BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan, berdasarkan kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan presentasi berupa kelainan struktur hispatologi ginjal, dan pertanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin, atau uji pencitraan ginjal, serta LFG < 60 ml/menit/1,73m 2 (Sukandar, 2006) Epidemiologi Saat ini jumlah penyakit ginjal kronik sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah kejadian penyakit ginjal kronik di dunia tahun 2009 menurut United State Renal Data System (USRDS) terutama di Amerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena penyakit ginjal kronik, dan terjadi peningkatan pada tahun 2013 di Amerika Serikat menjadi 20 25% setiap tahun. Berdasarkan hasil survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2009) menyebutkan bahwa prevalensi di Indonesia sebesar 12,5% atau 18 juta orang dewasa yang terkena penyakit ginjal kronik dan diperkirakan terdapat penderita gagal ginjal di Indonesia, angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya. Dilaporkan juga menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan terendah di Provinsi 9

2 Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau (Kemenkes RI, 2013). Beberapa penelitian telah dilakukan di kota Medan untuk mengetahui prevalensi penyakit GGK diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Romauli (2009), menunjukkan bahwa penderita GGK yang dirawat inap di RSUD. Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi pada tahun 2007 terdapat 80 orang (54,1%) dan tahun 2008 terdapat 68 orang (45,9%) (Romauli, 2009). Penelitian serupa juga telah dilakukan pada pasien GGK rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa pada tahun terus terjadi peningkatan jumlah pasien GGK, dimana pada tahun 2004 terdapat 116 orang (12,5%), tahun 2005 terdapat 189 orang (20,2%), tahun 2006 terdapat 275 orang (29,4%) dan tahun 2007 terdapat 354 orang (37,9%) (Ginting, 2008). Berdasarkan literatur yang ada, beberapa penelitian mengenai penyesuaian dosis pasien GGK telah dilakukan dibeberapa Rumah Sakit di Indonesia. Salah satunya penelitian yang telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil tahun 2011 menunjukkan terdapat 7,84% penggunaan obat kategori dosis berlebih yang diterima pasien gagal ginjal kronik (Trisnawati, 2011). Penelitian terkait juga telah dilakukan oleh Diantari dan Woro tahun 2005 pada pasien GGK di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dalam evaluasi penggunaan ACE-I kategori ketepatan dosis menununjukkan bahwa 95% kasus telah tepat dosis, dan sebesar 67,74% tidak tepat dosis pada pasien GGK yang mendapat terapi hemodialisis (Diantari dan Woro, 2005). Namun di kota medan sendiri belum didapatkan secara pasti data data terbaru yang menunjukkan seberapa besar persentase pengggunaan obat pada pasien gangguan ginjal kronik yang memerlukan penyesuaian dosis. 10

3 2.1.3 Etiologi Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi begitupun sebaliknya pada hipertensi kronik dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal. Kira kira 10% hipertensi yang terdapat pada GGK berhubungan dengan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron (Sukandar, 2006). Dalam kondisi normal terdapat autoregulasi pada ginjal yang memungkinkan terdapatnya aliran darah yang tetap pada ginjal sekaligus mempertahankan laju filtrasi glomerolus (LFG) pada tekanan rerata arteri sebesar mmhg. Mekanisme ini berjalan melalui mekanisme reflek miogenik dan tubuloglomerular feedback. Pada kondisi yang abnormal kemampuan vasodilatasi sebagai akibat autoregulasi ginjal hanya dapat dilakukan sampai tekanan arteri rerata sebesar 80 mmhg. Di bawah nilai tersebut laju filtrasi ginjal dan aliran darah ginjal ikut turun. Tekanan arteri rerata yang tinggi tidak dapat lagi diatur oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus yang dapat mengakibatkan kerusakan glomerulus dan menurunnya fungsi ginjal (Williams, 2005) Klasifikasi Klasifikasi derajat penurunan LFG sangat penting untuk panduan terapi konservatif dan saat dimulai terapi pengganti faal ginjal. Derajat penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI) (2004) dapat dilihat pada Tabel

4 Tabel 2.1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit ginjal kronik Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m 2 ) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90 meningkat 2 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat Gagal ginjal <15 atau dialisis Sumber: NKF-K/DOQI (2004) Adapun untuk mengetahui klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan LFG Derajat Primer (LFG) Sekunder = Kreatinin (mg%) A Normal Normal B 50-80% Normal Normal 2,4 C 20-50% Normal 2,5 4,9 D 10-20% Normal 5,0 7,9 E 5-10% Normal 8,0 12,0 F < 5% Normal >12,0 Sumber: International committee for nomenclature and nosology of renal disease (1975) dalam (Sukandar, 2006). Berikut adalah hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik pada pasien gangguan ginjal yaitu: a. penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40 75%) Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat dipertahankan normal. Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin. b. insufisiensi renal (LFG = 20 50%) Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah memperlihatkan keluhan keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada pemeriksaan hanya ditemukan hanya ditemukan hipertensi, 12

5 anemia dan hiperurikemia. Pasien tahap ini mudah terjun ke sindrom gagal ginjal akut (GGA) pada seseorang pasien gagal ginjal kronik (GGK), dengan faktor pencetus yang memperburuk faal ginjal (LFG) sindrom ini sering berhubungan dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal. c. gagal ginjal (LFG = 5 25%) Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata: anemia, hipertensi, dehidrasi, kelainan laboratorium seperti hiperurikemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, kalium K + serum biasanya masih normal. d. sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5%) Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan banyak organ (multi organ) (Sukandar, 2006). 2.2 Farmakokinetik pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Ginjal termasuk organ eliminasi utama disamping hati. Oleh sebab itu normalitas fungsi ginjal merupakan faktor penentu ekskresi senyawa endogen dan eksogen (termasuk obat), dan akumulasinya di dalam tubuh. Dalam proses ekskresi, ginjal melakukan filtrasi, sekresi dan reabsorbsi, yang mana proses ini dipengaruhi oleh kecepatan dan aliran darah ginjal. Karena berkaitan dengan sirkulasi sistemik, maka jumlah dan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal juga ditentukan oleh curah jantung, khususnya aliran darah yang menuju dan di ginjal (renal blood flow) (Hakim, 2013). Oleh sebab itu setiap kejadiaan yang mengubah aliran darah ginjal akan mengubah kecepatan dan jumlah obat yang dieksresi oleh ginjal. Disamping itu dalam proses filtrasi oleh glomeruli, karena yang lolos filtrasi adalah obat yang tak terikat protein (albumin atau AAG), maka kadar protein darah menentukan 13

6 jumlah obat yang terekskresi. Seperti diketahui, karena biosintesis protein terjadi di hati, maka normalitas fungsi hati secara tidak langsung turut menentukan kapasitas ekskresi ginjal. Jadi jumlah dan kecepatan ekskresi renal tidak hanya ditentukan oleh fungsi ginjal, tetapi juga fungsi kardiovaskular dan hati, selain faktor fisiko-kimiawi obat itu sendiri. Obat obat yang memiliki rasio ekskresi renal tinggi (misalnya golongan penisilin dan glukuronat), ekskresinya lebih tergantung dari perubahan kecepatan aliran darah di ginjal dibandingkan obat yang memiliki rasio ekskresi renal rendah (misalnya digoksin, furosemid, dan tetrasiklin). Perubahan aliran darah ginjal sering dapat disamakan dengan perubahan LFG ketika merancang regimen dosis pada gagal ginjal (Hakim, 2013). Faktor penting dalam pemberian obat adalah menentukan dosis obat terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Penentuan dosis obat ini sangat tergantung pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat dengan mudah terdialisis, sehingga dibutuhkan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik (Nasution, et al,. 2003). Bertitik tolak dari perubahan yang terjadi pada gagal ginjal, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: a. penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat b. pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, OAINS, zat kontras dan siklosporin harus dihindari untuk mencegah gangguan fungsi ginjal yang lebih berat 14

7 c. pada pasien yang menjalani dialisis, penyesuaian dosis obat yang mudah terdialisis harus dilakukan seperti aminoglikosida dan sefalosporin untuk mencapai efek terapeutik d. beberapa obat yang dikonver menjadi metabolit aktif dan eliminasinya melaui ginjal, harus disesuaikan dosisnya (Nasution, et al,. 2003) Absorbsi dan Bioavailabilitas Bagian obat yang terpakai dan kecepatan obat memasuki sirkulasi merupakan hal penting pada pemakaian obat. Pemberian obat secara parenteral akan segera memasuki pembuluh darah dan masa kerjanya menjadi lebih cepat. Gagal ginjal akan menurunkan absorbsi dan mengganggu bioavailabilitas obat yang diberikan secara oral, hal ini terjadi karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan ph lambung, berkurangnya absorbsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang mengganggu absorbsi dan motilitas (Nasution, et al,. 2003) Volume Distribusi Volume distribusi (Vd) merupakan rasio antara dosis obat yang diberikan dan konsentrasi obat dalam plasma. Obat dengan konsentrasi plasma rendah, seperti digoksin, volume distribusinya hampir sama dengan cairan tubuh total, sedangkan obat dengan ikatan protein yang kuat mempunyai volume distribusi lebih rendah. Gangguan fungsi ginjal tidak berpengaruh banyak terhadap volume distribusi ini. Akan tetapi untuk obat yang sangat kuat berikatan dengan albumin, oleh karena terjadi gangguan pengikatan albumin, menyebabkan peningkatan 15

8 jumlah obat bebas sehingga terjadi perubahan volume distribusi (Nasution, et al,. 2003) Metabolisme Ginjal merupakan tempat untuk metabolisme dalam tubuh, tetapi efek gangguan ginjal hanya bermakna secara klinis pada dua kasus saja, yaitu ginjal bertanggung jawab terhadap tahap akhir aktivitas vitamin D dan kebutuhan insulin pada pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal akut sering menjadi berkurang. Pada gagal ginjal kronik terjadi juga perubahan kapasitas metabolisme di hati, dan organ eliminasi selain ginjal. Jadi pada keadaan ini bukan hanya obat obat yang sebagian besar tereliminasi oleh ginjal saja yang terpengaruh, namun obat obat yang sebagian besar termetabolisme juga mengalami perubahan klirens (Hakim, 2013) Ekskresi Ginjal Fungsi ekskresi ginjal rata rata berkurang 6 10% tiap sepuluh tahun, ketika seseorang mulai menginjak usia 40 tahun. Akibatnya, karena terjadi perlambatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerular, maka obat dan metabolitnya cenderung terakumulasi didalam darah, sehingga dapat memperlama waktu paruh eliminasi dan durasi efek obat. Dilaporkan bahwa kecepatan aliran darah ginjal berkurang dari ml/menit pada usia dewasa menjadi ml/menit pada usia lanjut (Hakim, 2013). Ginjal merupakan rute eliminasi utama untuk berbagai obat dan metabolitnya. Ekskresinya dapat melalui filtrasi glomeruler, sekresi tubulus atau reabsorpsi. Ekskresi merupakan parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal. LFG atau klirens kreatinin dapat digunakan 16

9 sebagai perkiraan jumlah nefron yang berfungsi. Apabila filtrasi glomerular terganggu oleh penyakit ginjal, maka klirens obat tereliminasi terutama melalui mekanisme ini menjadi lebih panjang. Gagal ginjal juga akan mengubah reabsorpsi pasif secara tidak langsung, dengan cara mengubah laju aliran urin dan ph. Contohnya yaitu digoksin, gentamisin, metotreksat, dan furosemid (Hakim, 2013). 2.3 Penilaian Terhadap Fungsi Ginjal Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna untuk menilai fungsi glomerulus. Zat ini umumnya berasal dari metabolisme otot dalam jumlah bilangan yang masih kasar. Dari kesemuanya diekskresikan melalui ginjal dengan proses filtrasi glomerulus bebas dengan sekresi tubulus yang minimal. Dalam keadaan normal (fungsi ginjal, pengaturan diet, massa otot dan metabolisme normal) kreatinin diproduksi dalam jumlah yang sama dan dieksresikan melalui urin setiap hari. Sedangkan sekresi melalui tubulus dan saluran pencernaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Dengan demikian penilaian LFG dengan mengukur konsentrasi kreatinin plasma atau bersihan kreatinin dapat menjadi over nonglomerulus meningkat akibat terganggunya fungsi ginjal. Over estimasi ini menjadi lebih progresif dan berat sehingga akibatnya LFG menurun. Beberapa jenis obat obatan dapat mempengaruhi sekresi kreatinin melalui tubulus yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kreatinin dan penurunan bersihan kreatinin tanpa perubahan LFG (Hakim, 2013). Untuk mengukur bersihan kreatinin, urin pasien harus dikumpulkan selama 24 jam. Konsentrasi plasma kreatinin (per mmol/l) dan konsentrasi kreatinin urin (mmol/l) juga harus diperiksa. Juga lamanya pengumpulan urin dan volume urin. 17

10 Kemudian dapat dihitung bersihan kreatinin. Nilai normal bersihan kreatinin berkisar 120 ml/menit yang bervariasi dengan ukuran yang dapat dinilai dari luas permukaan tubuh (Hakim, 2013) Pemeriksaan kreatinin serum Dosis obat perlu diukur berdasarkan fungsi ginjal. Semakin buruk fungsi ginjal, akan semakin rendah pula dosis yang dibutuhkan, untuk itu pemeriksaan fungsi ginjal sangat penting. Pemeriksaan yang biasa digunakan sebagai acuan adalah pemeriksaan LFG atau klirens kreatinin (Ashley dan Currie, 2009). Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah dan secara klinis sangat berguna untuk menilai LFG (fungsi ginjal). Kreatinin klirens menggambarkan kesetimbangan antara produksi kreatinin (hasil metabolisme otot) dengan pengeluarannya oleh ginjal. Peningkatan kreatinin serum dari 1,0 menjadi 2,0 mg/dl menunjukkan penurunan fungsi ginjal, dengan perhitungan secara kasar ± 50% (Hakim, 2013). Variasi LFG mempunyai hubungan terbalik dengan konsentrasi plasma kreatinin. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Hubungan LFG dengan kreatinin serum Sumber: (Kidney International Journal, 2006) 18

11 2.3.2 Pemeriksaan perhitungan LFG LFG dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya yaitu persamaan Cockcroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease (MDRD): a. Persamaan Cockcroft-Gault Untuk laki-laki: Untuk perempuan: x 0,85 [usia dalam tahun, berat badan dalam kg, Scr = kreatinin serum dalam mg/dl, jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, digunakan berat badan ideal]. b. Persamaan MDRD Untuk laki-laki: GFR (ml/menit/1,73 m 2 ) = 175 x (Scr) -1,154 x (usia) -0,203 Untuk perempuan: GFR pada pria dikalikan 0,742 [Scr = kreatinin serum dalam mg/dl, usia dalam tahun. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, kalikan GFR yang diperoleh dengan BSA/1,73 sehingga ditemukan GFR dalam ml/menit]. Perlu dicermati bahwa kedua persamaan tersebut kurang akurat memperkirakan GFR jika: a. pasien terlalu banyak mengkonsumsi protein, bahan nabati (vegetarian), atau sedang menggunakan suplemen keratin atau asam amino. b. berat badan pasien terlalu kurus atau gemuk. c. pasien menderita gangguan otot, misalnya otot terlalu besar. 19

12 d. pasien yang tergantung dialisis atau menderita gagal ginjal akut (Nasution, et al,. 2003). Beberapa studi menyarankan penggunaan persamaan Cockcroft-Gault atau pengukuran GFR secara langsung daripada MDRD, khususnya untuk pendosisan obat obat yang kisar terapeutiknya sempit, atau pada pasien yang peka terhadap perubahan dosis. Perkiraan fungsi ginjal berkaitan erat dengan pendosisan, khususnya obat-obat kisar terapi sempit yang diekskresi sebagian besar melalui ginjal, untuk mendeteksi dini gangguan ginjal, dan kondisi patologik lainnya (Hakim, 2003). 2.4 Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Problems (DRPs) adalah peristiwa atau keadaan yang tidak diinginkan yang dialami pasien terkait penggunaan atau diduga melibatkan penggunaan obat dan berpotensi mempengaruhi hasil optimal pengobatan yang diinginkan pasien. Kesesuaian dosis merupakan salah satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug related problems) yang diidentifikasi sebagai kejadian terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien yang ditinjau dari kategori dosis terlalu rendah dan dosis terlalu tinggi. Identifikasi DRPs adalah fokus penilaian dan keputusan terakhir yang dibuat dalam langkah dari proses perawatan pasien. Oleh karena itu seorang farmasis harus memahami dan mempelajari agar dapat mencegah terjadinya DRPs tersebut sehingga dapat mengurangi angka kematian dan kesakitan dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Cipolle, et al,. 1998). 20

13 2.5 Penyesuaian Dosis pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Pada gagal ginjal riwayat penyakit ginjal dan penyakit lainnya (seperti kelaninan hati) yang mempengaruhi metabolisme obat perlu diketahui dengan jelas. Juga perlu ditelusuri riwayat pemakaian obat dan kemungkinan alergi obat. Catatan medis harus diteliti dengan cermat terutama bila ada penambahan obat baru. Pemeriksaan fisis seperti tinggi badan, berat badan, bentuk tubuh, status nutrisi dan adanya edema atau dehidrasi perlu diidentifikasi untuk pengaturan dosis obat (Nasution, et al,. 2003) Dosis Loading Dosis loading dibutuhkan bila secara klinis diinginkan pencapaian dosis terapeutik yang lebih cepat. Dalam keadaan normal pencapaian dosis terapeutik memakan waktu 4-5 x waktu paruh obat. Pada gagal ginjal waktu paruh beberapa jenis obat akan memanjang sehingga dibutuhkan pemberian dosis loading. Umumnya dosis loading semua pasien hampir sama tanpa memperhatikan fungsi ginjal. Akan tetapi penyesuaian dosis tetap diperlukan sesuai dengan perhitungan berdasarkan berat badan, status hidrasi dan adanya sepsis (Nasution, et al,. 2003) Dosis Pemeliharaan Bila kadar terapeutik obat sudah diperoleh, konsentrasi ini harus tetap dipertahankan untuk menghindarkan toksisitas. Obat dengan waktu paruh panjang dan cakupan terapi luas, interval pemberiannya dapat diperpanjang, atau juga dapat dilakukan dengan interval tetap, namun dosisnya disesuaikan. Regimen pengobatan yang telah diberikan harus tetap dipantau pemakaiannya dengan ketat, karena kadar obat dapat turun sehingga tidak mencapai efek terapeutik. Pemeriksaan kadar obat sangat dianjurkan setidaknya setelah pemberian dosis 21

14 ketiga sampai kelima. Secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa dosis loading dengan manfaat cepat, sedangkan dosis pemeliharaan berkaitan degan toksisitas obat (Hakim, 2013). 2.6 Penyakit Hipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Tujuan dari pengobatan hipertensi pada penyakit GGK adalah untuk menurunkan tekanan darah, untuk menurunkan resiko terjadinya Cardio Vaskular Disease pada pasien hipertensi dan memperlambat progresi penyakit ginjal pada pasien dengan atau tanpa hipertensi (NKF, 2004). Berkembangnya penyakit GGK dapat diatasi dengan pengobatan hipertensi. Diuretik, β-blocker, ACE-I, dan antagonis kalsium semuanya efektif pada pasien dengan gagal ginjal dini. ACE-I dan Calsium Channel blocker (CCB) tidak mengubah metabolisme glukosa atau lipid, memiliki efek yang diinginkan pada hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki efek nefroprotektif potensial dengan mengurangi peningkatan resistensi vaskular ginjal. ACE-I memiliki manfaat tambahan berupa berkurangnya proteinuria pada pasien baik dengan penyakit diabetik maupun nondiabetik. Obat ini harus diberikan dengan hati-hati karena bisa menurunkan aliran darah ginjal dan memicu gagal ginjal akut, khususnya bila ada stenosis arteri renalis (Suwitra, 2006) Obat-obat yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK Sebagian besar obat yang larut air diekskresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat obat tersebut butuh penyesuaian yang hati hati apabila obat tersebut diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun. Akumulasi dan toksisitas dapat meningkat dengan cepat apabila dosis tidak disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi 22

15 ginjal. Sebagian besar obat juga memiliki efek samping nefrotik, sehingga dosis juga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Sukandar, 2006). Strategi untuk menyesuaikan dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan obat. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi keduanya (Munar dan Singh, 2007). Pengetahuan penyesuaian dosis obat untuk pasien dengan insufisiensi ginjal sangat penting untuk mencegah dan mengurangi akumulasi obat tersebut dalam tubuh. Angka kejadian efek samping obat pada pasien GGK ternyata lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang mempunyai faal ginjal normal (Sukandar, 2006). Bila kreatinin klirens dibawah 60 ml/menit maka perlu penyesuaian dosis obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat efek terapeutik maksimal tanpa efek samping. Berikut beberapa macam obat obat yang perlu penyesuaian dosis saat diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal, yaitu: a. antibiotik/antifungi: aminoglikosida (gentamisin) carbapenems (meropenem) b. antikoagulan: low molecular weight heparins (enoxaparin) c. obat jantung: digoksin dan atenolol d. diuretik: bila klirens kreatinin kurang dari 30 ml/menit maka hindari penggunaan obat diuretik yang menahan kalium, obat thiazide akan berkurang efektifitasnya 23

16 e. psikotropika/antikejang: lithium dan topiramate f. obat hipoglikemik: metformin, glibenklamid dan insulin g. obat lain: methotrexate dan penicillamine (Ashley dan Currie, 2004) Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik Pasien dengan hipertensi kronis akan terjadi perubahan pada arteriol ginjal temasuk arteriol aferen yang mengakibatkan kehilangan refleks miogeniknya sehingga tekanan intraglomerular menjadi bervariasi menyesuaikan dengan tekanan arteri rerata. Gangguan pada autoregulasi ginjal menjelaskan mengapa pada pasien dengan hipertensi dan penyakit ginjal kronik lebih cenderung terjadi peningkatan kadar serum kreatinin ketika tekanan darah menurun (Williams, 2005). Terdapat banyak kelas atau golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan, tetapi beberapa obat yang sering digunakan dan direkomendasikan sebagai first-line therapy, yaitu ACE-inhibitor, β-blocker, CCB dan diuretik. Penggunaan obat-obat ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemilihan obat awal pada pasien harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain: umur, riwayat perjalanan penyakit, faktor risiko, kerusakan target organ, diabetes, indikasi dan kontraindikasi. Indikasi spesifik dan target dalam strategi pemilihan obat antihipertensi tergantung dari profil faktor risiko, penyakit penyerta seperti diabetes, penyakit ginjal, dan pembesaran atau disfungsi ventrikel kiri (Sutter, 2007). a. Golongan Diuretik Salah satu contoh obat yang termasuk dalam golongan diuretik kuat adalah furosemid. Furosemid biasanya digunakan pada penderita hipertensi dengan 24

17 gangguan fungsi ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 2,3 mg/dl (Lim, 2009). Secara farmakokinetik furosemid memiliki volume distribusi sebesar 0,07-0,2 L/kg, terikat oleh protein plasma sebesar 91-99% dan 80-90% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Selain diuretik kuat juga terdapat diuretik tiazid yang dapat mengurangi tekanan sebesar mmhg. Diantara obat tiazid, hidroklortiazid merupakan obat yang paling sering digunakan. Secara farmakokinetik diabsorbsi dengan baik dalam traktus gastrointestinal (GI). Hidroklortiazid memiliki kekuatan ikat protein yang lebih lemah dibandingkan dengan furosemid. Waktu paruh tiazid lebih panjang daripada diuretik kuat. Maka untuk alasan ini tiazid harus diberikan pada pagi hari untuk menghindari nokturia (Ashley dan Currie, 2009). Furosemid lebih efektif daripada tiazid, bekerja dengan cepat, dan memiliki lama kerja yang lebih pendek daripada tiazid kerja pendek, dan diekskresi lebih cepat (Sukandar, 2006). Jenis obat diuretik lainnya yang sering digunakan adalah spironolakton. Spironolakton mengalami metabolisme yang cepat dan luas. Sebagian besar pemberian peroral diubah menjadi metabolit aktif (Raharjo, 2008). Penggunaan diuretik dapat efektif untuk mencegah hiperkalemi, tetapi penggunaan diuretik tiazid hanya dapat diberikan pada kadar kreatinin di bawah 1,8 mg/dl. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat dilakukan pemantauan kadar kalium setiap 1-2 minggu pada awal terapi (Williams, 2005). b. Golongan ACE-Inhibitor Obat golongan ACE-I yang sering digunakan adalah kaptopril. Setelah pemberian secara oral kaptopril secara cepat diabsorpsi dan mencapai kadar puncak dalam 1 jam, adanya makanan dalam saluran gastrointestinal akan 25

18 menurunkan absorpsi sebesar 30-40%. Dalam distribusinya sekitar 25-30% terikat oleh protein, 90% diekskresikan melalui ginjal, dan waktu paruhnya sekitar 3 jam, serta 40-50%nya dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (Ashley dan Currie, 2009). Oleh karena itu golongan ACE-I seperti kaptopril, benazapril dan ramipril diperlukan penyesuaian dosis yaitu penurunan dosis berdasarkan nilai LFG dan diberikan tunggal (lampiran 6). c. Golongan β blocker Golongan β blocker merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk mengatasi hipertensi. Dalam distribusinya sekitar 30% terikat oleh protein dan sebesar 50% dieksresikan tidak berubah dalam urin dengan waktu paruh selama 9 12 jam (Ashley dan Currie, 2009). Beberapa β blocker tidak dianjurkan untuk pasien gagal ginjal dengan atau tanpa dialisis (seperti acebutol, atenolol, nadolol, pindolol dan sotalol). Carvedilol dapat diberikan pada gagal ginjal dengan dosis harian 6,25-12,5 mg b.i.d, tidak tereliminasi dengan prosedur HD (non dialyzable drugs). Namun terdapat obat yang memerlukan penyesuaian dosis seperti bisoprolol, maka penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan nilai LFG pada pasien dengan gangguan ginjal kronik (lampiran 6) (Sukandar, 2006). d. Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Golongan Calcium Channel Blockers yang sering digunakan diantaranya adalah nifedipin dan amlodipin. Nifedipin mudah diabsorbsi pada pemberian per oral dan sublingual, sebesar 92-98% terikat oleh protein plasma dan sebesar 1% dieksresikan dalam bentuk metabolit tidak aktif melalui urin serta mempunyai volume distribusi sebesar 1,4 L/kg. Nifedipin dalam dosis tunggal dieksresikan 26

19 sebesar 80% dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap farmakokinetik nifedipin (Ashley dan Currie, 2009). Setelah pemberian dosis terapeutik secara oral, amlodipin diabsorbsi dengan baik dan kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 6 12 jam. Volume distribusi amlodipin kira-kira 20 L/kg. Waktu paruh eliminasi plasma terminal adalah jam dan konsisten pada pemberian dosis sekali sehari. Sebanyak 97,5% amlodipin dalam sirkulasi terikat dengan protein plasma. Amlodipin sebagian besar dimetabolisme dihati menjadi metabolit inaktif, diekskresikan melalui urin sebesar 10% dalam bentuk tidak berubah dan 60% sebagai metabolit (Ashley dan Currie, 2009). e. Golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Golongan obat antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dianjurkan untuk pasien dialisis, karena tidak diperlukan penyesuaian dosis, semua ARB termasuk non dialyzable drugs. Misalnya: Candesartan, Losartan dan Valsartan (Sukandar, 2006). Secara farmakokinetik valsartan mempunyai distribusi sekitar 94-97% terikat oleh protein dan mempunyai volume distribusi sebesar 17 L/kg serta sebesar 13% dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (Ashley dan Currie, 2009). Saat terapi obat antihipertensi telah diberikan pada pasien maka harus dilakukan pemantauan dan di follow up serta dilakukan penyesuaian dosis sesuai kondisi pasien secara terus menerus sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan. Kunjungan lebih diperlukan pada pasien dengan hipertensi derajat 2 atau dengan penyakit penyerta. Kadar kalium dan kreatinin plasma harus dimonitor paling tidak 1-2 kali dalam 1 tahun. Setelah tekanan darah dicapai dan 27

20 stabil maka follow up biasanya dapat dilakukan dengan interval 3 6 bulan sekali, tetapi adanya penyakit penyerta seperti gagal jantung, diabetes akan mempengaruhi frekuensi kunjungan berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk memonitor perkembangan penyakit (Yogiantoro, 2006). 2.7 Program Pelayanan Kesehatan dalam Periode Pengamatan Periode JAMKESMAS JAMKESMAS merupakan program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara Nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Sasaran program/peserta JAMKESMAS adalah masyarakat miskin dan tidak mampu diseluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan (Depkes, 2009). Tujuan dalam pelaksanaan JAMKESMAS ini dibagi menjadi dua, yaitu: a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum program JAMKESMAS adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh pasien JAMKESMAS. b. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus program JAMKESMAS ini adalah: a. memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta diseluruh jaringan JAMKESMAS 28

21 b. mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya c. terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan aktual (Depkes, 2009) Periode BPJS Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa BPJS diselenggarakan oleh empat BPJS, yaitu PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN, PT. ASABRI, dan PT. ASKES, kedepan BPJS dilaksanakan oleh dua BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Zaelani, 2012). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1 Januari BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 3 menyatakan bahwa tujuan dari BPJS adalah untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk Indonesia (Idris, 2014). 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan yang sesuai dengan managemen hipertensi (James, et al., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan yang sesuai dengan managemen hipertensi (James, et al., 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi Hipertensi adalah kondisi paling umum yang dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika tidak segera diobati atau ditangani. Pasien juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Hipertensi 1. Definisi Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi 140/90 mmhg pada pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel (Wilson, 2005) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini adalah penyakit gagal jantung (Goodman and Gilman, 2011). Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor resiko yang telah diketahui untuk Cardiovascular Disease (CVD) dan progresi penyakit ginjal. Proteinuria umumnya terjadi pada pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN KESESUAIAN GAMBARAN ULTRASONOGRAFI GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KADAR KREATININ PLASMA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. RSUD DR M.M Dunda Limboto pada bulan Januari Juni 2012, 70 kasus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebut CKD (Chronic kidney disease) yang sudah mengalami tahap hemodialisis

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease 2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal akut yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal Ginjal Kronik menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A

FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A FARMAKOKINETIK KLINIK ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA G I N A A R I F A H : : A S T I Y U N I A : : YUDA :: R I F N A AMINOGLIKOSIDA Senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat lewat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien stoke akut di bangsal rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Perjalanan penyakit ginjal stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Pasien Hipertensi di Puskesmas Kraton dan Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antihipertensi yang dapat mempengaruhi penurunan

Lebih terperinci

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut: PENDAHULUAN Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut: 1. Etiologi GGK yang dapat dikoreksi misal: - Tuberkulosis saluran kemih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat didefinisikan sebagai pengganti ginjal. Di seluruh dunia, jumlah yang menerima terapi pengganti ginjal

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa. 1 Secara

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul telah ditemukan sebanyak 36 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi. Peneliti

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk PENDAHULUAN Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme, dengan kata lain diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor resiko

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor resiko BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan prospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kondisi jangka panjang ketika ginjal tidak dapat berfungsi dengan normal dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs, I. PENDAHULUAN Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi telah menjadi penyebab kematian yang utama dari 57,356 penduduk Amerika, atau lebih dari 300,000 dari 2.4 milyar total penduduk dunia pada tahun 2005. Selebihnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Farida Rahmawati, Anita Agustina INTISARI Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI.

SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI. SOAL SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL ILMU PENYAKIT DALAM FK UNILA, SEMESTER GANJIL. MATA KULIAH : HIPERTENSI, GAGAL GINJAL DAN GERIATRI. Pilihlah satu jawaban yang benar : 1. Seorang wanita dengan umur 70 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ ekskresi utama di samping hati. Fungsi yang paling penting adalah untuk membuang racun, membuang kelebihan garam dan air dalam bentuk urine (Stein,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi hipertensi di negara berkembang sekitar 80% penduduk mengidap hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2007 adalah 32,2% dan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hipertensi atau darah tinggi adalah suatu kelainan asimptomatis (tanpa gejala) yang ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi dalam waktu yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS dr HM Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Farmakologi FK UNLAM Banjarbaru PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK Perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh, maupun enzim yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada dinding pembuluh darah yang dipengaruhi oleh volume darah, kelenturan dinding, dan diameter pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah National Kidney Foundation menyebutkan tekanan darah tinggi adalah penyebab utama gagal ginjal kronik. Seiring waktu, tekanan darah tinggi bisa merusak pembuluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Isnaini, S.Si, M.Si, Apt. Tujuan Instruksional: Mahasiswa setelah mengikuti kuliah ini dapat: Menjelaskan secara benar tujuan pemantauan obat dalam terapi Menjelaskan secara benar cara-cara pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Penderita penyakit - penyakit ginjal kronik (PGK) mempunyai resiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya, resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI REAKSI OBAT YANG MERUGIKAN DAN OBAT SALAH PADA PASIEN HIPERTENSI PRIMER DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOGIRI TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita penyakit diabetes mellitus di seluruh dunia meningkat dengan cepat. International Diabetes Federation (2012) menyatakan lebih dari 371 juta jiwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Awitan gagal ginjal dapat terjadi

Lebih terperinci