INVENTARISASI BIODIVERSITAS EKOSISTEM PERAIRAN SITU GEDE SEBAGAI KAJIAN DASAR PENDUKUNG KONSEP AGROEDUWISATA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR-DARMAGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVENTARISASI BIODIVERSITAS EKOSISTEM PERAIRAN SITU GEDE SEBAGAI KAJIAN DASAR PENDUKUNG KONSEP AGROEDUWISATA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR-DARMAGA"

Transkripsi

1 INVENTARISASI BIODIVERSITAS EKOSISTEM PERAIRAN SITU GEDE SEBAGAI KAJIAN DASAR PENDUKUNG KONSEP AGROEDUWISATA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR-DARMAGA DWI EVI LESTIANA PUTRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan ini. Bogor, 2 Agustus 2010 Dwi Evi Lestiana Putri C

3 RINGKASAN Dwi Evi Lestiana Putri. C Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga. Di bawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan Sigid Hariyadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serta tingkat potensi dari Situ Gede, tingkat biodiversitas dari Situ Gede, dan arahan yang tepat bagi tercapainya pengelolaan dan pengembangan konsep agroeduwisata kampus IPB-Darmaga. Penelitian dilaksanakan di Situ Gede pada bulan Maret-Juni tahun Pengambilan contoh dilaksanakan sebanyak tiga kali dengan periode pengambilan contoh setiap tujuh hari sekali. Analisis data yang dilakukan terdiri dari tiga bagian yaitu kualitas air, indeks biologi, dan potensi bagi pengembangan agroeduwisata di Situ Gede. Berdasarkan hasil pengamatan yang yang telah dilakukan, diketahui bahwa Situ Gede memiliki potensi alamiah baik yang yang berupa abiotik maupun biotik. Potensi alamiah abiotik Situ Gede relatif menunjukkan bahwa saat ini perairan Situ Gede telah mengalami pencemaran. Diduga hal ini terjadi karena Situ Gede mendapatkan masukan yang cukup tinggi baik bahan organik maupun anorganik dari luar badan perairannya. Masukan utama yang diduga paling mendominasi bagi perairan Situ Gede adalah adanya aktivitas masyarakat sekitar Situ Gede (wilayah pemukiman). Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dapat diketahui bahwa saat ini Situ Gede telah mengalami pencemaran tingkat tinggi. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa perairan Situ Gede memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah. Hal ini terjadi karena saat ini Situ Gede telah mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi akibat adanya aktivitas masyarakat sekitar Situ Gede, pertanian, perkebunan, dan wisata. Berdasarkan nilai indeks keseragaman, didapatkan hasil bahwa perairan Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat keseragaman tinggi. Berdasarkan nilai indeks dominansi maka perairan Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat dominansi sedang hingga tinggi yang kondisi lingkungannya cenderung tidak stabil. Dapat dikatakan pula bahwa berdasarkan keadaan potensi alamiah Situ Gede, maka sebenarnya saat ini Situ Gede berada dalam kondisi yang kurang resisten dalam menerima gangguan dari luar. Salah satu gangguan dari luar tersebut adalah mulai dikembangkannya konsep wisata di Situ Gede. Ternyata berdasarkan keadaan dan kemampuan alamiah, saat ini perairan Situ Gede belum layak untuk dijadikan sebagai salah satu kawasan agroeduwisata, disamping kenyataan bahwa saat ini masyarakat sekitar Situ Gede belum mengaplikasikan konsep agroeduwisata yang lestari, berkelanjutan, dan tetap memperhatikan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan Situ Gede yang masih tercemari oleh keberadaan sampah organik dan anorganik dari adanya aktivitas penduduk di sekitar Situ Gede. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dan arahan untuk meningkatkan daya dukung potensi alamiah Situ Gede sebagai salah satu kawasan bagi pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata. Kata Kunci : Potensi Situ Gede, Agroeduwisata, Kualitas air, dan Indeks biologi.

4 INVENTARISASI BIODIVERSITAS EKOSISTEM PERAIRAN SITU GEDE SEBAGAI KAJIAN DASAR PENDUKUNG KONSEP AGROEDUWISATA KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR-DARMAGA DWI EVI LESTIANA PUTRI C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga : Dwi Evi Lestiana Putri : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Ujian : 2 Agustus 2010 Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat serta hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga. Tugas akhir skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni tahun 2010 di Situ Gede yang terletak di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tugas akhir skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan dari penulis. Namun demikian, penulis mengharapkan bahwa tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya pihak Institut Pertanian Bogor dalam mengembangkan ekosistem perairan Situ Gede sebagai salah satu kawasan agroeduwisata. Bogor, 2 Agustus 2010 Penulis

7 UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. dan Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta saran bagi penulis. 2. Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si. selaku dosen penguji, Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS. selaku dosen penguji tamu perwakilan komisi pendidikan program S1 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil. selaku ketua komisi pendidikan program S1 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan atas saran, nasehat, dan perbaikan bagi penulis. 3. Ir. Zairion, M.Sc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan studi S1 di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 4. Keluarga tercinta: Mama, Papa, Kak Rio, Ical, dan Tasya atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya. 5. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Lab. Biomikro 1 (BIMI 1) dan staf Lab. Produktifitas dan Lingkungan (Ibu Ana, Pak Tony, Mas Budi, Bang Aan, dan Mas Adon) atas bantuan serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Seluruh staf Tata Usaha dan civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan 7. Teman seperjuangan Kharina Savira, teman-teman Proling (Endah Febrianty, Rifky Tajudin, Denny Wahyudi, dan Oktadya Handayani), "Pelagis Besar" (Cut Karliya dan Afifah Hazrina), Genny Dina C., Edwin A.H., serta temanteman ITK (Daniel Siahaan, Aldo Fanshuri, dan M. Ismail) atas bantuan dan kerjasamanya. 8. Teman-teman MSP 43 atas kebahagiaan yang pernah terlewati selama di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) serta teman-teman MSP angkatan 42, 44, dan 45.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 4 Juli 1988 dari pasangan Bapak Muchtar H. M. Nur dan Ibu Indarosari. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Joglo 10 Pagi Jakarta Barat (2000), SLTPN 206 Jakarta Barat (2003), dan SMAN 90 Jakarta Selatan (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Avertebrata Air (2008/2009) dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Limnologi (2009/2010). Penulis aktif sebagai Bendahara II BEM TPB-IPB periode 2006/2007, Bendahara II BEM FPIK IPB periode 2007/2008, dan Bendahara Umum BEM FPIK IPB periode 2008/2009. Penulis juga pernah membuat karya tulis ilmiah dengan judul Pemanfaatan Buah Naga dan Batang Secang Sebagai Minuman Kesehatan dan Anti Oksidan tahun 2009, Pemanfaatan Daging dan Tulang Rawan Ikan Pari Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Mie Kering Siap Saji tahun 2010, Efektifitas Teknologi Akuaponik dalam Usaha Budidaya tahun 2010, dan Pengembangan Sea Farming di Gosong Kepulauan Semak Daun, Kepulauan Seribu tahun Selama di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, penulis memperoleh kesempatan untuk menjadi Mahasiswa Berprestasi pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv v 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Situ Situ Gede Karakteristik Umum Situ Biota yang Hidup di Lingkungan Situ Plankton Perifiton Benthos Nekton Tumbuhan air Biodiversitas Indeks Biologi Ekosistem Konsep Agroeduwisata METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun Pengambilan data morfometri Pengambilan contoh Kualitas air Biota akuatik Pengumpulan dan pengolahan data Kelimpahan plankton dan perifiton Kepadatan benthos Kekayaan jenis nekton Kelimpahan tumbuhan air Sosial masyarakat sekitar Situ Gede Analisis Data Kualitas air i

10 Indeks keanekaragaman Plankton dan perifiton Bentos Indeks keseragaman Plankton dan perifiton Benthos Indeks dominansi Potensi bagi pengembangan konsep agroeduwisata HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan umum dan morfometri Situ Gede Kualitas perairan Situ Gede Biota akuatik Situ Gede Plankton Fitoplankton Zooplankton Perifiton Benthos Nekton Tumbuhan air Indeks biologi Situ Gede Kondisi sosial masyarakat di Sekitar Situ Gede Persentase persepsi masyarakat Situ Gede Persentase aspirasi masyarakat Situ Gede Persentase preferensi masyarakat Situ Gede Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data morfometri yang dibutuhkan saat pemetaan Metode dan alat pengukuran parameter kualitas air menurut Eaton et al. tahun Data morfometri Situ Gede tahun Hasil pengukuran kualitas perairan di Situ Gede saat dilakukan pengamatan iii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir permasalahan bagi pengembangan agroeduwisata di Situ Gede sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga yang dikaji berdasarkan inventarisasi biodiversitas akuatik Peta lokasi penelitian Situ Gede Bathimetri Situ Gede tahun Komposisi keberadaan fitoplankton Situ Gede Komposisi keberadaan zooplankton Situ Gede Komposisi keberadaan perifiton Situ Gede Komposisi keberadaan benthos Situ Gede Persentase jumlah nekton di Situ Gede Persentase persepsi masyarakat Situ Gede Persentase preferensi masyarakat Situ Gede iv

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun Kuisioner masyarakat Situ Gede Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian Keadaan umum Situ Gede saat pengamatan Bathimetri Situ Gede saat dilakukan pengamatan Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-1 (7 Maret 2010) Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-2 ( 14 Maret 2010) Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-3 (21 Maret 2010) Hasil pengukuran kelimpahan fitoplankton (ind/l) di Situ Gede Hasil pengukuran kelimpahan zooplankton (ind/l) di Situ Gede Hasil pengukuran kelimpahan perifiton (ind/l) di Situ Gede Hasil pengukuran kelimpahan bentos (ind/m 2 ) di Situ Gede Indeks biologi di Situ Gede Beberapa biota yang ditemukan di Situ Gede v

14 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu lembaga perguruan tinggi yang secara historis merupakan bentukan dari lembaga menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan. Salah satu kampusnya terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Institut Pertanian Bogor 2006). Kampus ini sering disebut sebagai kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga. Kampus ini memiliki bentang lingkungan yang khas dan asri. Salah satu bentang lingkungan tersebut adalah terdapatnya ekosistem perairan umum. Terkait dengan keberadaan ekosistem perairan umum, turut mendorong kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga untuk mengembangkan konsep wisata. Salah satu konsep wisata yang dapat dikembangkan adalah konsep agroeduwisata yang dikaji melalui kondisi alamiah dan kekayaan biodiversitas akuatik di dalam ekosistem tersebut. Konsep agroeduwisata di Institut Pertanian Bogor-Darmaga telah diterapkan sejak tahun Konsep agroeduwisata adalah konsep kegiatan wisata untuk tujuan studi yang dapat memberi pengetahuan dan pengalaman tentang alam pertanian melalui ilmu-ilmu pertanian dalam arti luas yang mencakup pertanian bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan kehutanan, baik di dalam maupun di luar lapang (Riyani 2005 in Ireng 2007). Melalui konsep agroeduwisata, maka pemanfaatan aset dan lahan di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga menjadi optimal, disamping konsep ini turut dijadikan sebagai media wahana promosi kampus. Bentuk ekosistem perairan umum yang berada di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga berupa ekosistem danau atau situ, sungai, rawa, dan kolam. Danau atau situ tersebut antara lain adalah Situ Gede. Situ adalah salah satu bentuk ekosistem perairan tergenang yang berukuran kecil dan bersalinitas rendah atau tawar. Secara umum situ memiliki tiga nilai manfaat yaitu nilai ekologis, ekonomis, dan sosial budaya (Puspita et al. 2005). Dalam konteks kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga sebagai salah satu lembaga pendidikan bidang pertanian, ketiga nilai manfaat dari situ khususnya Situ Gede dapat dikembangkan dan diperoleh melalui konsep

15 2 agroeduwisata. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya surat Keputusan Kepala Kelurahan Situ Gede Nomor 147.3/04/KEP/IV/2007 yang menetapkan Situ Gede sebagai kawasan wisata air dan menyetujui adanya pembentukan tim pengelola (Sari 2009). Hingga saat ini, kajian mengenai dasar pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata yang berkelanjutan di Situ Gede belum banyak dilakukan. Beberapa kajian yang telah dilakukan di Situ Gede antara lain adalah mengenai kualitas sumberdaya air di Situ Gede (Wigena 2004) dan pengelolaan kawasan wisata air (Sari 2009). Langkah awal dalam mengembangkan dan mengelola konsep agroeduwisata di Situ Gede sebagai salah satu situ di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga adalah mengetahui potensi berupa karakteristik alamiah ekosistem dan tingkat biodiversitas dari situ tersebut. Hal ini dilakukan sebagai kajian dasar yang akan mendukung tercapainya keberhasilan konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, disamping tetap menjaga terciptanya kelestarian sumberdaya dan fungsi dari situ tersebut. Berdasarkan penjabaran di atas, maka Inventarisasi Biodiversitas Ekosistem Perairan Situ Gede sebagai Kajian Dasar Pendukung Konsep Agroeduwisata Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga penting untuk dilakukan Perumusan Masalah Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga merupakan salah satu kampus yang masih dikelilingi oleh bentang lingkungan yang khas dan asri. Bentang lingkungan tersebut, salah satunya adalah ekosistem perairan umum. Ekosistem perairan umum dapat berupa danau, sungai, rawa, situ, atau kolam (Irwan 1997). Situ Gede, Situ Panjang, Situ Burung, Situ Perikanan, dan Sungai Cihideung merupakan beberapa bentuk ekosistem perairan umum yang berada di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Di antara beberapa ekosistem perairan umum tersebut, Situ Gede merupakan salah satu situ yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai sumber air irigasi di Desa Situ Gede dan Desa Cikarawang, sumber air sumur masyarakat Desa Situ Gede, pengendali banjir, habitat berbagai jenis biota akuatik, daerah resapan air, lokasi penelitian, dan lokasi wisata.

16 3 Saat ini, Situ Gede dihadapkan dengan permasalahan yang akan mengancam keberadaan dan kelestariannya. Permasalahan tersebut terjadi akibat adanya pengaruh proses indigenous, pengaruh proses exsogenous, dan pola pemanfaatan Situ Gede. Proses indigenous adalah proses yang terjadi secara alamiah di dalam badan perairan Situ Gede. Contoh dari adanya proses indigenous adalah proses nitrifikasi. Proses exsogenous adalah proses yang terjadi di luar badan perairan Situ Gede. Contoh dari adanya proses exsogenous adalah ketersediaan bahan organik di luar badan perairan Situ Gede yang apabila kadarnya berlebihan akan menyebabkan eutrofikasi di Situ Gede. Bahan organik tersebut dapat berasal dari sampah akibat kegiatan masyarakat (antropogenik), limbah cair, limbah kegiatan pertanian, perkebunan, dan perikanan yang berada di sekitar ekosistem perairan Situ Gede. Salah satu pola pemanfaatan Situ Gede saat ini adalah mulai dikembangkannya Situ Gede sebagai salah satu kawasan wisata. Terkait dengan kegiatan wisata, berikut adalah diagram alir permasalahan bagi pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata di Situ Gede sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga yang dikaji berdasarkan inventarisasi biodiversitas akuatik (Gambar 1). Pengaruh Indigenous Pengaruh Eksogenous Pola Pemanfaatan Ekosistem Perairan Situ Gede Konsep Agroeduwisata di Insitut Pertanian Bogor Karakteristik Biodiversitas Potensi Gambar 1. Diagram alir permasalahan bagi pengembangan agroeduwisata di Situ Gede sekitar kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga yang dikaji berdasarkan inventarisasi biodiversitas akuatik

17 4 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata ialah segala kegiatan perjalanan yang dilakukan dengan maksud menikmati atraksi alam dan budaya. Salah satu konsep dari pengembangan dan pengelolaan wisata adalah agroeduwisata. Agroeduwisata merupakan konsep yang saat ini sedang dikembangkan di Institut Pertanian Bogor. Konsep ini telah diterapkan di Institut Pertanian Bogor sejak tahun Tujuan khusus dari konsep agroeduwisata adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada wisatawan mengenai bidang pertanian dalam arti luas. Bidang pertanian tersebut diantaranya adalah kegiatan perikanan dan perairan yang dapat dilakukan di ekosistem perairan situ. Situ Gede diduga dapat dijadikan sebagai lokasi untuk mengaplikasikan konsep agroduwisata, khususnya terkait agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Melalui agroeduwisata, diharapkan masyarakat sekitar Situ Gede dan kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga mampu mengoptimalkan pemanfaatan aset dan lahan yang tersedia menjadi pusat pendidikan, penelitian, dan sarana rekreasi. Pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata berbasis biodiversitas akuatik di Situ Gede sekitar kampus Institut Pertanian Bogor- Darmaga pada akhirnya diharapkan akan mendukung pemasukan ekonomi masyarakat sekitar situ dan kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, disamping tetap menjaga keasrian ekosistemnya agar tetap berkelanjutan dalam upaya pelestarian Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, potensi, dan tingkat biodiversitas dari ekosistem perairan Situ Gede, sehingga akhirnya dapat dijadikan sebagai informasi dasar untuk menentukan arahan yang tepat bagi tercapainya pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor.

18 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ Situ adalah salah satu bentuk ekosistem perairan tergenang yang berukuran kecil dan bersalinitas rendah atau tawar. Istilah situ biasanya digunakan oleh masyarakat Jawa Barat untuk sebutan danau kecil (Puspita et al. 2005). Situ merupakan suatu wadah atau genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, dimana airnya berasal dari air tanah atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang potensial serta keberadaannya harus tetap dijaga (Alkadri & Suhandojo 1999). Situ merupakan perairan tergenang yang proses terbentuknya terdiri dari dua macam yaitu secara alami dan secara buatan. Secara umum situ memiliki tiga nilai manfaat yaitu nilai ekologis, ekonomis, dan sosial budaya. Nilai manfaat ekologis dari situ adalah sebagai habitat dari berbagai jenis flora dan fauna, pengatur hidrologis, dan penjaga sistem serta proses alami yang terjadi di alam. Nilai manfaat ekonomis dari situ adalah penghasil sumberdaya alam, energi, sumber air, sarana wisata, serta olahraga. Nilai manfaat sosial budaya dari situ adalah situ merupakan sarana bagi pengembangan pola kehidupan, kebudayaan, serta sebagai penentu sumber mata pencarian masyarakat sekitar (Puspita et al. 2005) Situ Gede Situ Gede merupakan salah satu situ yang terletak di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Letaknya adalah ± 8 km dari Kota Bogor ke arah barat dengan ketinggian 210 meter dari pemukaan laut. Secara administratif, Situ Gede terletak di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Batas wilayah sebelah utara Situ Gede adalah kawasan hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, sebelah barat dan selatan adalah kawasan pemukiman penduduk, dan sebelah timur adalah kolam warga (Kelurahan Situ Gede 2010). Saat ini Situ Gede dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi dan masyarakat di Desa Situ Gede dan Desa Cikarawang, pengendali banjir, habitat berbagai jenis biota, lokasi penelitian, daerah resapan air, dan lokasi wisata. Terkait dengan

19 6 kegiatan wisata, macam kegiatan yang saat ini telah dikembangkan di Situ Gede adalah rekreasi memancing, bersepeda air, dan duduk santai. Sebelum dikembangkan sebagai kawasan wisata air, Situ Gede terkenal dengan ritual kegiatan "Bongkar Setu". Ritual ini merupakan kegiatan tahunan yang diadakan setahun sekali menjelang bulan ramadhan. Kegiatannya berupa pemanenan ikan secara massal yang diikuti oleh penduduk sekitar Situ Gede dengan cara menebarkan jala. Namun sejak dikeluarkannya surat Keputusan Kepala Kelurahan Situ Gede Nomor 147.3/04/KEP/IV/2007 mengenai penetapan Situ Gede sebagai kawasan wisata air dan menyetujui adanya pembentukan tim pengelola, ritual "Bongkar Setu" mulai ditiadakan dan diganti dengan pengelolaan wisata air yang lebih intensif seperti dijalankannya usaha sepeda air. Lahan di sekitar kawasan ekosistem perairan Situ Gede dimanfaatkan untuk permukiman penduduk, kawasan hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, lokasi perkebunan, lokasi persawahan, dan kolam ikan (Kelurahan Situ Gede 2010) Karakteristik Umum Situ Sebagai ekosistem perairan tergenang, situ memiliki keadaan yang heterogen baik secara fisik, kimia, maupun biologi (Horne & Goldman 1994). Menurut Holeck (2007), hal penting dari suatu ekosistem seperti situ adalah adanya keberadaan hubungan antara kondisi fisika (seperti kecerahan perairan), kimia (seperti phosphor), dan biologi (seperti ukuran plankton). Terdapat empat aspek yang berkaitan dengan perairan situ. Aspek tersebut adalah ketersediaan cahaya, ketersediaan nutrien, struktur perairan, dan keseimbangan antara aspek-aspek tersebut dengan komunitas di dalam perairan (Moss 1988). Keragaman fisik dari situ biasanya dapat dilihat dari tingkat penetrasi cahaya dan suhu. Keragaman kimianya dapat dilihat dari nutrien, ion utama, dan kontaminan yang ada pada situ. Keragaman biologi dapat dilihat dari struktur komunitas serta fungsinya yang dihadapkan dengan variabel dinamika populasi seperti biomassa, jumlah populasi, dan laju pertumbuhan organisme. Keberadaan organisme pada situ akan tergantung pada keadaan fisik dan kimianya (Horne & Goldman 1994). Suatu ekosistem perairan akan berdampak terhadap dua hal. Hal pertama yaitu melalui keadaan fisik, maka akan menjadi suatu media bagi

20 7 organisme di dalamnya untuk melakukan proses kehidupan. Hal kedua adalah melalui keadaan kimia, maka akan dapat menyediakan nutrisi untuk memproduksi bahan organik dari bahan anorganik oleh organisme produsen primer (Ruttner (1963). Terdapat banyak parameter fisik penting dari suatu situ. Parameter tersebut antara lain tekanan air, kekentalan air, aliran pergerakan air, keberadaan cahaya, turbiditas, temperatur, dan warna perairan (Welch 1952). Parameter fisik yang terpenting pada situ adalah ketersediaan cahaya, temperatur, dan keberadaan arus yang disebabkan oleh angin. Ketersediaan cahaya pada kolom perairan merupakan faktor utama dalam mengontrol temperatur dan proses fotosintesis yang terjadi di dalam situ (Horne & Goldman 1994). Intesitas cahaya yang masuk ke dalam perairan situ akan bervariasi. Hal ini tergantung kepada keadaan musiman yang terjadi akibat penutupan awan. Seiring dengan peningkatan kedalaman, maka tingkat intesitas cahaya yang tersedia pada kolom perairan situ juga akan semakin berkurang (Horne & Goldman 1994). Dari proses fotosintesis pada perairan situ, maka akan menjamin keberlangsungan jejaring makanan di dalam situ dan ketersediaan kandungan oksigen di dalamnya. Organisme yang mampu melakukan fotosintesis pada perairan situ terdiri dari alga yang berada di dalam air (fitoplankton), alga yang menempel di suatu permukaan (perifiton), dan tumbuhan akuatik vaskular (makrophyta). Secara kimiawi, situ akan memiliki molekul dan ion yang berasal dari tanah di daratan sekitar situ, atmosfer, dan dasar perairan situ. Aktivitas manusia juga akan mempengaruhi keadaan kimiawi pada situ. Masukan limbah akibat kegiatan rumah tangga, kegiatan pertanian, limpasan tanah, dan banjir akan menambahkan mikronutrien di situ seperti nitrogen dan phosphor. Keadaan lingkungan situ khususnya secara kimia pada akhirnya akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh organisme akuatik (Horne & Goldman 1994). Terdapat banyak parameter kimiawi penting dari suatu situ. Parameter tersebut adalah keberadaan gas terlarut seperti oksigen, padatan terlarut, dan bahan organik terlarut (Welch 1952),. Keberadaan organisme pada situ akan membentuk suatu komunitas biologi yang berkaitan erat dengan struktur fisik dari situ. Struktur fisik pada perairan situ inilah yang disebut sebagai zonasi. Zona pertama pada perairan situ adalah zona litoral. Zona ini merupakan zona yang memiliki penetrasi cahaya yang memadai

21 8 dan terdapat banyak sedimen sehingga merupakan tempat hidup dari berbagai organisme akuatik seperti tumbuhan air, alga, invertebrata, ikan, dan organisme lainnya. Zona kedua adalah zona limnetik. Merupakan zona terbuka dan penetrasi cahaya mulai terbatas sehingga tidak semua kolom perairan pada situ akan memiliki intesitas cahaya yang sama. Organisme yang paling melimpah pada zona limnetik adalah invertebrata (benthos) seperti Dipteran atau Crustacea kecil. Secara umum, organisme yang sering berada pada situ adalah ikan, amphibian, plankton, benthos, tumbuhan air, bakteri, dan fungi (Horne & Goldman 1994). Menurut Odum (1993), terdapat empat kelompok penyusun utama dari perairan tawar termasuk situ. Empat kelompok tersebut adalah moluska, serangga air, udang-udangan, dan ikan. Kenyataannya banyak faktor yang akan mempengaruhi keberadaan dari organisme di suatu situ. Hal tersebut antara lain adalah keberadaan sumberdaya makanan, kestabilan lingkungan biotik dan abiotik karena adanya asosiasi geografi dan temporal, tekanan akibat pertumbuhan jumlah individu, dan kemampuan suatu individu untuk bereproduksi terhadap keadaan lingkungan situ yang mengalami perubahan (Horne & Goldman 1994). Semua hal di atas dapat diduga secara kualitatif dengan mengetahui keadaan lingkungan seperti kualitas air, iklim, dan komponen fisik habitat seperti suhu, struktur perairan situ, aliran air, dan batas toleransi lingkungan terhadap seberapa besar jumlah organisme di dalamnya (Orr & Fisher 1993) Biota yang Hidup di Lingkungan Situ Pada perairan situ juga terdapat struktur komunitas dari organisme akuatik. Organisme akuatik tersebut dapat disebut sebagai biota. Biota yang hidup di lingkungan situ tidak hanya terdapat pada dasar situ saja namun juga pada bagian permukaan situ Plankton Plankton adalah organisme yang melayang bebas di perairan, atau organisme motil baik tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton), yang pergerakannya dipengaruhi oleh aliran air. Kebanyakan plankton adalah

22 9 organisme mikroskopik, meskipun untuk sebagian jenis dapat dilihat oleh mata secara langsung (Kendeigh 1961). Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya kira-kira tergantung pada arus (Odum 1993). Menurut Prihantini et al. (2008), terdapat genus atau spesies yang sering ditemukan pada perairan situ. Genus atau spesies tersebut merupakan anggota dari lima divisi mikroalga yaitu Chromophyta dari Kelas Bacillariophyceae atau Diatom (7 genus atau spesies), Chlorophyta (22 genus atau spesies), Cyanobacteria atau Cyanophyta (14 genus atau spesies), Euglenophyta (3 genus atau spesies), dan Dinophyta (1 genus atau spesies). Terdapat sepuluh jenis genus atau spesies yang sering ditemukan pada perairan situ. Jenis genus atau spesies tersebut adalah Chlorophyceae, Charophyceae, Euglenophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, Xanthophyceae, Chrysophyceae, Bacillariophyceae, Myxophycecae, dan Rhodophyceae (Welch 1952). Peranan plankton bagi perairan situ diantaranya adalah sebagai primary producer (fitoplankton), primary consumer (zooplankton), dan sebagai dasar terbentuknya rantai makanan di suatu perairan (Simcic 2005) Perifiton Perifiton sering disebut juga aufwuchs. Perifiton adalah organisme baik tumbuhan atau binatang yang berada atau menempel pada permukaan yang menonjol dari dasar dan daun dari tumbuhan yang berakar (Odum 1993). Jenis perifiton yang sering ditemukan biasanya adalah alga biru hijau, alga hijau, dan Diatom (Weitzel 1979). Perifiton memiliki beberapa peranan bagi perairan situ. Peranan tersebut secara umum tidak berbeda jauh dengan peranan plankton bagi perairan yaitu berperan sebagai produsen primer sehingga menjadi dasar untuk terbentuknya rantai makanan di perairan (Larnet & Scott 2000) Benthos Benthos adalah organisme yang menempel pada dasar perairan (Kendeigh 1961). Benthos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Kelimpahan benthos pada suatu perairan ditentukan oleh keadaan alami dasar perairan dan vegetasi yang ada (Odum 1993). Benthos yang

23 10 sering ditemukan pada perairan situ adalah Protozoa, Hydra, Rhabdocoela, Nematoda, Rotaria, Gastrotricha, Oligochaeta, Cladocera, Copepoda, Ostracoda, Acarina, Tardigrada, dan beberapa jenis Moluska (Kendeigh 1961). Benthos memiliki peranan sebagai bioindikator terhadap perubahan lingkungan dan makanan bagi jenis nekton tertentu Nekton Nekton merupakan hewan yang berukuran besar dan pergerakannya tidak dipengaruhi oleh aliran air. Nekton yang dapat ditemukan pada perairan situ sangatlah beragam. Nekton dapat bersifat karnivora, herbivora, atau omnivora. Makanan dari nekton dapat berupa invertebrata, tumbuhan air, telur nekton lain, atau organisme nekton lainnya. Cypriniformes, Siluriformes, Perciformes, dan Anguiliformes merupakan ordo dari nekton yang sering ditemukan pada perairan tawar termasuk situ (Moss 1988). Nekton terbagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan jenis makanannya. Kelompok nekton tersebut adalah nekton Planktivorous, Benthivorous, dan Piscivorous (Lammens 1999). Sari (2009) menyatakan bahwa di dalam ekosistem perairan Situ Gede terdapat nekton jenis Sapu-sapu, Nila, Nilem, Tawes, Lele, Mas, Patin, Gabus, Betutu, dan Betok Tumbuhan air Tumbuhan air sering disebut sebagai makrofita. Tumbuhan air memiliki peran penting bagi organisme lain. Sebagai contoh adalah tumbuhan air mampu menyediakan habitat bagi ikan dan invetebrata. Keanekaragaman dari tumbuhan air sangat berhubungan erat dengan latitude suatu wilayah dan tekanan biodiversitas seperti tekanan akibat kegiatan manusia. Tumbuhan air tingkat tinggi di suatu perairan situ terdiri dari Bryophyta, Pteriodophyta, dan Spermatophyta (Welch 1952). Terdapat empat kelompok besar dari tumbuhan air yaitu Hydrophyta, Helophyta, tumbuhan di pinggiran, dan lumut-lumutan (Heino & Toivonen 2008). Terdapat empat karakter spesies dari tumbuhan air yaitu tumbuhan air mengapung, terendam, terendam sebagian, dan mencuat (Kendeigh (1961). Tumbuhan air di suatu perairan juga berperan sebagai penghasil oksigen, tempat melekatnya perifiton, dan penangkap sedimen.

24 Biodiversitas Keanekaragaman biologi sering disebut sebagai biological diversity atau biodiversitas. Biodiversitas adalah variasi dari suatu ekosistem, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang hidup. Biodiversitas pada dasarnya menyangkut biodiversitas pada persentase ekosistem, spesies, dan variasi intraspesifik (Sugandy 1995). Biodiversitas memiliki nilai manfaat baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan estetika. Menurut Smith (2007), biodiversitas akuatik adalah jumlah dan kelimpahan dari organisme yang hidupnya berada pada ekosistem akuatik. Jumlah dan kelimpahan dari suatu organisme akan meningkat seiring dengan peningkatan kekomplekan variabel habitat (Bunn & Arthington 2009). Biodiversitas akan dipengaruhi oleh persentase kesehatan dari ekosistem (Smith 2007). Biodiversitas secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor temporal, topografi, dan tingkah laku dari suatu organisme (Klopfer 1962). Selain ketiga faktor tersebut, ternyata tekanan juga mampu mempengaruhi biodiversitas. Tekanan utama yang akan mempengaruhi biodiversitas adalah perubahan pola penggunaan lahan (biasanya akibat peningkatan populasi manusia), eksploitasi sumberdaya alam (khususnya perikanan, pertanian, dan kehutanan), perubahan iklim global, dan polusi industri. Pada saat bersamaan, bioteknologi pengenalan organisme baru juga akan mengancam keberadaan organisme dan habitat tertentu. Namun ternyata, tekanan-tekanan tersebut juga mampu memberikan hal positif bagi biodiversitas. Misalnya dengan adanya aktivitas pertanian maka akan mampu mengembangkan habitat sehingga akan meningkatkan variasi spesies tertentu (OECD 2005) Indeks Biologi Ekosistem Istilah diversitas sebenarnya memiliki makna yang sama dengan kompleksitas. Namun diversitas digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman unit, sedangkan kompleksitas lebih digunakan untuk mempertimbangkan hubungan unit dan kekurangannya. Diversitas ditujukan pada berbagai aspek jumlah, macam unit, dan sifat dari organisme. Diversitas dari suatu spesies dapat ditunjukkan melalui indeks diversitas. Indeks diversitas diketahui dengan

25 12 melakukan analisis terhadap data jumlah spesies dan rerata kepadatan tiap spesies (Odum 1993). Indeks diversitas spesies adalah perbandingan antara jumlah spesies dan nilai kepentingannya seperti jumlah, biomassa, dan produktivitas dalam satu unit contoh (Odum 1971). Indeks diversitas dapat dijadikan sebagai parameter untuk mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas. Komunitas yang memiliki jumlah jenis yang lebih tinggi maka akan lebih resisten terhadap gangguan dari luar sehingga kondisinya akan tetap stabil (Odum 1993). Indeks diversitas dapat dijadikan sebagai suatu komponen untuk mengukur persentase kejenuhan dari suatu ekosistem. Suatu ekosistem dapat dikatakan sehat bila jumlah spesies di dalamnya tinggi dengan tidak ada satu spesies yang mendominasi (Mason 1981). Ketika suatu ekosistem mengalami kejenuhan, maka spesies yang relatif sensitif akan tereliminasi sehingga pada akhirnya akan mengurangi kekayaan dari ekosistem tersebut. Nilai indeks keanekaragaman berkisar dari 1 sampai dengan 3. Bila nilai indeks keanekaragaman melebihi 3, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang sehat (belum tercemar). Bila nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1-3, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem tercemar sedang. Sedangkan bila nilai indeks keanekaragaman dibawah 1, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem tercemar berat (Mason 1981). Tidak semua organisme di dalam suatu komunitas memiliki kepentingan dan fungsi yang sama bagi alam dan komunitasnya. Spesies organisme atau kelompok dari organisme, kepentingan, dan fungsinya dipengaruhi oleh aliran energi atau dampak lingkungan dari spesies lain. Inilah yang disebut sebagai dominansi ekologis. Dalam mengetahui seberapa besar dominansi pada suatu spesies organisme, maka dapat diketahui melalui indeks dominansi. Dominansi dari suatu spesies dapat berupa dominansi dalam aspek jumlah organisme, produksi, dan biomassa (Odum 1971). Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilainya mendekati 1 berarti di dalam komunitas tersebut terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, dan apabila nilainya mendekati 0 maka di dalam struktur komunitas tersebut tidak terdapat spesies yang secara ekstrim

26 13 mendominasi spesies lainnya. Menurut Pirzan & Pong (2008) serta Odum (1993), nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks keseragaman semakin rendah maka terjadi penurunan keseragaman populasi sehingga penyebaran organismenya menjadi tidak sama. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis, dan dominansi dari suatu ekosistem adalah pencemaran baik yang bersifat fisik ataupun kimawi, perusakan habitat alami, dan perubahan iklim (Parama et al. 2002) Konsep Agroeduwisata Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata ialah segala kegiatan perjalanan yang dilakukan dengan maksud menikmati atraksi alam dan budaya. Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang mampu menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah tertentu. Objek dan daya tarik wisata merupakan sumberdaya potensial yang dapat dikembangkan melalui penyediaan aksesibilitas dan fasilitas. Oleh karena itu, suatu potensi daya tarik wisata dapat dikembangkan agar kegiatan wisata dapat diwujudkan. Klasifikasi daya tarik wisata terbagi menjadi daya tarik alam, budaya, dan buatan manusia. Jenis objek dan daya tarik wisata terbagi menjadi dua yaitu alam dan sosial budaya (Marpaung 2002). Suatu ekosistem akan memiliki nilai berupa nilai kegunaan dan nilai non kegunaan. Nilai non kegunaan pada akhirnya akan mendukung nilai kegunaan. Nilai non kegunaan berupa keberadaan organisme, biodiversitas, dan keadaan budaya masyarakat sekitar. Nilai kegunaan berupa pengembangan wisata, pengendali banjir, transportasi, nilai estetika, dan pengontrol polusi (The National Academy and Science 2004). Dalam kenyataannya, suatu usaha pengembangan wisata akan bergantung terhadap keadaan alamiah dari lingkungan (baik yang bersifat biotik maupun abiotik) dan kebudayaan masyarakat sekitar yang akan berhubungan dengan lingkungan tersebut (Tisdell 1998). Pengembangan dan pengelolaan wisata yang berkelanjutan akan berhubungan terhadap kegiatan konservasi lingkungan.

27 14 Melalui studi mengenai keadaan biodiversitas, diupayakan mampu menjadi kajian dasar pendukung bagi pengembangan konsep wisata. Salah satu konsep wisata (nilai kegunaan) yang dapat dikembangkan dari keadaan biodiversitas (nilai non kegunaan) adalah konsep agroeduwisata. Agroeduwisata adalah kegiatan wisata untuk tujuan studi yang dapat memberi pengetahuan dan pengalaman tentang alam pertanian melalui ilmu-ilmu pertanian dalam arti luas yang mencakup pertanian bercocok tanam, peternakan, perikanan, kehutanan, baik di dalam maupun di luar lapang (Riyani 2005 in Ireng 2007). Konsep agroeduwisata telah diterapkan di kampus Institut Pertanian Bogor sejak tahun Konsep ini dikembangkan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 154 tertanggal 26 Desember 2000 yang menetapkan Institut Pertanian Bogor sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Melalui peraturan ini maka kampus Institut Pertanian Bogor dapat menyelenggarakan kegiatan yang bersifat otonom (Institut Pertanian Bogor 2006). Objek wisatawan dari konsep agroeduwisata Institut Pertanian Bogor adalah civitas akademika, masyarakat luar (yang berasal dari kunjungan tamu), dan masyarakat sekitar kampus Institut Pertanian Bogor. Hingga saat ini terdapat delapan lokasi yang sering dijadikan sebagai tempat untuk mengaplikasikan konsep agroeduwisata. Lokasi tersebut adalah Taman Rektorat, Danau LSI, Kebun Lapang Cikabayan, Instalasi Kebun Obat Biofarmaka, Kolam Ikan Fakultas Perikanan, Hutan Sengon, Museum Serangga, dan University farm di Desa Cikarawang. Macam kegiatan dari konsep agroeduwisata Institut Pertanian Bogor antara lain adalah belajar dan bermain di kebun untuk bercocok tanam, melihat koleksi tumbuhan hias dan tumbuhan pertanian, mengenal alat pertanian, menonton video tentang serangga, bermain bebas di hutan, serta melihat proses kimia di laboratorium. Terkait dengan perairan situ, macam kegiatan yang dapat dikembangkan adalah melihat koleksi biota air, bermain bebas di sekitar situ, keliling (touring) ekosistem perairan situ, menonton video mengenai pengambilan contoh air dan biota, rekreasi memancing, dan rekreasi penyebaran benih ikan. Konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor bertujuan sebagai wahana promosi kampus, sarana pendidikan, pengembangan kewirausahaan, serta pemberdayaan masyarakat secara terpadu.

28 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini berada pada titik koordinat 6 33' 8,1" LS dan ' 46,5" BT. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juni tahun Keadaan sekitar Situ Gede dan stasiun pengambilan contoh pada saat dilakukan pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Lampiran 5. 6, , ,751 (Outlet) Hutan Pemukiman Situ Gede Perkebunan Kolam warga 6,554 Pemukiman (Inlet) Kolam warga Gambar 2. Peta lokasi penelitian Situ Gede Sumber: Data primer tahun 2010 (Diolah) Kegiatan penelitian terbagi menjadi dua tahap yaitu kegiatan penelitian di lapangan dan kegiatan penelitian di laboratorium. Kegiatan di lapangan meliputi kegiatan pengambilan data morfometri, pengambilan contoh air dan biota akuatik, serta pengambilan data sosial masyarakat sekitar Situ Gede. Kegiatan di laboratorium meliputi analisis contoh air dan identifikasi biota akuatik. Analisis

29 16 contoh air dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan. Identifikasi biota akuatik dilakukan di Laboratorium Biomikro I, Bagian Produktivitas Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun Penentuan stasiun pengambilan contoh air dan biota akuatik dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik dari setiap titik di perairan Situ Gede. Penentuan stasiun dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Stasiun pengambilan contoh air dan biota disajikan pada Gambar 2. Pengambilan contoh air dan biota dilakukan secara spasial, baik horizontal maupun vertikal. Pengambilan contoh air dan biota secara horizontal dilakukan pada empat titik stasiun yang mewakili. Stasiun 1 mewakili wilayah inlet, stasiun 2 mewakili wilayah tengah, stasiun 3 mewakili wilayah tengah dekat pulau, dan stasiun 4 mewakili wilayah outlet. Pengambilan contoh air secara vertikal dilakukan pada dua titik kedalaman yaitu kedalaman permukaan dan kedalaman dasar Pengambilan data morfometri Morfometri adalah kegiatan pengukuran untuk mengetahui ukuran-ukuran dimensi dari suatu situ. Pengambilan data morfometri dilakukan untuk mengetahui keadaan dimensi permukaan dan bawah permukaan Situ Gede. Pengambilan data ini dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan tali berskala. Pengambilan data keadaan dimensi permukaan Situ Gede dilakukan dengan mengelilingi garis pantai Situ Gede menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Setelah bentuk garis pantai Situ Gede selesai diukur, selanjutnya adalah dilakukan pengukuran kontur kedalaman dengan menggunakan tali berskala secara sistematis untuk mendapatkan data keadaan bawah permukaan Situ Gede. Metode pengukuran morfometri situ mengacu pada Hariyadi et al. (1992). Data morfometri yang dibutuhkan pada saat pengamatan disajikan pada Tabel 1.

30 17 Tabel 1. Data morfometri yang dibutuhkan saat pemetaan (Hariyadi et al. 1992) No Parameter A. Dimensi permukaan 1 Panjang maksimum (Lmax) 2 Panjang maksimum efektif (Le) 3 Lebar maksimum (Wmax) 4 Lebar maksimum efektif (We) 5 Lebar rata-rata (W) 6 Luas permukaan (Ao) 7 Panjang garis keliling pantai (SL) 8 Indeks perkembangan garis pantai (SDI) 9 Insulosity (In) B. Dimensi bawah permukaan 1 Kedalaman maksimum (Zm) 2 Kedalaman relatif (Zr) 3 Kedalaman rata-rata (Z) 4 Volume Total (V) 5 Perkembangan volume danau (VD) Pengambilan contoh Kualitas air Parameter kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia. Parameter fisika terdiri dari warna perairan, kecerahan, temperatur, ph, bau, busa, debris, TSS, dan tipe substrat. Parameter kimia terdiri dari DO, BOD, nitrat, dan orthofosfat. Metode dan alat yang digunakan untuk pengukuran parameter kualitas air disajikan pada Tabel 2. Pengambilan contoh pada setiap stasiun pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu satu minggu. Pengambilan contoh dilakukan pada pukul WIB. Pengambilan contoh dilakukan pada dua titik kedalaman yaitu permukaan dan dasar perairan. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan alat Van Dorn Water Sampler bervolume 5 liter. Setelah contoh air diambil dari perairan, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol polyetilene bervolume 1 liter. Penanganan contoh parameter kualitas air secara in-situ seperti warna, kecerahan, temperatur, bau, busa, debris, DO, dan ph tidak memerlukan pengawetan secara langsung. Sedangkan penanganan contoh parameter kualitas air secara ex-situ seperti TSS, BOD, Nitrat, DHL, tipe substrat, dan Orthofosfat memerlukan pengawetan dengan bahan kimia yang mengacu pada Eaton et al. (1989).

31 18 Tabel 2. Metode dan alat pengukuran parameter kualitas air menurut Eaton et al. (2005) Nomor Parameter Unit Metode Alat 1 Warna - Visual - 2 Kecerahan Meter Visual Sechii disk 3 Temperatur 0 C Pemuaian Termometer Hg 4 ph - Visual Kertas ph 5 Bau - Penciuman - 6 Busa - Visual - 7 Debris - Visual - 8 Tipe Substrat - - Eikman grab 9 Nitrat mg/l Brucine Spektrofotometer 10 Orthofosfat mg/l Asam Ascorbid Spektrofotometer 11 DHL µmhos/cm Gravimetrik DHL-Meter 12 TSS mg/l Gravimetrik Vacuum Pump 13 DO mg/l Winkler Titrimetrik 14 BOD mg/l Modifikasi Winkler Titrimetrik Biota Akuatik Pengambilan contoh biota akuatik terdiri dari pengambilan contoh plankton, perifiton, dan benthos. Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan menggunakan alat plankton net bermata jaring 20 µm pada kolom perairan, pengambilan contoh perifiton dilakukan secara langsung dengan mengambil bebatuan atau dedaunan kemudian bebatuan atau dedaunan tersebut dikerik seluas 4 cm 2 dan diencerkan dalam 10 ml aquades, sedangkan pengambilan benthos dengan menggunakan alat Eikman grab di dasar situ sebanyak tiga kali ulangan. Penanganan sampel untuk plankton dan perifiton selanjutnya adalah diawetkan dengan menggunakan Lugol sebanyak 3 tetes, sedangkan untuk benthos adalah dengan menggunakan Formalin 5%. Pengambilan data tumbuhan air dilakukan dengan cara pengamatan secara visual, sedangkan data nekton diperoleh dengan cara melakukan wawancara terhadap 30 orang secara berkala Pengumpulan dan pengolahan data Kelimpahan plankton dan perifiton Kelimpahan plankton dan perifiton yang terdapat di Situ Gede diperoleh dengan melakukan pencacahan. Pencacahan plankton dan perifiton dilakukan

32 19 dengan mengidentifikasinya terlebih dahulu kemudian dihitung kelimpahannya menggunakan metode lapang pandang. Jumlah individu plankton dan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus menurut Eaton et al. (1989). n x V x A t cg N = (1) u x V cg x A a N adalah jumlah total fitoplankton (ind/l), n adalah jumlah rataan individu yang teramati (ind), u adalah ulangan (3), V t adalah volume air tersaring (30 ml), V cg adalah volume air dibawah coverglass (0,05 ml), A cg adalah (20x50mm 2 ), dan A a adalah luas satu lapang pandang (20x50 mm 2 ). luas coverglass Kepadatan benthos Kepadatan benthos yang terdapat di tiap situ diperoleh dengan melakukan identifikasi pada setiap jenis yang diperoleh, kemudian dihitung dengan menggunakan rumus menurut Brower & Zar (1990). X= xm n X 1000 (2) X adalah kepadatan benthos (ind/m 2 ), n adalah jumlah individu benthos jenis ke-i yang diperoleh, M adalah luas bukaan mulut Eikman Grab, x adalah jumlah ulangan, dan nilai 1000 adalah nilai konversi cm 2 menjadi m Kekayaan jenis nekton Kekayaan jenis nekton yang terdapat di Situ Gede diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap 30 orang secara berkala. Data wawancara yang diinginkan merupakan data mengenai seberapa sering jenis nekton ditangkap dan ditemukan di situ tersebut dalam satu kali penangkapan selama periode pengambilan sampel. Data yang didapatkan merupakan data yang bersifat semi kuantitatif Kelimpahan tumbuhan air Kelimpahan tumbuhan air yang terdapat di Situ Gede diperoleh dengan melakukan pengamatan secara visual. Kelimpahan setiap tumbuhan air dapat

33 20 diketahui dengan melihat persentase luas penutupan tumbuhan air terhadap luas permukaan air situ (%) Sosial masyarakat sekitar Situ Gede Keadaan sosial masyarakat sekitar Situ Gede dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kesiapan masyarakat sekitar Situ Gede dalam menerima dan mengaplikasikan konsep agroeduwisata. Keadaan ini dapat diketahui dari persentase persepsi, aspirasi, dan preferensi masyarakat sekitar Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata di Situ Gede. Persepsi adalah kesan dan penilaian masyarakat terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Aspirasi adalah pendapat dan saran masyarakat terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Preferensi adalah harapan masyarakat terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Data diperoleh berdasarkan kuisioner yang dibagikan secara acak terhadap 30 reponden di sekitar Situ Gede. Kuisioner yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat dalam Lampiran 3. Setelah data kuisioner terkumpul, kemudian data tersebut dipersentasekan. Bila hasil persentase yang diperoleh adalah 100%, maka menunjukkan bahwa 30 responden menyatakan setuju terhadap hal yang ditanyakan. Sebaliknya bila hasil persentase yang diperoleh 0%, menunjukkan bahwa tidak ada satupun responden yang menyatakan setuju terhadap hal yang ditanyakan Analisis Data Kualitas air Dalam menganalisis kualitas air, contoh air yang telah diukur dari setiap stasiun dibandingkan dengan baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 peruntukkan kelas II bagi sarana rekreasi, perikanan, pertanian, dan peternakan (Lampiran 1) serta literatur-literatur lain yang mendukung penelitian (Lampiran 2).

34 Indeks keanekaragaman Indeks keanekaragaman adalah suatu perhitungan statistik yang digunakan untuk mengukur keragaman dari satu set yang terdiri dari beragam jenis objek (Claude Shannon-Wienner in Krebs Untuk menghitung indeks keankearagaman plankton, perrifiton, benthos diperlukan keterangan yaitu H adalah indeks keanekaragaman Shannon, pi adalah ni/n merupakan komposisi organisme jenis ke-i, ni adalah jumlah organisme, dan N adalah jumlah total organisme Plankton dan perifiton Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: H = -Σ pi ln pi = -2,303Σ pi log pi (3) Bila hasil yang diperoleh 0 H 2,303 maka persentase keanekaragaman rendah dengan tekanan ekologis tinggi, 2,303 H 6,909 maka persentase keanekaragaman sedang dengan tekanan ekologis sedang, H 6,909 maka persentase keanekaragaman tinggi dengan tekanan ekologis rendah Benthos Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: H = -Σ pi log 2 pi = -3,32 Σ pi log pi (4) Bila hasil yang diperoleh 0 H 3,32 maka persentase keanekaragaman rendah dengan tekanan ekologis tinggi, 3,32 H 9,96 maka persentase keanekaragaman sedang dengan tekanan ekologis sedang, H 9,96 maka persentase keanekaragaman tinggi, tekanan ekologis rendah Indeks keseragaman Indeks keseragaman yang didapatkan merupakan turunan dari formulasi indeks keanekaragaman menurut Claude Shannon-Wienner in Odum (1971). Untuk menghitung indeks keseragaman plankton, perifiton, dan benthos

35 22 diperlukan keterangan E adalah indeks keseragaman dan S adalah jumlah spesies atau genus organisme Plankton dan perifiton Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: H ' H ' E = = (5) ln s 2,303log S Benthos Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: H ' H ' E = = (6) log 2s 3,32 log S Baik untuk plankton, perifiton, maupun benthos memiliki kisaran 0 E 0,4 maka keseragaman rendah, 0,4 E 0,6 maka keseragaman sedang, 0,6 E 1 maka keseragaman tinggi Indeks dominansi Berikut adalah rumus perhitungan untuk mencari nilai dominansi baik untuk plankton, perifiton, maupun benthos menurut Odum (1971) dengan keterangan C adalah indeks dominansi Simpson, pi adalah ni/n sebagai komposisi organisme jenis ke-i, ni adalah jumlah organisme, dan N adalah jumlah total organisme. C = Σ pi² (7) Bila hasil yang diperoleh 0 C 0,4 maka dominansi rendah, tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya, kondisi lingkungan stabil, tidak terjadi tekanan ekologis terhadap biota di lingkungan tersebut. Bila 0,4 C 0,6 maka dominansi sedang, kondisi lingkungan cukup stabil. Bila 0,6 C 1 maka dominansi tinggi, terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya, kondisi

36 23 lingkungan tidak stabil, terjadi tekanan ekologis terhadap biota di lingkungan tersebut Potensi bagi pengembangan konsep agroeduwisata Penentuan bagi pengembangan konsep agroeduwisata yang tepat di Situ Gede dapat dilihat melalui potensi alamiah dan keadaan sosial masyarakat di sekitar situ. Potensi alamiah dapat diketahui melalui dua hal. Hal pertama yaitu dari keadaan alamiah ekosistem yang dilihat melalui parameter kualitas airnya. Sedangkan hal kedua dapat diketahui melalui tingkat biodiversitas dari ekosistem. Melalui kedua hal tersebut, selanjutnya dapat diketahui tingkat kekayaan, kesehatan, dan kestabilan suatu ekosistem. Sehingga pada akhirnya, suatu potensi alamiah dari ekosistem dapat dijadikan sebagai kajian dasar untuk mendukung dan merekomendasikan pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata di Situ Gede. Melalui kajian dasar ini, suatu ekosistem dapat dikatakan layak atau tidak layak bagi pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata. Keadaan sosial masyarakat sekitar Situ Gede dapat diketahui melalui persentase persepsi, aspirasi, dan preferensi masyarakat sekitar Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata. Keadaan ini dapat diketahui dengan cara menyebarkan kuisioner secara acak terhadap 30 responden yang berada di sekitar Situ Gede. Keadaan sosial masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kesiapan masyarakat sekitar Situ Gede dalam menerima dan mengaplikasikan konsep agroeduwisata.

37 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil pengamatan yang telah dilakukan di Situ Gede pada tanggal 7 Maret 2010 hingga 21 Maret 2010 terdiri dari lima bagian. Kelima bagian tersebut terdiri dari keadaan umum dan morfometri Situ Gede, kualitas perairan (baik fisika maupun kimia) Situ Gede, biota akuatik Situ Gede, indeks biologi Situ Gede, dan keadaan sosial masyarakat sekitar Situ Gede. Hasil pengamatan ini digunakan untuk mengetahui potensi serta arah pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata di Situ Gede Keadaan Umum dan morfometri Situ Gede Situ Gede merupakan salah satu situ yang terletak di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Secara administratif, Situ Gede terletak dalam wilayah Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Batas wilayah sebelah utara dari Situ Gede merupakan hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, sebelah barat dan selatan merupakan kawasan pemukiman penduduk, dan sebelah timur merupakan kolam warga. Pengelolaan Situ Gede berada di bawah Pemerintah Kotamadya Bogor. Saat ini Situ Gede dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi di Desa Situ Gede dan Desa Cikarawang, air sumur bagi masyarakat sekitar Desa Situ Gede, pengendali banjir, habitat berbagai jenis biota, lokasi penelitian, resapan air, dan lokasi wisata. Lahan di sekitar kawasan wisata air Situ Gede dimanfaatkan untuk permukiman penduduk, hutan, lokasi perkebunan, lokasi persawahan, dan kolam ikan. Melalui pola pemanfaatan ini, maka dapat diduga bahwa saat ini Situ Gede berpeluang untuk mengalami penyuburan akibat adanya masukan bahan organik dan anorganik. Sumber air Situ Gede berasal dari air hujan, mata air yang berada di tengah situ, dan empat buah inlet. Inlet tersebut terdiri dari dua buah kolam warga dan dua buah inlet yang berasal dari aliran bendung Cibanten dan bendung Cibenda. Keadaan umum Situ Gede pada saat dilakukan pengamatan dapat dilihat dalam Lampiran 5. Hasil pengolahan data morfometri di Situ Gede pada saat dilakukan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3.

38 25 Tabel 3. Data morfometri Situ Gede tahun 2010 No Parameter Nilai A. Dimensi permukaan 1 Panjang maksimum (Lmax) m 2 Panjang maksimum efektif (Le) 517,5 m 3 Lebar maksimum (Wmax) 92,5 m 4 Lebar maksimum efektif (We) 127,5 m 5 Lebar rata-rata (W) 204,16 m 6 Luas permukaan (Ao) 6,58 Ha 7 Panjang garis keliling pantai (SL) 1165 m 8 Indeks perkembangan garis pantai (SDI) 1,28 9 Insulosity (In) 0,022 % B. Dimensi bawah permukaan 1 Kedalaman maksimum (Zm) 2,8 m 2 Kedalaman relatif (Zr) 0,97 % 3 Kedalaman rata-rata (Z) 1,4 m 4 Volume total (V) m 3 5 Perkembangan volume danau (VD) 1,5 Sumber: Data primer tahun 2010 (Diolah) St. 4 (Outlet) St. 3 St. 2 St. 1 (Intlet) Gambar 3. Bathimetri Situ Gede tahun 2010

39 Kualitas Perairan Situ Gede Kualitas perairan Situ Gede dapat diduga melalui keadaan fisika dan kimia perairan. Hasil pengukuran kualitas perairan Situ Gede yang didapatkan saat dilakukan pengamatan dapat dilihat dalam Lampiran 7-9. Pengambilan data kualitas perairan Situ Gede dilakukan pada dua titik kedalaman yaitu permukaan dan dasar perairan. Hasil pengukuran kualitas perairan untuk beberapa parameter di Situ Gede pada saat dilakukan pengamatan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas perairan di Situ Gede saat dilakukan pengamatan N o Parameter Baku mutu Kisaran Pengamatan Rata-rata Pengamatan Fisika 1 Temperatur (ºC) ± TSS (mg/l) ,42 3 DHL (µmhos/cm) Tidak tercantum ,4 Kimia 4 ph 6-9 5,5-6 5,8 5 DO (mg/l) 4 4,02-7,23 5,22 6 BOD (mg/l) 3 4,73-34,66 13,08 7 Nitrat (mg/l) 10 0, ,27 8 Orthofosfat (mg/l) 0, ,05 Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa kisaran temperatur pada saat dilakukan pengamatan yaitu pada pukul WIB, pada saat kondisi cerah di Situ Gede adalah C. Titik temperatur terendah didapatkan pada pengamatan kedua yaitu 29 0 C pada stasiun 2 hingga 4 dan titik temperatur tertinggi didapatkan pada pengamatan kesatu yaitu 31 0 C pada stasiun 1 hingga 3. Bila dibandingkan dengan hasil kisaran temperatur di situ wilayah Jabodetabek menurut Prihantini et al. (2008) yaitu C, maka kisaran temperatur pada saat dilakukan pengamatan di Situ Gede masih tergolong ke dalam kisaran nilai tersebut. Hasil pengukuran nilai TSS (Total Suspenden Solid) yang didapatkan di Situ Gede berkisar antara 4-72 mg/l. Nilai TSS terendah didapatkan pada stasiun 4 (outlet) pada bagian dasar dan nilai TSS tertinggi didapatkan pada stasiun 2 pada bagian dasar. Secara umum, nilai TSS pada dasar perairan cenderung memiliki

40 27 nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TSS permukaan perairan. Bila dibandingkan dengan baku mutu yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 peruntukkan kelas II, dapat diketahui bahwa nilai kisaran TSS sebesar 72 mg/l di Situ Gede telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Akibatnya adalah keadaan air Situ Gede berdasarkan nilai TSS kurang baik untuk dijadikan sebagai air pendukung sarana rekreasi, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian. Bila dibandingkan dengan nilai TSS di Situ Gede pada tahun 2008 menurut penelitian Sari (2009) yaitu sebesar 6-23 mg/l, dapat diketahui bahwa kisaran nilai TSS di Situ Gede saat ini telah mengalami peningkatan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi air yang dapat ditentukan secara visual menggunakan Secchi disc (Horne & Goldman 1994). Nilai kecerahan perairan Situ Gede berkisar antara 0,58-1 m, dimana nilai kecerahan terendah didapatkan pada stasiun 3 dan nilai kecerahan tertinggi didapatkan pada stasiun 1 (inlet). Kisaran nilai DHL (Daya Hantar Listrik) di Situ Gede adalah antara µmhos/cm dengan nilai DHL terendah didapatkan pada stasiun 1 (inlet) pada bagian permukaan dan nilai DHL tertinggi didapatkan pada stasiun 3 pada bagian dasar. Secara umum, nilai DHL pada dasar dan permukaan perairan Situ Gede relatif sama. Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000, menyatakan bahwa nilai DHL untuk golongan C dan D (perikanan dan pertanian) adalah 2250 µmhos/cm. Sehingga berdasarkan baku mutu tersebut dapat diketahui bahwa berdasarkan nilai DHL, perairan Situ Gede masih layak untuk dijadikan perairan bagi perikanan dan peternakan. Pada stasiun 1 (inlet) selalu ditemukan busa serta minyak. Selain itu pada stasiun 1 (inlet) dan stasiun 4 (outlet) juga selalu tercium bau. Apabila suatu perairan memiliki bau maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut telah terkontaminasi. Nilai ph di Situ Gede cenderung asam. Kisaran nilai ph di Situ Gede adalah antara 5,5-6. Pada stasiun 2 dan 3 nilai ph yang didapatkan selalu menunjukan hasil yang sama di setiap pengamatan. Bila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, maka berdasarkan nilai ph, perairan Situ Gede tidak sesuai untuk kelas II dan tidak layak dijadikan sebagai sebagai air pendukung sarana rekreasi, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian. Bila dibandingkan dengan data menurut Wigena (2004) yang menyatakan bahwa nilai ph di Situ Gede adalah 6,8 dan menurut Sari (2009)

41 28 bahwa kisaran nilai ph di Situ Gede adalah 6-7,40; maka berdasarkan kedua literatur tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa saat ini perairan Situ Gede relatif mengalami penurunan nilai ph. Kisaran nilai DO(Dissolved Oxygen) yang didapatkan di Situ Gede adalah 4,02-7,23 mg/l. Secara umum, nilai DO pada bagian dasar perairan lebih rendah bila dibandingkan dengan permukaan. Bila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, maka berdasarkan nilai DO, perairan Situ Gede masih sesuai untuk peruntukkan kelas II karena kisaran nilai DO yang didapatkan berada dalam rentang baku mutu yaitu 6-8 mg/l. Hal ini juga masih sesuai dengan studi yang dilakukan sebelumnya oleh Wigena (2004) diperoleh nilai DO antara 6,6-6,8 mg/l dan berikutnya oleh Sari (2009) bahwa kisaran nilai DO di Situ Gede adalah 4,10-5,75 mg/l. Kisaran nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada Situ Gede adalah 4,73-34,66 mg/l. Menurut Horne & Goldman (1994), Situ Gede tergolong sebagai perairan terpolusi bahan organik yang tinggi. Hal ini dikarenakan, nilai BOD yang didapatkan di Situ Gede berada dalam kisaran 20 mg/l. Bila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II dan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000, maka perairan Situ Gede berdasarkan nilai BOD tidak layak untuk dijadikan sebagai kelas II, golongan C, dan golongan D. Nutrien yang diukur pada saat dilakukan pengamatan di Situ Gede terdiri dari nitrat dan orthofosfat. Nilai nitrat yang didapatkan di Situ Gede berkisar antara 0,0001-0,3342 mg/l. Nilai nitrat yang didapatkan selalu mengalami peningkatan di setiap pengamatan. Pada pengamatan 1, baik di dasar maupun permukaan perairan, nilai nitrat yang didapatkan <0,05 mg/l. Selang satu minggu kemudian, pada pengamatan 2 nilai nitrat meningkat kecuali pada stasiun 4 bagian permukaan perairan. Bila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II serta literatur menurut Horne & Goldman (1994), maka perairan Situ Gede berdasarkan nilai nitrat layak untuk dijadikan sebagai kelas II, golongan C, dan golongan D. Sedangkan bila dibandingkan dengan nilai nitrat di Danau Lido menurut penelitian Amalia tahun 2009 yaitu sebesar 0,081-0,4700 mg/l, maka nilai nitrat di Situ Gede masih tergolong sesuai. Nilai orthofosfat di Situ Gede berkisar antara 0-0,1683 mg/l. Pada stasiun 3, nilai

42 29 orthofosfat yang didapatkan selalu memberikan hasil yang paling tinggi. Berdasarkan kisaran nilai orthofosfat yang didapatkan, maka Situ Gede tergolong sebagai perairan eutrofik (Wetzel 1975) Biota akuatik Situ Gede Biota akuatik Situ Gede dapat diamati secara khusus melalui keberadaan organisme akuatik di dalamnya. Biota akuatik yang hidup di situ tidak hanya berada pada dasar situ saja namun juga pada bagian permukaan situ. Biota akuatik yang dapat diamati terdiri dari plankton (baik fitoplankton maupun zooplankton), tumbuhan air, nekton, benthos, dan perifiton Plankton Fitoplankton Kelimpahan fitoplankton yang didapatkan di Situ Gede berkisar antara ind/l (Lampiran 10). Terdapat 15 jenis fitoplankton yang ditemukan di perairan Situ Gede. Jenis fitoplankton yang ditemukan di Situ Gede didominasi oleh jenis Microcystys sp. dengan kisaran kelimpahan ind/l (Lampiran 15). Microcystys sp. adalah organisme plankton yang tergolong ke dalam kelas Cyanophyceae. Bila dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka perairan Situ Gede didominasi oleh kelas Cyanophyceae. Komposisi pengelompokkan kelas fitoplankton di Situ Gede disajikan pada Gambar 4. Clorophyceae 6,24% Dinophyceae 0,39% Desmidiaceae 15,01% Bacillariophyceae 17,61% Cyanophyceae 60,74%

43 30 Gambar 4. Komposisi keberadaan fitoplankton Situ Gede Microcystys sp. tergolong ke dalam Cyanopyceae yang tidak berfilamen. Ketika diamati melalui mikroskop, maka organisme ini akan tampak berwarna kehitaman. Organisme plankton ini akan mengalami pertumbuhan yang pesat saat kandungan silikon terbatas (Sze 1993). Saat terjadi peningkatan masukan nutrien terutama phosphor maka Microcystys sp. akan mengalami pertumbuhan. Apabila keadaan ini terus terjadi maka akan mengancam kehidupan organisme akuatik lainnya karena Microcystys sp. akan mengeluarkan racun dan menyebabkan terjadinya deplesi oksigen pada suatu perairan Zooplankton Hasil kelimpahan jenis zooplankton yang ditemukan pada setiap pengamatan dan stasiun dapat dilihat dalam Lampiran 11. Terdapat 11 jenis zooplankton yang ditemukan di Situ Gede. Jenis zooplankton yang paling sering ditemukan di Situ Gede adalah jenis Keratella sp. Keratella sp merupakan salah satu jenis dari kelas Rotifera. Karaketristik tempat hidup dari Keratella adalah dapat hidup di perairan hitam atau bahkan jernih (Heide 1982). Bila dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka perairan Situ Gede memiliki komposisi yang hampir berimbang antara Crustacea, Rotifera, dan Protozoa (Gambar 5). Protozoa 28,65% Crustacea 34,05% Rotifera 37,30% Gambar 5. Komposisi keberadaan zooplankton Situ Gede

44 31 Kelas zooplankton yang paling sering ditemukan adalah Rotifera. Kedalaman perairan dan fluktuasi kecerahan akan mempengaruhi kepadatan populasi dari Rotifera (Heide 1982). Rotifera biasanya ditemukan di perairan yang jernih bahkan hitam sekalipun. Rotifera tergolong sebagai organisme kosmopolitan yang dapat hidup pada kondisi perairan apapun (Horne & Goldman 1994). Keberadaan Rotifera di suatu perairan biasanya akan diikuti oleh keberadaan Diatom, Cyanophyceae, Clorophyceae, dan Protozoa (Welch 1952). Hal inilah yang turut pula terjadi pada Situ Gede Perifiton Perifiton sering disebut juga aufwuchs. Perifiton adalah organisme baik tumbuhan atau binatang yang berada atau menempel pada permukaan yang menonjol dari dasar dan daun dari tumbuhan yang berakar (Odum 1993). Kelimpahan jenis perifiton yang ditemukan pada setiap pengamatan disajikan dalam Lampiran 12. Didapatkan hasil bahwa terdapat 8 jenis perifiton yang ditemukan. Jenis perifiton yang paling sering ditemukan di Situ Gede adalah jenis Microcystys sp. dengan kisaran kelimpahan sebesar ind/cm 2. Terdapat empat kelas perifiton yang ditemukan di Situ Gede yaitu Desmidiaceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, dan Clorophyceae. Bila dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka perairan Situ Gede didominasi oleh kelas Cyanophyceae (Gambar 6). Clorophyceae 3,68% Desmidiaceae 29,65% Cyanophyceae 49,69% Bacillariophyceae 16,97%

45 Gambar 6. Komposisi keberadaan perifiton Situ Gede 32

46 33 Microcystys sp. adalah organisme plankton yang tergolong ke dalam kelas Cyanophyceae (Lampiran 15). Organisme plankton ini tergolong ke dalam Cyanopyceae yang tidak berfilamen. Ketika diamati melalui mikroskop, maka organisme ini akan tampak berwarna kehitaman. Organisme plankton ini akan mengalami pertumbuhan yang pesat saat kandungan silikon terbatas (Sze 1993). Saat terjadi peningkatan masukan nutrien terutama phosphor maka Microcystys sp. akan mengalami pertumbuhan. Apabila keadaan ini terus terjadi maka akan mengancam kehidupan organisme akuatik lainnya karena Microcystys sp. akan mengeluarkan racun dan menyebabkan terjadinya deplesi oksigen pada suatu perairan Benthos Kelimpahan benthos di Situ Gede berkisar antara ind/m 2 (Lampiran 13). Terdapat 3 kelas dengan 9 jenis benthos yang ditemukan. Jenis benthos yang paling sering ditemukan di Situ Gede adalah jenis Brotia testudinaria dengan kisaran ind/m 2 (Lampiran 15). Bila dikelompokkan berdasarkan kelasnya, maka perairan Situ Gede didominasi oleh kelas Gastropoda (Gambar 7). Oligochaeta 1,13% Pelecypoda 2,93% Gastropoda 95,95% Gambar 7. Komposisi keberadaan benthos Situ Gede Brotia testudinaria termasuk ke dalam famili Thiaridae. Organisme ini dikenal juga sebagai susuh dalam bahasa Jawa Barat. Kelas benthos yang paling

47 34 sering ditemukan di Situ Gede adalah kelas Gastropoda. Gastropoda merupakan kelas dari filum Moluska. Kelas ini merupakan kelas yang mampu bertahan hidup dalam berbagai habitat. Menurut Horne & Goldman (1994), organisme dari kelas Gastropoda dan Oligochaeta merupakan organisme yang mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang tercemar. Bila di suatu perairan ditemukan Oligichaeta maka menunjukkan bahwa sedimen perairan tersebut telah mengandung bahan organik autotochnous dan allochthonus (Wetzel 1975) Nekton Hasil kelimpahan jenis nekton yang ditemukan di Situ Gede dapat dilihat pada Gambar 8. Kelimpahan jenis nekton yang diperoleh merupakan persentase jumlah dari hasil wawancara. Sari (2009) menyatakan bahwa di dalam ekosistem perairan Situ Gede terdapat nekton jenis Sapu-sapu, Nila, Nilem, Tawes, Lele, Mas, Patin, Gabus, Betutu, dan Betok. 100 Persentase Jumlah Udang air tawar Nila Mujair Sapu-sapu Gabus Lele Nilem Jenis Ikan Mas Patin Tawes Belida Bawal Gambar 8. Persentase jumlah nekton di Situ Gede Kekayaan jenis nekton yang terdapat di Situ Gede diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap 30 orang. Data wawancara yang diinginkan merupakan data mengenai seberapa sering jenis nekton ditangkap dan ditemukan

48 35 di Situ Gede dalam satu kali penangkapan selama periode pengambilan sampel. Data yang didapatkan merupakan data yang bersifat semi kuantitatif. Gambar 8 menunjukkan bahwa jenis nekton yang paling sering ditemukan adalah ikan Sapu-sapu. Ikan Sapu-sapu merupakan nekton introduksi di Situ Gede. Ikan Sapu-sapu sering ditemukan di Situ Gede karena nekton ini merupakan nekton yang memiliki kemampuan untuk mengakses makanan dan beradaptasi terhadap keadaan lingkungan. Selain ikan Sapu-sapu, terdapat pula nekton asli (native) di Situ Gede seperti ikan Gabus, Nilem, dan Tawes. Jenis nekton lainnya yang dapat ditemukan di Situ Gede merupakan nekton hasil introduksi. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa terdapat tiga kategori berdasarkan keberadaan nekton di Situ Gede. Kategori tersebut adalah nekton yang selalu ditemukan bila persentase keberadaannya > 66,67%. Nekton yang tergolong kategori ini adalah Mujair (Oreochromis mossambicus, Omnivora), Nila (Oreochromis niloticus, Omnivora), Udang-udangan (Planktivora), dan Sapu-sapu (Hypostomus plecostomus, Karnivora). Kategori selanjutnya adalah nekton yang sering ditemukan bila persentase keberadaannya 33,33%-66,67 %. Nekton yang tergolong kategori ini adalah Mas (Cyprinus carpio, Omnivora). Sedangkan kategori selanjutnya adalah nekton yang jarang ditemukan bila persentase keberadaannya 0 33,33%. Nekton yang tergolong kategori ini adalah Tawes (Barbonymus gonionotus, Omnivora), Nilem (Osteochilus hasseltii, Herbivora), Belida (Notopterus chitalla, Karnivora), Gabus (Channa striata, Karnivora), Lele (Clarias batrachus, Omnivora), Patin (Pangasius sp., Omnivora), dan Bawal (Colossoma macropomum, Karnivora). Semua jenis nekton yang ditemukan ini tergolong ke dalam ordo nekton yang dapat ditemukan pada perairan danau menurut Moss (1988) Tumbuhan air Jenis tumbuhan air yang dapat ditemukan pada Situ Gede hanyalah tumbuhan Kangkung air (Ipomoea aquatica) dan Kiambang (Salvinia natants). Gambar kedua jenis tumbuhan air ini dapat dilihat dalam Lampiran 15. Kangkung air tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit. Walaupun Kangkung air dapat ditemukan, namun ternyata kelimpahannya relatif sedikit di Situ Gede. Kelimpahan tumbuhan air ini hanya 1% bila dibandingkan dengan luas

49 36 keseluruhan Situ Gede. Stasiun 1 dan Stasiun 3 merupakan lokasi yang ditumbuhi oleh keberadaan tumbuhan Kangkung air. Kelimpahan Kiambang yang ditemukan di Situ Gede yaitu pada stasiun 1 adalah berkisar 3% dibandingkan dengan luas keseluruhan Situ Gede Indeks Biologi Situ Gede Indeks biologi yang didapatkan di Situ Gede terdiri dari tiga nilai indeks yaitu indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Indeks biologi yang didapatkan merupakan hasil kelimpahan dari fitoplankton, zooplankton, perifiton, dan benthos. Indeks biologi pada setiap stasiun dan pengamatan dapat dilihat dalam Lampiran 14. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton di Situ Gede berkisar antara 1,02-1,80 dengan nilai indeks keseraragaman fitoplankton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,53-0,87 dan nilai indeks dominansi fitoplankton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,22-0,56. Menurut Claude Shannon-Wiener in Krebs (1989), maka perairan Situ Gede berdasarkan keadaan fitoplankton tergolong sebagai perairan dengan tingkat keanekaragaman rendah, tingkat keseragaman tinggi, dan tingkat dominansi sedang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa saat ini Situ Gede mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi sehingga menyebakan kondisi lingkungan perairannya cenderung tidak stabil. Nilai indeks keanekaragaman zooplankton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,97-1,59 dengan nilai indeks keseragaman zooplankton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,64-0,97 dan nilai indeks dominansi zooplankton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,64-1. Menurut Claude Shannon-Wiener in Krebs (1989), maka perairan Situ Gede berdasrakan keadaan zooplankton tergolong sebagai perairan dengan tingkat keanekaragaman rendah, tingkat keseragaman tinggi, dan tingkat dominansi tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa saat ini Situ Gede mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi sehingga menyebakan kondisi lingkungan perairannya cenderung tidak stabil dan terdapat spesies tertentu yang mendominasi spesies lainnya. Nilai indeks keanekaragaman perifiton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,34-1,49 dengan nilai indeks keseragaman perifiton di Situ Gede adalah berkisar

50 37 antara 0,57-1,77 dan nilai indeks dominansi perifiton di Situ Gede adalah berkisar antara 0,28-0,67. Menurut Claude Shannon-Wiener in Krebs (1989), maka perairan Situ Gede berdasarkan keadaan perifiton tergolong sebagai perairan dengan tingkat keanekaragaman rendah, tingkat keseragaman tinggi, dan tingkat dominansi tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa saat ini Situ Gede mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi sehingga menyebakan kondisi lingkungan perairannya cenderung tidak stabil. Nilai indeks keanekaragaman benthos di Situ Gede adalah berkisar antara 0,52-2,08 dengan nilai indeks keseragaman benthos di Situ Gede adalah berkisar antara 0,52-0,89 dan nilai indeks dominansi benthos di Situ Gede adalah berkisar antara 0,01-0,76. Menurut Claude Shannon-Wiener in Krebs (1989), maka perairan Situ Gede berdasarkan keadaan benthos tergolong sebagai perairan dengan tingkat keanekaragaman rendah, tingkat keseragaman tinggi, dan tingkat dominansi tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa saat ini Situ Gede mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi sehingga menyebakan kondisi lingkungan perairannya cenderung tidak stabil Keadaan Sosial Masyarakat Sekitar Situ Gede Keadaan sosial masyarakat sekitar Situ Gede diketahui melalui persentase persepsi, aspirasi, dan preferensi masyarakat sekitar Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan konsep wisata khususnya agroeduwisata di Situ Gede. Masyarakat yang dijadikan sebagai responden merupakan masyarakat yang berasal dari wilayah Situ Gede dan sekitarnya. Responden masyarakat tersebut terdiri dari 86,67% pria dan 13,33% wanita, sebagian besar berumur tahun (43,33%), sebagian besar berprofesi sebagai buruh dan pertukangan (23,33%), dan sebagian besar merupakan lulusan SMP (43,33%). Berdasarkan kuisioner (Lampiran 3) yang dibagikan secara acak kepada 30 responden, maka didapatkan hasil sebagai berikut : Persentase persepsi masyarakat Situ Gede Persepsi masyarakat dapat diketahui melalui kesan dan penilaian masyarakat Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai

51 38 lokasi agroeduwisata. Persepsi masyarakat yang ingin diketahui adalah berupa kebersihan, kenyamanan, keindahan, pemahaman mengenai potensi Situ Gede, dan pemahaman mengenai wisata atau agroeduwisata. Gambar 9. Persentase persepsi masyarakat Situ Gede Berdasarkan data yang didapatkan, dapat diketahui bahwa 63,33% masyarakat Situ Gede menyatakan bahwa Situ Gede memiliki kebersihan yang baik, sebesar 90% masyarakat Situ Gede menyatakan bahwa Situ Gede memiliki kenyamanan yang baik, sebesar 93,33% masyarakat Situ Gede menyatakan bahwa Situ Gede memiliki keindahan yang baik, sebesar 100% masyarakat Situ Gede memahami potensi Situ Gede, dan 76,67% masyarakat Situ Gede telah memahami mengenai wisata atau agroeduwisata (Gambar 9) Persentase aspirasi masyarakat Situ Gede Aspirasi dapat diketahui melalui pendapat dan saran masyarakat Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Aspirasi masyarakat yang ingin diketahui adalah berupa persetujuan masyarakat terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai salah satu lokasi agroeduwisata, pendapat masyarakat terhadap kelayakan Situ Gede sebagai salah satu lokasi agroeduwisata, pemahaman masyarakat Situ Gede terhadap dampak

52 39 positif serta negatif bila Situ Gede dijadikan sebagai salah satu lokasi agroeduwisata. Berdasarkan data yang didapatkan, dapat diketahui bahwa 100% responden masyarakat menyetujui, menyatakan layak, memahami dampak positif, dan memahami dampak negatif terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai salah satu lokasi agroeduwisata. Masyarakat menyatakan bahwa Situ Gede layak dijadikan sebagai lokasi agroeduwisata karena menurut mereka Situ Gede memiliki potensi dan keindahan alam yang indah. Mereka menyetujui bahwa Situ Gede dapat dikembangkan dan dikelola menjadi salah satu lokasi agroeduwisata karena menurut mereka dengan adanya pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata maka akan mampu mendorong penghasilan serta memberdayakan masyarakat sekitar. Masyarakat 100% telah memahami dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkan akibat pengelolaan dan pengembangan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Salah satu dampak positif yang mereka kemukakan adalah terjadinya peningkatan pendapatan, sedangkan salah satu dampak negatif yang mereka kemukan adalah terjadinya kerusakan lingkungan Persentase preferensi masyarakat Situ Gede Preferensi merupakan harapan masyarakat Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai lokasi agroeduwisata. Hasil persentase mengenai preferensi masyatakat Situ Gede dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Persentase preferensi masyarakat Situ Gede

53 40 Didapatkan hasil bahwa 100% masyarakat Situ Gede mengharapkan dengan adanya pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata di Situ Gede maka akan tidak merusak lingkungan, dapat membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan terjadi pembangunan fasilitas. Sebanyak 13,33% masyarakat mengharapkan hal lainnya seperti kegiatan pendisiplinan untuk menghindari perbuatan asusila di sekitar Situ Gede serta adanya penetapan tarif masuk ke Situ Gede Pembahasan Suatu badan perairan dicirikan oleh tiga komponen utama penyusunnya, yaitu komponen hidrologi yang mencakup keadaan morfometri dan bathimetri, komponen fisika-kimia perairan, dan komponen biologi. Berdasarkan komponen hidrologi, dapat diketahui bahwa Situ Gede memiliki dua nilai panjang (panjang maksimum dan panjang maksimum efektif) serta dua nilai lebar (lebar maksimum dan lebar maksimum efektif). Hal ini dikarenakan Situ Gede memiliki pulau di dalam wilayah perairannya. Menurut Hakanson (1974) in Hariyadi et al. (1992) diketahui bahwa pulau yang terdapat di dalam perairan Situ Gede (luas pulau 14,53 m 2 ) hanya merupakan gundukan tanah. Indeks perkembangan garis pantai (SDI) yang diperoleh adalah 1,28 dan hal ini mengindikasikan bahwa Situ Gede merupakan perairan yang memiliki bentuk tidak teratur. Bila suatu perairan memiliki bentuk yang tidak teratur maka perairan tersebut cenderung mudah untuk mengalami penyuburan karena memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan masukan bahan organik dan anorganik dari luar (allochthonous). Perairan Situ Gede merupakan perairan yang cenderung dangkal (Lampiran 6). Hal ini dapat diketahui dari nilai kedalaman maksimum yaitu hanya sebesar 2,8 meter dengan nilai perkembangan volume danau (VD) sebesar >0,5. Ini mengindikasikan bahwa keadaan dasar Situ Gede rata seperti pasu. Hasil perhitungan kedalaman relatif diperoleh sebesar <2% sehingga menunjukkan bahwa perairan Situ Gede memiliki persentase stabilisasi stratifikasi yang rendah akibat mudah mengalami pengadukan oleh angin. Persentase stabilisasi stratifikasi

54 41 yang rendah akan menyebabkan kondisi dasar dan permukaan perairan Situ Gede relatif sama. Debris yang selalu ada di Situ Gede adalah dedaunan. Hal ini dikarenakan lokasi sekitar Situ Gede dikelilingi dan didominasi oleh pepohonan. Keadaan ini menyebabkan daun dari pepohonan banyak yang jatuh terbawa ke perairan. Pada stasiun 1 (inlet), ditemukan pula debris baik pada dasar maupun permukaan perairan berupa sampah. Hal ini dikarenakan pada stasiun tersebut banyak masukan berupa limbah rumah tangga hasil dari pemukiman penduduk (antropogenik). Debris yang terdapat pada stasiun 1 disajikan dalam Lampiran 5. Stasiun 1, 2, dan 4 didominasi oleh substrat pasir, sedangkan pada stasiun 3 didominasi oleh substrat debu. Menurut Horne & Goldman (1994), perbedaan tipe substrat akan mempengaruhi distribusi dan kelimpahan dari organisme khususnya bagi makroinvertebrata. Melalui tipe subtrat, akan diketahui pula kemampuan tanah serta bebatuan dalam menahan air yang tergantung dari porositas dan permeabilitas tanah. Stasiun 1, 2, dan 4 bersubstrat pasir akan memiliki karakteristik untuk menahan air dan nutrien yang rendah, namun memiliki kemampuan infiltrasi dan aerasi yang tinggi. Karakteristik pasir merupakan karakteristik yang disenangi oleh beberapa jenis makroinvertebrata sebagai tempat tinggal karena karakteristik pasir mampu melewatkan air dan udara. Hal ini dapat dilihat bahwa pada ketiga stasiun tersebut keanekaragaman benthos relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 3. Stasiun 3 didominasi oleh substrat debu dengan karakteristik berupa kemampuan infiltrasi, aerasi, menahan nutrien dan air yang sedang. Melalui karakteristik inilah yang diduga mengakibatkan stasiun 3 relatif memiliki keanekaragaman benthos yang rendah, namun kandungan nutriennya seperti nitrat dan orthofosfat cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Miller (1992) in Effendi (2003). Nilai TSS pada dasar perairan cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TSS pada permukaan. Keadaan ini diduga terjadi karena padatan-padatan tersuspensi akan banyak mengalami pengendapan sehingga pada akhirnya akan bertumpuk di dasar dan akan meningkatkan nilai TSS. Padatan tersuspensi merupakan padatan yang berukuran cukup besar dan berat (Patraju 2006). Pada stasiun 2 di bagian dasar, nilai TSS yang didapatkan

55 42 adalah selalu paling tinggi dengan kisaran antara mg/l. Hal ini diduga karena pada stasiun 2 banyak mendapatkan padatan tersuspensi berupa sisa pakan yang digunakan untuk memancing. Stasiun 2 pada Situ Gede merupakan lokasi yang paling banyak digunakan sebagai lokasi pemancingan sehingga diduga sisa pakan akan masuk dan tercampur ke dalam perairan. Arthington (1980) in Prihantini et al. (2008) menyatakan bahwa kondisi perairan dapat dibagi berdasarkan persentase kecerahannya. Nilai 0,25-1 m merupakan perairan yang keruh, nilai 1-5 m merupakan perairan yang sedikit keruh, dan nilai >5m merupakan perairan jernih. Berdasarkan nilai kisaran ini, maka dapat diketahui bahwa perairan Situ Gede berdasarkan nilai kecerahan merupakan perairan yang keruh. Warna perairan pada Situ Gede adalah warna hijau, coklat, hingga hitam. Pada stasiun 1 (inlet) warna perairan didominasi oleh warna hitam. Keadaan ini diduga terjadi karena terdapatnya material humus di stasiun tersebut. Selain itu, pada stasiun tersebut banyak terdapat sampah baik sampah organik maupun anorganik yang berasal akibat aktivitas penduduk sekitar Situ Gede. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Horne & Goldman (1994) bahwa warna perairan biasanya akan dipengaruhi oleh padatan terlarut, padatan tersuspensi, plankton, pantulan cahaya matahari, kandungan humus, dan keadaan dasar perairan. Bila suatu perairan mendapat bahan masukan terlarut yang tinggi maka akan memberikan warna coklat atau kuning. Bahan masukan yang tinggi ini akan mendorong pertumbuhan plankton sehingga pada akhirnya warna perairan akan menunjukkan warna kehijauan (Horne & Goldman 1994). Hal inilah yang diduga terjadi pada stasiun 2, 3, dan 4 dimana warna perairannya adalah coklat kehijauan. Diduga keadaan ini disebabkan karena terdapatnya plankton serta bahan organik pada ketiga stasiun tersebut. Secara umum nilai DHL yang didapatkan pada dasar dan permukaan perairan relatif sama. Hal ini diduga terjadi karena perairan Situ Gede memiliki persentase stabilisasi stratifikasi yang rendah antara dasar dan permukaan. Bila melihat gambar di atas, dapat diketahui bahwa nilai DHL tertinggi didapatkan pada stasiun 3 pada bagian dasar. Hal ini diduga terjadi karena pada stasiun 3 banyak mendapatkan masukan berupa akumulasi garam terlarut hasil peluruhan material dan dedaunan dari pulau di sekitarnya.

56 43 Hasil pengukuran terhadap nilai ph menunjukkan adanya fluktuasi di setiap waktu pengamatan. Nilai ph di Situ Gede cenderung asam. Hal ini diduga terjadi karena Situ Gede mendapatkan masukan bahan organik yang cukup tinggi. Akibatnya adalah terjadi proses dekomposisi yang cenderung mengakibatkan hasil akhir berupa C0 2 menjadi tinggi dan pada akhirnya menyebabkan ph menjadi turun. Dugaan ini diperkuat oleh Horne & Goldman (1994). Nilai DO minimum pada saat pengamatan adalah 4,02 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Situ Gede memiliki kandungan DO yang mencukupi bagi kehidupan organisme di dalamnya. Kandungan DO yang mencukupi ini diduga terjadi karena Situ Gede merupakan perairan yang dangkal dan memiliki stabilisasi stratifikasi yang rendah sehingga menyebabkan Situ Gede dapat melakukan kontak dengan udara dan terjadi proses pencampuran dengan massa air di dalamnya, Nilai DO yang diperoleh pada dasar perairan cenderung menunjukkan hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan di permukaan. Hal ini diduga karena permukaan perairan akan memiliki kontak udara yang lebih tinggi sehingga oksigen yang berasal dari udara dapat masuk ke dalam perairan dan menyebabkan DO di permukaan meningkat. Sedangkan di dasar perairan, kontak udara semakin semakin berkurang ditambah dengan proses dekomposisi yang membutuhkan oksigen semakin meningkat. Nilai nitrat yang diperoleh selalu mengalami peningkatan di setiap pengamatan. Pada pengamatan 1, baik di dasar maupun permukaan perairan nilai nitrat yang didapatkan <0,05 mg/l. Selang satu minggu kemudian, pada pengamatan 2 nilai nitrat meningkat kecuali pada stasiun 4 bagian permukaan perairan. Hal ini diduga terjadi karena terdapatnya proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi berjalan selama 3 hari (Liu & Jiayang 2001). Pada pengamatan 1, diduga nutrien yang ada masih didominasi oleh ammonia kemudian pada pengamatan 3, amonia tersebut telah berubah menjadi nitrat. Pada stasiun 3 relatif menunjukkan hasil nilai orthofosfat yang paling tinggi. Hal ini diduga karena pada stasiun tersebut, banyak mendapatkan masukan material yang berasal dari pulau di sekitar stasiun tersebut. Dugaan ini diperkuat oleh Brower & Zar (1997) yang menyatakan keberadaan orthofosfat dipengaruhi oleh mineral alami, pupuk, dan organik fosfat yang keberadaan secara

57 44 alami. Menurut Horne & Goldman (1994), kandungan fosfat dipengaruhi oleh limbah pertanian, limbah domestik, dan limbah industri yang bila terlalu tinggi keberadaannya akan menyebabkan eutrofikasi. Melalui hasil pengukuran, diketahui bahwa faktor pembatas di Situ Gede adalah nitrogen. Hal ini dikarenakan rasio N dan P yang didapatkan di Situ Gede lebih kecil dari 16 : 1. Berdasarkan kadar orthofosfat yang didapatkan pada saat pengamatan, Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat kesuburan tinggi (Jozwiak & Marcin 1999). Berdasarkan komponen biologi, didaptakan hasil bahwa plankton dan perifiton di Situ Gede didominasi oleh kelas Cyanophyceae. Menurut Hartoto et al. (1994) in Prihatini et al. (2008), bila suatu perairan keberadaan organisme planktonnya didominasi oleh Cyanophyceae maka perairan tersebut tergolong perairan sedang yang umumnya mendapat masukan bahan organik yang berasal melalui proses-proses alami dan limbah penduduk. Pernyataan ini diperkuat oleh Wetzel (1975), yang menyatakan bahwa bila suatu perairan terdapat kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Bacillariophyceae di dalamnya maka tergolong perairan eutrofik. Berdasarkan literatur tersebut maka dapat diketahui bahwa berdasarkan keberdaaan fitoplankton, perairan Situ Gede cenderung tergolong perairan eutrofik yang mendapat pengaruh berupa masukan bahan organik yang tinggi khusunya dari aktivitas penduduk sekitarnya. Saat ini kelimpahan dari ketiga jenis nekton asli tersebut mulai mengalami penurunan. Diduga hal ini terjadi karena adanya pola perubahan lingkungan perairan Situ Gede yang salah satunya adalah akibat adanya pengembangan Situ Gede sebagai kawasan wisata, persentase eksploitasi yang berlebihan, serta masuknya jenis ikan introduksi ke dalam lingkungan perairan Situ Gede. Jenis nekton lainnya yang dapat ditemukan di Situ Gede merupakan nekton hasil introduksi. Banyaknya jenis spesies nekton introduksi di Situ Gede menunjukkan bahwa perairan Situ Gede merupakan perairan yang telah terganggu. Nekton introduksi memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap keadaan lingkungan dan memiliki kemampuan untuk mengakses makanan. Melalui kemampuan inilah yang cenderung membuat nekton introduksi menjadi invasive sehingga menekan pertumbuhan serta kehidupan nekton asli.

58 45 Lokasi dari Situ Gede yang diduga paling banyak kelimpahan nektonnya adalah stasiun 2. Diduga ini terjadi karena pada stasiun tersebut aktivitas manusia untuk kegiatan wisata sedikit dilakukan. Selain itu pada stasiun tersebut, diduga banyak terdapat jenis makanan dari nekton tersebut. Hal ini dapat diduga melalui nilai keanekaragaman zooplankton, perifiton, dan benthos yang relatif lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Faktor penyebab lainnya adalah stasiun 2 merupakan stasiun yang memiliki nilai kedalaman paling besar yaitu cm. Hal inilah yang menyebabkan lokasi 2 paling banyak dan sering dijadikan sebagai lokasi pemancingan. Nilai indeks keanekaragaman yang didapatkan di Situ Gede baik berdasarkan fitoplankton, zooplankton, perifiton, maupun benthos memberikan hasil 0-3. Melalui hasil ini, dapat diduga bahwa perairan Situ Gede saat ini telah mengalami pencemaran tingkat tinggi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mason (1981) yang menyatakan bahwa bila suatu perairan nilai indeks keanekaragamannya berkisar 0-1 maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut telah mengalami pencemaran dan mengindikasikan bahwa saat ini ekosistem perairan Situ Gede berada dalam kondisi kesehatan yang rendah. Dugaan ini sejalan dengan pernyataan Smith (2007). Keadaan ini terjadi akibat adanya perubahan pola penggunaan Situ Gede yang saat ini sedang dikembangkan untuk wisata, eksploitasi sumberdaya (baik air untuk pemukiman sekitar, pertanian, perkebunan, maupun sumberdaya ikannya untuk perikanan), dan adanya masukan limbah rumah tangga akibat aktivitas penduduk, serta limbah wisata di sekitarnya. Dugaan ini diperkuat oleh OECD (2005) dan Parama et al. (2002). Nilai indeks keseragaman yang didapatkan di Situ Gede baik berdasarkan fitoplankton, zooplankton, perifiton, maupun benthos memberikan hasil bahwa perairan Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat keseragaman tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan Situ Gede memiliki penyebaran organisme yang relatif merata sehingga keseragaman populasi menjadi meningkat. Nilai indeks dominansi yang didapatkan di Situ Gede baik berdasarkan fitoplankton, zooplankton, perifiton, maupun benthos memberikan hasil bahwa perairan Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat dominansi sedang hingga tinggi dengan kondisi lingkungan yang cukup hingga tidak stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa pada perairan Situ Gede relatif terdapat jenis spesies

59 46 tertentu yang mendominasi spesies lainnya. Salah satu jenis spesies yang diduga cukup mendominasi pada perairan Situ Gede adalah Microcystys sp. Potensi bagi pengembangan konsep agroeduwisata di Situ Gede dapat dilihat melalui potensi alamiah serta keadaan sosial masyarakat di sekitar Situ Gede. Berdasarkan hasil pengamatan yang yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa Situ Gede memiliki potensi alamiah baik yang yang berupa abiotik maupun biotik. Potensi alamiah abiotik Situ Gede relatif menunjukkan bahwa saat ini perairan Situ Gede telah mengalami pencemaran. Hal ini dapat diketahui dari beberapa parameter kualitas airnya yang telah melebihi baku mutu perairan yang telah ditetapkan. Parameter tersebut antara lain ialah TSS, ph, kecerahan, BOD, dan orthofosfat. Bila dibandingkan dengan penelitian Sari (2009), dapat diketahui bahwa kisaran nilai TSS telah mengalami peningkatan dan nilai ph di Situ Gede telah mengalami penurunan. Diduga hal ini terjadi karena Situ Gede mendapatkan masukan yang cukup tinggi baik bahan organik maupun anorganik dari luar badan perairannya. Namun bila dibandingkan dengan peneilitian Wigena (2004), dapat diketahui bahwa nilai DO di Situ Gede saat ini masih sesuai. Nilai nitrat di Situ Gede saat ini juga masih tergolong sesuai dengan kisaran nilai nitrat di danau sekitar wilayah Jawa Barat seperti Danau Lido menurut penelitian Amalia (2009) yaitu sebesar 0,08-0,47 mg/l. Masukan utama yang diduga paling mendominasi bagi perairan Situ Gede adalah masukan akibat adanya aktivitas masyarakat sekitar Situ Gede (wilayah pemukiman). Masukan lainnya berasal melalui kegiatan perkebunan, pertanian, perikanan, serta wisata yang saat ini mulai dikembangkan di Situ Gede. Kegiatan wisata di Situ Gede tidak hanya memberikan beban berupa masukan bahan organik dan anorganik saja. Ternyata kegiatan wisata juga mampu merubah pola pemanfaatan wilayah perairan tersebut. Misalnya dengan adanya wisata bersepeda air maka diduga akan mempengaruhi pola kehidupan organisme akuatik di dalam perairan Situ Gede. Pola kehidupan organisme akuatik di dalam perairan Situ Gede dapat diketahui melalui indeks biologi berupa indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi. Mason (1981) mengklasifikasikan perairan Situ Gede sebagai perairan yang telah mengalami pencemaran tingkat tinggi. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa perairan Situ Gede memiliki tingkat

60 47 keanekaragaman yang rendah. Hal ini terjadi karena saat ini Situ Gede mendapatkan tekanan yang tinggi akibat adanya aktivitas pemukiman masyarakat sekitar Situ Gede, kegiatan pertanian, kegiatan perkebunan, dan ditambah lagi oleh kegiatan wisata. Berdasarkan nilai indeks keseragaman, didapatkan hasil bahwa perairan Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat keseragaman tinggi sehingga penyebaran individu di Situ Gede adalah sama atau tidak menumpuk hanya di satu titik saja. Nilai indeks dominansi yang didapatkan di Situ Gede tergolong sebagai perairan dengan tingkat dominansi tinggi sehingga mengindikasikan kondisi lingkungan Situ Gede tidak stabil. Melalui hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa saat ini Situ Gede sedang mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi. Dapat dikatakan pula bahwa berdasarkan keadaan potensi alamiah Situ Gede, maka sebenarnya saat ini Situ Gede berada dalam kondisi yang kurang resisten dalam menerima gangguan dari luar (Mason 1981). Salah satu gangguan dari luar tersebut adalah dikembangkannya konsep agroeduwisata di Situ Gede. Keadaan sosial masyarakat Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata di Situ Gede dapat diketahui melalui persentase aspirasi, persepsi, dan preferensi. Hasil yang didapatkan menyatakan bahwa 100% responden masyarakat menyetujui, menyatakan layak, memahami dampak positif, dan memahami dampak negatif terhadap pengembangan dan pengelolaan Situ Gede sebagai salah satu lokasi agroeduwisata. Sebagian besar masyarakat Situ Gede telah memahami potensi dari Situ Gede serta konsep dari wisata atau agroeduwisata. Namun hanya 63,33% saja yang menyatakan bahwa saat ini Situ Gede memiliki kondisi lingkungan yang bersih. Saat ini keadaan dan kemampuan alamiah dari perairan Situ Gede belum layak untuk dijadikan sebagai lokasi agroeduwisata, disamping kenyataan bahwa saat ini masyarakat sekitar Situ Gede belum mengaplikasikan konsep agroeduwisata yang lestari, berkelanjutan, dan tetap memperhatikan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan Situ Gede yang masih tercemari oleh keberadaan sampah organik dan anorganik dari adanya aktivitas penduduk di sekitar Situ Gede. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dan arahan untuk meningkatkan daya dukung potensi alamiah dan keadaan sosial masyarakat Situ

61 48 Gede dalam menerima konsep pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata. Hal ini diperlukan untuk mencapai keberhasilan akan konsep agroeduwisata di Situ Gede yang tidak hanya diterima secara persentase sosial saja namun juga secara alamiah sehingga tercapai pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata yang berkelanjutan dan tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Melalui upaya dan rekomendasi berikut, diharapkan dapat menjadikan Situ Gede sebagai kawasan berwawasan lingkungan yang mampu dijadikan sebagai kawasan wisata dengan tujuan studi yang dapat memberi pengetahuan dan pengalaman mengenai pertanian secara luas. Berikut adalah beberapa rekomendasi upaya dan arahan bagi pengembangan dan pengelolaan agroeduwisata di Situ Gede: a. Berupaya untuk mengurangi beban masukan baik bahan organik maupun anorganik yang masuk ke dalam perairan Situ Gede. Seperti telah disebutkan bahwa beban masukan tersebut berasal dari adanya aktivitas pemukiman masyarakat sekitar Situ Gede, kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan ditambah lagi oleh kegiatan wisata. Upaya yang dapat dilakukan pada taraf aktivitas masyarakat sekitar Situ Gede adalah merubah pola hidup masyarakat Situ Gede untuk dapat berperan aktif dalam menjaga kelestarian dan kebersihan Situ Gede. Sedangkan pada taraf kegiatan pertanian, perkebunan, dan perikanan adalah masyarakat diupayakan untuk melakukan proses bertani dan budidaya ikan yang ramah lingkungan seperti pembatasan penggunaan pupuk, pestisida, dan pakan buatan. b. Pada taraf kegiatan pengembangan Situ Gede sebagai kawasan agroeduwisata diperlukan kegiatan penataan dan pengelolaan sumberdaya biotik dan abiotik ekosistem perairan Situ Gede. Upaya yang dapat dilakukan adalah seperti dengan melakukan penataan wilayah wisata perairan sesuai dengan kriteria pemanfaatan jenis wisata tertentu (seperti memancing, bersepeda air, dan sebagainya) dan meningkatkan nilai biodiversitas Situ Gede antara lain dengan memperkaya jenis biota (baik plankton, hewan, maupun tumbuhan air) introduksi yang tetap mempertimbangkan keberadaan biota native. c. Melakukan upaya pengelolaan ekosistem perairan Situ Gede yang terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya seperti mempertahankan pepohonan di sekitar Situ Gede demi tercipta kealamiahan, kelestarian, dan daerah vegetasi

62 49 tangkapan air bagi Situ Gede. Kegiatan lainnya adalah dengan proses pengelolaan limbah rumah tangga dan pemanfaatan tumbuhan air sebagai penyangga dan penyaring material yang akan masuk ke dalam perairan. d. Perlu adanya upaya pemerintah untuk mendukung terciptanya Situ Gede sebagai kawasan wisata berwawasan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara membuat suatu permodelan analisis yang dapat menguntungkan bukan hanya secara sosial namun juga secara lingkungan, membentuk wilayah konservasi untuk menjamin ketersediaan sumberdaya hayati, memberikan penghargaan dan hukuman bagi masyarakat yang turut serta dalam menjalankan upaya konservasi ekosistem perairan Situ Gede. e. Terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin mengenai keadaan biotik dan abiotik Situ Gede serta dampaknya baik bagi ekosistem perairan Situ Gede maupun bagi manusia sebagai penggunanya. Bila potensi alamiah dan keadaan sosial masyarakat Situ Gede telah mampu dan layak untuk dikembangkan menjadi lokasi agroeduwisata, maka arah pengembangan konsep agroeduwisata di Situ Gede selanjutnya adalah berupa konsep kegiatan. Konsep kegiatan tersebut adalah aplikasi nyata berupa macam kegiatan yang dapat dikembangkan di Situ Gede. Macam kegiatan yang dapat dikembangkan antara lain adalah keliling (touring) ekosistem perairan Situ Gede, melihat koleksi biota akuatik di Situ Gede (misal jenis zooplankton tertentu yang telah diawetkan), menonton video mengenai pengambilan contoh air dan biota, rekreasi memancing, dan rekreasi penyebaran benih ikan. Secara umum, bila dilihat melalui keadaan fisik dan kualitas perairannya, macam kegiatan yang dapat dikembangkan pada stasiun 1 dan 4 hanyalah sebatas pengambilan biota jenis tertentu kemudian diawetkan untuk dijadikan sebagai biota koleksi. Stasiun 2 dan 3 memiliki keadaan fisik dan kualitas perairan yang lebih baik. Macam kegiatan yang dapat dikembangkan pada stasiun 2 dan 3 ini adalah rekreasi memancing, penyebaran benih ikan, serta kegiatan pengambilan contoh biota dan air. Hal ini didukung dengan keadaan fisik dari kedua stasiun tersebut yaitu kedalaman relatif tinggi, jumlah nekton dan makanan nekton yang melimpah, pemandangan sekitar yang relatif lebih indah, serta lokasi yang jarang dilewati oleh sepeda air.

63 50 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perairan Situ Gede memiliki potensi baik potensi alamiah maupun non alamiah yang dapat digunakan sebagai modal dasar dalam mendukung konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga. Potensi alamiah tersebut dapat dilihat dari keberadaan dan kelimpahan jenis biota di Situ Gede. Dapat disimpulkan bahwa saat ini Situ Gede memiliki tingkat biodiversitas yang rendah baik dari keadaan fitoplankton, zooplankton, perifiton, dan benthos. Hal ini mengindikasikan bahwa Situ Gede telah mendapatkan tekanan ekologis yang tinggi sehingga mengakibatkan kondisi lingkungannya menjadi tidak stabil dan tidak resisten dalam menerima gangguan dari luar. Bahkan beberapa parameter seperti TSS, ph, kecerahan, BOD,dan orthofosfat di Situ Gede telah melebihi baku mutu perairan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 peruntukkan kelas II bagi sarana rekreasi, pertanian, peternakan, dan perikanan. Potensi non alamiah dapat dilihat melalui keadaan persepsi, aspirasi, dan preferensi masyarakat sekitar Situ Gede terhadap pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa saat ini masyarakat sekitar Situ Gede telah siap dalam menerima pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata di Situ Gede. Masyarakat menilai melalui pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata, Situ Gede memiliki nilai manfaat tambahan yaitu sebagai lokasi agroeduwisata yang mampu mendatangkan keuntungan diantaranya dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Berdasarkan keadaan kedua potensi ini, maka diperlukan upaya dan arahan yang tepat bagi pengembangan dan pengelolaan konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga. Upaya dan arahan ini diperlukan demi terciptanya konsep agroeduwisata di Situ Gede yang berkelanjutan dan tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Dimana konsep ini didukung bukan hanya secara tingkat sosial saja namun juga dari keadaan dan kestabilan Situ Gede sebagai lokasi untuk mengaplikasikan konsep agroeduwisata. Terkait dengan konsep agroeduwisata, maka macam kegiatan yang dapat dikembangkan antara lain adalah keliling (touring) ekosistem perairan Situ Gede, melihat koleksi biota

64 51 akuatik di Situ Gede (misal jenis zooplankton tertentu yang telah diawetkan), menonton video mengenai pengambilan contoh air dan biota, rekreasi memancing, dan rekreasi penyebaran benih ikan Saran Dalam mengaplikasikan dan mengembangkan konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga di Situ Gede diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan tingkat keanekaragaman di Situ Gede dan tingkat kesadaran masyarakat di sekitar Situ Gede untuk turut menjaga kebersihan Situ Gede. Selain itu diperlukan kajian mengenai inventarisasi biodiversitas ekosistem perairan lainnya di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor (seperti Situ Burung, Sungai Cihideung, dan Situ Panjang) untuk direkomendasikan sebagai salah satu lokasi agroeduwisata.

65 52 6. DAFTAR PUSTAKA Alkadri M & Suhandojo Tiga Pilar Pengembangan Wilayah: Sumberdaya Alam Manusia Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah. Bogor. Amalia FJ. Pendugaan Status Kesuburan Perairan Danau Lido, Bogor, Jawa Barat Melalui Beberapa Pendekatan. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Insititut Pertanian Bogor. Bogor. Brower JE & Zar JH Field and Laboratory Methods for General Ecology. WM.C. Brown Company Publisher. Iowa. Bunn SE & Arthingthon AH Basic Principles and Ecologicals Consequences of Altered Flow Regimes for Aquatic Biodiversity. Environmental Management. (30): Eaton AD, Clesceri LS, Rice EW, & Greenberg AE. APHA Standar methods for the examination of water and waste water. 17 th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WEF (Water Enviromental Federation). Washington D.C. Eaton AD, Clesceri LS, Rice EW, & Greenberg AE. APHA Standar methods for the examination of water and waste water. 20 th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WEF (Water Enviromental Federation). Washington D.C. Effendi H Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Hariyadi S, Bambang W, & Nyoman N.S Limnologi: Metode Analisis Kualitas Air. Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Heide JVD Lake Brokopondo. Van Universiteit. Amsterdam. Heino J & Toivonen H Aquatic Plant Biodiversity at High Latitudes: Patterns of Richness and Rarity in Finish Freshwater Macrophyte. Boreal Environment Research. (13): Holeck K Ecological Indicators and Sustainability of the Lake Ontario System. Cornell University. Ontario. Horne AJ & Goldman CR Limnology. 2 nd Edition. Mc.Grow Hill Co. New York. diversitas. [27 Januari 2010; 13.30].

66 53 [24 Juni 2010; 16.45]. Institut Pertanian Bogor Panduan Program Sarjana. IPB. Bogor. Ireng Cisaga City-Agroeduwisata. [15 Desember 2009; 18:46]. Irwan D Prinsip-Prinsip Ekologis dan Organisasi Ekosistem dan Komunitas Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Jozwiak T & Marcin P Temperature and N:P Ratio as Factor Causing Blooms of Blue Green Algae in the Gulf of Gdansk. Oceanologia 41 (1): Kelurahan Situ Gede [Laporan]. Bogor.Jawa Barat. Kendeigh SC Animal Ecology. Prentice Hall. USA. Klopfer PH Behavioral Aspect of Ecology. Prentice Hall. USA. Koo MA, Lucas F, Maharaj L, Maharaj S, Philip D, Wayne R, & Maharaj SS Water Resources and Aquatic Biodiversity Conservation: A Role for Ecological Assesment of River in Trinidad and Tobago. Trinidad. Krebs C Ecological Methodology. HarperCollins. New York. Lammens EHRR The Central Role of Fish in Lake Restoration and Management. Hydrobiologia. (395): Larned ST & Scott RS Light and Nutrien Limited Periphyton in Low Order Streams Oahu, Hawaii. Hydrobiologia. (432): Liu B & Jiayang C Nitrificarion or Denitrification in Intermitten Areation Process for Swine Wastewater Treatment. Journal of Environmental Engineering 127(8): Marpaung H Pengetahuan Kepariwisataan. Alfabeta. Bandung. Mason CF Biology of Freshwater Pollution. Longman Group Limited. New York. Moss B Ecology of Fresh Water. 3 rd Edition. University Press. Cambridge. Odum EP Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company. London. Odum EP Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. OECD Preserving Biodiversity and Promoting Biosafety. Washington D.C.

67 54 Orr R & Fisher JP Tritational Risk Assesment Guidelines for Aquatic Alien inasive Spesies. Comission for Environmental Cooperation. Canada. Parama O, Setyawan AD, & Harini M Keragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Sungai di Surakarta. Biodiversitas. 3(2): Patraju R Correlation of Total Suspended Solid and Suspended Sediment Concentration Test Method. [Final Report]. Department of Civil and Environmental Engineering. The State University of New Jersey. New Jersey. Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 tahun 2000 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun Pirzan AM & Pong PR Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Biodiversitas. 9(3): Prihantini NB, Wardhana W, Hendrayanti D, Widyawan A, Ariyani Y, & Rianto R Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-Bogor-Depok Indonesia. Makara Sains. 12(1): Puspita L, Eka R, Ami AM, & I Nyoman NS Indonesia. Wetlands International. Bogor. Lahan Basah Buatan di Ruttner F Fundamentals of Limnology. 3 rd Edition. University of Toronto Press. Toronto. Sari E Kajian Pengelolaan Kawasan Wisata Air Situ Gede, Bogor. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Insititut Pertanian Bogor. Bogor. Simcic T The Role of Phytoplankton, Zooplankton, and Sediment in Organic Matter Degradation in Oligotrophic and Eutrophic Mountain Lakes. Hydrobiologia. (532): Smith P Ecosystem Watch : Status of the Lake Ontario Ecosystem. [Makalah]. Departement of Environmental Conservation. The University of Western Ontario. Sugandy A Country Paper on The Implementation of Biodiversity Management in Indonesia. Jakarta. Indonesia. Sze P A Biology of The Algae. 2 nd Edition. Wm.C.Brown. Boulevard. The National Academy and Science Valuing Ecosystem Service. The National Academies Press. Wisconsin.

68 55 Tisdell C Ecotourism: Aspects of its Sustainability and Compatibilty with conservation, social, and other objectives. Australia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Kepariwisataan. Jakarta. Wigena IGP Pengelolaan dan Kualitas Sumberdaya Air di Kota Bogor. [Makalah]. Sekolah Pasca Sarjana. Insititut Pertanian Bogor. Bogor. Ward JL Aquatic Insect Ecology: 1. Biology and Habitat. John Wiley and Sons, Inc. New York. Welch PS Limnology. 2 nd Edition. Mc Graw Hill Book Company. Toronto. Wetzel RG Limnology. 2 nd Edition. W. B. Saunders Co. Philadelphia. Weitzel RL Methods and Measurements of Peryphyton Communities: Review. Baltimore. Philadelphia.

69 LAMPIRAN 56

70 57 Lampiran 1. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN I II III IV Temperatur C Dev 3 Residu tersusupensi mg/l ph mg/l FISIKA dev dev dev Deviasi temperatur dari kondisi alamiahnya Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi 5000 mg/l KIMIA ANORGANIK Apabila secara alamiah dan rentang waktu tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah BOD mg/l DO mg/l Angka batas minimum Total fosfat sebagai P mg/l 0,2 0,2 1 5 NO 3 sebagai N mg/l NH3 mg/l 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan peka 0,02 mg/l Keterangan: Mg : milligram µg/l : microgram ml : milliliter L : liter Bq : bequerel MBAS : Methylene Blue Activa Sunstance ABAM : Air Baku Untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut, kecuali untuk ph dan DO Bagi ph merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan batas minimum Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tanda adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil Presiden Republik Indonesia Ttd Megawati Soekarno Putri

71 58 Lampiran 2. Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000 Kriteria kualitas air (Baku mutu/golongan) No Parameter Satuan A B C D B, C, D C,D FISIKA 1 Bau tidak berbau Zat Padat 2 Terlarut mg/l Kekeruhan NTU 5 4 Rasa 5 Suhu C 6 Warna Skala TCU 7 Daya Hantar Listrik Umhos /Cm Kimia 8 ph 6,5-8,5 5,0-9,0 6,0-9,0 5,0-9,0 6,0-9,0 6,0-9,0 9 DO mg/l 6 >3 >3 >3 10 BOD mg/l COD mg/l 10 10

72 8 Lampiran 3. Kuisioner masyarakat Situ Gede Nama : Jenis Kelamin : Asal : Umur : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : KUISIONER PENDATAAN NEKTON/IKAN DI SITU GEDE 1. Menurut Anda jenis ikan apa yang paling sering tertangkap di Situ Gede? Menurut Anda jenis ikan apa yang jarang tertangkap di Situ Gede? Jenis ikan apakah yang ada di dalam perairan Situ Gede? Berapa sering Anda menangkap/memancing ikan di Situ Gede? Kira-kira dalam 1 kali waktu penangkapan/pemancingan ikan di Situ Gede jenis ikan apa saja yang didapatkan? Berapa jumlahnya per jam penangkapan? Menurut Anda, dimanakah titik lokasi dari Situ Gede yang paling banyak terdapat ikannya?......

73 9 Lampiran 3. (Lanjutan) KUISIONER TINGKAT PERSEPSI MASYARAKAT 1. Menurut Anda, apakah Situ Gede memiliki potensi dan keindahan alam yang indah? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Anda mengetahui mengenai Agroeduwisata/wisata? a. Tahu b. Tidak Tahu 3. Menurut Anda bagaimana tingkat kebersihan dari Situ Gede? 4. Menurut Anda bagaimana tingkat kenyamanan dari Situ Gede? 5. Menurut Anda bagaimana tingkat keindahan dari Situ Gede?

74 0 Lampiran 3. (Lanjutan) KUISIONER TINGKAT ASPIRASI MASYARAKAT 1. Menurut Anda, apakah di Situ Gede layak untuk dijadikan sebagai lokasi Agroeduwisata/wisata? a. Ya b. Tidak 2. Apa pendapat Anda bila di Situ Gede dilakukan pengembangan dan pengelolaan Agroeduwisata/wisata? a. Setuju, karena b. Tidak setuju, karena 3. Menurut Anda, apa dampak positif dari adanya kegiatan pengembangan dan pengelolaan Agroeduwisata/wisata di Situ Gede? Menurut Anda, apa dampak negatif dari adanya kegiatan pengembangan dan pengelolaan Agroeduwisata/wisata di Situ Gede? Apakah yang telah anda lakukan dalam menjaga kebersihan, kenyaman, dan keindahan dari Situ Gede? Apakah yang belum anda lakukan dalam menjaga kebersihan, kenyaman, dan keindahan dari Situ Gede?......

75 1 Lampiran 3. (Lanjutan) 7. Menurut Anda, kegiatan seperti apakah yang akan mengganggu kebersihan, kenyaman, dan keindahan dari Situ Gede? Apakah Anda Setuju bila terdapat kegiatan yang merusak lingkungan Situ Gede sebaiknya diberi sanksi? a. Ya, karena... b. Tidak, karena...

76 2 Lampiran 3. (Lanjutan) KUISIONER TINGKAT PREFERENSI MASYARAKAT 1. Apa harapan Anda kedepannya dengan adanya pengembangan wisata Situ Gede di Situ Gede? a. Tidak merusak lingkungan b. Membuka lapangan kerja baru c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat d. Melakukan pembangunan fasilitas-fasilitas yang bermanfaat bagi masyarakat setempat e. Tidak punya harapan

77 3 Lampiran 4. Alat dan bahan yang digunakan saat penelitian A. Spektrofotometer B. Mikroskop C. Timbangan digital D. Sechii disk E. Plankton net F. GPS G. Van dorn water sampler H. Pereaksi DO I. Erlenmeyer

78 64 Lampiran 5. Keadaan umum Situ Gede saat pengamatan A. Stasiun 1 (Inlet) sebelah timur C. Stasiun 3 (bagian tengah dekat pulau) E. Debris pada stasiun 1 B. Stasiun 2 (bagian tengah) D. Stasiun 4 (Outlet) sebelah barat laut F. Pintu masuk Situ Gede

79 65 Lampiran 5. (Lanjutan) G. Kolam warga sebelah selatan I. Kebun jagung sebelah utara K. Pintu air (Outlet) H. Sampah pemukiman penduduk J. Kolam warga dekat outlet L. Suasana setelah pintu air

80 6 Lampiran 6. Bathimetri Situ Gede saat dilakukan pengamatan St. 4 (Outlet) St. 3 St.2 St. 1 (Inlet)

81 Lampiran 7. Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-1 (7 Maret 2010) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 No Parameter Baku mutu (Inlet) (Outlet) Fisika D P D P D P D P 1 Temperatur (ºC) ± TSS (mg/l) DHL (µmhos/cm) Tidak tercantum Kecerahan (m) Tidak tercantum Warna Tidak tercantum Hitam Coklat muda Coklat muda Coklat 6 Busa Tidak tercantum Ada + Minyak Ada Tidak Ada 7 Bau Tidak tercantum Bau Tidak Tidak Bau 8 Debris Tidak tercantum Dedaunan, Sampah Dedaunan Dedaunan, Ranting Serasah 9 Tipe Substrat : Tidak tercantum a. Pasir (%) 58,74 60,39 28,38 62,53 b. Debu (%) 38,64 31,49 63,43 28,23 c. Liat (%) 2,62 8,12 8,19 9,24 10 Kedalaman (cm) Kimia 11 ph DO (mg/l) 4 4,82 5,62 5,22 7,23 4,82 6,43 4,02 6,43 13 BOD (mg/l) 3 4,73 23,66 14,19 9,46 14 Nitrat (mg/l) 10 0,0132 0,0007 0,0121 0,0083 0,0001 0,0143 0,0083 0, Orthofosfat (mg/l) 0,2 0,0644 0,0759 0,0446 0,0594 0,0891 0,0462 0,0380 0,0594 7

82 Lampiran 8. Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-2 ( 14 Maret 2010) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 No Parameter Baku mutu (Inlet) (Outlet) Fisika D P D P D P D P 1 Temperatur (ºC) ± TSS (mg/l) DHL (µmhos/cm) Tidak tercantum Kecerahan (m) Tidak tercantum Warna Tidak tercantum Hijau Hijau Coklat Hijau 6 Busa Tidak tercantum Ada + Minyak Tidak Tidak Ada 7 Bau Tidak tercantum Bau Tidak Tidak Bau 8 Debris Tidak tercantum Dedaunan, Sampah Dedaunan Dedaunan, Ranting Dedaunan 9 Tipe Substrat : Tidak tercantum a. Pasir (%) 58,74 60,39 28,38 62,53 b. Debu (%) 38,64 31,49 63,43 28,23 c. Liat (%) 2,62 8,12 8,19 9,24 10 Kedalaman (cm) Kimia 11 ph DO (mg/l) 4 5,62 4,02 4,42 5,62 4,02 5,62 5,62 5,62 13 BOD (mg/l) 3 4,95 9,90 34,66 9,90 14 Nitrat (mg/l) 10 0,1854 0,2160 0,1184 0,1113 0,1478 0,1849 0,1931 0, Orthofosfat (mg/l) 0,2 0,0314 0,0380 0,0000 0,0165 0,0281 0,0033 0,0066 0,0000 8

83 Lampiran 9. Hasil pengukuran kualitas air Situ Gede pengamatan ke-3 (21 Maret 2010) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 No Parameter Baku mutu (Inlet) (Outlet) Fisika D P D P D P D P 1 Temperatur (ºC) ± TSS (mg/l) DHL (µmhos/cm) Tidak tercantum Kecerahan (m) Tidak tercantum Warna Tidak tercantum Hitam Hijau Hijau kecoklatan Hijau muda 6 Busa Tidak tercantum Ada + Minyak Tidak Tidak Tidak 7 Bau Tidak tercantum Bau Tidak Tidak Tidak 8 Debris Tidak tercantum Dedaunan, Sampah Dedaunan Dedaunan, Ranting Serasah 9 Tipe Substrat : Tidak tercantum a. Pasir (%) 58,74 60,39 28,38 62,53 b. Debu (%) 38,64 31,49 63,43 28,23 c. Liat (%) 2,62 8,12 8,19 9,24 10 Kedalaman (cm) Kimia 11 ph 6-9 5,5 5,5 5, DO (mg/l) 4 5,62 5,62 4,02 5,62 4,82 4,82 4,82 4,82 13 BOD (mg/l) 3 9,02 9,02 9,02 18,48 14 Nitrat (mg/l) 10 0,2634 0,3342 0,2536 0,3272 0,3539 0,2732 0,1909 0, Orthofosfat (mg/l) 0,2 0,0644 0,0776 0,0033 0,0248 0,1683 0,0033 0,0198 0,0149 9

84 Lampiran 10. Hasil pengukuran kelimpahan fitoplankton (ind/l) di Situ Gede Nomor Organisme Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 Desmidiaceae 1 Closterium Bacillariophyceae 1 Coscinodiscus Cyclotella Fragillaria Melosira Nitzchia Synedra Thallasiotrix 94 Clorophyceae 1 Pediastrum Richterella Scenedesmus 94 4 Zygnema Dinophyceae 1 Peridinium 472 Cyanophyceae 1 Microcystys Spirulina 94 0

85 Lampiran 11. Hasil pengukuran kelimpahan zooplankton (ind/l) di Situ Gede Nomor Organisme Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 Crustacea 1 Corophium Cyclops Daphnia Diaptomous Nauplius Polyohemus 94 Rotifera 1 Keratella Rotaria Protozoa 1 Physarum Prorodon Tintinopsis

86 Lampiran 12. Hasil pengukuran kelimpahan perifiton (ind/cm 2 ) di Situ Gede Nomor Organisme Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 Desmidiaceae 1 Closterium Bacillariophyceae 1 Cyclotella Fragillaria Melosira Nitzchia Synedra Cyanophyceae 1 Microcystys Clorophyceae 2 Zygnema

87 Lampiran 13. Hasil pengukuran kelimpahan bentos (ind/m 2 ) di Situ Gede Nomor Organisme Pengamatan 1 Pengamatan 2 Pengamatan 3 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 St.1 St. 2 St. 3 St.4 Gastropoda 1 Bellamya Brotia testudinaria Melanoides granivera Pila scutata Pomacea Syncera woodmasonia Oligochaeta 1 Hirudinea lateralis Nais elinguis 72 Pelecypoda 1 Phylsbioconca

88 Lampiran 14. Indeks biologi di Situ Gede Nomor Parameter Fitoplankton Zooplankton Perifiton Bentos H' E C H' E C H' E C H' E C 1 Pengamatan 1 a. Stasiun 1 1,0898 0,5600 0,4484 1,0000-1,0000 0,3463 0,5750 0,5723 1,4495 0,7252 0,1402 b. Stasiun 2 1,4999 0,7708 0,2754 1,4075 0,8745 0,2734 0,3805 0,7975 0,4896 1,0334 0,6524 0,2267 c. Stasiun 3 1,7327 0,8333 0,2232 1,5802 0,8121 0,2800 0,4152 0,8703 0,6734 0,5206 0,5209 0,0089 d. Stasiun 4 1,8027 0,8669 0,1852 1,3946 0,7783 0,3356 0,5052 0,7228 0,3888 0,6994 0,4416 0, Pengamatan 2 a. Stasiun 1 1,0156 0,4884 0,5638 1,5571 0,9675 0,2200 0,5051 0,6491 0,4221 2,0811 0,8056 0,3930 b. Stasiun 2 1,2670 0,6511 0,4049 1,5581 0,8696 0,2401 0,5685 0,8134 0,3469 1,6378 0,7058 0,3841 c. Stasiun 3 1,7327 0,8333 0,2232 1,4838 0,8281 0,2909 0,4462 0,5730 0,4715 1,2663 0,5457 0,4961 d. Stasiun 4 1,2958 0,5897 0,4078 1,5858 0,8850 0,2426 0,5762 0,8244 0,3184 1,5305 0,7657 0, Pengamatan 3 a. Stasiun 1 1,0484 0,5388 0,5302 0,9075 0,8261 0,4711 0,6374 0,8192 0,2825 2,0550 0,8856 0,3650 b. Stasiun 2 1,0404 0,5347 0,5280 1,2475 0,6411 0,4151 0,5179 0,6655 0,3781 1,8444 0,7948 0,3299 c. Stasiun 3 1,3238 0,7389 0,3089 1,2425 0,6934 0,3333 0,5301 0,8804 0,3400 1,4014 0,6039 0,5029 d. Stasiun 4 1,1771 0,6049 0,4180 0,9503 0,8650 0,4400 0,4659 0,9764 0,3512 0,9925 0,6266 0, Pengamatan 1 1,6596 0,7208 0,2562 1,8941 0,9109 0,1970 1,0303 1,3240 0,4277 1,5914 0,7962 0, Pengamatan 2 1,1470 0,4981 0,4983 1,7826 0,8113 0,2102 1,2464 1,4749 0,4036 1,7199 0,8604 0, Pengamatan 3 1,2472 0,5676 0,4263 1,3701 0,7041 0,3536 1,4929 1,7666 0,2817 1,9661 0,9836 0,3483 4

89 Lampiran 15. Beberapa biota yang ditemukan di Situ Gede Microcystys sp. Brotia Testudinaria Tanaman air Kangkung dan Penutupan tanaman air Kiambang di Situ Gede Sumber: wikipedia.com Sumber: wikipedia.com Sumber: Dokumen pribadi Sumber: Dokumen pribadi 5

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ 2.2. Situ Gede

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ 2.2. Situ Gede 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ Situ adalah salah satu bentuk ekosistem perairan tergenang yang berukuran kecil dan bersalinitas rendah atau tawar. Istilah situ biasanya digunakan oleh masyarakat Jawa

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

Praktikum Ekologi Perairan

Praktikum Ekologi Perairan Praktikum Ekologi Perairan EKOSISTEM PERAIRAN Dapat dibedakan menjadi tiga tipe 1. Ekosistem laut dengan salinitas berkisar 17 35 o / oo 2. Ekosistem payau dengan salinitas berkisar 0,5 17 3. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling (penempatan titik sampel dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Mulur Sukoharjo merupakan objek wisata alam yang terletak di provinsi Jawa Tengah.Tepatnya berada di daerah Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Bendosari, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagian besar bumi ditutupi oleh badan perairan. Keberadaan perairan ini sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena air merupakan media bagi berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Kekayaan hayati Indonesia tidak hanya terdapat di daratan tetapi juga di perairan. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi secara purposive sampling (penempatan titik sampel dengan tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh badan perairaan (Nontji, 2008). Ekosistem perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON PADA ZONA LITORAL DI RANU PAKIS KABUPATEN LUMAJANG SKRIPSI. Oleh Abdur Rasit NIM

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON PADA ZONA LITORAL DI RANU PAKIS KABUPATEN LUMAJANG SKRIPSI. Oleh Abdur Rasit NIM STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON PADA ZONA LITORAL DI RANU PAKIS KABUPATEN LUMAJANG SKRIPSI Oleh Abdur Rasit NIM. 081810401030 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan analisis dari bab I dan bab IV guna menjawab permasalahan dalam penelitian yang dilakukan. Maka hasil penelitian yang menjadi titik tekan sehingga kesimpulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci