Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 11 Pages pp

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 11 Pages pp"

Transkripsi

1 ISSN Pages pp PENGARUH PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH, PERUBAHAN ANGGARAN DANA BAGI HASIL, DAN PERUBAHAN ANGGARAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TERHADAP PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA TIDAK LANGSUNG (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Aceh) 1) Nelliyanti, 2) Dr. Darwanis, SE,. M.Si, Ak, CA, 3) Dr. Syukriy Abdullah, SE,. M.Si, Ak 1) Magister Akuntansi Program Banda Aceh 2,3) Staff Pengajar Magister Akuntansi Banda Aceh. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perubahan anggaran Pendapatan Asli Daerah, perubahan anggaran Dana Bagi Hasil, dan perubahan anggaran SiLPA secara bersama-sama terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh dan menguji pengaruh perubahan anggaran Pendapatan Asli Daerah, perubahan anggaran Dana Bagi Hasil, dan perubahan anggaran SiLPA secara sendiri-sendiri terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh. Objek penelitian ini adalah data anggaran murni dan data anggaran perubahan periode dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu dokumen-dokumen yang diperoleh dari Dinas Kekayaan Aceh (DKA). Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik dokumentasi. Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan anggaran Pendapatan Asli Daerah, perubahan anggaran Dana Bagi Hasil, dan perubahan anggaran SiLPA berpengaruh secara bersama-sama terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, Perubahan anggaran Dana Bagi Hasil berpengaruh positif langsung pada kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran SiLPA berpengaruh negatif terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh. Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, Belanja Tidak Langsung. PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Darise, 2006:143). Halim dan Abdullah (2006) menyatakan bahwa APBD merupakan dokumen penting dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia yang harus ditetapkan dengan peraturan daerah sebelum tahun pelaksanaanya dimulai. Oleh karena penyusunan rencana kerja yang akan dibiayai dari APBD dilakukan setahun sebelum pelaksanaannya, maka pada saat pelaksanaan anggaran dapat dilakukan penyesuaian atau perubahan anggaran sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Perubahan APBD dimungkinkan jika terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, terdapat keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja serta terjadi Volume 5, No. 2, Mei

2 keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan (Darise, 2006: ). Lebih lanjut, Permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 154 angka 1 menyatakan bahwa perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi (1) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD,(2) Keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, (3) Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih dari tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan dan (4) Keadaan darurat dan (5) Keadaan luar biasa. Abdullah dan Rona (2015) menyatakan bahwa salah satu fenomena yang biasa dalam penganggaran di pemerintahan adalah perubahan dan revisi terhadap anggaran yang sedang dilakukan pada tahun berjalan. Bland dan Rubin (1997:58); Dougherty, et al. (2003) dan Forrester dan Mullins (1992) dalam Abdullah dan Rona (2015), menyatakan perubahan anggaran dilakukan untuk menyesuaikan antara target dan alokasi dengan perkembangan terkini di lapangan, misalnya karena terjadi perubahan asumsi yang mempengaruhi estimasi penerimaan dan pengeluaran, sehingga dengan adanya penyesuaian makatarget yang telah ditentukan sebelumnya dapat tercapai seperti yang diharapkan. Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda, baik untuk perubahan anggaran penerimaan maupun perubahan anggaran pengeluaran (Abdullah dan Nazry, 2014). Dalam struktur APBD di Indonesia, komponen anggaran terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan, dimana ketiga-ketiganya dapat mengalami penyesuaian selama tahun berjalan. Logika penyusunan anggaran diindonesia menggunakan tax-spending hypothesia, yang mengasumsikan bahwa besaran target penerimaan yang terdiri dari pendapatan dan penerimaan pembiayaan, akan menentukan perkiraan pengeluaran yang meliputi dari belanja dan pengeluaran pembiayaan. Hal tersebut memberi pengertian bahwa perubahan anggaran pendapatan dan penerimaan pembiayaan akan menyebabkan perubahan dalam anggaran belanja dan pengeluaran pembiayaan (Abdullah dan Rona, 2015). Perubahan anggaran belanja dapat menjadi gambaran dari perubahan target pelayanan publik dan orientasi pembangunan daerah, setidaknya untuk jangka pendek. Sebagaimana menurut Sharkansky (1967), dalam Abdullah dan Rona, (2015). Anggaran belanja merupakan indikator kualitas pelayanan publik yang dapat diberikan dan prioritas pembagunan yang ditetatpkan oleh pemerintah dan Anggaran juga dapat dipandang sebagai posisi tawar (bargaining position) dari para pembuat keputusan anggaran yang ada di pemerintahan (Rubin, 1996:4). Abdullah (2012) memberikan gambaran tentang beberapa bentuk perubahan alokasi untuk belanja daerah. (1) Perubahan 69 - Volume 5, No. 2, Mei 2016

3 karena adanya pergeseran antar-kelompok atau antar-jenis anggaran (virement). Pergeseran anggaran dapat terjadi dalam satu SKPD, meskipun total alokasi untuk SKPD yang bersangkutan tidak berubah, dan antar-skpd, namun tidak mengubah anggaran belanja pemerintah daerah secara keseluruhan. (2) Perubahan belanja karena adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan, sebagai akibat dari adanya perubahan kebijakan oleh pemerintahan yang lebih tinggi. (3) Perubahan anggaran belanja karena kondisi yang tidak terprediksi sebelumnya. Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh perubahan anggaran Pendapatan Asli Daerah, perubahan Dana Bagi Hasil, dan perubahan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Perubahan anggaran pendapatan asli daerah, perubahan anggaran dana bagi hasil, dan perubahan anggaran SiLPA secara bersamasama terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran pendapatan asli daerah terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran dana bagi hasil langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh dan perubahan anggaran SiLPA terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh. KAJIAN KEPUSTAKAAN Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 16 menyatakan belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Abdullah dan Halim (2004) belanja daerah merupakan semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang yang menjadi beban daerah. Pengeluaran ini dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan wewenang dan tangungjawabnya kepada masyarakat dan pemerintah diatasnya (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat). Belanja daerah meliputi semua pengeluaran yang mengurangi ekuitas dana lancar yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Menurut Abdullah dan Ramadhan (2014) untuk belanja daerah yang dianggarkan dalam perubahan APBD tahun 2013, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Dalam perubahan belanja daerah yang dianggarkan pada perubahan APBD dibatasi pada kegiatan yang betul-betul prioritas dilakukan. (2) Belanja daerah disusun dengan skala prioritas yaitu dengan menggunakan kegiatan-kegiatan yang nantinya bisa berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan daerah serta berorientasi pada pencapaian hasildari inputyang direncanakan. (3) Pemerintah hendaknya memberikan perhatian hasil dari input yang direncanakan. (4) Perubahan APBD difokuskan pada pergeseran anggaran dan kegiatan yang sifatnya Volume 5, No. 2, Mei

4 benar-benar mendesak. Untuk memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja pada setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diklarifikasikan berdasarkan kelompok belanja yaitu: (a) Belanja Langsung dan (b) Belanja tidak langsung (Darise, 2009:133). Menurut Darise (2009:133) belanja tidak langsung adalah belanja yang penganggarannya tidak dipenuhi secara langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan dan dianggarkan setiapu tahun anggaran sebagai konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah secara periodik kepada pegawai yang bersifat tetap (pembayaran gaji dan tunjangan) dan kewajiban untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya diperlukan secara periodik. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 36 Angka 2 mendefinisikan belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan ketentuan umum UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menyatakan bahwa Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proposional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dana perimbangan ini terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus dan jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBD. Abdullah (2013b) mengungkapkan ada beberapa kondisi yang menyebabkan sebab perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, yaitu karena (1) target pendapatan dianggarkan terlalu rendah dalam anggaran daerah atau APBD (Underestimated).(2) Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapatdipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah budget minimazer. (3) Jika dalam APBD murni target PAD underestimated, maka dapat dinaikkan dalam APBD perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. PAD dapat berpengaruh terhadap alokasi belanja pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan karena tidak adanya ketentuan yang bersifat earmark tentang pengalokasian belanja yang bersumber dari PAD. Pemanfaatan PAD untuk di alokasikan menjadi anggaran belanja berbeda dengan DAK, Dimana DAK bersifat earmark danmerupakan pendapatan daerah yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk melaksanakan program khusus prioritas nasional yang menjadi urusan daerah (Abdullah, 2013b). Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil 71 - Volume 5, No. 2, Mei 2016

5 Berdasarkan ketentuan umum UUNomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menyatakan bahwa Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proposional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dana perimbangan ini terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus dan jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBD. Perubahan Anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 Angka 55 menyatakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran dan menurut Abdullah (2013c) Sisa anggaran adalah dana milik pemda yang belum terpakai selama satu tahun anggaran atau masih tersisa pada akhir tahun anggaran. Dalam konsep anggaran berbasis kas, sisa anggaran sama dengan jumlah uang atau kas Pemda yang belum terpakai. Ada dua bentuk sisa anggaran, yakni SiLPA dan SILPA. SiLPA adalah adanya sisa anggaran tahun lalu yang ada dalam APBD tahun anggaran berjalan/berkenaan, sedangkan SiLPA merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya. Abdullah (2013c) berpendapat bentuk penggunaan SiLPA ada dua, yakni: (1) untuk melanjutkan kegiatan yang belum selesai dikerjakan pada tahun sebelumnya (luncuran) dan (2) membiayai kegiatan baru yang tidak teranggarkan dalam APBD murni. Kegiatan lanjutan atau luncuran dari tahun sebelumnya dilaksanakan pada awal tahun berjalan dengan menggunakan sisa anggaran yang belum habis dengan terlebih dahulu menetapkan DPA-L (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Lanjutan) pada akhir tahun sebelumnya. Sedangkan Kegiatan Baru. Dalam perubahan APBD, penambahan kegiatan baru dimungkinkan sepanjang dapat diselesaikan sampai pada akhir tahun anggaran, kecuali dalam keadaan mendesak atau darurat (dengan persyaratan tertentu). METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam jenis pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang menguji variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan unit analisis penelitian adalah data anggaran murni dan data anggaran perubahan periode pada 23 kabupaten/kota di Aceh. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder, dimana data yang digunakan peneliti berupa dokumendokumen yang diperoleh dari Dina Kekayaan Aceh (DKA). Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik dokumentasi yaitu pengumpulan data anggaran murni dan data anggaran perubahan. Volume 5, No. 2, Mei

6 Operasionalisasi Variabel Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung (Y) Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Perubahan anggaran belanja tidak langsung merupakan penyesuaian belanja tidak langsung yang dilakukan pada tahun berjalan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pengukuran untuk variabel perubahan anggaran belanja tidak langsung menggunakan angka selisih antara anggaran belanja tidak langsungsetelah perubahan APBK dengan anggaran belanja tidak langsung dalam APBK murni. Skala yang digunakan yaitu skala rasio. Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah (X 1) Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumbersumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan anggaran pendapatan asli daerah adalah penyesuaian atas target yang telah ditetapkan sebelumnya dan diukur dengan angka selisih antara target pendapatan asli daerahsetelah perubahan APBK dengan target pendapatan asli daerah dalam APBK murni. Skala yang digunakan adalah rasio. Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil (X 2) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kedaerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Perubahan anggaran dana bagi hasil adalah penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah karena adanya koreksi dari Kementerian Keuangan tentang Dana Bagi Hasil yang menjadi bagian daerah. Perubahan anggaran dana bagi hasil diukur dengan angka selisih antara dana bagi hasil setelah perubahan APBK dengan anggaran dana bagi hasil dalam APBK murni. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Perubahan Anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (X 3) SiLPA adalah selisih lebih penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Perubahan SiLPA terjadi karena adanya koreksi atas target SiLPA dalam APBK murni karena angka pasti SiLPA tersebut telah ditetapkan oleh BPK berdasarkan hasil audit dan disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Pengukuran perubahan anggaran SiLPA dilakukan dengan menghitung selisih antara SiLPA dalam perubahan APBK dengan anggaran SiLPA dalam APBK murni. Skala yang digunakan adalah rasio. Metode Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah linear berganda dengan bantuan program SPSS. Rancangan pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh 73 - Volume 5, No. 2, Mei 2016

7 variabel independen (perubahan anggaran PAD, perubahan anggaran DBH, dan perubahan anggaran SiLPA) terhadap variabel dependen (perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung) dilakukan dengan dua cara yaitu: uji secara bersama-sama dan uji secara terpisah. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Observasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah 23 pemerintah kabupaten/kota di Aceh periode tahun Unit analisis penelitian inia dalah data APBK murni dan data APBK-P untuk pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, SiLPA, dan belanja tidak langsung dengan mengamati selama 3 (tiga) tahun periode, sehingga diperoleh jumlah populasi sebanyak 69 pengamatan. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi linear berganda dari pengaruh perubahan anggaran PAD, perubahan anggaran DBH, dan perubahan anggaran SiLPA terhadap perubahan anggaran Belanja Tidak Langsung dapat dilihat pada tabel berikut. Y it = + ß 1X 1it + ß 2X 2it + ß 3X 3it + ɛ it Y = ,340X 1it + 0,421X 2it 0,095X 3it + e R = 0,404 R 2 = 0,163 Melalui hasil program SPSS, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: BTL = ,340PAD + 0,421DBH 0,095SiLPA Hasil Pengujian Hipotesis untuk Pengaruh Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil, dan Perubahan Anggaran SiLPA Secara Bersama-sama terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perubahan anggaran PAD, perubahan anggaran DBH, dan perubahan anggaran SiLPA secara bersama-sama terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung karena masing-masing koefisien regresi dari ketiga variabel lebih besar dari 0 dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,163. Artinya bahwa variabel perubahan anggaran PAD, perubahan anggaran DBH, dan perubahan anggaran SiLPA mampu menjelaskan variasi dari variabel perubahan anggaran belanja tidak langsung sebesar 16,3%. Sisanya sebesar 83,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam variabel penelitian ini. Hasil Pengujian Hipotesis untuk Pengaruh Secara Parsial Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil, dan Perubahan Anggaran SiLPA terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil pengujian secara terpisah dalam penelitian ini ditentukan dengan melihat nilai koefisien regresi (β) masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian regresi linear berganda Volume 5, No. 2, Mei

8 menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi β 1 = 1,340, β 2 = 0,421, dan β 3 = -0,095. Hasil tersebut mendukung hipotesis kedua, ketiga, dan keempat (H 2, H 3, H 4) yang telah dirumuskan, yaitu perubahan anggaran PAD berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran DBH berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, dan perubahan anggaran SiLPA berpengaruh langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh. PEMBAHASAN. Pengaruh Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah, Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil, dan Perubahan Anggaran SiLPA terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan anggaran PAD, perubahan anggaran DBH, dan perubahan anggaran SiLPA secara bersama-sama berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung. Abdullah (2013b) menyatakan bahwa ada beberapa alasan yang menjadi faktor penyebab perubahan APBD, yaitu karena faktor ekonomi, politik, dan sosial, faktor finansial dan kebutuhan fiskal. Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atas pengeluaran. Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk merubah alokasi anggaran secara legal, sehingga misalokasi anggaran belanja pemerintah dapat terjadi akibat prilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD. Lebih lanjut, Abdullah (2013b) juga menyatakan kecendrungan PAD yang selalu bertambah saat anggaran, membuka peluang bagi legislatif untuk merekomendasikan penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang menjadi preferensinya. Selain penerimaan PAD, DBH juga merupakan bagian dari pemerintah daerah yang ditujukan untuk sumber pembelajaran daerah. Salah satu tujuan pemberian DBH tersebut adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah, sehingga diharapkan akan terjadinya pembagian keuangan yang adil dan rasional. Artinya dari daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan yang jumlahnya lebih besar dari daerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam. Abdullah (2013c) menyatakan bahwa dengan diketahuinya secara pasti (definitif) besaran angka SiLPA tahun anggaran sebelumnya pada pertengahan tahun berjalan merupakan salah satu alasan utama perubahan APBD. Artinya, sisa uang dikas daerah bisa dialokasikan kembali (rebudgeting) ke dalam tahun anggaran berjalan. Selanjutnya alokasi anggaran belanja daerah akan dipengaruhi oleh besaran SiLPA definitif tersebut Volume 5, No. 2, Mei 2016

9 Pengaruh Perubahan Anggaran Pendapatan Asli Daerah terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perubahan anggaran PAD berpengaruh positif langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, dimana tingkat pengaruh variabel perubahan anggaran PAD yang dihasilkan adalah 1,340. Artinya bila perubahan anggaran PAD meningkat 1%, maka perubahan anggaran belanja tidak langsung akan meningkat pula sebesar 1,340%. Diperoleh hubungan yang positif antara perubahan anggaran PAD dengan perubahan anggaran belanja tidak langsung. Hal tersebut bermakna bahwa perubahan anggaran PAD ikut meningkatkan perubahan anggaran belanja tidak langsung. Perubahan anggaran PAD dapat terjadi karenabeberapa sebab, diantaranya: tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran. Abdullah (2013) menyatakan bahwa target PAD memang segaja di underestimate yang mana dapat dinaikkan pada saat APBD perubahan dengan dasar tidak terprediksinya sumber penerimaan baru dan kemudian digunakan dalam perubahan belanja. Pengaruh Perubahan Anggaran Dana Bagi Hasil terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perubahan anggaran DBH berpengaruh positif langsung pada kabupaten/kota di Aceh, dimana tingkat pengaruh variabel perubahan anggaran DBH yang dihasilkan adalah 0,421. Artinya bila perubahan anggaran DBH meningkat 1%, maka perubahan anggaran belanja tidak langsung akan meningkat pula sebesar 0,421%. Hal tersebut bermakna bahwa adanya hubungan yang positif antara perubahan anggaran DBH dengan perubahan anggaran belanja tidak langsung. Artinya, pengalokasian anggaran DBH (DBH pajak dan DBH bukan Pajak) yang ditetapkan Pemda ikut ditujukan untuk alokasi anggaran belanja tidak langsung. Pengaruh Perubahan Anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap Perubahan Anggaran Belanja Tidak Langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubah anggaran SiLPA berpengaruh negatif langsung pada pemerintah kabupaten/kota diaceh, dimana tingkat pengaruh variabel perubahan anggaran SiLPA yang dihasilkan adalah -0,095. Artinya bila perubahan anggaran SiLPA meningkat 1%, maka perubahan anggaran belanja tidak langsung akan menurun sebesar 0,095%. Pengaruh negatif ini bisa bermakna bahwa SiLPA tidak berkaitan langsung dengan belanja tidak langsung. Berbeda dengan pengaruh perubahan anggaran SiLPA terhadap belanja langsung atau belanja modal (Martunis, 2014; Aulad, 2014), pengaruh SiLPA terhadap belanja tidak langsung belum ditemukan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dalam Volume 5, No. 2, Mei

10 penelitian ini adalah, perubahan anggaran pendapatan asli daerah, perubahan anggaran dana bagi hasil, dan perubahan anggaran SiLPA berpengaruh secara bersama-sama terhadap perubahananggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran pendapatan asli daerah berpengaruh langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran dana bagi hasil berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh, perubahan anggaran SiLPA berpengaruh terhadap perubahan anggaran belanja tidak langsung pada pemerintah kabupaten/kota di Aceh. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah, bagi peneliti selanjutnya disarankan menambah periode tahun pengamatan lebih lama, minimal pengamatan selama 5 tahun. Sehingga diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi daerah pengamatan lebih baik lagi, peneliti selanjutnya disarankan agar variabel yang digunakan dalam penelitian akan datang diharapkan lebih lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel independen lainnya, seperti DAU, DAK, Dana Outsus, peneliti selanjutnya juga disarankan menambah unit analisis secara nasional, saran selanjutnya bagi pemerintah kabupaten/kota di Aceh, untuk lebih memperhatikan jumlah SiLPA, mengingat besaran SiLPA sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah kabupaten/kota dalam mengestimasi pendapatan dan belanja, dan kemampuan SKPD dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi tangungjawabnya. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah, Syukriy. (2012). Varian Anggaran Pendapatan dan Varian Belanja Daerah: Sebuah Pengantar. Melalui: /10/16/varian-anggaranpendapatan-daerah/(10/2/2015). Abdullah, Syukriy. (2013a). Defisit/Surflus dan SILPA dalam Anggaran Daerah. Apakah Saling Berhubungan. Melalui: / 01/01/defisit-dan-surplus-dalamanggaran-daerah-apakah-salingberhubungan /(10/2/2015). Abdullah, Syukriy.(2013b). Perubahan APBD. Melalui: wordpress. com /2013/ 04/22/ perubahan-apbd/ (10/2/2015). Abdullah, Syukriy. (2013c). Pengaruh SiLPA Terhadap Belanja. Melalui: syukriy.wordpress.com/2013/12/16/pen garuh-silpa-terhadap-belanja/ (10/2/2015). Abdullah, Syukriy.& Abdul Halim.(2006). Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerahdalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah 2 (2) Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim. (2003). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI. Oktober. Abdullah, Syukriy & Ramadhaniatun Nazry. (2014).Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah-Penjelasan Empiris dari Perspektif Keagenan. Makalah 77 - Volume 5, No. 2, Mei 2016

11 Dipresentasikan pada Konferensi Ilmiah Akuntansi (KIA) I yang diselenggarakan oleh IAI KAP di Wilayah Jakarta dan Banten di Universitas Mercu Buana, Jakarta, Februari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Abdullah, Syukriy & Riza Rona. (2015). Pengaruh Sisa Anggaran, Pendapatan Sendiri dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal, Studi atas perubahan Anggaran Kabupaten/Kota di Indonesia. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Regional Akuntansi II yang diselenggarakan oleh IAI Wilayah Jawa Timur dan Universitas Kanjuruhan. Malang, April Darise, Nurlan. (2006). Pengelolaan Keuangan Daerah. PT. Macanan jaya Cemerlang. Darise, Nurlan. (2008). Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).PT. Macanan jaya Cemerlang. Darise, Nurlan. (2009). Pengelolaan Keuangan Daerah, Pedoman untuk Eksekutif dan Legislatif Rangkuman 7 Undang- Undang, 30 Peraturan Pemerintah dan 15 Permendagri, Jakarta Barat: Indeks. Martunis. (2014). Pengaruh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah: Analisis Perubahan APBD Kabupaten/Kota di provinsi Aceh.Thesis. Banda Aceh: Program. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Volume 5, No. 2, Mei

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp. 1-10

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp. 1-10 Jurnal Magister Akuntansi ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 1-10 PENGARUH PERUBAHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH, PERUBAHAN DANA BAGI HASIL, DAN PERUBAHAN SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TERHADAP PERUBAHAN BELANJA

Lebih terperinci

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 1-14

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 1-14 ISSN 2302-0164 14 Pages pp. 1-14 PENGARUH SISA ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA MODAL BIDANG PENDIDIKAN, KESEHATAN, DAN PEKERJAAN UMUM (Studi pada Perubahan Anggaran

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 140-149 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Yudi Satrya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp Jurnal Akuntansi ISSN 2302-0164 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 33-41 PENGARUH INVESTASI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA DAMPAKNYA PADA KEMAMPUAN DAERAH MEMBIAYAI BELANJA PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan politik dan administrasi. Salah satu bentuk adanya reformasi ini ialah dengan diterapkannya kebijakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dalam dunia bisnis dapat dideskripsikan sebagai hubungan antara pemegang saham

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah dilaksanakan pada 26 April 2016, pemerintah Jawa Tengah telah menentukan arah kebijakan dan prioritas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori

Lebih terperinci

PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH

PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH ISSN 0-0164 6 Pages pp 45-50 PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Sri Putri Handayani HS 1, Dr Syukriy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 79-88 PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA MODAL (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect. Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA BARANG DAN JASA PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA BARANG DAN JASA PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA ISSN 2302-0164 13 Pages pp. 46-58 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA BARANG DAN JASA PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA 1) Marzalita, 2) Dr. Nadirsyah, SE, M.Si, Ak, 3) Dr. Syukriy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

Revenue & Expenditure

Revenue & Expenditure Pengenalan tentang Keuangan Daerah Revenue & Expenditure Syukriy Abdullah Penger5an Keuangan Daerah Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap BAB I PENDHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang mendapat perhatian sampai saat ini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah sendiri. Hal ini berarti bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2002-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah dikenal dengan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

PECAPP. Revenue & Expenditure. Pengenalan tentang Keuangan Daerah. Syukriy Abdullah

PECAPP. Revenue & Expenditure. Pengenalan tentang Keuangan Daerah. Syukriy Abdullah Pengenalan tentang Keuangan Daerah A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark Revenue & Expenditure Syukriy Abdullah Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah adalah semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang

Lebih terperinci

Struktur P-APBD TA. 2014

Struktur P-APBD TA. 2014 SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam rangka transparansi dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan

Lebih terperinci

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako)

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako) Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Target Pendapatan Daerah (Survei pada Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tengah) Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai wujud dari desentralisasi sistem pemerintahan telah dilaksanakan secara efektif di Indonesia sejak 1 Januari 2001. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Daerah merupakan pihak yang menjalankan roda perekonomian, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang dituntut untuk dapat melaksanakan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk

Lebih terperinci

DANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PROVINSI ACEH

DANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PROVINSI ACEH AGREGAT: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1, No. 2, September 2017 http://journal.uhamka.ac.id/index.php/agregat p-issn: 2549-5658 e-issn: 2549-7243 DOI: 10.22236/agregat_vol1/is2pp211-220 Hal 211-220 DANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, reformasi di bidang keuangan dimulai dengan berlakukanya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung )

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung ) PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung ) LATAR BELAKANG Dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan

Lebih terperinci

Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark Pengelolaan Keuangan Daerah Sebuah Pengantar Syukriy Abdullah Keuangan Daerah Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih demokratis menjadi suatu fenomena global termasuk Indonesia. Tuntutan ini mengharuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengembangkan potensi daerah tersebut maka pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengembangkan potensi daerah tersebut maka pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi Belanja modal dalam APBD di pemerintah provinsi Indonesia kurang diperhatikan, Pemerintah daerah seharusnya dapat mengalokasikan APBDnya untuk belanja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan negara yang di kelola oleh pemerintah daerah menganut sistem otonomi daerah yang telah di tetapkan oleh MPR NO XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERNYATAAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberilakukannya otonomi daerah. Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang (UU) No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya krisis pada tahun 1996 merupakan faktor perubahan penyelenggaraan pemerintah. Saat itu sebagian wewenang dari pemerintah pusat diberikan kepada sebagian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK).

BAB V PENUTUP. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). 89 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci