BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah era baru di dalam perkembangan hukum dan peradilan di Indonesia ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya digunakan istilah UU KIP) pada tanggal 30 April 2008, yang berdasarkan ketentuan Pasal 64 ayat (1) UU KIP ditetapkan bahwa undangundang ini mulai berlaku dua tahun sejak tanggal diundangkan atau dengan kata lain UU KIP tersebut mulai efektif berlaku pada tanggal 30 April Lahirnya UU KIP telah memperkuat mandat bagi pelaksanaan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan sumber daya publik di Indonesia. Pelaksanaan UU KIP diharapkan dapat mendorong upaya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan penguatan peran serta masyarakat dalam setiap bidang pembangunan nasional, oleh karena pada dasarnya akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Pada Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

2 2 menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 1 Sebagai konsekuensi atas hak atas informasi tersebut adalah kewajiban negara untuk memenuhi hak atas informasi tersebut. UU KIP merupakan jaminan hukum yang diharapkan dapat mendorong terwujudnya keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan negara. Di negara-negara demokratis, pengakuan terhadap hak atas informasi sekaligus merupakan sarana untuk memantau dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang demokratis akan berusaha semaksimal mungkin membuka ruang informasi yang dibutuhkan publik. Itulah sebabnya, di negara demokratis konstitusional, keterbukaan informasi publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan penyelenggaraan negara secara umum, mengoptimalkan peran dan kinerja badan-badan publik, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi (public access to information) merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka (open government). Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris. Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut makin dapat 1 R.I., Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XA, Pasal 28 F.

3 3 dipertanggungjawabkan. Pada tataran badan usaha, konsep pengelolaan yang baik (good corporate governance) juga sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan. Tata kelola yang baik memiliki sejumlah indikator antara lain keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi. 2 Menurut Mas Achmad Santosa, pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal, yaitu: (i) hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya; (ii) hak untuk memperoleh informasi; (iii) hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik; (iv) kebebasan berekspresi yang antara lain diwujudkan dalam kebebasan pers; dan (v) hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak terdahulu. 3 Beranjak dari jaminan atas hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas keempat hak terdahulu tersebut melahirkan sebuah konsekuensi berupa sebuah hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu perlunya mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi dan lembaga independen yang menyelesaikan sengketa informasi. Sengketa informasi bisa saja muncul antara pemohon informasi dengan badan publik penyedia informasi. Ketiadaan mekanisme yang jelas justru berakibat pada ketidakpastian hukum. Penyelesaian sengketa informasi dengan baik sangat ditentukan oleh pengaturan mekanismenya lewat peraturan perundang-undangan. Inilah salah satu tujuan dibentuknya UU KIP tersebut. 2 Henri Subagiyo et al., 2009, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik ( Edisi Pertama ), Jakarta, Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia bekerja sama dengan Indonesian Center for Enviromental Law ( ICEL ) dan Yayasan Tifa, hlm Mas Achmad Santosa, 2001, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Jakarta, ICEL,hlm. 22

4 4 Adapun salah satu mekanisme upaya penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana diatur di dalam UU KIP adalah gugatan ke pengadilan dan kasasi, sebagaimana diatur di dalam Bab X UU KIP tentang Gugatan ke Pengadilan dan Kasasi. Tema dan fokus utama pembahasan di dalam tulisan ini adalah berangkat dari ketentuan di dalam Bab X, Bagian Kesatu, Gugatan ke Pengadilan, Pasal 47 ayat (1) UU KIP yang menyatakan bahwa, Pengajuan gugatan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara apabila yang digugat adalah Badan Publik Negara. 4 selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (1) UU KIP dijelaskan bahwa, Gugatan terhadap Badan Publik Negara yang terkait dengan kebijakan Pejabat Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang- Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 5 Berangkat dari ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU KIP beserta Penjelasan Pasal 47 ayat (1) UU KIP tersebutlah yang kemudian mengantarkan kepada beberapa problematika yuridis sebagai akibat pelaksanaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (selanjutnya digunakan istilah PTUN) dalam menyelesaikan sengketa informasi publik, yang mana kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik tersebut lahir berdasarkan UU KIP akan tetapi pelaksanaan kewenangan PTUN tersebut tetaplah harus sesuai dengan kewenangan PTUN berdasarkan Undang-Undang tentang Peradilan 4 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab X, Bagian Kesatu, Pasal 47, ayat 1. 5 Ibid, Penjelasan Pasal 47 ayat 1.

5 5 Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Jis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 Jis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya digunakan istilah UU PTUN). Satu tahun lebih sejak diberlakukannya UU KIP, timbullah beberapa problematika yuridis sebagai akibat pelaksanaan kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik, dalam tinjauan taraf sinkronisasi horizontal UU KIP dengan UU PTUN, mengingat kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik tersebut lahir berdasarkan UU KIP akan tetapi pelaksanaan kewenangan PTUN tersebut tetaplah harus sesuai dengan kewenangan PTUN berdasarkan UU PTUN. Salah satu sengketa informasi publik yang diperiksa oleh PTUN dalam kasus ini adalah PTUN Jakarta adalah sengketa informasi publik antara Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai pemohon informasi dengan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) sebagai termohon informasi, sebagaimana tertuang di dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor: 002/X/KIP-PS-A/2010 tanggal 8 Februari , yang selanjutnya perkara tersebut didaftarkan ke PTUN Jakarta pada tanggal 1 Maret 2011, dengan nomor perkara 37/G/2011/PTUN-JKT, dengan para pihak terdiri atas Kepala Biro Pid Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Drs. Polisi Dzainal Syarief, S.H., M.H. sebagai Penggugat, dan Ketua 6 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Putusan Nomor : 002 / X / KIP-PS-A / 2010, tanggal 8 Februari 2011, POLRI1.pdf

6 6 Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah Saragih sebagai Tergugat. 7 Sengketa tersebut diawali dari permohonan informasi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Mabes Polri, pada tanggal 4 Agustus 2010, terkait pengumuman hasil pemeriksaan Mabes Polri pada tanggal 23 Juli 2010 terhadap 23 rekening anggota Polri sesuai Laporan Hasil Analisa (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Kala itu, Mabes Polri menyatakan 17 rekening dikategorikan wajar karena diperoleh secara wajar dan telah dipublikasikan kepada umum. Oleh ICW, Mabes Polri dinilai kurang transparan karena tidak menyebutkan siapa saja nama pemilik 17 rekening yang dinilai wajar itu. Karena tak kunjung memberikan informasi, ICW membawa masalah ini menjadi sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat 8 (selanjutnya digunakan istilah KI Pusat). Majelis Komisioner KI Pusat yang memimpin sidang ajudikasi sengketa informasi publik tersebut selanjutnya memutuskan di dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor: 002/X/KIP-PS-A/2010 tanggal 8 Februari 2011 yang di dalam Amar Putusannya memutuskan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa informasi 17 nama pemilik rekening anggota Polri beserta besaran nilainya yang telah dikategorikan wajar sesuai dengan pengumuman oleh Mabes Polri pada tanggal 23 Juli 2010 adalah informasi yang terbuka; Komisi Informasi Pusat Digugat, Sesalkan Hal Ini Akibat Keterlambatan MoU dengan MA, 25 April 2011,

7 7 3. Membatalkan keputusan Termohon tentang penolakan untuk memberikan informasi 17 nama pemilik rekening anggota Polri beserta besaran nilainya yang telah dikategorikan wajar; 4. Memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi 17 nama pemilik rekening anggota Polri beserta besaran nilainya yang telah dikategorikan wajar kepada Pemohon dalam jangka waktu selambatlambatnya 17 (tujuh belas) hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap. 9 Akan tetapi, Mabes Polri menolak Putusan Komisi Informasi Pusat tersebut dan selanjutnya mengajukan gugatan ke PTUN, 10 berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU KIP bahwa, Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas ) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut. 11 Sengketa tersebut semakin rumit oleh karena berdasarkan ketentuan UU PTUN yang dapat mengajukan gugatan ke PTUN adalah orang atau badan hukum perdata, sedangkan Mabes Polri bukan merupakan badan hukum perdata, melainkan lembaga publik. Oleh karena itu maka Mabes Polri 9 Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Loc.cit. 10 Admin Humas Mabes Polri DIV HUMAS POLRI, Polri Menolak Putusan Hasil Sidang Adjudikasi, Kamis, 10 Februari 06:35:50, 11 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab X, Bagian Kesatu, Pasal 48, ayat 1.

8 8 mencabut gugatan tersebut 12 dan Majelis Hakim PTUN Jakarta pemeriksa perkara tersebut mengeluarkan Penetapan Pencabutan pada tanggal 9 Juni Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap tidak akan membuka nama 17 perwira pemilik rekening tak wajar, seperti yang diputuskan KI Pusat. Alasannya pembukaan rekening yang berasal dari laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu dapat melanggar undangundang. Selain itu, Polri menilai KI Pusat tidak memiliki kewenangan eksekutorial. Putusan KI Pusat juga dinilai belum bersifat final karena mekanisme banding terhadap putusan KI Pusat belum jelas dan berbenturan dengan undang-undang yang lain. Putusan KI Pusat tersebut juga belum memiliki kekuatan hukum tetap karena tidak ada proses banding yang dapat dijalankan. Putusan KI Pusat juga berbahaya jika dinilai berkekuatan hukum tetap, tanpa ada proses banding. 14 Usman Abdhali Watik, salah seorang anggota KI Pusat mengatakan PTUN tak bisa mengadili putusan institusi pemerintah yang digugat institusi pemerintah lain. Polri mencabut gugatannya pada 7 Juni 2011 yang lalu. Sekarang sudah lebih dari empat belas hari. Putusan KI Pusat sudah inkracht. Polri harus mengikuti putusan KI Pusat. Menurut Ketua KI Pusat, KI Pusat berharap Mahkamah Agung (selanjutnya digunakan istilah MA) segera menerbitkan peraturan MA tentang hukum acara KIP dan mekanisme banding yang sesuai dengan hukum acara peradilan. Sebab, seperti yang dikatakan 12 Polisi Tak Mau Buka Rekening, Ini Puncak Negara Kleptokrasi, Kompas, 9 Juli 2011, hlm Kompas, Loc. cit.

9 9 Jimly Asshiddiqie, KI Pusat adalah semi peradilan sehingga putusannya adalah vonnis yang juga berkekuatan hukum. 15 Hingga saat ini, belum ada penyelesaian atas sengketa tersebut, sehingga menimbulkan akibat hukum berupa tidak adanya kepastian hukum bagi para pihak pencari keadilan. Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan ini lahir sebagai akibat dari pelaksanaan kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik, mengingat kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik tersebut lahir berdasarkan UU KIP akan tetapi pelaksanaan kewenangan PTUN tersebut tetaplah harus sesuai dengan kewenangan PTUN berdasarkan UU PTUN. Akan tetapi di dalam tataran taraf sinkronisasi horizontal UU KIP dengan UU PTUN terjadi ketidaksinkronan antara UU KIP dengan UU PTUN oleh karena terjadi perbedaan pengaturan norma hukum antara UU KIP dengan UU PTUN, yang mana di dalam perkara nomor: 37/G/2011/PTUN-JKT tersebut terjadi konflik norma antara Pasal 48 ayat (1) UU KIP dengan Pasal 1 angka 10 dan angka 12 UU PTUN, serta Pasal 53 ayat (1) UU PTUN. Berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU KIP bahwa, Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima 15 Keputusan KIP Harus Dijalankan, Buka Rekening Tak Wajar Polri, Kompas, 8 Juli 2011, hlm.2.

10 10 putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut. 16 Pasal 48 ayat (1) UU KIP memuat norma hukum yang memberikan kesempatan mengajukan gugatan ke PTUN apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi. Norma hukum Pasal 48 ayat (1) UU KIP tersebut memberikan kesempatan kepada pihak pemohon informasi maupun termohon informasi untuk mengajukan gugatan ke PTUN yang dengan demikian berarti menjadi pihak Penggugat di dalam sengketa di PTUN atas tidak diterimanya suatu putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi. Dengan demikian pula berarti Pasal 48 ayat (1) UU KIP memberikan kesempatan kepada Badan Publik Negara sebagai pihak termohon informasi untuk mengajukan gugatan ke PTUN atau menjadi pihak Penggugat di dalam sengketa di PTUN apabila Badan Publik Negara tersebut tidak menerima suatu putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi. Sedangkan di sisi lain, Pasal 1 angka 10 dan angka 12 UU PTUN, menyatakan sebagai berikut: Pasal 1 angka 10: Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha 16 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab X, Bagian Kesatu, Pasal 48, ayat 1.

11 11 Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 17 Pasal 1 angka 12: Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. 18 Selanjutnya, Pasal 53 ayat (1) UU PTUN menyatakan sebagai berikut: Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. 19 Pasal 1 angka 10 dan angka 12 UU PTUN serta Pasal 53 ayat (1) UU PTUN menetapkan suatu norma hukum bahwa di dalam suatu sengketa tata usaha negara yang diperiksa di PTUN, yang dapat mengajukan gugatan ke PTUN adalah orang atau badan hukum perdata sebagai pihak Penggugat, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara adalah sebagai pihak Tergugat. 17 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 angka Ibid, Pasal 1 angka R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 53 ayat ( 1 ).

12 12 Berdasarkan uraian tersebut di atas, tampak jelas bahwa telah terjadi perbedaan norma hukum yang mengakibatkan terjadinya konflik norma antara UU KIP dengan UU PTUN, dimana UU KIP memberikan kesempatan kepada para pihak termasuk kepada Badan Publik Negara untuk mengajukan gugatan ke PTUN, sedangkan UU PTUN telah menentukan bahwa yang dapat mengajukan gugatan ke PTUN adalah orang atau badan hukum perdata. Lalu aturan hukum yang mana yang harus dipedomani dan dilaksanakan? Problematika yuridis tidak hanya berhenti sampai di sini saja. Apabila kita mengkaji lebih mendalam lagi tentang sinkronisasi horizontal UU KIP dengan UU PTUN maka akan ditemukan lagi beberapa problematika yuridis, yang apabila diuraikan beberapa problematika yuridis sinkronisasi UU KIP dengan UU PTUN yaitu sebagai berikut: 1. Apakah Badan Publik Negara dapat menjadi pihak Penggugat di dalam gugatan sengketa informasi publik yang diajukan ke PTUN, mengingat apabila ditinjau berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU KIP dengan Pasal 1 angka 10 dan angka 12 UU PTUN, serta Pasal 53 ayat (1) UU PTUN, sebagaimana telah diuraikan di atas? 2. Apakah Komisi Informasi tepat didudukkan sebagai pihak Tergugat di dalam gugatan sengketa informasi publik yang diajukan ke PTUN? Sebenarnya bagaimanakah kedudukan Komisi Informasi? a. Apakah Komisi Informasi memenuhi unsur-unsur Pasal 1 angka 8 UU PTUN, terutama unsur melaksanakan urusan pemerintahan sehingga Komisi Informasi adalah merupakan Badan atau Pejabat

13 13 Tata Usaha Negara yang memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 12 UU PTUN sehingga dapat didudukkan sebagai pihak Tergugat? mengingat apabila kemudian ditinjau dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1 angka 4, Pasal 23, Pasal 29 ayat (2) beserta Penjelasan Pasal 29 ayat (2) UU KIP, sebagai berikut: Pasal 1 angka 8 UU PTUN : Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 20 Pasal 1 angka 12 UU PTUN : Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. 21 Pasal 1 angka 4 UU KIP: Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 angka Ibid, Pasal 1 angka R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab I, Pasal 1, angka 4.

14 14 Pasal 23 UU KIP: Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melaui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. 23 Pasal 29 ayat (2) UU KIP: Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah. 24 Penjelasan Pasal 29 ayat (2)UU KIP: Yang dimaksud dengan pemerintah adalah menteri yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan informatika. 25 b. Ataukah Komisi Informasi adalah merupakan lembaga semi peradilan sehingga putusannya adalah vonnis yang juga berkekuatan hukum sehingga apabila para pihak tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak adalah dengan mengajukan Banding ke pengadilan yang lebih tinggi, dan bukan dengan mengajukan gugatan lagi di pengadilan tingkat pertama. Sebagaimana ketentuan Penjelasan Pasal 23 UU KIP yang menyatakan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan mandiri adalah independen dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk dalam memutuskan sengketa informasi publik dengan 23 Ibid, Bab VII, Bagian Kesatu, Pasal Ibid, Bab VII, Bagian Ketujuh, Pasal 29 ayat ( 2 ). 25 Ibid, Penjelasan Pasal 29 ayat ( 2 ).

15 15 berdasar pada undang-undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud Ajudikasi Non Litigasi adalah penyelesaian sengketa ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan. 26 c. Ataukah apabila memang Komisi Informasi adalah merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 8 UU PTUN, maka penyelesaian sengketa informasi melalui Ajudikasi Non Litigasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi apakah merupakan bentuk upaya administratif, sebagaimana ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU PTUN yang menyatakan sebagai berikut: Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundangundangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia. 27 Sehingga dengan demikian penyelesaian sengketa informasi melalui Ajudikasi Non Litigasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi memiliki kesamaan prosedur dengan penyelesaian sengketa 26 Ibid, Penjelasan Pasal R.I., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 48 ayat ( 1 ).

16 16 sebagaimana diuraikan di dalam Penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU PTUN yaitu yang berupa keberatan ataukah banding administratif, sebagai contoh adalah penyelesaian sengketa kepegawaian yang dilakukan oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil maupun penyelesaian sengketa hubungan industrial oleh Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat maupun Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, yang kini bukan lagi menjadi kewenangan PTUN setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 3. Apakah Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi memenuhi kriteria Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU PTUN, yang menyatakan sebagai berikut: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabata tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,

17 17 individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 28 sehingga dengan demikian Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi dapat diterima sebagai objek gugatan di PTUN? Problematika yuridis tersebut muncul apabila dihubungkan dengan jawaban atas problematika yuridis point ke-2 sebelumnya yaitu apabila dihubungkan dengan kedudukan Komisi Informasi apakah sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang memenuhi kriteria Pasal 1 angka 8 dan angka 12 UU PTUN sehingga Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, ataukah Komisi Informasi sebagai lembaga semi peradilan sehingga Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi adalah merupakan vonnis, ataukah penyelesaian sengketa informasi publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi adalah merupakan bentuk upaya administratif sehingga Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi adalah merupakan Keputusan Hasil Upaya Administratif baik berupa Keberatan atau Banding Administratif. 4. Apakah memang tepat dan benar PTUN memiliki kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan gugatan sengketa informasi publik berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU KIP? Sehingga selanjutnya apabila pihak tidak menerima putusan PTUN dapat mengajukan kasasi 28 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 angka 9.

18 18 kepada MA, berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU KIP, yang menyatakan sebagai berikut: Pihak yang tidak menerima putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Negeri. 29 Problematika yuridis ke-4 ini muncul apabila dihubungkan dengan problematika yuridis point ke-2.c. sebelumnya, yaitu apabila penyelesaian sengketa informasi publik yang dilakukan oleh Komisi Informasi adalah merupakan bentuk upaya administratif, maka berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (2) UU PTUN menentukan sebagai berikut: Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. 30 Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 51 UU PTUN menentukan sebagai berikut: Pasal 51 ayat (3): Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di 29 R.I. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab X, Bagian Kedua Kasasi, Pasal R.I., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 48 ayat ( 2 ).

19 19 tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 51 ayat (4): Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 3 ) dapat diajukan permohonan kasasi. 32 Berdasarkan uraian di atas, UU KIP mengatur apabila para pihak tidak menerima Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi, maka prosedur upaya hukum yang ditempuh adalah mengajukan gugatan ke PTUN dan selanjutnya apabila pihak tidak menerima putusan PTUN maka dapat mengajukan kasasi ke MA. Sedangkan UU PTUN mengatur apabila memang Putusan Ajudikasi Non Litigasi Komisi Informasi adalah merupakan Keputusan Upaya Administratif, maka apabila pihak tidak menerima keputusan tersebut maka yang berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tersebut adalah PT TUN dan bukan PTUN, dan selanjutnya apabila pihak tidak menerima putusan PT TUN maka dapat mengajukan kasasi ke MA. Problematika yuridis - problematika yuridis tersebut sebagaimana telah diuraikan di atas menunjukkan bahwasanya apakah memang terjadi ketidakserasian dan ketidaksinkronan di antara UU KIP dengan UU PTUN di dalam taraf sinkronisasi horizontal antara UU KIP dengan UU PTUN? Kemudian peraturan perundang-undangan yang mana yang harus dipedomani 31 Ibid, Pasal 51 ayat ( 3 ). 32 Ibid, Pasal 51 ayat ( 4 ).

20 20 dan dilaksanakan? Selanjutnya, akibat hukum atas ketidaksinkronan antara UU KIP dengan UU PTUN tersebut melahirkan persoalan hukum baru di dalam praktek pelaksanaan teknis hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara di lapangan yang pada akhirnya melahirkan permasalahan hukum yaitu apakah kepastian hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara di dalam pelaksanaan kewenangan PTUN di dalam menyelesaikan sengketa informasi publik dapat terwujud? Pada akhirnyapun di dalam pelaksanaan kewenangan PTUN di dalam menyelesaikan sengketa informasi publik apakah dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan? Dengan demikian, perlu kiranya suatu kejelasan dan kepastian atau petunjuk untuk menyelesaikan problematika yuridis kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan UU KIP dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan, yang menurut penulis sangat penting untuk dikaji secara teoritis menurut Konsep Teori Negara Hukum, Konsep Teori Peradilan Tata Usaha Negara, Konsep Teori Lembaga Semi Peradilan, Konsep Teori Upaya Administratif, Konsep Teori Sinkronisasi Horizontal Undang-Undang, dan Konsep Teori Kepastian Hukum, sebagai dasar teoritis di dalam menganalisis beberapa masalah utama di dalam penulisan ini, yang didasari oleh pemikiran bahwa konsep-konsep tersebut di atas bermuara pada satu hal yang esensial, yaitu prinsip judicial control. Atas pertimbangan hal tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian berjudul, Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Menyelesaikan Sengketa Informasi Publik Berdasarkan Undang-Undang

21 21 Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Dalam Rangka Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pencari Keadilan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan suatu masalah. Masalah dapat diartikan sebagai suatu informasi yang mengandung pertanyaan atau yang dapat dipertanyakan, mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian. 33 Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara das sollen dengan das sein. 34 Setiap penelitian yang akan dilakukan selalu berangkat dari masalah. 35 Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran. Adapun permasalahan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? 33 Taliziduhu Ndraha, 1997, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, hlm Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, CV. Alfabeta, hlm. 25.

22 22 2. Bagaimanakah analisis yuridis sinkronisasi horizontal antara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara? 3. Apakah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan? 4. Langkah-langkah hukum apa yang ditempuh agar kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan deskriptif untuk menggambarkan mengenai bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta bagaimanakah analisis yuridis sinkronisasi horizontal antara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

23 23 2. Tujuan kreaktif untuk menganalisis kemampuan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan; 3. Tujuan inovatif untuk memberikan jalan keluar yang diperlukan tentang langkah-langkah hukum apa yang ditempuh agar kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara khususnya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dalam kepustakaan Hukum Kenegaraan (Hukum Tata Negara) dan Hukum Administrasi Negara;

24 24 c. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Secara khusus hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan pembuatan peraturan pelaksanaan UU KIP khususnya pelaksanaan dari ketentuan Pasal 47 ayat (1) yang pelaksanaannya berdasarkan UU PTUN, sehingga terwujud kesinkronan dan keserasian antara UU KIP dengan UU PTUN, demi kepastian dan kesebandingan hukum yang serasi, sehingga memberikan sumbangan yang nyata bagi upaya pembangunan hukum yang dapat memberikan kepastian hukum dan mewujudkan keadilan hukum; b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan bagi Hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara tata usaha negara yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa informasi publik, mengingat ketentuan tersebut dalam praktik masih menimbulkan ketidakpastian hukum; c. Hasil penelitian ini dapat membantu memberikan pemahaman kepada para pihak pencari keadilan terhadap pentingnya kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik agar dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan.

25 25 E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. 36 Dari penelusuran pustaka yang dilakukan penulis di beberapa perpustakaan meliputi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Fisipol UGM, Perpustakaan Pascasarjana UGM, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Perpustakaan Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, dan sebagainya, sepengetahuan penulis belum ada penelitian (skripsi, tesis, disertasi) yang meneliti tentang permasalahan di atas. Namun apabila penelitian yang dicari adalah tesis mengenai PTUN secara luas yaitu meneliti mengenai kompetensi PTUN, maka ditemukan beberapa tesis yang memiliki relevansi terhadap penulisan tesis ini diantaranya: Pertama, tesis yang berjudul Perbuatan Hukum Publik Oleh Pejabat Administrasi Yang Melanggar Hukum Dapat Digugat ke Pengadilan Administrasi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, oleh Agus Budi Susilo, S.H., M.H., disusun dalam rangka memenuhi persyaratan program Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Tahun Tesis tersebut membahas mengenai makna perbuatan melanggar 36 Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm Agus Budi Susilo, 2003, Perbuatan Hukum Publik Oleh Pejabat Administrasi Yang Melanggar Hukum Dapat Digugat ke Pengadilan Administrasi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran.

26 26 hukum oleh pejabat administrasi menurut hukum administrasi, kriteria perbuatan melanggar hukum oleh pejabat administrasi yang dapat digugat ke pengadilan administrasi, dan bagaimana implementasi penegakan hukum administrasi terhadap perbuatan melanggar hukum oleh pejabat administrasi sebagai upaya perlindungan hukumbagi rakyat Indonesia. Kedua, tesis yang berjudul Perluasan Kompetensi Absolut Peradilan Administrasi, karya Maftuh Effendi, S.H., M.H., disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana,Universitas Diponegoro, Semarang, Tahun Tesis tersebut membahas mengenai perluasan kompetensi absolut Peradilan Administrasi. Ketiga, tesis yang berjudul Perkembangan Peradilan Administrasi Dalam Dimensi Sejarah Dan Politik Hukum karya Enrico Simanjuntak, S.H., M.H., Program Magister Hukum Dan Kehidupan Kenegaraan, Universitas Indonesia, Januari Tesis tersebut menganalisis sinkronisasi kebijakan legislasi dan regulasi dari lima undang-undang mutakhir yang memperluas/menegaskan kewenangan Peradilan Administrasi dalam sistem hukum nasional yaitu : 1) UU. Keterbukaan Informasi Publik; 2) UU. Pelayanan Publik; 3) UU. Pemilu Anggota DPR/D dan DPD; 4) UU. Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5) UU. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, yang pada akhirnya, Peneliti tesis tersebut berkesimpulan bahwa 38 Maftuh Effendi. 2010, Perluasan Kompetensi Absolut Peradilan Administrasi, Tesis, Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. 39 Enrico Simanjuntak, 2014, Perkembangan Peradilan Administrasi Dalam Dimensi Sejarah Dan Politik Hukum, Program Magister Hukum Dan Kehidupan Kenegaraan, Universitas Indonesia.

27 27 politik hukum yang mengatur dan mengelola sistem penyelesaian sengketa antara warga masyarakat atau badan hukum dengan pemerintah dalam kebijakan legislasi maupun regulasi harus disusun dalam suatu grand design perubahan yang mencerminkan hakikat perlindungan hukum kepada masyarakat. Namun perlindungan hukum ini akan lebih bermakna apabila kompentensi peradilan administrasi tidak dibatasi oleh ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 9 UU PERATUN, maupun pembatasan-pembatasan hukum lainnya, namun mencakup semua tindakan hukum publik administrasi pemerintahan. Berdasar beberapa tesis tersebut di atas, Tesis yang penulis susun memiliki karakteristik (keaslian penelitian) tersendiri. Pertama, penelitian ini akan menguraikan dan menganalisis tentang bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; Kedua penelitian ini akan menguraikan tentang bagaimanakah analisis yuridis sinkronisasi horizontal antara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara; dimana kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa informasi publik tersebut lahir berdasarkan UU KIP akan tetapi pelaksanaan kewenangan PTUN tersebut tetaplah harus sesuai dengan kewenangan PTUN berdasarkan UU PTUN. Akan tetapi di dalam tataran taraf sinkronisasi horizontal UU KIP dengan UU PTUN terjadi ketidaksinkronan antara UU KIP

28 28 dengan UU PTUN oleh karena terjadi perbedaan pengaturan norma hukum antara UU KIP dengan UU PTUN; Ketiga, penelitian ini membahas mengenai mampu tidaknya kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan; Keempat, setelah mengetahui mengenai kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa informasi publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka di bagian keempat penelitian ini akan ditawarkan mengenai jawaban terhadap solusi atas permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. 245 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Asshiddiqie, Jimly, 2005, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konstitusi Press, Jakarta. ------------------------,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak diterbitkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mulai berlaku efektif sejak 1 Mei 2010, memberikan angin segar bagi

Lebih terperinci

Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi

Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi Dualisme melihat Kedudukan hukum Pemohon Informasi Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat dan Forum Wakcabalaka (Forum penggiat keterbukaan informasi publik di Jawa Barat) telah melaksanakan diskusi mengenai

Lebih terperinci

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar HAK AKSES INFORMASI PUBLIK Oleh: Mahyudin Yusdar PENGAKUAN HAK ATAS INFORMASI Pengakuan terhadap hak atas informasi di negara-negara demokrasi sekaligus merupakan sarana untuk: memantau dan mengawasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA

AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA 1 AKTUALISASI KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERKAITAN DENGAN KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMATIKA Oleh : Prof. Dr. Paulus Effendie Lotulung,SH. Ketua Muda Mahkamah Agung Lingkungan Peradilan Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban).

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan fungsi kenegaraan yang dilakukan oleh pejabat penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban). Salah satu yang paling krusial

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 129/PUU-VII/2009 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, MA & MK Pengujian UU dan peraturan di bawahnya dalam satu atap I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA. BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.actual.co Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap akan mengaudit atau memeriksa laporan keuangan dari 138 (seratus tiga puluh delapan) Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Keterbukaan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diundangkan pada tanggal 29 Desember

Lebih terperinci

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI I. PENDAHULUAN 1) Umum a. Proses demokrasi transparansi atas informasi setiap

Lebih terperinci

TAMBAHAN BERITA NEGARA RI

TAMBAHAN BERITA NEGARA RI No.5 TAMBAHAN BERITA NEGARA RI KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan.(Penjelasan Atas Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 649) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, tertuang dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum Kewenangan absolut pengadilan dilingkungan peradilan tata usaha negara adalah memeriksa, memutus

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG PUTUSAN NOMOR : 21/XII/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 92/PUU-XIII/2015 Prinsip Sidang Terbuka Untuk Umum Bagi Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang di Mahkamah Agung I. PEMOHON Forum Kajian Hukum dan Konstitusi

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 05/III/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 05/III/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG SALINAN PUTUSAN NOMOR : 05/III/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA. LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap

Lebih terperinci

Pasal 4. (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang Undang ini.

Pasal 4. (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang Undang ini. CAPAIAN POSITIP DALAM UU KIP PELEMBAGAAN /PENGAKUAN Pasal 4 Kecuali ayat (3) yang masih mensyaratkan permintaan HAK PUBLIK ATAS INFORMASI (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia PARADIGMA BARU PELAYANAN INFORMASI DALAM ERA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK *) Oleh : Amin Sar Manihuruk, Drs,

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH

PEDOMAN PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH PEDOMAN PENGELOLAAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH 2015 1 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 3 1.1. LATAR BELAKANG... 3 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN...

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA TOR & RAB. : Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Sekretariat Komisi Informasi

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA TOR & RAB. : Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Sekretariat Komisi Informasi KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA TOR & RAB KEGIATAN TEMA : Diskusi Terbatas : Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Sekretariat Komisi Informasi TAHUN 2017 1 A. PENDAHULUAN Informasi

Lebih terperinci

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu 41 BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang dilakukan untuk memilih seorang pemimpin.

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Komisi Informasi Pusat

Komisi Informasi Pusat PUTUSAN Nomor: 043/XII/KIP-PS-M-A/2010 KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA 1. IDENTITAS [1.1] Republik Indonesia yang memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan dalam Sengketa Informasi Publik Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 15/X/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 15/X/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG SALINAN PUTUSAN NOMOR : 15/X/KIProv-LPG-PS-A/2016 KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P I. PEMOHON 1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), diwakili oleh Alvon Kurnia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN KOMISI INFORMASI KOTA CIREBON Sekretariat ; Jl. ARAFURU (Komplek TNI-AL Dewa Ruci) Tlp/Fax. (0231) , Kota Cirebon 45131

LAPORAN TAHUNAN KOMISI INFORMASI KOTA CIREBON Sekretariat ; Jl. ARAFURU (Komplek TNI-AL Dewa Ruci) Tlp/Fax. (0231) , Kota Cirebon 45131 Kata Pengantar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan jaminan hukum bagi setiap orang untuk memperoleh informasi sebagai salah satu hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi UU KIP pasal 4 : Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini Setiap Orang berhak: 1. Melihat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 106/PUU-XII/2014 Larangan Rangkap Jabatan di Lembaga Negara Lain dan Menjadi Anggota Partai Politik bagi Anggota BPK I. PEMOHON 1. Ai Latifah Fardhiyah 2. Riyanti,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2016. TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR: 012/XI/KIPDIY-PS/2015 KOMISI INFORMASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1. IDENTITAS PARA PIHAK

PUTUSAN NOMOR: 012/XI/KIPDIY-PS/2015 KOMISI INFORMASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1. IDENTITAS PARA PIHAK PUTUSAN NOMOR: 012/XI/KIPDIY-PS/2015 KOMISI INFORMASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1. IDENTITAS PARA PIHAK [1.1] Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menerima, memeriksa, dan memutus dalam Sengketa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P I. PEMOHON 1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), diwakili oleh Alvon Kurnia Palma,

Lebih terperinci

FGD Analisa dan Evaluasi Hukum Dalam rangka Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik. Oleh : Nevey Varida Ariani SH.,M.

FGD Analisa dan Evaluasi Hukum Dalam rangka Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik. Oleh : Nevey Varida Ariani SH.,M. FGD Analisa dan Evaluasi Hukum Dalam rangka Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik Oleh : Nevey Varida Ariani SH.,M.Hum Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Keterbukaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai I. PEMOHON Drs. H. Choirul Anam dan Tohadi, S.H., M.Si. KUASA HUKUM Andi Najmi Fuadi, S.H., M.H, dkk, adalah advokat

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PROVINSI DKI JAKARTA. Buku Saku Keterbukaan Informasi Publik

KOMISI INFORMASI PROVINSI DKI JAKARTA. Buku Saku Keterbukaan Informasi Publik KOMISI INFORMASI PROVINSI DKI JAKARTA Buku Saku Keterbukaan Informasi Publik KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami haturkan dengan telah terbitnya buku saku tentang informasi Publik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama I. PEMOHON Haji Agus Ali, sebagai Direktur Utama PT. Igata Jaya Perdania.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR : 04/II/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG

PUTUSAN NOMOR : 04/II/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG PUTUSAN NOMOR : 04/II/KIProv-LPG-PS-A/2016. KOMISI INFORMASI PROVINSI LAMPUNG 1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Provinsi Lampung yang menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik Nomor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP dan Gubernur Papua I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci