PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL ISLAMI TERHADAP SIKAP PERMISIF TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA. Mulianti Widanarti H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL ISLAMI TERHADAP SIKAP PERMISIF TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA. Mulianti Widanarti H."

Transkripsi

1 PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL ISLAMI TERHADAP SIKAP PERMISIF TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA Mulianti Widanarti H. Fuad Nashori Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam IndonesiaYogyakarta wida.mulia@gmail.com; fuadnashori@yahoo.com Abstract This study aimed to determine the effect of Islamicsexual education to permissive behaviour towards teenager premarital sexual behavior. Subject in this research were 30 student of class VIII SMP " X " Sleman, which was divided into two groups the experimental group and control group.the data was collected using The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale, interviews and observations. The research design used was pre post control group design. Analysis of the study were quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis using the Mann Whitney to determine attitude toward premarital sexual behavior after a given Islamic sexual education. The qualitative analysis was done based on observation, interviews and worksheets. The result of analysis, post test Z= , P= 0,000 (nilai sig < 0,05) and the follow up the value of Z= , P= 0,000 (nilai sig < 0,05). The coclusion of this study is that there is a difference between the control group and the experimental group after the intervention of Islamic sexual education. This is consistent with the result of the calculation of effect size -0,81 meaning Islamic sexual education gives high impact on permissive behaviourtowards teenager premarital sexual behavior. Keywords: Islamic sexual education, permissive behaviour, premarital sexual behavior Besarnya jumlah remaja di Indonesia makin menambah besarnya jumlah permasalahan yang ditimbulkan oleh remaja sebagai akibat dari kompleksnya permasalahan pada masa transisi remaja. Adanya peningkatan dorongan seksual dan perubahan yang alami terjadi pada masa remaja terkadang menimbulkan masalah yang cukup serius. Banyaknya remaja yang terlibat dalam aktivitas seksual sering ditimbulkan sebagai akibat dari sikap permisif, eksperimentasi seksual, dan minimnya informasi yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual sehingga seringkali menimbulkan ancaman terhadap kesehatan reproduksi dan perilaku seksual yang beresiko pada remaja (Haryanto & Suarayasa, 2013). Berkaitan dengan banyaknya populasi remaja saat ini pula, para peneliti banyak yang tertarik menangani permasalahan aktivitas seksual pada remaja (Shaw, 2009). Aktivitas seksual di kalangan remaja mendapat perhatian nasional karena konsekuensi yang ditimbulkan telah menjadi beban sosial yang sangat besar, seperti kehamilan tidak diinginkan pada remaja dan infeksi menular seksual (Wibawanti, 2013) Sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah sudah menjadi kecenderungan pada remaja di berbagai belahan dunia. Mereka seringkali menganggap bahwa berciuman atau bahkan berhubungan seksual sebelum menikah merupakan hal yang wajar untuk dilakukan pada saat pacaran. Sarwono (2010) menyatakan bahwa semakin permisif (serba boleh) sikap remaja, maka makin besar kemungkinan remaja melakukan hubungan seks pranikah. Dalam beberapa tahun terakhir, siswa di SMP X cenderung memiliki sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini terlihat dari gaya

2 pacaran yang dilakukan beberapa siswa. Gaya pacaran yang dilakukan tidak hanya diisi dengan sekedar mengobrol, tetapi sudah pada tahap yang lebih jauh. Beberapa siswa yang diwawancarai, misalnya H, menyatakan bahwa dalam berpacaran perilaku seperti bergandengan tangan dan berciuman adalah hal yang wajar, asalkan tidak sampai terlalu jauh seperti melakukan hubungan seksual. Hal senada juga diungkapkan oleh D dan R. Siswa-siswa kelas VIII ini mengatakan bahwa pacaran yang sehat adalah yang tidak melampaui batas, misalnya hanya berpelukan dan berciuman saja, yang melampaui batas adalah hingga melakukan hubungan intim, karena akan mengakibatkan kehamilan. Selanjutnya B siswa kelas VIII juga berpendapat bahwa berciuman, berpelukan adalah hal yang wajar dalam berpacaran. Hal itu merupakan ungkapan kasih sayang. Adapun alasan dilakukannya perilaku tersebut menurut beberapa siswi adalah sebagai ungkapan cinta kepada kekasihnya, penasaran, dan juga karena kurang mendapat perhatian dari kedua orang tua. Dianawati (2009) mengungkapkan bahwa maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja akhir-akhir ini, antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman (yang belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari buku maupun internet, bisa juga dari penjelasan orang tua yang kurang lengkap. Semua pengetahuan yang serba tanggung ini, justru membuat banyak remaja mencoba mencari tahu dengan cara melakukannya sendiri sehingga banyak remaja yang bersikap permisif dalam berperilaku seksual. Selain itu, banyak remaja yang umumnya kurang menyadari akibat yang ditimbulkan dari tindakannya tadi. Dampak yang diakibatkan dari sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah cukup serius, antara lain turunnya kesehatan mental. Hal ini justru karena adanya sikap menyesal, lebih celaka lagi bila hubungan itu menyebabkan kehamilan, perasaan bersalah menghantui mereka, kesehatan mental juga akan menurun. Bahkan, tidak jarang pelaku memilih jalan aborsi, akibat psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba saja berubah jika seorang hamil di luar nikah, dimana seorang pria aka,menjadi serorang bapak dan wanita seorang ibu padahal keduanya mungkin sama-sama belum siap baik secara jasmani maupun rohani (Rofiah, 2011) Peneliti melihat pendidikan seks sebagai sesuatu yang urgen. Pentingnya pendidikan seks seiring dengan derasnya promosi budaya liberal tentang seks, budaya hidup hedonis dan permisif. Liberalitas budaya terhadap generasi muslim mengakibatkan menurunnya keimanan, sistem etika dan tatanan nilai. Ditutupya informasi tentang seks dengan nilai agama akan mengantarkan anak dalam mencari informasi tentang seks dari sumber yang tidak bertanggung jawab. Dalam Islam, upaya mengatasi kebutuhan seksual sebelum menikah dilakukan secara preventif. Beberapa ayat al-qur an dapat dijadikan dasar dalam memberikan pengetahuan tentang masalah seksual. Oleh sebab itu, peneliti memilih untuk menggunakan pendidikan seksual Islami sebagai intervensi dalam penelitian ini. Materi dalam pelatihan ini antara lain adalah pemahaman konsep tentang pendidikan seksual Islami beserta aplikasinya dalam dunia pendidikan untuk menurunkan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Metode yang digunakan dalam pelatihan adalah ceramah interaktif, refleksi, exercise, games, dengan prinsip

3 experiential learning (belajar berdasarkan pengalaman). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada penurunan sikap permisif terhadap perilaku seks pranikah setelah mengikuti program pendidikan seksual Islami. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan menggunakan variabel bebas berupa pendidikan seksual Islami, variabel tergantung berupa sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Rancangan ekperimen yang digunakan adalah pre-post control group design. Pada desain ini, diawal penelitian dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung pada subjek. Kemudian setelah diberikan perlakuan dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel tergantung pada subjek dengan alat ukur yang sama (Seniati dkk, 2005). Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tabel 1. Rancangan eksperimen Kelompok Prates Perlakuan Pascates Tindak lanjut KE Y1 X Y2 Y3 KK Y1 - Y2 Y Keterangan : KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol Y1 : Pengukuran Prates Y2 : Pengukuran Pascates Y3 : Pengukuran Tindak Lanjut X : Perlakuan Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa SMP X Sleman. Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang memiliki usia antara tahundan beragama Islam. Sebanyak 15 siswa masuk kelompok eksperimen dan sebanyak 15 siswa masuk kelompok control. Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akan dianalisis secara kuantitatif, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalahthe Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Data untuk analisis kualitatif diperoleh berdasarkan hasil observasi partisipan selama mengikuti pendidikan seksual Islami, data lembar-lembar kerja yang diberikan, dan data evaluasi partisipan setelah mengikuti pendidikan seksual Islami. The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale pada penelitian ini dibuat untuk digunakan sebagai alat ukut mengungkap sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah siswa. The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scaleterdiri dari 12 pernyataan. Setiap pernyataan yang mengacu salah satu dari tiga perilaku seksual yaitu berciuman, petting dan berhubungan seksual yang dilakukan dalam keadaan emosional tertentu (bertunangan, jatuh cinta, perasaan kasih sayang yang kuat, tidak merasa sayang) (Walton,2005). Intervensi Intervensi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pendidikan seksual Islami yang akan dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri dari 5 sesi, dimana setiap sesi membutuhkan waktu kurang lebih menit. Kelompok eksperimen akan mendapat pendidikan seksual Islami terlebih dahulu, didahului prates, kemudian dilakukan pengukuran pascates dan tindak lanjut dengan menggunakan The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Sementara itu kelompok control bertindak sebagai waiting list. Mereka diberi perlakuan setelah semua pengukuran, baik prates, pascates,

4 subjek 1 subjek 3 subjek 5 subjek 7 subjek 9 subjek 11 subjek 13 subjek 15 maupun tindak lanjut, sudah selesai. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan pada kelompok eksperimen pasca perlakuan dan kelompok kontrol yang belum mendapat perlakuan saat dilakukan pengukuran The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif yang digunakan untuk menguji data-data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis Uji Mann- Whitney. Analisis data ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan seksual Islami terhadap sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa kelas VIII SMP X Yogyakarta Analisis secara kualitatif.analisis kualitatif dilakukan secara individual dan bertujuan untuk menjelaskan prosesproses pendidikan seksual Islamiyang dialami masing-masing individu.analisis ini dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari observasi yang dilakukan terhadap partisipan selama mengikuti pendidikan seksual Islami data lembarlembar kerja yang diberikan dan data evaluasi partisipan setelah mengikuti pendidikan seksual Islami. HASIL PENELITIAN Deskripsi Partisipan Ada perbedaan skor The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale pada setiap pengukuran. Hal ini terlihat dari table di bawah ini : Grafik 1.Perbandingan skor The ReissPremarital Sexual Permissiveness scale siswa sebelum pelatihan, setelah pelatihan dan enam minggu setelah pelatihan. Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian Subjek Pra tes Kategori Pascates Kategori Tindak lanjut prates pascates tindak lanjut Kategori Kelompok Eksperimen Subjek 1 27 S 21 R 16 R Subjek 2 34 S 23 R 22 R Subjek 3 24 S 19 R 14 R Subjek 4 23 R 22 R 14 R Subjek 5 30 S 17 R 12 R Subjek 6 35 S 17 R 22 R Subjek 7 30 S 22 R 20 R Subjek 8 25 S 21 R 14 R Subjek 9 27 S 17 R 15 R Subjek S 17 R 14 R Subjek S 19 R 18 R Subjek S 17 R 13 R Subjek S 22 R 20 R Subjek S 17 R 14 R Subjek S 17 R 12 R Kelompok Kontrol Subjek 1 33 S 27 S 28 S Subjek 2 32 S 27 S 28 S Subjek 3 33 S 29 S 30 S Subjek 4 25 S 28 S 27 S Subjek 5 24 S 23 R 22 R Subjek 6 24 S 21 R 22 R Subjek 7 24 S 26 S 27 S Subjek 8 24 S 28 S 27 S Subjek 9 23 R 23 R 22 R Subjek R 21 R 22 R Subjek R 23 R 24 S Subjek R 22 R 22 R Subjek S 26 S 27 S Subjek S 26 S 27 S Subjek S 22 R 22 R Angka pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen terjadi penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah yang lebih rendah pada pengukuran setelah diberikan pendidikan seksual islami (pascates) maupun enam minggu setelah pendidikan seksual islami (tindak lanjut).

5 Hasil Analisis Kuantitatif Setelah dilakukan uji normalitas diperoleh data tidak berdistribusi normal. Dengan demikian maka analisis hasil dilakukan dengan uji mann-whitney. Priyatno (2012) mengatakan uji mannwhitney ini digunakan untuk menguji perbandingan dua rata-rata kelompok sampel yang independen. Analisis ini termasuk non parametrik sehingga tidak mensyaratkan data berdistribusi normal. Dari data pascates The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale siswa diketahui nilai Z= dengan p= 0,000 (nilai sig < 0,05). Hal ini berarti hipotesis diterima yaitu ada perbedaan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen pada saat prates (2 minggu setelah pendidikan seksual Islami). Kemudian sikap permisif terhadap perilaku seksual dilihat lagi hasilnya enam minggu setelah pelatihan (tindak lanjut) diketahui nilai Z= dengan p= 0,000 (nilai sig < 0,05) yang berarti hipotesis diterima yaitu ada perbedaan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada saat tindak lanjut. Seberapa jauh efektivitas pendidikan seksual Islami yang diberikan kepada kelompok eksperimen dalam menurunkan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah dapat diketahui melalui ukuran effect size. Effect size merupakan ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan, yang bebas dari pengaruh besarnya sampel. Variabel-variabel yang terkait biasanya berupa variabel respon, atau disebut juga variabel dependen. Effect size juga dapat dianggap sebagai ukuran mengenai kebermaknaan hasil penelitian dalam tataran praktis (Santoso, 2010). Kriteria yang diusulkan oleh Cohan (Santoso, 2010) besar kecilnya ukuran efek yaitu : 0 < d < 0,2 efek kecil 0,2 < d <0,8 efek sedang d > 0,8 efek besar Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh E s = -0,73 (pada saat dilakukan pengukuran pasca tes) dan E s = -0,81 (pada saat dilakukan pengukuran tindak lanjut). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan seksual Islami memberikan pengaruh yang sedang terhadap penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah (pada pengukuran pascates), dan memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah (pada saat tindak lanjut). PEMBAHASAN Pendidikan seksual islami adalah sebuah kegiatan terencana yang bertujuan untuk menurunkan sikap permisife terhadap perilaku seksual pranikah. Adapun isi dari pendidikan seksual islami mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Ulwan (2012), Madani (2003), dan Miqdad (2001) Pendekatan pelatihan dipilih karena pelatihan merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah aspek kognitif, afektif serta keahlian (Kikpatrick, dalam Salas dkk, 2001).Pendidikan seksual islami dirancang berdasarkan teori experiental learning yang menyatakan bahwa pelatihan mampu mengubah struktur kognitif, sikap serta ketrampilan yang dimiliki peserta. Salah satu kelebihan pelatihan adalah dalam pelatihan individu tidak belajar seorang diri akan tetapi belajar dalam suatu kelompok, karena pelatihan diikuti oleh lebih dari satu peserta. Diterimanya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggambarkan bahwa pendidikan seksual islami mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Dapat diartikan semakin remaja tidak mempunyai pengetahuan yang baik

6 tentang pendidikan seksual islami akan memiliki sikap permisive terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Zelnik dan Kim (Rofiah, 2011). Berdasar hasil penelitian tersebut didapatkan simpulan bahwa remaja yang mendapat pendidikan seks, tidak cenderung lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapat pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki. Selanjutnya penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hunaida (2003) bahwa aplikasi pendidikan seks islami dapat mengeliminasi beberapa penyimpangan seksual serta penanaman kebiasaan yang bermanfaat. Pada pendidikan seksual islami ini menggunakan metode yang diungkapkan oleh Ulwan (2012), yaitu penyadaran, peringatan dan pengikatan. Pada sesi pertama dilakukan penyadaran kepada peserta bahwa mereka adalah remaja muslim yang telah memasuki usia aqil baligh. Sebagai remaja yang telah memasuki usia akil baligh, mereka memiliki kewajiban-kewajiban agama yang harus dilakukan dan ditaati. Untuk memudahkan penerimaan remaja terhadap aturan aturan yang harus dilaksanakan pada saat memasuki usia aqil baligh, maka terlebih dahulu ditumbuhkan suatu kebanggaan terhadap diri mereka, yaitu identitas mereka sebagai remaja muslim. Hal yang pertama dilakukan dalam pendidikan seksual islami ini adalah dengan memberikan gambaran profil remaja muslim berprestasi. Profil dari remaja muslim tersebut adalah seorang muslimah yang ideal, di mana memiliki ketaatan dalam beribadah, berprestasi, rajin, berbakti kepada kedua orang tua dan memiliki kegiatan-kegiatan positif yang dapat meningkatkan kualitas dirinya. Selain itu, trainer juga memaparkan tentang ilmuwan-ilmuwan muslim, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Selain itu, trainer juga menerangkan Allah yang maha hebat, Al quran yang luar biasa. Yang kedua yaitu tahapan peringatan. Metode peringatan ini merupakan metode positif terbesar dalam rangka mencegah anak berbuat keji dan mungkar. Metode ini memberikan gambaran kepada anak tentang hakekat bahaya yang muncul dari hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan oleh anak dan akan tergelincir di dalam kegiatan hedonisme. Dalam pendidikan seksual Islami ini, peserta diberikan gambaran mengenai akibat-akibat yang ditimbulkan dari adanya perilaku seksual pranikah.selain itu diberikan gambaran kasus tentang perilaku seksual pranikah beserta dampaknya. Selanjutnya tahapan pengikatan, yaitu peserta diberikan pemahaman tentang adab bergaul dan disertai dengan mengajarkan bagaimana mengendalikan hawa nafsu. Di sini juga diajarkan terapi doa untuk mengendalikan hawa nafu tersebut. Upaya pengenalan pendidikan seksual islami pada siswa dilakukan dengan pendekatan pelatihan.pendekatan pelatihan dipilih karena pelatihan merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah aspek kognitif, afektif serta hasil ketrampilan atau keahlian (Kikpatrick dalam Salas dkk, 2001). Johnson dan Johnson (2001) menyatakan bahwa metode pelatihan berdasarkan prinsip experiental learning, yaitu bahwa perilaku manusia terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi untuk menambah efektivitas dan semakin lama perilaku menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis serta individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan situasi. Pada pendidikan seksual islami didasarkan pada prinsip pembelajaran experiential learning. Experiential learning sendiri ada lima tahapan, yaitu experiencing, publishing, processing, generalizing dan applying (Aryani &

7 Supriyanto, 2003). Pendidikan seksual Islami untuk mengubah sikap permisive subjek terhadap perilaku seksual pranikah, tahapan pertama experiencing yaitu di mana indvidu atau kelompok melakukan aktivitas. Pada pendidikan seksual islami ini peserta melakukan beberapa aktivitas, seperti menganalisis sebuah kasus, yaitu subjek diminta untuk menganalisis kasus tentang perilaku seksual pranikah. Setelah melakukan analisis peserta diminta untuk mempresentasikan apa yang telah ditulisnya. ada tahapan ini subjek sudah masuk pada tahapan publishing. Pada tahap ini subjek mengemukakan apa yang ia pikirkan dan rasakan setelah membaca kasus tersebut, langkah apa yang akan ia lakukan saat berada pada posisi tokoh dalam cerita tersebut. Setelah itu peserta akan masuk pada tahapan processing di mana peserta saling memberikan masukan antar sesama peserta dari hasil diskusi pada presentasi. Akhirnya peserta akan saling mengambil sisi positive sesama peserta lain. Tahapan selanjutnya, yaitu generalizing di mana peserta melihat pengalaman mereka, dan bagaimana hal itu dapat digunakan. Peserta di sini mengkaitkan cerita pada kasus tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Peserta mulai mengungkapkan perasaannya mengenai permasalahannya yang dihadapi pada kehidupan sehari hari. Semua peserta diberi kesempatan untuk berbicara dan saling memberi tanggapan dan masukan kepada peserta lain. Di sini peserta mendapatkan umpan balik yang positif dari peserta yang lain. Rose (Musyafik, 2005) menjelaskan bahwa umpan balik adalah proses memberikan kesempatan pada individu untuk memberikan informasi, observasi dan kesan tentang penampilan seseorang atau sikap umum dalam kehidupan senyatanya atau dalam suatu permainan peran. Peserta diharapkan menyadari perilakunya dan memperbaiki ke arah yang lebih baik. Goldstein (Musyafik, 2005) menyebutkan bahwa umpan balik bertujuan agar klien atau subjek mengetahui bagaimana ia mengikuti langkah-langkah yang diajarkan, pada saat dia keluar dari langkah tersebut dan pada saat ia melakukan langkah-langkah dengan baik. Selain itu umpan balik deberikan untuk mengeksplorasi pengaruh psikologis melalui permainan peran dan memberi dorongan pada klien untuk mencoba perilaku baru yang didapatkan selama perlakuan pada situasi kehidupan nyata. Tahapan akhir adalah applying. Trainer membantu peserta menerapkan apa yang sudah digeneralisasi pada tahap sebelumnya ke dalam keadaan nyata. Pada tahap ini trainer mulai mengerucutkan pendapat-pendapat peserta dan membuatnya menjadi satu harapan kecil yang ingin dicapai bersama. Di sini peserta mulai membuat action plan (komitmen pada diri) mereka kemudian menuliskan dan membacakannya. Peserta melakukan komitmen dan perilaku mereka yang baru saat sudah berada diluar pelatihan, sehingga setelah dua minggu pelatihan dilakukan pengukuran kembali. Pendidikan seksual islami memberikan beberapa manfaat bagi peserta, antara lain siswa memiliki ketrampilan untuk menjaga diri mereka dalam bergaul dengan lawan jenis, memiliki kebanggaan sebagai remaja muslim sehingga memudahkan mereka untuk bisa menerima aturan-aturan yang ada dalam al quran, menambah keinginan untuk lebih rajin dalam beribadah, dan dapat membentengi diri dari pengaruh negatif terutama seks pranikah. Penurunan sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang terjadi dalam penelitian ini dikarenakan pendidikan seksual islami mengajarkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah dan akibat-akibat yang ditimbulkan.faktor yang mendukung keberhasilan pemberian pendidikan

8 seksual islami adalah modul materi yang diberikan kepada siswa disusun secara sistematik dan menarik sehingga mempermudah subjek dalam memahami materi.disamping itu, pelatih dapat menyampaikan materi pelatihan dengan jelas dan dapat dimengerti oleh siswa. Pengalaman, penguasaan materi, kualitas interpersonal yang baik dan kerja sama antara trainer dan tim pelatihan merupakan modal utama dalam menjalankan pelatihan dengan baik. Trainer mampu memimpin pelatihan dengan baik, mampu menumbuhkan suasana keterbukaan dan keakraban diantara peserta, mampu menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah dipahami peserta, sehingga menimbulkan rasa ketertarikan dan rasa butuh peserta terhadap pendidikan seksual islami.suasana keakraban yang sudah dibangun dari awal pendidikan seksual islami memberikan dampak positive bagi peserta sehingga membuat suasana hangat dan keakraban antara peserta dan trainer tumbuh. Ketertarikan peserta terhadap materi yang disampaikan oleh trainer menimbulkan rasa ingin tahu sehingga peserta sadar akan pentingnya pendidikan seksual islami. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan seksual islami dalam penelitian ini dapat mengurangi sikap permisife siswa di SMP X. Hal ini dapat dilihat dari adanya sikap hati-hati siswa dalam berinteraksi dengan lawan jenis, siswi perempuan lebih rapi dalam mengenakan hijabnya. Berdasarkan analisis kualitatif didapatkan bahwa siswa mendapatkan beberapa manfaat selama melakukan pendidikan seksual islami seperti, memiliki kebanggaan sebagai remaja muslim, mengetahui kewajibankewajiban yang harus dilakukan saat memasuki usia akil baligh, mengetahui tentang perilaku seks bebas dan akibatnya, bagaimana menjaga pergaulan dan membuat action plan dari pendidikan seksual yang sudah dilakukan Rekomendasi Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa pendidikan seksual Islami memberikan sumbangan efektif yang besar terhadap penurunan sikap permisife siswa terhadap perilaku seksual pranikah, sehingga pihak sekolah dapat menggunakan pendidikan seksual Islami sebagai solusi dari permasalahan yang ada di sekolah. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat dijadikan dasar ilmiah untuk kajian program pelatihan pendidikan seksual Islami dalam suatu usaha preventif dan juga usaha menurunkan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja muslim.pendidikan seksual Islami dapat ditetapkan sebagai pegangan pada siswa muslim yang memiliki sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah Melihat dampak positif dari pendidikan seksual Islami, maka diharapkan pendidikan seksual Islami ini dapat terus diimplementasikan dan dikembangkan di ranah pendidikan. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian ulang (replikasi penelitian) atau dengan subjek yang berbeda dan lebih memperhatikan kepada waktu, misalnya dengan menambah waktu jam pelatihan agar permasalahan siswa lebih terperinci dan dapat terungkap dengan jelas Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian ulang dengan tema yang sama, dan dengan modul yang berbeda. Yaitu modul yang dapat digunakan oleh semua kalangan (semua agama).

9 DAFTAR PUSTAKA Ariyani, D., & Supriyanto, S. (2003). Peningkatan efektivitas tim kerja asuhan keperawatan melalui metode arung alam. Jurnal Administrasi, Kebijakan, Kesehatan 1 (3), Dianawati, A. (2009). Pendidikan seks untuk remaja.jakarta : Kawan Pustaka. Haryanto, R., & Suarayasa, K. (2013).Perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 1 Palu.Jurnal Academica. 5, Hunaida, W Pendidikan seks bagi remaja di MAM 02 Banyutengah Panceng Gresik.Surabaya : Pasca sarjana Johnson, D.W, & Johnson, F.P. (2001).Joining together: group theory and group skills.boston: Allyn & Bacon. Madani, Y. (2003). Pendidikan seks untuk anak dalam islam. panduan bagi orang tua, ulama, guru dan kalangan lainnya. (Irwan Kurniawan). Jakarta : Pustakan Zahra Miqdad, A.A.A. (2001).Pendidikan seksualitas bagi remaja : menurut hukum Islam.Yogyakarta : Mitra Pustaka Musyafik, M. (2005). Peningkatan efikasi diri melalui pelatihan outbond pada mahasiswa tingkat awal. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Priyatno, D. (2012). Belajar praktis analisis parametrik dan non parametrik dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Rofiah. (2011). Pelatihan pendidikan seks berdasarkan teori kontrol diri dari Everil untuk mengurangi sikap permisif remaja dalam berpacaran. Tesis. (tidak diterbitkan). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Salas, E., Fowlkes, J. E., Stout, R. J., Milanovich, D. M., Prince, C. (2001). Does CRM training improve teamwork skills in the cockpit? : two evaluation studies. The Journal of the Human Factors and Ergonomics Society, 41 (2), Santoso, A. (2010). Studi deskriptif effect size penelitian-penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Darma.Jurnal Penelitian, 14,1 Sarwono, S.W. (2010). Psikologi remaja.jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi,B.N. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Tunas Jaya Lestari. Ulwan, N.A. (2012). Pedoman pendidikan anak dalam Islam.Semarang : Asy-syifa Walton,M.D. (2005). Differences among athletes and non-athletes in sex role orientation and attitudes towards women: comparing results from 1982 and Electronic Theses and Disertations : The University of Maine, Digital Commons@Umaine Wibawanti, P. (2013). Efektivitas program kesehatan reproduksi melalui ceramah oleh guru terhadap peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap permisif terhadap seks pranikah pada siswa SMP. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung : Kecemasan menghadapi persalinan pertama 2. Variabel bebas : Terapi Tadabbur Al-quran B. Definisi Operasional 1. Kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : RINI INDARTI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : RINI INDARTI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH PENGARUH INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN METODE PEER GROUP MELALUI PERAN STUDENT ADVISOR PADA SISWA KELAS X DI SMK MUHAMMADIYAH II MOYUDAN TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, 9 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menilai bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN PEMBELAJARAN EKSPOSITORI TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS IV SISWA SD ATHIRAH KOTA MAKASSAR 1 Nurhadifah Amaliyah, 2 Waddi Fatimah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual di kalangan remaja yang yang belum menikah menunjukkan tren yang tidak sehat. Hal ini dapat dipengaruhi era globalisasi yang dianggap sebagai bentuk

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA ARAB PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PELATIHAN GOAL SETTING

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA ARAB PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PELATIHAN GOAL SETTING MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA ARAB PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PELATIHAN GOAL SETTING IMPROVING MOTIVATION TO LEARN ARABIC IN THE HIGH SCHOOL STUDENT WITH GOAL SETTING TRAINING Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat kematangan seksual yaitu antara usia 11 sampai 13 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG Dyan Kunthi Nugrahaeni 1 dan Triane Indah Fajari STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014 Factors Related to Adolescent Sexual Behavior in X School of Health in 2014 Eka Frelestanty Program Studi Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa dimana remaja mulai mengalami kematangan seksual, kesuburan, dan kemampuan untuk bereproduksi. Masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan remaja pada zaman sekarang berbeda dengan zaman pada tahun 90 an. Dimulai tahun 2000 hingga saat ini remaja dalam berperilaku sosial berbeda dalam mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI RONGKOP GUNUNG KIDUL TAHUN 2012

PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI RONGKOP GUNUNG KIDUL TAHUN 2012 1 PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI RONGKOP GUNUNG KIDUL TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh DWI PUTRI RUPITA SARI 201110104247 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Jurnal Mahasiswa Bimbingan Konseling. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, pp

Jurnal Mahasiswa Bimbingan Konseling. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, pp PENERAPAN LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN BIDANG PRIBADI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAMPAK PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAMPANG Suudiyah Fadjrin Prof. Dr. H. Muhari Bimbingan Konseling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangsangan dari lingkungan seperti film, TV, VCD tentang perilaku seksual serta faktor gizi menyebabkan remaja sekarang lebih cepat perkembangan seksualnya karena hormon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia 61 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat, meliputi : 1. Variabel bebas : pelatihan regulasi emosi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang pokok bagi masyarakatindonesia. Pola perilaku generasi penerus akan terbentuk melalui dunia pendidikan, selain pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (dependent) : Kecemasan ibu hamil hipertensi 2. Variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik. secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik. secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia diciptakan Tuhan dalam dua bentuk yang berbeda, baik secara fisik maupun psikis, yang kemudian diberi sebutan sebagai laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : DWI ARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ -organ

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pemberian Pendidikan Kesehatan Reproduksi Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Seks Bebas pada Remaja Kelas X dan XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Natika Dini 201510104031 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana seseorang mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI. Muhammad Arif Budiman S

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI. Muhammad Arif Budiman S Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) ISSN 2477-2240 (Media Cetak). 2477-3921 (Media Online) KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP Program Studi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN MOTIVASI BERPRESTASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN X YOGYAKARTA

PENGARUH PELATIHAN MOTIVASI BERPRESTASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN X YOGYAKARTA Naskah Publikasi Tesis PENGARUH PELATIHAN MOTIVASI BERPRESTASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN X YOGYAKARTA Program Magister Psikologi Profesi Konsentrasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Kemampuan dalam pengambilan keputusan karir, Pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : Kemampuan dalam pengambilan keputusan karir, Pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dalam memilih jurusan Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS Eny Pemilu Kusparlina (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun) ABSTRAK Pendahuluan: Angka aborsi di

Lebih terperinci

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN PEER GROUP DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai derajad Magister Psikologi

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai derajad Magister Psikologi PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai derajad Magister Psikologi Program Studi Psikologi Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal ginjal kronis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal ginjal kronis BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Terdapat dua variabel dalam penelitian tentang pengaruh terapi kognitif perilakuan religius terhadap kesejahteraan subjektif penderita gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang penuh tantangan dan terkadang sulit dihadapi, karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SEKOLAH DASAR Siti Aisah, Kartono, Endang Uliyanti Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung Sari MN, Islamy N, Nusadewiarti A Faculty of Medicine in Lampung University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai periode dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Istilah remaja dikenal dengan istilah adolesence, berasal

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, seperti yang terdapat dalam firman-nya: aturannya, karena semua sudah jelas di atur dalam Al-Qur an dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika bergaul remaja merupakan hal yang sangat berperan dalam kehidupan remaja terutama etika bergaul terhadap sesama. Melihat pergaulan remaja pada zaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah : BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung (dependent variable/ effectual variable) : kualitas hidup 2. Variabel bebas (independent

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai salah satu bagian dari kesehatan reproduksi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Merangin adalah salah satu kabupaten yang berada di Propinsi Jambi dengan ibukota berkedudukan di Bangko. Daerah merangin terdiri dari beragam suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH Siti Khotimah 1) Evin Noviana Sari 2) 1,2) Program Studi D3 Kebidanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era globalisasi. Hal tersebut membuat banyak nilai-nilai dan

Lebih terperinci

RIDA BAKTI PRATIWI K

RIDA BAKTI PRATIWI K PENGARUH PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VIII SMP N 1 KEBAKKRAMAT TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci