STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN LAHAN GAMBUT
|
|
- Vera Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 31 STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN LAHAN GAMBUT Sumaryanto, Mamat H.S., dan Irawan Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor Abstrak. Berbagai pendapat bahwa konversi lahan gambut menjadi kawasan budidaya berkontribusi nyata pada peningkatan emisi gas rumah kaca. Walaupun lahan gambut yang dibudidayakan untuk pertanian, kenyataan di lapangan menunjukkan lahan gambut terlantar dan sudah tidak ditumbuhi tanaman tegakkan kayu (kehutanan). Kondisi obyektif di lapangan menunjukkan bahwa secara turun-temurun sebagian dari kawasan gambut telah difungsikan oleh komunitas setempat sebagai kawasan budidaya pertanian dan sejak dua dekade terakhir terjadi percepatan laju konversi lahan gambut terutama untuk perluasan perkebunan sawit. Terkait dengan hal diatas, Indonesia menjadi sorotan dunia karena dipersepsikan sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang cukup besar. Kondisi demikian itu menghadapkan pemerintah dan masyarakat pada situasi yang dilematis. Memprioritaskan pertumbuhan ekonomi berimplikasi meningkatnya emisi gas rumah kaca; sebaliknya, jika secara mutlak konversi lahan gambut dilarang maka kepentingan ekonomi terpinggirkan. Sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan yang pendekatannya berbasis pengintegrasian aspek sosial budaya, ekonomi, dan teknologi tepat guna yang sarat muatan aspek lingkungan adalah salah satu strategi yang d ipandang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Katakunci: kawasan gambut, sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. PENDAHULUAN Sejak pemanasan global dan perubahan iklim mengemuka sebagai salah satu ancaman paling potensial terhadap masa depan ketahanan pangan, perhatian terhadap eksistensi lahan gambut juga menguat. Alasannya, setiap jengkal konversi lahan gambut menjadi kawasan hunian ataupun kawasan budidaya menyebabkan emisi gas rumah kaca yang meningkat jika dibandingkan dengan konversi lahan non gambut. Terkait dengan hal itu perkembangan sawit di Indonesia (dan Malaysia) dinilai sebagai penyebab utama kerusakan hutan gambut (UNEP and UNESCO 2007) penghancur seringkali menjadi bulan-bulanan di dunia internasional karena terstigmatisasi sebagai salah satu penghancur kelestarian gambut. Persepsi tersebut tidaklah tanpa dasar, namun jelas kurang tepat dan tidak adil jika yang dilihat hanya dampak konversi lahan gambut terhadap emisi gas rumah kaca. Alasannya: (1) kondisi obyektif menunjukkan bahwa tingginya laju konversi lahan gambut untuk perluasan perkebunan sawit adalah implikasi dari tingginya laju pertumbuhan permintaan CPO di pasar global yang tentu saja merupakan faktor eksternal 379
2 Sumaryanto et. al. bagi Indonesia, (2) lahan gambut yang dibudidayakan untuk pertanian, kenyataan di lapangan menunjukkan lahan gambut terlantar dan sudah tidak ditumbuhi tanaman tegakkan kayu (kehutanan), (3) secara normatif Indonesia berhak untuk mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan devisa, (4) pengembangan sawit di lahan gambut memiliki kelayakan teknis-finansial yang tinggi. Dengan kata lain latar belakang pendayagunaan lahan gambut menjadi kawasan pertanian perlu dilihat dengan seksama; dan adanya teknologi pertanian yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca serta berkontribusi dalam sekuestrasi karbon haruslah diperhitungkan. Dengan luas lahan gambut sekitar 14,9 juta hektar, Indonesia adalah negara yang berperan penting dalam percaturan dunia di bidang mitigasi perubahan iklim. Indonesia akan diposisikan sebagai kontributor utama dalam penyerapan karbon jika lahan gambutnya dapat dipertahankan sesuai kondisi alaminya. Di sisi lain, Indonesia potensial sebagai kelompok lima besar penyumbang emisi gas rumah kaca jika pengelolaan lahan gambut mengabaikan prinsip-prinsip berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lahan gambut membutuhkan strategi yang secara komprehensif dapat mempertemukan kepentingan sosial ekonomi dan kepentingan pelestarian sumberdaya alam secara seimbang dan adil. Strategi tersebut tidak dapat dilakukan dengan pendekatan top down semata karena sistem pengelolaan yang produktif dan berkelanjutan mensyaratkan terakomodasikannya sumber-sumber keragaman yang seringkali bersifat spesifik lokal yang dimensinya tidak hanya mencakup dimensi teknis dan finansial tetapi juga dimensi sosial budaya komunitas setempat. Sebaliknya, pendekatan bottom up saja juga tidak akan mampu menjawab tantangan jaman karena dinamika lingkungan strategis mempengaruhi perkembangan sosial ekonomi wilayah. Interaksi antara komunitas setempat dengan dunia luar yang semakin intensif cenderung mendegradasi sendi-sendi kelembagaan lokal yang konvergen dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Proses degradasi kelembagaan tersebut seringkali sulit dihindari karena dalam konteks finansial ekonomi cenderung inferior karena seiring dengan menipisnya sekat-sekat isolasi maka perubahan sosial semakin mengarah pada sistem ekonomi pasar yang dalam tahap awal perkembangannya cenderung mengedepankan kepentingan jangka pendek. RUANG LINGKUP Ruang lingkup tulisan ini difokuskan pada kawasan lahan gambut yang telah berubah fungsi menjadi kawasan budidaya dan lahan gambut terlantar yang peraturan dan undangundang potensial dijadikan kawasan budidaya. Data dan informasi diperoleh dari studi pustaka dan hasil survey sosial ekonomi dalam Proyek Penelitian Kerjasama Badan Litbang Pertanian ICCTF tahun 2010/
3 Strategi pengembangan ekonomi masyarakat di kawasan lahan gambut Sebagai suatu tinjauan, makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai arti penting dari sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Diharapkan tulisan ini dapat berkontribusi dalam perumusan strategi peningkatan perekonomian masyarakat yang bermukim di kawasan lahan gambut dan sekitarnya yang berbasis pada sistem pengelolaan berkelanjutan. PROFIL PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT Total luas lahan gambut dunia pada saat ini adalah sekitar 400 juta hektar (sekitar 3% dari luas daratan bumi). Dari luas itu, sekitar 350 juta hektar di antaranya berada di kawasan utara hemisphere (Amerika Utara, Rusia, dan Eropa). Gambut tropis terutama ada di Asia Timur, Asia Tenggara, Kepulauan Karibia dan A merika Tengah, A merika Selatan, dan kawasan selatan Afrika. Diperkirakan luasnya sekitar tinggal juta hektar atau sekitar persen dari total luas lahan gambut dunia (Strack, 2008). Saat ini sekitar persen dari total lahan gambut dunia telah dieksploitasi, dan sebagian besar adalah untuk pertanian. Ini terjadi di negara-negara maju maupun negara berkembang. Perbedaannya, periode eksploitasi lahan gambut yang dilakukan negara-negara maju terjadi ketika perubahan iklim belum mengemuka; sedangkan di negara-negara berkembang terjadi ketika isu tentang perubahan iklim dan pentingnya mitigasi sangat mengemuka. Laju pertumbuhan cepat perluasan lahan pertanian di negara-negara berkembang terjadi dalam setengah abad terakhir. Khususnya untuk perluasan lahan pertanian yang merambah pula ke kawasan gambut, terjadi dalam tiga dekade terakhir dan dalam sepuluh tahun terakhir ini lajunya masih tinggi. Kondisi ini sangat dilematis bagi negara-negara berkembang. Di satu sisi, dalam rangka pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan maka negara-negara berkembang membutuhkan perluasan lahan pertanian. Dalam konteks seperti itu sulit untuk sama sekali tidak menyentuh lahan gambut. Di sisi lain, tuntutan global maupun atas kepentingan nasional jangka panjang; negara -negara berkembang (termasuk Indonesia) wajib ikut serta dalam aksi mitigasi perubahan iklim. Dari total luas lahan gambut yang terletak di kawasan Asia Tenggara yang luas totalnya diperkirakan sekitar juta hektar, sekitar 20,2 juta hektar diantaranya terletak di Indonesia. Dari 20,2 juta hektar tersebut yang telah berubah dari kondisi alamiahnya (hutan) diperkirakan sekitar 7,6 juta hektar atau sekitar 38 persen (IFCA, 2007), yaitu menjadi kawasan budidaya (terutama perkebunan sawit) dan semak belukar. Berbeda dengan lahan yang berubah menjadi kawasan budidaya, status penguasaan lahan gambut yang berubah menjadi semak belukar tersebut tidak jelas. Sebagian diantaranya berupa persil-persil lahan yang dikuasai komunitas setempat, sebagian lainnya merupakan lahan terlantar. 381
4 Sumaryanto et. al. Proporsi terbesar dari lahan gambut yang telah berubah fungsi tersebut berada di Sumatera (3,5 juta hektar) dan Kalimantan (1,7 juta hektar), dan sisanya di Papua. Di Sumatera dari 7,23 juta hektar yang telah dipetakan (93 persen dari perkiraan luas lahan gambut di wilayah tersebut) sekitar 1,03 juta hektar diantaranya terkonversi menjadi lahan perkebunan sawit. Di Kalimantan, dari 5,77 juta hektar yang telah dipetakan (sekitar 71 persen dari total luas lahan gambut di wilayah tersebut), sekitar 258,3 ribu hektar dikonversi menjadi perkebunan sawit (Miettinen. 2012). Selain dikonversi menjadi lahan perkebunan sawit, bentuk-bentuk konversi lainnya yang cukup luas adalah menjadi lahan tanaman industri (akasia), kebun karet, nanas, dan tanaman pangan/hortikultura. Berbeda dengan sawit yang sebagian besar pengusahaannya dilakukan oleh perusahaan, sebagian besar usahatani tanaman pangan dan kebun karet berupa usaha pertanian rakyat. Dominasi sawit dalam konversi lahan gambut menjadi kawasan budidaya tersebut disebabkan keuntungan finansial yang diperoleh dari usahatani sawit superior jika dibandingkan komoditas pertanian lainnya. Bahkan sebagian dari lahan pertanian pangan (termasuk sawah) di sejumlah lokasi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau dikonversi pula menjadi kebun-kebun sawit. Dalam lingkup makro, perkembangan industri sawit berkontribusi sangat besar pada perekonomian nasional. Ini terbukti dari penciptaan nilai tambah, penciptaan kesempatan kerja, dan penerimaan devisa. Sebagai ilustrasi, dalam lima tahun terakhir, sub sektor perkebunan merupakan satu-satunya sub sektor pertanian yang memiliki neraca perdagangan positif (Tabel Lampiran 1). Bagi wilayah yang bersangkutan, pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut serta berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan. Oleh karena itu dalam batas -batas tertentu agribisnis kelapa sawit dapat dipandang s ebagai primer mover pertumbuhan sektor pertanian khususnya, dan perekonomian wilayah pada umumnya. Agribisnis kelapa sawit (dan karet) memiliki daya dorong pertumbuhan output, nilai tambah, dan pendapatan yang sangat tinggi. Sebagai ilustrasi, pada dalam p eriode efek pengganda (multiplier effect) total untuk komoditas sawit dalam pembentukan output, nilai tambah, dan pendapatan telah meningkat masing -masing 13, 7, dan 19 persen; sedangkan untuk komoditas karet dengan urutan yang sama meningkat 0.4, 8, dan 1 persen (Tabel Lampiran 2). 382
5 Strategi pengembangan ekonomi masyarakat di kawasan lahan gambut URGENSI SISTEM PENGELOLAAN BERBASIS KEBERLANJUTAN Melihat peranannya dalam perekonomian kawasan dan nasional yang sangat strategis maka sejumlah ekses negatif yang muncul seiring dengan perkembangan agribisnis kedu a komoditas tersebut perlu ditangani secara bijaksana. Pertama, ekses negatif yang terkait dengan emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan sawit. Kedua, ekses negatif yang terkait dengan konflik-konflik penguasaan lahan antara perkebunan besar dengan komunitas setempat. Ketiga, ekses negatif yang terkait dengan menurunnya kapasitas produksi pangan akibat konversi lahan pangan menjadi lahan sawit dan atau karet. Nilai ekonomi pelestarian sumberdaya lahan gambut sangat tinggi dan dalam jangka panjang bukan tidak mungkin lebih tinggi dari nilai ekonomi eksploitasinya. Namun jawaban atas persoalan jangka panjang tidak mungkin dapat dicapai jika persoalan jangka pendek dan menengah juga tidak diatasi. Terkait dengan itu maka Indonesia terus berupaya mencari berbagai terobosan dan dalam rangka penyempurnaan model pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Sebagai bagian dari strategi pengelolaan lahan berkelanjutan tersebut adalah pemberlakuan moratorium gambut. Dalam tataran praktis, esensi dari sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dapat dipandang sebagai rekonsiliasi atas sasaran jangka pendek (sarat muatan ekonomi) dengan sasaran jangka menengah panjang (sarat muatan lingkungan). Konkritnya adalah mengupay akan agar pendayagunaan lahan gambut harus berbasis pada prinsip-prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan dimana emisi GRK diminimalkan dan sebisa mungkin ikut berkontribusi dalam sekuestrasi karbon, namun pada saat yang sama kepentingan finansial, ekon omi, kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan juga tercapai sasarannya. Adalah fakta bahwa salah satu masalah mendasar yang dihadapi dalam pembangunan pertanian nasional yang sampai saat ini belum terpecahkan adalah aspek pertanahan. Di beberapa wilayah, terutama di luar Pulau Jawa masih banyak sekali dijumpai dualisme kelembagaan penguasaan tanah. Sangat banyak dijumpai kasus-kasus incompatibility antara hukum pertanahana nasional (formal) dengan hukum adat yang dianut masyarakat setempat. Batas yurisdiksi, aturan representasi, dan masalah kepemilikan dalam organisasi sosial di bidang penguasaan tanah yang dianut komunitas lokal di wilayah yang bersangkutan tidak mudah diintegrasikan dalam aturan formal yang mengacu pada Undang-Undang Pertanahan Nasional. Kondisi tersebut merupakan salah satu sumber timbulnya konflik-konflik sosial dalam pendayagunaan sumberdaya lahan. Dalam sejumlah kasus, solusi atas konflik-konflik tersebut belum dapat diformulasikan dalam suatu mekanisme hukum yang berlaku umum karena paradigma yang dianut dalam masyarakat adat sangat beragam dan kadang-kadang diametral dengan sudut pandang yang dianut dalam hukum formal. 383
6 Sumaryanto et. al. Dalam sistem pengelolaan gambut berkelanjutan, konflik yang telah terjadi maupun sumber-sumber konflik tersebut harus diposisikan sebagai bagian integral dari strategi kebijakan. Justifikasinya adalah sebagai berikut. Pertama, sistem pengelolaan berkelanjutan berpijak pada paradigma peningkatan produktivitas berbasis prinsip kelestarian. Dalam konteks demikian itu, konflik penguasaan tanah kontraproduktif untuk introduksi teknologi dan kelembagaan sistem pengelolaan berkelanjutan. Kedua, konflik penguasaan tanah menyebabkan keuntungan ekonomi dari pengembangan agribisnis (misalnya sawit) menjadi lebih rendah bahkan mungkin merugi. Akibatnya, akumulasi manfaat yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk mendukung aksi-aksi mitigasi menipis bahkan mungkin menjadi nol. Ketiga, ekses konflik yang tidak tertangani dengan baik adalah munculnya penjarahan atas aset-aset produktif termasuk sumberdaya alam (lahan gambut) yang belum dimanfaatkan. Pencegahan atau setidaknya minimalisasi konversi lahan-lahan pangan menjadi lahan perkebunan sawit (dan karet) sangat dirasakan urgensinya. Tidak semua rumah tangga di kawasan yang bersangkutan merupakan petani perkebunan, sementara itu semua orang tentu butuh pangan. Secara teoritis, meningkatnya ketergantungan pangan dari daerah lain tidak menjadi masalah sepanjang daya beli masyarakat di wilayah tersebut tinggi. Namun dalam tataran praktis tidaklah sesederhana itu persoalannya. Adalah fakta bahwa seiring dengan konversi lahan sawah di sejumlah sentra produksi beras maka peningkatan kapasitas produksi pangan menjadi sangat lambat. A kibatnya, kemampuan daerah-daerah yang secara tradisional merupakan sumber pasokan pangan juga menurun. Pada gilirannya, kondisi demikian itu menyebabkan tingkat ketahanan pangan nasional menurun dan tentu saja menyentuh pula wilayah-wilayah perkebunan yang dimaksud di atas. STRATEGI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN Strategi umum pengembangan sistem pengelolaan gambut berkelanjutan adalah mensinergiskan upaya-upaya minimalisasi konversi lahan gambut alami dan peningkatan produktivitas usahatani pada lahan-lahan gambut yang telah tergarap berbasis teknologi ramah lingkungan dan pengurangan emisi karbon. 384 Pembangunan pemanfaatan lahan gambut ke depan perlu diarahkan untuk mencapai keberlanjutan (sustainability) dan sekaligus meminimalkan dampak negatif lingkungan, termasuk di antaranya penurunan emisi GRK. Penurunan produksi pangan dan meningkatnya bencana alam akibat pergeseran pola dan intensitas musim adalah dampak perubahan iklim yang mulai kita rasakan. Pengurangan emisi GRK dapat ditempuh melalui berbagai pendekatan, termasuk di antaranya melalui pengu rangan deforestrasi dan Degradasi Hutan (Reduction Emission from Deforestration and Forest
7 Strategi pengembangan ekonomi masyarakat di kawasan lahan gambut Degradation, REDD+) dan dari berbagai sektor, menjadi sebuah pilihan ekonomi yang positif dalam transisi ekonomi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon karena berpotensi mengurangi emisi karbon dan meningkatkan pendapatan nasional Indonesia di masa depan. Dalam pengurangan emisi GRK terutama karbon dioksida, Indonesia melakukannya tanpa mengorbankan pembangunan di sektor lain serta kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian yang dilakukan dengan prinsip pro-growth, pro job, pro-poor, and pro-environment kesempatan ini mempunyai urgensi untuk penurunan tingkat kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah mentargetkan perkembangan ekonomi sebesar 7% per tahun. Selain sebagai sumber emisi dan sebagai sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, sektor pertanian juga (khususnya lahan gambut) dapat berperan dalam memitigasi perubahan iklim. Jumlah emisi dari sektor pertanian dapat dikurangi melalui berbagai usaha mitigasi. Proses pertumbuhan tanaman, terutama tanaman tahunan (tanaman pohon - pohonan) menyerap CO 2 dari atmosfir melalui proses fotosintesis dan menjadikannya sebagai bagian dari jaringan tanaman penyimpan senyawa karbon organik. Melalui rehabilitasi lahan padang alang-alang dan semak belukar dengan penanaman tanaman tahunan seperti tanaman karet, kelapa sawit dan kakao, sektor pertanian dapat merupakan penambat karbon (karbon sink). KESIMPULAN Dalam menurunkan emisi GRK terutama karbon dioksida, diharapkan Indonesia melakukannya tanpa mengorbankan pembangunan di sektor lain serta kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian yang dilakukan dengan prinsip pro-growth, pro job, pro-poor, and pro-environment kesempatan ini mempunyai urgensi untuk penurunan tingkat kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi. Sistem pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dengan pendekatan mengintegrasikan aspek sosial budaya, ekonomi, dan teknologi tepat guna yang sarat muatan aspek lingkungan adalah salah satu strategi yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah emisi GRK. Selain sebagai sumber emisi dan sebagai sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, sektor pertanian juga (khususnya lahan gambut) dapat berperan dalam memitigasi perubahan iklim, terutama dengan mengusahakan tanaman tahunan. 385
8 Sumaryanto et. al. DAFTAR PUSTAKA IFCA Peatland Use in Indonesia. Dalam Anggraeni, L (2011). Analisis Ekonomi Mitigasi Penurunan Emisi di Lahan Gambut. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Miettinen, J., A. Hooijer, D. Tollenaar, S. Page, C. Malins, R. Vernimmen, C. Shi, and S. C. Liew Historical Analysis and Projection of Oil Palm Plantation Expansion on Peatland in Southeast Asia. White Paper Number 17. The International Council on Clean Transportation. Strack, M Peatlands and Climate Change. International Peat Society, Vapaudenkatu 12, Jyväskylä, Finland. 227 p. UNEP and UNESCO The last stand of the orangutan, State of emergency: illegal logging, fire and palm oil in Indonesia s National Parks. 386
9 Strategi pengembangan ekonomi masyarakat di kawasan lahan gambut Tabel Lampiran 1. Perkembangan neraca perdagangan pertanian Tabel Lampiran 2. Nilai pengganda total sektor sawit dan karet dalam struktur ekonomi Indonesia, 1995 dan
10 Sumaryanto et. al. 388
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan
Lebih terperinciWorkshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011
Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciRehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan
Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka
Lebih terperinciPENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN
PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa
Lebih terperinciPERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF
Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa
Lebih terperinciPENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013
PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia Australia dan samudra Pasifik Hindia dikaruniai sumber daya alam berupa hutan alam tropis yang memiliki
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciIntegrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek
Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciTopik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon
Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan
Lebih terperinciSetitik Harapan dari Ajamu
Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi
Lebih terperinciArah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia
Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Kebijakan Penguasaan Lahan (Land Tenure) : Pentingnya kebijakan land tenure bagi pertanian Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012
[Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KE DEPAN
BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil
ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),
Lebih terperinciPenggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi
Lebih terperinciKEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)
KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian
Lebih terperinciBAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN
BAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN 173 174 DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN Apabila dirunut ke belakang, arah dan pola pengembangan sektor pertanian sangat ditentukan oleh kebijakan rejim yang berkuasa.
Lebih terperinciPerkembangan Potensi Lahan Kering Masam
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI
Lebih terperinciRestorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan
Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) Mendefinisikan restorasi ekosistem (di hutan alam produksi)
Lebih terperinciREVITALISASI PERTANIAN
REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk
Lebih terperinciPemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth
Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan
Lebih terperinciLaporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN
BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciFocus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO
Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan
BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciHesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK
Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Seminar Hasil Penelitian Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari
Lebih terperinciINTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN
INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Disampaikan dalam Workshop: Peran Informasi Geospatial dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi menjadi pemasok utama biofuel, terutama biodiesel berbasis kelapa sawit ke pasar dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki 4,1 juta
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421
Lebih terperinciIlmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari
1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari luas tersebut merupakan gambut subtropika dan sisanya merupakan gambut tropika (Page et al., 2008;
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinci