BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Skizofrenia Definisi Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti terpotong atau terpecah dan phrēn yang berarti pikiran, sehingga skizofrenia berarti pikiran yang terpecah (Veague, 2007). Arti dari katakata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya adalah gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi (Wiramihardja, 2007). Dalam Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition (DSM-IV), skizofrenia didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif, ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi, dan menunjukkan terus gejala-gejala ini selama paling tidak enam bulan. Referensi lain juga menyebutkan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan yang mencakup gejala kelainan kekacauan pada isi pikiran, bentuk pikiran, persepsi, afeksi, perasaan terhadap diri sendiri, motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal (Halgin & Whitboume, 2014). Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah salah 8

2 9 satu jenis kelainan mental yang mengacaukan hampir seluruh fungsi manusia yang mencakup fungsi berpikir, persepsi, emosi, motivasi, perilaku, dan sosial Etiologi Skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab skizofrenia telah diselidiki dan menghasilkan beraneka ragam pandangan. Sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, atau abnormalitas dalam lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini. Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan seperti pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan atau stree-vulnerability model. a. Pendekatan biologis Pada pendekatan biologis menyangkut faktor genetik, struktur otak, dan proses biokimia sebagai penyebab skizofrenia (Halgin, 1997). 1. Teori genetik Teori ini menekankan pada ekspresi gen yang bisa menyebabkan gangguan mental. Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa faktor genetik sangat berperan dalam perkembangan skizofrenia, dimana ditemukan hasil bahwa skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan National Institute of Mental

3 10 Health (NIMH) pada keluarga penderita skizofrenia yang menyatakan bahwa skizofrenia muncul pada 10% populasi yang memiliki keluarga dengan riwayat skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Berdasarkan American Journal of Medical Genetic, menyatakan bahwa apabila kedua orang tuanya mengidap skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami skizofrenia adalah sebesar 40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang menderita skizofrenia (Semiun, 2006). Beberapa tahun terakhir telah diteliti mengenai gen yang spesifik berkontribusi terhadap timbulnya skizofrenia. Gen-gen tersebut di antaranya adalah Disrupted in Schizophrenia (DISC), G-Protein Signalling-4 (RGS4), Prolyne Dehidrogenase (PRODH), dan Neuregulin-1 (NRG-1) (Harrison & Owen, 2003). Dengan adanya kelainan gen-gen tersebut maka akan berpengaruh terhadap sintesis protein, misalnya akan menyebabkan disfungsi protein yang membentuk kompleks reseptor NMDA. Tentu saja hal ini akan menyebabkan hipofungsi reseptor NMDA yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala psikosis (Harrison & Owen, 2003). Hasil penelitian lain menunjukkan proporsi yang tinggi dari orang-orang skizofrenia mengalami masalah dengan suatu gen khusus pada kromosom 5 (Semiun, 2006). Hal ini menjadi logis karena gen ini mempengaruhi dopamin dan reseptor dopamin yang berperanan penting dalam timbulnya simptom skizofrenia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari satu gen dapat menyebabkan gangguan skizofrenia. Pengaruh genetik tidak sesederhana itu,

4 11 lingkungan individu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses perkembangan skizofrenia. Ada kemungkinan jika individu-individu yang hubungannya lebih erat memiliki lingkungan yang sama. Dengan begitu, tidak bisa disimpulkan dengan pasti mengenai satu dasar genetik pada skizofrenia. Selain itu juga, faktor-faktor genetik tidak dapat menjelaskan semua kasus skizofrenia. Dapat dikatakan jika gen-gen tersebut hanya meningkatkan kerentanan seseorang untuk menjadi seorang dengan skizofrenia. 2. Teori neurostruktural Berdasarkan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan A computed tomography (CT) scan otak pada orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan ada tiga tipe abnormalitas struktural, yaitu pembesaran pada ventrikel otak, atrofi kortikal, dan asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry) (Semiun, 2006). a) Pembesaran pada ventrikel otak Ventrikel adalah rongga atau saluran otak tempat cairan serebrospinal mengalir, diperkirakan pada pasien skizofrenia terjadinya pembesaran pada daerah ini hingga 20 hingga 50%. Kerusakan pada ventrikel berhubungan dengan skizofrenia kronis dan simptom negatif (Semiun, 2006). Struktur otak yang tidak normal seperti pembesaran ventrikel otak diyakini menyebabkan tiga sampai empat orang yang mengalaminya menderita skizofrenia (Nevid,

5 ). Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan otak kehilangan sel sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya dibandingkan otak yang normal. b) Atrofi kortikal Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan jaringan otak yang bersifat degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk berkembang normal, dan juga karena infeksi virus pada otak ketika masa kandungan (Nevid, 2012). Atrofi juga menyebabkan kerusakan suci yang menutupi selaput otak atau pembesaran celah antara bagian-bagian otak. Sebanyak 20 hingga 35% orang dengan skizofrenia mengalami kelainan ini (Semiun, 2006). c) Asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry) Pada orang normal, sisi kiri otak lebih besar daripada sisi kanan, tetapi kondisi yang terbalik terjadi pada orang-orang dengan skizofrenia. Padahal otak kiri bertanggung jawab dalam kemampuan bahasa, sedangkan otak kanan bertanggung jawab dalam kemampuan spasial. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam memahami masalah-masalah kognitif pada pasien skizofrenia. 3. Teori biokimia Pada teori biokimia, dikenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat. Overaktivitas reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa menyebabkan timbulnya gejala positif, sedangkan penurunan aktivitas

6 13 dopamin neuron pada jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif. Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan penurunan regulasi reseptor N- methyl-d-aspartate (NMDA) dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif (Harrison & Owen, 2003). Banyak literatur yang menyatakan hubungan peningkatan aktivitas dari neurotransmiter dopamin dengan skizofrenia. Tingginya konsentrasi dopamin yang ditemukan di daerah korteks pada lobus frontalis berperan dalam mengintegrasikan fungsi manusia (Semiun, 2006). Konsentrasi dopamin yang tinggi menyebabkan aktivitas neurologis yang tinggi dalam otak, sehingga memunculkan simptom-simptom skizofrenia. Tingginya aktivitas dopamin menyebabkan rangsangan yang tinggi pada daerah khusus pada otak, rangsangan tersebut mengganggu fungsi kognitif yang kemudian mengakibatkan halusinasi dan delusi. Penjelasan ini yang mengemukakan hubungan antara faktor biokimiawi dan faktor kognitif. Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas dopamin (Semiun, 2006). 1. Konsentrasi dopamin yang tinggi 2. Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamine 3. Jumlah reseptor dopamin yang terdapat pada sinapsis

7 14 Pada orang dengan skizofrenia ditemukan memiliki jumlah reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Penurunan drastis jumlah reseptor dopamin pada laki-laki terjadi pada usia antara tahun, sedangkan pada perempuan penurunan jumlah reseptor terjadi perlahanperlahan. Teori ini dapat menjadi penjelasan mengenai perbedaan onset yang terjadi pada laki-laki dan perempuan (Semiun, 2006). b. Teori psikogenik Teori psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan. c. Stress-Vulnerability Model Pendekatan ini meyakini bahwa orang orang tertentu yang memiliki kerentanan genetis terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia jika mereka hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stres (Semiun, 2006). Peristiwa dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini Gejala Positif Skizofrenia Gejala positif merupakan gajala yang mencolok, mudah dikenal, mengganggu keluarga dan masyarakat serta merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa klien berobat (Hawari, 2003). Gejala-gajala positif yang tiperlihatkan pada klien skizorenia yaitu :

8 15 a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun klien tetap meyakini kebenarannya. b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan (stimulus). Misalnya klien mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan ditelingannya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu. c. Kekacauan alam pikiran, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicara kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. d. Gaduh, gelisah tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. e. Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya. f. Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya. g. Menyimpan rasa permusuhan Gejala Negatif Skizofrenia Gejala negatif skizofrenia merupakan gajala yang tersamar dan tidak mengganggu keluarga ataupun masyarakat, oleh karenannya pihak keluarga seringkali terlambat membawa klien berobat (Hawari, 2003). Gejala-gejala nergatif yang diperlihatkan pada klien skizofrenia yaitu :

9 16 a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi. b. Menarik diri atau mengasingkan siri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). c. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam. d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. e. Pola pikir stereotip Jenis Skizofrenia Adapun jenis-jenis dari skizofrenia adalah (Videbeck, 2011) : a. Skizofrenia Paranoid Jenis skizofrenia dimana penderitanya mengalami bayangan dan khayalan tentang penganiayaan dan kontrol dari orang lain dan juga kesombongan yang berdasarkan kepercayaan bahwa penderitanya itu lebih mampu dan lebih hebat dari orang lain. b. Skizofrenia Tak Teratur Jenis skizofrenia yang sifatnya ditandai terutama oleh gangguan dan kelainan di pikiran. Seseorang yang menderita skizofrenia sering menunjukkan tanda tanda emosi dan ekspresi yang tidak sesuai untuk keadaan nya. Halusinasi dan khayalan adalah gejala gejala yang sering dialami untuk orang yang mederita skizofrenia jenis ini.

10 17 c. Skizofrenia Katatonia Jenis skizofrenia yang ditandai dengan berbagai gangguan motorik, termasuk kegembiraan ekstrim dan pingsan. Orang yang menderita bentuk skizofrenia ini akan menampilkan gejala negatif: postur katatonik dan fleksibilitas seperti lilin yang bisa di pertahankan dalam kurun waktu yang panjang. Skizofrenia Tanpa Kriteria / Golongan yang jelas Jenis skizofrenia dimana penderita penyakitnya memiliki delusi, halusinasi dan perilaku tidak teratur tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, tidak teratur, atau katatonik. d. Skizofrenia Residual Skizofrenia residual akan di diagnosis ketika setidaknya epsiode dari salah satu dari empat jenis skizofrenia yang lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak mempunyai satu pun gejala positif yang menonjol Kriteria Diagnostik Skizofrenia Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi (Maramis, 2009): a. Gangguan pada isi pikiran Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan pikiran yang paling umum dihubungkan dengan skizofrenia. Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses berpikir, seperti percaya bahwa

11 18 pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap. b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah. c. Gangguan persepsi halusinasi Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya.

12 19 d. Gangguan afeksi (perasaan) Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya. e. Gangguan psikomotor Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial Penatalaksanaan Psikofarmakologi Pengobatan medis utama untuk skizofrenia adalah Psychopharmacology. Di masa lalu, terapi yang digunakan adalah terapi electroconvulsive, terapi kejut insulin, dan psychosurgery, tapi karena terciptanya chlorpromazine (Thorazine) pada tahun 1952, terapi lainnya telah tidak digunakan lagi. Obat antipsikotik, juga

13 20 dikenal sebagai neuroleptik, diresepkan untuk keberhasilan dalam mengurangi gejala psikotik (Videbeck, 2011). Semakin tua, atau konvensional, obat antipsikotik merupakan antagonis dopamin. Yang lebih baru, atau atipikal, obat antipsikotik ada dua yaitu dopamin dan serotonin antagonis. Para antipsikotik konvensional menargetkan tanda-tanda positif skizofrenia, seperti delusi, halusinasi, pikiran terganggu, dan gejala psikotik lainnya, tetapi tidak memiliki efek pada tanda-tanda negatif. Para antipsikotik atipikal tidak hanya mengurangi gejala positif tetapi juga, mengurangi tanda-tanda negatif kurangnya kemauan dan motivasi, penarikan sosial, dan anhedonia (Videbeck, 2011) Pengobatan Psikososial Selain pengobatan farmakologis, banyak mode lain dari pengobatan untuk membantu orang dengan skizofrenia. Terapi individu atau kelompok, terapi keluarga, pendidikan keluarga, dan pelatihan keterampilan sosial dapat dilembagakan untuk klien baik rawat inap dan pengaturan masyarakat. Sesi terapi individu dan kelompok, memberikan klien kesempatan untuk kontak sosial dan berhubungan dengan orang lain. Kelompok yang fokus pada topik yang menjadi perhatian seperti manajemen obat-obatan, penggunaan masyarakat untuk mendukung klien, dan kekhawatiran keluarga juga telah bermanfaat bagi klien dengan skizofrenia (Pfammatter, Junghan, & Brenner, 2006).

14 21 Klien dengan skizofrenia dapat meningkatkan kompetensi sosial mereka dengan pelatihan keterampilan sosial, yang diterjemahkan ke dalam fungsi yang lebih efektif di masyarakat. Pelatihan keterampilan sosial dasar melibatkan perilaku sosial yang kompleks menjadi langkah-langkah sederhana, berlatih melalui role-playing, dan menerapkan konsep-konsep pengaturan dalam masyarakat atau dunia nyata. Pelatihan adaptasi kognitif digunakan untuk mendukung lingkungan yang dirancang untuk meningkatkan fungsi adaptif dalam pengaturan rumah. Individual disesuaikan mendukung lingkungan seperti tandatanda, kalender, perlengkapan kebersihan, dan wadah pil isyarat klien untuk melakukan tugas-tugas yang terkait (Velligan, et al., 2006). Sebuah terapi baru, cognitive enhancement therapy (CET), menggabungkan pelatihan kognitif berbasis komputer dengan sesi kelompok yang memungkinkan klien untuk berlatih dan mengembangkan keterampilan sosial. Pendekatan ini dirancang untuk memulihkan atau memperbaiki defisit sosial dan neurokognitif klien, seperti perhatian, memori, dan pengolahan informasi. Latihan pengalaman membantu klien untuk mengambil perspektif orang lain, daripada fokus sepenuhnya pada diri. Hasil positif dari CET meliputi peningkatan stamina mental, aktif bukan pasif pengolahan informasi, dan negosiasi spontan dan tepat tantangan sosial tanpa latihan (Hogarty, Hogarty, Greenwald, Keshavan, & Eack, 2011) Pendidikan keluarga dan terapi yang dikenal untuk mengurangi dampak negatif dari skizofrenia dan mengurangi tingkat kekambuhan (Penn, Waldheter, Perkins, Mueser, & Lieberman, 2005). Meskipun masuknya keluarga merupakan

15 22 faktor yang meningkatkan hasil bagi klien, keterlibatan keluarga sering diabaikan oleh para profesional perawatan kesehatan. Keluarga sering memiliki waktu yang sulit menghadapi kompleksitas dan konsekuensi dari penyakit klien. Hal ini menciptakan stres di antara anggota keluarga yang tidak menguntungkan bagi anggota klien atau keluarga. Pendidikan keluarga membantu untuk membuat anggota keluarga bagian dari tim pengobatan. 2.2 Pengertian Halusinasi Definisi Halusinasi Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang apa pun pada pancaindra seseorang,yang terjadi pada kesadaran sadar/bangun dasarnya munkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1990). Oleh karena itu secara singkat halusinasi adalah persepsi atau pengalaman palsu. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010) Jenis Halusinasi Menurt Stuart (2007), halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Halusinasi pendengaran : karakteristiknya ditandai dengan mendengar suara terutama suara-suara orang biasanya klien mendengar suara orang

16 23 yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. b. Halusinasi penglihatan : karakteristiknya yaitu dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun atau panorama yang luas dan kompleks, penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. c. Halusinasi penghidu : karakteristiknya ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadangkadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. d. Halusinasi peraba : karakteristiknya ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. e. Halusinasi pengecap : karakteristiknya ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan. f. Halusinasi sinestetik : karakteristiknya ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine (Prabowo, 2014) Fase Halusinasi Fase halusinasi menurut (Dermawan & Rusdi, 2013) sebagai berikut :

17 24 a. Tahap I (comforting): Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. b. Tahap II (Condeming): Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol, menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaitu dengan terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas (Dermawan & Rusdi, 2013). c. Tahap III (Controlling): Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman

18 25 sensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat. d. Tahap IV (Conquering): Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan (Prabowo, 2014) Rentang Respon Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adatif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsistenm dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladatif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut (Stuart & Sundeen, 1998) :

19 26 Rentang Respon Neurobiologis Respon Adatif Respon Maladatif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten Perilaku sesuai Hubungan sosial ketidakteraturan Pikiran kadang menyimpang Ilusi Reaksi emosional berlebihan Perilaku aneh/tidak biasa Menarik diri Kelainan pikiran Halusinasi disorganisasi Emosi Isolasi sosial Gambar 1 Rentang Respon Neurobiologis Penatalaksanaan Halusinasi Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi adalah dengan pemberian obatobatan dan tindakan lain, yaitu : a. Terapi kejang listrik/electro Compulsive Therapy (ECT). b. Terapi aktivitas kelompok (TAK). c. Psikofarmakologis Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obatan antipsikosis. Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2007)

20 Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok Definisi Terapi Aktivitas Kelompok aktivitas kelompok merupakan suatu terapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep, 2009). Terapi akitivitas kelompok adalah suatu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan oleh perawat kepada sekelompok pasien dengan masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai targen asuhan (Keliat,2005). Dapat disimpulakan terapi aktivitas kelompok adalah suatu terapi yang dilakukan oleh sekelompak pasien dengan masalah keperawatan yang sama sehingga dapat meningkatkan hubungan antar anggota dan dipimpin oleh perawat atau terapis dengan melakukan aktivitas ditujukan untuk terapai, dan kelompok digunakan untuk target asuhan Jenis Terapi Aktivitas Kelompok Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Dari jenis TAK diatas yang dipilih oleh peneliti adalah TAK stimulasi persepsi.

21 Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi kemampuan mengontrol halusinasi adalah TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus pada pasien halusinasi sehingga pasien bisa mengontrol halusinasinya (Purwaningsih dan Karlina, 2010). Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan); stimulus dari tiga puluh dua pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptif atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus. Menurut Keliat (2005) TAK : Stimulasi Persepsi ada 5 sesi yakni sesi 1: mengenal halusinasi, sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3 :mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan cara bercakap-cakap, sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. Tujuan dari terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi adalah meningkatkan kemampuan orientasi realita, meningkatkan kemampuan

22 29 memusatkan perhatian, meningkatkan kemampuan intelektual, dan mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain Komponen Terapi Aktivitas Kelompok Menurut Stuart & Laraia (2005) komponen kelompok terdiri dari delapan aspek, yaitu sebagai berikut Struktur Kelompok Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama Besar Kelompok Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2005) adalah 7-10 orang, menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang, sedangkan menurut Yosep (2007) jumlah anggota kelompok yang ideal dengan verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.

23 Lamanya Sesi Waktu optimal untuk satu sesi adalah menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, 2005). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/ dua kali per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan Komunikasi Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan. Laraia, 2005) Elemen penting observasi komunikasi verbal dan nonverbal (Stuart & a. Komunikasi setiap anggota kelompok b. Rancangan tempat dan duduk (setting) c. Tema umum yang diekspresikan

24 31 d. Frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi e. Kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok f. Proses penyelesaian masalah terjadi Peran Kelompok Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu (Stuart & Laraia, 2005) maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok Kekuatan Kelompok Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok Norma Kelompok Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.

25 32 Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain Kekohesifan Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini memengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain Prinsip Terapi Aktivitas Kelompok Prinsip memilih klien untuk Terapi aktivitas kelompok Menurut Keliat (2005) adalah sebagai berikut : a. Gejala sama Misalnya terapi aktivitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien halusinasi, dan lain sebagainya. Setiap terapi aktivitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk

26 33 sosialisasi, kerjasama, maupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai apabila klien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerja sama atau berbagi dalam proses terapi. b. Kategori sama dalam artian klien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Klien yang dapat diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok adalah klien akut skor rendah sampai klien tahap promotion. Bila dalam satu terapi klien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai. c. Jenis kelamin Pengalamn terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pada klien dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi daripada perempuan. Maka lebih baik dibedakan. d. Kelompok umur hampir sama antar klien. Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi e. Jumlah efektif adalah 7-10 orang per-kelompok terapi Jika terlalu banyak peserta, maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada klien. Bila

27 34 terlalu sedikitpun trapi akan terasa sepi interaksi dan tujuannya sulit tercapai Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok pada penderita skizofrenia adalah a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis. b. Tugas sebagai leader dan coleader Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok. c. Tugas sebagai fasilitator,

28 35 Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan. d. Tugas sebagai observer Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon penderita,mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota kelompok yang drop out. e. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi. Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok, kurangnya keterbukaan resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut. f. Program antisipasi masalah Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok. (Purwaningsih dan Karlina, 2010).

29 TAK Stimulasi Persepsi Pada Pasien Halusinasi Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi dilakukan lima sesi yang melatih kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya. Kelima sesi tersebut akan peneliti paparkan dalam pedoman pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi sebagai berikut : a. Sesi 1 mengenal halusinasi 1) Tujuan a) Klien dapat mengenal halusinasi. b) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi c) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi d) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. 2) Setting a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang. 3) Alat a) Spidol b) Papan tulis/whiteboard/flipchart 4) Metode a) Diskusi dan tanya jawab b) Bermain peran/simulasi 5) Langkah kegiatan a) Persiapan

30 37 (1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi (2) Membuat kontrak dengan klien (3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan b) Orientasi (1) Salam terapeutik. (a) Salam dari terapis kepada klien (b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama) (c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama). (2) Evaluasi/validasi : Menanyakan perasaan klien saat ini (3) Kontrak (a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar. (b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. II. Lama kegiatan 45 menit. III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja (1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang

31 38 isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi. (2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard. (3) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik. (4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari halusinasi yang dialami. d) Tahap terminasi (1) Evaluasi (a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK (b) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Tindak lanjut Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi halusinasi. (3) Kontrak yang akan datang (a) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi. (b) Menyepakati waktu dan tempat 6) Evaluasi dan dokumentasi a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan

32 39 TAK. Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Formulir evaluasi tersedia pada lampiran berikutnya. b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan geram). Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan kepada perawat. b. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik. 1) Tujuan a) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi. b) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi. c) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi. 2) Setting a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang. 3) Alat a) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart b) Jadwal kegiatan klien

33 40 4) Metoda a) Diskusi dan tanya jawab. b) Bermain peran/simulasi. 5) Langkah kegiatan a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 1. (2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. b) Orientasi (1) Salam terpaeutik (a) Salam dari terapis kepada klien. (b) Klien dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi. (a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini. (b) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan. (3) Kontrak. (a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi. (b) Menjelaskan aturan main berikut : I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. II. Lama kegiatan 45 menit.

34 41 III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja : (1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran. (2) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita. (3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul. (4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu : Pergi, jangan ganggu saya, Saya mau bercakap-cakap dengan. (5) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapatkan giliran. (6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi. d) Tahap terminasi (1) Evaluasi. (a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. (b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

35 42 (2) Rencana tindak lanjut. (a) Terapis menganjurkan setiap anggota kelompok untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul. (b) Memasukkan kegiatan menghardik pada jadwal kegiatan harian klien. (3) Kontrak yang akan datang. (a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan. (b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya. 6) Evaluasi dan dokumentasi a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2, dievaluasi kemampuan klien mengatasi halusinasi dengan menghardik menggunakan formulir evaluasi. b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melaksanakan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Misalnya, klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 2. Klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi. Anjurkan klien

36 43 menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal). c. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan. 1) Tujuan a) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi. b) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 2) Setting a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang. 3) Alat a) Buku catatan dan pulpen. b) Jadwal kegiatan harian klien. c) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart 4) Metode a) Diskusi dan tanya jawab. b) Bermain peran/simulasi dan latihan. 5) Langkah kegiatan a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2. (2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

37 44 b) Orientasi (1) Salam terapeutik (a) Salam dari terapis kepada klien. (b) Peserta dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi. (a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini. (b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari. (c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik halusinasi. (3) Kontrak: (a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan. (b) Menjelaskan aturan main berikut : I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. II. Lama kegiatan 45 menit. III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja (1) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.

38 45 (2) Terapis meminta setiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan ditulis di whiteboard. (3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di whiteboard. (4) Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard. (5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun. (6) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan. d) Tahap terminasi (1) Evaluasi. (a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya. (b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Rencana tindak lanjut. Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

39 46 (3) Kontrak yang akan datang. (a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. (b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat. 6) Evaluasi dan dokumentasi a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3 dievaluasi kemampuan klien mencegah timbulnya halusinasi dengan melakukan kegiatan harian, dengan menggunakan formulir evaluasi. b) Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi. d. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. 1) Tujuan a) Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi. b) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.

40 47 2) Setting a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang. 3) Alat a) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen. b) Fliphchart/Whiteboard dan spidol. 4) Metoda a) Diskusi dan tanya jawab b) Bermain peran/simulasi 5) Langkah kegiatan a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3. (2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. b) Orientasi (1) Salam terpaeutik: (a) Salam dari terapis kepada klien. (b) Peserta dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi (a) Menanyakan perasaan klien saat ini. (b) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.

41 48 (3) Kontrak (a) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. (b) Terapis menjelaskan aturan main berikut : I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. II. Lama kegiatan 45 menit. III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal samapai selesai. c) Tahap kerja (1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi. (2) Terapis meminta setiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap. (3) Terapis meminta setiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan. (4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul, Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster atau Suster, saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang. (5) Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya. (6) Berikan pujian atas keberhasilan klien. (7) Ulangi kegiatan no. 5 dan 6 sampai semua klien mendapat giliran.

42 49 d) Tahap terminasi (1) Evaluasi (a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. (b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih. (c) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Rencana tindak lanjut Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap. (3) Kontrak yang akan datang (a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. (b) Terapis menyepakati waktu dan tempat 6) Evaluasi dan dokumentasi a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi persepsi halusinasi sesi 4, dievaluasi kemampuan mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, yaitu dengan menggunakan formulir evaluasi. b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4. Klien belum mampu secara

43 50 lancar bercakap-cakap dengan orang lain. Anjurkan klien bercakap-cakap dengan perawat dan klien lain di ruang rawat. e. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. 1) Tujuan a) Klien memahami pentingnya patuh minum obat. b) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat. c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. 2) Setting a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran b) Ruangan nyaman dan tenang 3) Alat a) Jadwal kegiatan harian klien b) Flipchart/whiteboard dan spidol. c) Beberapa contoh obat. 4) Metoda a) Diskusi dan tanya jawab b) Melengkapi jadwal harian. 5) Langkah kegiatan a) Persiapan (1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4. (2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

44 51 b) Orientasi (1) Salam terpaeutik (a) Salam dari terapis kepada klien. (b) Peserta dan terapis memakai papan nama (2) Evaluasi/validasi (a) Menanyakan perasaan klien saat ini (b) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan dan bercakap-cakap). (3) Kontrak (a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. (b) Menjelaskan aturan main berikut : I. Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis. II. Lama kegiatan 45 menit. III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja (1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh, karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh. (2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Halusinasi 1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merusak stimulasi yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Pengaruh Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap Kemampuan Kognitif dan Psikmotor Pasien Dalam Mengontrol Halusinasi Di Ruangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) 1.1 Defenisi Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang datang internal / eksternal (Carpenito,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi Halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepi sensori seseorang, tetapi tidak terdapat stimulus dari luar (Varcarolis, 2006, dalam Yosep, 2011). Adapun

Lebih terperinci

PROPOSAL Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realita

PROPOSAL Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realita PROPOSAL Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realita A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk social yang hidup berkelompok dimana satu dengan yang lainnya saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS : MENARIK DIRI) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS : MENARIK DIRI) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS : MENARIK DIRI) BAB I PENDAHULUAN A. DEFINISI TAK Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Skizofrenia Menurut Hawari (2001) skizofrenia dapat dipicu dari faktor genetik. Namun jika lingkungan sosial mendukung seseorang menjadi pribadi yang terbuka maka sebenarnya

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI A. Latar belakang Pada pasien gangguan jiwa dengan dengan kasus skizofrenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori, halusinasi. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) BAB II TUNJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) Menarik diri merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih Pengertian Hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan ra ngsangan internal(pikiran) dan rangsangan eksternal(dunia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Skizofrenia Paranoid 1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala

Lebih terperinci

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI Oleh : ERFANDI A. Definisi Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab WAHAM 1. Pengertian Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah, keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya (Keliat, BA, 1998).

Lebih terperinci

TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI

TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI TERAPI AKTIVITAS STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI Disusun oleh: Kelompok 4 1. Intan Cahya P (14.401.15.046) 2. Khusnul Hotimah (14.401.15.050) 3. Muhamad Gimnastyar (14.401.15.056) 4. Novia Panca A (14.401.15.059)

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Halusinasi 1. Pengertian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PENINGKATAN HARGA DIRI

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PENINGKATAN HARGA DIRI PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PENINGKATAN HARGA DIRI A. Konsep Harga Diri Rendah Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Orang dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku pantas dan adaptif.organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan sebagai

Lebih terperinci

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Penggunaan kelompok dalam praktek kesehatan jiwa memberikan dampak posotif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi pemulihann kesehatan seseorang. Keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang dapat menimbulkan perilaku aneh, tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengelola, dan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini saya sedang melakukan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini saya sedang melakukan 52 Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Ledy Gresia Sihotang adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Disusun oleh : TRI ARI AYUNANINGRUM J 200 080 051 KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

PRE PLANNING TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA SESI I: PENGENALAN ORANG

PRE PLANNING TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA SESI I: PENGENALAN ORANG PRE PLANNING TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA SESI I: PENGENALAN ORANG Topik Sesi ke Terapis Sasaran Tempat : TAK Orientasi Realita : I (Pengenalan Orang) : 5 orang mahasiswa Fak. Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN KONSEP BAB II TINJAUAN KONSEP A. Pengertian Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

Lebih terperinci

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Stimulasi Persepsi Halusinasi

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Stimulasi Persepsi Halusinasi TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK Stimulasi Persepsi Halusinasi DI SUSUN OLEH: 1. Ana Setyani Hadi (14.401.15.005) 2. Anggi Setyawan (14.401.15.009) 3. Bayu Dahroni (14.401.15.015) 4. Dhidin Hartiningsih (14.401.15.028)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isolasi Sosial 2.1.1 Pengertian Isolasi sosial merupakan perilaku yang teramati pada respon sosial maladaptif yang mewakili upaya individu untuk mengatasi ansietas yang berhubungan

Lebih terperinci

Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI I. PROSES TERJADINYA MASALAH Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Halusinasi 1. Definisi halusinasi Perubahan sensori halusinasi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami perubahan terhadap stimulus yang datang yang menimbulkan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN Materi Waktu : Deteksi dini gangguan jiwa : 30 menit 1. Analisa Situasional Penyuluh : Mahasiswa profesi Program Studi Keperawatan Unsri Peserta : Keluarga pasien di Poli jiwa RSJ

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diperkarai secara internal atau eksternal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi adalah Proses penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interaksi Sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. Z DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SEMBADRA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA DisusunOleh : HILYATUN NISA J 200 090

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Halusinasi 1. Definisi halusinasi Perubahan sensori halusinasi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami perubahan terhadap stimulus yang datang yang menimbulkan

Lebih terperinci

b Klasifikasi Halusinasi Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

b Klasifikasi Halusinasi Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya : A Latar Belakang Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) SOSIALISASI

PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) SOSIALISASI PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) SOSIALISASI Oleh Kelompok : 1 1. Joko Sutrisno (14.401.15.047) 2. Khoiru Oktavia W (14.401.15.048) 3. Ratih Lutvi G (14.401.15.067) 4. Ratna Agustin M (14.401.15.068)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. D diruang Dewa Ruci RSJD Amino Gondohutomo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI A. Latar Belakang Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain (Gail W. Stuart, 2007). Penurunan sosialisasi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan kehilangan batasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Isolasi Sosial: Menarik Diri 2.1.1. Pengertian Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian dialami oleh individu diterima sebagai ketentuan oleh orang lain sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran 1. Pengertian Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses pengindraan (Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme neurologis yang

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN SELF EVALUASI KEPALA RUANGAN Dalam melaksanakan MPKP Nama :... Ruangan :... Tanggal :... RS :... Petunjuk Jawab pertanyaan berikut sesuai dengan kegiatan MPKP yang telah saudaralakukan : 1. Sl

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Kemarahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). 1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Menarik diri adalah satu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). (Depkes RI, 1983) Menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. MASALAH UTAMA Gangguan persepsi sensori : halusinasi B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Pengertian Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan (Damaiyanti, 2012). Menurut Valcarolis

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Skizofrenia Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SCHIZOPHRENIA Apakah Skizofrenia Itu? SCHIZOS + PHREN Gangguan jiwa dimana penderita

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kognisi adalah suatu proses mental yang dengannya seorang individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, industri dan termasuk Indonesia. Meskipun gangguan

Lebih terperinci

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori Oleh Kelompok : 2 1. Indra Kurniawan (14.401.15.044) 2. Indri Istiani (14.401.15.045) 3. Marfuah (14.401.15.054) 4. Putri Intan Sari (14.401.15.064) 5. Qonita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia saat ini, banyak mengalami keprihatinan dengan kesehatan, salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari perhatian. Orang sengaja

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Muhammad Nur Firman 1, Abdul Wakhid 2, Wulansari 3 123

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar. menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar. menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan menimbulkan perilaku maladaptif

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA RUANGAN RAWAT : TANGGAL DIRAWAT : I. IDENTITAS KLIEN Inisial : ( L

Lebih terperinci