berbasis minyak nabati (minyak sawit), sehingga tidak hanya berorientasi untuk menjadi negara pengekspor CPO dan PKO saja. Keunggulan komparatif yang dimiliki tersebut seyogyanya ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif dengan dukungan kelembagaan dan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan agroindustri hilir berbasis CPO-PKO. Pengembangan agroindustri hilir berbasis minyak nabati (sawit) akan bermanfaat untuk menjaga terjadinya oversupplay CPO-PKO yang biasanya akan merugikan

22 petani, dan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan nilai guna produk. CPO dan PKO adalah bahan dasar agroindustri yang dapat ditransformasi menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan agroindustri hilir nasional aditif pelumas menggunakan bahan baku berbasis minyak nabati akan merupakan keunggulan karena Indonesia merupakan penghasil utama minyak nabati, sehingga ketersediaan bahan baku terjamin, dan sekaligus merupakan upaya derivatisasi produk hulu agroindustri berbasis keunggulan lokal dalam menciptakan nilai tambah produk. CPO dan PKO berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pelumas dasar dalam sistem otomotif karena mampu menahan wear (keausan) dengan baik, dan sangat efektif dalam menurunkan tingkat emisi CO dan hidrokarbon (Masjuki et,al, 1999). Transfomasi CPO-PKO menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi merupakan salah satu teknologi yang saat ini sedang berkembang sebagai upaya memperoleh energi alternatif pengganti minyak bumi. Selain berfungsi sebagai biodiesel, senyawa metil ester asam lemak yang merupakan hasil proses derivatisasi trigliserida atau asam lemak minyak nabati (sawit) ternyata memiliki kinerja sebagai aditif antiwear, antifriksi, dan peningkat lubrisitas dalam sistem pelumasan pada tekanan dan suhu normal (Masjuki et al.1997, Maleque.2000, Goodrum & Geller 2005). CPO-PKO dapat pula ditransformasi menjadi produk hilir agroindustri sebagai natural based surfactant yang banyak digunakan pada berbagai produk industri, seperti industri pangan, kosmetik, obat, rolling oil, pelumas dan aditifnya, dan lain-lain. Perlakuan teknologi terhadap CPO-PKO ini diyakini akan memberikan nilai tambah fungsi dan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi bagi negara dibanding dengan hanya mengekspor CPO-PKO. Justru hal ini yang dilakukan oleh negara-negara pengimpor CPO dari Indonesia. Dengan perlakuan teknologi, CPO-PKO ditransformasi menjadi produk hilir yang bernilai ekonomi lebih tinggi dan diekspor kembali ke Indonesia. Selain itu, pengembangan agroindustri hilir berbasis CPO-PKO juga akan bermanfaat dalam upaya mengantisipasi berkurangnya cadangan sumber minyak mineral yang umum digunakan sebagai bahan baku industri. Dengan keunggulan sifatnya yang renewable, dan biodegradable, minyak nabati (minyak sawit) diharapkan menjadi bahan baku industri hilir alternatif pengganti minyak bumi yang bersifat ramah lingkungan. 2

23 Berbagai cara dapat dilakukan untuk menderivatisasi CPO-PKO menjadi produk hilir agroindustri, misalnya melalui transformasi secara fisik, kimia, atau enzimatis. Pada dasarnya, derivatisasi secara kimia terhadap minyak atau asam lemak minyak nabati menjadi produk agroindustri hilir dilakukan berdasarkan prinsip reaksi kimia oganik terhadap gugus fungsi karbonil yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, derivatisasi produk berbahan dasar CPO-PKO dilakukan secara kimia yang diarahkan pada aplikasi fungsinya sebagai aditif minyak pelumas sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh prototipe aditif pelumas garam kompleks Zinc-difattyalkyldithiocarbamate berbasis minyak nabati yang mempunyai kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan dalam sistem pelumasan, dan melakukan analisis nilai tambah produk tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap peran hasil transformasi gugus karbonil, ikatan rangkap dan simetri antar rantai alkil asam lemak minyak nabati dalam produk aditif terhadap kinerjanya sebagai aditif pelumas yang memiliki daya kendali terhadap wear-friksi, dan oksidasi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1. Transformasi asam lemak dominan yang terdapat pada minyak nabati menjadi produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Namun demikian, sehubungan produk transformasi asam lemak ke fattyamina primer sudah tersedia secara komersil maka sebagai bahan baku awal digunakan fattyamina primer. 2. Derivatisasi produk fattyamina sekunder menjadi kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate. 3. Pengujian kinerja aditif pelumas kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan anti oksidan dalam sistem pelumasan. 4. Seleksi prototipe aditif pelumas kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate yang memiliki kinerja terbaik sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan. 3

24 5. Rancangan implementasi melalui analisis nilai tambah prototipe produk aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate terseleksi. Hipotesis Penelitian Hipotesis utama dari penelitian ini adalah asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi aditif pelumas, sedangkan hipotesis spesifiknya adalah: 1. Asam lemak minyak nabati dapat dibuat menjadi senyawa fattyamida sekunder, fattyamina sekunder, dan kompleks logam Zinc-difattyalkyl dithiocarbamate. 2. Senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate memiliki kemampuan sebagai antiwear-antifriksi, dan antioksidan jika ditambahkan pada pelumas dasar. 3. Kemampuan senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan akan dipengaruhi oleh panjang rantai alkil, ikatan rangkap pada rantai karbon asam lemak, dan simetri antar rantai alkil dalam produk. Panjang rantai alkil tertentu dalam asam lemak awal akan menghasilkan kinerja antiwear-antifriksi, dan antioksidan yang optimum dari senyawa Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, yang akan menjadi kebaruan dari penelitian ini. 4. Aditif pelumas kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dapat memberikan nilai tambah pada produk minyak nabati, sehingga industri aditif pelumas antiwear-antifriksi, dan antioksidan berbasis minyak nabati sangat potensial untuk dikembangkan. Kerangka Pemikiran Transformasi kimia terhadap asam lemak minyak nabati menjadi senyawa kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate, akan menghasilkan senyawa yang bersifat aktif permukaan/antarmuka, mempunyai kemampuan teradsorpsi dan membentuk lapisan film pada antarmuka logam-logam yang menjadi prasyarat dalam sistem pelumasan, sehingga wear, dan friksi dapat diminimalisasi, karena molekul tersebut dapat menahan gesekan antar permukaan pada saat salah satu bergerak atau keduanya bergerak. Gugus fungsi difattyalkildithiocarbamate dapat juga bertindak sebagai antioksidan melalui cara deaktivasi reaksi yang mengakibatkan autooksidasi terhadap pelumas dasar yang akan berdampak pada peningkatan stabilitas viskositas pelumas oleh pengaruh suhu pada saat digunakan. 4

25 Efektivitas pembentukan lapisan film pada antarmuka logam-logam sebagai antiwear-antifriksi dapat dicapai melalui pengaturan keseimbangan hidrofilitas-hidrofobitasnya dengan mengontrol panjang gugus alkil (R) dan ikatan rangkap dari fragmen asam lemaknya. Variasi panjang rantai karbon alkil (R), ikatan rangkap fragmen asam lemak, dan simetri antar gugus alkil asam lemak dalam senyawa garam komplek Zinc-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan, akan memberi aspek bantalan tambahan, mempengaruhi karakter shear strength dari lapisan film permukaan dan antarmuka, sehingga akan memiliki kemampuan inhibisi terhadap wear dan friksi, yang akan berperan meningkatkan dan mengontrol daya lubrisitas pada aplikasinya sebagai aditif minyak pelumas. Meskipun topik penelitian ini mengenai pembuatan aditif pelumas berbasis minyak nabati, namun tahap sintesisnya dimulai dari fattyamina primer yang merupakan produk turunan intermediet minyak nabati yang sudah dikomersialisasi. Fattyamina primer diubah menjadi produk antara fattyamina sekunder, melalui intermediet fattyamida sekunder. Pada tahap ini diperoleh berbagai jenis fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai alkil dan kejenuhan ikatannya dari asam lemak minyak nabati (C12:0, C16:0, C18:0, dan C18:1). Keberhasilan transformasi molekul dipantau melalui analisis perubahan gugus fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR). Fattyamina sekunder yang dihasilkan kemudian diderivatisasi menjadi kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate dengan rumus umum (RR NCS 2 ) 2 Zn. Keberhasilan pembuatan dipantau melalui perubahan gugus fungsi dengan FTIR, analisis elementer (uji temu balik Zn) menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan uji konfirmasi kemurnian produk dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Pada masing-masing tahapan pembuatan fattyamida sekunder, fattyamina sekunder dan kompleks logam Zinc-difattyalkyldithiocarbamate, dilakukan seleksi produk berdasarkan aspek kemudahan teknik pemisahan, dan rendemen setiap produk yang dihasilkan. Hanya produk yang proses separasinya mudah dan rendemennya tinggi yang diteruskan sampai ke pengujian kinerjanya. Tahap berikutnya adalah pengujian unjuk kerja kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate sebagai aditif antiwear-antifriksi, dan antioksidan. Kinerja aditif dievaluasi dengan cara menambahkannya pada pelumas dasar (Lube Base Oil HVI-60 produksi Pertamina Cilacap) dan membandingkan kinerjanya 5

26 dengan aditif komersial yang biasa digunakan dalam sistem pelumasan. Kinerja aditif sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan dilakukan dengan metode four ball test dengan putaran dan variasi pembebanan, melalui pemantauan indikator kinerja welding point, dan load wear index, sedangkan uji aktifitas antioksidan dilakukan dengan metode rancimat menggunakan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) sebagai blanko dan pelarut. Evaluasi terhadap data hasil uji kinerja dari setiap varian aditif yang dibuat akan menetapkan dan merekomendasikan prototipe aditif kompleks logam Zincdifattyalkyldithiocarbamate terpilih yang memiliki kinerja terbaik, yang kemudian digunakan sebagai model produk untuk rekomendasi terapan melalui analisis nilai tambahnya. Perbedaan dari struktur senyawa yang diproduksi pada penelitian ini dibandingkan dengan senyawa dialkilditiokarbamat yang telah umum digunakan terletak pada rantai alkil R. Pada senyawa dialkilditiokarbamat yang umum digunakan, kedua rantai R adalah identik dengan atom karbon berkisar dari C 4 C 10 dan bersumber dari bahan petrokimia, sedangkan yang dihasilkan dalam rancangan produksi pada penelitian ini adalah struktur senyawa dengan kedua rantai R dapat sama atau berbeda dengan variasi atom karbon C 12,C 16, dan C 18 (jenuh dan tidak jenuh) dari sumber asam lemak trigliserida nabati. Kombinasi rantai asam lemak tersebut menghasilkan banyak variasi produk senyawa dialkilditiokarbamat yang diduga kuat memiliki kinerja yang berbeda-beda, sehingga diperoleh satu prototipe produk dengan kinerja terbaik, sekaligus merupakan kebaruan dari penelitian ini. 6

27 TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Asam lemak adalah senyawa golongan asam karboksilat rantai panjang (RCOOH) yang diperoleh dari proses hidrolisis minyak atau lemak. Gugus fungsi karboksilat asam lemak minyak nabati merupakan bagian aktif molekul yang dapat di transformasi menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir untuk keperluan berbagai jenis industri. Komposisi dan derajat kejenuhan/ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak-lemak bervariasi bergantung pada sumbernya. Komposisi asam lemak dalam PKO dan minyak kelapa umumnya mirip, namun berbeda dengan CPO-nya. CPO terdiri dari lemak netral sebagai komponen utama, dan sedikit lemak polar. Minyak-lemak netral terdiri dari trigliserida atau triasilgriserol (93%), diasilgliserol (4.5%), monoasilgliserol (0.9%), dan asam lemak bebas (1.5%), sedangkan lemak polarnya terdiri dari fosfolipida (1443 ppm), dan glikolipida (438 ppm). Beberapa sumber minyak nabati dan hewani seperti biji kedelai, biji bunga matahari, biji kapas-kapuk dan minyak ikan yang habitatnya di laut dalam memiliki tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi dibanding sumber minyak lainnya. Komposisi rata-rata asam lemak minyak hayati ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi asam lemak dominan (%) pada beberapa lemak hayati Asam Jatropa PKO Kelapa Bunga Kedelai CPO Lemak Matahari C12: C14: C16: C18: C18: C18: Sumber: Akbar E (2009) Bagi Indonesia, sumber utama asam lemak adalah minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa atau kopra. Kelapa sawit dan kelapa merupakan bahan baku utama bagi pengembangan agroindustri berbasis asam lemak dan turunannya. Sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar didunia, Indonesia menyumbang 50% dari total produksi minyak sawit dunia, dan 26% terhadap total produksi minyak kopra dunia yang akan menjadi jaminan bagi kontinyuitas ketersediaan

28 pasokan bahan baku agroindustri hilir berbasis minyak. Jumlah produksi minyak sawit dan minyak kelapa di negara penghasil utama disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan produksi negara penghasil utama minyak sawit dan minyak kelapa Jumlah Produksi 2011 (x1000 Metric Ton) Negara Kelapa PKO CPO Indonesia Malaysia Filipina Thailand Nigeria India Papua Nugini Dunia Sumber:USDA(2011) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis bersal dari kata Guinea, yaitu tempat pertama kali ditemukannya kelapa sawit (Ketaren 1986). Tanaman ini umumnya tumbuh baik di daerah tropis basah dengan curah hujan mm/tahun, tingkat pencahayaan matahari rata-rata minimum 5 jam/hari, suhu ratarata C, dan musim kemarau tidak lebih dari 90 hari berturut-turut (Ketaren 1986, Boonyaprateeprat W.2010), seperti Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika Barat. Dibanding sumber minyak lainnya, kelapa sawit merupakan tanaman yang tingkat produktivitas tertinggi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Tingginya produktivitas panen dan masa produksi yang panjang menjadikan kelapa sawit sebagai primadona dalam dunia agribisnis. Tabel 3. Perbandingan tingkat produksi tanaman penghasil minyak Komoditas Palm Oil Kapas/ Kapuk Bunga Matahari Kelapa Kedelai Kacang Tanah Produksi (kg/ha) Sumber: Boonyaprateeprat W.2010 Produk utama yang dihasilkan dari kelapa sawit adalah minyak sawit (CPO), dan minyak inti sawit (PKO) yang diperoleh dengan cara ekstraksi 8

29 pengempaan. Selain CPO dan PKO dihasilkan produk samping seperti tandan kosong sawit dan cangkang sawit yang dapat diolah lebih lanjut menjadi komoditi yang bermanfaat. Neraca bahan yang dihasilkan selama pengolahan tandan buah segar sawit menjadi minyak sawit ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Neraca bahan proses pengolahan minyak sawit (Sumber Boonyaprateeprat W.2010) Fattyamida Amida (RCONH 2 ) merupakan senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen terikat pada suatu gugus karbonil. Seperti asam karboksilat, amida memiliki titik cair dan titik didih yang tinggi karena adanya pembentukan ikatan hidrogen. Amida mampu membentuk ikatan hidrogen intramolekuler selama masih terdapat hidrogen yang terikat pada nitrogen (Fessenden & Fessenden 1999). Reaksi-reaksi pembentukan amida dapat di lihat pada Gambar 2. Gambar 2 Reaksi pembentukan amida (Sumber: Fessenden & Fessenden 1999) 9

30 Fattyamida adalah senyawa turunan asam lemak yang diproduksi dengan cara mereaksikan asam lemak dengan amonia pada suhu dan tekanan tinggi yang diikuti dengan dehidrasi. Di industri oleokimia, fattyamida dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil esternya dengan amina. Produksi biasanya dilakukan dalam proses tumpak, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200 C dan tekanan kpa selama jam. Pada dasarnya, fattyamida tidak larut dalam air, kelarutannya dalam pelarut polar makin rendah dengan bertambah panjangnya rantai alkil. Secara umum fattyamida bersifat stabil oleh pengaruh suhu, oksidasi udara, atau oleh pengaruh asam dan basa encer. Senyawa amida mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu, contohnya sulfonamida yang digunakan dalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotik. Selain itu, N-steroil glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba. Fattyamida pada dasarnya merupakan senyawa yang berkarakter surfaktan, sehingga dapat berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan, wetting agent, maupun pembentuk busa. Sebagai produk yang berbasis alam, kebanyakan fattyamida bersifat mudah mengalami biodegradasi di lingkungan dengan tingkat toksisitas yang rendah. Fattyamida dan senyawa turunan etoksilatnya diaplikasikan sebagai penguat dan penstabil busa, pengemulsi, detergen, pemodifikasi viskositas, pelumas, zat antistatik, penghambat korosi, dan wetting agent. Selain itu, menurut Brahmana (1994) amida asam lemak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan resin. Amida tersebut digunakan pada pelumas internal maupun eksternal yang berfungsi mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan. Fattyamina Fattyamina merupakan senyawa turunan asam lemak, olefin, atau alkohol yang dapat disintesis dari sumber alami, atau dari bahan baku petrokimia. Fattyamina komersial dapat tersedia sebagai campuran berbagai rantai karbon, atau rantai khusus dengan panjang rantai yang bervariasi. Fattyamina tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Fattyamina adalah suatu basa, sehingga dapat bereaksi dengan asam organik/anorganik membentuk garam. Fattyamina dapat juga dipandang sebagai 10

31 senyawa turunan ammonia (NH 3 ) dengan mengganti atom hidrogen oleh gugus asil asam lemak. Bergantung jumlah gugus asil penggantinya maka dikenal fattyamina primer, sekunder, dan tersier. Fattyamina dapat diproduksi dari asam lemak melalui fattyamida dan nitril, atau melalui jalur alkohol. Menurut Srinivasa et al. (2003), fattyamina primer dapat dibuat melalui konversi reduksi asil azida dengan katalis Zn/amonium format dalam pelarut metanol pada suhu ruang, sedangkan menurut Furniss et al. (1989), reduktor NaBH 4 dapat juga digunakan sebagai pengganti katalis Zn/amonium format dan pelarut metanol. Palmitil amina dapat diperoleh melalui aminasi palmitil alkohol (dengan NH 3 ) dengan katalis Ni dalam medium n- heksana pada suhu reaksi 180 O C dengan hasil 86%. Ariston dalam Manihuruk (2009) menemukan cara lain pembuatan fattyamina primer melalui reaksi aminasi hidrogenasi langsung terhadap asam lemak dengan amoniak cair dan katalis nikel menurut persamaan reaksi kimia: Sayang proses tersebut memerlukan tekanan tinggi (200 psi) dan waktu reaksi yang lama (18 jam) serta hanya menghasilkan produk fattyamina primer yang sedikit (16.33%), sedangkan sisanya adalah dekanal sebagai hasil samping. Fattyamina sekunder dapat diproduksi dari fattyamina primer melalui jalur alkilasi langsung dengan alkil halida, atau fattyalkohol. Alkilasi Hofmann dengan alkil halida atau senyawa sejenis seperti dialkil sulfat atau dialkil sulfonat merupakan metode langsung yang sederhana. Namun cara ini sulit untuk mengontrol proses alkilasi lanjutan, sehingga produknya seringkali merupakan campuran dari fattyamina sekunder, tersier, dan garam ammonium kuarterner. Masalah ini biasanya diatasi dengan menambahkan pereaksi fattyamina primer dalam jumlah berlebih (16 kali), yang dilanjutkan dengan pemisahan sisa pereaksi dengan teknik destilasi. Meskipun jarang, alkilasi langsung dengan fattyalkohol dengan kehadiran katalis logam seperti ThO 2 atau logam transisi akan menghasilkan fattyamina sekunder. Reaksi tersebut cukup selektif, tetapi memerlukan kondisi suhu reaksi yang cukup tinggi (>200 O C). Prasad et al 1992 menyatakan bahwa amina sekunder dapat juga disintesis melalui reduksi amida sekunder dengan NaBH 4 dalam medium THF kering dengan kehadiran I 2 yang direfluks dalam reaktor terbuka selama 6 jam. Dari berbagai cara sintesis yang 11

32 dilaporkan, faktor kritis yang sangat mempengaruhi keberhasilan produksi fattyamina adalah jenis reduktor dan faktor lingkungan untuk terjadinya reaksi. Fattyamina dan senyawa turunannya banyak digunakan di berbagai industri. Garam-garam amina terutama garam asetatnya digunakan secara luas sebagai pelumas, penghambat korosi, dan flotation agent. Betain, atau beberapa amina kuarterner banyak digunakan dalam industri produk perawatan diri, seperti dalam sampo, kondisioner, pembusa, atau zat pelembab. Di bidang perminyakan senyawa amina dan turunannya digunakan sebagai zat penghambat korosi, dan pengemulsi. Transformasi Minyak Nabati ke Natural Based Surfactant Transformasi minyak nabati (termasuk CPO dan PKO) menjadi produk agroindustri intermediet dan hilir, umumnya dilakukan melalui modifikasi terhadap gugus fungsi karboksilat dan ikatan rangkapnya membentuk senyawa turunan yang bersifat multifungsi sehingga dapat digunakan untuk keperluan berbagai jenis industri. Senyawa multifungsi tersebut dikenal dengan nama surface active agent (surfactant) atau zat aktif permukaan (Rosen 2004). Natural based surfactant adalah istilah yang ditujukan bagi surfaktan yang berasal dari bahan alami pertanian seperti minyak-lemak, karbohidrat, atau protein, sedangkan biosurfaktant, yaitu surfaktan yang disintesis melalui aktifitas mikroorganisme (Coupland K 1992). Kedua istilah ini seringkali digunakan untuk membedakannya dengan surfaktan konvensional yang umumnya berasal dari hasil derivatisasi minyak bumi. Sebagai bahan multifungsi, surfaktan digunakan secara luas pada industri logam, otomotif, cat, tekstil, pengeboran minyak, pestisida, farmasi, kosmetik, pangan, dan lain-lain, melalui aksinya sebagai penurun tegangan permukaanantarmuka, pengemulsi, agen pembasah, pembentuk busa, anti statik, atau sebagai detergen. Senyawa pelumas dan aditifnya termasuk kelompok surfaktan dengan memanfaatkan sifatnya sebagai agen pembasah, pengemulsi dan sebagai detergen sehingga dapat mengontrol viskositas dan pembasahan pada permukaan/antarmuka logam yang akan berdampak pada peningkatan kinerja pelumas. Minyak nabati dapat dijadikan sebagai building block dalam sintesis natural based surfactant secara komersil. Lintas sintesis yang diterapkan dapat menghasilkan surfaktan nonionik, amfoterik, kationik, atau anionik. Strategi 12

33 sintesisnya dapat dilakukan dengan cara langsung dari trigliseridanya, dari monodigliserida, dari asam lemaknya, atau dari turunan asam lemaknya seperti fattyalkohol, fattyamida, atau fattyamina. Dengan cara-cara tersebut, dapat dihasilkan surfaktan yang cocok untuk berbagai kebutuhan. Berikut adalah beberapa penelitian skala laboratorium atau skala komersil yang telah dilakukan dalam konversi minyak nabati (termasuk minyak sawit) menjadi senyawa kelompok natural based surfactant sebagai produk agroindustri intermediet dan hilir. Trigliserida minyak nabati secara umum dapat bereaksi langsung dengan pereaksi polar seperti amina, alkanolamina, polyol, dan sebagainya, menghasilkan surfaktan dengan membebaskan gliserol. Reaksi antara trigliserida dengan dietanolamina menghasilkan alkil dietanolamida. Alkanolamida ini merupakan suatu surfaktan yang digunakan secara ekstensif sebagai foam booster (peningkatpenguat busa) untuk surfaktan anionik dalam shampo. Reaksi pembentukannya ditampilkan pada Gambar 3. O O R O O R (R = C 8 - C 16 ) OCOR Diethanolamine O 3 + GLYSEROL R N (CH 2 CH 2 OH) 2 Gambar 3 Reaksi pembentukan fattyamida dari trigliserida Mono-digliserida yang merupakan hasil hidrolisis parsial trigliserida, selain berfungsi sebagai surfaktan juga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam sintesis derivat surfaktan lainnya. Reaksinya dengan fosfor pentaoksida (P 2 O 5 ) menghasilkan suatu ester asam fosfat, yang akan menjadi garam amonium fosfatida setelah dinetralisasi dengan amonia. Garam amonium fosfatida adalah surfaktan yang diproduksi secara komersil dan berfungsi sebagai plastisizer dalam confectionary dan sebagai pigment dispersan dalam kosmetik. Jalur sintesisnya ditampilkan pada Gambar 4. Sintesis surfaktan secara langsung dari trigliseridanya akan menghasilkan surfaktan dengan gugus hidrofob yang sesuai dengan bahan awalnya, sehingga 13

34 seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan fungsi yang khusus. Oleh karena itu dalam kebanyakan kasus, untuk mengontrol karakter produk surfaktan yang dihasilkan, sintesis komersil dilakukan melalui bahan dasar individual asam lemak hasil hidrolisis trigliserida. O Soybean diglyceride R O OH OCOR O P 2 O 5 O R O O O OCOR P OH O OH P O R O O 2NH 4 + O OCOR Gambar 4 Jalur sintesis garam ammonium posfatida dari gliserida nabati. Sebagai contoh, asam oleat dari trigliserida nabati dapat direaksikan dengan sorbitol membentuk sorbitan monooleat melalui esterifikasi yang diikuti dengan dehidrasi (Gambar 5). Sorbitan monooleat adalah suatu monoester yang diperdagangkan dengan kandungan antara 25-35%, bahan ini merupakan emulsifier yang excellent dan digunakan secara luas pada berbagai industri makanan, dan kosmetik. Sorbitan monooleat sangat potensil dibuat dari minyak sawit, karena kandungan asam oleat dalam minyak sawit cukup tinggi sekitar 40%. OH OH HO Sorbitol OH OH OH HO OH RCOOH/NaOH (Catalyst) O Sorbitol mono-oleate O O R OH Gambar 5 Jalur sintesis sorbitan monooleat dari asam oleat. Fattyalkohol dan fattyamina sebagai derivat pertama asam lemak minyak nabati, juga dapat diderivatisasi lebih lanjut. Fattyalkohol dapat dikonversi menjadi ester sulfat, ester fosfat, sulfosuksinat, etoksilat, atau propoksilat, sedangkan fattyamina dapat dikonversi menjadi garam amonium kuarterner, 14

35 oksida-oksida amina, atau senyawa ditiokarbamat. Surfaktan ester sulfosuksinat diproduksi dari fattyalkohol dengan anhidrida maleat membentuk hemimaleat yang dapat mengalami adisi ikatan rangkapnya dengan penambahan natrium sulfit. Ester sulfosuksinat adalah suatu surfaktan anionik yang digunakan pada formula shampo sebagai detergen yang sangat populer karena sifatnya yang aman terhadap kulit dan mata. Rute sintesanya ditampilkan pada Gambar 6. RCH 2 OH + O O O R O O O OH Na 2 SO 3 R O O O SO 3 O Gambar 6 Sintesis dinatrium monoalkil sulfosuksinat dari fatty alkohol. Potensi lain pemanfaatan minyak nabati dalam industri hilir nonpangan adalah penggunaannya sebagai bahan dasar dalam pembuatan aditif bahan bakar dan minyak pelumas. Beberapa zat aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar akan berfungsi misalnya sebagai detergen dalam gasoline, peningkat bilangan cetane dalam minyak diesel, pencegah korosi, dan sebagai peningkat lubrisitas. Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1 0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi antifriksi. Pelumas dan Aditif Pelumas Pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida di antara permukaanpermukaan yang bergesekan (Masjuki et al. 1999), sementara pelumas dapat diartikan sebagai suatu zat yang berada atau disisipkan di antara dua permukaan yang bergerak secara relatif agar mengurangi gesekan antar permukaan tersebut. Proses pelumasan merupakan hal yang tak terelakkan pada fenomena permukaan dan antarmuka. Dua permukaan yang salah satu bergerak terhadap yang lain, atau masing-masing saling bergerak senantiasa akan menimbulkan friksi (gesekan). Dalam konteks mesin dan pengerjaan logam, peristiwa friksi sedapat mungkin dihindari karena akan menimbulkan panas, keausan, dan akan 15

36 mengurangi energi mesin. Dalam sistem transmisi tenaga pada mesin otomotif, adanya friksi akan terjadi kehilangan energi kinetik yang berdampak pada peningkatan konsumsi bahan bakar. Dampak lain dari friksi, adalah konversi energi menjadi panas/kalor sehingga mesin mengalami over heated. Pelumas atau cairan pelumas ditambahkan diantara kedua permukaan logam untuk mereduksi gesekan yang ditimbulkan pada saat bergerak-saling bergerak. Pelumas adalah jenis minyak dan atau gemuk lumas yang digunakan untuk menghindari terjadinya solid friction atau pergesekan antara dua permukaan metal yang saling bergerak, dan berfungsi sebagai media pendingin bagian-bagian yang panas sehingga mesin dapat bekerja optimal sekaligus mengurangi terjadinya keausan pada mesin. Pelumas merupakan bahan tambahan utama bagi beroperasinya mesin secara optimal. Pelumas dapat berupa minyak mineral, gemuk, serbuk halus logam, air, atau senyawa yang sejenis. Serbuk halus logam Zn dapat berfungsi sebagai zat antiseize, sedangkan serbuk grafit atau serbuk molibdenum disulfida dapat berfungsi untuk mengurangi friksi. Pelumas harus berfungsi sebagai medium hidraulik, pendingin dalam mesin dan luar mesin, dan sebagai pengambil kotoran dalam mesin, melindungi keausan, mencegah terbentuknya deposit, mencegah masuknya udara, mencegah timbulnya busa, serta melindungi korosi. Tidak ada jenis pelumas yang cocok dan mempunyai kinerja yang baik untuk seluruh proses pelumasan. Oleh karena itu, untuk memperoleh kinerja yang optimal dari suatu jenis pelumas diperlukan informasi tentang sistem pelumasan yang akan dilakukan. Ada 3(tiga) hal yang memerlukan sistem pelumasan yaitu: bearing (bantalan), cylinder, dan gear. Pelumas untuk bearing seperti pada proses pelumasan batas (boundary lubrication) akan memerlukan prasyarat viskositas pelumas yang berbeda dengan yang diperlukan pada sistem cylinder dan gear. Selain itu variabel operasional seperti suhu, tekanan dan pembebanan, dan kecepatan pergerakan atau putaran juga akan memerlukan persyaratan yang berbeda. Pelumas yang akan diaplikasikan pada sistem pelumasan suhu tinggi, dan tekanan-pembebanan yang besar maka diperlukan pelumas yang relatif lebih berat, agar viskositasnya masih cocok untuk menahan friksi pada kondisi tersebut. Sementara itu, bagi pelumas yang akan digunakan pada sistem kecepatan perputaran tinggi maka diperlukan pelumas yang lebih ringan agar viskositasnya sesuai dengan kebutuhan akselerasi dan kecepatan. 16

37 Pelumas yang diproduksi saat ini umumnya merupakan fraksi destilat dari minyak bumi. Menurut Keppres No. 18/1988, lembaga yang berwenang melakukan produksi pelumas di Indonesia adalah Pertamina. Sejak tahun 1996, melalui SK Dirjen Migas partisipasi swasta dalam memproduksi pelumas mulai diijinkan, dengan syarat mereka harus melakukan proses hidrotreating dan atau extracting, dan masih terbatas untuk pelumas sintetik saja. Bahan pelumas terdiri dari base oil ditambah dengan zat-zat kimia terpilih tertentu yang disebut aditif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, dikenal dua jenis pelumas yaitu lubricating oil (pelumas) dan grease oil (gemuk). Gemuk adalah pelumas yang dipadatkan atau semi padat dengan sabun metalik atau non sabun metalik yang berfungsi mengurangi gesekan dan keausan komponen, dan digunakan untuk pelumasan bagian terbuka, sebagai bearing, chassis, tuas, sambungan. Suatu gemuk sebaiknya mempunyai sifat fisik dengan spesifikasi viskositas tinggi, pour point rendah (tidak membeku pada suhu dingin), volatilitas rendah, stabil terhadap panas dan oksidasi, dan indek viskositas tinggi (perubahan viskositas akibat efek suhu rendah). Base oil atau pelumas dasar adalah bagian terbesar dari pelumas, biasanya merupakan hasil pengolahan lanjut dari long residu yang dihasilkan pada proses destilasi minyak mentah dalam unit CDU (crude distilling unit). Ada dua jenis pelumas dasar yaitu parafinik base oil yang tersusun dari hidrokarbon rantai lurus dan naptenik base oil yang berbasis naftalena. Berdasarkan indeks viskositasnya, base oil digolongkan menjadi: a. High viscosity index (HVI): memiliki indeks viskositas diatas 80, diperoleh dari parafinic crudes dengan cara solvent refining sperti HVI 60, HVI 650, OD 300, Proma 80. b. Medium Viscosity index (MVI): memiliki indeks viskositas antara 40-80, diperoleh dari parafinic atau naptenic. c. Low viscosity index (LVI): memiliki indeks viskositas < dari 40, diperoleh dari naptenic, seperti Promor 80, 100PVO. Aditif pelumas adalah senyawa kimia yang bila ditambahkan kedalam pelumas akan meningkatkan unjuk kerja pelumas seperti yang diharapkan. Aditif adalah senyawa kimia tertentu yang berguna untuk meningkatkan mutu minyak lumas atau gemuk. Aditif konvensional biasanya merupakan unsur kimia seperti Ba, Ca, senyawa fosfor, sulfur, klorin, Zn, Pb, Mo, minyak silikon (siliconfats), 17

38 polimer, dan soap like compounds. Fungsi utama aditif di antaranya sebagai detergen (pemisah kotoran), viskositas indeks improver, anti friksi, dan menurunkan titik beku (pour point depresant). Bahan-bahan tersebut ditambahkan dalam jumlah sedikit, untuk fungsi detergen sekitar 200 ppm, untuk peningkat bilangan cetane antara 0,1-0,5%, sekitar 50 ppm untuk pencegah korosi dan peningkat lubrisitas, dan sekitar 1% untuk fungsi anti friksi. Martin.J-M (2000) melaporkan ada efek sinergi antar aditif antiwear Zn-dithioposfat dengan aditif pemodifikasi friksi Mo-ditiokarbamat jika ditambahkan sebagai campuran dalam sistem pelumas. Pertamina memasok aditif pelumas dari Shell International Petroleum Company, dan Mobil Oil Chemical Corporation, dan semuanya impor. Industri yang memproduksi aditif pelumas diantaranya adalah Chevron, Esso Chemical, Shell Chemical, Lubrizol, Edwin Copper, Nalco-Exxon, Texaco Fuel Additives. Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih. Banyak senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005). Lintas sintesis aditif detergen untuk minyak pelumas umumnya cukup kompleks, memerlukan tiga atau lebih tahapan proses. Aditif ini umumnya mempunyai bobot molekul relatif tinggi berkisar , yang dibentuk dari ekor rantai alkil yang panjang untuk memudahkan kelarutan dalam pelumas dasar, dan satu atau lebih gugus kepala polar yang berfungsi untuk menarik deposit kotoran. Beberapa bahan yang dapat dijadikan prezatnya adalah poliisobutilena, anhidrida maleat, polialkilenoksida, alkohol, amina, poliamina, urea, etilen oksida, 18

39 propilen oksida, C 12 alkil fenol. Salah satu produknya yang menggunakan prezat C 12 alkil fenol, strukturnya ditampilkan pada Gambar 7. O C 12 H 25 O-(CH-CH 2 -O) x -CH-CH2-O C NH-CH 2 -CH 2 -NH 2 X = 4-8 Gambar 7 Detergen untuk aditif bahan bakar dengan prekursor C 12 alkil fenol. BASF memproduksi aditif detergen untuk bahan bakar dengan nama Tetronic tetraoleat, dari bahan mentah asam oleat minyak kedelai yang ditransformasi menjadi oleoyl klorida, kemudian direaksikan dengan produk intermediet tetronic menjadi tetraester dengan strukur seperti ditampilkan pada Gambar 8. Penggabungan sumber amonia kedalam aditif berbasis minyak kedelai diduga akan menurunkan tingkat emisi gas NO X dan bahan partikulat halus (<2,5 mikron) sehingga lebih menguntungkan sehubungan dengan aspek lingkungan. R R N-CH 2 -CH 2 -N R R R = CH 3 -CH-CH 2 -O-(CH 2 -CH 2 -O)n-OC-C 17 H 33 Gambar 8 Tetronic tetraoleat,suatu aditif bahan bakar dari asam oleat minyak kedelai. Aditif peningkat bilangan cetane minyak diesel yang efektif adalah senyawa golongan nitrat dan peroksida. Senyawa 2-etil heksil nitrat (EHN) dan ditersier butil peroksida (DTBP) adalah aditif peningkat bilangan cetane yang terkenal. Penambahan 0,1-0,5% EHN atau DTBP dapat meningkatkan cetane number antara Selain itu, adapula isopropilnitrat, isoamil nitrat, isoheksil nitrat, dodecyl nitrat. Aditif peroksida dapat pula dikembangkan dari derivat asam lemak minyak kedelai. Tingginya kandungan asam oleat dalam minyak kedelai dan minyak sawit dapat dijadikan sebagai bahan dasar peroksida, misalnya adalah pembentukan dioleyl peroksida, atau asam peroleat. Sayang senyawa terakhir sangat reaktif sehingga tidak dapat disimpan lama. Bentuk epoksi dari asam lemak minyak kedelai yang telah diaplikasikan sebagai pemlastis mungkin dapat dikembangkan menjadi senyawa peningkat bilangan cetane. 19

40 Senyawa-senyawa yang biasa digunakan sebagai aditif inhibitor korosi dan lubrikasi, berdasarkan tingkat penurunan efektifitasnya, yaitu golongan organofosfat, asam organokarboksilat dan garam-garamnya, golongan amida (RCONHR), dan golongan ester RCOOR, dengan panjang rantai R = Tampak bahwa derivatisasi asam lemak minyak nabati (C 12 - C 18 ) berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk hilirnya berupa aditif peningkat bilangan cetane. Senyawa kompleks dari logam Mo dengan ligan monokarboksilat, monoalkilasi alkilena diamin, dan gliserida dilaporkan merupakan aditif multifungsi dalam sistem pelumasan (Gatto et al. 2003). Sementara itu McConnachie et al. (2003) menyatakan bahwa senyawa kompleks trinuklir Mo dengan ligan ditiokarbamat dapat diproduksi secara insitu dalam sistem pelarut polar seperti toluena, tetrahydrofuran, dimetil formamida, metanol, atau air. Dalam penelitian ini, pembentukan senyawa kompleks logamalkilditiokarbamat dari minyak sawit yang dihipotesakan sebagai aditif multifungsi dengan mengambil analogi dan bertitik tolak pada mimik dari senyawa seng dialkil/aril ditiokarbamat yang telah lazim digunakan sebagai boundary lubrication additive. Ditiokarbamat Ditiokarbamat adalah senyawa organosulfur yang spektrum aplikasinya cukup luas (Kaludjerovic et al. 2002). Sudah lebih dari enam puluh tahunan turunan senyawa ini disintesis dan diproduksi sejak ditemukan pertama kali pada awal tahun 1940 sebagai fungisida dan pestisida, sedangkan aktifitasnya sebagai antioksidan mulai diketahui pada tahun 1960, dan sejak itu senyawa ditiokarbamat diaplikasikan untuk pelumas (Rudnick 2009). Golongan senyawa ini telah dimanfaatkan diantaranya sebagai akselerator pada proses vulkanisasi, antioksidan, dan sebagai pestisida (fungisida dan herbisida). Golongan senyawa ini dilaporkan memiliki aktifitas antivirus seperti terhadap human rhinovirus, enterovirus,dan influenzavirus. Ditiokarbamat adalah ligan bidentat bermuatan negatif (-1), sehingga berperan sebagai ligan pendonor elektron apabila membentuk kompleks organologam yang diduga berperan dalam mengontrol kekuatan hidrofilitas dalam peranannya sebagai aditif pelumas. Tergantung ion logam pusatnya, geometri senyawa kompleks logamditiokarbamat dapat berbentuk tetrahedral, hexagonal, atau oktahedral (Kaludjerovic et al. 2002). 20

41 Senyawa ditiokarbamat merupakan senyawa organosulfur yang mudah membentuk kompleks dengan ion logam, dan apabila dalam bentuk terkoordinasi dengan suatu logam, maka akan memiliki lingkup aplikasi yang luas. Aplikasi senyawa ini dibidang otomotif adalah sebagai zat tambahan pelumas, dibidang pertanian digunakan sebagai pestisida (insektida dan fungisida), dibidang geologi sebagai akselarasi dalam vulkanisasi, dalam bidang farmasi sebagai antioksidan (Kaludjerovic et al. 2002, Gogoi & Sonowal 2005) dan memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri dan antijamur (Husain et al. 2010). Logam ditiokarbamat heterosiklik yang yang dilaporkan berpotensi sebagai pestisida dan antioksidan misalnya potassium (1,1-dioxothiolan-3-yl)-dithiocarbamate efektif sebagai fungisida selektif (Vasiliev & Polackov 2000). Grossiord et al (1998) dalam Asthana P (2006) menyatakan bahwa metilen-bis-(di-n-butilditiokarbamat) merupakan aditif antiwear yang sangat baik dan memiliki sifat antioksidan yang baik. Senyawa ini digunakan pada gear oils dan pelumas gemuk. Griffo & Keshavan (2007) menggunakan zat tambahan yang berfungsi sebagai antifriksi dan antiwear dalam high performance rock bit grease berupa Pbdiamilditiokarbamat, Mo-di-n-butilditiokarbamat, Zn-ditiokarbamat, dan Sbditiokarbamat. Namun demikian, kebanyakan aplikasi senyawa alkilditiokarbamat yang dilaporkan adalah menggunakan alkil rantai pendek. Jalur produksi senyawa kompleks logam-dialkilditiokarbamat rantai panjang disajikan pada Gambar 9, sedangkan identitas spektrum IR senyawa ditiokarbamat diberikan pada Tabel 4. Selain melalui jalur proses karbamasi amina yang sering digunakan, produksi organo-karbamat dapat juga dilakukan melalui reaksi tandem tiga komponen dari amina, CO 2, dan alkilhalida dengan kehadiran Cs 2 CO 3 dan tetrabutilammonium iodida (Salvatore et al.2001) Gambar 9 Reaksi pembentukan kompleks Zn-dialkilditiokarbamat. 21

42 Tabel 4 Pita serapan penting spektrum IR pada senyawa alkylditiocarbamate No Bilangan Gelombang Gugus Keterangan (cm -1 ) C N (cm -1 ) C N (cm -1 ) C-S Bebas S 2 C NR 2 & tipe pita serapan medium-kuat 4 Sekitar 1000 (cm -1 ) C-S Jika 1 pita serapan kuat bidentat, jika 2 pita serapan monodentat 5 Sekitar (cm -1 ) S-H Pita serapan kuat Tipe pita serapan dari lemah 6 Daerah sidik jari M-C, M-S sampai kuat *Sumber dari Trifunović et al. (2002), & Kaludjerovic et al. (2002), Shahzadi et al. (2006) Adsorpsi atau reaksi permukaan/antarmuka antara komponen-komonen pelumas, khususnya aditif pada pelumasan batas dengan permukaan logam-logam yang saling kontak merupakan kunci untuk menekan keausan dan friksi. Dengan demikian, jika ditemukan model molekul yang dapat teradsorpsi atau dapat melakukan reaksi permukaan/antarmuka dengan logam secara efektif, maka akan berfungsi efektif pula dalam menekan keausan, friksi, dan akan memperlambat proses oksidasi dari pelumas secara keseluruhan. Efektivitas interaksi permukaan/antarmuka molekul diantara dua permukaan logam tersebut, pada prinsipnya dapat diperoleh dengan mengatur derajat hidrofilitas dan hidrofobisitas bagian molekul aditif tersebut melalui modifikasi dan transformasi gugus fungsinya. Faktor polaritas relatif suatu molekul aditif memegang peran utama agar dapat teradsorpsi atau membentuk lapisan film yang efektif pada permukaan logam. Dalam penelitian ini, desain dan modifikasi/sintesis difokuskan pada gugus fungsi karbonil ke gugus ditiokarbamat dan secara simultan efek polaritas yang berhubungan dengan shear strength divariasikan melalui gugus fungsi ikatan rangkap, dan panjang rantai alkil asam lemaknya (Maleque et al. 2000). Variasi tersebut dan hubungannya dengan pembentukan film yang optimal merupakan fenomena yang akan dikaji dan dibuktikan dalam penelitian ini. Aditif pada sistem pelumasan merupakan komponen pelumas yang penting terutama untuk sistem-sistem pelumasan, seperti pengerjaan logam (rolling oil, cutting oil), fluida transmisi, gear oil (automotif dan industri), dan fluida hidraulik. Dalam sistem pelumasan batas, fenomena friksi dan wear/seizure terutama 22

43 bergantung pada shearing forces komponen-komponen pelumas relatif terhadap dua permukaan logam yang saling kontak, dan fenomena ini dapat direduksi oleh adanya aditif yang ditambahkan. Mekanisme kerja dari aditif ini adalah adsorpsi atau reaksi membentuk lapisan film pada permukaan logam sehingga kontak logam-logam direduksi. Lapisan film yang terbentuk tersebut mempunyai shear strength yang lebih rendah dibanding logam sehingga proses lubrikasi berjalan lancar (O Brien 1983; Studt 1989). Pada awalnya, formulasi aditif yang berhubungan dengan fenomena sistem pelumasan batas difokuskan pada sistem pelumasan industri, terutama kaitannya dengan masalah tekanan ekstrim. Namun sejumlah studi mengkonfirmasikan bahwa, terdapat kondisi-kondisi tekanan ekstrim dalam sistem pelumasan engine selama cold cranking, percepatan sekonyong-konyong, beban-beban berat dan temperatur ekstrim (Oil Extreme 2003). Dari fenomena ini, kemasan aditif dalam pelumas engine dengan memasukkan unsur aditif pelumasan batas, telah menjadi pertimbangan akhir-akhir ini. Senyawa-senyawa yang digunakan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas meliputi organosulfur atau kombinasi sulfur oksigen, organoklorin, organosulfur-klorin, organo fosfor, organo fosfor-sulfur, ester dari asam lemak, dan berbagai senyawa organologam (Ramney 1980; Nachtman & Kalpakjian 1985; Rizvi 1992; Hong et al.1993). Disamping itu, senyawa-senyawa diakrilat dan turunannya dengan formula umum STR4 juga telah diperkenalkan sebagai aditif pada sistem pelumasan batas (Takagi et al. 2001). Dari berbagai aditif untuk sistem pelumasan batas turunan fosfat, maka senyawa Zn-dialkilditiofosfat adalah yang paling umum digunakan, namun karena pertimbangan lingkungan terhadap senyawa-senyawa fosfor akhir-akhir ini, maka senyawa-senyawa dialkilditiokarbamat digunakan sebagai alternatif pengganti senyawa dialkilditiofosfat tersebut. Pengembangan komplek logam-ditiokarbamat sebagai aditif pelumas menggantikan aditif ditiofosfat dan aditif konvensional campuran senyawa sulfur, posfat dengan logam ternyata menunjukkan kinerja anti friksi yang lebih baik. Stabilitas komplek logam-ditiokarbamat memungkinkan penggunaannya pada sistem suhu tinggi tanpa mengalami degradasi. Senyawa komplek logam-ditiokarbamat yang dilaporkan memiliki kinerja mengurangi friksi dan meningkatkan stabilitas koefisien friksi adalah Zn-Mo- 23

44 ditiokarbamat, (Nakanishi et al. 2000). Kombinasi Mo dengan gugus amina, alkohol, phosphine, eter, asam karboksilat rantai panjang yang membentuk komplek mono-trinuklir Mo juga dilaporkan memiliki aktifitas sebagai aditif multi fungsi pada sistem pelumasan (Stiefel et al. 2001, Gatto et al. 2003). Saat ini kebanyakan pelumas setidaknya mengandung zat tambahan antioksidan untuk meningkatkan stabilitas dan meningkatkan performa mesin. Sejak oksidasi diidentifikasi sebagai penyebab utama penurunan kualitas pelumas, hal ini menjadi aspek yang sangat penting untuk meningkatkan stabilitas oksidasi dengan adanya kehadiran antioksidan dalam pelumas. Oksidasi merupakan proses yang berbahaya yang biasanya menyebabkan menurunnya performa pelumas, memperpendek usia pelumas, dan hal yang paling ekstrim adalah dapat merusak mesin. Oksidasi ditandai dengan adanya interaksi hidrokarbon pada pelumas dasar dengan oksigen dan adanya panas, dan prosesnya dapat meningkat cepat dengan kehadiran logam transisi seperti cobalt, besi, nikel, dan lainnya (Rudnick 2009). Aditif antioksidan ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan pembentukan lumpur sehingga mesin tetap bersih. Banyak senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina, senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005). Analisis Nilai Tambah Nilai tambah (added value) merupakan salah satu kriteria dalam perancangan dan pengembangan suatu produk. Menurut Gittinger (1985), nilai tambah adalah jumlah nilai ekonomi yang tercipta atau ditimbulkan dari suatu kegiatan yang dilakukan di dalam setiap satuan produksi dalam perekonomian. Nilai tambah dapat juga berarti suatu nilai yang tercipta dari kegiatan dengan cara mengubah input pertanian menjadi produk pertanian, atau nilai yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Keunggulan kompetitif suatu produk agroindustri dapat diciptakan dengan menerapkan konsep peningkatan nilai tambah dengan mengolah bahan baku menjadi produk dengan proses tertentu yang dikendalikan. Proses diversifikasi produk alam atau upaya peningkatan nilai guna suatu bahan dasar menjadi produk maju memiliki peluang peningkatan nilai tambah yang besar. Semakin rumit dan semakin maju teknologi yang digunakan dalam melakukan proses diversifikasi produk alam sehingga meningkatkan nilai guna bahan tersebut, semakin tinggi 24

45 pula nilai tambah yang tercipta dan biasanya akan memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibanding harga bahan awalnya (Gumbira-Sa id & Intan, 2000). Salah satu metode yang dapat diadopsi untuk melakukan perhitungan nilai tambah adalah metode Hayami dan Kawagoe (1993). Pengukuran nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh pengolahan dan tidak memasukkan penggunaan tenaga kerja dan faktor produksi yang lain. Jika faktor tenaga kerja dimasukkan maka nilai yang didapatkan adalah keuntungan perusahaan dan bukan nilai tambah dari suatu proses. Metode Hayami dan Kawagoe yang digunakan untuk menghitung nilai tambah dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 5. Nilai tambah yang diperoleh dengan metode ini lebih mewakili besarnya nilai tambah yang diterima dari kegitan pengolahan. Tabel 5 Model perhitungan nilai tambah dari Hayami dan Kawagoe (1993) No. Peubah Perhitungan I. Output, input dan harga 1. Output (kg/th) A 2. Bahan baku (kg/th) B 3. Tenaga kerja (HOK/th) C 4. Faktor Konversi (1:2) d = a/b 5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) e = c/b 6. Harga output (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) G II III Pendapatan dan keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) I 10.Niali output (Rp/kg) j = dxf 11. a. nilai tambah (Rp/kg) k = j-i-h b. Rasio nilai tambah (%) l(%) = k/j x 100 % 12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) m = exg b. Bagian tenaga kerja (%) n (%) = m/k x 100% 13. a. Keuntungan (Rp/kg) o = k-m b. Tingkat keuntungan (%) p(%) = o/j x 100% Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin Keuntungan (Rp/kg) q = j-h a. Pendapatan tenaga kerja (%) r (%) = m/q x 100 % b. Sumbangan input lain (%) s (%) = i/q x 100% c. Keuntungan perusahaan (%) t (%) = o/q x 100% 25

46 METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, menggunakan bahan dan peralatan untuk proses pembuatan, pemisahan, dan pengujian produk yang dihasilkan. Selain Lube Base Oil, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), dan gas N 2, bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini berkualitas proanalisa, atau for synthesis, sedangkan peralatan ukur dan peralatan analisis yang digunakan statusnya terkalibrasi, dan atau terpantau kinerjanya. Metode pembuatan, pemisahan, dan pengujian terhadap produk diverifikasi secukupnya untuk memastikan validitasnya. Pengendalian terhadap ketiga aspek pendukung penelitian ini dilakukan untuk menjamin dan mengendalikan mutu data yang dihasilkan. Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan dan pemisahan produk aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate, dan pemantauan produk dengan FTIR, HPLC, dan AAS dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu IPB, sedangkan uji kinerja aditif sebagai antioksidan, antiwear-antifriksi berturut-turut dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Aplikasi Lemigas, dan Laboratorium Product Development Pelumas Pertamina Plumpang Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2009 sampai bulan September Bahan dan Alat Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate adalah fattyamina primer (dodecylamine-e.merck , hexadecylamine-e.merck , octadecylamin-e.merck ), acylklorida (lauroyl chloride-e.merck , palmitoyl chloride-e.merck , oleoyl chloride-emerck ), LiAlH 4 - E.Merck , tetrahydrofuran dried-e.merck , dietileter- E.Merck , CS 2 -E.Merck , piridin-e.merck , NaOH-E.Merck , ZnCl 2 -E.Merck , GasNitrogen-BOC Gas, RBDPO, BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene), aditif 1 (oil booster advanced additive for motorcycle)

47 diperoleh dari Lab.Teknik Universitas Indonesia, aditif 2 (aditif antifriksi diperoleh dari PetroLab Services Jakarta, dan aditif 3 (aditif extreme pressure diperoleh dari Laboratorium product development Pertamina Jakarta). Alat Penelitian Peralatan utama yang digunakan untuk pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate adalah reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA6300), Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu-SP.10A), Rancimat (Model Metrhom 743), Four Ball Tester, dan peralatan kaca. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 7 tahap yaitu: 1) pembuatan dan pemantauan hasil pembuatan fattyamida sekunder, 2) pembuatan dan pemantauan hasil pembuatan fattyamina sekunder, 3) seleksi cara pembuatan fattyamina sekunder, 4) pembuatan dan pemantauan hasil pembuatan Zndifattyalkyldithiocarbamat, 5) uji kinerja produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, 6) seleksi produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, dan 7) analisis nilai tambah terhadap produk terseleksi. Diagram alir tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 10, sedangkan hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar Pembuatan dan pemantauan produk fattyamida sekunder. Fattyamida sekunder dibuat dari bahan baku fattyamina primer dan asil klorida melalui proses reaksi substitusi eliminasi dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Ada 3 jenis fattyamina primer dan 3 jenis asil klorida yang dijadikan sebagai bahan baku yaitu berturut-turut dodecylamin, hexadecylamin, octadecylamin, lauroyl chloride, palmitoyl chloride, dan oleoyl chloride, sehingga diharapkan dihasilkan 9 jenis varian produk fattyamida sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak pada fattyamina primer dan asilkloridanya. Keberhasilan pembuatan dipantau dengan mengukur setiap sampel produk menggunakan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi 27

48 Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan cara membandingkan pita serapan produk dan bahan baku pada bilangan gelombang 3300 cm -1 untuk identifikasi munculnya vibrasi gugus N-H pada produk fattyamida sekunder, dan pada bilangan gelombang 1639 cm -1 untuk identifikasi hilangnya vibrasi C=O pada bahan baku asilklorida. 2. Pembuatan dan pemantauan produk fattyamina sekunder. Fattyamina sekunder dibuat dari fattyamida sekunder melalui proses reduksi menggunakan reduktor LiAlH 4. Ada 4 cara yang dilakukan dalam pembuatan fattyamina sekunder yaitu 1) metode tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, 2) metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 bertahap, 3) metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 kontinyu, dan 4) metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan masing-masing cara pembuatan dipantau dengan mengukur setiap sampel produk menggunakan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan mengidentifikasi hilangnya pita serapan vibrasi gugus karbonil C=O pada bilangan gelombang 1639cm -1 dalam sampel produk fattyamina sekunder, dan munculnya intensitas pita serapan pada bilangan gelombang cm -1 yang menandakan terbentuknya ikatan C-H dan N-H fattyamina sekunder. 3. Seleksi dan penetapan cara pembuatan fattyamina sekunder. Tidak seperti pembuatan fattyamida sekunder dan Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang dapat berlangsung cepat pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor LiAlH 4 yang digunakan. Oleh karena itu pada tahap ini dilakukan seleksi dan penetapan cara produksi fattyamina sekunder yang terbaik dari 4 cara yang dilakukan. Dari 9 jenis varian bahan baku fattyamida sekunder yang tersedia, dipilih dilaurylamida (C12-C12) untuk menetapkan cara pembuatan terbaik dari 4 cara yang dilakukan. Kriteria yang digunakan dalam menseleksi adalah kualitas produk fattyamina sekunder yang dihasilkan, dan efisiensi penggunaan bahan. Kualitas fattyamina sekunder yang dihasilkan dari masing-masing cara dievaluasi berdasarkan tinggi intensitas pita serapan N-H fattyamina sekunder pada bilangan 3300 cm -1, dan hilangnya vibrasi C=O pada kisaran 1639cm -1. Cara pembuatan terbaik adalah cara yang menghasilkan intensitas serapan N-H 28

49 tertinggi dan C=O terendah dari base line spektrum IR-nya, yang kemudian digunakan untuk pembuatan fattyamina sekunder selanjutnya. Pada tahap ini akan dihasilkan 9 jenis varian produk fattyamina sekunder berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamida sekundernya. 4. Pembuatan dan pemantauan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dibuat dengan mereaksikan fattyamina sekunder dengan CS 2 membentuk ligan difattyalkyldithocarbamate yang selanjutnya membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan penambahan ZnCl 2 pada medium eter dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Keberhasilan pembuatan dipantau menggunakan Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier (Shimadzu IRPrestige 21) dengan cara membandingkan pita serapan produk dan bahan bakunya pada bilangan gelombang cm -1 untuk serapan tioureida C-N, pada bilangan gelombang cm -1 untuk serapan C-S, pada bilangan gelombang cm -1 untuk serapan ligan C-S, dan pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh ( cm -1 ) untuk regangan ikatan logamsulfur Zn-S. Selain menggunakan spektrum serapan IR, monitoring keberhasilan pembuatan juga dilakukan melalui uji temu balik dengan menganalisis kandungan Zn dalam produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate, dan dalam larutan pengekstraknya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA6300. Sementara itu konfirmasi tingkat kemurnian produk dilakukan dengan analisis HPLC. Pada tahap ini diharapkan akan dihasilkan 9 jenis varian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate berdasarkan perbedaan panjang rantai dan ketidakjenuhan asam lemak dari fattyamina sekundernya. 5. Uji kinerja produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Produk Zndifattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh, selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai aditif antioksidan dan antiwear-antifriksi. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode Rancimat dengan menambahkannya kedalam minyak RBDPO sebagai pelumas dasar, sedangkan aktifitas antiwear-antifriksi diuji dengan metode four ball dengan menambahkannya kedalam pelumas dasar HVI 60 produksi Pertamina. Daya antioksidan diukur dari waktu induksi yang dibutuhkan untuk terjadinya kerusakan sampel uji akibat perlakuan pemanasan 29

50 dan pengaliran udara, sedangkan daya antiwear-antifriksi diukur dari besarnya pemberian tekanan terhadap sampel uji yang menghasilkan gesekan dan pengelasan bola baja dalam alat fourball melalui indikator kinerja welding point, dan load wear index. 6. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate. Aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi dari seluruh produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate diranking dari aktifitas tertinggi sampai terendah. Evaluasi terhadap varian yang menunjukkan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik serta untuk melihat pengaruh faktor panjang rantai dan kejenuhan gugus fattyalkil terhadap kinerja antioksidan dan antiaus dilakukan menggunakan program Statistica versi 6:2 dengan melihat kontur permukaan dalam kurva tiga dimensi. Varian produk dengan kinerja terbaik ditetapkan sebagai aditif terpilih untuk selanjutnya dilakukan analisis nilai tambahnya. 7. Analisis nilai tambah produk. Analisis nilai tambah agroindustri aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dilakukan untuk mengukur nilai tambah produk yang diperoleh sebagai manfaat dari pengolahan. Meskipun pembuatannya dimulai dari bahan baku fattyamina primer, namun nilai tambahnya dihitung dari CPO sebagai bahan baku awal seperti ditampilkan pada Gambar 10. Metode yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah metode Hayami dan Kawagoe (1993). Tatalaksana Penelitian Pada penelitian ini, fattyamida sekunder sebagai produk antara dibuat dari fattyamina primer, yang selanjutnya ditransformasikan menjadi fattyamina sekunder. Pembuatan fattyamida sekunder dilakukan dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan pembuatan fattyamina sekunder dilakukan menggunakan 4 (empat) cara yakni metode tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 bertahap, metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging N 2 kontinyu, dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keempat cara pembuatan tersebut kemudian dievaluasi untuk menetapkan cara terbaik dalam membuat fattyamina sekunder. Fattyamina sekunder yang diperoleh selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat senyawa target kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. 30

51 Keberhasilan pembuatan fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder dimonitor dengan mengambil dan mengukur sample masing-masing produk menggunakan FTIR, sedangkan keberhasilan pembuatan kompleks Zndifattyalkyldithiocarbamate dimonitor dengan FTIR, HPLC, dan AAS. Perubahan pola pita serapan spektrum IR yang diperoleh merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder, fattyamina sekunder, dan kompleks Zndifattyalkyldithiocarbamate yang dibuat, sedangkan uji temu balik keberadaan logam Zn dengan AAS dalam produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate merupakan indikator keberhasilan pembuatan senyawa tersebut, sementara itu uji HPLC digunakan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan tingkat kemurnian produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang dihasilkan. 31

52 CPO Degumming, Bleaching, Column Separating, Deodorizing RBDPO Hidrolisis Gliserol As. Palmitat As. Lemak Pencampuran dan Pemisahan Fattyamina primer Pencampuran dan Pemisahan Fattyamida sekunder Pencampuran dan Pemisahan Fattyamina sekunder Pencampuran dan Pemisahan Aditif Pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate Aditif pelumas Zndifattyalkyldithiokarbamate tidak terseleksi Uji kinerja antiwear, antioksidan Aditif Pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate dengan performa terbaik Analisis Nilai Tambah Produk Rancangan produksi aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiokarbamate a b Gambar 10a Diagram alir pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 10b Cakupan analisis nilai tambah produk aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 32

53 Hipotesis/Latar belakang Proses Output yang diharapkan Hasil pembuatan fattyamida 2 o bervariasi bergantung rantai alkyl bahan baku fattyamina 1 o dan asilklorida Pembuatan fattyamida 2 o dengan variasi rantai alkyl fattyamina 1 o dan asil klorida Produk fattyamida 2 o yang rendemennya tertinggi Hasil pembuatan fattyamina 2 o bervariasi bergantung kondisi cara pembuatan Pembuatan fattyamina 2 o dalam reaktor terbuka, tertutup, dan reactor syncore Cara terbaik pembuatan fattyamina 2 o Hasil pembuatan fattyamina 2 o bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamida 2 o Pembuatan fattyamina 2 o dengan variasi rantai alkyl fattyamida 2 o Produk fattyamina 2 o yang rendemennya tertinggi Hasil pembuatan Zndithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl fattyamina 2 o Pembuatan Zndithiokarbamat dengan variasi rantai alkyl fattyamina 2 o Produk Zndithiokarbamat yang rendemennya tertinggi Daya antioksidan dan antiaus Zn-dithiokarbamat bervariasi bergantung rantai alkyl penyusunnya Uji dan seleksi daya antioksidan dan daya antiaus Zndithiokarbamat Produk aditif Zndithiokarbamat yang kinerjanya terbaik Pengembangan produk Zndithiokarbamat perlu informasi aspek nilai tambah Analisis nilai tambah produk aditif Zndithiokarbamat Tingkat komersialisasi produk aditif Zndithiokarbamat Gambar 11 Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 33

54 Pembuatan dan pemisahan fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk (Schotten-Baumann dalam Carey et al. (2002) yang dimodifikasi) Masing-masing sebanyak 0.14 mol fattyamine primer (dodesilamin, heksadesilamin, stearilamin) dilarutkan dalam 100 ml diklorometana yang mengandung 10 ml piridin dalam labu reaktor 500 ml. Campuran disetimbangkan pada suhu 10 C dalam bak campuran air-es, kemudian masingmasing ditambahkan tetes demi tetes 0.15 mol fattyacidklorida (laurylklorida, palmitoilklorida, dan oleylklorida) selama sekitar 5 menit sambil diaduk. Pengadukan dilanjutkan selama 60 menit untuk menyempurnakan reaksi. Campuran dicuci dengan air sampai netral dan pemisahan fase organik yang mengandung produk hasil sintesis. Fase organik netral selanjutkan dilewatkan ke dalam kolom florisil untuk memisahkan produk reaksi samping. Filtrat hasil pemisahan pada kolom florisil ditambahkan tetes demi tetes NaOH 0.1N sampai ph sedikit basa untuk menyabunkan residu asam lemak bebas yang masih tersisa dan dilanjutkan dengan pemisahan fase, dan pencucian fase organik dengan air. Fase organik dikristalisasi pada 0 C untuk memisahkan produk fattyamida sekunder, dikeringkan, dan ditimbang. Keberhasilan pembuatan dan pemisahan dimonitor dengan cara mengambil sampel setiap produk, kemudian diukur dengan FT-IR. Cara uji sampel produk dengan FTIR disajikan pada Lampiran 1. Produk fattyamida sekunder yang diperoleh digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan fattyamina sekunder. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk (Affani & Dugat 2007) Sebanyak mol fattyamida sekunder dalam 10 ml THF kering ditambahkan secara perlahan melalui corong tetes pada labu reaktor leher tiga yang telah berisi 37.5 mmol LiAlH 4 dalam 20 ml THF kering dengan pengaliran gas nitrogen sambil diaduk. Pengaliran nitrogen dilakukan dengan dua cara, secara bertahap dan kontinyu. Campuran reaksi direfluks selama 3 jam pada suhu 60 0 C untuk proses reduksi, dan diteruskan pada suhu ruang selama 1 malam untuk menyempurnakan reaksi. Campuran produk reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 20 ml larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan dipisahkan. Fase air ditambah 2x20 ml eter dikocok dan dipisahkan. Fase eter digabungkan dengan fase THF dicuci ulang dengan 20 ml larutan jenuh NaK-tartrat dikocok dan 34

55 dipisahkan. Fase organik selanjutnya dikeringkan dengan MgSO 4 anhidrat, pelarut diuapkan dengan rotapavour ditimbang. pada 50 C, 50 mmhg, produk yang diperoleh Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder metode reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro Sebanyak 2.5 mmol fattyamida sekunder yang dilarutkan dalam 10 ml THF kering dicampur dengan 12.5 mmol LiAlH 4 dalam 10 ml THF kering dalam labu reaktor teflon tertutup. Campuran kemudian dipanaskan dalam Oven microwave pada posisi switch suhu medium. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk. Pembuatan dan pemisahan produk fattyamina sekunder dengan metode reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk Metode yang digunakan sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, tetapi bahan baku yang digunakan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaktor yang ada pada alat Büchi Syncore Reactor (Gambar 12) dan dilakukan purging gas nitrogen sesaat sebelum reaksi dilakukan. Waktu pembuatan dilakukan selama 12.5; 24 dan 48 jam dengan suhu reaksi 75 C untuk mengetahui lamanya waktu produksi yang menghasilkan kualitas fattyamina sekunder terbaik. Setelah reaksi dilangsungkan, produk yang dihasilkan dilakukan pemisahan yang prosesnya sama seperti pada metode tumpak terbuka tangki teraduk. Gambar 12 Reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk 35

56 Pembuatan dan pemisahan produk kompleks Zn-difattyalkyldithiocarbamate dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Metode yang digunakan adalah metode modifikasi yang mengacu pada metode O Brien (1983), Nakanishi, et al (2000), Kaludjerovic, et al (2002), dan Zhang, et al. (2003). Sebanyak 1 mmol fattyamina sekunder ditimbang dan dilarutkan dengan 30 ml dietileter dalam labu reaktor bulat 500 ml. Larutan ditambah dengan 0.2 ml CS 2 dan 1 mmol NaOH kemudian diaduk selama 17 jam. Larutan ditambah dengan ZnCl 2 sejumlah ekivalen reaksinya (Zn = 0.5 mmol) dan diaduk selama 7 jam. Fase eter dipisahkan dan dicuci dengan akuades sebanyak 3 kali kemudian pelarut eter diuapkan dengan penguap putar pada suhu 30 ºC. Residu sisa penguapan yang merupakan produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate kemudian ditimbang. Monitoring keberhasilan reaksi Peralatan yang digunakan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder adalah seperangkat alat Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR), sedangkan untuk pemantauan keberhasilan pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate adalah FTIR, Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). FTIR digunakan untuk memantau perubahan gugus fungsi dalam reaksi konversi yang dilakukan. Setiap perubahan gugus fungsi akan terlihat jelas pada pita serapan spektra produk dan dapat dibandingkan dengan spektra reaktan serta didukung kajian teoritis. Pemantauan secara kualitatif tujuannya untuk menjaga agar proses sintesis tetap berada dalam koridor desain sintesis kompleks Zndifattyalkyldithiocarbamate yang telah direncanakan. Untuk mendukung data kualitatif, dilakukan monitoring dengan AAS untuk mengetahui persen temu balik dari Zn dalam produk yang dihasilkan, sehingga rendemen produksi dapat ditentukan, sedangkan HPLC digunakan untuk mengukur tingkat kemurnian dan tingkat konversi fattyamina sekunder ke produk akhir Zndifattyalkyldithiocarbamate. Cara uji masing-masing sampel produk dengan FTIR, AAS, dan HPLC disajikan pada Lampiran 1. Uji anti oksidasi (Metode Rancimat) Sejumlah tertentu (gr) produk Zn-difattyalkyldithiocarbamate ditambahkan kedalam minyak RBDPO, diaduk selama 30 menit sampai homogen. Sebanyak 3.0 gr dari masing-masing campuran yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke sampel 36

57 sel dan dilakukan pengujian pada suhu 120 ºC selama 24 jam dengan pengaliran udara pada alat Rancimat Model Metrhom 743. Uji antiwear-antifriksi metode fourball (ASTM D 2783) Sampel pelumas dituangkan ke dalam mangkuk alat four ball sampai ketiga bola baja terendam, suhu sampel didalam mangkuk dipertahankan antara 18 C sampai 35 C. Bola keempat diturunkan ke dalam mangkuk, diberi beban tertentu (kg) kemudian diputar pada kecepatan 1760 ± 40 rpm selam 10 detik. Pengujian diulang dengan meningkatkan beban secara bertahap sampai diperoleh beban maksimal yang mengakibatkan pengelasan (welding) antara keempat bola baja tersebut. Pada setiap pengulangan pemberian beban, diameter goresan pada ketiga baja dalam mangkuk sampel diukur (mm). Beban terakhir yang mengakibatkan welding dinyatakan sebagai welding point (kg), sedangkan data diameter goresan digunakan untuk menghitung load wear index (LWI). Analisis Nilai Tambah Meskipun pembuatan aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate dalam penelitian ini masih dalam skala laboratorium, dan dimulai dari bahan baku fattyamina sekunder, namun untuk keperluan analisis nilai tambahnya dilakukan pada asumsi skala produksi 50 kg/hari dan dihitung dari bahan baku awal CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dalam perhitungan nilai tambah dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu (CPO) ke produk hilir (aditif pelumas Zndifattyalkyldithiocarbamate). Jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan 50 kg Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada neraca bahan yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk pembuatan fattyamine primer dari asam lemak, dan asam lemak dari CPO mengacu ke hasil penelitian Amaludin (2007) yang tergabung dalam payung penelitian yang sama, dan Gregorio C.G(2005). Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawage (1993) seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pengukuran nilai tambah dengan metode ini dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan. Selain nilai tambah yang besarnya dihitung 37

58 dalam rupiah/kg produk, juga dihitung rasio nilai tambah (%), imbalan tenaga kerja (Rp/kg), bagian tenaga kerja (%), keuntungan (Rp/kg), tingkat keuntungan (%), marjin keuntungan (Rp/kg), pendapatan tenaga kerja (%), persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan. Beberapa asumsi lain yang diterapkan dalam analisis nilai tambah diantaranya adalah: bahan baku yang digunakan berkualitas teknis/industrial grade, produk aditif yang dihasilkan diterima langsung oleh pengguna sehingga tidak ada biaya pemasaran, tingkat harga jual produk aditif lebih tinggi dari aditif impor sejenis karena berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi. 38

59 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH 2 Cl 2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer. Indikator terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm -1 untuk vibrasi regang gugus N- H, dan pada 1639 cm -1 untuk vibrasi regang gugus C=O (Pavia 2001). Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm -1 dan pada 3301 cm -1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm -1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm -1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301 cm -1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak (oily) kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder yang dihasilkan bervariasi dari 10% sampai 87%, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder adalah senyawa yang

60 berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi (emulsi) yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan. Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Rantai alkil Fattyamina (1º) Rantai alkil Acylklorida Rendemen Fattyamida (2º),%(b/b) Penampakkan Fisik C12:0 C18:1 50 (n= 11) Oily, kuning C16:0 C18:1 59 (n= 8) Serbuk padat kasar, kuning C18:0 C18:1 51 (n= 7) Serbuk padat kasar, kuning C12:0 C16:0 17 (n= 6) Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 87 (n= 6) Serbuk padat halus, putih C18:0 C16:0 83 (n= 8) Serbuk padat halus, putih C12:0 C12:0 60 (n= 8) Serbuk padat halus, putih C16:0 C12:0 20 (n= 17) Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 10 (n= 4) Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan produksi. Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder. Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH 4. Sebagai reduktor, LiAlH 4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH 4 40

61 (Newman & Fukunaga 1960). Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH 4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH 4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR. Mekanisme proses reduksi fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH 4 ditampilkan pada Gambar 14. Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakan/mengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder diantaranya dapat dilihat dari menghilangnya pita serapan vibrasi regang gugus 41

62 C=O pada bilangan gelombang 1639 cm -1, munculnya vibrasi regang ikatan N-H pada 3300 cm -1, dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada cm -1 Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm -1 dianggap penting karena gugus ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan gugus N-H pada daerah 3300 cm -1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm -1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda (Pavia 2001). Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul (Whittaker 1994 & 1997). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga 42

63 waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang cm -1 ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit 43

64 Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 yang menandakan penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang cm -1 (vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder) bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 dari produk fattyamina sekunder yang diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor. Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani & Dugat (2007) menggunakan reduktor LiAlH 4, yang juga diadopsi oleh Sidik (2007), dan Khotib (2010). Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu 44

65 reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm -1 dan bilangan 3334 cm -1. Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang cm -1 (vibrasi regang C=O) menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH 4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang cm -1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang cm -1 dan cm -1 yang diukur dengan metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa cara reaksi dengan pengaliran nitrogen kontinyu menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan. 45

66 Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N 2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Metode Pembuatan Intensitas Serapan Vibrasi (%T) C=O ( cm -1 ) NH ( cm -1 ) Purging N 2 Kontinyu Purging N 2 Bertahap Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara (campuran N 2 dan O 2 ) akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH 4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif. Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75 C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk. Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik. Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang

67 cm -1, dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm -1, ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm -1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya. Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk 47

68 Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH 4, kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21. Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan. 48

69 Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm -1, dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm -1. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah (1.8 %T) dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi (3.3 %T) dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22. Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Vibrasi (%T) Metode Pembuatan C=O (1639 cm -1 ) NH(3300cm -1 ) Bahan baku fattyamida sekunder 13, Tumpak terbuka purging kontinyu Tumpak tertutup microwave Tumpak tertutup syncore Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan 49

70 Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat. Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan, juga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk purging udara pada saat memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak (oily) kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk 50

71 fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17% sampai 96%. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamida sekunder menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 75 0 C waktu reaksi 24 jam Rantai alkil Rantai alkil Rendemen Penampakkan Fisik Fatty Amina (1º) Acylklorida Fattyamina (2º), %(b/b) C12:0 C18:1 17 (n= 15) Oily, kuning C16:0 C18:1 84 (n= 27) Oily, kuning C18:0 C18:1 54 (n= 17) Oily, kuning C12:0 C16:0 96 (n= 9) Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 18 (n= 27) Serbuk padat kasar, putih C18:0 C16:0 36 (n= 11) Serbuk padat kasar, putih C12:0 C12:0 63 (n= 15) Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 53 (n= 5) Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan sintesis. Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn (ZnCl 2 ) dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Komponen reaktan senyawa kompleks Zndifattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi dengan ZnCl 2 untuk membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat. 51

72 Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Fattyamina Sekunder Produk yang Dihasilkan Penampakkan Fisik Rendemen (%) Dilaurilamina Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat oily,kecoklatan 78 (n=8) Laurilpalmitilamina Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat oily,kekuningan 87 (n=3) Lauriloleilamina Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 79 (n=3) Laurilstearilamina Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat oily, jernih 85 (n=3) Palmitiloleilamina Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 77 (n=4) Palmitilstearilamina Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat serbuk padat, kekuningan 81(n=4) Steariloleilamina Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 80 (n=7) Keterangan: n adalah ulangan sintesis Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl 2. Selain itu, penggunaan suasana basa (NaOH) akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur dalam bentuk ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23. Gambar 23 Reaksi pembentukan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamate. 52

73 Identifikasi keberhasilan pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam (Awang et al. 2006), yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang cm -1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang cm -1. Pita serapan yang tajam pada bilangan gelombang cm -1 merupakan hasil regangan ikatan C-N. Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang cm -1 juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh ( cm -1 ) diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logamsulfur (M-S). Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang cm -1 yang merupakan serapan regangan CH 3 asimetri, pada cm -1 yang menunjukkan serapan C-N, dan pada bilangan gelombang 968 cm -1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm -1 dan 387 cm -1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder. Gambar 24 Spektrum IR fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate. 53

74 Gambar 25 Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate ditampilkan pada Tabel 11, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji temu balik Zn dengan AAS ini menunjukkan bahwa kompleks Znbis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate terkonversi dengan baik, sebagaimana juga dinyatakan oleh spektrum serapan IRnya. Rendahnya kandungan Zn dalam fase air bekas proses pencucian (0.030 mgram) menunjukkan sebagian besar Zn sudah terkomplekkan, dan masuk ke fase minyak sebagai produk Zn-difattyalkylditiocarbamate. Tabel 11 Hasil uji temu balik Zn dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Rantai alkil dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Zn (ZnCl 2 ) awal (Gram) Zn dalam Produk (Gram) Recovery (%) C12:0-C12:0 65,2 48,41 74,13 C12:0-C16:0 65,2 48,48 74,25 Konfirmasi tingkat kemurnian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dilakukan dengan metode HPLC berdasarkan perbedaan waktu retensi dan luas puncak kromatogramnya. Luas pita kromatogram HPLC produk Zndifattyalkylditiocarbamate dan bahan baku fattyamina sekunder ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan beberapa contoh kromatogramnya disajikan pada Lampiran 6. 54

75 Seperti tampak pada Tabel 12, produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamate memiliki tingkat kemurnian rerata 92%, sehingga tidak memerlukan pemurnian lanjutan. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pada kondisi reaksi yang dijalankan, fattyamina sekunder terkonversi dengan baik dan hanya menyisakan rerata 5.9% fattyamina yang belum terkonversi dan masih bercampur dalam produknya. Tabel 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Senyawa tr (menit) Luas Puncak Komposisi (%) Dilaurylamine Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate Lauryloleylamine ,9 Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate 3, ,6 Laurylpalmitylamine 2, ,5 Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate 3, ,9 Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Stabilitas oksidasi merupakan kriteria penting untuk performa yang baik dari suatu minyak pelumas. Udara dan lingkungan yang lembab dan disertai panas yang ditimbulkan oleh proses friksi pada saat perputaran mesin merupakan penyebab oksidasi. Produk dari proses oksidasi minyak pelumas mencakup asam karboksilat, keton, alkohol dan bahan polimer lainnya yang berkumpul membentuk lumpur, komponen tak jenuh dan tingkat keasaman yang menyebabkan meningkatnya viskositas dan akhirnya menurunkan performa mesin. Telaah literatur menyatakan bahwa saat oksidasi dimulai, pembentukan karbonil dipercepat. Bilangan asam terbentuk oleh pembentukan asam karboksilat setelah perpanjangan proses oksidasi dan meningkat dengan meningkatnya pembentukan senyawa karbonil. Untuk mencegah atau menunda oksidasi pelumas, aditif antioksidan ditambahkan sehingga pembentukan lumpur dihambat, mesin tetap bersih yang berdampak positif pada peningkatan performa mesin. Banyak macam senyawa yang telah digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina dan senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005). 55

76 Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah metode Rancimat. Prinsip ujinya adalah proses oksidasi sampel yang dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas (suhu 120 C). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan waktu induksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya oksidasi bahan uji dalam sel sampel. Makin lama waktu induksi suatu bahan, makin stabil bahan tersebut, makin tahan bahan tersebut terhadap oksidasi. Hasil uji dengan Rancimat ditunjukkan dengan waktu induksi (jam) (Tensiska et al. 2003). Sebelum dilakukan uji daya antioksidan terhadap produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate, terlebih dahulu dilakukan verifikasi kemampuan rentang pengukuran dari alat yang digunakan untuk mendapatkan interval konsentrasi yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik. Hasil verifikasi kemampuan rentang pengukuran diperoleh pada kisaran konsentrasi ppm sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Dari rentang kemampuan pengukuran yang diperoleh, dipilih konsentrasi 125 ppm sebagai dosis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melakukan uji daya antoksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan 7 varian produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate ditunjukkan pada Gambar 27, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Gambar 26 Rentang kemampuan ukur daya antioksidan Zn-difattyalkyldithiocabamate metode rancimat Kurva pada Gambar 26 mengikuti pola regresi linear menurut persamaan Y = 0.029X dengan koefisien korelasi r 2 = Selain menjelaskan kemampuan rentang pengukuran, kurva tersebut juga menjelaskan kenaikan daya 56

77 antioksidan senyawa Zn-difattyalkyldithiocabamate yang makin tinggi dengan kenaikan dosis-konsentrasinya. Gambar 27 Daya antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan metode rancimat model metrhom 743 Semakin lama waktu periode induksi, maka semakin lama produk tersebut menahan laju oksidasi, sehingga daya-aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dengan melihat waktu induksi (waktu oksidasi dimana diperoleh kenaikan kurva secara tiba-tiba) yang dihasilkan tersebut, maka kompleks Zndifattyalkylditiocarbamate yang berasal dari bahan baku dodesilamin-lauril klorida (C12:C12), oktadesilamin-lauril klorida (C18:C12), dan heksadesilamin-lauril klorida (C16:C12), merupakan aditif yang memiliki daya antioksidan terbaik dari tujuh jenis aditif yang dihasilkan, dengan daya aktivitas antioksidan tertinggi dipenuhi oleh Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate yang berasal dari fattyamina (dodesillaurilamin). Aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate juga dibandingkan dengan zat aditif komersil, yaitu BHA, BHT, aditif 1, aditif 2, dan aditif 3. Pada dosis konsentrasi pengujian 125 ppm, aktifitas antioksidan tertinggi dari keempat jenis zat aditif pembanding dihasilkan oleh BHT. Nilai aktivitas antioksidan BHT lebih baik dibandingkan BHA dikarenakan BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik terhadap lemak hewani dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak nabati. Penggunaan BHA dan 57

78 BHT cukup berbahaya untuk tubuh sehingga terdapat ambang batas pemakaian yang aman. Batasan penggunaan suatu bahan berdasarkan resiko adalah ADI (acceptable daily intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko atau bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ADI penggunaan BHA dan BHT per kg bobot tubuh, yaitu 0-0,3 mg dan 0-0,125 mg, sedangkan ADI penggunaan BHT menurut PERMENKES sebesar mg per kg makanan. Pada dosis 125 ppm yang diujikan, kecuali Znbis(stearylpalmityl)ditiocarbamate, seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate mempunyai daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding BHT, dan seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate memiliki daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding aditif pelumas 1 (aditif antioksidan), dan aditif pelumas 2 (aditif anti friksi), dan aditif pelumas 3 (aditif extreme pressure). Hasil uji anova dan uji Tukey menggunakan program SPSS yang disajikan pada Lampiran 11, diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 95% aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dan bebeda nyata dari blanko serta aditif komersial lainnya. Selain itu, varian aditif yang lainnya juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari blanko serta berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Dari ketujuh varian produk Zn-difattyalkylditiocarbamate yang diuji, gugus alkil(lauryl) ternyata menunjukkan karakter daya antioksidan yang baik, dibanding rantai alkil lainnya. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada kompleks ditiokarbamat, nilai aktivitas antioksidannya semakin rendah. Kehadiran ikatan rangkap ternyata lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil pada senyawa kompleks yang diujikan. Faktor simetri panjang rantai karbon tampak memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. Znbis(dilauryl)ditiocarbamate yang panjang rantai karbonnya simetri mempunyai daya antioksidan terbaik dibanding dua kompleks linear asimetrinya Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn bis(laurylstearyl)ditiocarbamate. Hasil ini menyatakan prospek aplikasi Zn-difattyalkylditiocarbamate yang sangat menjanjikan sebagai aditif antioksidan dalam sistem pelumasan, karena ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibanding aditif 1, padahal aditif 1 merupakan aditif antioksidan komersil untuk sistem pelumas motor. Selain itu, 58

79 dengan dosis penggunaan yang rendah (125 ppm), Zn-difattyalkylditiocarbamate juga sangat prospektif dijadikan aditif antioksidan dalam sistem pangan, farmasi dan kosmetik karena berpeluang lolos jika diuji toksisitasnya. Mekanisme antioksidan dalam pelumas dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer (penangkapan radikal) dan antioksidan sekunder (penguraian peroksida). Menurut Rudnick (2009) kerja dari antioksidan diawali dengan reduksi alkil hidroperoksida untuk menurunkan reaktifitasnya menjadi alkohol, dengan sulfida yang teroksidasi menjadi intermediet sulfoksida. Mekanisme yang lebih disukai untuk reaksi subsekuen dari intermediet sulfoksida adalah eliminasi intramolekuler beta-hidrogen, yang terpenting untuk pembentukan asam sulfenik (RSOH), yang selanjutnya dapat bereaksi dengan hidroperoksida untuk membentuk asam sulfur-oksi. Pada suhu yang dinaikkan, asam sulfinik (RSO 2 H) mungkin terurai menjadi bentuk sulfurdioksida (SO 2 ), yang terutama sekali membantu dekomposisi asam lewis hidroperoksida melalui pembentukan sulfur trioksida aktif dan asam sulfat. Penelitian sebelumnya menunjukkan satu ekuivalen SO 2 dapat mengkatalisis pembentukan kembali sampai ekuivalen dari kumena hidroperoksida. Dengan meningkatkan antioksidasi dari komponen sulfur ini, pada kondisi tertentu, intermediet asal sulfur oksi (RSOxH) dapat mencari radikal peroksi, hal ini memberikan petunjuk bahwa senyawa sulfur termasuk golongan ditiokarbamat memberikan karakteristik antioksidan primer. Faktor pendukung lain tingginya efektifitas daya antioksidan senyawa Zndifattyalkylditiocarbamate adalah struktur molekulnya yang berkarakteristik surfaktan. Gugus Zn-ditio yang merupakan bagian hidrofilik akan teradsorpsi ke permukaan cairan minyak/pelumas atau ke antarmuka cairan minyak/pelumaslogam, sementara gugus alkil asam lemak yang merupakan bagian lipofilik akan masuk ke badan cairan minyak/pelumas. Model orientasi adsorpsi molekul Zndifattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak/pelumas ditampilkan pada Gambar 28. Orientasi adsorpsi kedua gugus molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam cairan minyak dan permukaan logam akan bertindak sebagai pelindung permukaan cairan minyak yang efektif dari proses oksidasi yang berdampak positif pada kinerjanya yang lebih baik dari mekanisme penangkapan radikal yang ditunjukkan oleh BHA dan BHT. Molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate akan membentuk barisan/lapisan monolayer yang massive pada antar muka 59

80 minyak/pelumas-logam, sehingga akan merupakan pelindung yang efektif bagi antarmuka logam tersebut, sekaligus akan menghalangi interupsi oksigen ke bulk minyak pelumas sehingga kontak permukaan logam dan pelumas dasar dengan oksigen diminimalisir, sehingga proses oksidasi terhadap permukaan logam dan terhadap pelumas dapat diminimalisir. Dengan orientasi adsorpsi molekul seperti itu, senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate juga diharapkan akan berfungsi sebagai bantalan pada sistem pelumasan dengan pembebanan sehingga akan memiliki aktifitas lain sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan pembebanan. Gambar 28 Model orientasi adsorpsi molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak pelumas Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Ada dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kemampuan antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate yaitu welding point, dan load wear index. Weld point adalah beban/tekanan tertinggi yang diberikan kepada pelumas (Kg) yang menghasilkan pengelasan bola baja yang berputar diantara ketiga bola baja yang stasioner, sedangkan load wear index adalah indek kemampuan pelumas untuk meminimalisasi keausan permukaan bola baja pada saat diberikan beban dalam mesin fourball. Load wear index merupakan nilai beban rata-rata yang diperoleh dari deretan variasi pengulangan pembebanan yang dihitung dengan mengukur diameter goresan bola baja yang ditimbulkan oleh setiap beban yang diberikan. Makin tinggi nilai kedua parameter tersebut, makin tinggi aktifitas antiwear-antifriksinya, makin efektif pelumas tersebut sebagai aditif tekanan ekstrim. 60

81 Seperti halnya pada uji aktifitas antioksidan, tahap awal yang dilakukan dalam uji antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate adalah verifikasi rentang konsentrasi pengukuran dari alat four ball untuk mendapatkan rentang konsentrasi yang memberikan respon-sensitifitas pengukuran terbaik untuk produk aditif yang diuji. Pada kondisi pengukuran tersebut, sekecil apapun perbedaan respon yang dihasilkan diharapkan akan terekam, sehingga pengaruh perbedaan panjang rantai alkyl dalam produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate terhadap aktifitasnya sebagai antiwear-antifriksi dapat dipetakan secara akurat. Data lengkap hasil verifikasi nilai weld point, dan load wear index pada kisaran konsentrasi % ditampilkan pada Lampiran 8, sedangkan kurva welding point, dan load wear index ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan kenaikan angka weld point, dan load wear index yang makin besar dengan meningkatnya konsentrasi-dosis aditif yang digunakan. Namun demikian respon kedua parameter uji tersebut sehubungan dengan kenaikan konsentrasi aditif tidak menghasilkan hubungan linear seperti kurva antioksidan. Pada konsentrasi rendah, respon aktifitas antiwear-antifriksi naik dengan kenaikan konsentrasi mencapai konsentrasi kritis tertentu, namun setelah mencapai konsentrasi kritis tersebut, kenaikan konsentrasi selanjutnya tidak memberikan peningkatan daya antiwear yang signifikan. Tampak ada nilai konsentrasi efisien yang efektif memberikan respon daya antiwear-antifriksi. Gambar 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear-antifriksi Zn-difattyalkylditio carbamate Metode Four Ball 61

82 Mintorogo (2000) menyatakan dosis efisien yang efektif menghasilkan daya antiwear dari aditif Zn-dialkilditiofosfat adalah 0.5 % (b/b). Fenomena yang sama terjadi pada aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Dari kurva weld point pada Gambar 29 tampak bahwa konsentrasi kritis yang efisien dan efektif memberikan respon antiwear-antifriksi adalah 1.2% (b/b). Meskipun kurva load wear index tidak terlalu jelas memperlihatkan konsentrasi kritis tersebut, namun kurva tersebut juga tidak mengikuti pola regresi linear. Uji linearitas kurva weld point, dan load wear index berturut-turut menghasilkan persamaan Y=1541X+127, dan Y=408X+16, dengan koefisien korelasi r 2 = 0.73, dan 0.93 yang belum memenuhi kriteria linear karena r 2 <0.99. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi 1.2% dipilih sebagai dosis konsentrasi kritis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya dipilih sebagai dosis untuk melakukan uji daya antiwearantifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Diagram nilai welding point dan load wear index dari 6 varian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dan pembanding aditif komersil 2 dan aditif komersil 3 ditampilkan pada Gambar 30 dan Gambar 31, sedangkan data lengkap hasil pengujian kurva weld point, dan load wear index disajikan pada Lampiran 9, dan Lampiran 10. Gambar 30 Welding point aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Seperti tampak pada Gambar 30 dan Gambar 31, seluruh varian aditif Zndifattyalkyldithiocarbamate menunjukkan aktifitas antiwear-antifriksi yang ditunjukkan dengan nilai load wear index dan welding point yang lebih tinggi 62

83 dibanding blanko pelumas dasar HVI 60. Dari dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kinerja, hanya load wear index yang memberikan perbedaan respon terhadap perbedaan panjang rantai alkil dalam produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate yang diuji. Welding point dari seluruh varian aditif Zndifattyalkylditiocarbamate dan aditif komersil yang diuji memberikan nilai yang sama, yaitu 160 kg, dan hanya berbeda (lebih tinggi) dari blanko pelumas dasar HVI 60 yaitu 126 kg. Dari Gambar 31 tampak bahwa Znbis(laurilpalmityl)ditiocarbamate (C12-C16) memiliki nilai load wear index tertinggi dibanding lima varian Zn-difattyalkylditiocarbamate lainnya, meskipun nilainya masih lebih rendah dibanding 2 produk aditif komersil sebagai pembanding. Jika dibandingkan dengan standar US Steel 136 yang merupakan salah satu standar aditif hidraulik tekanan ekstrem yang menetapkan batas minimal load wear index dan welding point 30 kg dan 150 kg, maka dua variant adititif Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn-bis(lauryloleyl)ditiocarbamate memenuhi standar tersebut. Gambar 31 Load wear index aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18-C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, 63

84 tampaknya kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index sehingga C16-C18 memiliki nilai load wear indek lebih tinggi dari C16-C18:1, sementara pengaruh faktor simetri molekul tidak terekam dari uji kinerja yang diperoleh. Load wear index keenam varian aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari 2 produk aditif komersil pada tingkat kepercayan 95% berdasarkan uji Tukey menggunakan SPSS sebagaimana disajikan pada Lampiran 12. Namun demikian, keenam varian produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate memiliki nilai load wear index yang lebih tinggi dan berbeda nyata dari blanko pelumas dasar HVI 60 pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05). Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dan Znbis(lauryloleyl)dithiocarbamate memiliki load wear index yang tinggi, tidak berbeda nyata satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95%, namun keduanya berbeda nyata dengan varian aditif lainnya. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate Rekapitulasi data hasil pembuatan dan hasil uji aktivitas antioksidan dan antiwear produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Data aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl dithiocabamate Gugus fattyalkyl dalam aditif Rendemen total (%) Antioksidan (jam) Load wear index (Kg) C12 C C12 C C12 C18: C16 C C16 C18: C18 C18: BHT Aditif 1-antioksidan Aditif 2-antifriksi Aditif 3-EP US Steel Blanko RBDPO Blanko HVI

85 Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktifitas antioksidan tertinggi, sedangkan daya antiwear-antifriksi tertinggi dipenuhi oleh varian Zn-bis(lauriylpalmityl)dithiocarbamate. Daya antiwear Znbis(dilauryl)dithiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate (Lampiran 12), daya antioksidan Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate lebih rendah dan juga berbeda nyata dari Znbis(dilauryl)dithiocarbamate pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 11). Bukti tersebut menunjukkan tidak ada varian aditif yang sekaligus memiliki aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang maksimum. Namun demikian tampak bahwa aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki kinerja optimum, dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan, dan antiwear-antifriksi, yang tidak ditunjukkan oleh aditif komersil 1, 2, dan 3. Sebagai aditif antiwear-antifriksi, aditif 2 memang memiliki kinerja yang dominan, tetapi tidak menunjukkan aktifitas antioksidan bahkan menurunkan daya antioksidan, hal yang sama berlaku pada aditif 3. Aktivitas antioksidan aditif 2 dan aditif 3 lebih rendah dibanding blanko RBDPO. Fakta ini memperkuat bukti empiris di pasar bahwa belum ada aditif yang bersifat multifungsi dikomersialisasi, sementara Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate menujukkan prospek sebagai aditif yang memiliki kinerja sebagai antioksidan yang kuat dan sekaligus dapat berfungsi sebagai antiwear-antifriksi, dan hal tersebut merupakan kebaruan dari hasil penelitian ini. Gambar 32 Kontur permukaan kinerja aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate 65

86 Plot kontur permukaan 3 dimensi menggunakan program Statistica versi 6:2 yang disajikan pada Gambar 32, menunjukkan bahwa rantai optimum gugus alkyl asam lemak yang memberikan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik adalah C12 dan C16, yang dipenuhi oleh Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate. Rendemen total tertinggi produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate yang dihitung mulai dari bahan baku awal fattyamina primer dipenuhi oleh Znbis(palmityloleyl)dithiocarbamate sebesar 38.18%, sayang tingginya rendemen tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Meskipun rendemen total aditif Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate hanya 15%, namun karena diantara kriteria utama yang menentukan layak tidaknya suatu produk dikomersialisasi adalah kinerjanya, maka Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan aditif terpilih dengan kinerja antioksidan dan antiwear optimum, yang selanjutnya dijadikan sebagai prototype untuk analisis nilai tambah produknya. Kendala rendahnya rendemen produk aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat diatasi dengan menggunakan rancangan reaktor yang lebih baik, misalnya dengan mengubah dari proses tumpak ke proses sinambung, sehingga efisiensi dan efektifitas proses pembuatannya meningkat, terutama reaktor pembuatan fattyamida dan fattyamina. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria yang penting untuk diverifikasi dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Nilai tambah agroindusti adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah hasil pertanian menjadi produk industri atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam penelitian ini analisis nilai tambah produk aditif pelumas dilakukan terhadap Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yang merupakan varian produk aditif dengan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993). Meskipun pembuatan aditif Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dalam penelitian ini dimulai dari bahan baku hexadecylamine, namun untuk analisis nilai tambahnya dihitung dari bahan baku CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu (CPO) ke produk hilir (aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate). 66

87 Jumlah bahan baku, bahan pembantu, dan jenis reaktor yang diperlukan untuk pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada proses yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku, bahan pembantu dan jenis reaktor yang diperlukan untuk produksi fattyamine primer dari asam lemak (asam palmitat), dan produksi asam lemak dari CPO, mengacu ke Amaludin (2007) dan Gregorio C.G(2005). Beberapa asumsi digunakan dalam melakukan analisis nilai tambah produk aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas produksi dirancang 50 kg Zn-bis(laurilpalmityl) dithiocarbamate/hari. Jumlah hari kerja adalah 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun, sehingga kapasitas produksi pertahun adalah kg. 2. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan berkualitas teknis (industrial grade). Pelarut seperti kloroform, diklorometan, dietil eter, THF, yang digunakan pada proses reaksi, dan pemisahan produk di daur ulang dan digunakan kembali dengan persentasi susut persiklus 20%, sehingga tingkat konsumsinya hanya 20% dari jumlah yang dihitung dalam neraca bahan. 3. Produksi dilakukan 24 jam/hari dengan 3 line produksi, sehingga dibutuhkan 3 shift operator/hari. Penetapan 3 line produksi/hari mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi aditif yaitu 3 hari, sehingga untuk memenuhi target produksi/hari,dibutuhkan 3 line reaktor yang beroperasi berurutan. 4. Jumlah tenaga kerja langsung yang dilibatkan adalah: 6 operator/shift, atau 18 operator/hari, atau 18 orang/hari x 300 hari/tahun = HOK/tahun. 5. Upah tenaga kerja mengacu ke upah minimum lokal. Upah rerata tenaga kerja langsung adalah: Rp ,-/tahun x 1 tahun/300 hari x 1 hari/18 HOK = Rp ,-/HOK, sebagaimana disajikan pada Lampiran Rendemen konversi/pembuatan CPO ke RBDPO, RBDPO ke asam lemak, dan asam lemak ke fattyamine primer berturut-turut 98%, 95% (dengan fraksi asam palmitat 40%), dan 80%, sedangkan rendemen pembuatan Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari fattyamine primer (hexadecylamine) adalah 20%, sehingga rendemen keseluruhan pembuatan Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO adalah 7.5%. Dari angka tersebut, maka jumlah bahan baku CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 kg produk aditif adalah kg/hari atau kg/tahun. 67

88 7. Sumbangan input lain terdiri dari biaya tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak tetap dikurangi dengan gaji tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku, nilainya adalah: Rp / kg = Rp /kg bahan baku sebagaimana disajikan pada Lampiran Biaya penyusutan yang merupakan komponen dari biaya tetap dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method) yang disesuaikan dengan perkiraan umur ekonomi modal tetap yaitu 10 tahun, dan memiliki nilai sisa sebesar 20% dari harga perolehan awal. Perhitungan nilai penyusutan dan penetapan umur ekonomi modal tetap disajikan pada Lampiran 15 dan Biaya pemeliharaan dan asuransi yang merupakan komponen dari biaya tetap ditetapkan berturut-turut 2% dari nilai investasi barang, dan 0,1 % dari investasi keseluruhan, sebagaimana ditampilkan pada Lampiran 15 dan Harga bahan baku CPO adalah Rp.8.520,-/kg, mengacu ke harga bursa komoditi periode Februari 2011 (Seng 2011) 11. Pembuatan aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO menghasilkan hasil samping gliserol (10%), dan fraksi asam lemak lain (50%) yang menjadi tambahan terhadap nilai output produk. Mengacu ke Seng 2011, harga fraksi asam lemak lain adalah Rp ,-/kg, sedangkan harga gliserol dan aditif pelumas ditetapkan Rp.5.000,-/kg dan Rp ,-/kg. Mengacu ke neraca bahan pada Lampiran 20, maka total nilai output produk yang diperoleh pertahun adalah sebagai berikut: No Produk Jumlah (Kg) Unit Nilai (Rp) Total (Rp) Persen 1 Aditif , Gliserol , As. lemak , Jumlah Output (Rp) Harga output rerata berbasis aditif Harga produk aditif 2.75x lebih tinggi dari harga aditif sejenis di pasaran (Rp ,-). Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate layak memiliki harga lebih tinggi dari aditif pelumas di pasaran karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja. Dari sisi fungsi, aditif ini berfungsi ganda, efektif sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, sedangkan dari kinerjanya, efektivitas antioksidan aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate 1.25x lebih tinggi dibanding antioksidan komersil. Pada dosis efektif pemakaian 1.2% 68

89 sebagai antiwear-antifriksi, dengan harga produk aditif Rp ,-/kg, dan harga pelumas industri di pasar Rp ,-/liter, maka kontribusi komponen harga aditif terhadap harga produk pelumas adalah Rp ,-/liter atau 6.6%. Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate pada tingkat harga bahan baku CPO Rp.8.520,- /kg dan harga jual produk Rp ,-/kg, disajikan pada Tabel 14, Lampiran 17, dan 18. Konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate mulai memberikan nilai tambah pada harga produk aditif Rp ,-/kg (harga rerata Rp ,-) namun belum memberikan keuntungan karena nominal nilai yang tercipta semuanya diberikan sebagai imbalan bagi tenaga kerja dan input produksi lain (bahan kimia pembantu). Keuntungan mulai tercipta pada harga produk aditif Rp ,-(harga rerata Rp ,-/kg). Jika harga produk dinaikkan 10% menjadi Rp ,-/kg (harga rerata Rp ,-/kg), agroindustri ini memberikan nilai tambah Rp.8,135,-/kg, rasio nilai tambah 9.40%, keuntungan Rp.6.290,-/kg, tingkat keuntungan 7.2%, dan keuntungan perusahaan 8.%. Pada kondisi tersebut, marjin keuntungan sebesar Rp ,-/kg belum dinikmati perusahaan dan tenaga kerja, karena sebagian besar masih (90%) tercurah ke input produksi lain (pembelian bahan kimia pembantu). Nilai tambah dan keuntungan sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan bahan kimia pembantu (nilai input lain) yang digunakan. Perubahan harga bahan kimia pembantu (nilai input lain) lebih lebih besar pengaruhnya dibanding perubahan harga bahan baku. Kenaikan 10% harga bahan baku menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 1%, sedangkan kenaikan harga bahan kimia pembantu 10% menurunkan nilai tambah dan keuntungan sebesar 8%. Dua hal yang sangat mempengaruhi terciptanya nilai tambah konversi CPO ke produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yaitu tingkat efisiensi produksi, dan biaya bahan kimia pembantu (input lain) yang digunakan untuk memproduksi aditif tersebut. Aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dibuat melalui enam tahapan proses dengan tingkat rendemen total (7.5%), sehingga berdampak pada tingginya jumlah pemakaian bahan baku dan bahan kimia pembantu. Untuk memproduksi kg produk aditif dibutuhkan bahan baku sebanyak kg. Rendahnya faktor konversi bahan baku ini berakibat langsung terhadap rendahnya nilai output produk, sehingga nilai tambah produknya juga rendah. Total biaya bahan baku dan sumbangan input lain (bahan 69

90 kimia pembantu) yang diperlukan adalah Rp ,-/kg produk (Rp.8.520,- dan Rp ,-), sehingga untuk memperoleh nilai tambah, harga output produk harus lebih besar dari Rp /kg, karena nilai tambah merupakan nilai yang tercipta dari nilai produk dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lain (bahan kimia pembantu). Tingginya pengaruh input produksi lain terhadap harga produk aditif juga tergambar dari mahalnya bahan kimia pembantu yang dibutuhkan per unit produk yang dihasilkan seperti disajikan pada Lampiran 19. Diperlukan bahan kimia pembantu dengan nilai nominal Rp ,- untuk menghasilkan produk dengan harga rerata Rp ,-/kg. Meskipun demikian, nilai tambah produk aditif ini masih bisa diperoleh karena memiliki nilai tambah fungsi dan nilai tambah kinerja sehingga bisa dihargai lebih tinggi dari bahan bakunya. Tabel 14 Hasil perhitungan nilai tambah produk aditif Zn-bis(laurilpalmityl)dithio carbamate pada tingkat harga produk 100% dan 110% No Peubah Satuan Nilai 100% Nilai 110% I II III Output, Input & Harga 1 Output kg/tahun Bahan Baku kg/tahun Tenaga Kerja HOK/th Faktor Konversi (1 : 2) Koefisien Tenaga Kerja (3 : 2) Harga Output Rp/kg Upah Rerata Tenaga Kerja Rp/HOK Pendapatan & Keuntungan 8 Harga Bahan Baku Rp/kg Sumbangan Input Lain Rp/kg Nilai Output Rp/kg a Nilai Tambah Rp/kg b Rasio Nilai Tambah % a Imbalan Tenaga Kerja Rp/kg b Bagian Tenaga Kerja % a Keuntungan Rp/kg b Tingkat Keuntungan % Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin Keuntungan Rp/kg a Pendapatan Tenaga Kerja % b Sumbangan Input Lain % c Keuntungan Perusahaan %

91 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan prototipe aditif unggul dibanding varian aditif lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini. Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan dan antiwear-antifriksi, serta memiliki daya antioksidan 1.25x lebih tinggi dibanding aditif antioksidan komersial, sedangkan daya antiwearantifriksi-nya memenuhi standar kualitas aditif pelumas hydraulik menurut standar US Steel 136. Dengan kinerja tersebut, aditif Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate layak dinilai lebih tinggi dibanding aditif sejenis dan jauh lebih tinggi dari bahan bakunya. Pada harga bahan baku CPO Rp.8.520,-/kg, aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate memberikan nilai tambah sebesar Rp.8.135,-/kg dan kentungan Rp.6.290,-/kg dengan harga jual Rp ,-/kg. 2. Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate bisa diproduksi dari CPO melalui jalur asam lemak, fattyamina primer, fattyamida sekunder, dan fattyamina sekunder. Fattyamida sekunder dan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dapat diproduksi dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, sedangkan cara terbaik untuk memproduksi fattyamina sekunder adalah dalam reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. 3. Tingkat rendemen aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina sekunder cukup tinggi antara 77 87%, sedangkan tingkat rendemen produk antara fattyamina sekunder dan fattyamida sekundernya masih beragam berturut-turut antara 17-96% dan 10-87% bergantung jenis dan panjang rantai karbon bahan bakunya. Rendemen keseluruhan aditif Zndifattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer berkisar 7-38% bergantung jenis dan panjang rantai bahan bakunya, dengan rendemen tertinggi diperoleh oleh Zn-bis(palmityloleyl)dithiocarbamate. 4. Keragaman rendemen produk intermediet fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder lebih banyak ditentukan pada proses separasi masing-masing produk yang dihasilkan daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asylklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder dan fattyamina sekunder adalah senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga

92 pada proses separasi menggunakan pelarut untuk pemurnian produk terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan. Dispersitas fattyamida dan fattyamina dalam sitem pelarut selama proses separasi dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. 5. Peranan gas nitrogen selama proses pembuatan fattyaamina sekunder melalui jalur reduksi fattyamida menggunakan LiAlH 4 sangat menentukan kuantitas produk yang diperoleh. Keberadaan nitrogen dalam reaktor menggantikan udara akan meningkatkan efektifitas peran reduktor LiAlH Makin panjang rantai gugus asamlemak pada kompleks ditiokarbamat, ternyata menurunkan aktivitas antioksidannya, sedangkan kehadiran ikatan rangkap lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil. Faktor simetri molekul memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. 7. Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18- C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index. Saran Unggulnya kinerja prototipe aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, perlu ditindaklanjuti secara kongkrit dengan pendirian industrinya sehingga masyarakat bisa merasakan manfaatnya. Ketersediaan sumber bahan baku minyak sawit yang sangat melimpah, peluang pemasaran yang sangat terbuka, serta volume kebutuhan pasar yang sangat besar, merupakan faktor penarik bagi investor untuk berinvestasi dan mengembangkan agroindustri ini. Sampai saat ini belum ada industri nasional yang bergerak dibidang pembuatan aditif pelumas. Pertamina sebagai salah satu produsen pelumas nasional saat ini masih mengimpor seluruh kebutuhan aditif yang digunakan dalam memformulasi produk minyak pelumasnya. Keberadaan agroindustri aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate akan bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka penghematan devisa, karena produknya merupakan substitusi bagi kebutuhan aditif yang selama ini diimpor. Efek positif lain yang muncul dari pendirian agroindustri aditif Zn- 72

93 bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate adalah terciptanya pasar baru lokal bagi industri minyak sawit yang akan dijadikan sebagai sumber bahan baku. Selain Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate, penelitian ini menghasilkan varian senyawa homolog Zn-difattyalkyldithiocarbamate lainnya, yang tidak menunjukkan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang dominan, namun berpotensi memiliki kinerja lain misalnya sebagai aditif antikorosi atau detergen, sehingga perlu dilakukan penelitian lain untuk membuktikannya. 73

94 DAFTAR PUSTAKA [ASTM]. American Standard Test Method ASTM and Their Specifications for Petroleum Products and Lubricants. Philadelphia: ASTM [ASTM]. American Standard Test Method Standard Test Method for Measurement of Extreme-Pressure Properties of Lubricating Fluids (Four- Ball Method). Philadelphia: ASTM Affani R, Dugat D Studies on the selective of the amide link of acyclic and macrocyclic amidoketals: unexpected cleavage and trans-acetalization with Red-Al. Synthetic Communications 37: Akbar E, Yaakob Z, Kamarudin S.K, Ismail M, Salimon J Characteristic and Composition of Jatropha Curcas Oil Seed from Malaysia and its Potential as Biodiesel Feedstock. Euro J Sci Research, ISSN 29(3): Amaludin SD Konversi asam karboksilat rantai panjang ke amina sekunder rantai karbon ganjil. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. AOAC Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Washington: Association of Official Analytical Chemists. Asthana P Micro-and Nano- Scale Experimental Approach To Surface Engineer Metals. [Tesis]. Texas A&M University. Awang N, Baba I, Yamin BM Sintesis dan pencirian sebatian sekbutilpropil-ditiokarbamat dari pada logam zink(ii), kadmium(ii), dan stibium(iii). The Malaysian J Anal Sci 10: Blank LPE, Tarquin APE Engineering Economy. Boston : McGrawHill Boonyaprateeprat W Thai Oil Palm Situation in Globalization. General Thai Oil Palm and Palm Oil Association. Bóoser ER CRC Handbook of Lubrication and Tribology Vol.III, Monitoring, Materials, Synthetic Lubricants, and Applications. London : CRC Press. Box GEP, Draper NR Empirical Model-Building and Response Surfaces. New York : John Wiley & Sons, Inc. Carey JP, Frantz DE, Weaver DG, Kress MH, Dolling UH Practical synthesis of aryl triflates under aqueous condition. Org. Lett. (4):

95 Coupland K Natural base surfactant-some aspect of their chemistry and uses. dalam Tyman JHP. Surfactant in Lipid Chemistry: Recent Synthetic, Physical, and Biodegradative studies. Royal Society of Chemistry. Cambridge. Daniels V Dielectric Relaxation. London : Academic Press. Dowson D, Taylor CM, Childs THC, Dalmaz G Lubricants and Lubrication, Tribologi Series 30. Elsevier, Ámsterdam. Eqbal M. A. Dauqan, Halimah AS, Aminah, Abdullah and Zalifah MK Fatty Acids Composition of Four Different Vegetable Oils (Red Palm Olein, Palm Olein, Corn Oil and Coconut Oil) by Gas Chromatography, 2 nd International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, IPCBEE Vol 14. Singapore : IACSIT Press. Fessenden RJ, Fessenden JS Kimia Organik Jilid II. Jakarta: Erlangga. Filipe AAP, Neves MC, Trindade T and Klinowski J The first dinuclear Zinc(II) dithiocarbamate complex with butyl substituent groups. Acta Cryst 59: Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG, Tatchell AR Vogel s Text Book of Practical Organic Chemistry. Ed ke-5. New York:John Wiley & Sons, Inc. Gaige R and Schneider G Process of Synthesis of Long-Chain Aliphatic Amines US Patent Gatto VJ, Mike CA, and Loper JT Oil soluble molybdenum compositions, US Patent Gatto VJ Oil soluble molybdenum additives from the reaction product of fatty oils and monosubstituted alkylene diamines. US Patent Gatto VJ Molybdenum-containing lubricant additive compositions, and processes for making and using same. US Patent Gittinger JP Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. S.Utomo dan K.Mangiri, Penerjemah Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture Project. Gogoi PK, Sonowal J Effectiveness of bis(2-methylpiperazine dithiocarbamato) Cu(II) dan Zn(II), bis (diethyldithiophosphato) Ni(II) and its γ-picoline diadduct and bis(pyrrolidine dithiocarbamato Cu(II) as antioxidant lubricating oil additives. Indi J Chem Tech. 12:

96 Goodrum JW, Geller DP Influence of fatty acid methyl esters from hydroxylated vegetable oils on diesel fuel lubricity. Bio tech 96: Gregorio CG Fatty Acids and Derivatives from Coconut Oil. Bailey s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc. Griffo, Keshavan High Performance Rock Bit Grease. US Patent A1. Hayami Y, Kawagoe T The Agrarian Origins of Commerce and Industry (a Study of Peasant Marketing in Indonesia). St Martin s Press. Hong H, Riga AT, Cahoon SM, Vinci JN Evaluation of Overbased Sulfonates as Extreme Pressure Additives in Metalworking Fluids. Lubr. Eng. 49 (1):19. Hoong SS, Ahmad S, Abu HH Process for the Production of Fatty Acid Amides. US Patent A1. Husain A, Nami SAA, Singh SP, Oves M, Siddiqi KS Anagostic interactions, revisiting the crystal structure of of Nickel dithiocarbamate complex and its antibacterial and antifungisidal. Polyhedron 30: Inagaki T, Fukasawa A, Yamagishi H Process for Preparation of Unsaturated Long-Chain Aliphatic Secondary Amin. US Patent Johansson I. Amides, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2 2 nd Ed, Kaludjerovic GN, Djinovic VM, Trifunovic SR, Hodzic IM, Sabo TJ Synthesis and characterization of tris-butyl-(1-methyl-3-phenyl-propyl)- dithiocarbamato]-cobalt(iii) seskvitoluene. J Serb Chem Soc. 67(2) Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khotib M Density functional theory dalam sintesis, karakterisasi, dan prediksi hasil sintesis: kasus Zn-alkilditiokarbamat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. 5 th ed. USA : John Wiley&Sons, Inc. Leka Z, Grujic SA, Tesic Z, Lukic S, Skuban S, Trifunovic S The synthesis and characterization of complexes of Zinc(II), Cd(III), Pt(II), and Pd(II) with potassium 3-dithiocarboxy-3-aza-aminopentanoate. J Serb Chem Soc. 69(2):

97 Loomis WR New Directions in Lubrication, Materials, Wear, and Surface Interactions, Tribology in the 80 s.new Jersey: Noyes Publications, Park Ridge. Maleque MA, Masjuki HH, Haseeb ASMA Effect of mechanical factors on tribological properties of palm oil methyl ester blended lubricant. Elsevier (wear). 239: Manihuruk M Aminasi asam azelat via reduksi dengan hidrogen memakai katalis nikel. [Tesis].Medan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Martin JM, Grossiord C, Varlot K, Vacher B, and Igarashi J Synergistic effect in binary sistem of lubricant additives. Trib Let. 8: Masjuki HH, Maleque MA Investigation of anti-wear characteristics of palm oil methyl ester using a four ball tribometer test. Wear 206: Masjuki HH, Maleque MA, Kubo A, Nonaka T Palm oil and mineral oil based lubricants-their tribological and emisión performance. Tribology International 32: McConnachie JM et al Manufacture of lubricant additives. US Patent Miller RW.1993.Lubricants and Their Applications.New York: McGraw-Hill, Inc. Mintorogo DA Unjuk Kerja pada Mesin Four Ball dan SRV serta Uji Sifat Fisika-Kimia Minyak Lumas Dasar Beraditif Zn-dialkyldithiophosphat Jenis Generik. tesis. Jakarta. Program Studi Materials Sciences. Universitas Indonesia. Mortier RM, Orszulik ST Chemistry and Technology of Lubricants, 2 nd Ed. London : Blackie Academic & Professional. MPOB (Malaysian Palm Oil Board) Review of the Malaysian Oil Palm Industry, MPOB Ministry of Primary Indistries, Malaysia. Nachtman ES, Kalpakjian S Lubricant and Lubrication in Metalworking Operations. New York : Marcel Dekker, Inc. Nakanishi H, Iwasaki H, Koganei K. 2000, Zinc-molybdenum-based dithiocarbamate derivative, method of producing the same, and lubricant composition containing the same. US Patent Newman MS, Fukunaga T The reduction of amides to amines via nitriles by lithium aluminium hydride. J Am. Chem Soc 82(3):

98 O Brien JA Lubricating Oil Additives, CRC Handbook of Lubrication, Vol. II, Booser E.R (ed). Florida : CRC Press. Pavia DL, Lampman GM, Kritz GS Introduction to Spectroscopy. Third Ed. Washington : Department of Chemistry Western Washington University. Prasad ASB, Kanth JVB, Periasamy M Convenient methods for the reduction of amides, carboxylic esters, acids and hydroboration of alkenes using NaBH 4 /I 2 system. Tetrahedron 48: Rabjohn N Organic Syntheses. Vol 4. New York : John Wiley & Sons, Inc. Ramney MW Synthetic Oils and Additives for Lubricants: Advances Science Noyes Data Corporation, Park Ridge, N.J. Rizvi SQA Lubricant Additive and Their Function, ASM Handbook, Friction, Lubrication, and Wear Technology, Jl. 18 ASM International. Rosen MJ Surfactants and Interfacial Phenomena. New York : John Wiley & Sons, Inc. Rudnick LR Lubricant Additive: Chemistry and Applications. Second Edition. New York : CRC Press. Sa id GE, Intan AH Menghitung nilai tambah produk agribisnis. Komoditas 11(19):48. Salvatore RN, Shim SI, Nagle AS, Jung KW Efficient Carbamate Synthesis via athree-component Coupling of an Amine,CO 2, and Alkyl Halides in the Presence of Cs 2 CO 3 and Tetrabutylammonium Iodide. J Org Chem. 66: Salvatore RN, Yoon CH, Jung KW Synthesis of secondary amines. Tetrahedron. 57: Seng S Asia C12 lauric acid may extend falls on weak demand [terhubung berkala]. lauric-acid-may-extend-falls-on-weak-demand.html [02 Januari 2012]. Shahzadi S, Ahmad S.U, Ali S, Yaqub & Ahmed F Chloro-diorganotin(IV) Complexes of Pipyridyl Dithiocarbamate: Syntheses and Determination of Kinetic Parameters, Spectral Characteristics and Biocidal Properties. J Iran Che Soc. 3(1): Sidik RF Desain dan sintesis amina sekunder rantai karbon genap dari asam karboksilat rantai panjang. [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 78

99 Srinivasa GR, Naliva L, Abiras K, Gowda DC Zinc/ammonium formate: a chemoselective and cost-effective protocol for the reduction of azides to amines. J Chem Res (S). 1956(3): Stiefel et al Trinuclear molybdenum multifunctional additive for lubricating oils. US Patent Studt P Boundary Lubrication : Adsorption of Oil Additive on Steel and Ceramic Surface and Its Influence on Friction and Wear. Trib. International, 22, 623. Sudjadi Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Yudhistira. Sulistyanto A.I, Akyuwen R Factors Affecting the Performance of Indonesia s Crude Palm Oil Export, International Conference oneconomics and Finance Research, IPEDR. IACSIT Press. Singapore. 4: Sundram K, Malaysian Palm Oil Board (MPOB), Palm Oil: Chemistry and Nutrition Update. Kuala Lumpur, Malaysia. Sutriah K, Mas ud ZA, Irawadi TT Pengaruh Teknik Sintesis terhadap Kualitas Produk Fattyamina Sekunder. Jurnal Kimia Terapan Indonesia LIPI, 13: Takagi, Fumaki, Abe, Kuzuuki Extreme Pressure Agent, Friction Coefficient, Modifier and Functional Fluids. US Patent Tensiska, Wijaya H, Andarwulan N Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan ph. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 14: Trifunović S R, Marković Z, Sladić D, Andjelković K, Saboo T, Minić D The synthesis and characterization of nickel(ii) and copper(ii) complexes with the polydentate dialkyl dithiocarbamic acid ligand 3-dithiocarboxy-3- aza-5-aminopentanoate. J Serb Shem Soc. 67(2) USDA (Circular Series September 2011), Foreign Agricultural Service, World Agricultural Production, Copra, Palm Kernel, and Palm Oil Production. Vasiliev AN, Polackov AD Synthesis of Potassium (1,1-Dioxothiolan-3-yl)- dithiocarbamate. Molecules. 8: Whittaker. 1994&1997. Microwave heating mechanisme. [terhubung berkala]. [20 Februari 2006] 79

100 Visek K Amines, Fatty Acid, in Encyclopedia of Chemical Technlogy vol.2. 2 nd Ed, Zhang W, Zhong Y, Minyu T, Tang N, Yu K Synthesis and Structure of bis(dibutyldithiocarbamate)zinc(ii): Zn 2 [(n-bu) 2 NCSS] 4 Molecules, 8:

101 Lampiran 1 Prosedur Pengujian FTIR, AAS, dan HPLC. 1. Prosedur Pengukuran Sampel Uji dengan FTIR Sampel uji dicampur dengan padatan KBr lalu dimasukkan ke dalam cup sampel kemudian di tekan dengan presbar. Setelah itu di letakkan pada holder DRS untuk di lakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada alat IR Prestige-21 Fourier Transform Infrared Spectrophotometer Shimadzu pada bilangan gelombang cm -1 dan untuk inframerah jauhnya pada cm Prosedur Pengujian Zn dalam Produk Aditif dengan AAS a.destruksi: Sebanyak 1 gr sampel dilarutkan dalam 10 ml HNO 3 pekat, dipanaskan perlahan dalam heating block sampai mencapai suhu 100 C selama 1 jam sampai campuran jernih. Cairan hasil destruksi diangkat, dinding wadah tempat cairan dibilas dengan akuades, didinginkan selama 15 menit. Setelah dingin, cairan hasil destruksi disaring dan diimpitkan pada labu takar 50 ml. b.pengukuran: Larutan sampel hasil destruksi diukur pada alat AAS SHIMADZU AA-6300 dengan kondisi sebagai berikut: Gas: asetilena 0,09Mpa (2 L/menit), dan nitrous oksida 0,35Mpa (15 L/menit) Panjang gelombang deteksi: 213,9 nm, lebar celah: 0,7 nm, Lampu : Photron Hollow Cathode Lamp, laju arus : 8 ma Tinggi burner: 7 mm Kandungan Zn dalam sampel diacu kedalam kurva Larutan Standar acuan Zn pada kisaran konsentrasi 0,1 0,8 ppm. 3. Prosedur Uji Konfirmasi Kemurnian Produk Aditif dengan HPLC Sebanyak 0.5 gram sampel uji dilarutkan dalam 10 ml n-propanol, dihomogenkan dengan ultrasonic homogenizer, selanjutnya disaring dengan membran filter ukuran pori 0.45 mikron. Sebanyak 10 L larutan sample hasil filtrasi diinjeksikan dengan syringe melalui loop sample ke dalam HPLC. Kondisi kromatografi diatur sebagai berikut: Fase gerak campuran methanol-propanol (40:60), laju alir 1mL permenit secara isokratik Kolom Waters-Bondapack C18, detector UV-Vis 254 nm. 81

102 Lampiran 2 Data Rendemen Fattyamida Sekunder No Fattyamina primer Asil klorida Bobot teoritis (g) Bobot percobaan (g) Rendemen (%) 1 Dodesilamin Oleil Cl (4.60 ml) (6.60 ml) (8.00 ml) (11.50 ml) Dodesilamin Palmitoil Cl (4.60 ml) (6.10 ml) Dodesilamin Lauril Cl (4.60 ml) (4.75 ml) Heksadesilamin Oleil Cl (4.83 gram) (6.60 ml) (8.45 gram) (11.50 ml) Heksadesilamin Palmitoil Cl (4.83 gram) (6.1 ml) Rerata (%) ± ± ± ± ±

103 6 Heksadesilamin Lauril Cl (4.83 gram) (4.75 ml) ± Oktadesilamin Oleil Cl (5.39 gram) (6.60 ml) (9.43 gram) (11.50 ml) ± Oktadesilamin Palmitoil Cl (5.39 gram) (6.1 ml) ± Oktadesilamin Lauril Cl (5.39 gram) (4.58 ml) ± 2,

104 Lampiran 3 Data Rendemen Fattyamina Sekunder Amina Sekunder Bobot Teoritis (gram) Bobot Percobaan (gram) Rendemen (%) Stok sampel Heksadesilamin Oleil Klorida Oktadesilamin Oleil Klorida Dodesilamin Oleil Klorida Heksadesilamin Palmitoil Klorida Oktadesilamin Palmitoil Klorida Dodesilamin Palmitoil Klorida Heksadesilamin Lauril Klorida Oktadesilamin Lauril Klorida Dodesilamin Lauril Klorida 84

105 Lampiran 4 Data Rendemen produk aditif Zn-difattyalkildithiocarbamate No Produk 1 Znbis(laurilpalmitil) ditiokarbamat 2 Zn-bis(dilauril) ditiokarbamat 3 Zn-bis(lauriloleil) ditiokarbamat 4 Znbis(palmitiloleil) ditiokarbamat 5 Zn(laurilstearil) ditiokarbamat 6 Zn(palmitilstearil) ditiokarbamat 7 Znbis(steariloleil) ditiokarbamat Amina sekunder Bobot teoritis Bobot percobaan Rendemen (%) 0,4114 0,5173 0, ,31 0,8206 1,0345 0, ,00 0,8207 1,0345 0, ,94 0,7081 0,9233 0, ,66 0,3546 0,4611 0, ,72 0,7083 0, ,51 0,7089 0, ,59 0,7081 0, ,47 0,9233 0,7086 0, ,69 0,7093 0, ,10 0,7087 0, ,73 0,8720 0, ,73 0,8755 1,0866 0, ,82 0,8737 0, ,85 0,5217 0,5999 0, ,01 0,5168 0,5999 0, ,25 0,9826 1,1988 0, ,15 1,4893 1,7982 1, ,76 0,4406 0,5453 0, ,37 0,4403 0,5453 0, ,54 0,4400 0,5453 0, ,53 0,4939 0,6014 0, ,15 0,4954 0,6014 0, ,37 0,4941 0,6014 0, ,78 0,9881 1,2028 0, ,24 0,5244 0,6274 0, ,94 1,0402 0, ,22 1,0489 0,956 76,18 1,0416 0, ,63 1,2549 1,0405 1, ,50 1,0408 0, ,81 1,0415 1, ,16 Rerata (%) 86,75 ± 2,994 77,68 ± 4,123 78,80 ± 3,659 77,04 ± 8,463 85,48 ± 18,021 80,64 ± 13,699 79,63 ± 4,511 85

106 Lampiran 5 Kurva Standar dan Data Uji Temu Balik Zn dengan AAS Kurva Standar Zn untuk uji temu balik Zn dari Zn-difattyalkyldithiocarbamate 1. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan = 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn = 130,7287 ppm (bobot= 0,134 gram; volume 50 ml) Konversi terhadap volume dan bobot = 48787,31 ppm Kandungan Zn dalam sampel = 48787,31 µg/g x 0,9923 g = 48411,65 µg = 0, gram Perolehan kembali Zn dalam pelarut pengekstraksi: Ppm Zn = 0,3415 ppm (volume = 87,5 ml) Konversi terhadap volume= = 0,03 mg Recovery Zn = = = 74,13% 86

107 2. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan = 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn setelah konversi bobot dan volume = 41311,7034 ppm Kandungan Zn dalam sampel = 41311,7034 µg/g x 0,9002 g = 37188,8 µg = 0, gram Recovery Zn = = = 56,95% 3. Perhitungan Temu Balik Zn pada Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate: Bobot ZnCl2 yang ditambahkan = 0,136 gram Bobot Zn dalam ZnCl2 yang ditambahkan = 0,0652 gram Perolehan kembali Zn dalam produk ditiokarbamat : Ppm Zn setelah konversi bobot dan volume = 52105,06 ppm Kandungan Zn dalam sampel = 52105,06 µg/g x 0,9305 g = 48483,76 µg = 0, gram Recovery Zn = = = 74,25% 87

108 Lampiran 6 Kromatogram HPLC Fattyamina Sekunder dan Zn-difattyalkyl dithiocarbamate Kromatogram HPLC Bahan baku dilaurylamina Kromatogram HPLC Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate 88

109 Kromatogram HPLC Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate Kromatogram HPLC Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate 89

110 Lampiran 7 Data Hasil Pengujian Aktifitas Antioksidan No Nama Sampel t Induksi (jam) Rerata 1 Blanko RBDPO 13.07; 13.27; Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat 25 ppm 13.65; ppm 14.90; ppm 16.47; ppm 18.94; 18.55; ppm > ppm > ppm > 24 3 Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat 16.36; Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat 15.49; Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat 16.63; Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat 14.58; 14; Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat 13.64; Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat 15.11; Aditif 1 (antioksidan) 13.03; Aditif 2 (antiaus-antifriksi) 11.72; Aditif 3 (extreme pressure) 11.67; BHA 13.48; BHT 13.86;

111 Lampiran 8 Data dan Grafik Hasil Verifikasi Kemampuan Rentang Ukur Uji Antiwear-antifriksi Aditif Zn-Difattyalkylditiocarbamate dalam Mesin Four Ball Konsentrasi Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate (% b/b) Parameter Uji 0 0,50 1,20 2,50 Weld Point (Kg) Load Wear Index 15,00 18,37 22,38 25,45 91

112 Lampiran 9 Data Hasil Uji Four Ball Aditif Zn-difattyalkildithiocarbamate Konsentrasi Weld Point Load Wear No Produk Aditif (%) (Kg) Index 1 Blanko (HVI-60) Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat Zn(palmitilstearil)ditiokarbamat Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat Zn-bis(oleilstearil)ditiokarbamat Aditif 2 (antiwear-antifriksi) Aditif 3 (extreme pressure)

113 Lampiran 10 Hasil Uji Four Ball Aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate 93

114 94

115 95

116 96

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara,

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, menggunakan bahan dan peralatan untuk proses pembuatan, pemisahan, dan pengujian produk yang dihasilkan. Selain Lube Base Oil, RBDPO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling besar jumlahnya di dalam minyak kelapa sawit, yaitu sebesar 40-46%. Asam palmitat juga terdapat pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yaitu CP (crude palm oil). Bagi

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit Mentah / Crude Palm Oil (CPO) Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu produksi bahan kehidupan sehari-hari yang menggunakan bahan dapat diperbaharui adalah produksi amina rantai panjang melalui proses aminasi alkohol rantai

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

OPTIMASI SEPARASI PADA PEMISAHAN GLISEROL HASIL PROSES HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

OPTIMASI SEPARASI PADA PEMISAHAN GLISEROL HASIL PROSES HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) TUGAS AKHIR OPTIMASI SEPARASI PADA PEMISAHAN GLISEROL HASIL PROSES HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) (Optimization of Glycerol Separation in the Hydrolysis of Palm Oil Process Results)

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN KOMPOSISI KATALIS TERHADAP PEMBUATAN SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN AGEN SULFONAT NaHSO 3 Diajukan Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas BAB II PUSTAKA PENDUKUNG 2.1 Bahan Bakar Nabati Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas mengarah kepada penggunaan energi asal tanaman. Energi asal tanaman ini disebut sebagai

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ABSTRAK POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL Produksi minyak bumi mengalami penurunan berbanding terbalik dengan penggunaannya yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewable disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP KADAR SENYAWA FENOLIK DARI ASAP CAIR CANGKANG SAWIT DAN KARAKTERISASINYA MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS) SKRIPSI SRI SEPADANY BR. PANJAITAN 110822017

Lebih terperinci

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi

Lebih terperinci

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV EKA PUTI SARASWATI 10703064 STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Industri palmitamida banyak digunakan pada aplikasi seperti bahan baku produksi karet. Pesatnya kemajuan industri tersebut menuntut terjaganya pasokan bahan-bahan yang merupakan bahan-bahan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT Diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Komposisi asam lemak dominan (%) pada beberapa lemak hayati Asam Jatropa PKO Kelapa Bunga Kedelai CPO

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Komposisi asam lemak dominan (%) pada beberapa lemak hayati Asam Jatropa PKO Kelapa Bunga Kedelai CPO TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Asam lemak adalah senyawa golongan asam karboksilat rantai panjang (RCH) yang diperoleh dari proses hidrolisis minyak atau lemak. Gugus fungsi karboksilat asam lemak minyak

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar di Indonesia setiap tahun meningkat namun tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi bahan bakar tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF. Roza Adriany

ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF. Roza Adriany ESTER PROPILENA DIOLEAT SEBAGAI PRODUK DOMESTIK MINYAK LUMAS DASAR SINTETIK UNTUK OLI OTOMOTIF Roza Adriany Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS rozaa@lemigas.esdm.go.id

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : ENY PURWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pelumas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mesin. Pelumas dibutuhkan mesin untuk melindungi komponen-komponen mesin dari keausan. Prinsip dasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI Oleh : 1. ULFIATI 0531010068 2. TOTOK HERBI S. 0531010081 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA

SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA SINTESIS NANOPARTIKEL BESI SEBAGAI PEREDUKSI PEWARNA TEKSTIL CIBACRON YELLOW LINA MARLINA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK LINA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

SINTESIS BIODIESEL BERTITIK AWAN RENDAH DARI MINYAK SAWIT

SINTESIS BIODIESEL BERTITIK AWAN RENDAH DARI MINYAK SAWIT COVER DEPAN SINTESIS BIODIESEL BERTITIK AWAN RENDAH DARI MINYAK SAWIT TESIS Karya tulis ini sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh Nanang Setiawan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh: Kusmiyati, ST, MT, PhD DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Para ilmuwan telah mengamati kadar karbon dioksida di udara mengalami peningkatan secara signifikan semenjak satu abad yang lalu dibandingkan dengan zaman pra-industri

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

SKRIPSI SOPHIA FEBRIANY NIM :

SKRIPSI SOPHIA FEBRIANY NIM : SINTESIS BASA SCHIFF DARI HASIL KONDENSASI ETILENDIAMIN DAN ANILINA DENGAN SENYAWA ALDEHIDA HASIL OZONOLISIS METIL OLEAT SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LOGAM SENG SKRIPSI SOPHIA FEBRIANY

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4 LAPORAN AKHIR PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4 Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kimia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat dikarenakan industri kimia banyak memproduksi barang mentah maupun barang jadi untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI ISLAM ADIGUNA PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengaruh Katalis H 2 SO 4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate)

Pengaruh Katalis H 2 SO 4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6(1) Januari 7: 7 74 ISSN 141-7814 Pengaruh Katalis H S 4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) Mersi Suriani

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH AEROSIL PADA REAKSI AMINASI OKTADEKIL ALKOHOL DENGAN AMMONIA CAIR MENGGUNAKAN KATALIS Pd/C SKRIPSI SUWANTO GULLIT

PENGARUH JUMLAH AEROSIL PADA REAKSI AMINASI OKTADEKIL ALKOHOL DENGAN AMMONIA CAIR MENGGUNAKAN KATALIS Pd/C SKRIPSI SUWANTO GULLIT PENGARUH JUMLAH AEROSIL PADA REAKSI AMINASI OKTADEKIL ALKOHOL DENGAN AMMONIA CAIR MENGGUNAKAN KATALIS Pd/C SKRIPSI SUWANTO GULLIT 060802008 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci